Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN MINI PROJECT

PENGARUH PENYULUHAN MENGGUNAKAN MEDIA VIDEO


TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN KESADARAN KADER
KESEHATAN TENTANG PENTINGNYA DETEKSI DINI KANKER
SERVIKS DAN KANKER PAYUDARA DI KELURAHAN KUTORENON,
KECAMATAN SUKODONO, KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2021

Disusun Oleh :

1. dr. Afifah Sholiha


2. dr. Bryan Hari Cahyo
3. dr. Damar Gumilar
4. dr. Dewinda Nur Mayaningsari
5. dr. Litani

Pendamping :

dr. Rina Yulya Agustin

PROGRAM INTERNSHIP PERIODE 2021-2022


PUSKESMAS SUKODONO
KOTA LUMAJANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua karunia dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan mini project dengan judul Pengaruh

Penyuluhan Menggunakan Media Video Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Kesadaran Kader

Kesehatan Tentang Pentingnya Deteksi Dini Kanker Serviks Dan Kanker Payudara Di Kelurahan

Kutorenon Tahun 2021 sebagai salah satu persyaratan dalam menjalankan tugas internship di

Provinsi Jawa Timur pada Puskesmas Sukodono, Kecamatan Sukodono.

Penulisan mini project ini dapat terselesaikan dengan baik atas dorongan dan bantuan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dari lubuk hati yang terdalam penulis ingin memberikan

penghargaan dan rasa terimakasih kepada dr. Rina Yulya Agustin selaku dokter pembimbing.

Penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, ilmu

pengetahuan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

Akhir kata penulis berharap mini project ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis

menyadari bahwa Miniproject ini masih jauh dari sempurna, baik dalam penulisan maupun

penyajian informasinya. Untuk itu penulis mohon maaf segala kekurangan yang ada. Kritik dan

saran sangat penulis harapkan sebagai masukan yang berharga untuk bisa menjadikan

Miniproject ini lebih baik.

Lumajang, 15 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN..............................................................................3
D. MANFAAT PENELITIAN..........................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................4
2.1 DEFINISI......................................................................................................4
2.2 EPIDEMIOLOGI..........................................................................................5
2.3 ETIOLOGI....................................................................................................8
2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI.........................................................9
2.5 GEJALA KLINIS.......................................................................................13
2.6 PATOGENESIS.........................................................................................14
2.7 DIAGNOSIS...............................................................................................15
2.8 PENCEGAHAN.........................................................................................18
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................20
3.1 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN...............................................20
3.2 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN.....................................................20
3.3 POPULASI..................................................................................................20
3.4 DEFINISI OPERASIONAL........................................................................21
3.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA...........................................................22
3.6 DIAGRAM ALUR PENELITIAN..............................................................22
3.7 HIPOTESIS.................................................................................................22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN.............................................................23
4.1 HASIL PENELITIAN.................................................................................23
4.2 PEMBAHASAN..........................................................................................26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................27
5.1 KESIMPULAN..........................................................................................27
5.2 SARAN......................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................29
LAMPIRAN........................................................................................................31
DOKUMENTASI............................................................................................31
MATERI PRESENTASI COVID-19..............................................................33
KUESIONER COVID-19................................................................................34
DAFTAR TABEL

Tabel Definisi Operasional..................................................................................21

Tabel 1.................................................................................................................23

Tabel 2.................................................................................................................23

Tabel 3.................................................................................................................24

Tabel 4.................................................................................................................24

Tabel 5.................................................................................................................25

Tabel 6.................................................................................................................25

Tabel 7.................................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada
tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Kanker paru, hati, perut,
kolorektal, dan kanker payudara adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap
tahunnya. Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diketahui bahwa kanker payudara
merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru (setelah dikontrol oleh umur) tertinggi,
yaitu sebesar 43,3%, dan persentase kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker
payudara sebesar 12,9% [ CITATION IAR12 \l 1033 ].
Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit
kardiovaskular. Jenis kanker tertinggi pada perempuan di dunia adalah kanker payudara (38 per
100.000 perempuan) dan kanker leher rahim (16 per 100.000 perempuan). 1 Di Indonesia,
prevalensi kanker adalah sebesar 1,4 per 1.000 penduduk, serta merupakan penyebab kematian
nomor 7 (5,7%) dari seluruh penyebab kematian. 2 Estimasi insidens kanker payudara di
Indonesia sebesar 40 per 100.000 perempuan dan kanker leher rahim 17 per 100.000
perempuan.1 Angka ini meningkat dari tahun 2002, dengan insidens kanker payudara 26 per
100.000 perempuan dan kanker leher rahim 16 per 100.000 perempuan. 1 Jenis kanker tertinggi
pada pasien rawat inap di rumah sakit seluruh Indonesia tahun 2010 adalah kanker payudara
(28,7%), disusul kanker leher rahim (12,8%).1
Kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan utama bagi perempuan di seluruh
dunia. Bahkan, angka kejadian penyakit ini terus mengalami peningkatan dalam 10 tahun
terakhir di berbagai belahan dunia.1
Kanker payudara atau yang di kenal pula dengan Carsinoma Mammae (Ca Mammae)
adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Tumor ini dapat tumbuh
dalam kelenjar susu, jaringan lemak, maupun pada jaringan ikat payudara. Selama beberapa
dekade terakhir, perkembangan risiko kanker payudara telah meningkat baik di negara maju
maupun negara berkembang yaitu 1% - 2% per tahunnya. Jumlah kasus kanker payudara di
dunia menduduki peringkat kedua setelah kanker serviks. Kanker payudara menjadi salah satu
pembunuh utama wanita. Terdapat kecenderungan peningkatan kasus kanker payudara baik di
dunia maupun di Indonesia, dengan lebih dari 1.000.000 kasus yang terjadi di seluruh dunia
setiap tahunnya.1
World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan sebanyak 206.966
wanita di Amerika Serikat (AS) terdiagnosa kanker payudara dan sebanyak 40.996 wanita
meninggal dunia akibat kanker payudara. Di perkirakan 1 diantara 8 wanita di Amerika Serikat
(± 12,8 %) mengidap kanker payudara selama hidupnya. Satu juta lebih kasus baru dan 370.000
kematian tiap tahunnya terjadi di seluruh dunia.1
Di Indonesia kanker payudara merupakan salah satu kanker terbanyak. Berdasarkan
Pathological Based Registration, kanker payudara menempati urutan pertama dengan frekuensi
relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik ;
Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan
Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000
wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup
tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga
dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1 %. Dan lebih dari 80% kasus ditemukan
berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Dimana masih
menjadi masalah karena 68,6% pasien berobat ke dokter pada stadium lanjut (IIIa dan IIIb),
sedangkan pada stadium dini (stadium I dan II) hanya 22,4%.2
Penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti, karena dapat disebabkan oleh
multifaktor, dimana faktor-faktor tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Beberapa
faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker payudara adalah
riwayat keluarga, hormonal dan faktor lain yang bersifat eksogen / faktor luar. Menurut Price dan
Wilson, terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan kanker payudara yaitu, faktor usia,
lokasi geografis, status perkawinan, paritas, riwayat menstruasi, riwayat keluarga, serta riwayat
terpajan radiasi. Kejadian kanker payudara banyak terjadi pada populasi wanita menopause.
Faktor usia sebagai faktor risiko kejadian kanker payudara diperkuat dengan data bahwa 78%
kanker payudara terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan hanya 6% pada pasien
yang kurang dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saat ditemukannya kanker adalah 64 tahun, tetapi
wanita yang menopause setelah usia 55 tahun mempunyai dua kali risiko timbulnya kanker
payudara dibandingkan wanita yang menopausenya mulai sebelum usia 45 tahun.3
Untuk menemukan kanker payudara dalam stadium awal, yang diperlukan adalah deteksi
dini. Dianjurkan kepada perempuan di bawah usia 35 tahun untuk melakukan USG payudara dan
perempuan dengan usia di atas 35 tahun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mammografi
satu tahun sekali. Dengan melakukan deteksi dini maka jika akan mudah ditemukan jika ada
tumor dalam ukuran yang masih kecil sekalipun dan akan lebih cepat dilakukan tindakan
pengobatan ataupun operasi. Pada saat melakukan SADARI (pemeriksaan payudara sendiri), jika
ditemukan tanda-tanda kanker payudara, maka hendaknya langsung memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.[ CITATION Dha16 \l 1033 ].
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher
rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina).Penyakit ini
disebabkan oleh virus Human Papiloma Virus (HPV). Kanker serviks merupakan salah satu
kanker ganas yang tersering menyerang kaum wanita setelah kanker payudara. Hingga saat ini
kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara
berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia
dan umumnya terjadi di negara berkembang.1
Di Indonesia, kasus kanker leher rahim menempati urutan pertama dengan jumlah kasus
14.368 orang. Dari jumlah itu, 7.297 di antaranya, meninggal dunia, dan prevalensi setiap
tahunnya 10.823 orang. Informasi tersebut memberikan arti bahwa dari jumlah kasus yang ada,
(50,78%) mengalami kematian. Sementara jika mengacu pada prevalensi setiap tahunnya yang
mencapai 10.823 kasus, berarti setiap tahunnya terjadi kematian 5.495 orang.2
WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi pilar dalam penanganan kanker
serviks, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini melalui peningkatan kewaspadaan dan
program skrining yang terorganisasi, diagnosis dan tatalaksana, serta perawatan paliatif untuk
kasus lanjut. Deteksi dini kanker serviks meliputi program skirining yang terorganisasi dengan
sasaran perempuan kelompok usia tertentu, pembentukan sistem rujukan yang efektif pada tiap
tingkat pelayanan kesehatan, dan edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia produktif.
3,4

