Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fadlan Yusuf secapraja

Npm : 1703101010192

MK : Studi Kasus Hukum pidana

Kelas : A

ANALISA ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM KASUS KOPI SIANIDA


JESSICA KUMALA WONGS DARI PUTUSAN PN JKT

kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala


Wongso yang mana bukti elektronik berupa rekaman kamera pengawas (CCTV)
bisa dijadikan petunjuk dalam persidangan, salah satu pertimbangan hakim adalah
berdasarkan Pasal 183 KUHAP, hakim bisa memvonis berdasarkan alat bukti dan
keyakinan, maka berdasarkan rekaman CCTV dan keyakinan hakim, Jesicca
Kumala Wongso dinyatakan terbukti menaruh racun sianida kedalam es kopi
Vietnam yang diminum oleh Wayan Mirna Salihin.

Dapat diambil kesimpulan bahwa pada kasus ini sebenarnya bukti yang
dihadirkan oleh penyidik adalah lemah, namun dengan adanya alat bukti petunjuk
berupa CCTV , memberikan pengaruh yang berbeda untuk menjadi pertimbangan
hakim dan sebagai dasar atas penetapan bersalahnya terdakwa, dalam hal ini
CCTV bukan merupakan alat bukti yang pengaturannya bersifat limitatif dalam
Pasal 184 KUHAP namun merupakan barang bukti yang dapat ditempatkan
sebagai bagian dari alat bukti petunjuk untuk memperoleh keyakinan hakim

CCTV memperkuat alat bukti dalam persidangan karena CCTV bisa


dijadikan 2 alat bukti, yang pertama CCTV sebagai petunjuk dan yang kedua
adalah surat, karena hasil dari rekaman video tersebut bisa dijadikan cetakan
gambar melalui penangkap gambar atau yang disebut screenshot, Ahli Hukum
Pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej,
mengatakan, rekaman kamera pengawas atau CCTV dapat dijadikan alat bukti
petunjuk di dalam persidangan. Memisahkan alat bukti dan barang bukti. Menurut
saya CCTV semakin memperkuat Hakim. Hakim memiliki kewenangan untuk
memperluas Pasal 184 KUHAP, Setelah ada Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik, semakin jelas bahwa CCTV memperkuat keyakinan Hakim.
Mahkamah Konstitusi sudah membuat Putusan terkait UndangUndang Informasi
dan elektronik CCTV dalam Pasal 184 terkait CCTV sebagai perluasan dari bukti
Petunjuk.

Pada kasus ini Majelis hakim sulit mendapatkan saksi-saksi yang melihat,
mendengar atau mengalami sendiri peristiwa, yang harus dibuktikan, motif atau
latar belakang tersebut berkaitan dengan kasus pembunuhan Mirna. Maka majelis
hakim membuktikan suatu peristiwa kasus pembunuhan Mirna, dibuktikan
terlebih dahulu motif atau latar belakang terjadinya peristiwa pidana tersebut.
Majelis hakim menggunakan bukti tidak langsung atau circumstantial evidence
yaitu berupa saksi Testimonium de auditu keterangan saksi Arief (suami korban),
saksi Kristie, saksi Dermawan Salihin (orang tua korban) yang saling bersesuaian
dengan keterangan Terdakwa, dan dimana keterangan saksi itu dan keterangan
terdakwa masuk kedalam alat bukti petunjuk. Dan diperkuat oleh keterangan ahli
psikiatri forensik dr. Natalia Widiasih, SpKJ yang mengatakan bahwa
“kepribadian Terdakwa memiliki potensi untuk berprilaku agresif terhadap diri
sendiri maupun terhadap orang lain bila ia berada dalam situasi tekanan dan tidak
mendapat dukungan sosial yang adekuat” dan diperkuat oleh surat hasil Visum et
Repertum Psychiatrikum Nomor : TU.02.02/IX.15.10/0330/2016 tanggal 15
Maret 2016. Majelis hakim berkeyakinan karena selama kurang lebih 51 menit
sejak minuman VIC disajikan, Jessica yang menguasainya di meja 54 dengan
diperkuat rekaman CCTV sebagai alat bukti petunjuk.

