Mini Project ISHIP SUKODONO CA Mammae CA Cervix
Mini Project ISHIP SUKODONO CA Mammae CA Cervix
Disusun Oleh :
Pendamping :
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan mini project dengan judul Pengaruh
Penyuluhan Menggunakan Media Video Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Kesadaran Kader
Kesehatan Tentang Pentingnya Deteksi Dini Kanker Serviks Dan Kanker Payudara Di Kelurahan
Kutorenon Tahun 2021 sebagai salah satu persyaratan dalam menjalankan tugas internship di
Penulisan mini project ini dapat terselesaikan dengan baik atas dorongan dan bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dari lubuk hati yang terdalam penulis ingin memberikan
penghargaan dan rasa terimakasih kepada dr. Rina Yulya Agustin selaku dokter pembimbing.
Penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, ilmu
Akhir kata penulis berharap mini project ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis
menyadari bahwa Miniproject ini masih jauh dari sempurna, baik dalam penulisan maupun
penyajian informasinya. Untuk itu penulis mohon maaf segala kekurangan yang ada. Kritik dan
saran sangat penulis harapkan sebagai masukan yang berharga untuk bisa menjadikan
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN..............................................................................3
D. MANFAAT PENELITIAN..........................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................4
2.1 DEFINISI......................................................................................................4
2.2 EPIDEMIOLOGI..........................................................................................5
2.3 ETIOLOGI....................................................................................................8
2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI.........................................................9
2.5 GEJALA KLINIS.......................................................................................13
2.6 PATOGENESIS.........................................................................................14
2.7 DIAGNOSIS...............................................................................................15
2.8 PENCEGAHAN.........................................................................................18
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................20
3.1 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN...............................................20
3.2 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN.....................................................20
3.3 POPULASI..................................................................................................20
3.4 DEFINISI OPERASIONAL........................................................................21
3.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA...........................................................22
3.6 DIAGRAM ALUR PENELITIAN..............................................................22
3.7 HIPOTESIS.................................................................................................22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN.............................................................23
4.1 HASIL PENELITIAN.................................................................................23
4.2 PEMBAHASAN..........................................................................................26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................27
5.1 KESIMPULAN..........................................................................................27
5.2 SARAN......................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................29
LAMPIRAN........................................................................................................31
DOKUMENTASI............................................................................................31
MATERI PRESENTASI COVID-19..............................................................33
KUESIONER COVID-19................................................................................34
DAFTAR TABEL
Tabel 1.................................................................................................................23
Tabel 2.................................................................................................................23
Tabel 3.................................................................................................................24
Tabel 4.................................................................................................................24
Tabel 5.................................................................................................................25
Tabel 6.................................................................................................................25
Tabel 7.................................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada
tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Kanker paru, hati, perut,
kolorektal, dan kanker payudara adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap
tahunnya. Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diketahui bahwa kanker payudara
merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru (setelah dikontrol oleh umur) tertinggi,
yaitu sebesar 43,3%, dan persentase kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker
payudara sebesar 12,9% [ CITATION IAR12 \l 1033 ].
Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit
kardiovaskular. Jenis kanker tertinggi pada perempuan di dunia adalah kanker payudara (38 per
100.000 perempuan) dan kanker leher rahim (16 per 100.000 perempuan). 1 Di Indonesia,
prevalensi kanker adalah sebesar 1,4 per 1.000 penduduk, serta merupakan penyebab kematian
nomor 7 (5,7%) dari seluruh penyebab kematian. 2 Estimasi insidens kanker payudara di
Indonesia sebesar 40 per 100.000 perempuan dan kanker leher rahim 17 per 100.000
perempuan.1 Angka ini meningkat dari tahun 2002, dengan insidens kanker payudara 26 per
100.000 perempuan dan kanker leher rahim 16 per 100.000 perempuan. 1 Jenis kanker tertinggi
pada pasien rawat inap di rumah sakit seluruh Indonesia tahun 2010 adalah kanker payudara
(28,7%), disusul kanker leher rahim (12,8%).1
Kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan utama bagi perempuan di seluruh
dunia. Bahkan, angka kejadian penyakit ini terus mengalami peningkatan dalam 10 tahun
terakhir di berbagai belahan dunia.1
Kanker payudara atau yang di kenal pula dengan Carsinoma Mammae (Ca Mammae)
adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Tumor ini dapat tumbuh
dalam kelenjar susu, jaringan lemak, maupun pada jaringan ikat payudara. Selama beberapa
dekade terakhir, perkembangan risiko kanker payudara telah meningkat baik di negara maju
maupun negara berkembang yaitu 1% - 2% per tahunnya. Jumlah kasus kanker payudara di
dunia menduduki peringkat kedua setelah kanker serviks. Kanker payudara menjadi salah satu
pembunuh utama wanita. Terdapat kecenderungan peningkatan kasus kanker payudara baik di
dunia maupun di Indonesia, dengan lebih dari 1.000.000 kasus yang terjadi di seluruh dunia
setiap tahunnya.1
World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan sebanyak 206.966
wanita di Amerika Serikat (AS) terdiagnosa kanker payudara dan sebanyak 40.996 wanita
meninggal dunia akibat kanker payudara. Di perkirakan 1 diantara 8 wanita di Amerika Serikat
(± 12,8 %) mengidap kanker payudara selama hidupnya. Satu juta lebih kasus baru dan 370.000
kematian tiap tahunnya terjadi di seluruh dunia.1
Di Indonesia kanker payudara merupakan salah satu kanker terbanyak. Berdasarkan
Pathological Based Registration, kanker payudara menempati urutan pertama dengan frekuensi
relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik ;
Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan
Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000
wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup
tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga
dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1 %. Dan lebih dari 80% kasus ditemukan
berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Dimana masih
menjadi masalah karena 68,6% pasien berobat ke dokter pada stadium lanjut (IIIa dan IIIb),
sedangkan pada stadium dini (stadium I dan II) hanya 22,4%.2
Penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti, karena dapat disebabkan oleh
multifaktor, dimana faktor-faktor tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Beberapa
faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker payudara adalah
riwayat keluarga, hormonal dan faktor lain yang bersifat eksogen / faktor luar. Menurut Price dan
Wilson, terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan kanker payudara yaitu, faktor usia,
lokasi geografis, status perkawinan, paritas, riwayat menstruasi, riwayat keluarga, serta riwayat
terpajan radiasi. Kejadian kanker payudara banyak terjadi pada populasi wanita menopause.
