Anda di halaman 1dari 36

TUGAS INDIVIDU

PEMBELAJARAN IPA BERBASIS ETNOSAINS DAN


ALQURAN DI INDONESIA
Mata Kuliah: Teori, Proses dan Konteks Sosial Budaya Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. H. Syarif Hidayat, M. Pd.

Disusun Oleh:
No. Absen : 35
Nama : Syane Triwulandari
NPM : 20217270045
Kelas : 1a Non Reguler A

PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur atas rahmat dan karunia Allah swt., karena berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah dengan judul Pembelajaran IPA Berbasis
Etnosains dan Alquran di Indonesia dapat selesai tepat waktu.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas individu mata kuliah
Teori, Proses, dan Konteks Sosial Budaya Pendidikan dari Dr. H. Syarif Hidayat,
M.Pd. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada
pembaca mengenai pembelajaran IPA serta kaitannya dengan etnosains dan
Alquran di Indonesia.
Kami ucapan terima kasih kepada para pembaca dan dosen pengampu.
Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan kami berkaitan
dengan topik yang diberikan. Kami juga mengucapkan terima kasih yang
sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami memohon maaf atas kesalahan dan
ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Kami sangat
mengharap adanya kritik serta saran yang membangun dari pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 23 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................... 3
Bab II Pembahasan
A. Pembelajaran IPA ......................................................................... 4
B. Etnosains ...................................................................................... 5
C. Penerapan Pembelajaran IPA Berbasis Etnosains dan Alquran ... 10
Bab III Simpulan dan Saran
A. Simpulan ...................................................................................... 26
B. Saran ............................................................................................. 26
Daftar Pustaka ........................................................................................... 28
Biodata ..................................................................................................... 30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, sehingga
memiliki beragaman budaya antar wilayahnya. Pendidikan di Indonesia
dirancang oleh pemerintah, sehingga kurikulum yang digunakan merupakan
kurikulum nasional yang diterapkan di semua sekolah. Namun demikian,
dengan adanya keberagaman wilayah maka pemerintah membuat kebijakan
bahwa sekolah dapat menentukan kurikulum yang merupakan kekuatan yang
ada pada daerahnya atau disebut juga dengan muatan lokal. Pesatnya
perkembangan globalisasi menimbulkan semakin mudah berkurangnya nilai-
nilai budaya lokal Indonesia sehingga berdampak pada pergeseran nilai
budaya dan local wisdom.
Pembelajaran IPA dapat mengembangkan pola berpikir siswa
dengan baik melalui aktivitas alamiah yang dilakukannya. Seperti pada QS.
Al-Mujaadillah: 11 berikut:

‫ِين أُو ُتوا ْالع ِْل َم‬


َ ‫ِين َءا َم ُنوا ِم ْن ُك ْم َوالهذ‬ ‫ش ُزوا َيرْ َفع ه‬
َ ‫َّللاُ الهذ‬ ِ ُ ‫ش ُزوا َفا ْن‬ ُ ‫َوإِ َذا قِي َل ا ْن‬
‫دَ َر ٰجت ۚ َو ه‬
َ ُ‫َّللاُ ِب َما َتعْ َمل‬
‫ون َخ ِبير‬
“Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Ilmu pengetahuan membentuk manusia lebih beradab sehingga memiliki


perbedaan sikap dan tindakan, di hadapan Allah swt. orang-orang yang
diberikan ilmu pengetahuan akan ditinggikan derajatnya. Oleh karena itu
pendidikan dan proses pembelajaran secara fitrahnya sangat di butuhkan oleh
manusia. Kurikulum 2013 menggunakan pola pembelajaran secara mandiri
setiap mata pelajaran untuk tingkat SMP dan SMA dan pola tematik
terintegrasi untuk sekolah dasar. Pendidikan Agama merupakan mata
pelajaran wajib yang diajarkan kepada siswa pada semua jenjang pendidikan,

1
hal ini sesuai dengan PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan
Keagamaan.
Indonesia merupakan bangsa yang memiliki ragam budaya namun
sayangnya belum banyak digunakan sebagai sumber pembelajaran IPA.
Pengetahuan adat dari masyarakat sebagai budaya dan kearifan lokal
semestinya dapat dipertahankan dan terus dilestarikan. Pelestarian berbagai
nilai-nilai luhur dan muatan lokal dapat dilakukan melalui pendidikan IPA
berbasis kearifan lokal atau etnosains. Etnosains merupakan pengetahuan
alami yakni bisa dalam bentuk bahasa, adat dan budaya moral serta
menerapkannya dalam teknologi. Pendekatan etnosains dilakukan dengan
cara merekonstruksi sains murni kemudian disesuaikan dengan kearifan lokal.
Pembelajaran etnosains ini memiliki berbagai manfaat, yaitu meningkatkan
kualitas, memudahkan peserta didik untuk mengeksplorasi fakta dan
fenomena yang ada di masyarakat dan lingkungannya yang dapat
diintegrasikan dengan pengetahuan ilmiah. Berdasarkan QS. Yunuss: 101

‫ال‬

“Katakanlah.: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah


bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan
bagi orang-orang yang tidak beriman".

Bahwa kehidupan di dunia dan segala isinya merupakan anugerah untuk


kehidupan dalam mencintai diri dengan mengingat Allah. Memikirkan
menggunakan akal adalah karunia dari Allah swt. Manusia senantiasa
mengingat karunia Allah dalam hidupnya. Selayakanya apa yang ada di langit
dan di bumi seharusnya mampu memberi pengajaran bagi kita semua, salah
satunya dalam belajar fenomena alam. Meningkatkan relevansi pendidikan
dan pengajaran IPA memerlukan cara-cara baru dalam kurikulum dan
pedagogi di luar pembelajaran teori sains dan fakta.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:

2
1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran IPA?
2. Apa yang dimaksud dengan etnosains?
3. Bagaimana menerapkan pembelajaran IPA berbasis etnosains dan
Alquran di Indonesia?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dijabarkan
tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pentingnya membuat perangkat pembelajaran IPA berbasis
etnosains.
2. Mengetahui pentingnya membuat perangkat pembelajaran IPA berbasis
Alquran.
3. Mengetahui cara mengimplementasikan perangkat pembelajaran IPA
berbasis etnosains dan Alquran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembelajaran IPA
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku
yang lebih baik. Perubahan tersebut sangat penting, mengingat peserta didik
merupakan generasi penerus bangsa yang akan berkontribusi membangun
masyarakat. Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-
kejadian ekstrim yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal
yang dialami peserta didik. Pembelajaran IPA dalam pelaksanaannya, pendidik
harus dapat menstimulus peserta didik agar memiliki sikap-sikap ilmiah seperti
rasa ingin tahu, skeptis atau selalu meminta bukti, terbuka terhadap pendapat lain,
jujur, obyektif, setia pada data, teliti, kerjasama, dan tidak mudah menyerah. IPA
merupakan ilmu sains yang paling fundamental, dikarenakan mempelajari prinsip-
prinsip dasar dari kehidupan dan alam semesta. Keindahan dari IPA terletak pada
cara menggunakan sedikit konsep, persamaan, dan asumsi fundamental yang
dapat mengubah dan mengembangkan pandangan dunia di sekitar kita.
Fenomena alam yang terjadi di lingkungan sekitar dapat dijadikan
wahana bagi peserta didik untuk melakukan aktifitas belajar yang lebih original
dan alami. Agar pembelajaran IPA lebih optimal, aktivitas belajar peserta didik
harus difasilitasi melalui peningkatan interaksi, inovasi dan kreatifitas peserta
didik.

َ ْ‫َّللاُ م َِن السه َمآ ِء مِنْ رِّ ْزق َفأَحْ َيا ِب ِه ْاْلَر‬‫ار َو َمآ أَ ْن َز َل ه‬ ٰ ْ ‫َو‬
‫ض‬ ِ ‫اختِلفِ الهي ِْل َوال هن َه‬
َ ُ‫َبعْ دَ َم ْوتِ َها َو َتصْ ِريفِ الرِّ ٰي ِح َء ٰايت لِّ َق ْوم َيعْ قِل‬
‫ون‬
"dan pada pergantian malam dan siang, dan hujan yang diturunkan Allah dari
langit, lalu dengan (air hujan) itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering);
dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
kaum yang mengerti.". (QS. Al Jaatsiyah: 5).

Hakikat IPA merupakan proses dan produk, yang mana pembelajaran


IPA tidak hanya menghafal produknya saja yang berupa konsep prinsip, hukum

4
dan teori, melainkan melakukan pengkajian ulang agar tercipta sikap ilmiah pada
siswa. Faktanya, IPA adalah studi tentang alam sekitar. Berdasarkan pendapat di
atas, pembelajaran IPA merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan dalam proses mengamati dan memahami apa yang ada di lingkungan
alam semesta dan membentuk sebuah pengetahuan.