Majelis hakim mempertimbangkan mengacu kepada pemahaman dari hati


nurani Hakim dihubungkan dengan fakta hukum dan pendapat para ahli yang
relevan, seperti penyampaian ahli pidana Prof. Dr. Edwar Omar Sharif
Hiariej,SH.,MHum,.dipersidangan yang sejalan dengan ahli Pidana Prof. Dr.Jur
Andi Hamzah. Hal ini diperkuat oleh pendapat ahli kriminolog Prof. Dr. Ronny
Rahman Nitibaskara yang menyimpulkan bahwa dari hasil pengamatan alat bukti
petunjuk CCTV ditemukan bahasa tubuh Terdakwa menunjukkan ketegangan dan
kecemasan sebelum saksi Hanie dan korban Mirna tiba di meja 54.
Majelis Hakim dapat memastikan bahwa matinya korban Mirna adalah
disebabkan oleh efek toksik (racun) Sianida. Hal ini bersesuaian dengan kondisi
mulut korban dimana didalam bibir berubah warna seperti terbakar, dilidah terasa
panas, perih mengakibatkan Mirna mengibas ngibaskan tangannya kemulut,
sebagaimana diterangkan saksi Hanie dan terlihat pada rekaman CCTV dan hal ini
juga dialami oleh saksi Hanie dan saksi Devi serta saksi lain dari petugas café
Olivier yang juga ikut mencicipi minuman VIC tersebut. Terkait dengan penyakit
yang diderita korban Mirna, Menurut ahli Forensik Patologi dr. Slamat Purnomo,
SpF, DFM dan ahli Prof. dr. Budi Sampurna, SpF, DFM, SH harus ada gejala-
gejala yang dialami dan dirasakan oleh korban.Hal ini dibuktikan dari fakta
keterangan suami korban (saksi Arief) dan ayah korban (saksi DermawanSalihin)
kalau Mirna tidak pernah memiliki penyakit lama, sekaligus membuktikan bahwa
dalam lambung Mirna tidak ada kelainan atau penyakit.

bahwa CCTV dapat dipergunakan sebagai alat bukti petunjuk, jika CCTV
tersebut mempunyai keterkaitan antara keterangan saksi, surat, dan keterangan
terdakwa sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 188 Ayat (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana. Dengan adanya keterkaitan antara keterangan saksi, surat,
dan keterangan terdakwa dengan CCTV itu sendiri, maka CCTV tersebut dapat
menunjang sebagai petunjuk dari apa yang sudah dinyatakan oleh keterangan
saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Seperti yang dikatakan Abdul Fickar
Hadjar dalam wawancara saya dengan beliau, beliau menyatakan bahwa CCTV
itu digunakan sebagai alat untuk mengkonfirmasi dengan alat bukti yang lain
apakah alat bukti yang lain sesuai atau tidak dengan rekaman CCTV tersebut.

Sehingga, CCTV bisa dijadikan barang bukti perluasan yang kemudian


dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk untuk memastikan ada atau tidaknya
tindak pidana. Adapun narasumber lainnya yang saya wawancarai yaitu
Benedictus Bambang Nurhadi dan Aprima Suar juga menyatakan hal yang serupa
yaitu jika CCTV tersebut adalah untuk memastikan dan memperjelas apa yang
telah diperoleh dari keterangan saksi, surat, maupun keterangan terdakwa, apakah
keterangan saksi, surat, maupun keterangan terdakwa sesuai atau tidak dengan
CCTV tersebut yang jika mempunyai kesesuaian maka CCTV tersebut dapat
dipergunakan sebagai alat bukti dalam kasus tersebut. penggunaan CCTV dalam
Putusan Nomor 777/PID.B/2016/PN.JKT.PST bahwa CCTV tersebut adalah alat
bukti perluasan yang dalam putusan-putusan tersebut merupakan perluasan dari
alat bukti petunjuk. Tetapi, penggunaan CCTV sebagai alat bukti petunjuk
tersebut tidak semata-mata ditentukan begitu saja oleh Hakim. Tetapi sesuai
dengan tabel di atas, harus terdapat alat-alat bukti lainnya yang terlebih dahulu
ditemukan, yang pada kasus-kasus di atas adalah ditemukannya alat bukti
keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Sehingga, setelah ditemukannya alat
bukti keterangan saksi dan keterangan terdakwa, baru dikaitkan dengan apa yang
terdapat dalam CCTV tersebut, apakah CCTV tersebut sesuai dengan apa yang
dinyatakan oleh alat bukti keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Jika,
terdapat keterkaitan antara CCTV dengan keterangan saksi dan keterangan
terdakwa, CCTV dapat dipergunakan sebagai alat bukti petunjuk karena
memperjelas dari apa yang dinyatakan oleh keterangan saksi dan keterangan
terdakwa. Tetapi sebaliknya, jika terhadap suatu kasus tertentu CCTV tidak
mempunyai keterkaitan antara keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa
sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, maka CCTV tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk karena,
CCTV itu sendiri tidak memperjelas dari apa yang dinyatakan oleh keterangan
saksi, surat, dan keterangan terdakwa sehingga tidak dapat dipergunakan menjadi
alat bukti petunjuk. Pada dasarnya, bahwa alat bukti petunjuk harus mempunyai
keterkaitan ataupun diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan
terdakwa barulah alat bukti petunjuk itu mempunyai kekuatan hukum sebagai alat
bukti yang berdiri sendiri. CCTV sebagai alat bukti petunjuk sudah diperoleh
sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, maka CCTV sebagai alat bukti petunjuk telah memenuhi syarat untuk
dijadikan alat bukti yang berdiri sendiri yang jika dikaitkan dengan teori
pembuktian dalam hukum pidana, maka CCTV dapat dipergunakan oleh Hakim
untuk mengisi sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti hukum yang sah
sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana. Dengan demikian, CCTV merupakan alat bukti petunjuk yang sah dan
juga memenuhi teori pembuktian dalam hukum pidana.

Anda mungkin juga menyukai