Faktor usia sebagai faktor risiko kejadian kanker payudara diperkuat dengan data bahwa 78%
kanker payudara terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan hanya 6% pada pasien
yang kurang dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saat ditemukannya kanker adalah 64 tahun, tetapi
wanita yang menopause setelah usia 55 tahun mempunyai dua kali risiko timbulnya kanker
payudara dibandingkan wanita yang menopausenya mulai sebelum usia 45 tahun.3
Untuk menemukan kanker payudara dalam stadium awal, yang diperlukan adalah deteksi
dini. Dianjurkan kepada perempuan di bawah usia 35 tahun untuk melakukan USG payudara dan
perempuan dengan usia di atas 35 tahun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mammografi
satu tahun sekali. Dengan melakukan deteksi dini maka jika akan mudah ditemukan jika ada
tumor dalam ukuran yang masih kecil sekalipun dan akan lebih cepat dilakukan tindakan
pengobatan ataupun operasi. Pada saat melakukan SADARI (pemeriksaan payudara sendiri), jika
ditemukan tanda-tanda kanker payudara, maka hendaknya langsung memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.[ CITATION Dha16 \l 1033 ].
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher
rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina).Penyakit ini
disebabkan oleh virus Human Papiloma Virus (HPV). Kanker serviks merupakan salah satu
kanker ganas yang tersering menyerang kaum wanita setelah kanker payudara. Hingga saat ini
kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara
berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia
dan umumnya terjadi di negara berkembang.1
Di Indonesia, kasus kanker leher rahim menempati urutan pertama dengan jumlah kasus
14.368 orang. Dari jumlah itu, 7.297 di antaranya, meninggal dunia, dan prevalensi setiap
tahunnya 10.823 orang. Informasi tersebut memberikan arti bahwa dari jumlah kasus yang ada,
(50,78%) mengalami kematian. Sementara jika mengacu pada prevalensi setiap tahunnya yang
mencapai 10.823 kasus, berarti setiap tahunnya terjadi kematian 5.495 orang.2
WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi pilar dalam penanganan kanker
serviks, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini melalui peningkatan kewaspadaan dan
program skrining yang terorganisasi, diagnosis dan tatalaksana, serta perawatan paliatif untuk
kasus lanjut. Deteksi dini kanker serviks meliputi program skirining yang terorganisasi dengan
sasaran perempuan kelompok usia tertentu, pembentukan sistem rujukan yang efektif pada tiap
tingkat pelayanan kesehatan, dan edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia produktif.
3,4
Skrining atau deteksi dini pada kasus kanker menjadi prioritas utama untuk menurunkan
angka kejadian kanker di Indonesia, sehingga lebih cepat diobati dan peluang sembuh lebih
besar. Skrining ditujukan kepada orang yang tidak bergejala (asimptomatik), sehingga dapat
diobat sebelum terdiagnosis kanker. Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang
ada di Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah diujikan di berbagai negara, metode
IVA (inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat) dapat dijadikan sebagai metode skrining
alternatif untuk kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa
metode skrining IVA muudah, praktis dan sangat mampu laksana dengan sensitivitas sekitar
65%-96% dan spesifisitas 54%-98%. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter
ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat
yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan
sederhana. Program ini, disertai dengan penemuan dan tatalaksana kanker serta program paliatif
kanker guna meningkatkan kualitas hidup, juga memperpanjang umur harapan hidup penderita
stadium lanjut.5
Mengingat pentingnya peran puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
masyarakat, puskesmas Sukodono memiliki salah satu program pengembangan yaitu deteksi dini
kanker serviks dengan metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat). IVA maksudnya adalah
melihat serviks secara langsung tanpa alat pembesaran setelah pengusapan serviks dengan asam
asetat 3-5% untuk mendeteksi adanya perubahan pada sel (displasia). Metode IVA memberi
peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-tempat yang memiliki sumberdaya terbatas,
karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil dengan segera dan terutama karena hasil
skrining dapat segera ditindaklanjuti.
Program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Sukodono dimulai
sejak bulan April 2015 dengan petugas kesehatan yang sudah melakukan pelatihan. Dan
didapatkan data masyarakat yang melakukan test IVA di Puskemas Sukodono sejak bulan April
2015 sampai November ialah 16 orang dengan rata-rata tiap bulan 2 orang dan cakupan 5,5% ,
dimana berdasarkan data tersebut belum mencapai target yang diinginkan yaitu diharapkan 36
orang tiap bulannya.
Promosi kesehatan mengenai kanker serviks dan pentingnya melakukan pemeriksaan
deteksi dini kanker serviks sudah pernah dilakukan dalam upaya meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk melakukan pemeriksaan IVA, yaitu berupa penyebaran pamflet di posyandu
dan polindes Puskesmas Marabahan. Namun upaya tersebut dianggap kurang berpengaruh
terhadap kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan dateksi dini kanker serviks IVA
dilihat dari kunjungan pemeriksaan IVA di Puskesmas Marabahan tahun 2015. Banyak faktor
yang mempengaruhi hal tersebut, salah satunya adalah tingkat pendidikan masyarakat, terutama
kemampuan untuk membaca, yang mana dibutuhkan untuk mengetahui informasi yang ada di
pamflet.