Skrining atau deteksi dini pada kasus kanker menjadi prioritas utama untuk menurunkan
angka kejadian kanker di Indonesia, sehingga lebih cepat diobati dan peluang sembuh lebih
besar. Skrining ditujukan kepada orang yang tidak bergejala (asimptomatik), sehingga dapat
diobat sebelum terdiagnosis kanker. Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang
ada di Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah diujikan di berbagai negara, metode
IVA (inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat) dapat dijadikan sebagai metode skrining
alternatif untuk kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa
metode skrining IVA muudah, praktis dan sangat mampu laksana dengan sensitivitas sekitar
65%-96% dan spesifisitas 54%-98%. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter
ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat
yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan
sederhana. Program ini, disertai dengan penemuan dan tatalaksana kanker serta program paliatif
kanker guna meningkatkan kualitas hidup, juga memperpanjang umur harapan hidup penderita
stadium lanjut.5
Mengingat pentingnya peran puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
masyarakat, puskesmas Sukodono memiliki salah satu program pengembangan yaitu deteksi dini
kanker serviks dengan metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat). IVA maksudnya adalah
melihat serviks secara langsung tanpa alat pembesaran setelah pengusapan serviks dengan asam
asetat 3-5% untuk mendeteksi adanya perubahan pada sel (displasia). Metode IVA memberi
peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-tempat yang memiliki sumberdaya terbatas,
karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil dengan segera dan terutama karena hasil
skrining dapat segera ditindaklanjuti.
Program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Sukodono dimulai
sejak bulan April 2015 dengan petugas kesehatan yang sudah melakukan pelatihan. Dan
didapatkan data masyarakat yang melakukan test IVA di Puskemas Sukodono sejak bulan April
2015 sampai November ialah 16 orang dengan rata-rata tiap bulan 2 orang dan cakupan 5,5% ,
dimana berdasarkan data tersebut belum mencapai target yang diinginkan yaitu diharapkan 36
orang tiap bulannya.
Promosi kesehatan mengenai kanker serviks dan pentingnya melakukan pemeriksaan
deteksi dini kanker serviks sudah pernah dilakukan dalam upaya meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk melakukan pemeriksaan IVA, yaitu berupa penyebaran pamflet di posyandu
dan polindes Puskesmas Marabahan. Namun upaya tersebut dianggap kurang berpengaruh
terhadap kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan dateksi dini kanker serviks IVA
dilihat dari kunjungan pemeriksaan IVA di Puskesmas Marabahan tahun 2015. Banyak faktor
yang mempengaruhi hal tersebut, salah satunya adalah tingkat pendidikan masyarakat, terutama
kemampuan untuk membaca, yang mana dibutuhkan untuk mengetahui informasi yang ada di
pamflet.
Sebagai upaya meningkatkan keberhasilan promosi kesehatan, metode pendidikan
kesehatan yang digunakan harus disesuaikan dengan sasaran. Oleh karena itu metode penyuluhan
dan audiovisual diajukan sebagai alternatif metode dengan pertimbangan antara lain penyuluhan
merupakan metode yang paling murah, mudah, sederhana dan paling cocok untuk penyampaian
informasi. Audiovisual merupakan salah satu alat bantu pendidikan yang memberikan gambar
yang bergerak dan terdapat suara yang menjelaskan terkait gambar serta menjadi salah satu alat
bantu yang dapat menarik perhatian sasaran yang dituju
Berdasarkan fakta yang terdapat diatas, mengenai tingginya insidensi serta mortalitas dari
penyakit kanker serviks dan kanker payudara, dan pentingnya deteksi dini sebagai salah satu
upaya menurunkan angka kejadian kanker serviks dan kanker payudara, maka penulis tertarik
melaksanakan mini project berupa penelitian mengenai “Pengaruh Penyuluhan Menggunakan
Media Video Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Kesadaran Kader Kesehatan Tentang
Pentingnya Deteksi Dini Kanker Serviks Dan Kanker Payudara Di Kelurahan Kutorenon,
Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang Tahun 2021”. Diharapkan melalui upaya ini dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat dan prevalensi kanker serviks dan kanker payudara dapat
diturunkan sehingga peran puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan terutama
dalam aspek prevensi serta pencatatan temuan kasus kanker serviks dan kanker payudara dapat
terlaksana dengan baik.

B. Rumusan Masalah
 Bagaimanakah tingkat pengetahuan mengenai penyakit covid-19 pada siswa kelas 6 di SDN
01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021?
 Bagaimana tingkat kepatuhan protokol kesehatan penyakit covid-19 pada siswa kelas 6 di
SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021 ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan dan
Kepatuhan Protokol Kesehatan Terkait Penyakit Covid-19 Pada Siswa Kelas 6 di SDN
01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tingkat pengetahuan mengenai penyakit covid-19 pada siswa kelas 6
di SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021
b. Menjelaskan tingkat kepatuhan protokol kesehatan penyakit covid-19 pada siswa
kelas 6 di SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun
2021

D. Manfaat Penelitian
Mini Project ini diharapkan dapat membantu untuk evaluasi pengetahuan dan
pelaksanaan protokol kesehatan di sekolah, sehingga dapat menemukan pemecahan masalah
dari hambatan yang ditemukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1 Kanker payudara
Pengertian
Kanker payudara adalah tumor ganas pada jaringan payudara. Jaringan payudara
terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu),
dan jaringan penunjang payudara. Oleh Word Health Organization (WHO) penyakit ini
dimasukkan ke dalam International Classification of Disease (ICD) dengan kode 174-
175. Kanker payudara terjadi karena adanya kerusakan pada gen yang mengatur
pertumbuhan dan diffrensiasi sehingga sel itu tumbuh dan berkembang biak tanpa dapat
dikendalikan. Penyebaran kanker payudara terjadi melalui pembuluh getah bening dan
tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah bening aksila ataupun
supraklavikula membesar. Kemudian melalui pembuluh darah kanker menyebar ke organ
lain seperti paru-paru, hati dan otak.

Etiologi
Ada 3 pengaruh penting pada kanker payudara:
a. Faktor genetik
Faktor ini berpengaruh dalam peningkatan terjadinya kanker payudara. Pada
percobaan tikus dengan galur sensitif kanker, melalui persilangan genetik didapatkan
tikus yang terkena kanker. Ada faktor turunan pada suatu keluarga yaitu di lokus kecil
kromosom 17q21 pada kanker payudara yang tumbuh di usia muda.

b. Hormon
Kelebihan estrogen endogen atau ketidakseimbangan hormon terlihat sangat jelas
pada kanker payudara. Banyak faktor resiko yang dapat disebutkan seperti masa
reproduksi yang lama, nulipara dan usia tua yang memilii anak pertama. Wanita post
menopause dengan tumor ovarium fungsional dapat terkena tumor payudara karena
kelebihan hormon estrogen. Suatu penelitian menyebutkan bahwa kelebihan jumlah
estrogen di air seni, frekuensi ovulasi dan usia saat menstruasi dihubungkan dengan
meningkatnya resiko terkena kanker payudara.
Epitel payudara normal memiliki reseptor estrogen dan progesteron. Kedua
reseptor ditemukan pada sebagian besar kanker payudara. Berbagai bentuk growth
promoters (transforming growth factor-alpha/ epitelial growth factor, PDGF) disekresi
oleh sel kanker payudara manusia. Produksi GF tergantung pada hormon estrogen,
sehingga interaksi antara hormon di sirkulasi, reseptor hormon di sel kanker dan GF
autokrin merangsang tumor menjadi progresif.
c. Lingkungan
Pengaruh lingkungan diduga karena berbagai faktor antara lain : alkohol, diet
tinggi lemak, kecanduan kopi dan infeksi virus. Hal tersebut akan mempengaruhi
onkogen dan gen supresi tumor dari sel kanker payudara.

Faktor risiko
Penyebab pasti kanker payudara sampai saat ini belum diketahui. Penyebab
kanker payudara termasuk multifaktorial yaitu banyak faktor yang terkait satu dengan
yang lainnya. Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya kanker payudara
adalah:
a. Usia
Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya usia. Berdasarkan penelitian
American Cancer Society tahun 2006 diketahui usia lebih dari 40 tahun mempunyai
risiko yang lebih besar untuk mendapatkan kanker payudara yakni 1 per 68 penduduk
dan risiko ini akan bertambah seiring dengan pertambahan usia yakni menjadi 1 per
37 penduduk usia 50 tahun, 1 per 26 penduduk usia 60 tahun dan 1 per 24 penduduk
usia 70 tahun. Kanker payudara juga ditemukan pada usia <40 tahun namun
jumlahnya lebih sedikit yakni 1 per 1.985 penduduk usia 20 tahun dan 1 per 225
penduduk usia 30 tahun.22 Data American Cancer Society (2007) melaporkan 70%
perempuan didiagnosa menderita kanker payudara di atas usia 55.
b. Jenis Kelamin
Kanker payudara lebih banyak ditemukan pada wanita. Pada pria juga dapat terjadi
kanker payudara, namun frekuensinya jarang hanya kira-kira 1% dari kanker
payudara pada wanita.
c. Riwayat Reproduksi
Riwayat reproduksi dihubungkan dengan banyak paritas, umur melahirkan anak
pertama dan riwayat menyusui anak. Wanita yang tidak mempunyai anak atau yang
melahirkan anak pertama di usia lebih dari 30 tahun berisiko 2-4 kali lebih tinggi
daripada wanita yang melahirkan pertama di bawah usia 30 tahun. Wanita yang tidak
menyusui anaknya mempunyai risiko kanker payudara 2 kali lebih besar. Kehamilan
dan menyusui mengurangi risiko wanita untuk terpapar dengan hormon estrogen
terus. Pada wanita menyusui, kelenjar payudara dapat berfungsi secara normal dalam
proses laktasi dan menstimulir sekresi hormon progesteron yang bersifat melindungi
wanita dari kanker payudara.
d. Riwayat Kanker Individu
Penderita yang pernah mengalami infeksi atau operasi tumor jinak payudara berisiko
3-9 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara. Penderita tumor jinak payudara
seperti kelainan fibrokistik berisiko 11 kali dan penderita yang mengalami operasi
tumor ovarium mempunyai risiko 3-4 kali lebih besar.
e. Riwayat Kanker Keluarga
Secara genetik, sel-sel pada tubuh individu dengan riwayat keluarga menderita kanker
sudah memiliki sifat sebagai embrio terjadinya sel kanker. Menurut sutjipto (2000)
yang dikutip oleh Elisabet T, kemungkinan terkena kanker payudara lebih besar 2
hingga 4 kali pada wanita yang ibu dan saudara perempuannya mengidap penyakit
kanker payudara.
f. Menstruasi cepat dan Menopause lambat
Wanita yang mengalami menstruasi pertama (Menarche) pada usia kurang dari 12
tahun berisiko 1,7 hingga 3,4 kali lebih tinggi daripada wanita dengan menstruasi
yang datang pada usia normal atau lebih dari 12 tahun dan wanita yang mengalami
masa menopausenya terlambat lebih dari 55 tahun berisiko 2,5 hingga 5 kali lebih
tinggi. Wanita yang menstruasi pertama di usia kurang dari 12 tahun dan wanita yang
mengalami masa menopause terlambat akan mengalami siklus menstruasi lebih lama
sepanjang hidupnya yang mengakibatkan keterpaparan lebih lama dengan hormon
estrogen.
g. Pajanan Radiasi
Wanita yang terpapar penyinaran (radiasi) dengan dosis tinggi di dinding dada
berisiko 2 hingga 3 kali lebih tinggi.
h. Obesitas dan Konsumsi makanan lemak tinggi
Wanita yang mengalami kelebihan berta badan (obesitas) dan individu dengan
konsumsi tinggi lemak berisiko 2 kali lebih tinggi dari yang tidak obesitas dan yang
tidak sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak. Risiko ini terjadi karena jumlah
lemak yang berlebihan dapat meningkatkan kadar estrogen dalam darah sehingga
akan memicu pertumbuhan sel-sel kanker.

