Anda di halaman 1dari 65

Diagnosis Holistik

PENGELOLAAN PENYAKIT HIPERTENSI DENGAN


PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA

Periode:
KEPANITERAAN PERIODE 19 APRIL – 22 MEI 2021

Oleh:

Clarisya Resky Vania, S.Ked 04054822022190


Melissa Shalimar Lavinia, S.Ked 04054822022193

Pembimbing

dr. RA. Emiria Umi Kalsum, M.Kes


dr.Yunice Kurniawati
dr.Achmad Ridwan, MO, M.Sc

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN
Diagnosis Holistik dengan Judul:

PENGELOLAAN PENYAKIT HIPERTENSI


DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA

Disusun Oleh:

Clarisya Resky Vania, S.Ked 04054822022190


Melissa Shalimar Lavinia, S.Ked 04054822022193

Telah diterima sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, Mei 2021

Mengetahui,
Pembimbing Puskesmas

dr. Yunice Kurniawati

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan portofolio ini
dengan judul “Pengelolaan Penyakit Hipertensi dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga”.
Laporan diagnosis holistik ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan
klinik senior di bagian IKM-IKK FK UNSRI.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.Achmad
Ridwan, MO, M.Sc sebagai pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan saran yang
mendukung sehingga portofolio ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Pimpinan Puskesmas Basuki Rahmat, dr. RA Emiria Umi Kalsum, M.Kes, dan
pembimbing, dr. Yunice Kurniawati, beserta staf Puskesmas, dan teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan portofolio ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan diagnosis holistik ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan diagnosis holistik ini, semoga
dapat bermanfaat.

Palembang, Mei 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................………....1


HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................………....2
KATA PENGANTAR ................................................................................
………...3 DAFTAR
ISI ..............................................................................................………...4 BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................………...5 BAB
II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................………...7 BAB
III TINJAUAN KASUS ...................................................................………..42 BAB
IV PEMBAHASAN ..........................................................................……….54 BAB
V SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................……….61
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................……….62
LAMPIRAN ...............................................................................................……….65

4
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan masalah kesehatan
utama di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi menjadi penyebab
kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Definisi dan kategori hipertensi telah
berkembang selama bertahun-tahun. Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi tekanan
darah yang persisten 140/90mmHg atau lebih dengan target pengobatan 130/80mmHg
atau kurang. Hipertensi esensial merupakan hipertensi bersifat idiopatik.1,2
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum
dan paling banyak disandang masyarakat.dan juga meruapakan salah satu pintu masuk
atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal, diabetes, stroke.2
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar
1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap
tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena
hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasinya. 2
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular
mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, dengan prevalensi
hipertensi tertinggi diikuti dengan stroke, diabetes mellitus penyakit ginjal kronik dan
kanker. Prevalensi hipertensi naik dari 25,8 persen (Riskesdas 2013) menjadi 34,1
persen (Riskesdas 2018). Tidak ada perbedaan prevalensi antara laki-laki dan wanita
tetapi prevalensi terus meningkat berdasarkan usia: pada kelompok umur 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). 4 Disability Adjusted
Life Years (DAILYs) menyatakan untuk semua kelompok umur, tiga faktor risiko
hipertensi tertinggi pada laki-laki yaitu merokok, peningkatan tekanan darah sistolik,
dan peningkatan kadar gula. Sedangkan faktor risiko pada wanita yaitu peningkatan
tekanan darah sistolik, peningkatan kadar gula darah dan IMT tinggi.2,3
Ada banyak komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertensi, antara lain penyakit
jantung koroner (PJK), infark miokard (MI), stroke (CVA), baik perdarahan iskemik
atau intraserebral, ensefalopati hipertensi, gagal ginjal akut versus kronis,

5
sampai dengan kematian (biasanya karena penyakit jantung koroner, penyakit
vaskular, terkait stroke). Oleh karena itu, pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi
sangat perlu dilakukan dan membutuhkan kerja sama antara penderita dan petugas
pelayanan kesehatan. 1
Saat ini hipertensi merupakan tantangan besar di Indonesia karena hipertensi
merupakan kasus yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Pada
tahun 2020, penyakit hipertensi menduduki posisi pertama dalam sepuluh penyakit
terbanyak di Puskesmas Basuki Rahmat. Dengan dasar ini, penulis mengangkat topik
“Hipertensi” sebagai topik untuk laporan diagnosis holistik sebagai salah satu tugas
kepaniteraan klinik di bagian IKM-IKK Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan ini adalah untuk meningkatkan penatalaksanaan
pasien hipertensi dengan pendekatan kedokteran keluarga.
b. Tujuan Khusus
a. Menentukan diagnosis holistik pada pasien hipertensi.
b. Menentukan penatalaksanaan pasien hipertensi secara komprehensif.