B. Etnosains
Etnosains berasal dari kata ethnos (bahasa yunani) yag berarti bangsa,
dan scientia (bahasa latin) artinya pengetahuan. Etnosains tidak lain berarti
pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat lagi suatu suku
bangsa atau kelompok sosial tertentu. Oleh sebab itu, etnosains merupakan
pengetahuan yang dimiliki oleh suatu komunitas budaya. Etnosains sendiri
mampu mengembangkan pembelajaran sains yang menggabungkan konten
budaya dari masyarakat ke dalam bagian kegiatan pembelajaran. Etnosains
menjadi bagian kegiatan yang menggabungkan atau mentransformasikan antara
sains asli dengan sains ilmiah. Pengetahuan sains asli merupakan seluruh
pengetahuan mengenai fakta kehidupan masyarakat. Pengetahuan tersebut berasal
dari keyakinan yang telah ada dari generasi ke generasi tidak terstuktur dan
sistematik dalam suatu kurikulum, bersifat tidak formal dan umumnya merupakan
pengetahuan persepsi masyarakat terhadap suatu fenomena alam tertentu.
Pentingnya penelitian tentang transformasi pengetahuan sains asli masyarakat
menjadi sains ilmiah adalah untuk mengubah pengetahuan masyarakat yang
bersifat turun temurun menjadi pengetahuan terpercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Perkembangan majunya sains dan teknologi tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan kehidupan masyarakat dan kebudayaan, dengan
segala norma, nilai, makna, keyakinan, kebiasaan, dan mentalitas yang dibangun
di dalamnya.
Hadirnya etnosains tentu saja tidak terlepas dari trial and error atau uji
coba sebagai salah satu metode ilmiah yang digunakan orang zaman dahulu, dan
telah menghasilkan pengetahuan baru tetapi kurang mampu menggali potensi
sains yang terkandung karena keterbatasan pengetahuan. Penerapan pembelajaran
berbasis etnosains sangat menguntungkan karena dapat melatih peserta didik

5
untuk mencari tahu, melatih berpikir kritis dan analistis, serta bekerjasama untuk
memecahkan suatu masalah. Sangat relevan jika pendekatan etnosains di jelaskan
melalui model pembelajaran terintegrasi dengan teknologi, rekayasa dan
matematika. Alasannya sains ilmiah tidak dapat berdiri sendiri perlu adanya
penjelasan lanjutan untuk memberikan keterampilan peserta didik yang
komprehensif dan holistik dari berbagai ranah pembelajaran. Salah satu aspek
yang prospektif untuk dikaji sebagai bahan konten pembelajaran sains
berpendekatan etnosains adalah budaya. Hal ini sesuai dengan hakikat budaya
sebagai warisan sosial yang hanya dimiliki warga masyarakat dengan jalan
mempelajarinya.
Pengetahuan konseptual mereka telah dibentuk bertahun-tahun dari
pengalaman sehari-hari dan melalui pengetahuan tradisi yang diwariskan secara
turun-menurun. Oleh karena itu, lingkungan sosial-budaya siswa perlu mendapat
perhatian serius dalam mengembangkan pendidikan sains di sekolah karena di
dalamnya terpendam sains asli yang dapat berguna bagi kehidupannya. Dengan
demikian, pendidikan sains akan betul-betul bermanfaat bagi peserta didik itu
sendiri dan masyarakat luas. Etnosains dalam kamus Anthropologi, diartikan
sebagai suatu studi kebudayaan dengan cara pendekatan menggunakan
pengetahuan yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat yang dipelajari.
Etnosains salah satunya berkaitan dengan peta kognitif dari suatu
masyarakat atau pengetahuan asli masyarakat. Integrasi konsep-konsep sains asli
ke dalam pembelajaran sains sekolah dapat memberikan sentuhan rasional ilmiah
pada konsep-konsep sains asli tersebut sehingga dapat diterima dengan logis.
Kajian berbagai aspek etnosains diperlukan untuk mengungkapkan pengetahuan
tradisional suatu kelompok masyarakat. Memahami sains asli diperlukan
pengetahuan sains ilmiah yang hanya dapat dipahami secara ilmiah kajian dan
berorientasi pada kerja ilmiah, karena itu bersifat objektif, universal dan dapat
dipertanggung jawabkan. Pengembangan kearifan lokal yang relevan dan
kontekstual memiliki arti penting bagi berkembangnya suatu bangsa. Terutama
jika dilihat dari sudut pandang ketahanan budaya karena mempunyai arti penting
bagi identitas daerah itu sendiri. Etnosains membantu untuk memperbaiki asumsi
yang diterima masyarakat dari pengetahuan adat lokal yang sebenarnya dapat

6
dibuktikan kebenarannya. Pembelajaran terintegrasi etnosains menjadikan siswa
dapat menerapkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari dan pembelajaran
menjadi lebih bermakna sehingga hasil belajar pun akan meningkat.
Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis budaya dapat meningkatkan prestasi belajar sains siswa
dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran regular. Penelitian
etnosains bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala materi mana yang dianggap
penting oleh warga suatu kebudayaan dan bagaimana mengorganisir berbagai
pengalaman tersebut dalam sistem pengetahuan. Pentingnya pembelajaran
etnosains untuk penggalian khusus mengenai pengetahuan asli di suatu
masyarakat untuk dikaji yang pada giliranya dapat menjadi jembatan untuk
menuju IPA yang formal sebagai kajian pembelajaran di sekoah. Pembelajaran
menggunakan pendekatan etnosains peserta didik akan terlibat aktif dalam
pembelajaran sehingga akan memiliki pemahaman yang lebih baik daripada
pembelajaran konvensional. Etnosains mendorong peserta didik dalam mengenal
dan mempelajari ilmu pengetahuan alam melalui pemanfaatan lingkungan
sekitarnya. Pendekatan etnosains merupakan bagian pendekatan yang sesuai untuk
meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Pembelajaran sains yang mampu menjembatani perpaduan antara budaya
peserta didik dengan budaya ilmiah di sekolah akan dapat mengefektifkan proses
belajar peserta didik. Ada beberapa bidang kajian penelitian etnosains, yaitu
pertama, penelitian etnosains yang memusatkan perhatian pada kebudayaan yang
didefinisikan sebagai the forms of things that people have in mind, their models
for perceiving, yang dalam hal ini ditafsirkan sebagai model untuk
mengklasifikasi lingkungan atau situasi sosial yang dihadapi. Kajian etnosains ini
bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala materi mana yang dianggap penting
oleh warga suatu kebudayaan dan bagaimana mereka mengorganisir berbagai
gejala tersebut dalam sistem pengetahuannya, yang dikenal sebagai pengetahuan
asli masyarakat [indigenous science]. Disisi lain etnosains mengungkap struktur-
struktur yang digunakan untuk mengklasifikasi lingkungan, baik itu fisik maupun
sosial. Berdasarkan berbagai studi etnosains yang telah dilakukan, berbagai hasil
penelitian etnosains misalnya penelitian tentang klasifikasi tumbuh-tumbuhan,

7
klasifikasi berbagai jenis binatang, klasifikasi jenis-jenis penyakit, klasifikasi
warna dan sebagainya.
Penelitian etnosains kedua yang menjadi perhatian utama adalah cara-
cara, aturan-aturan, norma-norma, nilai-nilai, yang membolehkan atau dilarang.
Serta pengembangan teknologi yang sudah dimiliki masyarakat tertentu, misalnya
cara membuat rumah yang baik menurut orang Asmat di Papua; cara bersawah
yang baik dalam pandangan orang Jawa, dan cara membuat perahu yang benar
menurut orang Bugis di Karimunjawa. Kajian penelitian etnosains ketiga adalah
penelitian yang memusatkan perhatian pada kebudayaan sebagai a set of
principles for creating dramas, for writing scripts, and of course, for recruiting
players and audiences atau seperangkat prinsip-prinsip untuk menciptakan,
membangun peristiwa, untuk mengumpulkan individu atau orang banyak.
Penelitian mengenai prinsip-prinsip yang mendasari berbagai macam
kegiatan dalam kehidupan sehari-hari ini penting bagi upaya untuk memahami
struktur yang tidak disadari, namun mempengaruhi atau menentukan perwujudan
perilaku sehari-hari, hal inilah yang menjadi bidang kajian bagi masyarakat sains.
Hasil-hasil penelitian etnosains, tampaknya memang teoritis, meskipun demikian
tidak sedikit di antaranya yang kemudian sangat besar manfaat praktisnya.
Terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk memasukkan unsur teknologi dan
pengetahuan baru ke dalam suatu masyarakat dengan maksud untuk meningkatkan
teknologi, sosial, budaya dan hasil aktivitas ekonomi masyarakat.
Pengetahuan konseptual mereka telah dibentuk bertahuntahun dari
pengalaman sehari-hari dan melalui pengetahuan tradisi yang diwariskan secara
turun-menurun. Oleh karena itu, lingkungan sosial-budaya siswa perlu mendapat
perhatian serius dalam mengembangkan pendidikan sains di sekolah karena di
dalamnya terpendam sains asli yang dapat berguna bagi kehidupannya. Dengan
demikian, pendidikan sains akan betul-betul bermanfaat bagi peserta didik itu
sendiri dan bagi masyarakat luas. Kajian etnosains berkaitan dengan peta kognitif
dari suatu masyarakat atau pengetahuan asli masyarakat. Integrasi konsepkonsep
sains asli ke dalam pembelajaran sains sekolah dapat memberikan sentuhan
rasional ilmiah pada konsep-konsep sains asli tersebut sehingga dapat diterima
dengan logis.