Gejala
Fase awal kanker payudara asimtomatik (tanpa tanda dan gejala). Tanda dan
gejala yang paling umum adalah benjolan dan penebalan pada payudara. Kebanyakan
kira-kira 90% ditemukan oleh penderita sendiri. Kanker payudara pada stadium dini
biasanya tidak menimbulkan keluhan.
Fase lanjut kanker payudara :
a. Bentuk dan ukuran payudara berubah, berbeda dari sebelumnya.
b. Luka pada payudara sudah lama tidak sembuh walau sudah diobati.

c. Eksim pada puting susu dan sekitarnya sudah lama tidak sembuh walau diobati.
d. Puting sakit, keluar darah, nanah atau cairan encer dari puting atau keluar air susu
pada wanita yang sedang hamil atau tidak menyusui.

e. Puting susu tertarik ke dalam.

f. Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk (peud d’orange).


Metastase luas, berupa :

1. Pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula dan servikal.

2. Hasil rontgen toraks abnormal dengan atau tanpa efusi pleura.

3. Peningkatan alkali fosfatase atau nyeri tulang berkaitan dengan penyebaran ke


tulang.

4. Fungsi hati abnormal.

Di Indonesia, kanker payudara masih menjadi masalah besar karena lebih dari
70% pasien datang ke dokter pada stadium yang sudah lanjut dengan berbagai bentuk
luka, antara lain tumor melekat pada kulit dan jaringan dibawahnya serta penyebaran
pada kelenjar getah bening regional. Gejala lain yang mungkin timbul adalah batuk dan
sesak nafas karena metastasis tumor pada paru, sakit di punggung akibat metastasis pada
tulang belakang, berat badan semakin menurun dan anemia.

Pembagian stadium kanker


Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penelitian dokter saat
mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah
tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun
penyebaran ketempat lain. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan
tidak ada pada tumor jinak.
Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen, USG, dan bila
memungkinkan dengan CT scan, scintigrafi, dan lain-lain. Banyak sekali cara untuk
menentukan stadium, namun yang paling banyak digunakan saat ini adalah stadium
kanker berdasarkan klasifikasi sistem TNM yang direkomendasikan oleh UICC
(International Union Against Cancer dari World Helath Organization) / AJCC
(American Joint Committee On Cancer yang disponsori oleh American Cancer Society
dan American College of Surgeons).
Dibawah ini pembagian stadium klinis Portman yang disesuaikan dengan aplikasi
klinik :
a. Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada
klasifikas/ infiltrasi berkulit dan jaringan dibawahnya. Besar tumor 1-2 cm. KGB
(Kelenjar Getah Bening) regional belum teraba.
b. Stadium II : Sama dengan stadium I, besar tumor 2-5 cm, sudah ada KGB aksila (+),
tetapi masih bebas dengan diameter kurang 2 cm.
c. Stadium IIIA : Tumor berukuran 5-10 cm, tetapi masih bebas dari jaringan sekitarnya,
KGB aksila masih bebas satu sama lain.
d. Stadium IIIB : Tumor meluas dalam jaringan payudara ukuran 5-10 cm, fiksasi pada
kulit/ dinding dada, kulit merah dan ada edema (lebih dari 1/3 permukaan kulit
payudara), ulserasi, nodul satelit, KGB aksila melekat satu sama lain atau ke jaringan
sekitarnya dengan diameter 2-5 cm dan belum ada metastasis jauh. Stadium IV :
Tumor seperti stadium I, II atau III tetapi sudah disertai dengan KGB aksila
supraklavikula dan metastasis jauh.23 Selain itu, Bagian Patologi Anatomi FK UI
membagi stadium klinik kanker payudara atas stadium dini dan lanjut. Yang termasuk
stadium dini adalah stadium I, stadium II dan stadium IIIA, sedangkan yang termasuk
stadium lanjut adalah stadium IIIB dan stadium IV.

Sistem TNM
TNM merupakan singkatan dari “T” yaitu tumor size atau ukuran tumor, “N”
yaitu node atau kelenjar getah bening regional dan “M” yaitu metastasis atau penyebaran
jauh. Ketiga faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga
sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Pada kanker payudara,
penilaian TNM sebagai berikut :
a) Ukuran Tumor (T) :

Tabel 1.1 : Klasifikasi Ukuran Tumor Berdasarkan Sistem TNM

Ukuran Tumor (T) Interpretasi

T0 Tidak ada bukti adanya suatu tumor


Tis Lobular carninoma in situ (LCIS),
ductus carninoma in situ (DCIS), atau
Paget’s disease
T1 Diameter tumor ≤ 2cm
T1a Tidak ada perlekatan ke fasia atau otot
T1b pektoralis
Dengan perlekatan ke fasia atau otot
pektoralis
T2 Diameter tumor 2-5 cm
T2a Tidak ada perlekatan ke fasia atau otot
T2b pektoralis
Dengan perlekatan ke fasia atau otot
pektoralis
T3 Diameter tumor ≤ 5 cm
T3a Tidak ada perlekatan ke fasia atau otot
T3b pektoralis
Dengan perlekatan ke fasia atau otot
pektoralis
T4 Bebepa pun diameternya, tumor telah
T4a melekat pada dinding dada dan
T4b mengenai pectoral lymph node
Dengan fiksasi ke dinding toraks
Dengan edema, infiltrasi, atau ulserasi

b) Palpable Lymph Node (N):

Tabel 1.2 : Klasifikasi Palpable Lymph Node Berdasarkan Sistem

TNM Palpable Lymph Node (N) Interpretasi


N0 Kanker belum menyebar ke lymph
node
N1 Kanker telah menyebar ke axillary
lymph node ipsilateral dan dapat
digerakkan
N2 Kanker telah menyebar ke axillary
lymph node ipsilateral dan melekat
antara satu sama lain (konglumerasi)
atau melekat pada struktru lengan
N3 Kanker telah menyebar ke mammary
lymph node atau supraclavicular
lymph node ipsilateral

Setelah masing-masing faktor T, N, M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabungkan


dan akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut:

Tabel 1.3 Stadium Numerik Kanker Payudara


Stadium Ukuran Tumor Palpable Lymph Metastase
Node
0 Tis N0 M0
1 T1 N0 M0
IIA T1 N1 M0
T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
IIIA T1, T2 N2 M0
T3 N1 M0
IIIB T4 N3 M0
IV T N M1

Diagnosis
Terdapat berbagai macam cara untuk mendiagnosa kanker payudara dan untuk
menentukan apakah suda ada metastasis ke organ lain. Beberapa tes juga berguna untuk
menentukan pengobatan yang paling efektif untuk pasien. Kebanyakan pada tipe kanker,
biopsi (mengambil sedikit jaringan untuk diteliti dibawah mikroskop, dilakukan oleh ahli
patologi) adalah jalan satu-satunya untuk menentukan secara pasti diagnosis kanker.
Apabila biopsy tidak mungkin dilakukan, dokter akan mengusulkan tes lain untuk
membantu diagnosa. Test Imaging bisa digunakan untuk menemukan apakah telah terjadi
metastasis. Dokter akan mempertimbangkan faktor-faktor di bawah ini, ketika
memutuskan tes diagnostik:
• Usia dan kondisi medis pasien

• Tipe kanker

• Beratnya gejala

• Hasil tes sebelumnya


Tes diagnosa kanker payudara biasanya dimulai apabila wanita atau dokter
menemukan suatu massa atau pengerasan yang tidak normal (suatu titik kecil dari
kalsium, biasanya dilihat pada saat X-ray), pada screening mammogram. Atau bisa juga
suatu yang tidak normal di payudara wanita ditemukan pada pemeriksaan klinis atau
pemeriksaan sendiri. Beberapa tes mungkin dilakukan untuk memastikan diagnosa dari
kanker payudara. Tidak pada semua orang akan dilakukan seluruh test dibawah ini:

IMAGING TEST :
Diagnostic mammography
Sama dengan screening mammography hanya pada test ini lebih banyak gambar
yang bisa diambil. Biasanya digunakan pada wanita dengan tanda-tanda, diantaranya
puting mengeluarkan cairan atau ada banjo;an baru. Diagnostic mammography bisa juga
digunakan apabila sesuatu yang mencurigakan ditemukan pada saat screening
mammogram.
Ultrasound (USG)
Suatu pemeriksaan ultrasound adalah menggunakan gelombang bunyi dengan
frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan pada payudara. Gelombang bunyi
yang tinggi ini bisa membedakan suatu masa yang padat, yang kemungkinan kanker, dan
kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan kanker.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan magnetic, bukan X-ray, untuk memproduksi gambaran detail
dari tubuh. Apabila seorang wanita telah didiagnosa mempunyai kanker maka untuk
memeriksa payudara lainnya dapat digunakan MRI. Tetapi ini tidaklah mutlak karena
dapat digunakan untuk screening saja. Menurut American Cancer Society (ACS), wanita
yang mempunyai resiko tinggi terkena kanker payudara, seperti pada wanita dengan
mutasi gen BRCA atau banyak anggota keluarganya terkena kanker payudara, sebaliknya
juga mendapatkan MRI, bersamaan dengan mammografi. MRI biasanya lebih baik dalam
melihat suatu kumpulan masa yang kecil pada payudara yang mungkin tidak terlihbat
pada saat USG atau mammogram. Khususnya pada wanita yang mempunyai jaringan
payudara yang padat.
Kelemahan MRI juga ada, kadang jaringan pada yang terlihat pada saat MRI
bukan kanker, atau bahkan MRI tidak dapat menunjukkan suatu jaringan yang padat itu
sebagai in situ breast cancer maka untuk memastikan lagi harus dilakukan biopsi.

