Anda di halaman 1dari 40

1.

PENGERTIAN, KONSEP, SERTA DALIL-DALIL TENTANG


ISTIDROJ
2. DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG
DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH
TERHADAP HAMBANYA., (DALIL, TERJEMAHAN, PENJELASAN,
SERTA CONTOH KASUS).
3. DOSA DAN KRITERIA RIBA BESERTA DALIL-DALILNYA
4. KEUTAMAAN SHODAQOH BESERTA DALIL-DALILNYA
5. SIFAT TAKDIR KEMATIAN BESERTA DALIL-DALILNYA
6. KEWAJIBAN AMAR MAKRUF - NAHI MUNGKAR BESERTA
DALIL- DALILNYA
Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah
Pendidikan Agama Islam.

Dosen Pengampu:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh :
Nama : Dinda Nurhidayah
NIM : D1A021018
Prodi/Kelas : Ilmu Hukum/A1

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penugasan untuk Ujian Tengah
Semester yang dalam bentuk makalah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk


memenuhi tugas yang diberikan oleh bapak dosen pada mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen, selaku dosen


mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI
Halaman

1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA DALIL-DALIL

TENTANG ISTIDROJ................................................................................1

2. DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG


DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH
TERHADAP HAMBANYA., (DALIL, TERJEMAHAN, PENJELASAN,
SERTA CONTOH KASUS).......................................................................8

3. DOSA RIBA BESERTA DALIL-DALILNYA.......................................16

4. KEUTAMAAN SHODAQOH BESERTA DALIL-DALILNYA............25

5. SIFAT TAKDIR KEMATIAN.................................................................30

6. KEWAJIBAN AMAR MAKRUF – NAHI MUNKAR...........................35

iii
PENGERTIAN, KONSEP SERTA DALIL DALIL
TENTANG ISTIDRAJ

Istidraj diambil dari kata 'daraja' (bahasa Arab) yang berarti naik satu
tingkatan ke tingkatan berikutnya. Namun, lebih dikenal sebagai istilah azab yang
berupa kenikmatan. Istidraj adalah nikmat yang diberikan Allah kepada orang-
orang yang membangkang terhadap-Nya. Ini merupakan hukuman dari Allah agar
orang tersebut terus terjerumus dalam kesesatan.

Nikmat yang diberikan bukanlah bentuk kasih sayang Allah, melainkan


murka Allah terhadap mereka. Nikmat tersebut hanyalah alat untuk menghukum
mereka, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Banyak ayat Alquran yang
menyebutkan istilah istidraj. Istilah tersebut diterjemahkan oleh ahli tafsir dengan
beberapa pengertian.

Dalam Alquran pembahasan mengenai istidraj dibahas pada Surat Al-


An'am ayat 44 yang berbunyi sebagai berikut.

ْ َ‫ُوا بِ َمٓا أُوتُ ٓو ۟ا أ‬


‫خَذ ٰنَهُم بَ ْغتَةً فَإ ِ َذا هُم‬ ۟ ‫ب ُك ِّل َش ْى ٍء َحتَّ ٰ ٓى إ َذا فَرح‬
ِ ِ
۟ ‫ُوا ما ُذ ِّكر‬
َ ‫ُوا بِِۦه فَتَحْ نَا َعلَ ْي ِه ْم أَب ٰ َْو‬ ۟
َ ‫فَلَ َّما نَس‬
‫ُّم ْبلِسُو‬

Fa lammā nasu mā żukkiru bihī fatahnā 'alaihim abwāba kulli syaī`,


hattā iżā farihu bimā utū akhażnāhum bagtatan fa iżā hum mublisun

Artinya: Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah


diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan
untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah
diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka
ketika itu mereka terdiam berputus asa.

Ayat tentang Istidraj juga terdapat pada Surat Al-A’raf ayat 182.

۟ ‫َوٱلَّ ِذينَ َك َّذب‬


ُ ‫ُوا بِٔـََٔˆا ٰيَتِنَا َسنَ ْستَ ْد ِر ُجهُم ِّم ْن َحي‬
َ‫ْث اَل يَ ْعلَ ُمون‬

1
Artinya: Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti
Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan),
dengan cara yang tidak mereka ketahui.

Ayat ini ditafsirkan oleh Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Jami’ Li’
Ahkami sebagai pesan tersirat bahwa Allah akan menghukum hamba-Nya yang
durhaka dan maksiat dengan cara istidraj. Ia mengatakan bahwa saat orang
melakukan kemaksiatan, seketika itu pula Allah memberikan mereka nikmat
sebagai hukuman. Allah SWT berfirman bahwa orang yang mendustakan ayat-
ayat-Nya akan dibinasakan, yaitu dibinasakan dengan cara istidraj.

Salanjutnya dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 141) disebutkan, “Ketika


mereka meninggalkan peringatan yang diberikan pada mereka, tidak mau
mengindahkan peringatan tersebut, Allah buka pada mereka segala pintu nikmat
sebagai bentuk istidraj pada mereka. Sampai mereka berbangga akan hal itu
dengan sombongnya. Kemudian kami siksa mereka dengan tiba-tiba. Lantas
mereka pun terdiam dari segala kebaikan.”

Selanjutnya, berdasarkan hadis dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra, Rasulullah


Saw bersabda:

ِ ‫إِ َذا َرأَيْتَ هللاَ تَ َعˆˆالَى يُ ْع ِطي ْال َع ْب ˆ َد ِمنَ ال ˆ ُّد ْنيَا َمˆˆا يُ ِحبُّ َوهُ ˆ َو ُمقِي ٌم َعلَى َم َع‬
ُ‫اص ˆ ْي ِه فَإِنَّ َمˆˆا َذلِˆˆكَ ِمن ˆه‬
‫ا ْستِ ْد َرا ٌج‬

Artinya: “Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara)
dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-
Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang
disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).

Perihal ini Syekh Zarruq berkata, ‘Wahai para murid, takutlah pada
karunia-Nya untukmu berupa kesehatan, kelapangan, kucuran deras rezeki, dan
aliran deras kekuatan baik material maupun spiritual di tengah kedurhakaanmu
terhadap-Nya berupa kelalaian dan keteledoran,’” (Lihat Syekh Ibnu Ajibah,
Iqazhul Himam fi Syarhil Hikam, Beirut, Darul Fikr, halaman 101).

2
Orang yang terjaga mata batinnya selalu waspada dan khawatir atas
penambahan nikmat dari Allah berupa harta, jabatan, status, eksistensi, dan lain
sebagainya. Mereka khawatir nikmat itu merupakan istidraj dari Allah karena
kerap lalai bersyukur atas nikmat itu. Kekhawatiran ini merupakan sifat orang-
orang beriman.

“Takut pada ujian melalui nikmat Allah adalah sifat orang beriman.
Tidak takut pada ujian kenikmatan di tengah kedurhakaan adalah sifat orang kafir.
Sebagian ulama mengatakan, tanda-tanda istidraj adalah durhaka kepada Allah,
terperdaya dengan ketenangan waktu, mengandung penundaan siksa atas
kewajiban sampai pada-Nya. Ini adalah tipudaya tersembunyi. Allah berfirman,
‘Kami memperdayakan mereka dari jalan yang mereka tak ketahui,’ maksudnya
tanpa mereka sadari. Syekh Ibnu Athaillah berkata, ‘Setiap kali mereka
bermaksiat, Kami perbarui nikmat untuk mereka dan kami membuat mereka lupa
pada istighfar atas maksiat tersebut,’” (Lihat Syekh Ibnu Abbad, Syarhul Hikam,
Indonesia, Maktabah Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, halaman 51).

Dalam Islam, keadaan ketika seseorang berada dalam kenikmatan yang


luar biasa padahal ia sama sekali tidak peduli dengan Allah disebut dengan istilah
istidraj.

Istidraj harus selalu diwaspadai oleh setiap muslim karena keadaan ini
bisa mengelabui. Kita bisa terpedaya dengan segala nikmat yang diterima
sehingga bisa jadi kita lupa kalau semua itu berasal dari Allah.

Dari Uqbah bin Amir, Rasulullah saw bersabda, "Bila kamu melihat
Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia
terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu
adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR.
Ahmad).

Di dalam Al-Qur'an, kita juga bisa belajar kisah-kisah orang terdahulu


yang lupa terhadap Allah ta'ala berkat nikmat yang menipunya. Qarun misalnya,
ia adalah seorang lelaki yang kaya raya di mana konon kunci gudang
penyimpanan hartanya tidak kuat diangkat oleh 40 orang karena saking

3
banyaknya. Akan tetapi, ia terpedaya dengan harta tersebut hingga akhirnya ia
mendapat hukuman dari Allah dan seluruh hartanya ditelan bumi. Istidraj ini
sangat berbahaya sampai-sampai Sahabat Umar bin Khathab pernah berdoa agar
dijauhkan dari istidraj.