3. Manfaat
a. Manfaat Praktis
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dan diterapkan oleh petugas
kesehatan di layanan kesehatan primer dalam menatalaksana kasus hipertensi
dengan pendekatan kedokteran keluarga.
b. Manfaat Teoritis
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai hipertensi.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi tekanan darah sistolik seseorang di klinik adalah 140 mmHg
dan/atau tekanan darah diastolik 90 mmHg setelah pemeriksaan berulang. Tabel 1
memberikan klasifikasi tekanan darah berdasarkan pengukuran di klinik. Tabel 2
memberikan nilai tekanan darah saat rawat jalan dan di rumah. Definisi ini berlaku
untuk semua orang dewasa (berusia >18 tahun).4

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah di klinik.4

Tabel 2. Kategori tekanan darah saat rawat jalan atau di rumah.4

2. Epidemiologi
Satu miliar lebih orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi, dimana 45%
dari populasi orang dewasa terkena penyakit tersebut. Prevalensi hipertensi konsisten
tinggi di semua strata sosial ekonomi dan pendapatan. Prevalensi meningkat hingga
60% terutama populasi di atas 60 tahun. 1 Di Indonesia, prevalensi hipertensi
menduduki posisi tertinggi dalam prevalensi peyakit Tidak Menular (PTM), yaitu
sebesar 34,1%. Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan
Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).

7
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun
(45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). 2

3. Faktor Risiko
Asupan garam meningkatkan risiko hipertensi. Salah satu faktor yang dijelaskan
untuk perkembangan hipertensi esensial berkaitan dengan faktor genetik pasien.
Sekitar 50 hingga 60% pasien sensitif terhadap garam berisiko besar hipertensi. Faktor
risiko hipertensi termasuk riwayat penyakit serebrovaskular (infark miokard, gagal
jantung, stroke, serangan iskemik transien (TIA), diabetes, dislipidemia, penyakit
ginjal kronis (PGK), riwayat keluarga hipertensi, penyakit serebrovaskular dini,
hiperkolesterolemia (familial), dan diabetes.1
Faktor risiko tambahan paling umum adalah diabetes (15-20%), gangguan
profil lipid seperti peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL-C) dan
trigliserida (30%), obesitas (40%), hiperurisemia (25%) dan sindrom metabolik
(40%), serta kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat (merokok, alkohol tinggi). Satu
atau lebih faktor risiko kardiovaskular tambahan meningkatkan risiko penyakit
koroner, serebrovaskular, dan ginjal pada pasien hipertensi.4

Gambar 1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi.7

Tabel 3.

Klasifikasi risiko hipertensi berdasarkan tambahan faktor risiko, hypertension-mediated organ


damage (HMOD), dan riwayat penyakit sebelumnya.4

Faktor risiko lain seperti usia tua (>65 tahun), jenis kelamin (pria lebih banyak
dibandingkan wanita), denyut jantung (>80 denyut/menit), peningkatan berat badan,
diabetes, LDL-C/TG tinggi, riwayat CVD dalam keluarga, riwayat keluarga
hipertensi, menopause dini, kebiasaan merokok, faktor psikososial atau sosial
ekonomi, CKD sedang-berat (eGFR <60ml/min/1.73m 2), penyakit jantung koroner
(PJK) sebelumnya, gagal jantung, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, fibrilasi
atrium, CDK stadium 3B. Beberapa obat dan zat dapat meningkatkan tekanan darah
atau melawan efek penurunan tekanan darah dari terapi anti hipertensi pada individu
(Tabel 4).4

Tabel 4. Obat yang dapat meningkatkan risiko hipertensi. 4

4. Patofisiologi
Berbagai mekanisme dalam perkembangan hipertensi meliputi peningkatan
penyerapan garam yang mengakibatkan ekspansi volume, gangguan respons sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), dan peningkatan aktivasi sistem saraf simpatis.
Perubahan ini mengarah pada pengembangan resistensi perifer total dan peningkatan
afterload sehingga berkembang menjadi hipertensi.1

9
5. Algoritma Diagnosis
Anamnesis
Pasien hipertensi seringkali asimtomatik, namun gejala spesifik dapat menunjukkan
hipertensi sekunder atau komplikasi hipertensi yang memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut. Riwayat medis dan keluarga yang lengkap direkomendasikan dan harus
mencakup tekanan darah, riwayat pengobatan anti hipertensi saat ini dan sebelumnya,
obat lain yang dapat memengaruhi tekanan darah, riwayat intoleransi (efek samping)
obat anti hipertensi, kepatuhan terhadap pengobatan anti hipertensi, atau pemakaian
kontrasepsi oral.4
Gambar 2. Metode pengukuran tekanan darah.4