TES DENGAN BEDAH


Biopsi
Suatu tes bisa saja menunjukkan kemungkinan adanya kanker tapi hanya biopsi
yang bisa memberikan diagnosis secara pasti. Sampel yang diambil dari biopsy, dianalisa
oleh ahli patologi (dokter spesialis yang ahli dalam menterjemahkan tes-tes laboratorium
dan mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk menentukan penyakit).
• Image guided biopsy digunakan ketika suatu benjolan yang mencurigkan tidak
teraba. Itu dapat dilakukan dengan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB, menggunakan
jarum kecil untuk mengambil sampel jaringan). Stereotactic Core Biopsy (menggunakan
X-ray untuk menentukan jaringan yang akan diambil) atau Vacuum – Assisted Biopsy
(menggunakan jarum yang tebal untuk mengambil beberapa macam jaringan inti yang
luas).
Dalam melakukan prosedur ini, jarum biopsy untuk menuju area yang dimaksud,
dibantu oleh mammografi. USG atau MRI. Metal klip kecil dapat diletakkan pada bagian
dari payudara yang akan dilakukan biopsy. Dalam kasus ini apabila jaringan itu
membuktikan adanya kanker, maka segera diadakan operasi tambahan. Keuntungan
teknik ini adalah bahwa pasien hanya butuh sekali operasi untuk menentukkan
pengobatan dan menentukkan stadium.
• Core Biopsy dapat menentukkan jaringan FNAB dapat menentukkan sel dari
suatu masa yang berada dan ini semua kemudian dapat dianalisa untuk menentukkan
adanya sel kanker.
• Surgical Biopsy (biopsi dengan cara operasi) mengambil sejumlah besar
jaringan. Biopsy ini biasa incisional (mengambil sebagain dari benjolan) atau excisional
(mengambil seluruh benjolan)
Apabila didiagnosa kanker, operasi lanjutan mungkin diperlukan untuk
mendapatkan clear margin area (area jaringan disekitar tumor dimana dipastikan sudah
bersih dari sel kanker) kemungkinan, sekalian mengambil jaringan kelenjar getah bening.
Jaringan yang didapat dari biopsy juga akan dites oleh dokter untuk menentukan
pengobatan. Tes itu untuk melihat :
Ciri-ciri tumor. Apakah tumor itu invasif (biasanya menyebar) atau in situ
(biasanya tidak menyebar). Ductal (dalam saluran susu) atau lobular (dalam kelenjar
susu) Grade (seberapa besar perbedaan kanker itu dari sel sehat) dan apakah sel kanker
telah menjalar ke pembuluh darah atau pembulu getah bening. Margin dari tumor juga
diamati.
Receptor Estrogen (ER) dan Receptor Progestron (PR) tes. Apabila diketahui
positif mengandung receptor ini [ER (+) dan PR (+)], kanker ini berkembangnya karena
hormon-hormon tersebut. Biasanya diadakan terapi hormon. Tes HER2 neu. (C-erb2).
Adanya protein HER2 yang berlebihan. Rata-rata pada 25% penderita kanker. Dengan
mengetahui status HER2 (positif atau negatif), maka dapat ditentukan apakah pasien akan
diterapi dengan menggunakan obat yang disebut trastuzumab (HERCEPTIN) atau tidak.
Genetic Desription of the Tumor. Tes dengan melihat unsur biologi dari tumor,
untuk memahami lebih dalam mengenai kanker payudara. Oncotype DX adalah tes untuk
mengukur resiko seberapa jauh kekambuhannya.

TES DARAH
Tes darah juga diperlukan untuk lebih mendalami kondisi kanker. Tes-tes itu diantaranya
adalah :
a. Level Hemoglobin (HB) : untuk mengtahui jumlah oksigen yang ada di dalam sel
darah merah

b. Level Hematokrit : untuk mengetahui persentase dari darah merah didalam seluruh
badan

c. Jumlah dari sel dari putih : untuk membantu melawan infeksi

d. Jumlah trombosit : untuk membantu pembekuan darah

e. Differential : persentase dari beberapa sel darah putih.

JUMLAH ALKALINE PHOSPHATASE


Jumlah enzim yang tinggi bisa mengindikasikan penyebaran kanker ke hati, saluran
empedu dan tulang.
SGOT DAN SGPT
Tes ini untuk mengevaluasi fungsi hati. Angka yang tinggi dari salah satu tes ini
mengindikasikan adanya kerusakan pada hati, bisa jadi suatu sinyal adanya penyebaran
ke hati.

TUMOR MARKER TEST


Untuk melihat apakah ada suatu jenis zat kimia yang ditemukan pada darah, urin atau
jaringan tubuh. Dengan adanya jumlah tumor marker yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah dari nilai normalnya, mengindikasikan adanya suatu proses yang tidak normal di
dalam tubuh akibat kanker. Pada kanker payudara tumor marker yang biasanya dilakukan
adalah CA 15.3 dengan mengambil sampel darah. Pada standar PRODIA tumor marker
tidak boleh melebihi angka 30.
TES-TES LAIN
Tes-tes lain yang biasa dilakukan untuk kanker payudara adalah :
Photo Thorax untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran ke paru
Bonescan untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke tulang. Pasien disuntikan
radioactive tracer pada pembuluh vena yang akan berkumpul di tulang yang menujukkan
kelainan karena kanker. Jarang antara suntikan dan pelaksanaan bonescan kira-kira 3-4
jam. Selama itu pasien dianjurkan minum sebanyak-banyak. Hasil yang terlihat adalah
gambar penampang tulang lengkap dari depan dan belakang. Tulang yang menunjukkan
kelainan akan melihat warnya lebih gelap dari tulang normal.
Computed Tomography (CT atau CAT) Scan. Untuk melihat secara detail letak tumor.
Pasien juga disuntik radioactive tracer pada pembuluh vena, tetapi volumenya lebih
banyak sehingga sebenarnya sama benar dengan infus. Setelah disuntik CT-Scan dapat
segera dilakukan.CT-scan akan membuat gambar tiga dimensi bagian dalam tubuh yang
diambil dari berbagai sudut. Hasilnya akan terlihat gambar potongan melintang bagian
dari tubuh yang di scan 3 dimensi.
Positron Emission Tomograpy (PET) Scan. Untuk melihat apakah kanker sudah
menyebar. Dalam PET scan, cairan glukosa yang mengandung radioaktif disuntikan pada
pasien. Sel kanker akan menyerap lebih cepat cairan glukosa tersebut dibandingkan sel
normal. Sehingga akan terlihat warna kontras pada PET scan. PET scan biasanya
digunakan sebagai pelengkap data dari hasil CT –scan, MRI, dan pemeriksaan secara
fisik.

Penatalaksanaan kanker payudara


Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkain pengobatan
meliputi pembedahaan, kemoterapi, terapi radiasi, dan yang terbaru adalah terapi
imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau
membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya. Keberagaman
jenis terapi ini mengharuskan terapi dilakukan secara individual.

Pembedahaan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan. Prosedur pembedahan yang
dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor,
umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat mengangkat tumor
(lumpectomy), mengangkat sebagaian payudara yang mengandung sel kanker atau
pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk meningkatan harapan hidup,
pembedahan biasanya diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormone, atau
kemoterapi.

Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk membunuh sel
kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.

Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka horman dan dapat
dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada stadium akhir.

Kemoterapi
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit (tidak
dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi dapat digunakan secara tunggal atau
dikombinasikan. Salah satu diantaranya Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral
yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel
kanker saja.

Terapi Imunologi
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu pertumbuhan atau
HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara
khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat
menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan
kelayakan terapi dengan trastuzumab.

Mengobati Pasien Pada Tahap Akhir Penyakit


Banyak obat anti kanker yang telah diteliti untuk membantu 50% pasien yang mengalami
kanker tahap akhir dengan tujuan memperbaiki harapan. Meskipun demikian, hanya
sedikit yang terbukti mampu memperpanjang hidup pada pasien, diantaranya adalah
kombinasi trastuzumab dengan capecitabine. Fokus terapi pada kanker tahap akhir
bersifat paliatif (mengurangi rasa sakit). Dokter berupaya untuk memperpanjang serta
memperbaiki kualitas hidup pasien melalui terapi hormon, terapi radiasi, dan kemoterapi.
Pada pasien kanker payudara dengan HER2 positif, trastuzumab memberikan harapan
untuk pengobatan kanker payudara yang dipicu oleh HER2.

2.2 SADARI
Definisi SADARI
Pemeriksaan payudara sendiri atau sering disebut dengan SADARI adalah suatu
cara yang efektif untuk mendeteksi sedini mungkin timbulnya benjolan pada payudara,
sebenarnya dapat diketahui secara cepat dengan pemeriksaan sendiri. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan secara berkala yaitu satu bulan sekali. Ini dimaksudkan agar yang
bersangkutan dapat mengantisipasi secara cepat jika ditemukan benjolan pada payudara .
Jika SADARI dilakukan secara rutin, seorang wanita akan dapat menemukan benjolan
pada stadium dini. Sebaiknya SADARI dilakukan pada waktu yang sama setiap bulan.
Bagi wanita yang mengalami menstruasi, waktu yang tepat untuk melakukan SADARI
adalah hari ke 7 setelah sesudah hari 1 menstruasi (Mardiana, 2004). Menurut Yuni
(2009) SADARI adalah pemeriksaan yang mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk
mencari benjolan atau kelainan lainnya. Pemeriksaan payudara sendiri sangat penting
untuk mengetahui benjolan yang memungkinkan adanya kanker payudara karena
penemuan secara dini adalah kunci untuk menyelamatkan hidup.

Tujuan SADARI
Adapun tujuan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan adalah untuk
mengetahui adanya kelainan pada payudara sejak dini, sehingga diharapkan kelainan-
kelainan tersebut tidak ditemukan pada stadium lanjut yang pada akhirnya akan
membutuhkan pengobatan rumit dengan biaya mahal. Selain itu adanya perubahan yang
diakibatkan gangguan pada payudara dapat mempengaruhi gambaran diri penderita
(Hidrah, 2008).
Pentingnya pemeriksaan payudara sendiri tiap bulan terbukti dari kenyataan
bahwa kanker payudara ditemukan sendiri secara kebetulan atau waktu memeriksa diri
sendiri. Wanita-wanita yang sudah berpengalaman dalam memeriksa diri sendiri dapat
meraba benjolan-benjolan kecil dengan garis tengah yang kurang dari satu sentimeter.
Dengan demikian bila benjolan ini ternyata ganas dapat diobati dalam stadium dini. Dan
kemungkinan sembuh juga lebih besar.
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah suatu prosedur untuk
mengetahui kelainan-kelainan pada payudara dengan melakukan inspeksi secara berkala,
misalnya sebelum melakukan pemeriksaan payudara terlebih dahulu harus mencuci
tangan agar tidak terjadi infeksi pada payudara, serta penggantian bra merupakan salah
satu dari penanggulangan untuk pencegahan infeksi pada payudara. Tujuan dilakukannya
SADARI adalah untuk mendeteksi adanya kelainan-kelainan pada payudara baik
struktur,bentuk ataupun tekstur.