Disamping hal tersebut, terdapat pula pada manusia maksiat batin yang
lebih berbahaya karena ia tidak kelihatan dan kurang diperhatikan serta lebih
sukar dihilangkan. Maksiat ini merupakan pendorong dari maksiat lahir. Selama
maksiat batin ini belum dilenyapkan, maksiat lahir tidak bisa dihindarkan dari
manusia. Allah SWT memperingatkan agar manusia membersihkan jiwanya atau
hatinya dari segala kekotoran, yakni sifat-sifat tercela yang melekat di hati, karena
kebersihan jiwa atau kemurnian hati itu merupakan syarat kebahagiaan manusia di
dunia dan di akhirat. (Asmaran As, 2002: 186)

Allah SWT berfirman dalam Surat al-A’raf ayat 182 yang artinya :
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik
mereka dengan berangsur-angsur (kearah kebinasaan), dengan cara yang tidak
mereka ketahui."

Ayat ini merupakan salah satu ayat yang menggambarkan tentang


istidraj, yaitu bahwa Allah SWT memiliki makar bagi kaum pendosa. Menurut
Muhammad Ghazali dalam kitab tafsirnya, menjelaskan bahwa mereka terlupakan
dengan kelezatan sesaat atau kemenangan yang menipu. Keadaan tersebut
merupakan dikte Allah SWT bagi orang yang melakukan kebathilan dan juga
jalan untuk menuju kehancuran tanpa mereka sadari. (Ghazali, 2005: 134)

Ayat ini juga merupakan salah satu dari ayat al-Qur’an yang
menyebutkan lafaz istidraj. Istidrajdalam ayat di atas mempunyai makna, bahwa
akibat orang yang mendustakan ayat-ayat Allah akan diberlakukan istidraj atau
ditipu oleh-Nya, dan akan mendapat siksaan yang amat berbahaya. Ayat ini
menginformasikan dari al-Qur’an tentang salah satu cara Allah menyiksa para
pembangkang-Nya yaitu dengan mencurahkan kenikmatan kepada mereka,
sehingga mereka bergelimang di dalamnya dan mereka lupa akan kesesatannya.
Keadaan inilah yang disebut istidraj.

4
Rasulullah SAW mengingatkan, “Jika kamu melihat Allah memberikan
kemewahan dunia kepada seseorang yang suka melanggar perintah-Nya, maka itu
adalah istidraj.” (HR. Ahmad). (Jalaluddin as-Suyuti, Jilid. I:26)

Ada beberapa golongan yang berpotensial ditimpa istidraj diantaranya


adalah orang-orang yang diberi nikmat kekuasaan, lalu ia menjadi sombong dan
sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Maka Allah memperpanjang masa
kekuasaannya sehingga ia semakin terjerumus dalam kesombongan dan
kesewenang- wenangan tersebut. Seperti sosok Fir’aun yang ketika Allah
memberinya kekuasaan, Fir’aun sering bertindak semena-mena. Lalu Allah
tambahkan kekuasaannya, dan Fir’aun semakin takabur hingga mengaku dirinya
sebagai Tuhan. (Tim Lajnah Al-Qur’an RI 1997, An-Nazi’at: 24) Dan Allah
akhirnya menjatuhkan azab yang sangat pedih dengan menenggelamkan Fir’aun
di Laut Merah. Di dalam al-Qur’an kata istidraj yang di analisis
menggunakankitab mu’jam mufahras li alfaazhil qur’anil karim terdapat dua ayat,
yaitu dalam surat al-A’raf ayat 182 dan surat al-Qalam ayat 44. (Fuad Abdul Baqi,
1364: 225)Mengenai pembahasan istidraj masih banyak masyarakat yang awam,
istidraj merupakan hal yang masih ambigu yang membuat seseorang tidak sadar
terhadap kesesatan yang ditimpakan kepadanya, berupa rezeki yang berlimpah,
nikmat yang banyak, tahap demi tahap yang diberikan kepada mereka. nikmat
tersebut tidak hanya berupa nikmat harta, tetapi juga nikmat kesehatan, ada orang
yang jarang diuji dengan sakit, padahal sering melakukan maksiat. Misalnya
orang tersebut gemar meminum khamar, tetapi ia tidak pernah sakit. Hal tersebut
adalah bentuk istidraj Allah kepadanya.

Apalagi realitas masyarakat saat ini, mereka sangat berambisi


mendapatkan segala kenikmatan dan kesenangan dunia dengan segala cara.
Mereka tidak peduli apakah cara tersebut dibolehkan atau tidak dalam Islam, yang
penting hal yang mereka inginkan tercapai.Di dalam tafsir al-Jami’ li Ahkami al-
Qur’an Imam al-Qurthubi menjelaskan bahwa nikmat yang diberikan Allah
kepada orang yang diberi istidraj, adalah ketika orang tersebut melakukan satu
kemaksiatan, maka Allah beri langsung nikmat kepadanya. Sementara ulama lain
tidak menjelaskan kapan Allah akan memberi nikmat kepada orang tersebut,
apakah ketika mereka melakukan satu maksiat atau ketika melakukan banyak

5
maksiat. Dari sinilah penulis tertarik untuk membahas penafsiran Imam al-
Qurthubi mengenai istidraj. (Al-Qurthubi, 2005: 2765)

Ungkapan yang menunjukkan istidraj dalam al-Qur’an tidak saja hanya


dengan kata istidraj. Fahrudin al-Razi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa
ungkapan yang menunjukkan kepada seorang hamba yang jauh dari Allah SWT
atau hamba yang mendekati kekafiran terdapat beberapa ungkapan. (Fahrudin al-
Razi, 1985: 78)Di antaranya adalah al-makr, al-Khid’ah dan al-imla’.

Terdapat lima tahapan yang akan dialami oleh hamba yang tidak
mengindahkan ajaran Islam sebagai sebuah istidraj.

Pertama, Falamma nasuu maa dzukkiru (ketika hamba melupakan


peringatan-peringatan agama). Al Thabari dalam tafsirnya berkomentar
melupakan perintah agama adalah meninggalkan perintah Allah yang disampaikan
Rasulnya. AlRaghib al-Asfahani menjelaskan, melupakan itu timbul ada kalanya
disebabkan oleh hati yang lemah disertai dengan kelalaian yang disengaja.
Artinya, melupakan itu bukan berarti tidak tahu, tidak ingat atau tidak sadar, tapi
juga dalam bentuk kesengajaan, mungkin karena dianggap ajaran Islam itu tidak
sesuai dengan konteks masyarakat modern atau alasan-alasan sejenisnya.

Kedua, Fatahna ‘alaihim abwaba kulli syai’ (Kami pun membuka


semua pintu kesenangan untuk mereka hamba). Diantara bentuk-bentuk
kesenangan duniawi yang hamba dapatkan adalah dimudahkan mendapatkan
rezeki melimpah di dunia. Hamba tersebut akan dimudahkan mendapatkan
kesenangan duniawi apa saja yang diinginkannya. Dengan kesenangan-kesenanga
tersebut, si hamba selalu berbuat maksiat, tidak memiliki keinginan bertaubat dan
kembali ke jalan yang benar.

Ketiga, Hatta idza farihu bima utu (Hingga bila mereka gembira dengan
apa yang diberikan). Ketika hamba sedang dalam puncak kebahagiaan menikmati
kesenangan duniawinya berupa harta benda, anak banyak, dan kedudukan tinggi
di kalangan manusia, namun hidupnya masih jauh dari ketaatan, jauh dari rasa
empati pada orang lain, jauh dari masjid dan jauh dari majelis ilmu.

6
Keempat, Akhadznahum baghtatan (Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong). Artinya Allah akan menyiksa hamba tersebut di saat lalai.
Qatadah berkomentar, bahwa siksaan yang menimpa suatu kaum secara tiba-tiba
adalah urusan Allah. Dan tidak sekali-kali Allah menyiksa suatu kaum, melainkan
di saat mereka tidak menyadarinya dan dalam keadaan lalai serta tenggelam dalam
kesenangan.

Kelima, Fa idza hum mublisun (ketika itu mereka terdiam putus asa).
Maksudnya, mereka akan putus harapan dari semua kebaikan. Hamba tersebut
telah terperdaya dengan kesenangan duniawi dimana Hasan al-Basri mengatakan,
siapa yang diberi keluasan oleh Allah, lalu ia tidak menyadari hal itu merupakan
ujian baginya, maka dia terperdaya. Sama halnya seorang yang disempitkan oleh
Allah, lalu ia tidak menyadari dirinya sedang diperhatikan oleh Allah, maka dia
juga terperdaya.