Pemeriksaan fisik
Pengukuran tanda vital (tekanan darah) di kedua lengan sebaiknya secara bersamaan.
Saat pemeriksaan jika didapatkan perbedaan antara lengan lebih dari 10 mmHg dalam
pengukuran berulang, gunakan lengan dengan tekanan darah lebih tinggi.
Pemeriksaan tekanan darah jika perbedaannya lebih dari 20 mmHg, maka
pertimbangkan pemeriksaan lebih lanjut.4

Tabel 5. Interval pengukuran diagnostik hipertensi.4

10
Tabel 6. Kategori tekanan darah dewasa.8

Tabel 7. Kategori tekanan darah krisis hipertensi dewasa. 8

Gejala atau tanda hipertensi seperti nyeri dada, sesak napas, palpitasi,
klaudikasio, edema perifer, sakit kepala, penglihatan kabur, nokturia, hematuria,
pusing. Gejala sugestif hipertensi sekunder diantaranya kelemahan otot, kram, aritmia
(hipokalemia/aldosteronisme primer), edema paru (stenosis arteri ginjal), berkeringat,
jantung berdebar, sering sakit kepala (pheochromocytoma), atau gejala yang
menunjukkan penyakit tiroid.2
Pemeriksaan fisik dapat membantu memastikan diagnosis hipertensi terutama
hipertensi sekunder harus mencakup sirkulasi dan jantung (denyut nadi, tekanan vena
jugularis, denyut apeks, bunyi jantung ekstra, ronkhi basal, edema perifer, dan bising
(karotis, abdominal, femoralis), pembesaran ginjal, lingkar leher lebih dari 40 cm
(obstructive sleep apnea), pembesaran tiroid, peningkatan indeks massa tubuh/lingkar
pinggang, timbunan lemak, dan striae berwarna (penyakit/sindrom Cushing).2

11
Pemeriksaan laboratorium dan EKG
Pemeriksaan laboratorium meliputi natrium, kalium, kreatinin serum, dan perkiraan
laju filtrasi glomerulus (eGFR), profil lipid dan glukosa puasa. Pemeriksaan urin
seperti tes urine dipstick. EKG 12 sadapan untuk mendeteksi fibrilasi atrium,
hipertrofi ventrikel kiri (LVH), penyakit jantung iskemik.4

Tabel 8. Pemeriksaan dasar dan pilihan hipertensi primer. 9


Pemeriksaan diagnostik tambahan
Pemeriksaan tambahan dapat menilai dan mengkonfirmasi kondisi penyerta dan/atau
hipertensi sekunder, seperti pencitraan, ekokardiografi (LVH, disfungsi
sistolik/diastolik, dilatasi atrium, koarktasio aorta), USG karotis menentukan plak
(aterosklerosis), stenosis), ultrasonografi. CT-angiografi/MR-angiografi bertujuan
mendeteksi penyakit parenkim ginjal, stenosis arteri renalis, lesi adrenal, kelainan
abdomen lainnya. Fundoskopi: perubahan retina, perdarahan, papilledema, atau
tortuosity. CT/MRI otak menentukan cedera otak iskemik atau hemoragik akibat
hipertensi. Pemeriksaan diagnostik tambahan lainnya seperti rasio albumin/kreatinin
urin, kadar serum-uric acid (s-UA), dan tes fungsi hati.4,10

6. Tatalaksana
a. Non-Medikamentosa
Pilihan gaya hidup sehat dapat mencegah atau menunda timbulnya tekanan darah
tinggi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Modifikasi gaya hidup juga
merupakan lini pertama pengobatan anti hipertensi. Modifikasi gaya hidup juga dapat
meningkatkan efek pengobatan anti hipertensi. Perubahan gaya hidup dianjurkan
seperti berhenti merokok, diet, dan olahraga.5