Manfaat SADARI
Manfaat periksa payudara sendiri (SADARI) adalah untuk mendeteksi sedini
mungkin adanya kelainan pada payudara karena kanker payudara pada hakikatnya dapat
diketahui secara dini oleh para wanita usia subur. Setiap wanita mempunyai bentuk dan
ukuran payudara yang berbeda, bila wanita memeriksa payudara sendri secara teratur,
setiap bulan setelah haid, wanita dapat merasakan bagaimana payudara wanita yang
normal. Bila ada perubahan tentu wanita dapat mengetahuinya dengan mudah (Manuaba,
2000).

Cara Pemeriksaan Payudara Sendiri


Pemeriksaan payudara sendiri hendaknya dilakukan setiap bulan jika wanita itu
sudah berumur diatas 40 tahun. Bila ada hal-hal yang luar biasa dan mencurigakan
hendaknya memeriksakan ke dokter. Menurut Sukardja (2000) pemeriksaan payudara
sendiri (SADARI) dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :

1. Melihat payudara
a. Pemeriksaan ini dilakukan di depan cermin
b. Bukalah seluruh pakaian dari pinggang ke atas dan berdirilah di depan cermin yang
besar
c. Lakukan kedua tangan disamping tubuh
d. Perhatikan payudara :
-Apakah bentuk dan ukuran payudara kanan dan kiri simetris?
-Apakah payudara membesar atau mengeras?
-Apakah arah putting tidak lurus ke depan atau berubah arah?
-Apakah putting tertarik ke dalam?
-Apakah putting atau kulit ada yang lecet?
-Apakah ada perubahan warna kulit?
-Apakah kulit menebal dengan pori-pori melebar (seperti kulit jeruk)
-Apakah permukaan kulit tidak mulus, ada kerutan atau cekungan?.
e. Ulangi semua pengamatan diatas dengan posisi kedua tangan lurus keatas.
f. Setelah itu, ulangi lagi pengamatan tersebut dengan posisi kedua tangan di
pinggang, dada di busungkan, dan siku tertaarik ke belakang.

2. Memijat payudara
a. Dengan kedua tangan, pijat payudara dengan lembut dari tepi hingga ke putting
b. Perhatikan apakah ada cairan atau darah yang keluar dari putting susu (seharusnya,
tidak ada cairan yang keluar kecuali pada wanita yang sedang menyususi).

3. Meraba payudara
a. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berbaring
b. Lakukan perabaan payudara satu persatu
c. Untuk memeriksakan payudara kanan, letakkan bantal atau handuk yang dilipat
dibawahbahu kanan. Lengan kanan direntangkan disamping kepala atau diletakkan
dibawah kepala.
d. Raba payudara dengan menggunakan tiga atau empat jari tangan kiri yang saling
dirapatkan
e. Rabaan dilakukan dengan gerakkan memutar dari tepi payudara hingga keputing
susu
f. Geser posisi jari, kemudian lakukan lagi gerakkan memutar dari tepi payudara
hingga keputing susu
g. Lakukan seterusnya hingga seluruh bagian payudar diperiksa
h. Lakukan hal yang sama pada payudara yang satunya lagi
i. Sebaiknya perabaan dilakukan dalam tiga macam tekanan: tekanana ringan untuk
meraba adanya benjolan dipermukaan kulit, tekanan sedang untuk memeriksa adanya
benjolan ditengah jaringan payudara, dan tekanan kuat untuk meraba benjolan di
dasar payudara yang melekat pada tulang iga
j. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan lotion atau minyak sebagai
pelicin agar pemeriksaan lebih sensitif
k. Setelah itu, dilakukan semua langkah perabaan dalam posisi berdiri. Sebaiknya
dilakukan saat sedang mandi (dengan menggunakan sabun)

Waktu Dilakukan SADARI


Pemeriksaan payudara sendiri sebaiknya dilakukan sebulan sekali. Para wanita
yang sedang haid sebaiknya melakukan pemeriksaan pada hari ke-5 sampai ke-7 setelah
masa haid bermula, ketika payudara mereka sedang mengendur dan terasa lebih lunak.
Jika menemukan adanya benjolan atau perubahan pada payudara yang membuat
diri Anda resah, segera konsultasikan ke dokter. Jika dokter menginformasikan bahwa
hasil pemeriksaannya menunjukkan tidak adanya kelainan tapi Anda masih tetap resah,
Anda bisa meminta kunjungan lanjutan. Anda juga bisa meminta pendapat kedua dari
seorang dokter spesialis. Para wanita yang telah berusia 20 dianjurkan untuk mulai
melakukan SADARI bulanan, dan harus melakukan pemeriksaan mamografi setahun
sekali bila mereka telah memasuki usia 40 (Peiwen, 2010).
Selain SADARI, deteksi dini untuk kanker payudara yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan klinis payudara minimal 3 tahun sekali untuk perempuan berusia 20-39
tahun dan setiap tahun untuk yang berusia diatas 39 tahun. Lakukan mamogram secara
rutin ketika usia sudah mencapai 40 tahun (Hawari, 2004).

2.1. Kanker Serviks

3.2.1. Definisi
Kanker serviks adalah keganasan yang paling sering ditemukan dikalangan
wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epitelium yang normal
sampai menjadi karsinoma invasif dengan gejala dan proses yang perlahan-lahan
dengan waktu bertahun-tahun. 1
Serviks atau leher mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang
menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara bertahap,
tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami
mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan
akhirnya menjadi karsinoma in-situ, kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-
kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun,
sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.1,2,3

3.2.2. Epidemiologi
Menurut Snyder (1976), Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS) umumnya
ditemukan pada usia muda setelah hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu
antara hubungan seks pertama dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk
jarak hubungan seks pertama dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun,
NIS 1 dengan NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7
tahun. Sedangkan menurut Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa
NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia
lebih dari 50 tahun sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali.12
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and Obstetrics)
tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun terlihat
sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok
umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada
kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok
umur 60-69 tahun. 6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditemukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun,
sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung
Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang terbanyak
berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%. 13
Frekuensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara berkembang
seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika
Latin dan Afrika Selatan frekuensi kanker rahim juga merupakan penyakit
keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya. Penelitian
yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000) membuktikan bahwa kanker
rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita minoritas seperti imigran Vietnam,
Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan dengan anggapan mereka bahwa wanita
yang tidak melakukan gonta-ganti pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan
Pap smear. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994 insidens
kanker serviks mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan proporsi
kanker serviks dari semua jenis kanker dibeberapa bagian patologi anatomi pada
tahun 2000, seperti Surabaya ditemukan sebesar 24,3%, Yogyakarta 25,7%,
Bandung sebesar 25,1%, Surakarta sebesar 28,2% dan Medan sebesar 16,9%. 14

3.2.3. Etiologi
  Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab tersering dari kanker
serviks, yaitu infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. HPV tersebar
luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat menyebabkan
manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak yang
disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan
kondiloma akuminata sedangkan tumor
ganas anogenital adalah kanker serviks,
vulva, vagina, anus dan penis. Sifat
onkogenik HPV dikaitkan dengan protein
virus E6 dan E7 yang menyebabkan
peningkatan proliferasi sel sehingga
terjadi lesi pre kanker yang kemudian Gambar 2.1
Human Papilloma Virus (HPV)
dapat berkembang menjadi kanker. 1,7
HPV adalah virus DNA famili
papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm,
mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8
kb, mempunyai 8 open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E)
dan late (L). Gen E mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang
banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L
mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid.
Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput
lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.7
Mekanisme infeksi virus diawali dengan protein menempel pada dinding sel dan
mengekstraksi semua protein sel kemudian protein sel itu ditandai (berupa garis-
garis) berdasarkan polaritasnya. Jika polaritasnya sama denagn polaritas virus maka,
dapat dikatakan bahwa sel yang bersangkutan terinfeksi virus. Setelah itu, virus
menginfeksikan materi genetiknya ke dalam sel yang dapat menyebabkan terjadinya
mutasi gen jika materi genetik virus ini bertemu dengan materi genetik sel. Setelah
terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring pertambahan jumlah DNA
sel yang sedang bereplikasi. Ini menyebabkan displasia (pertumbuhan sel yang tidak
normal) jadi bertambah banyak dan tak terkendali sehingga menyebabkan kanker.7
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.7
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat
menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,
54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari
30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk)
sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39,
45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan
sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 58.
Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan
kanker serviks

3.2.4. Faktor Resiko 7,8,9,10,11


a. Melakukan hubungan seksual di usia muda
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang
dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun juga dapat dijadikan sebagai
faktor resiko terjadinya kanker serviks. Hal ini diduga ada hubungannya dengan
belum matangnya daerah transformasi pada usia tesebut bila sering terekspos.
b. Berganti-ganti pasangan seksual
c. Melakukan hubungan seks dengan pria yang sering berganti-ganti pasangan
d. Merokok
Beberapa penelitian menunjukan hubungan yang kuat antara merokok dengan
kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti
pola hubungan seksual. Penemuan lain memperlihatkan ditemukannya nikotin
pada cairan serviks wanita perokok bahan ini bersifat sebagai komponen dan
bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong
pertumbuhan ke arah kanker.
e. Riwayat terkena PMS dan penderita HIV
Penderita HIV memiliki faktor resiko lebih tinggi terkena kanker serviks hal
disebabkan karena menurunnya sistem imun tubuh oleh HIV sehingga lebih
mudah terkena HPV.
f. Kontrasepsi oral atau AKDR
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun
dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan resiko relatif
pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan
lamanya pemakaian. Tali IUD akan menyebabkan trauma pada leher rahim,
dikhawatirkan akan terjadinya proses metaplasia.
g. Sosial ekonomi
Studi secara deskriptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal
ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih
prevalen pada wanita dengan tingkat pendidikan dan pendapatan rendah. Faktor
defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga diduga berhubungan
dengan masalah tersebut.

3.2.5. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah yang
dibuat oleh FIGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics) yaitu
sebagai berikut :12
Stage 0 : Karsinoma insitu =Karsinoma intraepithelial = Karsinoma preinvasif.
Stage 1 : terbatas pada cerviks.
Stage 1A : Disertai invasi daro stoma ( Karsinoma preklinik) yang hanya diketahui
secara histologi.
Stage 1B : Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.
Stage 2 : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul, telah
mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal.
Stage 2A : Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
tumor.
Stage 2B : Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding
panggul.
Stage 3 : Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah vagina.
Stage 3A : Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
Stage 3B : Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
Stage 4 : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan atau kandung kemih.