Ketika Allah membiarkan seorang hamba sengaja meninggalkan shalat,


meninggalkan puasa, tidak ada perasaan berdosa ketika bermaksiat seperti saat
membuka aurat, berat untuk bersedekah, merasa bangga dengan apa yang dimiliki
dan mengabaikan semua atau mungkin sebagian perintah Allah, benci terhadap
aturan Allah, merasa umurnya panjang dan menunda-nunda taubat, enggan
menuntut dan menambah pengetahuan (khususnya agama) serta lupa akan
kematian, tapi Allah tetap memberikan hamba tersebut rezeki melimpah,
kesenangan terus menerus, dikagumi dan dipuja puji banyak orang, tidak pernah
diberikan sakit, tidak pernah diberikan musibah, prestasi akademiknya tambah
sukses, hidupnya aman-aman saja, maka hamba tersebut harus berhati-hati karena
semuanya itu adalah istidraj.

Keadaan tersebut adalah bentuk kesengajaan dan pembiaran oleh Allah


pada hamba yang sengaja berpaling dari perintah-Nya dan Allah menunda segala
bentuk azab-Nya. Allah membiarkan hamba tersebut semakin lalai dan
diperbudak dunia. Semoga kita dihindarkan dari jenis hamba seperti ini dan
digolongkan oleh Allah sebagai hamba yang bisa menggunakan kenikmatan
duniawi dalam ketaatan.

7
DALIL DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG
DISEGERAKAN, SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG
ALLAH KEPADA HAMBANYA

Pada hakikatnya ujian mencerminkan kasih sayang dan keadilan Allah


SWT pada hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah SWT 'tidak rela' menimpakan
azab yang tidak terperi sakitnya di akhirat kelak, hingga Ia menggantinya dengan
azab dunia yang 'sangat ringan'. Dalam perspektif seperti ini, musibah berfungsi
sebagai penggugur dosa-dosa.
Jadi, semakin Allah cinta pada seseorang, maka ujian yang diberikan
padanya bisa semakin berat. Karena ujian tersebut akan semakin menaikkan
derajat dan kemuliaannya di hadapan Allah. Orang yang paling dicintai Allah
adalah para Nabi dan Rasul. Mereka adalah orang yang paling berat menerima
ujian semasa hidupnya.
Ujian mereka sangat berat melebihi ujian yang diberikan kepada manusia
lainnya. Contohnya Nabi Ayub AS. Allah SWT mengujinya dengan kemiskinan
dan penyakit yang sangat berat selama berpuluh-puluh tahun, tapi ia tetap sabar.
Setelah para Nabi dan Rasul, orang yang ujiannya sangat berat adalah
para shalihin dan para ulama. Demikianlah secara berurutan, hingga Allah SWT
menimpakan ujian yang ringan kepada orang-orang awam, termasuk kita di
dalamnya. Yang pasti, ketika setelah seseorang mengikrarkan diri beriman, maka
Allah akan menyiapkan ujian baginya.
Dalam Alquran tertulis janji Allah, ''Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, lantas tidak diuji
lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-
orang yang dusta'' (QS Al Ankabut: 2-3).
"Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia
menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi
hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai

8
disempurnakannya pada hari Kiamat'' (HR Imam Ahmad, At Turmidzi, Hakim,
Ath Thabrani, dan Baihaqi).
Suatu ketika seorang laki-laki bertemu dengan seorang wanita yang
disangkanya pelacur. Dengan usil, lelaki itu menggoda si wanita sampai-sampai
tangannya menyentuh tubuhnya. Atas perlakuan itu, si wanita pun marah.
Lantaran terkejut, lelaki itu menoleh ke belakang, hingga mukanya terbentur
tembok dan ia pun terluka. Pascakejadian, lelaki usil itu pergi menemui
Rasulullah dan menceritakan pengalaman yang baru saja dialaminya. Rasulullah
SAW berkomentar, ''Engkau seorang yang masih dikehendaki oleh Allah menjadi
baik''. Setelah itu, Rasul mengucapkan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin
Mughaffal.
Dalam riwayat At Turmidzi, hadis itu disempurnakan dengan lafadz
sebagai berikut, ''Dan sesungguhnya Allah, jika Dia mencintai suatu kaum, Dia
menguji mereka. Jika mereka ridha, maka Allah ridha kepadanya. Jika mereka
benci, Allah membencinya''. Kecintaan Allah kepada hamba-Nya di dunia tidak
selalu diwujudkan dalam bentuk pemberian materi atau kenikmatan lainnya.
Kecintaan Allah bisa berbentuk musibah.
Musibah yang ditimpakan Allah kepada manusia dapat dilihat dari empat
perspektif. Yang pertama, sebagai ujian dari Allah. Kedua, sebagai tadzkirah atau
peringatan dari Allah kepada manusia atas dasar sifat Rahman-Nya. Ketiga,
sebagai azab bagi orang-orang fasiqin, munafiqin, ataupun kafirin. Kalau ia
menemui kematian dalam musibah tersebut, maka ia mati dalam keadaan tidak
diridhai Allah. Dalam konteks hadis ini, musibah, biasanya sesuatu yang
menyakitkan, dapat dilihat sebagai ujian.
Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 141) disebutkan, “Ketika mereka
meninggalkan peringatan yang diberikan pada mereka, tidak mau mengindahkan
peringatan tersebut, Allah buka pada mereka segala pintu nikmat sebagai bentuk
istidraj pada mereka. Sampai mereka berbangga akan hal itu dengan sombongnya.
Kemudian kami siksa mereka dengan tiba-tiba. Lantas mereka pun terdiam dari
segala kebaikan.”
Syaikh As Sa’di menyatakan, “Ketika mereka melupakan peringatan
Allah yang diberikan pada mereka, maka dibukakanlah berbagi pintu dunia dan

9
kelezatannya, mereka pun lalai. Sampai mereka bergembira dengan apa yang
diberikan pada mereka, akhirnya Allah menyiksa mereka dengan tiba-tiba.
Mereka pun berputus asa dari berbagai kebaikan. Seperti itu lebih berat siksanya.
Mereka terbuai, lalai, dan tenang dengan keadaan dunia mereka. Namun itu
sebenarnya lebih berat hukumannya dan jadi musibah yang besar.” (Tafsir As
Sa’di, hal. 260).
Kisah Pemilik Kebun yang Diberi Nikmat yang Sebenarnya Istidraj
Disebutkan dalam surat Al Qalam kisah pemilik kebun berikut ini,
)18( َ‫) َواَل يَ ْسˆت َْثنُون‬17( َ‫صˆبِ ِحين‬ ْ َ‫اب ْال َجنَّ ِة إِ ْذ أَ ْق َسˆ ُموا لَي‬
ْ ‫صˆ ِر ُمنَّهَا ُم‬ َ ‫صˆ َح‬ ْ َ‫إِنَّا بَلَوْ نَˆˆاهُ ْم َك َمˆˆا بَلَوْ نَˆˆا أ‬
‫) أَ ِن ا ْغˆ دُوا‬21( َ‫صˆبِ ِحين‬ ْ ‫) فَتَنَˆˆادَوْ ا ُم‬20( ‫َّر ِيم‬ ِ ‫ت َكالص‬ ْ ‫) فَأَصْ بَ َح‬19( َ‫ك َوهُ ْم نَائِ ُمون‬ َ ِّ‫ف ِم ْن َرب‬ ٌ ِ‫فَطَافَ َعلَ ْيهَا طَائ‬
)24( ‫ين‬ ٌ ‫) أَ ْن اَل يَˆ ْد ُخلَنَّهَا ْاليَˆوْ َم َعلَ ْي ُك ْم ِم ْسˆ ِك‬23( َ‫طلَقُوا َوهُ ْم يَتَخَˆ افَتُون‬ َ ‫) فَˆا ْن‬22( َ‫ار ِمين‬ َ ‫َعلَى َحرْ ثِ ُك ْم إِ ْن ُك ْنتُ ْم‬
ِ ‫ص‬
‫) قَا َل أَوْ َس ˆطُهُ ْم أَلَ ْم‬27( َ‫) بَلْ نَحْ نُ َمحْ رُو ُمون‬26( َ‫ضالُّون‬ َ َ‫) فَلَ َّما َرأَوْ هَا قَالُوا إِنَّا ل‬25( َ‫َو َغدَوْ ا َعلَى َحرْ ٍد قَا ِد ِرين‬
)30( َ‫ْض يَتَاَل َو ُمˆˆون‬ ُ ‫) فَأ َ ْقبَ َل بَ ْع‬29( َ‫) قَالُوا ُسب َْحانَ َربِّنَا إِنَّا ُكنَّا ظَالِ ِمين‬28( َ‫أَقُلْ لَ ُك ْم لَوْ اَل تُ َسبِّحُون‬
ٍ ‫ضهُ ْم َعلَى بَع‬
ُ‫ك ْال َعˆ َذاب‬
َ ِ‫) َكˆ َذل‬32( َ‫اغبُˆون‬ ِ ‫) َع َسى َربُّنَا أَ ْن يُبْˆ ِدلَنَا َخيْˆرًا ِم ْنهَˆا إِنَّا إِلَى َربِّنَˆا َر‬31( َ‫قَالُوا يَا َو ْيلَنَا إِنَّا ُكنَّا طَا ِغين‬
)33( َ‫َولَ َع َذابُ اآْل َ ِخ َر ِة أَ ْكبَ ُر لَوْ َكانُوا يَ ْعلَ ُمون‬

Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah)


sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka
bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya di pagi
hari,dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin),lalu kebun itu diliputi
malapetaka (yang datang) dari Rabbmu ketika mereka sedang tidur,maka jadilah
kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita.lalu mereka panggil memanggil
di pagi hari:“Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik
buahnya.”Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik.“Pada hari ini janganlah ada
seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.”
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-
orang miskin) padahal mereka (menolongnya).Tatkala mereka melihat kebun itu,
mereka berkata: “Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat
(jalan),bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya) Berkatalah seorang yang
paling baik pikirannya di antara mereka: “Bukankah aku telah mengatakan
kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu) Mereka mengucapkan:
“Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang

10
zalim.”Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela
mencela Mereka berkata: “Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah
orang-orang yang melampaui batas.”Mudah-mudahan Rabb kita memberikan
ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita
mengharapkan ampunan dari Rabb kita.Seperti itulah azab (dunia). Dan
sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (QS. Al Qalam:
17-33).
Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Kisah di atas menunjukkan
bagaimanakah akhir keadaan orang-orang yang mendustakan kebaikan. Mereka
telah diberi harta, anak, umur yang panjang serta berbagai nikmat yang mereka
inginkan. Semua itu diberikan bukan karena mereka memang mulia. Namun
diberikan sebagai bentuk istidraj tanpa mereka sadari.“ (Tafsir As Sa’di, hal. 928)
Inilah yang patut dipahami setiap insan beriman. Bahwa cobaan kadang
dapat meninggikan derajat seorang muslim di sisi Allah dan tanda bahwa Allah
semakin menyayangi dirinya. Dan semakin tinggi kualitas imannya, semakin berat
pula ujiannya. Namun ujian terberat ini akan dibalas dengan pahala yang besar
pula. Sehingga kewajiban kita adalah bersabar. Sabar ini merupakan tanda
keimanan dan kesempurnaan tauhidnya.
Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫إِ َذا أَ َرا َد هَّللا ُ بِ َع ْب ِد ِˆه ْال َخي َْر َع َّج َل لَهُ ْال ُعقُوبَةَ فِى ال ُّد ْنيَا َوإِ َذا أَ َرا َد هَّللا ُ بِ َع ْب ِد ِه ال َّش َّر أَ ْم َسˆكَ َع ْنˆهُ بِ َذ ْنبِˆ ِه َحتَّى‬
‫يُ َوفَّى بِ ِه يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬
“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan
hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan
mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari
kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani).
Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
َ‫ِّضˆˆا َو َم ْن َس ˆ ِخط‬ ِ ‫إِ َّن ِعظَ َم ْال َجزَا ِء َم َع ِعظَ ِم ْالبَالَ ِء َوإِ َّن هَّللا َ إِ َذا أَ َحبَّ قَوْ ًما ا ْبتَالَهُ ْم فَ َم ْن َر‬
َ ‫ض َى فَلَهُ الر‬
ُ‫فَلَهُ السَّخَ ط‬
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat.
Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian
untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah.

11
Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu
Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani).

Faedah dari dua hadits di atas:


1. Musibah yang berat (dari segi kualitas dan kuantitas) akan mendapat
balasan pahala yang besar.
2. Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang
lebih mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih-
pada anaknya,
3. ‫يا بني الذهب والفضة يختبران بالنار والمؤمن يختبر بالبالء‬
4. “Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya
dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan
musibah.”
5. Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah
dengan mendapat pahala yang besar.
6. Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa
yang pedih.
7. Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang
beriman.
8. Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan
hukumannya di dunia dengan diberikan musibah yang ia tidak suka
sehingga ia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa.
9. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan
balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari
kiamat kelak. Ath Thibiy berkata, “Hamba yang tidak dikehendaki
baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat
penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.” (Lihat Faidhul
Qodir, 2: 583, Mirqotul Mafatih, 5: 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7: 65)
10. Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan
untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan
bukan maksudnya untuk meminta musibah datang karena ada larangan
meminta semacam ini.”

12
Jika telah mengetahui faedah-faedah di atas, maka mengapa mesti
bersedih? Sabar dan terus bersabar, itu solusinya.

Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia tidak mungkin melepaskan diri


dengan yang namanya masalah. Entah itu skala kecil maupun besar, baik dalam
urusan pekerjaan, rumah tangga, kebutuhan materi, dan tekanan hidup lainnya.
Ketika masalah yang satu selesai lalu datang yang lain silih berganti.
Namun, karena sudah menjadi sunnatullah, berbagai persoalan hidup,
solusinya sangat tergantung ada atau tidaknya rasa syukur kepada Allah pada diri
seseorang, bahwa hanya Allah yang memberikan masalah dan juga yang
mengangkatnya.
Karenanya, bersyukur tidak hanya dilakukan ketika harapan terkabul,
tapi juga dituntut untuk tetap merasa bersyukur dalam keadaan apa pun.Yaitu,
menggunakan semua nikmat yang kita terima sesuai keinginan Allah untuk
beribadah dan meraih keridhaan-Nya.
Sementara tidak adanya rasa syukur atas segala nikmat diberikan Allah,
merupakan bentuk dari Istidraj yang membuat seseorang semakin jauh dari Allah
dan melahirkan kesombongan dengan nikmat-nikmat yang diterima.
Sudah sepatutnya kita sebagai seorang hamba terus menambah
kesyukuran kepada Allah atas segala nikmat-Nya yang tiada tara. Nikmat
kehidupan ini, nikmat kesehatan, nikmat harta, keluarga atau segudang nikmat
kesenangan hidup yang telah Allah SWT anugerahkan kepada kita. Karena kalau
tidak, itulah kita sudah terkena penyakit Istidraj, yaitu nikmat yang menjauhkan
kita dari Allah.
Dengan segala nikmat yang terus diterima, apa yang dilarang Allah justru
itu yang dikerjakan dan yang disuruh Allah justru itu yang sering ditinggalkan.
Jika demikian adanya, maka nikmat itu akan menjadi Istidraj yaitu azab Allah
yang ditangguhkan sampai tiba saatnya nanti akan dibalas Allah baik ketika masih
berada di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.
Hal ini sesuai dengan penegasan Alquran dalam Surat Ali-Imran ayat 178
yang artinya,"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa
pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka.

13
Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya
bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan".

Mungkin dari kita banyak yang bertanya ‘padahal dia adalah seorang
yang banyak dosa, gemar bermaksiat, malas ibadah dan ingkar pada Allah, kok
bisa ya kaya dan sukses terus?’ Jangan heran dulu, karena mungkin saja semua
karunia yang ia terima adalah ‘Istidraj’ dari Allah.
Meski derajatnya terus naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya
semakin terpadang di mata manusia, itu adalah Istidraj dari Allah kepada hamba
sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan
langsung.
Allah SWT biarkan orang ini dan tidak disegerakan azabnya.
Sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-An'am ayat 44 yang artinya, "Maka
tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami
pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila
mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa
mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus
asa".
Maka berhati-hatilah kita. Apabila kita melihat Allah memberikan
kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang
dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah. Sederhananya,
jika melihat orang yang secara agama ibadahnya buruk, sementara maksiat kepada
Allah dan manusia jalan terus, lalu rezekinya Allah berikan melimpah,
kesenangan hidup begitu mudah ia dapatkan, tidak pernah sakit dan jarang
tertimpa musibah, panjang umur, bahkan Allah berikan kekuatan pada fisiknya.
Maka, waspadalah sebab bisa jadi itu adalah istidraj baginya dan bukan
kemuliaan.
Ustaz Ridwan Ibrahim menyampaikan beberapa ciri-ciri tertimpa Istidraj
antara lain, Pertama, ibadahnya makin lama makin menurun, tapi nikmat terus
bertambah. Semakin sedikit ibadah tapi makin tambah umur.
Kedua, terus melakukan kemaksiatan tapi kesuksesan hidup justru
semakin melimpah. Ali Bin Abi Thalib ra berkata, “Hai anak Adam ingat dan

14
waspadalah bila kau lihat Tuhanmu terus menerus melimpahkan nikmat atas
dirimu sementara engkau terus-menerus melakukan maksiat kepada-Nya.”