8
Kajian berbagai aspek etnosains diperlukan untuk mengungkapkan
pengetahuan tradisional suatu kelompok masyarakat. Memahami sains asli
diperlukan pengetahuan sains ilmiah yang hanya dapat dipahami secara ilmiah
dan berorientasi pada kerja ilmiah, karena itu bersifat objektif, universal dan dapat
dipertanggung jawabkan. Pengembangan kearifan lokal yang relevan dan
kontekstual memiliki arti penting bagi berkembangnya suatu bangsa. Terutama
jika dilihat dari sudut pandang ketahanan budaya karena mempunyai arti penting
bagi identitas daerah itu sendiri.74 Sebagai penerus bangsa, peserta didik perlu
diberi wawasan keragaman budaya lingkungannya, menjelaskan secara ilmiah dari
fenomena kehidupan yang di alami dengan fenomena konsep IPA yang sudah ada.
Etnosains membantu untuk memperbaiki asumsi yang diterima masyarakat dari
pengetahuan adat lokal yang sebenarnya dapat dibuktikan kebenarannya.
Pembelajaran terintegrasi etnosains menjadikan peserta didik dapat menerapkan
pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari dan pembelajaran menjadi lebih
bermakna sehingga hasil belajar pun akan meningkat. Hal ini menunjukan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis budaya dapat
meningkatkan prestasi belajar sains peserta didik. Penelitian etnosains bertujuan
untuk mengetahui gejala-gejala materi mana yang dianggap penting oleh warga
suatu kebudayaan dan bagaimana mengorganisir berbagai pengalaman tersebut
dalam sistem pengetahuan. Dalam penelitian ini Etnosains dipilih karena
Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai budaya nasional dan salah
satu budaya turun temurun yang ada di Indonesia.
Pentingnya pembelajaran etnosains untuk penggalian khusus mengenai
pengetahuan asli di suatu masyarakat untuk dikaji yang pada giliranya dapat
menjadi jembatan untuk menuju IPA yang formal sebagai kajian pembelajaran di
sekolah. Pembelajaran menggunakan pendekatan etnosains peserta didik akan
terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga akan memiliki pemahaman yang lebih
baik dari pada pembelajaran konvensional. Etnosains mendorong siswa dalam
mengenal dan mempelajari ilmu pengetahuan alam melalui pemanfaatan
lingkungan sekitarnya.

9
C. Penerapan Pembelajaran IPA Berbasis Etnosains dan Alquran
Pembelajaran IPA yang mampu menjembatani perpaduan antara budaya
peserta didik dengan budaya ilmiah di sekolah dapat mengefektifkan proses
belajar peserta didik. Peserta didik akan belajar secara formal untuk memahami
lingkungannya dengan berbagai permasalahan yang ada di sekitarnya. Salah satu
pendekatan yang mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran yaitu
dengan mempergunakan aspek budaya lokal atau pengetahuan asli masyarakat
yang disebut etnosains. Dalam pembelajaran IPA suasana dan kondisi yang
menyenangkan sangat diperlukan, karena banyak yang menganggap bahwa IPA
merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan. Banyaknya waktu yang
dihabiskan siswa di luar sekolah memberikan pengenalan budaya, pengalaman
dan pengetahuan kepada siswa secara konkret yang berada di masyarakat
tradisional. Pembelajaran IPA dalam pelaksanaannya, pendidik harus dapat
menstimulus peserta didik agar memiliki sikap-sikap ilmiah seperti rasa ingin
tahu, skeptis atau selalu meminta bukti, terbuka terhadap pendapat lain, jujur,
obyektif, setia pada data, teliti, kerjasama, dan tidak mudah menyerah. Belajar
IPA memerlukan suatu pemahaman melalui penguasaan konsep konsep. IPA tidak
pernah terlepas dari pengukuran, dimana pengukuran menghasilkan angka–angka
dan perhitungan pada umumnya diperoleh dari hasil pengukuran dan percobaan
atau eksperimen. Seperti di dalam Alquran QS. Al-Qamar ayat 49 bahwa IPA
bukan hanya fenomena namu tidak terlepas dari angka dan sebuah pengukuran.

‫إِ هنا ُك هل َشىْ ء َخ َل ْق ٰن ُه ِب َقدَر‬


“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”.

Pembelajaran IPA tidak sekedar mempelajari dan menguasai kumpulan


pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep, atau prinsip-prinsip melainkan juga
menekankan pada proses penemuan (discovery). Penerapannya dalam
pembelajaran bisa dikembangkan agar tidak hanya berorientasi pada kompetensi
akademik aja tetapi juga bisa dirancang sedemikian rupa agar peserta didik
mampu memahami alam dan menerapkan apa yang sudah di pelajari dalam
kehidupan nyata. Pembelajaran lebih bermakna saat siswa belajar untuk
mengetahui sesuatu, belajar melakukan, belajar menjiwai dan belajar
bersosialisasi dengan teman. Tujuan utama dari pembelajaran IPA pada anak

10
adalah memberikan pemahaman akan konsep sains. Pengalaman yang didapat dari
proses ilmiah lebih tahan lama terekam dan diingat siswa. Pembelajaran berbasis
etnosains ditawarkan dalam pelaksanaan pembelajaran karena sesuai dengan
proses pelaksaan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 yang
meliputi: Mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mencoba, dan
mengkomunikasikan. Penerapan pembelajaran etnosains tidak hanya hanya sesuai
dengan perkembangan zaman dan kaidah kurikulum pendidikan yang saat ini
dianut oleh bangsa Indonesia, akan tetapi juga bertujuan untuk menanamkan sikap
cinta terhadap budaya dan bangsa.
Emosi mempercepat kemampuan berfikir peserta didik dengan
memberikan respon fisik langsung kepada keadaan di lingkungannya. (Jensen,
2007: 312). Ketika sebuah keadaan membuat peserta didik merasa baik, maka
peserta didik akan berproses secara optimal dalam pembelajaran. Intinya
menenpatkan emosi dan perasaan para peserta didik pada posisi yang seimbang
akan dapat memfasilitasi peserta didik dalam keberhasilan dalam pembelajaran.
Teater cara kerja alamiah otak yang kedua adalah pembelajaran sosial. Pada
proses pembelajaran peserta didik selalu berinteraksi dengan kelompok sosialnya,
baik peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan pendidik dan peserta
didik dengan sumber belajar lainnya. Peserta didik tidak akan mampu memahami
pembelajaran tanpa ada interaksi sosial dengan orang lain.Pembelajaran sosial
memiliki sasaran untuk menyakinkan diri peserta didik tentang kebutuhan untuk
menjadi bagian dari kelompok.
Pembelajaran sosial ini bisa melalui kolaborasi, interaksi dengan
pendidik, atau dengan peserta didik lain untuk mengembangkan visi yang jelas
mencapai tujuan. Peran pendidik dalam pembelajaran sosial ini adalah sebagai
teman kolaborator. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran ini adalah agar
peserta didik memiliki visi dan tujuan melalui bekerja sama atau kolaborasi
dengan lingkungannya. Peserta didik akan semakin memiliki pengetahuan jika
berada dalam sebuah lingkungan sosial. Peserta didik akan mampu
menggambarkan sendiri tentang apa yang telah dipelajari berdasarkan pengalaman
yang dilalui berdasarkan dari kolaborasi.Pendidik dapat menciptakan system
pembelajaran sosial dengan menciptakan hubungan dan relasi yang erat dengan

