Npm : 1703101010192
Kelas : A
Dapat diambil kesimpulan bahwa pada kasus ini sebenarnya bukti yang
dihadirkan oleh penyidik adalah lemah, namun dengan adanya alat bukti petunjuk
berupa CCTV , memberikan pengaruh yang berbeda untuk menjadi pertimbangan
hakim dan sebagai dasar atas penetapan bersalahnya terdakwa, dalam hal ini
CCTV bukan merupakan alat bukti yang pengaturannya bersifat limitatif dalam
Pasal 184 KUHAP namun merupakan barang bukti yang dapat ditempatkan
sebagai bagian dari alat bukti petunjuk untuk memperoleh keyakinan hakim
Pada kasus ini Majelis hakim sulit mendapatkan saksi-saksi yang melihat,
mendengar atau mengalami sendiri peristiwa, yang harus dibuktikan, motif atau
latar belakang tersebut berkaitan dengan kasus pembunuhan Mirna. Maka majelis
hakim membuktikan suatu peristiwa kasus pembunuhan Mirna, dibuktikan
terlebih dahulu motif atau latar belakang terjadinya peristiwa pidana tersebut.
Majelis hakim menggunakan bukti tidak langsung atau circumstantial evidence
yaitu berupa saksi Testimonium de auditu keterangan saksi Arief (suami korban),
saksi Kristie, saksi Dermawan Salihin (orang tua korban) yang saling bersesuaian
dengan keterangan Terdakwa, dan dimana keterangan saksi itu dan keterangan
terdakwa masuk kedalam alat bukti petunjuk. Dan diperkuat oleh keterangan ahli
psikiatri forensik dr. Natalia Widiasih, SpKJ yang mengatakan bahwa
“kepribadian Terdakwa memiliki potensi untuk berprilaku agresif terhadap diri
sendiri maupun terhadap orang lain bila ia berada dalam situasi tekanan dan tidak
mendapat dukungan sosial yang adekuat” dan diperkuat oleh surat hasil Visum et
Repertum Psychiatrikum Nomor : TU.02.02/IX.15.10/0330/2016 tanggal 15
Maret 2016. Majelis hakim berkeyakinan karena selama kurang lebih 51 menit
sejak minuman VIC disajikan, Jessica yang menguasainya di meja 54 dengan
diperkuat rekaman CCTV sebagai alat bukti petunjuk.
bahwa CCTV dapat dipergunakan sebagai alat bukti petunjuk, jika CCTV
tersebut mempunyai keterkaitan antara keterangan saksi, surat, dan keterangan
terdakwa sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 188 Ayat (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana. Dengan adanya keterkaitan antara keterangan saksi, surat,
dan keterangan terdakwa dengan CCTV itu sendiri, maka CCTV tersebut dapat
menunjang sebagai petunjuk dari apa yang sudah dinyatakan oleh keterangan
saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Seperti yang dikatakan Abdul Fickar
Hadjar dalam wawancara saya dengan beliau, beliau menyatakan bahwa CCTV
itu digunakan sebagai alat untuk mengkonfirmasi dengan alat bukti yang lain
apakah alat bukti yang lain sesuai atau tidak dengan rekaman CCTV tersebut.