12

Tabel 9. Tatalaksana nonmedikamentosa pada pencegahan dan tatalaksana hipertensi.9


b. Medikamentosa
Strategi pengobatan farmakologis yang direkomendasikan sebagian besar sesuai
pedoman Amerika Serikat dan Eropa terbaru.3 Pasien mendapat terapi obat anti
hipertensi harus diperiksa setiap 1-2 bulan, tergantung pada tingkat tekanan darah.
Ketika target tekanan darah telah tercapai, pasien harus diperiksa dengan interval 3
sampai 6 bulan. Pasien dengan gejala berat, intoleransi terhadap obat anti hipertensi,
atau kerusakan organ target melakukan pemeriksaan dengan interval yang lebih
pendek antara kunjungan.11
Pedoman ACC/AHA merekomendasikan diuretik tiazid sebagai salah satu dari
empat terapi obat lini pertama yang dapat diterima tanpa preferensi antara diuretik
seperti tiazid dan tiazid. Pernyataan ilmiah AHA tentang resistant hypertension
merekomendasikan penggunaan diuretik seperti thiazide, chlorthalidone atau
indapamide, sebagai diuretik thiazide yang lebih dipilih daripada HCTZ.
Chlorthalidone lebih efektif menurunkan tekanan darah secara lebih efektif
dibandingkan dengan HCTZ terutama pada malam hari dan memiliki waktu paruh
terapeutik yang lebih lama. Chlorthalidone dan indapamide memiliki lebih banyak

13
data pengurangan risiko CVD daripada HCTZ. Dengan demikian, penggunaan
diuretik seperti tiazid lebih disukai pada hipertensi non-resisten.6,12 Pengobatan
farmakologis berbeda antara ACC/AHA, ESC/ESH, dan pedoman Kanada. Pasien
tanpa kerusakan organ target makrovaskular atau faktor risiko CVD lainnya,
Canadian yearly hypertension guidelines merekomendasikan terapi
farmakologis ketika tekanan darah diastolik ≥100 atau
tekanan darah sistolik ≥160 mm Hg. Pada pasien dengan
kerusakan organ target makrovaskular atau faktor risiko CVD
lainnya, pengobatan farmakologis dianjurkan untuk dimulai
ketika DBP rata rata ≥90 atau SBP ≥140 mm Hg dengan target
tekanan darah <140/90 mmHg. Pengobatan awal menggunakan
satu obat atau kombinasi pil tunggal. Beta blocker adalah terapi
obat lini pertama yang dapat diterima untuk mereka yang
berusia di bawah 60 tahun. Pedoman hipertensi ESC/ESH
merekomendasikan ambang pengobatan tekanan darah (tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg atau tekanan darah sistolik ≥140
mm Hg dengan target pengobatan akhir adalah <130/80 mm Hg
(usia <65 tahun, target tekanan darah sistolik adalah 120–129
mm Hg sedangkan pada mereka yang berusia 65 tahun ke atas,
targetnya adalah 130–139 sistolik). Pengobatan farmakologis
dapat dipertimbangkan dalam kisaran TD normal tinggi (130–
139 / 85– 89) saat risiko CVD sangat tinggi, terutama pada
mereka yang diketahui memiliki penyakit arteri koroner.
Terapi kombinasi dua pil tunggal sebagian besar dianjurkan,
namun tidak untuk lansia dan risiko rendah hipertensi derajat
I (140-159 / 90–99 mm Hg) dan tekanan darah sistolik <150 mmm
Hg.6

14
Tabel 10. Jenis obat anti hipertensi.9

15
Tabel 11. Jenis obat anti hipertensi.9

16
Tabel 12. Jenis obat anti hipertensi.9

Algoritma tatalaksana yang direkomendasikan oleh ISH ditunjukkan pada


Gambar 3. Langkah 1 dan langkah 2 termasuk angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor atau angiotensin II receptor blocker (ARB) ditambah calcium channel
blocker (CCB) dalam kombinasi dosis rendah dan dosis penuh. Keputusan untuk
memindahkan thiazide atau diuretik seperti thiazide seperti chlorthalidone atau
indapamide ke langkah 3 sebagian didasarkan pada hasil dari Avoiding
Cardiovascular Events through Combination Therapy in Patients Living with Systolic
Hypertension (ACCOMPLISH) dimana percobaan ACE inhibitor ditambah CCB
mencegah hasil akhir kardiovaskular lebih efektif daripada penghambat ACE dengan
kombinasi hidroklorotiazid. Kombinasi ACE inhibitor dan CCB juga merupakan
kombinasi yang paling efektif dalam Anglo-Scandinavian Cardiac Outcome Trial
(ASCOT) jika dibandingkan dengan kombinasi beta-adrenergic blocker atenolol dan
bendroflumethiazide.3

17
Gambar

3. Algoritma Pengobatan dari International Society of Hypertension. ACEi: penghambat enzim pengubah
angiotensin; ARB: penghambat reseptor angiotensin II; CCB: penghambat kanal kalsium; OD: sekali sehari; eGFR:
perkiraan laju filtrasi glomerulus; MI: infark miokard.5