11
peserta didik. Akibatnya peserta didik merasa dekat dan tercipta hubungan sosial
yang positif dengan pendidiknya. Pembelajaran sosial juga dapat diciptakan
dengan kerjasama kelompok, kooperatif, lucu, aktif dan juga menyenangkan.
Pada pembelajaran sosial pendidik harus dapat memberikan instruksi dan arahan
kepada peserta didik dengan berbagai cara yang lembut dan mendidik.
Karena otak mencari makna melalui keterlibatan emosi dan sosial. (Rohis, 2011:
121). Dalam hal ini peserta didik akan mampu belajar dan menangkap informasi
pembelajaran dengan emosi tenang dan menyenangkan. Ujung tombak dari semua
ini adalah bagaimana lingkungan dapat dirancang sedemikian rupa oleh pendidik
sehingga peserta didik merasa nyaman. Suasana kolaborasi dalam interaksi sosial
dikelas perlu dibimbing oleh guru dengan terus merangsang keikutsertaaan peserta
didik dalam pembelajaran. Pembelajaran bercirikan adanya interaksi antara semua
komponen yang ada dalam pembelajaran. Tanpa adanya pemberdayaan dari setiap
komponen pembelajaran akan menjadikan pembelajaran menjadi monoton. Untuk
itu suasana sosial menjadi jaminan dalam keberlangsungan proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Teater cara kerja alamiah otak yang ketiga adalah pembelajaran kognitif.
Setiap pembelajaran IPA kegiatan bertanya menjadi bagian yang penting bahkan
menjadi bagian yang paling utama dalam pembelajaran. Melalui kegiatan
bertanya, peserta didik akan berlatih menyampaikan gagasan dan memberikan
respons yang relevan terhadap suatu masalah yang dimunculkan. Bertanya
merupakan ciri utama dalam pembelajaran IPA dengan berbagai pertanyaan yang
diajukan. IPA dapat dikembangkan melalui bertanya dalam upaya membangun
pengetahuan selama pembelajaran. Tujuan dari pembelajaran kognitif dalam
pandangan neurosains adalah disiplin ilmu yang relatif baru. Ilmu ini menemukan
hubungan antara aktivitas neuron pada otak dengan perilaku kognitif. (Gredler:
2009, 83). Brain based teaching dipandang mampu untuk mengatasi kelemahan
pembelajaran IPA selama ini. Dari perspektif brain based teaching, selain
bertanya, cara yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan berfikir adalah
menggabungkan masalah dunia nyata dalam kondisi-kondisi autentik.
Pembelajaran adalah sebuah proses yang interaktif yang terjadi pada
berbagai tingkatan. Pembelajaran sebaiknya dimulai dengan memasukkan,

12
menyaring, menggabung, memproses, mengevaluasi dan menyimpan untuk
digunakan berikutnya. Keinginan untuk lebih memahami dan mengetahui dari
siswa didukung oleh berbagai cara yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru.
Keingintahuan siswa difasilitasi dengan banyak memberikan kesempatan kepada
siswa berekplorasi baik melalui visual ataupun audio serta kinestetik yang dapat
dilakukan siswa di kelas maupun luar kelas. Pembelajaran kognitif berarti
pembelajaran yang mampu menanamkan konsep-konsep atau materi pembelajaran
dalam sistem alamiah otak melalui berbagai cara yang digunakan. Keempat
Pembelajaran fisik, Aktivitas peserta didik melalui berbagai kegiatan nyata
dengan alam menjadi hal utama dalam pembelajaran IPA. Aktivitas ini dapat
dilakukan tidak hanya di laboratorium, namun juga dapat dilakukan di kelas
dengan berbagai alat bantu dan sumber belajar. Dengan berbagai aktivitas nyata
ini peserta didik akan dihadapkan langsung dengan fenomena yang akan
dipelajari, dengan demikian berbagai aktivitas ini memungkinkan terjadi proses
belajar aktif.
Pembelajaran fisik merupakan prinsip atau asas yang sangat penting
dalam interaksi pembelajaran. Hal ini disebabkan karena pembelajaran adalah
berbuat untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan.Aktivitas peserta didik
adalah seluruh kegiatan yang dilakukan peserta didik selama proses pembelajaran.
Aktivitas ini meliputi mendengar atau memperhatikan penjelasan pendidik atau
teman dengan aktif, membaca atau memahami konstektual di buku,
menyelesaikan masalah atau menemukan jawaban dan cara menjawab masalah
konstektual, mengemukakan pendapat pada pendidik atau teman, berdiskusi atau
bertanya antara sesama teman serta menarik kesimpulan suatu konsep.
Pembelajaran fisik memiliki sasaran untuk memenuhi kebutuhan untuk
melakukan. Peran pendidik pada pembelajaran ini adalah sebagai pelatih karena
pendidik harus mengembangkan psikomotor peserta didik. Dalam pembelajaran
pendidik harus menciptakan pembelajaran aktif dengan melakukan tindakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran.Pembelajaran aktif juga bisa dalam bentuk
kegiatan mendengarkan dan menulis. Tidak kalah pentingnya kegiatan
pembelajaran IPA adalah kegiatan motoric dengan melakukan percobaan dan
melakukan kegiatan IPA sehingga semua aktivitas pembelajaran terintegrasi

13
dalam kegiatan IPA. Dengan adanya aktivitas peserta didik yang terjadi sekaligus,
maka kinerja fisik akan memicu otak untuk menguatkan memori dan
meningkatkan koneksi antara saraf-saraf. Gerakan membantu peserta didik
membuat keterhubungan di dalam otak. Gerakan fisik merupakan cara
pembelajaran IPA yang berbeda dengan memberikan motivasi. Kegiatan fisik
akan mampu mengatasi kebosanan dan kevakuman siswa dalam proses
pembelajaran. Anak dalam rentang ini menginginkan gerak tubuh yang luwes
untuk bias belajar. Gerakan fisik dalam pembelajaran IPA dapat dilakukan dengan
berbagai cara diantaranya melalui percobaan, permainan dan berbagai cara yang
relevan dengan materi dan tujuan yang diinginkan.
Teater cara kerja alamiah otak yang kelima adalah pembelajaran reflektif.
Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah peserta didik dapat menyadari
keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali
berbagai pengetahuan baru, dan akhirnya dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan mereka. Ini tentu saja sangat ditunjang dengan pekembangan dan
meningkatnya rasa ingin tahu peserta didik, cara peserta didik mengkaji informasi,
mengambil keputusan dan mencari berbagai bentuk aplikasi yang paling mungkin
diterapkan dalam diri dan masyarakatnya. Kegiatan refleksi bisa dilakukan dengan
meminta peserta didik merinci kembali materi yang sudah dipelajari dengan
bahasa mereka sendiri. Selanjutnya bisa dilakukan dengan meminta peserta didik
untuk menjelaskan manfaat mempelajari materi tersebut. Refleksi juga bisa
dilanjutkan dengan meminta peserta didik untuk menjelaskan hal-hal apa yang
belum dikuasai atau hal-hal apa yang menarik tentang materi yang telah mereka
pelajari. Otak menyerap informasi dari lingkungan sekeliling, baik pada level
sadar maupun tidak sadar. Untuk itu kelas harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat menstimulisasi otak dalam beraktivitas. Karena dengan penataan
lingkungan seperti warna, gambar, penerangan alamiah adalah yang terbaik untuk
pembelajaran. Selain itu perlu diciptakan keadaan lingkungan dengan pengaturan
pencahayaan, tempat duduk atau suhu, suara, tumbuhan dan keadaan lingkungan
yang aman secara emosional.
Pembelajaran IPA berbasis cara kerja otak adalah pembelajaran yang di
dalamnya ada keterlibatan aktif peserta didik. Artinya peserta didik adalah objek