‌Ketiga, semakin banyak dan melimpah hartanya tapi semakin kikir.


Sangat sulit bersedekah dan berinfak di jalan Allah, tapi kalau untuk kepentingan
kesenangan duniawi, sangat mudah mengeluarkan harta termasuk untuk
mempertahankan kekuasaannya. Ia mengira harta yang ditumpuknya akan
mengokohkan posisi dan kekuasaannya.
Keempat, jarang sakit. Imam Syafi’i berkata, “Setiap orang pasti pernah
mengalami sakit suatu ketika dalam hidupnya, jika engkau tidak pernah sakit,
lihatlah ke belakang mungkin ada yang salah dengan dirimu". Sakit juga jika kita
menerimanya dengan ikhlas, bisa menjadi penggugur dosa dan sering-sering ingat
kepada Allah untuk minta kesembuhan.
Agar terhindar dari Istidraj, maka gunakan nikmat sesuai keinginan Allah
sebagai tanda syukur. Gunakan harta yang sesuai yang disukai Allah. Dengan
infak di jalan Allah. Hendaklah kita takut jika selalu mendapat nikmat Allah,
sementara kita tetap dalam perbuatan maksiat kepada-Nya. Jangan sampai nikmat
menjadi tabungan dosa. Yang harus kita ingat, kita bisa buat apa saja, apakah itu
baik dan jahat, syukur atau ingkar, maksiat atau taat, tapi ingat semuanya itu akan
dibalas oleh Allah dengan ganjaran yang setimpal.

15
DOSA DAN KRITERIA RIBA BESERTA DALILNYA

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Beberapa ahli ulama


banyak berbeda pendapat untuk mengartikan riba. Pengertian riba secara teknis
adalah, pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.
Hukumnya adalah haram. Jelas, karena ini merugikan orang lain. Islam selalu
mengharamkan sesuatu yang tidak baik atau merugikan. Secara garis besar riba
dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan riba jual-beli. Riba
utang-piutang terbagi lagi mejadi riba qardh dan riba jahiliah. Sedangkan riba
jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.

Pemakan Harta Riba DiAdzab Allah Di Dunia Maupun Di Akhirat

Pemakan harta riba akan mendapatkan adzab Allah SWT di dunia maupun
di akhirat. Karena ini termasuk dosa besar yang dilakukan manusia. Banyak
dalil di dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi yang menerangkan tentang bahaya
dosa riba. Hal ini meyakinkan betapa besarnya dosa yang terdapat dari
melakukan riba dan manusia disuruh untuk menjauhinya. Berikut paparan
mengenai adzab Allah di dunia maupun di akhirat mengenai pemakan harta
riba.

1. Mendapat Dosa Besar


Pemakan harta riba akan mendapat dosa yang besar. Dari Abu
Hurairah Radliallahu‘anhu, dari Nabi Shalallahu’alaihi wassalam
bersabda; “Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam
keadaan mengetahui bahwa itu adalah uang riba dosanya lebih besar dari
pada berzina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dari Abdulloh bin
Hanzholah). Betapa besar dosa riba sampai Rasulullah SAW menyuruh
kita untuk menjauhi perkara tersebut. Dan beliau juga mengatakan
bahwa riba termasuk perkara yang akan membinasakan.

2. Di Bangkitkan Pada Hari Kiamat Dalam Keadaan Gila


Pada hari kiamat nanti seluruh umat manusia dari zaman Nabi
Adam sampai akhir zaman akan dibangkitkan kembali. Tentu saja

16
dengan keadaan yang berbeda-beda menurut amal ibadah semasa di
dunia. Di hari kiamat, pemakan harta riba akan dibangkitkan dari
kuburnya dalam keadaan gila. Allah SWT menghinakannya di hari
pembangkitan dengan keadaan seperti berdirinya orang yang kerasukan
dan dikuasai setan. Na’udzubillahimin Dzalik.

3. Di Siksa Dalam Api Neraka


Neraka adalah tempat peristirahatan terburuk yang pernah ada. Ia
akan disiksa oleh para Malaikat Allah SWT yang selalu patuh terhadap
Perintah-Nya. Terkecuali ketika telah bertaubat dan memohon ampun
kepada Allah SWT. Dan sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha
Pengampun. Allah SWT Berfirman ;

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba


dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT
supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran: 130)

4. Do’a Tidak Dikabulkan


Selain adzab di akhirat, Allah SWT juga memberikan adzab
di dunia bagi pemakan harta riba. Salah satunya adalah do’a pelaku riba
tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT. Betapa merugi ketika setiap hari
sholat menjalankan Perintah-Nya justru do’a tidak akan diterima dan
dikabulkan Allah SWT. Dimana lagi kita akan meminta? Sedangkan
sesungguhnya hanya Allah SWT tempat kita memohon dan berserah
diri.

5. Hilangnya Keberkahan Pada Harta


Tidak akan berkah harta yang diperoleh dari jalan riba. Itulah
kenapa Rasul mengingatkan kita untuk mencari rezeki dari cara yang
baik. Bayangkan ketika harta hasil riba dibelikan makanan, pakaian,
beli rumah, dan keperluan lainnya dan semua itu tiada keberkahan.
Allah SWT Berfirman ;

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak


menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang
dosa.” (QS. Al Baqarah: 276).

17
Ini jelas larangan Allah SWT untuk melakukan riba dan harus
memperbanyak sedekah.

6. Allah SWT Menutup Hati Pemakan Harta Riba

Hal ini diterangkan oleh Allah SWT melalui Firman-Nya;

“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah


menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthaffifin: 14).

Hati akan tertutup sehingga pelaku riba tidak lagi memikirkan mana
yang baik dan mana yang tidak.

7. Sedekah, Infaq, dan Zakat dari Harta Riba Tidak Diterima Allah SWT
Tidak akan diterima di Sisi Allah SWT harta yang disedekahkan
yang didapatkan dari hasil riba. Nabi kita Muhammad SAW bersabda;
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak akan
menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim II/703 nomor 1015,
dari Abu Hurairah Radliallahu’anhu). Hadist tersebut menjelaskan
bahwa kita disuruh untuk bersedekah dengan harta yang kita dapat dari
jalan yang baik dan diridhoi Allah SWT. Dan menjauhi cara yang haram
agar sedekah, infaq dan zakat kita diterima. Hal ini akan sangat ironi
lagi ketika kita membangun sesuatu yang bertujuan untuk amal jariah
seperti pondok pesantren, masjid, atau rumah untuk muslim lainnya.
Begitu banyaknya amal yang terbuang sia-sia karena tidak diterima oleh
Allah SWT.

8. Riba Bisa Menyebabkan Krisis Ekonomi

Juga akan menjadi penyebab krisis ekonomi dikarenakan


merugikan pihak-pihak korban riba. Seperti contoh seorang rentenir
yang meminjamkan uang dan memberikan bunga yang sangat tinggi
untuk dikembalikan. Ini akan merugikan peminjam. Karena ketika uang
yang dihasilkan dari jerih payah untuk keperluan sehari-hari justru harus
dibayarkan bunga pinjaman.Karena banyak sekali rentenir yang

18
meminjamkan uang dengan syarat mengembalikan dengan bunga tinggi.
Apalagi jika melakukan pinjaman untuk beli rumah mewah dan mahal.
Berapa banyak bunga yang akan kita bayar? Alangkah baiknya kita
kondisikan dengan ekonomi yang ada. Seperti halnya beli rumah murah
dan properti sederhana sesuai kebutuhan.

9. Karena Riba Hubungan Persaudaraan Bisa Menjadi Retak

Jika riba marak dilakukan, hubungan persaudaraan antar


manusia menjadi retak. Hubungan menjadi renggang dikarenakan ada
pihak yang dirugikan. Bukankah baiknya jika hubungan persaudaraan
dilandasi dengan sifat saling tolong-menolong? Alangkah mulianya jika
sebuah negeri tertentu membudayakan sesuatu dengan cara syariah. Ini
akan menjadi salah satu negeri yang damai dan tenteram. Dikarenakan
hubungan antar manusia yang erat persaudaraannya. Saling tolong-
menolong dan bergotong-royong demi membangun negeri yang
harmonis.

10. Tidak Termasuk Golongan Orang yang Beriman

Allah SWT Berfirman didalam kitab suci Al-Qur’an bahwa


orang-orang pelaku riba dianggap orang-oang yang tidak beriman. Dalil
tersebut menerangkan sampai-sampai pelaku riba diperangi oleh Allah
SWT dan Rasul- Nya. Tentu saja terkecuali bagi Hamba-Nya yang
bertaubat nasuha dan bersungguh-sungguh tidak akan mengulanginya
lagi.