Sebagai upaya meningkatkan keberhasilan promosi kesehatan, metode pendidikan
kesehatan yang digunakan harus disesuaikan dengan sasaran. Oleh karena itu metode penyuluhan
dan audiovisual diajukan sebagai alternatif metode dengan pertimbangan antara lain penyuluhan
merupakan metode yang paling murah, mudah, sederhana dan paling cocok untuk penyampaian
informasi. Audiovisual merupakan salah satu alat bantu pendidikan yang memberikan gambar
yang bergerak dan terdapat suara yang menjelaskan terkait gambar serta menjadi salah satu alat
bantu yang dapat menarik perhatian sasaran yang dituju
Berdasarkan fakta yang terdapat diatas, mengenai tingginya insidensi serta mortalitas dari
penyakit kanker serviks dan kanker payudara, dan pentingnya deteksi dini sebagai salah satu
upaya menurunkan angka kejadian kanker serviks dan kanker payudara, maka penulis tertarik
melaksanakan mini project berupa penelitian mengenai “Pengaruh Penyuluhan Menggunakan
Media Video Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Kesadaran Kader Kesehatan Tentang
Pentingnya Deteksi Dini Kanker Serviks Dan Kanker Payudara Di Kelurahan Kutorenon,
Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang Tahun 2021”. Diharapkan melalui upaya ini dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat dan prevalensi kanker serviks dan kanker payudara dapat
diturunkan sehingga peran puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan terutama
dalam aspek prevensi serta pencatatan temuan kasus kanker serviks dan kanker payudara dapat
terlaksana dengan baik.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah tingkat pengetahuan mengenai penyakit covid-19 pada siswa kelas 6 di SDN
01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021?
Bagaimana tingkat kepatuhan protokol kesehatan penyakit covid-19 pada siswa kelas 6 di
SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan dan
Kepatuhan Protokol Kesehatan Terkait Penyakit Covid-19 Pada Siswa Kelas 6 di SDN
01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tingkat pengetahuan mengenai penyakit covid-19 pada siswa kelas 6
di SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021
b. Menjelaskan tingkat kepatuhan protokol kesehatan penyakit covid-19 pada siswa
kelas 6 di SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun
2021
D. Manfaat Penelitian
Mini Project ini diharapkan dapat membantu untuk evaluasi pengetahuan dan
pelaksanaan protokol kesehatan di sekolah, sehingga dapat menemukan pemecahan masalah
dari hambatan yang ditemukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1 Kanker payudara
Pengertian
Kanker payudara adalah tumor ganas pada jaringan payudara. Jaringan payudara
terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu),
dan jaringan penunjang payudara. Oleh Word Health Organization (WHO) penyakit ini
dimasukkan ke dalam International Classification of Disease (ICD) dengan kode 174-
175. Kanker payudara terjadi karena adanya kerusakan pada gen yang mengatur
pertumbuhan dan diffrensiasi sehingga sel itu tumbuh dan berkembang biak tanpa dapat
dikendalikan. Penyebaran kanker payudara terjadi melalui pembuluh getah bening dan
tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah bening aksila ataupun
supraklavikula membesar. Kemudian melalui pembuluh darah kanker menyebar ke organ
lain seperti paru-paru, hati dan otak.
Etiologi
Ada 3 pengaruh penting pada kanker payudara:
a. Faktor genetik
Faktor ini berpengaruh dalam peningkatan terjadinya kanker payudara. Pada
percobaan tikus dengan galur sensitif kanker, melalui persilangan genetik didapatkan
tikus yang terkena kanker. Ada faktor turunan pada suatu keluarga yaitu di lokus kecil
kromosom 17q21 pada kanker payudara yang tumbuh di usia muda.
b. Hormon
Kelebihan estrogen endogen atau ketidakseimbangan hormon terlihat sangat jelas
pada kanker payudara. Banyak faktor resiko yang dapat disebutkan seperti masa
reproduksi yang lama, nulipara dan usia tua yang memilii anak pertama. Wanita post
menopause dengan tumor ovarium fungsional dapat terkena tumor payudara karena
kelebihan hormon estrogen. Suatu penelitian menyebutkan bahwa kelebihan jumlah
estrogen di air seni, frekuensi ovulasi dan usia saat menstruasi dihubungkan dengan
meningkatnya resiko terkena kanker payudara.
Epitel payudara normal memiliki reseptor estrogen dan progesteron. Kedua
reseptor ditemukan pada sebagian besar kanker payudara. Berbagai bentuk growth
promoters (transforming growth factor-alpha/ epitelial growth factor, PDGF) disekresi
oleh sel kanker payudara manusia. Produksi GF tergantung pada hormon estrogen,
sehingga interaksi antara hormon di sirkulasi, reseptor hormon di sel kanker dan GF
autokrin merangsang tumor menjadi progresif.
c. Lingkungan
Pengaruh lingkungan diduga karena berbagai faktor antara lain : alkohol, diet
tinggi lemak, kecanduan kopi dan infeksi virus. Hal tersebut akan mempengaruhi
onkogen dan gen supresi tumor dari sel kanker payudara.
Faktor risiko
Penyebab pasti kanker payudara sampai saat ini belum diketahui. Penyebab
kanker payudara termasuk multifaktorial yaitu banyak faktor yang terkait satu dengan
yang lainnya. Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya kanker payudara
adalah:
a. Usia
Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya usia. Berdasarkan penelitian
American Cancer Society tahun 2006 diketahui usia lebih dari 40 tahun mempunyai
risiko yang lebih besar untuk mendapatkan kanker payudara yakni 1 per 68 penduduk
dan risiko ini akan bertambah seiring dengan pertambahan usia yakni menjadi 1 per
37 penduduk usia 50 tahun, 1 per 26 penduduk usia 60 tahun dan 1 per 24 penduduk
usia 70 tahun. Kanker payudara juga ditemukan pada usia <40 tahun namun
jumlahnya lebih sedikit yakni 1 per 1.985 penduduk usia 20 tahun dan 1 per 225
penduduk usia 30 tahun.22 Data American Cancer Society (2007) melaporkan 70%
perempuan didiagnosa menderita kanker payudara di atas usia 55.