14
dalam pembelajaran, peserta didiklah yang mencari dan menemukan makna dari
setiap informasi atau materi pelajaran yang diberikan. Peserta didik dengan
kegiatannya mampu terlibat secara fisik dan mentalnya dalam pembelajaran IPA.
Hal ini disebabkan karena anak-anak umur 9-12 tahun memiliki kebutuhan untuk
mengekplorasi dan menguji secara fisik. (Jensen, 2010: 158). Artinya dengan
umur peserta didik Sekolah Dasar kelas tinggi mereka memerlukan kegiatan
mencari serta melakukan kegiatan fisik dalam bentuk percobaan dan ekplorasi
dalam melakukan kegiatan pembelajaran IPA. Dengan demikian terlihat jelas
bahwa brain based teaching efektif diterapkan pada mata pelajaran IPA di Sekolah
Dasar. Dengan demikian temuan ini dapat dijadikan Dasar bahwa pembelajaran
sudah seharusnya memperhatikan cara kerja alamiah otak. Hal ini akan
berdampak pada perencanaa, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan pendidik
sudah menggunakan multisensori dengan beragam metode dan media yang dapat
diterapkan pendidik. Selain itu perlu menyediakan variasi stimulasi bagi peserta
didik melalui berbagai metode pembelajaran. Selanjutnya perlu membuat peserta
didik aktif dengan melakukan presentasi dan lainnya dengan menggunakan minat
mereka. Dalam hal ini pendidik harus bisa menjadi fasilitator, pelatih, manajer
dan pembimbing. (Ronis, 2011: 120). Untuk menciptakan pembelajaran yang
optimal maka pendidik mampu memfasilitasi peserta didik, selain itu untuk
pembelajaran fisik pendidik juga mampu berperan sebagai pelatih serta sebagai
pemimpin dan pembimbing. Peserta didik yang difasilitasi dengan keadaan
nyaman, tentram dan senang secara emosional akan membangkitkan gairah dalam
belajar. Perasaan ini akan menumbuhkan rasa sosial untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Hal ini akan menyebabkan koneksikoneksi pengetahuan dapat
terjalin, sehingga anak mampu menguasai konsep IPA.
Selanjutnya pendidik bisa melatih aktivitas peserta didik melalui
berbagai kegiatan pembelajaran yang melibatkan mereka. Akhirnya peserta didik
mampu memaknai dari setiap pembelajaran yang dilakukan setiap saat dengan
melakukan refleksi dan perenungan. Dengan brain based teaching dapat mengatasi
kondisi umum peserta didik dalam belajar diantaranya takut, gelisah, bosan,
apatis, frustasi dan bingung. Kondisi-kondisi ini akan sangat berpengaruh kepada
proses pembelajaran yang terjadi sehingga berdampak pada hasil yang diperoleh.

15
Keadaan ini dapat beransur-ansur berubah menjadi kondisi peserta didik yang
paling diharapkan yaitu memiliki perasaan antisipasi, menyakinkan diri,
besemangat, ingin tahu, gembira dan cerah. Keadaan peserta didik yang
diharapkan tersebut akan mampu menjadikan pembelajaran mencapai tujuan yang
ingin dicapai sebelumnya. Untuk mencapai keadaan seperti itu maka peran
pendidik akan sangat berpengaruh dalam mengkondisikan kelas. Hal ini
disebabkan karena dalam pembelajaran di kelas pendidik adalah sebagai ujung
tombak pembelajaran, mau berhasil atau tidaknya pembelajaran di kelas sangat
tergantung kepada bagaimana pendidik bias memfasilitasi siswanya dalam belajar.
Semakin inovatif dan kreatif pendidik dalam memfasilitasi pembelajaran di kelas,
maka akan berdampak pada keberhasilan peserta didik dalam belajar.
QS.Ali-Imran: 190

ِ ‫ار َل َء ٰايت ِّْلُولِى ْاْلَ ْل ٰب‬


‫ب‬ ٰ ْ ‫ض َو‬
ِ ‫اختِلفِ الهي ِْل َوال هن َه‬ ِ ْ‫ت َو ْاْلَر‬
ِ ‫إِنه فِى َخ ْل ِق السه ٰم ٰو‬
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”

Segala sesuatu penciptaan di alam semesta menjadi pelajaran untuk manusia,


bukan hanya sekedar menuntut ilmu saja yang dikatakan proses belajar, namun
memahami fenomena alam yang terjadi di muka bumi ini menjadi sarana belajar
dalam hidup. Mempelajari dan memaknai menjadi hidup memiliki tanda-tanda
bahwa apa yang diberikan oleh Allah SWT mampu manusia syukuri.
Proses memahami dalam proses belajar dan mengajar mampu tercipta
dengan alami. Pendekatan etnosains salah satu alternatif pendekatan yang sesuai
untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Pembelajaran sains yang
mampu menjembatani perpaduan antara budaya peserta didik dengan budaya
ilmiah di sekolah akan dapat mengefektifkan proses belajar peserta didik.
Sehingga etnosains sangat diperlukan dalam menunjang transformasi perpaduan
lingkungan budaya dan pembelajaran sains.
1. Klasifikasi Pembelajaran Berbasis Budaya
Salah satu wujud pembelajaran berbasis budaya adalah, etnosains,
etnomatematika dan kearifan lokal etnis Lampung.

16
a. Etnosains
Etnosains merupakan kegiatan mentransformasikan antara sains asli
dengan sains ilmiah. Pengetahuan sains asli terdiri atas seluruh pengetahuan
yang menyinggung mengenai fakta masyarakat.
Fungsi etnosains ini adalah agar proses pembelajaran lebih menarik
dan menarik minat peserta didik karena menyangkut identitas daerahnya
masing-masing. Etnosains yang berakar pada kehidupan peserta didik
merupaka bentuk pengalaman langsung atau kontekstual. Lahirnya etnosains
tidak lepas dari pengetahuan yang ditemukan secara coba-coba dan belum
adanya kemampuan untuk menerjemahkan hasil temuannya ke dalam
pengetahuan ilmiah. Hal ini disebabkan titik awal etnosains berada pada
tingkat lokal sampai regional sebagai bentuk pengetahuan hasil trail and eror.
Etnosains membantu untuk memperbaiki asumsi yang diterima
masyarakat dari pengetahuan adat lokal yang sebenarnya dapat dibuktikan
kebenarannya. Pembelajaran terintegrasi etnosains menjadikan siswa dapat
menerapkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari dan pembelajaran
menjadi lebih bermakna sehingga hasil belajar pun akan meningkat.

b. Etnomatematika.
Wujud pembelajaran berbasis budaya yang kedua adalah
etnomatematika. Etnomatematika merupakan sebuah pendekatan yang dapat
digunakan untuk menjelaskan realitas hubungan hubungan antara budaya
lingkungan dan matematika sebagai rumpun ilmu pengetahuan. Adapun
aktivitas etnomatematika dapat dilihat dari hal-hal berikut ini, seperti aktivitas
membilang, mengukur, menentukan arah dan lokasi, membuat rancang
bangun dan aktivitas dalam bermain.

c. Etnopedagogi: Kearifan Lokal.


Pedagogi berasal dari bahasa Yunani paedagogeo, dimana terdiri
dari pais genetif, pados yang berarti anak dan agogo berarti memimpin,
sehingga secara harfiah pedagogi berarti memimpin anak. Kata pedagogi juga
diturunkan dari bahasa latin yang bermakna mengajari anak, sementara dalam

17
bahasa Inggris istilah pedagogi (pedagogy) digunakan untuk merujuk kepada
teori pengajaran, dimana guru berusaha memahami bahan ajar, mengenal
peserta didik dan menentukkan cara mengajarnya. Etnopedagogi merupakan
cerminan muatan lokal pada pembelajaran atau lebih dikenal dengan
pembelajaran berbasis kearifan lokal.
Kearifan lokal merupakan gagasan setempat (lokal) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakat. Pada dasar nya kearifan lokal merujuk pada pengetahuan
tradisional yang unik terdapat di lingkungan masyarakat dan dikembangkan
sekitar kondisi spesifik masyarakat di area geografis tertentu, kearifan lokal
biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi
melalui cerita dari mulut ke mulut. Pada dasar nya kearifan lokal merujuk
pada pengetahuan tradisional yang unik terdapat di lingkungan masyarakat
dan dikembangkan sekitar kondisi spesifik masyarakat di area geografis
tertentu, kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu
generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut.
Di Indonesia ide kearifan lokal etnis Lampung muncul di kampus
UPI. Istilah kearifan lokal etnis lampung dapat dipandang sebagai suatu pesan
terkait dengan istilah budaya-karakter (aspek etno) dan pendidikan keguruan
(aspek pedagogi). Dapat dikatakan kearifan lokal etnis Lampung memandang
pengetahuan atau kearifan lokal sebagai sumber inovasi dan keterampilan
yang dapat diberdayakan demi kesejahteraan masyarakat.
Kearifan lokal masyarakat (local wisdom) sudah ada didalam
kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah
hingga saat ini. Kearifan lokal merupakan perilaku positif manusia dalam
berhubungan dengan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-
nilai agama, adat istiadat patuah nenek moyang atau budaya masyarakat
setempat yang tergabung secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat
untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Pengintegrasian kearifan lokal ke dalam bahan ajar fisika juga
merupakan bagian dari pembelajaran berbasis etnosains. Etnosains
merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh suatu komunitas budaya tertentu