Begitu banyak adzab yang Allah SWT berikan bagi pelaku riba.
Mari kita sama-sama berdo’a dan hanya meminta kepada-Nya agar
dijauhi dari sifat tercela tersebut. dan apabila kita sudah terjebak dalam
riba maka inilah cara terbebas dari riba. Semoga kita selalu diberikan
kelimpahan Rahmat-Nya.

Diberikan jalan untuk mencari rezeki dari cara yang baik dan diberkahi
Allah SWT. Alangkah baiknya jika kita sama-sama memerangi sifat

19
tersebut dan menjadikan aib untuk kita semua. Mari budayakan
masyarakat tanpa riba dengan selalu menjunjung tinggi kehormatan
dalam hal pinjam-meminjam maupun jual- beli. Dengan begitu Allah
SWT akan membukakan hati kita menuju jalan yang Ia ridhoi. Amin.

Kriteria Riba Beserta Dalil-Dalilnya

Pada dasarnya, riba terbagi menjadi dua macam: riba karena penundaan dan
riba karena selisih/kelebihan.

1. Riba karena penundaan = nasi’ah (‫)الّنسيئه‬

Riba karena penundaan=nasi’ah (‫ )الّنس ˆيئه‬dapat diartikan dengan


tambahan yang disyaratkan yang diambil/diterima dari orang yang
diutangi sebagai kompensasi dari penundaan pelunasan (termasuk di
dalamnya riba jahiliyah). Riba ini bisa terjadi karena penundaan saja
atau penundaan sekaligus dengan tambahan.

Riba jahiliyah adalah salah satu model riba, yaitu ketika jatuh
tempo, tidak bisa melunasi, lalu jatuh tempo ini diundur, dengan syarat
ada penambahan pembayaran. Namun, jika dapat dilunasi pada saat
jatuh tempo yang pertama, maka tidak ada penambahan. Ini model
rentenir jahiliyah.

Riba modern lebih kejam daripada riba jahiliyahnya orang


jahiliyah. Riba modern, dari jatuh tempo pertama sudah diwajibkan
membayar tambahan. Kalau riba jahiliyah, jatuh tempo pertama
gratis dari uang administrasi dan semacamnya. Riba modern, belum
terima uang sudah harus bayar. Misal, pinjam lima juta rupiah, dapatnya
empat juta lima ratus ribu. Baru menerima, sudah langsung terkena
ribanya, dianggapnya utang lima juta rupiah.

Riba jenis ini haram berdasarkan Quran, Sunnah, dan ijma’ umat Islam.

20
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan (yakni
gandum) dari seorang Yahudi dengan (pembayaran) tempo, dan beliau
menggadaikan baju perangnya kepadanya.” [H.R. Bukhari]

Maka, benda ribawi yang ada dalilnya hanya enam. Menurut


pendapat yang kuat, enam benda ini bisa kita lebarkan kepada yang lain.
Untuk kelompok pertama kita lebarkan kepada mata uang dan masing-
masing mata uang itu jenis sendiri, rupiah sendiri, dolar sendiri. Untuk
kelompok yang kedua, kita lebarkan kepada semua yang dimakan dan
cara transaksinya ditakar atau ditimbang. Maka ponsel, motor, dan
sebagainya itu bukan benda ribawi.

Aturan mainnya ada tiga kaidah:

Jika satu jenis, maka harus tutup mata dari kualitas, harus sama
takaran dan timbangannya, dan harus saling menyerahkan saat transaksi
dilakukan (tunai). Contoh: beras menthik wangi dengan raja lele, rupiah
dengan rupiah.

Lain jenis tapi satu kelompok, maka berbeda takaran tidak mengapa,
tetapi semuanya harus diserahkan saat transaksi berlangsung. Contoh:
rupiah dengan real, rupiah dengan emas, beras dengan jagung.

Beda jenis dan antar kelompok, maka tidak harus sama takaran, dan
boleh kredit atau salah satunya tertunda. Contoh: rupiah dengan beras.

Tidak diperbolehkan membarter kurma basah (ruthob) dengan


kurma kering (tamr), kecuali untuk suatu transaksi yang bernama ‘aroya (
‫)العرايا‬. ‘Aroya adalah orang-orang miskin yang tidak punya pohon
kurma. Maka boleh saja mereka membeli kurma dari pemilik kebun
kurma dalam kondisi basah dengan cara mereka menukarnya dengan
kurma kering dengan taksiran. Pada asalnya, kurma adalah benda
ribawi, barternya harus dengan takaran sama dan penyerahannya tunai,
namun pada masalah ini ada pengecualian.

21
Kurma basah biasanya dijadikan sebagai makanan pencuci
mulut, sedangkan kurma kering dijadikan sebagai makanan pokok.
Orang miskin yang hanya mempunyai kurma kering, tidak punya pohon
kurma, tidak punya uang, dan ingin membeli kurma basah maka
diperbolehkan membarterkan kurma keringnya dengan kurma basah
dengan taksiran. Kurma basah, kalau nanti

kering, ditaksir jadi berapa. Misalkan kurma basah lima kilogram jika
kering menjadi tiga kilogram, maka boleh membarter kurma basah lima
kilogram dengan kurma kering tiga kilogram pada kasus ini.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma :

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang muzabanah


(yaitu) menjual kurma basah dengan tamr (kurma kering) dengan
takaran dan menjual anggur basah dengan anggur kering dengan
takaran.” [Muttafaq ‘alaih]

Muzabanah adalah barter kurma basah dengan kurma kering, demikian


juga barter anggur dengan kismis, dengan memakai takaran. Maka pada
dasarnya, barter kurma basah dengan kurma kering adalah dilarang,
tetapi ada keringanan untuk kasus ‘aroya.

Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu :

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan


bagi shohibul ariyah untuk membeli kurma basah dengan
memperkirakan (takarannya) dengan tamr (kurma kering).” [Muttafaq
‘alaih]

Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu :

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang menjual


ruthab dengan tamr, maka beliau menjawab, ‘Bukankah ruthab akan

22
menyusut apabila

mengering?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Maka beliau melarangnya.”


[H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, an-Nasai, at-Tirmidzi]

Transaksi ‘aroya diperbolehkan dengan besaran yang dibatasi.


Maksimal lima wasaq.

Tidak diperbolehkan barter benda ribawi dengan benda ribawi namun


bersama keduanya atau salah satunya terdapat jenis atau benda yang
lain.

Dari Fadhaalah bin ‘Ubaid, ia berkata : “Aku pernah membeli sebuah


kalung di hari (penaklukan) Khaibar seharga 12 dinar. Pada kalung
tersebut terdapat emas dan permata. Lalu aku pisahkan ia (emas dan
permata dari kalung), dan ternyata aku dapatkan nilainya lebih dari 12
dinar. Kemudian aku ceritakan hal itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam, dan beliau pun bersabda: “Janganlah kamu menjualnya
sehingga kamu memisahkannya (emas dari kalungnya)” [H.R. Muslim].

Ringkasnya, riba itu ada riba dalam utang piutang dan riba dalam
perdagangan.

Riba dalam utang piutang adalah dengan bentuk riba jahiliyah atau yang
lebih jelek dari riba jahiliyah, seperti yang tadi didefiniskan dengan
tambahan yang disyaratkan yang diambil/diterima dari orang yang
diutangi sebagai kompensasi dari penundaan.

Berkaitan dengan definisi “tambahan yang disyaratkan”, artinya jika


tidak disyaratkan atau tambahan itu sukarela (inisiatif yang diutangi,
red), maka tidak mengapa. Sama saja antara disyaratkan secara lisan
maupun secara kebiasaan.

Tambahan tersebut diperbolehkan jika diserahkan di hari pelunasan atau


setelah hari pelunasan. Tambahan tersebut tidak boleh saat belum lunas.
Jika belum lunas, tetapi memberi tambahan, maka itu riba.

23
Ada riba investasi, tanam saham, penyertaan modal. Investasi itu
menjadi riba manakala orangnya mempersyaratkan uang diinvestasikan
harus aman. Kata “harus aman” menjadikan itu bukan investasi,
melainkan mengutangi. Mengutangi itu harus aman.

24
KEUTAMAAN SHODAQOH BESERTA DALIL-
DALILNYA

Pengertian dari sedekah adalah memberi sebagian harta kita kepada orang
lain yang sedang kekurangan atau tertimpa musibah. Namun, sedekah bukan
hanya sekedar memberi. Sedekah juga berarti membantu saudara-saudara kita,
baik sesama muslim maupun sesama manusia yang sedang membutuhkan.

1. Hukum Sedekah

Bersedekah berarti memberikan sesuatu kepada orang lain dalam rangka


kebijakan. Kata sedekah berasal dari bahasa Arab “shadaqoh” yang
artinya suatu pemberian dari seorang muslim ke orang lain secara
sukarela tanpa ada batasan waktu dan jumlah harta yang disedekahkan.
Sedekah sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad karena nilai
pahalanya besar.