b. Jenis Kelamin
Kanker payudara lebih banyak ditemukan pada wanita. Pada pria juga dapat terjadi
kanker payudara, namun frekuensinya jarang hanya kira-kira 1% dari kanker
payudara pada wanita.
c. Riwayat Reproduksi
Riwayat reproduksi dihubungkan dengan banyak paritas, umur melahirkan anak
pertama dan riwayat menyusui anak. Wanita yang tidak mempunyai anak atau yang
melahirkan anak pertama di usia lebih dari 30 tahun berisiko 2-4 kali lebih tinggi
daripada wanita yang melahirkan pertama di bawah usia 30 tahun. Wanita yang tidak
menyusui anaknya mempunyai risiko kanker payudara 2 kali lebih besar. Kehamilan
dan menyusui mengurangi risiko wanita untuk terpapar dengan hormon estrogen
terus. Pada wanita menyusui, kelenjar payudara dapat berfungsi secara normal dalam
proses laktasi dan menstimulir sekresi hormon progesteron yang bersifat melindungi
wanita dari kanker payudara.
d. Riwayat Kanker Individu
Penderita yang pernah mengalami infeksi atau operasi tumor jinak payudara berisiko
3-9 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara. Penderita tumor jinak payudara
seperti kelainan fibrokistik berisiko 11 kali dan penderita yang mengalami operasi
tumor ovarium mempunyai risiko 3-4 kali lebih besar.
e. Riwayat Kanker Keluarga
Secara genetik, sel-sel pada tubuh individu dengan riwayat keluarga menderita kanker
sudah memiliki sifat sebagai embrio terjadinya sel kanker. Menurut sutjipto (2000)
yang dikutip oleh Elisabet T, kemungkinan terkena kanker payudara lebih besar 2
hingga 4 kali pada wanita yang ibu dan saudara perempuannya mengidap penyakit
kanker payudara.
f. Menstruasi cepat dan Menopause lambat
Wanita yang mengalami menstruasi pertama (Menarche) pada usia kurang dari 12
tahun berisiko 1,7 hingga 3,4 kali lebih tinggi daripada wanita dengan menstruasi
yang datang pada usia normal atau lebih dari 12 tahun dan wanita yang mengalami
masa menopausenya terlambat lebih dari 55 tahun berisiko 2,5 hingga 5 kali lebih
tinggi. Wanita yang menstruasi pertama di usia kurang dari 12 tahun dan wanita yang
mengalami masa menopause terlambat akan mengalami siklus menstruasi lebih lama
sepanjang hidupnya yang mengakibatkan keterpaparan lebih lama dengan hormon
estrogen.
g. Pajanan Radiasi
Wanita yang terpapar penyinaran (radiasi) dengan dosis tinggi di dinding dada
berisiko 2 hingga 3 kali lebih tinggi.
h. Obesitas dan Konsumsi makanan lemak tinggi
Wanita yang mengalami kelebihan berta badan (obesitas) dan individu dengan
konsumsi tinggi lemak berisiko 2 kali lebih tinggi dari yang tidak obesitas dan yang
tidak sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak. Risiko ini terjadi karena jumlah
lemak yang berlebihan dapat meningkatkan kadar estrogen dalam darah sehingga
akan memicu pertumbuhan sel-sel kanker.
Gejala
Fase awal kanker payudara asimtomatik (tanpa tanda dan gejala). Tanda dan
gejala yang paling umum adalah benjolan dan penebalan pada payudara. Kebanyakan
kira-kira 90% ditemukan oleh penderita sendiri. Kanker payudara pada stadium dini
biasanya tidak menimbulkan keluhan.
Fase lanjut kanker payudara :
a. Bentuk dan ukuran payudara berubah, berbeda dari sebelumnya.
b. Luka pada payudara sudah lama tidak sembuh walau sudah diobati.
c. Eksim pada puting susu dan sekitarnya sudah lama tidak sembuh walau diobati.
d. Puting sakit, keluar darah, nanah atau cairan encer dari puting atau keluar air susu
pada wanita yang sedang hamil atau tidak menyusui.
Di Indonesia, kanker payudara masih menjadi masalah besar karena lebih dari
70% pasien datang ke dokter pada stadium yang sudah lanjut dengan berbagai bentuk
luka, antara lain tumor melekat pada kulit dan jaringan dibawahnya serta penyebaran
pada kelenjar getah bening regional. Gejala lain yang mungkin timbul adalah batuk dan
sesak nafas karena metastasis tumor pada paru, sakit di punggung akibat metastasis pada
tulang belakang, berat badan semakin menurun dan anemia.
Sistem TNM
TNM merupakan singkatan dari “T” yaitu tumor size atau ukuran tumor, “N”
yaitu node atau kelenjar getah bening regional dan “M” yaitu metastasis atau penyebaran
jauh. Ketiga faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga
sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Pada kanker payudara,
penilaian TNM sebagai berikut :
a) Ukuran Tumor (T) :
Diagnosis
Terdapat berbagai macam cara untuk mendiagnosa kanker payudara dan untuk
menentukan apakah suda ada metastasis ke organ lain. Beberapa tes juga berguna untuk
menentukan pengobatan yang paling efektif untuk pasien. Kebanyakan pada tipe kanker,
biopsi (mengambil sedikit jaringan untuk diteliti dibawah mikroskop, dilakukan oleh ahli
patologi) adalah jalan satu-satunya untuk menentukan secara pasti diagnosis kanker.
Apabila biopsy tidak mungkin dilakukan, dokter akan mengusulkan tes lain untuk
membantu diagnosa. Test Imaging bisa digunakan untuk menemukan apakah telah terjadi
metastasis. Dokter akan mempertimbangkan faktor-faktor di bawah ini, ketika
memutuskan tes diagnostik:
• Usia dan kondisi medis pasien
• Tipe kanker
• Beratnya gejala
IMAGING TEST :
Diagnostic mammography
Sama dengan screening mammography hanya pada test ini lebih banyak gambar
yang bisa diambil. Biasanya digunakan pada wanita dengan tanda-tanda, diantaranya
puting mengeluarkan cairan atau ada banjo;an baru. Diagnostic mammography bisa juga
digunakan apabila sesuatu yang mencurigakan ditemukan pada saat screening
mammogram.