Gambar 2.2 Stadium Kanker Serviks

3.2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinik.. Temuan hasil anamnesis biasanya pada kanker serviks sangat
tidak khas pada stadium dini. Gejala yang paling umum fluos dengan sedikit darah,
perdarahan postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai
perpanjangan waktu haid terkadang nampak pada stadium tersebut. Tanda-tanda
yang lebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama
dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat
akan muncul pada stadium lanjut, dan dapat berkembang menjadi nyeri pinggang
atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral
sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi
sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya: fistula
vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai. 2,3,8
Pada pemeriksaan fisik, serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak,
terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina bila tumor tumbuh eksofitik.
Pemeriksaan in spekulo biasanya ditemukan adanya portio ulseratif, fluor albus,
munculnya darah jika lesi tersentuh (lesi rapuh), serta terdapat gambaran seperti
bunga kol pada stadium lanjut. Pemeriksaan bimanual ditemukan adanya fluor albus,
massa benjolan ataupun erosi ataupun ulkus pada portio uteri. Selain itu juga dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan yang merupakan deteksi dini kanker serviks.
Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologi dan jaringan yang
diperoleh dari biopsi. Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan
pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim.
Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat
menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan
sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah
kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools
karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%).8,10

3.2.7. Deteksi Dini


Deteksi dini kanker serviks meliputi program skirining yang terorganisasi
dengan sasaran perempuan kelompok usia tertentu, pembentukan sistem rujukan
yang efektif pada tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan edukasi bagi petugas
kesehatan dan perempuan usia produktif.3
Skrining dan pengobatan lesi displasia (atau disebut juga lesi prakanker)
memerlukan biaya yang lebih murah bila dibanding pengobatan dan penatalaksanaan
kanker serviks. Beberapa hal penting yang perlu direncanakan dalam melakukan
deteksi dini kanker, supaya skrining yang dilaksanakan terprogram dan terorganisasi
dengan baik, tepat sasaran dan efektif, terutama berkaitan dengan sumber daya yang
terbatas. WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut : 3
a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun yang sudah pernah
melakukan hubungan seksual,
b. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan
pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan
gejala abnormal lainnya.
c. Untuk perempuan usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining
hendaknya dilakukan 3 tahun sekali.
d. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya
dilakukan pada perempuan antara usia 35-45 tahun.
e. Untuk perempuan dengan usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali
f. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia
diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining.

Ada beberapa metode skrining yang dapat digunakan, tergantung dari


ketersediaan sumber daya. Metode skrining yang baik memiliki beberapa
persyaratan, yaitu akurat, dapat diulang kembali (reproducible), murah, mudah
dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel, serta aman. Beberapa metode yang
diakui WHO adalah sebagai berikut : 3

a. Tes Pap Konventional


Tes pap adalah suatu cara untuk mendapatkan bahan sediaan sitologi
servikovaginal, penamaan tersebut berasal dari nama seorang serjana kedokteran
kelahiran Yunani bernama Goerge N. Papanicolaou (1928), yang mempelopori
pemeriksaan sel-sel mulut rahim untuk menemukan kanker. Nama lain dari tes Pap
adalah Pap Smear. Dalam pelaksanaannya dapat di lakukan oleh dokter ahli
(Obstetri-Ginekologi), dokter umum, bidan dan tenaga medis lain yang sudah
terlatih. Sediaan apus kemudian dikirimkan ke laboratorium sitologi untuk dipulas
dan diperiksa di bawah mikroskop oleh Ahli Patologi Anatomi.
Salah satu tujuan pemeriksaan tes Pap adalah untuk skrining atau penapisan sel-
sel serviks (sitodiagnosis) dari wanita yang tampak sehat dan atau tanpa gejala,
apabila terdapat kelainan yang mengarah ke prakanker maupun kanker in-situ maka
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan cara biopsi jaringan yang di
perlukan untuk konfirmasi. Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang
dibuat dengan baik, fiksasi dan pewarnaan yang baik serta tentu saja pemeriksaan
mikroskopik yang tepat. Supaya didapatkan pengertian yang baik antara pembuat tes
Pap dan laboratorium penting adanya informasi klinik yang lengkap.
Tujuan utama tes Pap adalah untuk mengetahui sel-sel kanker dalam stadium
dini. Tujuan umum adalah untuk mengetahui sel-sel mulut rahim:
- Normal atau tidak
- Jenis kelainannya radang, prakanker atau kanker
- Derajat kelainan
- Evaluasi sitohormonal
Selain melihat gambaran sel-selnya, pemeriksaan sitologi juga sekaligus dapat
memberikan informasi mengenai organisme penyebab peradangan (jamur, parasit
dll) serta memantau hasil terapi.
Telah diakui, bahwa dengan pemeriksaan Tes Pap telah membuktikan mampu
menurunkan kematian akibat kanker serviks dibeberapa negara, walaupun tentu ada
kekurangan. Sensitivitas tes Pap untuk mendeteksi NIS berkisar 50-98%. sedang
negatif palsu antara 8-30 % untuk lesi skuamosa, 40% untuk lesi adenomatosa.
Adapun spesifisitas tes Pap adalah 93%, nilai prediksi positif adalah 80,2% dan nilai
prediksi negatif adalah 91,3%. Harus hati-hati justru pada lesi serviks invasif, karena
negatif palsu dapat mencapai 50% akibat tertutup darah, adanya radang dan jaringan
nekrotik. Fakta ini menunjukkan, bahwa pada lesi invasif kemampuan pemeriksa
melihat serviks secara makroskopik sangat di perlukan. Kemudian di tegaskan
bahwa hasil tes Pap hanya sebagai petunjuk, dasar terapi untuk lesi di serviks harus
berdasarkan hasil histopatologi. Karena itu hasil tes Pap abnormal harus diikuti
dengan prosedur diagnosik selanjutnya. Dari hasil tes Pap abnormal, pasien dapat
dikatagorikan pada kelompok:
- Negatif
- Ada infeksi, atipik, maka tes Pap perlu diulang
- Abnormal : LISR, dapat dilakukan tes Pap ulang 4 bulan, atau dilakukan
kolposkopi “see and treat”. LIST, perlu dilakukan kolposkopi dan biopsi.

b. Koloskopi
Yang pertama kali memperkenalkan kolposkopi adalah Hiselman pada tahun
1925. Pemeriksaan kolposkopi telah digunakan secara luas di Eropa dan Amerika
Selatan untuk diagnosis kelainan pada serviks. Kolposkopi adalah pemeriksaan
dengan kolposkop, yaitu suatu alat yang dapat disamakan dengan mikroskop
bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamnya (pembesaran 10-40 kali).
Untuk menampilkan portio dipulas terlebih dahulu dengan Asam Asetat 3-5%.
Portio dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak putih atau perubahan
corakan pembuluh darah.
Alat ini selain dilengkapi sumber cahaya juga dilengkapi dengan filter hijau
waktu melihat gambaran pembuluh darah dan juga dapat di hubungkan dengan
kamera foto atau TV. Pemeriksaan ini merupakan cara pemeriksaan dengan meneliti
perubahan dari permukaan epitel serviks dan ujung-ujung pembuluh darah didaerah
tersebut. Pemeriksaan kolposkopi disamping untuk membuat diagnosis, juga dapat
mengarahkan dimana biopsi dilakukan, sehingga banyak tindakan konisasi dapat
11
dihindari. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan deteksi sitologi
menjadi 98,7% dan menurunkan frekuensi melakukan konisasi sebanyak 96%.
Lima hal yang harus di perhatikan dalam penilaian kolposkopi adalah:
- Pola pembuluh darah
- Jarak antar kapiler
- Pola permukaan epitel
- Kegelapan jaringan
- Batas-batas proses
Setelah kolposkopi, maka pasien dapat dikatagorikan:
- Kolposkopi normal
- Ada kelainan pada zona transformasi, dan perlu di biopsi.
- Kolposkopi dengan pandang tak memuaskan misalnya karena sambungan
skuamosa kolumnar tak tampak seluruhnya atau tak tampak sebagian. Pada
keadaan ini, maka tergantung pada hasil tes Pap. Bila hasil tes Pap adalah HPV,
atau atipik atau displasia ringan, maka dapat di pertimbangkan untuk
merencanakan pemeriksaan Tes Pap dalam interval waktu tertentu, misalnya 4
bulan. Namun bila hasil tes Pap termasuk LIST atau lesi serviks invasif, maka
prosedur konisasi perlu di lakukan.
Penggunaan kolposkopi dapat
sebagai alat skrining awal. Tetapi
karena alat kolposkopi termasuk alat
yang mahal, maka hal ini hanya bisa
di lakukan di pusat-pusat kesehatan
tertentu, tidak bisa dijadikan alat
skrining massal, dan alat ini lebih
sering di gunakan sebagai prosedur
pemeriksaan lanjut dari hasil tes Pap Gambar 2.4
abnormal. Jadi bila kita melakukan Pemeriksaan dengan Koloskopi

skrining dengan kolposkopi


keuntungannya: dapat memvisualisasikan daerah transformasi, visualisasi lesi, biopsi
lebih terarah. Kerugiannya: peralatan mahal membutuhkan pendidikan dan kurang
spesifik.

c. Tes DNA-HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih 90% kondiloma serviks, semua neoplasma
intraepitel serviks (NIS) dan kanker serviks mengandung DNA HPV. Hubungan
kuat dan tiap tipe HPV mempunyai hubungan patologik yang berbeda. Tes DNA
HPV merupakan metode molekuler untuk menentukan tipe HPV resiko tinggi.
Dikenal berbagai tipe HPV, sehingga kini telah ada sampai 60 tipe yang di
kelompokkan
- Tipe HPV resiko rendah: tipe 6 dan 11, yang jarang di temukan pada karsinoma
invasif, kecuali karsinoma varikosa.
- Tipe HPV resiko tinggi: HPV tipe 16, 18, 31, dan 45.
Berdasarkan pengenalan derajat resiko dari HPV, maka menurut ahli yang
mengunggulkan peran HPV dan tipenya, menyatakan bahwa “HPV Typing” sangat
penting dalam menindaklanjuti penemuan HPV serviks. Bila dari hasil “HPV
Typing” dikenal HPV tipe resiko rendah, maka tindak lanjutnya follow up saja.
Namun bila dikenal HPV tipe resiko tinggi perlu ditindak lanjut. HPV Typing
dilakukan dengan hibridasi DNA, spesifikasi tes DNA-HPV lebih rendah dari Tes
Pap dan biayanya mahal.

d. Inspeksi Visual
Inspeksi visual terdiri dari Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan Inspeksi
Visual dengan Lugol Iodin (VILI). Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
maksudnya adalah melihat serviks secara langsung tanpa alat pembesaran setelah
pengusapan serviks dengan asam asetat 3-5% untuk mendeteksi adanya NIS. Asam
asetat digunakan untuk meningkatkan dan membuat tanda terhadap epitel, terhadap
lesi prakanker atau kanker sebenarnya.

Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-


tempat yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini memungkinkan
diketahuinya hasil dengan segera dan terutama karena hasil skrining dapat segera
ditindaklanjuti.Metode satu kali kunjungan (single visit approach) dengan
melakukan skrining metode IVA dan tindakan bedah krio untuk temuan lesi
prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk peningkatan cakupan deteksi
dini kanker serviks, sekaligus mengobati lesi prakanker.

2.2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)


Pemeriksaan IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan carain speksi
visual pada serviks dengan aplikasi asamasetat (IVA). Dengan metode inspeksi visual yang
lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu laksana, maka skrining dapat dilakukan
dengan cakupan lebih luas, diharapkan temuan kanker serviks dini akan bias lebih banyak,
namun efektivitasnya tidak lebih rendah dari pada Pap smear. Pemikiran perlunya metode
pemeriksaan alternatif dilandasi oleh fakta, bahwa temuan sensitifitas dan spesitifitas tes
Pap bervariasi dari 50-98%. Selain itu juga kenyataannya skrining massal dengan tes Pap
belum mampu dilaksanakan antara lain karena keterbatasan ahli patologi atau sitologi dan
teknisi sitologi.
Manfaat dari IVA antara lain : memenuhi kriteria tes penapisan yang baik, penilaian
ganda untuk sensitivitas dan spesifitas menunjukkan bahwa tes ini sebanding dengan Pap
smear dan HPV atau kolposkopi. Dimana sensitivitas IVA ialah sekitar 65%-96% dan
spesifisitas 54%-98%. Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di
Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah diujikan diberbagai negara , metode
IVA layak dipilih sebagai metode pemeriksaan alternatif untuk kanker leher rahim.
Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode pemeriksaan IVA
Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode pemeriksaan IVA : 9
a. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
b. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
c. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
d. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan
oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan oleh semua
tenaga medis terlatih
e. Alat-alat yang dibutuhkan dan teknik pemeriksaan sangat sederhana.
f. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana

Pemeriksaan IVA pertama kali di perkenalkan


oleh Hinselman (1925) dengan cara memulas
serviks dengan kapas yang telah dicelupkan dalam
asam asetat 3-5%. Pemberian asam asetat itu akan
mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan
meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler
yang bersifat hipertonik, dan akan menarik cairan
dari intraseluler sehingga membran akan kolaps
Gambar 2.5 Acetowhite
dan jarak anter sel akan semakin dekat. Sebagai
akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke
stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna
putih, disebut (acetowhite).
Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga
setelah pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat
menghilang. Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih
tajam dan lebih lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga
terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi
derajat kelainan jaringannya. Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-
perubahan pada epitel serviks yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih
cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga
dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal
(merah homogen) dan bercak putih (mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum
aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia;
biasanya disebabkan oleh proses keratosis.
Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada
lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam asetoasetat (asam
cuka). Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat
tidak dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah
menopause tidak direkomendasikan menjalani skrining dengan metode IVA karena zona
transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada Endoserviks rahim dalam
kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.
Syarat ikut IVA TEST :
a. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
b. Tidak sedang dating bulan/haid
c. Tidak sedang hamil
d. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat:
a. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
b. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisilitotomi.
c. Terdapat sumber cahaya untuk melihat servik.
d. Spekulum vagina
e. Asam asetat (3-5%)
f. Swab-lidi berkapas
g. Sarung tangan
Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian dengan
spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap kondisi serviksnya.
Setiap abnormalitas yang ditemukan, dicatat. Kemudian serviks dioles dengan larutan asam
asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang lebih 1-2 menit. Setelah itu dilihat hasilnya.
Serviks yang normal akan tetap berwarna merah muda, sementara hasil positif bila
ditemukan area plak atau ulkus yang berwarna putih. Lesi prakanker ringan/jinak (NIS-1)
menunjukkan lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar.
Lesi yang lebih parah (NIS 2-3 seterusnya) menunjukkan lesi putih tebal dengan batas yang
tegas, dimana salah satu tepinya selalu berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar
(SSK).
Kategori Temuan IVA :
a. Normal : licin, merah muda, bentuk porsio normal
b. Infeksi : servisitis banyak fluor ektropion polip
c. Positif IVA : plak putih epitel acetowhite (bercak putih)
d. Kanker leher Rahim : seperti bunga kol pertumbuhan mudah berdarah
CURIGA / TIDAK CURIGA

BIOPSI SSK ?

TIDAK TAMPAK TAMPAK SSK

PAP SMEAR IVA

NEGATIF POSITIF
Bagan 2.1 Alur Pemeriksaan IVA

Negatif - tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion)


- bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi
- garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan skuamokolumnar
Positif 1 (+1) - samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih yang
ireguler pada serviks
- lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular),
geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari sambungan
skuamokolumnar
Positif 2 (+2) - lesi acetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai ke
sambungan skuamokolumnar
- lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas, tebal dan
padat -pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite

Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat
menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran. Tes tersebut
dapat dilakukan pada wanita yang dicurigai atau diketahui memiliki IMS atau HIV/AIDS.
Bimbingan diberikan untuk tiap hasil tes, termasuk ketika konseling dibutuhkan. Untuk
masing-masing hasil akan diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk ibu
tersebut (mis., kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 1 tahun secara berkala atau 3/5 tahun
paling lama) atau isu-isu khusus yang harus dibahas seperti kapan dan dimana pengobatan
dapat diberikan, risiko potensial dan manfaat pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk
tes tambahan atau pengobatan yang lebih lanjut.3

2.4.1 Tingkat Pengetahuan


Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia,
yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan
diperlukan sebagai dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun dengan
dorongan sikap perilaku setiap orang sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan
stimulasi terhadap tindakan seseorang.18
Atas dasar teori ini, dapat disimpulkan bahwa perilaku setiap individu dapat bervariasi
sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini berlaku dalam berbagai aspek / bidang
pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.  

Menurut Efendi dan Makhfudli (2009), pengetahuan tercakup dalam enam tingkatan yaitu:19

1. Tahu (know)

Tahu adalah proses mengingat kembali (recall) akan suatu materi yang telah dipelajari.
Tahu merupakan pengetahuan yang tingkatannya paling rendah dan alat ukur yang
dipakai yaitu kata kerja seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya memahami (comprehension)

Memahami suatu kemampuan untuk menjelaskan secara tepat dan benar tentang suatu
objek yang telah diketahui dan dapat menginterpretasikan materi dengan menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang
telah dipelajari.

2. Aplikasi (application)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau suatu kondisi yang nyata.

3. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-
komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitanya satu
sama lainnya yang dapat dinilai dan diukur dengan penggunaan kata kerja seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.

4. Sintesis (syntesis)
Sinstesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.

5. Evaluation (evaluation)

Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek yang didasari pada suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.4.1.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

a. Usia

Usia merupakan lamanya hidup dalam hitungan waktu (tahun). Seseorang dengan
usia lebih lanjut / dewasa umumnya dianggap memiliki pengetahuan lebih banyak
dibanding individu berusia lebih muda. Hal ini disebabkan oleh paparan informasi
yang mungkin lebih banyak diterima seiring berjalannya waktu dan perkembangan
pola pikir individu tersebut.20

b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber
kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan kagiatan
yang menyita waktu.

c. Pendidikan 

Pendidikan merupakan proses belajar yang pernah ditempuh secara formal didalam
lembaga pendidikan. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan terhadap tingkat
kompleksitas informasi yang dapat diterima oleh satu individu. Pendidikan juga
mempengaruhi latar belakang seorang individu dalam mengerti / menangkap suatu
pengetahuan. Dalam kaitan dengan topik penelitian ini, para petugas kesehatan
dengan latar belakang pendidikan di bidang kesehatan diasumsikan sudah pernah
mempelajari dan memahami prosedur dan manfaat  dari melakukan hand hygiene.20

d. Sumber Informasi 
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam penyampaian
informasi, merangsang pikiran dan kemampuan. Media informasi untuk komunikasi
massa terdiri dari media cetak yaitu surat kabar, majalah dan buku, dan media
elektronik seperti radio, tv dan internet. Sumber informasi dari buku-buku ilmiah
adalah lebih baik jika dibandingkan dengan sumber dari majalah dan surat kabar
karena informasinya lebih diyakini kebenarannya. Selain itu, sumber informasi dari
media elektronik seperti internet juga berbeda kebenarannya di mana terdapat situs-
situs yang menampilkan informasi yang berbeda. Selain melalui media tersebut,
informasi juga dapat disampaikan secara verbal. Khususnya bagi topik-topik
kesehatan yang sering disosialisasikan oleh sarana-sarana kesehatan. Selain itu
dengan paparan lingkungan sehari-hari, informasi pun dapat didapat dan dicerna
dengan lebih mudah, terutama bagi individu dalam lingkungan kerja tertentu, terlepas
dari latar belakang pendidikan individu tersebut.18,20

e. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari sikap dalam
menerima informasi.

2.4.1.2 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

a. Pengetahuan baik : 76% - 100%


b. Pengetahuan cukup : 56% - 75%
c. Pengetahuan kurang : <56%

2.3. Pelatihan dan Penyuluhan


Pelatihan merupakan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan
kompetensi. Sebagai hasil dari pengajaran vocational dan latihan keahlian dan pengetahuan
yang berhubungan dengan penggunaan keahlian yang spesifik. Pelatihan diartikan sebagai
aktivitas bersama antara ahli (expert) dan pembelajar (learner) bekerja sama dalam rangkan
metransfer information secara efektif dari ahli kepada pembelajar (learner) untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keahlian pembelajar sehingga pembelajar dapat
menampilkan tindakan dan pekerjaan lebih untuk selanjutnya. Faktor-faktor yang
menunjang kearah keberhasilan pelatihan menurut Rivai (2004), yaitu antara lain :
a. Materi yang dibutuhkan
Materi disusun menyajikan pengetahuan yang dibutuhkan.
b. Metode yang digunakan
Metode yang dipilih disesuaikan dengan jenis pelatihan yang akan dilaksanakan.
c. Kemampuan Instruktur Pelatihan
Mencari sumber-sumber informasi lain sehingga bisa mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan.
d. Sarana atau Prinsip-prinsip Pembelajaran
Pedoman dan media dimana proses belajar akan berjalan lebih efektif.
e. Peserta Pelatihan
Sangat penting untuk memperhitungkan peserta dan aktifitas peserta
f. Evaluasi Pelatihan
Setelah mengadakan pelatihan hendaknya di evaluasi hasil yang didapat dalam
pelatihan
Pelatihan yang diberikan dalam lingkup kesehatan dapat berupa promosi kesehatan yang
berupa penyuluhan kesehatan. Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan
dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan. satu kegiatan promosi kesehatan adalah pemberian
informasi atau pesan kesehatan berupa kesehatan untuk memberikan atau meningkatkan
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan agar memudahkan terjadinya perilaku sehat.
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui
teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku
manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran akan nilai kesehatan sehingga dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi
perilaku sehat.