Berbicara mengenai hukum sedekah, menurut hukum islam ada 3


hukum mengenai sedekah, yaitu:

 Sunnah, ini maksudnya Allah akan memberi pahala bagi


siapapun yang bersedekah. Sedangkan bagi yang tidak
bersedekah, Allah tidak akan mengazabnya dengan dosa

 Haram, jika orang yang bersedekah tahu bahwa sedekah yang


diberikan akan digunakan untuk perbuatan maksiat. Maka untuk
hal ini diharamkan bersedekah untuk hal tersebut

 Wajib, Untuk orang yang mampu maka diwajibkan untuk


bersedekah. Selain itu sedekah juga wajib saat kita sudah
bernadzar untuk bersedekah.

2. Orang Yang Wajib Diberi Sedekah


Sedekah paling afdhal diberi kepada golongan orang-orang berikut ini:
 Sedekah kepada saudara kandung atau kerabat dekat lebih

25
utama sebelum bersedekah kepada orang lain

 Sedekah harus diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Kemudian, sedekah juga seharusnya dilakukan secara diam-diam.


Selain itu, kualitas barang yang disedekahkan juga harus dalam
kondisi dan kualitas terbaik. Karena Allah lebih suka pemberian
yang baik.

“Seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang
paling agung? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Engkau bersedekah ketika engkau engkau sehat lagi kikir dan sangat
memerlukan, engkau takut miskin dan sangat ingin menjadi kaya.
Jangan engkau tunda-tunda sampai nyawa sudah sampai di
kerongkongan, baru engkau berpesan: Berikan kepada si fulan
sekian dan untuk si fulan sekian. Ingatlah, memang pemberian itu
hak si fulan.” (HR. Imam Muslim)

3. Keutamaan dan Manfaat Sedekah


 Sedekah dapat Menghapus Dosa
Keutamaan sedekah yang pertama adalah dapat menghapus dosa.
Setiap manusia pasti tidak bisa lepas dari dosa. Sedekah adalah
cara termudah yang Allah berikan untuk menghapus dosa-dosa
kita. Akan tetapi, sedekah yang kita berikan menurut sebagian
ulama hanya dapat menghapus dosa kecil. Sedangkan untuk
menghapus dosa besar harus diikuti dengan taubat.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan


api.” (HR. Tirmidzi)

 Sedekah Tidak Mengurangi Harta


Berbeda dengan konsep keuangan manusia, di mana semakin
banyak uang keluar semakin berkurang harta kita. Justru dalam

26
konsep islam, barangsiapa yang sering mengeluarkan uang untuk
sedekah maka ia akan semakin kaya. Allah berjanji akan melipat
gandakan harta orang yang gemar bersedekah dengan niat tulus.

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang


yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)

Dalam haditsnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam juga


bersabda mengenai keutamaan sedekah adalah tidak akan
mengurangi harta, yaitu:

“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang


yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan
menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang
merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan
mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim)

 Mendapat Naungan di Hari Akhir

Manfaat besar sedekah selain pahala adalah diberi naungan di


hari akhir. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa salah satu
golongan yang mendapat naungan di hari kiamat adalah orang-
orang yang gemar bersedekah. Orang yang diberi naungan
adalah orang yang bersedekah dengan tangan kanan, namun
tangan kirinya tidak tahu. Artinya, orang tersebut bersedekah
secara diam-diam tanpa diketahui orang lain (tidak riya).

 Keutamaan Sedekah untuk Membuat Hati Tenang

Ketika bersedekah, hati akan tenang karena mengetahui hartanya


sudah bersih. Hak-hak orang lain yang ada di dalam harta kita

27
sudah diberikan, oleh karena itu terbebaslah tanggung jawab kita
kepada harta di depan Allah kelak. Selain itu, keutamaan
sedekah adalah bisa membuat hati senang karena bisa membantu
orang yang membutuhkan.

 Sedekah untuk Menyembuhkan Orang Sakit

Sedekah adalah penyembuh untuk orang sakit. Tidak hanya bisa


menyembuhkan penyakit orang lain, namun juga bisa
menyembungkan sakit kita. Rasullah bersabda bahwa barang
siapa yang memelihara harta bendanya dengan cara
mengeluarkan zakat, obatilah penyakitmu dengan sedekah. Saat
membantu orang yang sedang sakit dengan cara memberinya
uang untuk membeli obat, juga akan membantu mereka
sembuh dan kita terbebas dari penyakit berbahaya. Rasulullah
bersabda:

‫داووا مرضاكم بالصدقة‬

“Sembuhkanlah orang-orang yang sakit di antara kalian


dengan sedekah.” (HR. Al-Dailami)

 Memadamkan Murka Allah

Nabi Muhammad bersabda bahwa barang siapa yang suka


bersedekah, maka akan memadamkan murka Allah Ta’ala.
Selain itu, sedekah juga akan menghindari seseorang dari
kematian yang buruk. Untuk itu, keutamaan dan manfaat
sedekah adalah bisa memadamkan amarah Allah sehingga akan
aman di dunia dan akhirat.

‫الصدقة تطفئ غضب الرب وتدفع ميتة السوء‬

28
“Sesungguhnya sedekah itu memadamkan murka Allah dan
menolak mati jelek (su’ul khotimah).” (HR. Tirmidzi)

 Terhindar dari Keburukan

Keutamaan sedekah yang besar untuk kehidupan kita adalah bisa


melindungi dari musibah. Sedekah yang diberikan akan
melindungi kita dari musibah yang akan datang kepada kita.
Keburukan yang ditimpa bisa berupa penyakit, kehilangan
barang berharga, kesulitan dalam bekerja, dan lainnya. Oleh
karena itu, seringkali sedekah disarankan untuk dilakukan orang
yang sedang berikhtiar atau mengusahakan sesuatu hal dalam
hidup.

‫الصدقة تسُ̂دّ سبعين بابا من السوء‬

“Sedekah menutup 70 pintu keburukan.” (HR. Thabrani)

 Keutamaan Sedekah untuk Memperpanjang Umur

Keutamaan dan manfaat sedekah lainnya adalah dapat


mempanjang umur. Dalam sebuah riwayat Rasulullah bersabda
sedekah akan mengilangkan bala’ (musibah) dan menambah
umur. Oleh karena itu, buat kamu yang ingin panjang umur,
kuncinya bukan hanya menjaga kesehatan dan pola makan,
namun juga rajin bersedekah.

29
SIFAT TAKDIR KEMATIAN

Segala puji bagi Allah Subhanallahu wa ta’ala, kepada-Nya kita memuji,


memohon pertolongan dan ampunan. Kita berlindung kepada Allah dari kejelekan
jiwa dan keburukan amal perbuatan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Allah semata yang tidak memiliki sekutu, dan Nabi Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya.

Kematian adalah takdir seluruh makhluk, manusia ataupun jin, hewan


ataupun makhluk-makhluk lain, baik lelaki atau perempuan, tua ataupun muda,
baik orang sehat ataupun sakit. Seperti dalam firman Allah Ta’ala berikut ini
(yang artinya), “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS.
Ali Imran : 185).

Setiap manusia memiliki ajal, dan kematian tidak bisa dihindari dan kita
tidak ada yang bisa lari darinya. Namun sayang, sedikit manusia yang mau bersiap
menghadapinya. Seperti dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Katakanlah,
“Sesungguhnya kematian yang kamu lari  daripadanya, maka sesungguhnya
kematian itu kan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada
(Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Jumu’ah : 8).

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,


kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An-Nisa’ : 78).

“ Sesuatu yang bernyata tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki
pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa
menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu.

30
Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali
‘Imran : 145).

Semua yang bernyawa pasti akan mati sesuai ajalnya atas izin, takdir dan
ketetapan-Nya. Siapapun yang ditakdirkan mati pasti akan mati meski tanpa
sebab, dan siapapun yang dikehendaki tetap hidup pasti akan hidup.Dan sebab
apapun yang datang menghampiri tidak akan membahayakan yang bersangkutan
sebelum ajalnya tiba karena Allah Ta’ala telah menetapkan dan menakdirkannya
hingga batas waktu yang telah ditentukan. Tidak ada satupun umat yang
melampaui batas waktu yang telah ditentukan.

“Sering-seringlah mengingat pemutus segala kenikmatan, yaitu


KEMATIAN, karena tidaklah seseorang mengingatnya dalam kesempitan hidup
melainkan akan melapangkannya dan tidaklah seseorang mengingatnya dalam
keleluasaan hidup melainkan akan mempersempitnya.” (HR. Baihaqi, Ibnu
Hibban dan Bazzar, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’,
hadist nomor 1222).