Ultrasound (USG)
Suatu pemeriksaan ultrasound adalah menggunakan gelombang bunyi dengan
frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan pada payudara. Gelombang bunyi
yang tinggi ini bisa membedakan suatu masa yang padat, yang kemungkinan kanker, dan
kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan kanker.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan magnetic, bukan X-ray, untuk memproduksi gambaran detail
dari tubuh. Apabila seorang wanita telah didiagnosa mempunyai kanker maka untuk
memeriksa payudara lainnya dapat digunakan MRI. Tetapi ini tidaklah mutlak karena
dapat digunakan untuk screening saja. Menurut American Cancer Society (ACS), wanita
yang mempunyai resiko tinggi terkena kanker payudara, seperti pada wanita dengan
mutasi gen BRCA atau banyak anggota keluarganya terkena kanker payudara, sebaliknya
juga mendapatkan MRI, bersamaan dengan mammografi. MRI biasanya lebih baik dalam
melihat suatu kumpulan masa yang kecil pada payudara yang mungkin tidak terlihbat
pada saat USG atau mammogram. Khususnya pada wanita yang mempunyai jaringan
payudara yang padat.
Kelemahan MRI juga ada, kadang jaringan pada yang terlihat pada saat MRI
bukan kanker, atau bahkan MRI tidak dapat menunjukkan suatu jaringan yang padat itu
sebagai in situ breast cancer maka untuk memastikan lagi harus dilakukan biopsi.
TES DARAH
Tes darah juga diperlukan untuk lebih mendalami kondisi kanker. Tes-tes itu diantaranya
adalah :
a. Level Hemoglobin (HB) : untuk mengtahui jumlah oksigen yang ada di dalam sel
darah merah
b. Level Hematokrit : untuk mengetahui persentase dari darah merah didalam seluruh
badan
Pembedahaan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan. Prosedur pembedahan yang
dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor,
umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat mengangkat tumor
(lumpectomy), mengangkat sebagaian payudara yang mengandung sel kanker atau
pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk meningkatan harapan hidup,
pembedahan biasanya diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormone, atau
kemoterapi.
Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk membunuh sel
kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.
Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka horman dan dapat
dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada stadium akhir.
Kemoterapi
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit (tidak
dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi dapat digunakan secara tunggal atau
dikombinasikan. Salah satu diantaranya Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral
yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel
kanker saja.
Terapi Imunologi
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu pertumbuhan atau
HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara
khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat
menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan
kelayakan terapi dengan trastuzumab.
2.2 SADARI
Definisi SADARI
Pemeriksaan payudara sendiri atau sering disebut dengan SADARI adalah suatu
cara yang efektif untuk mendeteksi sedini mungkin timbulnya benjolan pada payudara,
sebenarnya dapat diketahui secara cepat dengan pemeriksaan sendiri. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan secara berkala yaitu satu bulan sekali. Ini dimaksudkan agar yang
bersangkutan dapat mengantisipasi secara cepat jika ditemukan benjolan pada payudara .
Jika SADARI dilakukan secara rutin, seorang wanita akan dapat menemukan benjolan
pada stadium dini. Sebaiknya SADARI dilakukan pada waktu yang sama setiap bulan.
Bagi wanita yang mengalami menstruasi, waktu yang tepat untuk melakukan SADARI
adalah hari ke 7 setelah sesudah hari 1 menstruasi (Mardiana, 2004). Menurut Yuni
(2009) SADARI adalah pemeriksaan yang mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk
mencari benjolan atau kelainan lainnya. Pemeriksaan payudara sendiri sangat penting
untuk mengetahui benjolan yang memungkinkan adanya kanker payudara karena
penemuan secara dini adalah kunci untuk menyelamatkan hidup.
Tujuan SADARI
Adapun tujuan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan adalah untuk
mengetahui adanya kelainan pada payudara sejak dini, sehingga diharapkan kelainan-
kelainan tersebut tidak ditemukan pada stadium lanjut yang pada akhirnya akan
membutuhkan pengobatan rumit dengan biaya mahal. Selain itu adanya perubahan yang
diakibatkan gangguan pada payudara dapat mempengaruhi gambaran diri penderita
(Hidrah, 2008).
Pentingnya pemeriksaan payudara sendiri tiap bulan terbukti dari kenyataan
bahwa kanker payudara ditemukan sendiri secara kebetulan atau waktu memeriksa diri
sendiri. Wanita-wanita yang sudah berpengalaman dalam memeriksa diri sendiri dapat
meraba benjolan-benjolan kecil dengan garis tengah yang kurang dari satu sentimeter.
Dengan demikian bila benjolan ini ternyata ganas dapat diobati dalam stadium dini. Dan
kemungkinan sembuh juga lebih besar.
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah suatu prosedur untuk
mengetahui kelainan-kelainan pada payudara dengan melakukan inspeksi secara berkala,
misalnya sebelum melakukan pemeriksaan payudara terlebih dahulu harus mencuci
tangan agar tidak terjadi infeksi pada payudara, serta penggantian bra merupakan salah
satu dari penanggulangan untuk pencegahan infeksi pada payudara. Tujuan dilakukannya
SADARI adalah untuk mendeteksi adanya kelainan-kelainan pada payudara baik
struktur,bentuk ataupun tekstur.
Manfaat SADARI
Manfaat periksa payudara sendiri (SADARI) adalah untuk mendeteksi sedini
mungkin adanya kelainan pada payudara karena kanker payudara pada hakikatnya dapat
diketahui secara dini oleh para wanita usia subur. Setiap wanita mempunyai bentuk dan
ukuran payudara yang berbeda, bila wanita memeriksa payudara sendri secara teratur,
setiap bulan setelah haid, wanita dapat merasakan bagaimana payudara wanita yang
normal. Bila ada perubahan tentu wanita dapat mengetahuinya dengan mudah (Manuaba,
2000).