18
yang mengkaji sistem pengetahuan dan tipetipe kognitif budaya tertentu.
Pendidikan yang berbasis pada local wisdom (kearifan lokal), maka kita bisa
optimis akan terciptanya pendidikan yang mampu memberi makna bagi
kehidupan manusia Indonesia. Artinya, pendidikan kemudian akan mampu
menjadi spirit yang bisa mewarnai dinamika manusia Indonesia ke depan.
Etnopedagogi diharapkan menemukan ruhnya dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, etnopedagogi dapat berperan
dalam pendidikan berbasis nilai budaya pembelajaran, dalam konteks
teaching as cultural activity. Pendidikan berintergrasi kearifan lokal adalah
pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk mengenal sesuatu yang
konkret dalam kehidupannya bermasyarakat. Pengintegrasian kearifan lokal
ke dalam bahan ajar fisika juga merupakan bagian dari pembelajaran berbasis
etnosain. Etnosains merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh suatu
komunitas budaya tertentu yang mengkaji sistem pengetahuan dan tipetipe
kognitif budaya tertentu.
Etnopedagogi memandang pengetahuan atau kearifan lokal (local
knowledge, local wisdom) sebagai sumber inovasi dan keterampilan yang
dapat diberdayakan demi kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal adalah
koleksi fakta, konsep, kepercayaan, dan persepsi masyarakat ihwal dunia
sekitar. Ini mencakup cara mengamati dan mengukur alam sekitar,
menyelesaikan masalah, dan menvalidasi informasi. Singkatnya, kearifan
lokal adalah proses bagaimana pengetahuan dihasilkan, disimpan, diterapkan,
dikelola, dan diwariskan.
Pada era globalisasi akhir-akhir ini kearifan lokal mendapatkan
perhatian khusus, terutama dalam mendukung kemajuan bangsa. Berbagai
analisis yang meyakinkan bahwa kearifan lokal memiliki kontribusi dalam
menentukan kemajuan suatu bangsa. Pada era milenial saat ini, menggali
kearifan lokal merupakan upaya strategis dalam membangun karakter bangsa.
Kondisi ini menunjukan bahwa pendidikan di Indonesia perlu menerapkan
pembelajaran yang berorientasi pada kearifan lokal yang merupakan suatu
gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang
terus menerus. Kearifan lokal juga tumbuh dan berkembang di Indonesia.

19
Pengintegrasian kearifan lokal ke dalam bahan ajar fisika juga merupakan
bagian dari pembelajaran berbasis etnosains. Peningkatan hasil belajar
disebabkan oleh pembelajaran berbasis etnosains dapat membuat mahasiswa
lebih tertarik dan antusias sehingga mereka merasa lebih senang dalam
belajar.

2. Implementasi Pembelajaran Etnosains.


a. Eksperimen dan pemodelan proses menampi beras: metode
pemisahan granular dari zaman kuno.
Hasil simulasi menampi beras dapat menjelaskan dengan baik
pengamatan eksperimental baik yang dilakukan dengan menampi secara
manual atau dengan menggunakan sirkulasi udara yang dihasilkan. Simulasi
dan analisis lintasan asap di atas nampan fapping telah sangat membuktikan
keberadaan sirkulasi udara di atas nampan fapping. Sirkulasi udara ini,
terutama di dekat permukaan baki, bertanggung jawab untuk memisahkan
butiran kecil dan besar pada permukaan baki. Hasil ini dapat berguna untuk
merancang metode baru untuk memisahkan butir berdasarkan ukuran atau
kepadatan. Hasil ini juga membuktikan bahwa kebiasaan yang dipraktikkan
oleh masyarakat dimasa lalu adalah fenomena ilmiah yang belum tentu
didokumentasikan secara ilmiah.
b. Pembuatan Tape
Tape sebagai salah satu makanan tradisional dimana dalam
pembuatanya melibatkan adanya proses sains berupa fermentasi. Melalui
kegiatan ini siswa dapat belajar sains sekaligus memahami salah satu kearifan
lokal yang ada berupa makanan tradisional daerah. Sedangkan proses sains
yang tergambar dari proses pembuatan tape yaitu pada proses fermentasi.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik
(tanpa oksigen).
c. Membatik
Batik adalah warisan budaya, dalam proses pembuatan batik terdapat
keterampilan proses sains yaitu perubahan fisika, pada saat lilin meleleh
karena dipanaskan. Kegiatan membatik yang dilakukan dapat dikaitkan
dengan berbagai mata pelajaran termasuk konten sains. Lilin cair akan

20
membeku setelah digoreskan pada kain karena pengaruh suhu. Selanjutnya
pada tahap pencelupan warna terjadi proses perpindahan kalor secara
konveksi, air dan pewarna dipanaskan hingga mendidih diatas kompor.
d. Pembuatan Serabi.
Dalam mempelajari proses pembuatan serabi, dalam proses
pembuatannya, terdapat proses pengembangan serabi menggunakan soda kue
yang masih baik kualitasnya agar kue mengembang sempurna. Melalui hal
tersebut aspek keterampilan proses sains yang dilatihkan kepada peserta didik
yaitu melalui pembelajaran zat aditif pada makanan. Selain itu, peserta didik
dapat belajar sains sekaligus memahami salah satu kearifan lokal yang ada
berupa makanan tradisional.

3. Belajar
Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengetahuan, pengetahuan
tidak terlepas dari pentingnya pendidikan. Pendidikan adalah kegiatan yang
sangat penting. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Belajar adalah salah satu proses organisasi yang dapat
berubah perilakunya karena akibat dari pengalaman.
Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan atau
menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai
pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan
demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan
penguasaan tentang sesuatu.
QS.An-Nahl: 78

‫ْص َر‬ َ ‫ون أُم ٰهه ِت ُك ْم ََل َتعْ َلم‬


ٰ ‫ُون َش ْي ًئا َو َج َع َل َل ُك ُم ال هسمْ َع َو ْاْلَب‬ ِ ‫ُط‬ُ ‫َّللاُ أَ ْخ َر َج ُك ْم م ِّۢن ب‬
‫َو ه‬

َ ‫َو ْاْلَ ْفئِدَ َة ۚ َل َعله ُك ْم َت ْش ُكر‬


‫ُون‬
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan
hati nurani, agar kamu bersyukur."

21
Manusia Allah beri tiga potensi besar ketika manusia ingin berproses
dalam belajar. Manusia menjadi makhluk yang lebih dibandingkan makhluk
lain nya yang Allah ciptakan, sehingganya manusia patut bersyukur atas
anugerah yang diberikan Allah SWT dengan salah satu merealisasikannya
dalam proses belajar.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah salah satu upaya berproses menuju lebih baik dari kebiasaan
yang telah dilakukan secara terus menerus. Proses belajar pertama kali sulit
diamati perubahannya, sebelum dilakukan secara berulang dan terus menerus.
Sehingga belajar sangat perlu dilakukan untuk mengubah seseorang
menyesuaikan interaksi dengan kehidupan terutama lingkungannya.

a. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan
kondisi yang berbeda dan oleh setiap peserta didik secara individual adalah
sebagai berikut:
1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar. Dalam belajar
peserta didik diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan
membimbing untuk mencapai tujuan intruksional.
2) Sesuai hakikat belajar. Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan
antara pengertian yang lain) sehingga mendapat pengertian yang
diharapkan stimulus yang diberikan dapat menimbulkan respon yang
diharapkan.
3) Sesuai materi atau bahan yang akan dipelajari. Belajar bersifat keseluruhan
dan materi itu harus memiliki struktur penyajian yang bisa ditangkap
pengertiannya.
4) Syarat keberhasilan belajar. Belajar memerlukan sarana yang cukup,
sehingga peserta didik dapat belajar dengan tenang.
b. Teori-Teori Belajar
Beberapa teori belajar yang yang relevan dan dapat diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran yang akan dikembangkan antara lain:116 Pertama,
menurut teori belajar behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh

22
kejadian-kejadian didalam lingkungannya yang akan memberikan
pengalaman- pengalaman belajar. Teori ini menekankan pada apa yang dilihat
yaitu tingkah laku. Seperti pada Alquran QS. An-Nahl ayat 125

ُ‫ِى أَحْ َسن‬


َ ‫ِّك ِب ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْوعِ َظ ِة ْال َح َس َن ِة ۚ َو ٰجد ِْل ُه ْم ِبالهتِى ه‬ ِ ‫ْاد ُع إِ ٰلى َس ِب‬
َ ‫يل َرب‬
َ ‫ض هل َعنْ َس ِبيلِهِۦ ۚ َوه َُو أَعْ َل ُم ِب ْال ُم ْه َتد‬
‫ِين‬ َ ْ‫هك ه َُو أَعْ َل ُم ِب َمن‬َ ‫ۚ إِنه َرب‬

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran


yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk."