Mengingat kematian akan menimbulkan rasa khawatir di dunia yang fana


karena kita akan menuju negeri akhirat yang abadi. Kematian tidak mengenal usia,
waktu ataupun penyakit tertentu agar setiap orang mempersiapkan diri untuk
menghadapinya. Manusia tidak pernah lepas dari kondisi lapang dan sempit,
sehingga dengan mengingat kematian, maka manusia tidak akan terlena ataupun
berputus asa dari takdir. Manusia yang mengingat kematian akan dimuliakan
dalam 3 (tiga) hal, yaitu :

1. Segera bertaubat,

2. Hati qanaah,

3. Giat ibadah.

Bagaimana dengan manusia yang mengharapkan kematian segera


datang?. “Janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian karena

31
marabahaya yang menimpa, kalaupun harus mengharap (mati), hendaklah berdoa :
Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan lebih baik bagiku dan matikan aku
jika kematian lebih baik bagiku.” (HR. Al-Bukhari : 567 dan HR. Muslim : 2680).

“Janganlah salah seorang kalian mengharapkan dan berdoa (memohon)


kematian sebelum waktunya tiba, sungguh bila salah seorang dari kalian
meninggal dunia, amalnya terputus, sungguh umur orang mukmin itu
menambahkan kebaikan.” (HR. Muslim : 2686). Hendaknya manusia senantiasa
bersabar dengan ketetapan dari Allah Ta’ala dan senantiasa istiqomah dijalan-
Nya. Janganlah berputus asa karena sesungguhnya putus asa itu memberikan
peluang kepada setan untuk melemahkan hati manusia.

Kematian merupakan salah satu rahasia Allah, tidak seorang pun yang bisa
mengetahuinya kapan datangnya. Setiap manusia pasti akan merasakan yang
namanya kematian, saat dimana nyawa seseorang terlepas dari badannya.
Manusia hanya dianjurkan untuk sering mengingat kematian, agar hidupnya
diisi dengan banyak amal ibadah. Apabila saatnya telah tiba, tidak ada yang
bisa menolaknya atau mendahulukannya. Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia
ini, karna kematian merupakan sebuah hakikat yang akan menghampri semua
manusia. Sering kita mendengar dongeng ketika kecil bahwa orang yang hidup
kekal di dunia akan bahagia selamanya. Betul, mana ada. Sesungguhnya itu
adalah sesuatu yang batil dan mustahil.

Apa Itu Kematian ?

Sebagian para ulama yang menjelaskan tentang kematian dalam Islam


yang akan dijelaskan di bawah ini. Seringkali manusia melalaikan dari
mengingat mati, karna tergoda oleh gemerlap dan kenikmatan dunia. Sehingga
hidupnya hanya untuk menuruti hawa nafsunya. Setiap manusia yang hidup di
dunia pada hakikatnya sedang mengantri giliran, menunggu kapan datangnya
ajal. Tapi manusia banyak yang lupa terhadap itu. Allah telah menjelaskan di
dalam Al-Qur’an bahwa apa itu kematian? Kematian adalah hak yang terjadi
dan bukan sebuah akhir, namun awal dari fase kehidupan yang baru.

32
Ayat Tentang Kematian

Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang kematian yang
sudah tersebar di beberapa surat. Berikut ini beberapa potongan ayat tentang
kematian yan g bisa membuat renungan kepada kita agar selalu mengingat
kematian.

1. Surat Al-A’raf ayat 34 :

“Dan setiap umat mempunyai ajal. Maka apabila ajalnya telah tiba
mereka tidak bisa meminta penundaan atau di percepat sesaat pun.”

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah


yang dahulu pernah kamu hindari.”

2. Surat Al-An’am Ayat 61 :

Bagaimana Malaikta tersebut mencabut nyawa kalau bukan


berdasarkan dari segala amal perbuatan yang dilakukan manusia di
dunia.

Malaikat pencabut nyawa selalu menjalankan perintah Allah untuk


mencabut nyawa siapa saja yang dikehendakinya. Sebagaimana dalam
Al-Qur’an.

“Dialah penguasa mutlak atas semua hambanya, kemudian diutus


kepadamu malaikat-malaikat penjaga. Sehingga apabila kematian datang
kepada salah seorang di antara kamu, malaikat akan mencabut
nyawanya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya.”

3. Surat Az-Zumar Ayat 30 :

Telah jelas bahwa semua yang ada di dunia tidak ada yang kekal abadi
kecuali hanyalah Allah.

“Sesungguhnya kamu Muhammad pasti akan mati dan mereka pula akan
mati.”

33
4. Surat Al-Imran Ayat 102 :
Merupakan sebuah kerugian yang besar ketika seorang hamba
meninggal dalam keadaan syuu’il khatimah. Ayat dibawah ini insyaallah
peringatan untuk selalu beribadah kepadanya.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan


sebenar- benarnya taqwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam
keadaaan muslim.”

Hadits Tentang Mengingat Kematian


Kita hanya diperintahkan untuk terus mempersiapkan dan mengingatnya,
adapun hadist tentang mengingat kematian diantaranya sebagai berikut.

Hadist Dari Abu Hurairah

“Apabila manusia meninggal maka terputus semua amal ibadahnya kecuali


tiga. Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang sholeh yang
mendoakannya.”

Hadist Kedua

“Kematan itu jembatan yang akan menghubungkan antara kekasih kepada


kekasih.”

Hadist ini dijelaskan oleh Imam An-Nawawi, tapi dalam mensyarah hadist
ini tidak menyebutkan perowi hadist.

34
KEWAJIBAN AMAR MAKRUF – NAHI MUNKAR

Pengertian Amar Makruf Nahi Munkar

Amar makruf nahi mungkar dalam istilah fiqh disebut dengan al Hisbah.
Perintah yang ditujukan kepada semua masyarakat untuk mengajak atau
menganjurkan perilaku kebaikan dan mencegah perilaku buruk.

Bagi umat Islam, amar makruf nahi mungkar adalah wajib, sebab syariat Islam
memang menempatkannya pada hukum dengan level wajib. Dan siapa pun dari
kita yang meninggalkannya, maka kita akan berdosa dan mendapatkan
hukuman berupa siksa yang sangat pedih dan menyakitkan.

Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits berikut :

"Hendaklah kamu beramar makruf (menyuruh berbuat baik) dan benahi


mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan
atasmu orang- orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang
yang baik-baik di antara kamu berdoa dan tidak dikabulkan (doa mereka)."
(HR. Abu Dzar).

Selain itu, amar makruf nahi mungkar merupakan prinsip dasar agama Islam
yang harus dilakukan oleh setiap muslim.

Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Qur'an:

Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104)

Dalam ayat lain, Allah SWT juga memerintahkan amar makruf nahi mungkar,
karena perilaku ini merupakan perbuatan yang dapat memberikan keuntungan
bagi pelakunya. Allah SWT berfirman:

Artinya: "(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi

35
mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang
mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala
yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
dari mereka beban-beban dan belenggu- belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka
itulah orang-orang yang beruntung." (QS al-A'raaf: 157).

Perintah amar makruf nahi mungkar juga banyak dijelaskan dalam hadits. Salah
satunya adalah hadits dari Abi Said al-Khudri:

"Siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak
mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah)
dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman." (HR.
Muslim).

Dalam hadits lain, dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Mas'ud Ra,
Rasulullah SAW bersabda:

"Tidaklah seorang Nabi pun yang Allah Ta'ala utus di suatu umat sebelumku,
kecuali memiliki pengikut-pengikut setia dan sahabat-sahabat. Mereka
mengambil sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian, datang generasi-
generasi setelahnya yang mengatakan hal yang tidak mereka ketahui dan tidak
diperintahkan. Maka, barang siapa

memerangi mereka dengan tangannya maka ia adalah mukmin. Dan, barang


siapa memerangi mereka dengan lisannya maka ia adalah mukmin. Dan, barang
siapa memerangi mereka dengan hatinya maka ia adalah mukmin. Dan, tidak
pernah ada di belakang itu semua keimanan sebesar biji atom."

36
DAFTAR PUSTAKA

https://zonabanten.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-232529598/dalil-dan-ciri-
ciri- istidraj-azab-terbesar-dari-allah-berwujud-kenikmatan?page=5

https://www.republika.co.id/berita/qm4fk9320/3-dosa-yang-balasannya-
akan- disegerakan-allah-swt-di-dunia-part1

https://news.detik.com/berita/d-5201638/amar-makruf-nahi-mungkar-perilaku-
yang- diperintahkan-allah-swt

https://sef.feb.ugm.ac.id/mengenal-riba-dan-bahayanya/

https://duniapondok.com/ayat-tentang-kematian/#Pengertian_Kematian

https://islamkita.co/keutamaan-sedekah/

https://shariagreenland.co.id/blog/10-macam-bahaya-dosa-riba/

37

Anda mungkin juga menyukai