Lebih lanjut, banyak uji coba hasil baru-baru ini telah membandingkan obat
anti hipertensi dari kelas yang berbeda secara langsung dan tidak menunjukkan
inferioritas ketika diuretik diberikan sebagai obat lini pertama atau kedua. Banyak uji
coba hasil pencegahan penyakit kardiovaskular pada hipertensi telah memasukkan
diuretik sebagai langkah pertama atau kedua, yang secara jelas mendukung peran
diuretik sebagai pengobatan anti hipertensi lini pertama (Gambar 4).5

Gamba

r 4. Algoritma Pengobatan dari European Society of Cardiology/European Society of Hypertension. ACEi:


penghambat enzim pengubah angiotensin; ARB: penghambat reseptor angiotensin II; CCB: penghambat saluran
kalsium; OD: sekali sehari; MI: infark miokard.5

18
Gambar 5. Pengobatan farmakologis hipertensi.13

Gambar 6. Target kontrol tekanan darah sesuai usia.13

19
Gambar 7. Strategi pengobatan hipertensi berdasarkan ISH. 13

7. Komorbiditas dan komplikasi umum


a. Hipertensi dan penyakit arteri koroner atau coronary artery disease (CAD)
Interaksi antara CAD dan hipertensi yang menyebabkan 25-30% infark miokard akut.
Tekanan darah harus diturunkan jika 140/90 mmHg dengan target <130/80 mmHg
(<140/80 mmHg pada pasien usia lanjut). RAS-blocker, beta-blocker, calcium
channel blocker (CCBs) adalah obat lini pertama pada pasien hipertensi. Pengobatan
penurun lipid dengan target LDL-C <55 mg/dL (1,4 mmol/L). Pengobatan antiplatelet
dengan asam salisilat asetil secara rutin direkomendasikan.13
b. Hipertensi dan riwayat stroke
Hipertensi adalah faktor risiko terpenting stroke iskemik atau hemragik. Stroke
sebagian besar dapat dicegah dengan kontrol tekanan darah. Tekanan darah harus
diturunkan jika 140/90mmHg dan diobati dengan target <130/80 mmHg (<140/80

20
pada pasien usia lanjut). Penghambat RAAS, CCB, dan diuretik adalah obat lini
pertama. Pengobatan penurun lipid wajib dilakukan dengan target LDL-C <70 mg/dl
(1,8 mmol/l) pada stroke iskemik. Pengobatan antiplatelet secara rutin
direkomendasikan untuk iskemik tetapi tidak untuk stroke hemoragik dan harus
dipertimbangkan dengan hati-hati pada pasien dengan stroke hemoragik hanya dengan
adanya indikasi yang kuat.13
c. Hipertensi dan gagal jantung
Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya gagal jantung HFrEF dan HFpEF. Hasil
klinis lebih buruk dan mortalitas meningkat pada pasien hipertensi dengan HF gagal
jantung. Pasien direkomendasikan dengan perubahan gaya hidup terutama diet dan
olahraga. Tekanan darah harus diturunkan jika 140/90mmHg dengan target <130/80
mmHg namun >120/70 mmHg. RAS blocker, beta-blocker, dan antagonis reseptor
mineralokortikoid semuanya efektif dalam meningkatkan hasil klinis pada pasien
dengan HFrEF, sedangkan untuk diuretik, bukti terbatas pada perbaikan gejala. CCB
diindikasikan jika kontrol tekanan darah buruk. Angiotensin receptor-neprilysin
inhibitor (ARNI; Sacubitril-Valsartan) diindikasikan untuk pengobatan HFrEF
sebagai alternatif dari ACE inhibitor atau ARBs juga pada populasi hipertensi.
Strategi pengobatan yang sama dapat diterapkan pada pasien dengan HFpEF bahkan
jika strategi pengobatan yang optimal tidak diketahui.11,13
d. Hipertensi dan penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD)
Hipertensi merupakan faktor risiko utama albuminuria dan segala bentuk CKD.
EGFR yang lebih rendah dikaitkan dengan hipertensi resisten, hipertensi terselubung,
dan peningkatan nilai teknan darah malam hari. Tekanan darah harus diturunkan jika
140/90 mmHg dan diobati dengan target <130/80mmHg (<140/80 pada pasien usia
lanjut). Penghambat RAS adalah obat lini pertama karena mengurangi albuminuria
selain pengendalian tekanan darah. CCB dan diuretik (loop-diuretik jika eGFR <30
ml/min/1.73m2) dapat ditambahkan. Fungsi eGFR, mikroalbuminuria, dan elektrolit
darah harus dipantau.11,13
e. Hipertensi dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Hipertensi merupakan komorbiditas tersering pada pasien PPOK. Tekanan darah harus
diturunkan jika 140/90mmHg dan diterapi dengan target <130/80mmHg (<140/80
pada pasien usia lanjut).