1. Melihat payudara
a. Pemeriksaan ini dilakukan di depan cermin
b. Bukalah seluruh pakaian dari pinggang ke atas dan berdirilah di depan cermin yang
besar
c. Lakukan kedua tangan disamping tubuh
d. Perhatikan payudara :
-Apakah bentuk dan ukuran payudara kanan dan kiri simetris?
-Apakah payudara membesar atau mengeras?
-Apakah arah putting tidak lurus ke depan atau berubah arah?
-Apakah putting tertarik ke dalam?
-Apakah putting atau kulit ada yang lecet?
-Apakah ada perubahan warna kulit?
-Apakah kulit menebal dengan pori-pori melebar (seperti kulit jeruk)
-Apakah permukaan kulit tidak mulus, ada kerutan atau cekungan?.
e. Ulangi semua pengamatan diatas dengan posisi kedua tangan lurus keatas.
f. Setelah itu, ulangi lagi pengamatan tersebut dengan posisi kedua tangan di
pinggang, dada di busungkan, dan siku tertaarik ke belakang.
2. Memijat payudara
a. Dengan kedua tangan, pijat payudara dengan lembut dari tepi hingga ke putting
b. Perhatikan apakah ada cairan atau darah yang keluar dari putting susu (seharusnya,
tidak ada cairan yang keluar kecuali pada wanita yang sedang menyususi).
3. Meraba payudara
a. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berbaring
b. Lakukan perabaan payudara satu persatu
c. Untuk memeriksakan payudara kanan, letakkan bantal atau handuk yang dilipat
dibawahbahu kanan. Lengan kanan direntangkan disamping kepala atau diletakkan
dibawah kepala.
d. Raba payudara dengan menggunakan tiga atau empat jari tangan kiri yang saling
dirapatkan
e. Rabaan dilakukan dengan gerakkan memutar dari tepi payudara hingga keputing
susu
f. Geser posisi jari, kemudian lakukan lagi gerakkan memutar dari tepi payudara
hingga keputing susu
g. Lakukan seterusnya hingga seluruh bagian payudar diperiksa
h. Lakukan hal yang sama pada payudara yang satunya lagi
i. Sebaiknya perabaan dilakukan dalam tiga macam tekanan: tekanana ringan untuk
meraba adanya benjolan dipermukaan kulit, tekanan sedang untuk memeriksa adanya
benjolan ditengah jaringan payudara, dan tekanan kuat untuk meraba benjolan di
dasar payudara yang melekat pada tulang iga
j. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan lotion atau minyak sebagai
pelicin agar pemeriksaan lebih sensitif
k. Setelah itu, dilakukan semua langkah perabaan dalam posisi berdiri. Sebaiknya
dilakukan saat sedang mandi (dengan menggunakan sabun)
3.2.1. Definisi
Kanker serviks adalah keganasan yang paling sering ditemukan dikalangan
wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epitelium yang normal
sampai menjadi karsinoma invasif dengan gejala dan proses yang perlahan-lahan
dengan waktu bertahun-tahun. 1
Serviks atau leher mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang
menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara bertahap,
tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami
mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan
akhirnya menjadi karsinoma in-situ, kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-
kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun,
sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.1,2,3
3.2.2. Epidemiologi
Menurut Snyder (1976), Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS) umumnya
ditemukan pada usia muda setelah hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu
antara hubungan seks pertama dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk
jarak hubungan seks pertama dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun,
NIS 1 dengan NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7
tahun. Sedangkan menurut Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa
NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia
lebih dari 50 tahun sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali.12
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and Obstetrics)
tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun terlihat
sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok
umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada
kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok
umur 60-69 tahun. 6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditemukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun,
sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung
Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang terbanyak
berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%. 13
Frekuensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara berkembang
seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika
Latin dan Afrika Selatan frekuensi kanker rahim juga merupakan penyakit
keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya. Penelitian
yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000) membuktikan bahwa kanker
rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita minoritas seperti imigran Vietnam,
Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan dengan anggapan mereka bahwa wanita
yang tidak melakukan gonta-ganti pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan
Pap smear. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994 insidens
kanker serviks mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan proporsi
kanker serviks dari semua jenis kanker dibeberapa bagian patologi anatomi pada
tahun 2000, seperti Surabaya ditemukan sebesar 24,3%, Yogyakarta 25,7%,
Bandung sebesar 25,1%, Surakarta sebesar 28,2% dan Medan sebesar 16,9%. 14
3.2.3. Etiologi
Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab tersering dari kanker
serviks, yaitu infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. HPV tersebar
luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat menyebabkan
manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak yang
disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan
kondiloma akuminata sedangkan tumor
ganas anogenital adalah kanker serviks,
vulva, vagina, anus dan penis. Sifat
onkogenik HPV dikaitkan dengan protein
virus E6 dan E7 yang menyebabkan
peningkatan proliferasi sel sehingga
terjadi lesi pre kanker yang kemudian Gambar 2.1
Human Papilloma Virus (HPV)
dapat berkembang menjadi kanker. 1,7
HPV adalah virus DNA famili
papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm,
mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8
kb, mempunyai 8 open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E)
dan late (L). Gen E mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang
banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L
mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid.
Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput
lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.7
Mekanisme infeksi virus diawali dengan protein menempel pada dinding sel dan
mengekstraksi semua protein sel kemudian protein sel itu ditandai (berupa garis-
garis) berdasarkan polaritasnya. Jika polaritasnya sama denagn polaritas virus maka,
dapat dikatakan bahwa sel yang bersangkutan terinfeksi virus. Setelah itu, virus
menginfeksikan materi genetiknya ke dalam sel yang dapat menyebabkan terjadinya
mutasi gen jika materi genetik virus ini bertemu dengan materi genetik sel. Setelah
terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring pertambahan jumlah DNA
sel yang sedang bereplikasi. Ini menyebabkan displasia (pertumbuhan sel yang tidak
normal) jadi bertambah banyak dan tak terkendali sehingga menyebabkan kanker.7
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.7
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat
menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,
54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari
30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk)
sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39,
45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan
sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 58.
Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan
kanker serviks
3.2.5. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah yang
dibuat oleh FIGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics) yaitu
sebagai berikut :12
Stage 0 : Karsinoma insitu =Karsinoma intraepithelial = Karsinoma preinvasif.
Stage 1 : terbatas pada cerviks.
Stage 1A : Disertai invasi daro stoma ( Karsinoma preklinik) yang hanya diketahui
secara histologi.
Stage 1B : Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.
Stage 2 : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul, telah
mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal.
Stage 2A : Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
tumor.
Stage 2B : Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding
panggul.
Stage 3 : Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah vagina.
Stage 3A : Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
Stage 3B : Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
Stage 4 : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan atau kandung kemih.
3.2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinik.. Temuan hasil anamnesis biasanya pada kanker serviks sangat
tidak khas pada stadium dini. Gejala yang paling umum fluos dengan sedikit darah,
perdarahan postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai
perpanjangan waktu haid terkadang nampak pada stadium tersebut. Tanda-tanda
yang lebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama
dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat
akan muncul pada stadium lanjut, dan dapat berkembang menjadi nyeri pinggang
atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral
sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi
sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya: fistula
vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai. 2,3,8
Pada pemeriksaan fisik, serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak,
terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina bila tumor tumbuh eksofitik.
Pemeriksaan in spekulo biasanya ditemukan adanya portio ulseratif, fluor albus,
munculnya darah jika lesi tersentuh (lesi rapuh), serta terdapat gambaran seperti
bunga kol pada stadium lanjut. Pemeriksaan bimanual ditemukan adanya fluor albus,
massa benjolan ataupun erosi ataupun ulkus pada portio uteri. Selain itu juga dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan yang merupakan deteksi dini kanker serviks.
Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologi dan jaringan yang
diperoleh dari biopsi. Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan
pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim.
Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat
menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan
sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah
kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools
karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%).8,10
b. Koloskopi
Yang pertama kali memperkenalkan kolposkopi adalah Hiselman pada tahun
1925. Pemeriksaan kolposkopi telah digunakan secara luas di Eropa dan Amerika
Selatan untuk diagnosis kelainan pada serviks. Kolposkopi adalah pemeriksaan
dengan kolposkop, yaitu suatu alat yang dapat disamakan dengan mikroskop
bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamnya (pembesaran 10-40 kali).
Untuk menampilkan portio dipulas terlebih dahulu dengan Asam Asetat 3-5%.
Portio dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak putih atau perubahan
corakan pembuluh darah.
Alat ini selain dilengkapi sumber cahaya juga dilengkapi dengan filter hijau
waktu melihat gambaran pembuluh darah dan juga dapat di hubungkan dengan
kamera foto atau TV. Pemeriksaan ini merupakan cara pemeriksaan dengan meneliti
perubahan dari permukaan epitel serviks dan ujung-ujung pembuluh darah didaerah
tersebut. Pemeriksaan kolposkopi disamping untuk membuat diagnosis, juga dapat
mengarahkan dimana biopsi dilakukan, sehingga banyak tindakan konisasi dapat
11
dihindari. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan deteksi sitologi
menjadi 98,7% dan menurunkan frekuensi melakukan konisasi sebanyak 96%.
Lima hal yang harus di perhatikan dalam penilaian kolposkopi adalah:
- Pola pembuluh darah
- Jarak antar kapiler
- Pola permukaan epitel
- Kegelapan jaringan
- Batas-batas proses
Setelah kolposkopi, maka pasien dapat dikatagorikan:
- Kolposkopi normal
- Ada kelainan pada zona transformasi, dan perlu di biopsi.
- Kolposkopi dengan pandang tak memuaskan misalnya karena sambungan
skuamosa kolumnar tak tampak seluruhnya atau tak tampak sebagian. Pada
keadaan ini, maka tergantung pada hasil tes Pap. Bila hasil tes Pap adalah HPV,
atau atipik atau displasia ringan, maka dapat di pertimbangkan untuk
merencanakan pemeriksaan Tes Pap dalam interval waktu tertentu, misalnya 4
bulan. Namun bila hasil tes Pap termasuk LIST atau lesi serviks invasif, maka
prosedur konisasi perlu di lakukan.
Penggunaan kolposkopi dapat
sebagai alat skrining awal. Tetapi
karena alat kolposkopi termasuk alat
yang mahal, maka hal ini hanya bisa
di lakukan di pusat-pusat kesehatan
tertentu, tidak bisa dijadikan alat
skrining massal, dan alat ini lebih
sering di gunakan sebagai prosedur
pemeriksaan lanjut dari hasil tes Pap Gambar 2.4
abnormal. Jadi bila kita melakukan Pemeriksaan dengan Koloskopi
c. Tes DNA-HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih 90% kondiloma serviks, semua neoplasma
intraepitel serviks (NIS) dan kanker serviks mengandung DNA HPV. Hubungan
kuat dan tiap tipe HPV mempunyai hubungan patologik yang berbeda. Tes DNA
HPV merupakan metode molekuler untuk menentukan tipe HPV resiko tinggi.
Dikenal berbagai tipe HPV, sehingga kini telah ada sampai 60 tipe yang di
kelompokkan
- Tipe HPV resiko rendah: tipe 6 dan 11, yang jarang di temukan pada karsinoma
invasif, kecuali karsinoma varikosa.
- Tipe HPV resiko tinggi: HPV tipe 16, 18, 31, dan 45.