2.4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penyuluhan


Menurut Rahayu (2010) faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran
dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan adalah :
a. Tingkat Pendidikan.
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi
baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang
didapatnya.
b. Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam
menerima informasi baru.
c. Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai
dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
d. Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang –
orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat
dengan penyampai informasi.
e. Ketersediaan Waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

2.4.1. Metode Penyuluhan


Metode promosi kesehatan pada kelompok diklasifikasikan secara umum menurut
Emilia (2008) terjadi menjadi :
a. Metode Didatik
Metode didatik membutuhkan peran praktisi promosi kesehatan yang otoriter
terhadap audiens. Metode ini digunakan dalam :
1) Ceramah – diskusi, metode ini paling tepat dipakai bila :
- Menyampaikan informasi dan meningkatkan motifasi
- Pembicara lebih tua dibanding audiens
- Kelompok terlalu besar untuk aktifitas kelompok
- Semua audiens perlu mendengar informasi yang sama
- Pembicara bersifat dinamis, inofatif, sensitif
2) Seminar, metode seminar dianjurkan bila :
- Jumlah audiens kecil
- Umpan balik penting
- Keterbatasan ruang dan waktu
- Pelatihan profesional
- Pimpinan seminar lebih tau dari audiens.
3) Konferensi
- Konferensi biasanya khusus bidang tertentu dan tepat dilakukan bila:
- Penyegaran profesional.
- Melibatkan banyak ahli,
- Membangun konsensus antar profesional.
- Audiens memiliki pengetahuan dasar tentang topik yang dibicarakan.
b. Metode Eksperensial
Metode ini banyak menggunakan aktifitas dalam kelompok baik aktifitas
terfokus, kelompok diskusi, kelompok belajar. Karakteristik kecilnya sebagai
berikut :
1) Jumlah kelompok biasanya 6-12 orang.
2) Diskusi biasanya 1-3 jam.
3) Situasi tidak membuat tertekan,
4) Fasilitator perlu ketrampilan komunikasi yang jadi kunci keberhasilan
kelompok.
c. Metode Media Masa
Promosi kesehatan tidak ubahnya seperti kampanye produk, memerlukan
metode dan sarana penyaluran. Instrumen komunikasi pemasaran yang bisa
digunakan antara lain :
1) Iklan, meliputi media lini atas (televisi, surat kabar, radio, tabloid), media
lini bawah (spanduk, stiker, poster, kaos, baliho).
2) Promosi, kegiatan sales promotion meliputi kegunaan pembagian stiker,
poster, pengobatan gratis.
3) Tenaga promosi, dalam kegiatan ini yang dilakukan adalah penyuluhan
oleh tenaga kesehatan.
4) Publikasi, kegiatan publikasi meliputi penyiaran melalui radio berupa
program interaktif dan press release melalui surat kabar dalam bentuk
artikel.
5) Hubungan masyarakat, melalui rapat antar stakeholders, konferensi pers,
penyuluhan tingkat kecamatan, even-even kampanye.

Melalui komunikasi inilah promosi kesehatan disampaikan pada masyarakat


(audiens). Komunikasi yang baik, tepat sasaran, jelas dan mudah dimengerti akan
mendukung kegiatan. Strategi terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan
mengikuti pola perubahan perilaku yang berdasarkan pada suatu penelitian
(Rahayu, 2010).
Untuk menunjang keberhasilan penyuluhan berbagai media pembelajaran
dapat digunakan untuk menyampaikan pesan pada masyarakat. Media
Pembelajaran yaitu kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium.
Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya
komunikasi dari pengirim menuju penerima. Proses pembelajaran mengandung
lima komponen komunikasi, komunikator, bahan pembelajaran, media
pembelajaran, komunikan, dan tujuan pembelajaran. Jadi, Media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan
pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan
siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dampak
perkembangan Iptek terhadap proses pembelajaran adalah diperkayanya sumber
dan media pembelajaran, seperti buku teks, modul, overhead transparansi, film,
video, televisi, slide, hypertext, web, dan sebagainya (Santyasa, 2007). Djamarah
(2002), mengelompokkan media berdasarkan jenisnya ke dalam beberapa jenis :
a. Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja,
seperti tape recorder.
b. Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan dalam
wujud visual.
c. Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur
gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, dan media
ini dibagi ke dalam dua jenis :
1) Audiovisual diam, yang menampilkan suara dan visual diam, seperti film
sound slide.
2) Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan
gambar yang bergerak, seperti film, video cassete dan VCD.

2.4. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan meliputi
pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu.
Wilayah kerja adalah batasan wilayah kerja Puskesmas dalam melaksanakan tugas
dan fungsi pembangunan kesehatan, yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota berdasarkan keadaan geografis, demografi, sarana transportasi, masalah
kesehatan setempat, keadaan sumber daya, beban kerja Puskesmas dan lain-lain. Selain itu
juga harus memperhatikan upaya untuk meningkatkan koordinasi, memperjelas tanggung
jawab pembangunan dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme pembangunan
dalam wilayah kecamatan, meningkatkan sinergisme kegiatan dan meningkatkan kinerja.
Apabila dalam satu wilayah kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas maka Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menunjuk salah satu Puskesmas sebagai
koordinator pembangunan kesehatan di kecamatan.
Puskesmas memiliki tanggung jawab dalam hal mempromosikan kesehatan kepada
seluruh masyarakat sebagai upaya untuk memberikan pengalaman belajar, menyediakan
media informasi, dan melakukan edukasi baik untuk perorangan, kelompok, dan
masyarakan guna meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat. Dengan
berjalanannya program kesehatan yang dijalankan oleh setiap Puskesmas, di harapkan pada
akhirnya akan berpengaruh pada perubahan kepada setiap individu, keluarga dan
masyarakat dalam membina dan memelihara prilaku sehat serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL & HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Pelatihan tentang kanker serviks dan Faktor yang mempengaruhi


pemeriksaan deteksi dini IVA serta penyuluhan:
pelatihan tentang kanker payudara dan  Materi yang Dibutuhkan
pemeriksaan deteksi dini SADARI  Metode yang Digunakan
dengan penyuluhan dan audiovisual :  Kemampuan Instruktur
 Kanker serviks & Kanker Payudara Pelatihan
 Bahaya kanker serviks & kanker  Sarana atau Prinsip-prinsip
payudara Pembelajaran
 Faktor resiko kanker serviks &  Peserta Pelatihan
kanker payudara  Evaluasi Pelatihan
 Deteksi dini kanker serviks &
kanker payudara
 Pemeriksaan IVA & SADARI
 Program Pemeriksaan IVA &
deteksi dini kanker payudara di
Faktor yang mempengaruhi
kesadaran:
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Usia
 Pengalaman
 Minat
Kesadaran masyarakat untuk  Kebudayaan
melakukan pemeriksaan deteksi dini
 Media
kanker serviks dengan metode IVA &
 Keterpaparan informasi
deteksi dini kanker payudara dengan
metode SADARI

Angka kunjungan pemeriksaan IVA &


Deteksi dini kanker payudara
di Puskesmas Sukodono

Keterangan : Dilakukan penelitian

Tidak dilakukan penelitian

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis
Ha : ada pengaruh pelatihan tentang kanker serviks dan pemeriksaan deteksi dini IVA
dengan metode penyuluhan dan audiovisual terhadap kunjungan pasien pemeriksaan
IVA di Puskemas Marabahan.
Ho : tidak ada pengaruh pelatihan tentang kanker serviks dan pemeriksaan deteksi dini
IVA dengan metode penyuluhan dan audiovisual terhadap kunjungan pasien
pemeriksaan IVA di Puskemas Marabahan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan tingkat pengetahuan siswa kelas 6 pada
SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021 bahwa
sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik.
2. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan tingkat kepatuhan protokol kesehatan
penyakit covid-19 siswa kelas 6 pada SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung,
Kecamatan Randuagung Tahun 2021 bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat kepatuhan protokol kesehatan yang baik.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Peneliti
Diharapkan untuk memperluas wawasan tentang covid-19 agar penelitian selanjutnya
dapat lebih baik dan lebih bermanfaat.

5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan


1. Diharapkan dengan hasil penelitian ini, dapat memperkaya data mengenai program
pencegahan penularan covid-19 untuk kemajuan program kesehatan selanjutnya.
2. Para murid bisa menjadi agen perubahan minimal di lingkungan rumah masing-masing
dalam hal kesehatan khususnya pencegahan penyakit covid-19.
3. Pada masing-masing sekolah dapat berkonsisten dalam penerapan pencegahan penyakit
covid-19 serta dapat dilakukan monitoring berkala.
4. Untuk di sekolah dapat selalu menyediakan sarana dan prasarana dalam pencegahan
penyakit covid-19.

5.2.3 Bagi Tenaga Kesehatan


Perlu dilakukan survey lebih lanjut atau berkala mengenai aktivitas kegiatan sekolah pada
masa pandemi Covid-19 terkait dengan protokol kesehatan yang sudah diterapkan pada
sekolah sekolah

5.2.4 Bagi Masyarakat


Diharapkan dengan adanya penelitian ini masyarakat dapat lebih meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat atau kepatuhan dalam menerapkan protocol kesehatan di masa
pandemi Covid-19.

5.3 Tindak Lanjut


Tindak lanjut mini project kali ini dilakukan dengan cara penyuluhan mengenai
penyakit covid-19 yang dilakukan oleh dokter internship kepada siswa-siswi kelas 6 pada
SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung. Penyuluhan juga disertai
simulasi cara mencuci tangan yang baik dan benar sesuai 6 langkah mencuci tangan menurut
WHO.
Tindak lanjut berikutnya adalah memberikan materi tentang Covid-19 yang mudah
dipahami untuk seluruh siswa SD kepada pihak sekolah dengan tujuan siswa SD dengan
tingkat lebih tinggi akan mempresentasikan kepada adik kelasnya.

Anda mungkin juga menyukai