4. Pembelajaran Sains.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan
perilaku yang lebih baik. Perubahan tersebut sangat penting, mengingat
peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang akan berkontribusi
membangun masyarakat. Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang
dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan
memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap
rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung dialami peserta didik.
Pembelajaran fisika dalam pelaksanaannya, pendidik harus dapat
menstimulus peserta didik agar memiliki sikap-sikap ilmiah seperti rasa ingin
tahu, skeptis atau selalu meminta bukti, terbuka terhadap pendapat lain, jujur,
obyektif, setia pada data, teliti, kerjasama, dan tidak mudah menyerah. Fisika
merupakan ilmu sains yang paling fundamental, dikarenakan mempelajari
prinsip- prinsip dasar dari alam semesta. Keindahan dari fisika terletak pada
cara menggunakan sedikit konsep, persamaan, dan asumsi fundamental yang
dapat mengubah dan mengembangkan pandangan dunia di sekitar kita.
Fenomena alam yang terjadi di lingkungan sekitar dapat dijadikan
wahana bagi peserta didik untuk melakukan aktifitas belajar yang lebih
original dan alami. Agar pembelajaran fisika lebih optimal, aktivitas belajar
peserta didik harus difasilitasi melalui peningkatan interaksi, inovasi dan
kreatifitas peserta didik. Seperti pada QS. Al Jaatsiyah ayat 5

23
َ ْ‫َّللاُ م َِن السه َمآ ِء مِنْ رِّ ْزق َفأَحْ َيا ِب ِه ْاْلَر‬
‫ار َو َمآ أَ ْن َز َل ه‬ ٰ ْ ‫َو‬
َ‫ض َبعْ د‬ ِ ‫اختِلفِ الهي ِْل َوال هن َه‬
َ ُ‫َم ْوتِ َها َو َتصْ ِريفِ ال ِّر ٰي ِح َء ٰايت لِّ َق ْوم َيعْ قِل‬
‫ون‬

"dan pada pergantian malam dan siang, dan hujan yang diturunkan Allah
dari langit, lalu dengan (air hujan) itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati
(kering); dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang mengerti.”

Hakikat fisika merupakan proses dan produk, yang mana


pembelajaran fisika tidak hanya menghafal produknya saja yang berupa
konsep prinsip, hukum dan teori, melainkan melakukan pengkajian ulang agar
tercipta sikap ilmiah pada siswa. Faktanya, fisika adalah studi tentang alam
sekitar.
Berdasarkan pendapat diatas, pembelajaran fisika merupakan proses
interaksi antara peserta didik dengan lingkungan dalam proses mengamati dan
memahami apa yang ada di lingkungan alam semesta dan membentuk sebuah
pengetahuan. Pembelajaran sains yang mampu menjembatani perpaduan
antara budaya peserta didik dengan budaya ilmiah di sekolah akan dapat
mengefektifkan proses belajar peserta didik. Peserta didik akan belajar secara
formal untuk memahami lingkungannya dengan berbagai permasalahan yang
ada di sekitarnya.
Salah satu pendekatan yang mampu meningkatkan kualitas proses
pembelajaran yaitu dengan mempergunakan aspek budaya lokal atau
pengetahuan asli masyarakat yang disebut etnosains. Dalam pembelajaran
fisika suasana dan kondisi yang menyenangkan sangat diperlukan, karena
banyak yang menganggap bahwa fisika itu pelajaran yang sulit dan
membosankan. Banyaknya waktu yang dihabiskan siswa di luar sekolah
memberikan pengenalan budaya, pengalaman dan pengetahuan kepada siswa
secara konkret yang berada di masyarakat tradisional. Pembelajaran fisika
dalam pelaksanaannya, pendidik harus dapat menstimulus peserta didik agar
memiliki sikap-sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, skeptis atau selalu
meminta bukti, terbuka terhadap pendapat lain, jujur, obyektif, setia pada

24
data, teliti, kerjasama, dan tidak mudah menyerah. Belajar fisika memerlukan
suatu pemahaman melalui penguasaan konsep konsep.
Ilmu fisika tidak pernah terlepas dari pengukuran, dimana
pengukuran menghasilkan angka–angka dan perhitungan pada umumnya
diperoleh dari hasil pengukuran dan percobaan atau eksperimen. Seperti di
dalam Al-qur‟an bahwa fisika bukan hanya fenomena namu tidak terlepas
dari angka dan sebuah pengukuran. Seperti pada surat QS. Al-Qamar ayat 49

‫إِ هنا ُك هل َشىْ ء َخ َل ْق ٰن ُه ِب َقدَر‬

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”.

Fisika yang termasuk dalam salah satu ilmu pengetahuan alam tidak
sekedar mempelajari dan menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep, atau prinsip-prinsip melainkan juga menekankan pada
proses penemuan (discovery). Dalam penerapannya pada pembelajaran bisa
dikembangkan agar tidak hanya berorientasi pada kompetensi akademik aja
tetapi juga bisa dirancang sedemikian rupa agar peserta didik mampu
memahami alam dan menerapkan apa yang sudah di pelajari dalam kehidupan
nyata. Pembelajaran lebih bermakna saat siswa belajar untuk mengetahui
sesuatu, belajar melakukan, belajar menjiwai dan belajar bersosialisasi
dengan teman. Tujuan utama dari pembelajaran sains pada anak adalah
memberikan pemahaman akan konsep sains.
Pengalaman yang didapat dari proses ilmiah lebih tahan lama
terekam dan diingat siswa. Pembelajaran berbasis etnosains ditawarkan dalam
pelaksanaan pembelajaran karena sesuai dengan proses pelaksaan
pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 yang meliputi: Mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mencoba, dan mengkomunikasikan.
Penerapan pembelajaran etnosains tidak hanya hanya sesuai dengan
perkembangan zaman dan kaidah kurikulum pendidikan yang saat ini dianut
oleh bangsa Indonesia, akan tetapi juga bertujuan untuk menanamkan sikap
cinta terhadap budaya dan bangsa.

25
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Kemampuan berpikir kritis ini sangat penting untuk dimiliki oleh peserta
didik karena di dalamnya terdapat proses aktivitas mental dalam menerima,
mengolah, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang
didapatkan untuk membuat suatu keputusan atau tindakan dalam memecahkan
masalah. Permasalahan yang akan dihadapi oleh peserta didik tidak hanya terdapat
dalam pelajaran saja namun dalam kehidupan sehari-hari pun banyak sekali
permasalahan yang akan dihadapi oleh peserta didik. Sehingga peserta didik
dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis agar dapat membuat suatu
keputusan atau tindakan yang tepat dalam memecahkan setiap permasalahan yang
dihadapi.
Kajian etnosains berkaitan dengan peta kognitif dari suatu masyarakat
atau pengetahuan asli masyarakat. Integrasi konsep-konsep sains asli ke dalam
pembelajaran sains sekolah dapat memberikan sentuhan rasional ilmiah pada
konsep-konsep sains asli tersebut sehingga dapat diterima dengan logis. Kajian
berbagai aspek etnosains diperlukan untuk mengungkapkan pengetahuan
tradisional suatu kelompok masyarakat. Memahami sains asli diperlukan
pengetahuan sains ilmiah yang hanya dapat dipahami secara ilmiah dan
berorientasi pada kerja ilmiah, karena itu bersifat objektif, universal dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Pembelajaran IPA membuat siswa berpikir kritis, sehingga dengan
mengimplementasikan pembelajaran IPA berbasis etnosains dan Alquran
membuat siswa lebih mudah memahami pembelajaran IPA secara aplikatif dan
ilmiah, mencintai budayanya dan berakhlakul karimah.

B. Saran
Pembelajaran IPA berbasis etnosains dan Alquran sangat mungkin
diterapkan di sekolah-sekolah. Selain membuat siswa berpikir kritis, cara ini juga
dapat membuat siswa lebih mudah memahami pembelajaran IPA karena sesuai

26
dengan kondisi disekitarnya sehingga siswa dapat melestarikan budayanya.
Dengan mengaplikasikan melalui nilai-nilai agama diharapkan siswa dapat lebih
bersyukur dan berakhlakul karimah.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Undang-undang sistem Pendidikan Nasional

Creswell, John W. & Clark, VL Plano. 2008. Educational Research, Planning,


Conducting, and Evaluating Qualitative and Qualitative Research. Boston:
Prentice Hall.

Given, K Barbara. 2002. Teaching to The Brain’s Natural Learning Systems.USA


: Association for Supervision and Curriculum Development.

Gredler, Margaret. 2009. Learning and Instruction Theory into Practice. New
Jersey: Pearson.