21
Strategi pengobatan harus mencakup Angiotensin AT1-Receptor Blocker (ARB) dan
CCB dan/atau diuretik, sedangkan beta blocker (selektif reseptor-b) dapat digunakan
pada pasien tertentu (misalnya CAD, HF). Faktor risiko kardiovaskular tambahan
harus dikelola sesuai dengan profil risiko kardiovaskular.11,13
f. HIV/AIDS
Orang yang hidup dengan HIV memiliki peningkatan risiko kardiovaskular.
Manajemen hipertensi harus serupa dengan populasi hipertensi umum.11,13 g. Diabetes
Tekanan darah harus diturunkan jika 140/90mmHg dan diobati dengan target
<130/80mmHg (<140/80 pada pasien usia lanjut). Strategi pengobatan harus
mencakup penghambat sistem renin-angiotensin (RAS) [dan penghambat saluran
kalsium (CCB) dan/atau diuretik seperti tiazid]. Tatalaksana harus diberikan
bersamaan statin dalam pencegahan primer jika LDL-C>70 mg/dl (1,8 mmol/l)
(diabetes dengan kerusakan organ target) atau> 100mg/dl (2,6mmol/l) (diabetes tanpa
komplikasi). Perawatan harus mencakup penurunan glukosa dan lipid sesuai pedoman
saat ini.11,13
h. Gangguan profil lipid
Tekanan darah harus diturunkan seperti yang dilakukan pada populasi umum,
terutama dengan inhibitor RAS (ARB, ACE-I) dan CCBs. Statin adalah pengobatan
pilihan penurun lipid dengan atau tanpa ezetimibe dan/atau penghambat PCSK9.
Penurunan serum trigliserida harus dipertimbangkan jika >200 mg/dl (2,3 mmol/l)
terutama pada pasien dengan hipertensi dan diabetes melitus. Manfaat tambahan
menggunakan fenofibrate dalam subkelompok HDL rendah/trigliserida tinggi.11

Tabel 13. Ambang batas dan target terapi farmakologis anti hipertensi berdasrkan kondisi klinis. 12

22
i. Sindrom metabolik
Pasien dengan hipertensi dan sindroma metabolik memiliki profil risiko tinggi.
Diagnosis sindroma metabolik harus dibuat dengan evaluasi komponen tunggal
yang terpisah. Pengobatan sindroma metabolik didasarkan pada perubahan gaya
hidup (diet dan olahraga). Pengobatan hipertensi dan sindroma metabolik harus
mencakup pengendalian tekanan darah seperti pada populasi umum dan
pengobatan faktor risiko tambahan berdasarkan tingkat dan risiko kardiovaskular
secara keseluruhan.11

Tabel 14. Tatalaksana hipertensi berdasarkan kelompok komorbid.6

j. Keadaan darurat hipertensi


Keadaan darurat hipertensi berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
secara substansial dengan kerusakan organ target akut. Organ sasaran termasuk
retina, otak, jantung, arteri besar, dan ginjal. Situasi ini membutuhkan
pemeriksaan diagnostik yang cepat dan penurunan tekanan darah segera untuk
menghindari kegagalan organ yang progresif. Biasanya diperlukan terapi
intravena. Pilihan pengobatan anti hipertensi sebagian besar ditentukan oleh jenis
kerusakan organ. Gambaran klinis khusus dari kegawatdaruratan hipertensi
meliputi:13
Hipertensi maligna: peningkatan tekanan darah yang berat (umumnya
>200/120mmHg) berhubungan dengan retinopati bilateral lanjut (perdarahan,
bintik kapas, papilledema).
Hipertensi ensefalopati: peningkatan tekanan darah yang berat berhubungan
dengan malaise, kejang, dan koma tanpa adanya penjelasan lain.

23
Mikroangiopati trombotik hipertensi: peningkatan tekanan darah yang berat
terkait dengan hemolisis dan trombositopenia tanpa adanya penyebab lain dan
perbaikan dengan terapi penurunan tekanan darah.
Presentasi lain dari kegawatdaruratan hipertensi termasuk: peningkatan TD
yang parah terkait dengan perdarahan otak, stroke akut, sindrom koroner akut,
edema paru kardiogenik, aneurisma/diseksi aorta, dan preeklamsia berat dan
eklamsia. Pasien dengan peningkatan tekanan darah secara substansial yang tidak
memiliki kelainan organ target akut tidak dianggap sebagai keadaan darurat
hipertensi dan biasanya diobati dengan terapi anti hipertensi oral.13
8. Komplikasi
Komplikasi berikut telah dilaporkan dengan hipertensi yang tidak terkontrol, dalam
beberapa penelitian populasi skala besar:1

Penyakit jantung koroner (PJK)

Infark miokard (MI)

Stroke (CVA), baik perdarahan iskemik atau intraserebral

Ensefalopati hipertensi

Gagal ginjal, akut versus kronis

Penyakit arteri perifer

Fibrilasi atrium

Aneurisma aorta

Kematian (biasanya karena penyakit jantung koroner, penyakit vaskular, terkait
stroke).