Berdasarkan pengenalan derajat resiko dari HPV, maka menurut ahli yang
mengunggulkan peran HPV dan tipenya, menyatakan bahwa “HPV Typing” sangat
penting dalam menindaklanjuti penemuan HPV serviks. Bila dari hasil “HPV
Typing” dikenal HPV tipe resiko rendah, maka tindak lanjutnya follow up saja.
Namun bila dikenal HPV tipe resiko tinggi perlu ditindak lanjut. HPV Typing
dilakukan dengan hibridasi DNA, spesifikasi tes DNA-HPV lebih rendah dari Tes
Pap dan biayanya mahal.
d. Inspeksi Visual
Inspeksi visual terdiri dari Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan Inspeksi
Visual dengan Lugol Iodin (VILI). Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
maksudnya adalah melihat serviks secara langsung tanpa alat pembesaran setelah
pengusapan serviks dengan asam asetat 3-5% untuk mendeteksi adanya NIS. Asam
asetat digunakan untuk meningkatkan dan membuat tanda terhadap epitel, terhadap
lesi prakanker atau kanker sebenarnya.
BIOPSI SSK ?
NEGATIF POSITIF
Bagan 2.1 Alur Pemeriksaan IVA
Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat
menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran. Tes tersebut
dapat dilakukan pada wanita yang dicurigai atau diketahui memiliki IMS atau HIV/AIDS.
Bimbingan diberikan untuk tiap hasil tes, termasuk ketika konseling dibutuhkan. Untuk
masing-masing hasil akan diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk ibu
tersebut (mis., kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 1 tahun secara berkala atau 3/5 tahun
paling lama) atau isu-isu khusus yang harus dibahas seperti kapan dan dimana pengobatan
dapat diberikan, risiko potensial dan manfaat pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk
tes tambahan atau pengobatan yang lebih lanjut.3
Menurut Efendi dan Makhfudli (2009), pengetahuan tercakup dalam enam tingkatan yaitu:19
1. Tahu (know)
Tahu adalah proses mengingat kembali (recall) akan suatu materi yang telah dipelajari.
Tahu merupakan pengetahuan yang tingkatannya paling rendah dan alat ukur yang
dipakai yaitu kata kerja seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya memahami (comprehension)
Memahami suatu kemampuan untuk menjelaskan secara tepat dan benar tentang suatu
objek yang telah diketahui dan dapat menginterpretasikan materi dengan menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang
telah dipelajari.
2. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau suatu kondisi yang nyata.
3. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-
komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitanya satu
sama lainnya yang dapat dinilai dan diukur dengan penggunaan kata kerja seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
4. Sintesis (syntesis)
Sinstesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.
5. Evaluation (evaluation)
Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek yang didasari pada suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
a. Usia
Usia merupakan lamanya hidup dalam hitungan waktu (tahun). Seseorang dengan
usia lebih lanjut / dewasa umumnya dianggap memiliki pengetahuan lebih banyak
dibanding individu berusia lebih muda. Hal ini disebabkan oleh paparan informasi
yang mungkin lebih banyak diterima seiring berjalannya waktu dan perkembangan
pola pikir individu tersebut.20
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber
kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan kagiatan
yang menyita waktu.
c. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses belajar yang pernah ditempuh secara formal didalam
lembaga pendidikan. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan terhadap tingkat
kompleksitas informasi yang dapat diterima oleh satu individu. Pendidikan juga
mempengaruhi latar belakang seorang individu dalam mengerti / menangkap suatu
pengetahuan. Dalam kaitan dengan topik penelitian ini, para petugas kesehatan
dengan latar belakang pendidikan di bidang kesehatan diasumsikan sudah pernah
mempelajari dan memahami prosedur dan manfaat dari melakukan hand hygiene.20
d. Sumber Informasi
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam penyampaian
informasi, merangsang pikiran dan kemampuan. Media informasi untuk komunikasi
massa terdiri dari media cetak yaitu surat kabar, majalah dan buku, dan media
elektronik seperti radio, tv dan internet. Sumber informasi dari buku-buku ilmiah
adalah lebih baik jika dibandingkan dengan sumber dari majalah dan surat kabar
karena informasinya lebih diyakini kebenarannya. Selain itu, sumber informasi dari
media elektronik seperti internet juga berbeda kebenarannya di mana terdapat situs-
situs yang menampilkan informasi yang berbeda. Selain melalui media tersebut,
informasi juga dapat disampaikan secara verbal. Khususnya bagi topik-topik
kesehatan yang sering disosialisasikan oleh sarana-sarana kesehatan. Selain itu
dengan paparan lingkungan sehari-hari, informasi pun dapat didapat dan dicerna
dengan lebih mudah, terutama bagi individu dalam lingkungan kerja tertentu, terlepas
dari latar belakang pendidikan individu tersebut.18,20
e. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari sikap dalam
menerima informasi.
Pengetahuan seseorang dapat diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
3.2 Hipotesis
Ha : ada pengaruh pelatihan tentang kanker serviks dan pemeriksaan deteksi dini IVA
dengan metode penyuluhan dan audiovisual terhadap kunjungan pasien pemeriksaan
IVA di Puskemas Marabahan.
Ho : tidak ada pengaruh pelatihan tentang kanker serviks dan pemeriksaan deteksi dini
IVA dengan metode penyuluhan dan audiovisual terhadap kunjungan pasien
pemeriksaan IVA di Puskemas Marabahan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan tingkat pengetahuan siswa kelas 6 pada
SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung, Kecamatan Randuagung Tahun 2021 bahwa
sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik.
2. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan tingkat kepatuhan protokol kesehatan
penyakit covid-19 siswa kelas 6 pada SDN 01, 02 dan 03 di Desa Randuagung,
Kecamatan Randuagung Tahun 2021 bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat kepatuhan protokol kesehatan yang baik.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Peneliti
Diharapkan untuk memperluas wawasan tentang covid-19 agar penelitian selanjutnya
dapat lebih baik dan lebih bermanfaat.