Hadi, W. P. Et Al. (2019) “Terasi Madura : Kajian Etnosains Dalam Pembelajaran


Ipa Untuk Menumbuhkan Nilai Kearifan Lokal Dan Karakter Siswa 10(1),
Jurnal Inovasi Pendidikan Sains. h. 46

Haspen, C. D. T. dan Syafriani (2020) “Studi pendahuluan dalam pengembangan


modul e-Physics terintegrasi etnoscience,” Seri: Jurnal Fisika. doi: doi:
10.1088 / 1742-6596 / 1481/1/012056

Hidayat, Syarif. 2019. Teori, Proses dan Konteks Sosial Budaya Pendidikan.
Tangerang:Pustaka Mandiri.

Hidayat, Syarid dan Asroi. 2013. Manajemen Pendidikan: Substansi dan


Ilmplementasi dalam Praktik Pendidikan di Indonesia. Tangerang:Pustaka
Mandiri.

Jensen, Erik. 2009. Super Teaching. California: Corwin Press.

__________. 2008. Brain Based Learning. California: Corwin Press.

Purwadi. (2005). Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rini budiarti, Nur Ulfah Citra devi,‟Efektivitas Model Pembelajaran Tipe the
Power Of Two Dalam Pembelajaran Fisika‟, Jurnal Materi dan
Pembelajaran Fisika, (2016). h.8

Rohis, Diana. 2007. Brain Compatible Assessments. California: Corwin Press.

Sausa, David A. 2006. How The Brain Learns, Third Edition. California: Corwin
Press.

Shaeffer, Sheldon. 2002. Education For Peace And Global Undesranding


Proceeding of international conference on educational for all.

28
Siswa Berbasis Etnosains yang Berkarakter pada Materi Taksonomi Tumbuhan
untuk Siswa SMA,” Jurnal Edu-Sains, 7, hal. 35.

Sholihat, F. N.,Samsudin, A., & Nugraha, M. G. (2017). Identifikasi Miskonsepsi


dan Penyebab Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four-Tier Diagnostic
Test Pada SubMateri Fluida Dinamik: Azas Kontinuitas. Jurnal Penelitian
& Pengembangan Pendidikan Fisika, 3(2).

Suastra, I.W. 2005. Merekonstruksi Sains Asli dalam Rangka Mengembangkan


Pendidikan Sains Berbasis Budaya Lokal di Sekolah. Disertasi. Tidak
Dipublikasikan

Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabet.

Wanabuliandari, S., Saptono, S. dan Alimah, S. (2019) “Jurnal Pendidikan IPA


Indonesia,” 8(2), hal. 155.

Ward, Hellen. 2007. Using Their Brains in Science. London: A SEGE Publication
Company.

Wiwin Eka Rahayu and Sudarmin, ‗Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis

Wulandari, P., W.H, E. H. dan Nurwahyunani, A. (2018) “Efektifitas


pembelajaran transpor membran bermuatan etnosains terhadap hasil
belajar kognitif dan minat berwirausaha pada siswa SMA,” Jurnal Bioma,
7, hal. 55.

Yuliana, I. (2017) “Pembelajaran Berbasis Etnosains Dalam Mewujudkan


Pendidikan Karakter Siswa Sekolah Dasar”,” 1(2015), Hal. 99.

29
BIODATA

I. Data Pribadi

Nama : Syane Triwulandari


Tempat, tanggal lahir : Bandung, 13 Maret 1987
Agama : Islam
Kebangsaan : WNI
Alamat : Jln. R. H. Didi Sukardi Komp. SMAN 1 No. 1
Sukabumi 43143
Nomor Telpon : 081563828463
Pekerjaan : PLP
Tempat Bekerja : Laboratorium Biologi FKIP
Universitas Muhammadiyah Sukabumi
Alamat Kantor : Jln. R. Syamsudin, S.H. No. 50 Sukabumi 43113

II. Riwayat Pendidikan


No. Jenjang Tahun
1. SD SDS Assalam 1 Bandung 1993-1999
2. SMP SLTPN 11 Bandung 1999-2002
3. SMA SMAN 1 Sukabumi 2002-2005
4. D3 Kimia Industri Unpad 2005-2008
5. S1 Pendidikan Biologi Universitas 2013-2015
Muhammadiyah Sukabumi

III. Riwayat Pekerjaan


No. Pekerjaan Tahun
1. PLP Laboratorium Biologi 2010-sekarang
FKIP Universitas Muhammadiyah Sukabumi

IV. Pelatihan
No. Tahun Kegiatan Lembaga
1. 1997 LDK 1 SD Assalam 1 Bandung
2. 1997 LDK 2 SD Assalam 1 Bandung
3. 2000 LDK PMR SLTP N 11 Bandung
4. 2001 Latihan Dept. Pendidikan dan

30
No. Tahun Kegiatan Lembaga
Kepemimpinan Siswa Kebudayaan Bandung
5. 2003 Bulan Prestasi XIV SMU N 1 Sukabumi
6. 2004 Bulan Prestasi XV SMU N 1 Sukabumi
7. 2007 Workshop Manajemen Unpad
dan Kewirausahaan
8. 2007 LDK HIMA Kappatheta D3
FMIPA Unpad
9. 2010 Pelatihan dan Hima Pendidikan Biologi
Workshop Pengajaran FKIP Universitas
Berbasis Praktikum Muhammadiyah
10. 2010 Seminar Lingkungan KLH
Hidup
11. 2011 Seminar Pendidikan Hima Pendidikan Biologi
Biologi FKIP Universitas
Muhammadiyah
12. 2012 Seminar Pendidikan Hima Pendidikan Biologi
FKIP Universitas
Muhammadiyah
13. 2013 Training dan PT Pudak Scientific
Workshop Manajemen
Laboratorium 16 Jam
14. 2015 Seminar nasional Hima Pendidikan Biologi
pendidikan: FKIP Universitas
bioteknologi dan Muhammadiyah
pembelajaran biologi
15. 2016 Pelatihan pelayanan BSN
prima laboratorium
16. 2017 Workshop peran serta BSN
akademisi dalam
proses pengembangan
standar
17. 2017 BIMTEK kepala UPI
laboratorium sekolah
18. 2017 Seminar FKIP-UMMI
communication skill
19. 2018 Sosialisasi dan BSN
Pemahaman SNI ISO
9001:2015 Sistem
Manajemen Mutu –
Persyaratan
20. 2019 Workshop Inovasi Pendidikan Biologi FKIP-
Media Pembelajaran UMMI
yang Menyenangkan
bagi Generasi
Milenial
21. 2020 Webinar Meet the Merck

31
No. Tahun Kegiatan Lembaga
Expert: an update on
ISO Method for your
Microbiology Lab
22. 2020 Webinar Launching BSN
Panduan Penerapan
SNI ISO 35001:2019
Sistem Manajemen
Biorisiko
Laboratorium
23. 2020 International Seminar Seameo-Biotrop
on Science Education
in The Era of
Industrial Revolution
4.0
24. 2021 Sosialisasi Fitur Baru Perpusnas
ISBN
25. 2021 Webinar Membangun PPLPI
Entrepreneurship
Pranata Laboratorium
Pendidikan di Masa
Aktif dan Purnabakti
26. 2021 Webinar Resiliensi di Fakultas Psikologi-UI
Masa Pandemi
27. 2021 BNM Webinar: Feed
and Veterinary
Research
28. 2021 Audit Internal Fakultas Saintek-UMMI
Laboratorium ISO
17025:2017
29. 2021 Pelatihan Pengukuran KTC
Ketidakpastian

V. Kegiatan Keorganisasian
No. Tahun Organisasi Posisi
1. 1996-1999 Paskibra SD Assalam 1 Bandung Anggota
2. 2000-2002 PMR SLTP N 11 Bandung Anggota
3. 2000-2001 OSIS SLTP N 11 Bandung Ketua
Koordiv. IV
4. 2002-2005 Komunitas Seni Rupa SMU N 1 Sekretaris
Sukabumi
5. 2004-2005 Taekwondo SMU N 1 Sukabumi Anggota
6. 2006-2007 Div. Pers dan Jurnalistik BEM D3 Anggota
FMIPA Unpad
7. 2006-2007 Dept. Ekonomi HIMA Kappatheta Anggota
D3 FMIPA Unpad
8. 2007-2008 Dept. Ekonomi HIMA Kappatheta Ketua

32
No. Tahun Organisasi Posisi
D3 FMIPA Unpad
9. 2021- PPLPI Anggota
sekarang

VI. Prestasi
No. Nama Kegiatan Tahun
1. Juara 1 Laboran Berprestasi Tingkat Fakultas 2015
2. Juara 1 Laboran Berprestasi Tingkat Universitas 2015
3. Juara 1 Laboran Berprestasi Tingkat Fakultas 2017
4. Sertifikasi Kompetensi Kemdikbud 2021
5. Magang PLP Kemdikbud 2021

33

Anda mungkin juga menyukai