9. Prognosis
Hasil uji coba terkontrol plasebo dari obat anti hipertensi telah menunjukkan bahwa
pengobatan aktif mencegah hasil penyakit kardiovaskular, termasuk stroke, gagal
jantung, infark miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan aneurisma aorta. 1 Metanalisis
skala besar juga menunjukkan peningkatan CVD dan risiko penyakit vaskular dengan
peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, dengan risiko kematian akibat
penyakit jantung dan stroke hampir dua kali lipat dengan peningkatan SBP sebanyak
20 dan DBP 10 mmHg. Prognosisnya tergantung pada pengaturan tekanan darah,
namun komplikasi dapat berkembang pada beberapa pasien karena hipertensi

24
merupakan penyakit yang progresif. Kontrol yang memadai dan tindakan gaya hidup
hanya berfungsi untuk menunda perkembangan dan perkembangan gejala sisa seperti
penyakit ginjal kronis dan gagal ginjal.1

10. Follow up
Pengukuran tekanan darah kantor standar harus digunakan untuk tindak lanjut.
Pengukuran menggunakan perangkat lengan atas elektronik (osilometri) lebih disukai
daripada auskultasi. Pasien yang mengalami keadaan darurat hipertensi berisiko lebih
tinggi terkena penyakit kardiovaskular dan ginjal. Pemeriksana menyeluruh dari
penyebab yang mendasari potensial dan penilaian HMOD adalah wajib untuk
menghindari kekambuhan berulang pada keadaan darurat hipertensi. Demikian pula,
penyesuaian dan penyederhanaan terapi anti hipertensi yang dipasangkan dengan
saran untuk modifikasi gaya hidup akan membantu meningkatkan kepatuhan dan
pengendalian TD jangka panjang. Follow up yang teratur dan sering (bulanan)
direkomendasikan sampai target tekanan darah tercapai dan idealnya tercapai regresi
HMOD.4,12

25
B. Konsep Pendekatan Kedokteran Keluarga

1. Pengertian dan Bentuk Keluarga


Bentuk keluarga menggambarkan berbagai adaptasi terhadap tuntutan keluarga
yang terbeban pada orang dan keluarga. Setiap keluarga membentuk kekuatannya
sendiri dan mudah dipengaruhi. Keluarga adalah salah satu kelompok atau
kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit
masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan
atau ikatan lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh
seorang kepala keluarga. Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa
sumber, yaitu: 14,15
1) Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap
anggota keluarga.
2) Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling
berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
3) Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan

Keluarga dibagi menjadi beberapa bentuk berdasarkan garis keturunan,


jenis perkawinan, pemukiman, jenis anggota keluarga dan kekuasaan, dijelaskan
sebagai berikut. 16
1) Berdasarkan Garis Keturunan
Patrilinear adalah keturunan sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis
ayah. Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa ganerasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur
garis ibu.

26
2) Berdasarkan Jenis Perkawinan
a. Monogami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan
seorang istri.
b. Poligami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan lebih
dari satu istri.

3) Berdasarkan Pemukiman
a. Patrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan
keluarga sedarah suami.
b. Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat
dengan keluarga satu istri
c. Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami
maupun istri.

4) Berdasarkan Jenis Anggota Keluarga


a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anak.
b. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambahkan
dengan sanak saudara. Misalnya: kakak, nenek, keponakan, dan lain-lain. c.
Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiiri dari wanita
dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga Duda/janda (Single Family) dalah keluarga yang terjadi karena
perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang yang terjadi tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

5) Berdasarkan Kekuasaan
a. Patriakal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam
keluarga adalah dipihak ayah.
b. Matrikal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam
keluarga adalah pihak ibu.

27
c. Equalitarium adalah keluarga yang memegang kekuasaan adalah ayah
dan ibu.

2. Pengaruh Keluarga terhadap Kesehatan


1) Penyakit Keturunan
• Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan faktor lingkungan
(fungsi-fungsi keluarga lainnya)
• Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus kehidupan keluarga) •
Perlu marriage counseling dan screening
2) Perkembangan Bayi dan Anak
Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-fungsi yang sakit
atau terganggu, akan mengganggu perkembangan fisik dan perilaku dari
anak.
3) Penyebaran Penyakit
• Penyakit infeksi
• Penyakit neurosis
4) Pola Penyakit dan Kematian
Hidup tidak menikah atau bercerai dapat mempengaruhi angka kesakitan
dan kematian seseorang.
5) Proses Penyembuhan Penyakit
Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak atau pada individu pada
keluarga dengan fungsi keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada
keluarga dengan fungsi keluarga yang sakit atau terganggu.

3. Pengaruh Kesehatan terhadap Keluarga


1) Bentuk Keluarga
a. Infertilitas membentuk sebuah keluarga inti tanpa anak
b. Penyakit jiwa (kelainan seksual: homoseksual) jika membentuk
keluarga:keluarga non-tradisional
2) Fungsi Keluarga
a. Jika kesehatan kepala keluarga (pencari nafkah) terganggu maka akan
mengganggu fungsi ekonomi dan fungsi pemenuhan kebutuhan fisik
keluarga.
b. Jika kesehatan ibu rumah tangga terganggu dapat mengganggu fungsi
afektif dan fungsi sosialisasi dalam suatu keluarga.

28
3) Siklus Kehidupan Keluarga
a. Infertilitas: tidak mengalami siklus kehidupan keluarga yang lengkap b. Jika
kesehatan sepasang suami istri memburuk atau bahkan dapat ke dalam “tahap
lenyapnya keluarga”

4. Fungsi-Fungsi Keluarga
Lima dasar fungsi keluarga, yaitu:17
1) Keluarga memberikan dukungan satu dengan lainnya (saling mendukung) 2) Keluarga
membangun otonomi dan kebebasan kepada setiap anggotanya untuk tumbuh sebagai
individu yang meningkat dalam keluarga (kebebasan yang bertanggungjawab).
3) Keluarga menciptakan peraturan yang dapat mengatur hubungan kekeluarga
dengan individu-individu dalam keluarga.
4) Keluarga menyesuaikan dengan perubahan lingkungan (adaptasi terhadap perubahan
lingkungan).
5) Keluarga berkomunikasi satu dengan lainnya.

5. Siklus Duvall Fase Kehidupan Keluarga


Keluarga sebagaimana individu berubah dan berkembang setiap saat. Masing
masing tahap perkembangan mempunyai tantangan, kebutuhan, sumber daya
tersendiri, dan meliputi tugas yang harus dipenuhi sebelum keluarga mencapai
tahap yang selanjutnya. Menurut Duvall (1977) terdapat 8 tahapan
perkembangan keluarga (Eight-Stage Family Life Cycle):14
1) “Married couples (without children)” (Pasangan nikah dan belum memiliki
anak)
2) “Childbearing Family (oldest child birth-30 month)” (Keluarga dengan
seorang anak pertama yang baru lahir)
3) “Families with preschool children (oldest child 2,5- 6 years)” (Keluarga
dengan anak pertama yang berusia prasekolah)
4) “Families with School Children (Oldest child 6-13 years )” (Keluarga
dengan anak yang telah masuk sekolah dasar)
5) “Families with teenagers (oldest child 13- 20 years)” (Keluarga dengan
anak yang telah remaja)
6) “Families launching young adults (first child gone to last child’s leaving
home)” (Keluarga dengan anak yang telah dewasa dan telah menikah)

29
7) “Middle Aged Parents (empty nest to retirement)” (Keluarga dengan orang
tua yang telah pensiun)
8) “Aging family members (retirement to death of both spouse)” (Keluarga
dengan orang tua yang telah lanjut usia)

Sebuah keluarga akan bertumbuh dan berkembang, pada awalnya dua


orang individu membangun keluarga sebagai pasangan, tugas mereka saling
menyesuaikan diri satu sama lain agar tercipta keharmonisan (married couple).
Setelah mereka dikaruniai anak pertama, mereka memasuki tahap keluarga yang
disebut childbearing families. Memasuki tahap ini, tugas mereka bertambah pula,
bukan hanya sebagai pasangan, melainkan juga sebagai ayah/ibu bagi anak
anaknya. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak pertama, tugas
perkembangan keluarga mereka pun bertambah. Memasukkan anak ke pra sekolah
(family with preschool children), memasukkan anak ke sekolah (families with
school children), membantu anak menghadapi masa pubertas (families with
teenagers), melepaskan anak pertama untuk melanjutkan tahap perkembangannya
sebagai orang dewasa (families launching young adults), kemudian pasangan
mulai memasuki masa setengah bayanya (middle aged parents), dan akhirnya
pasangan memasuki masa senja sampai akhir hayatnya (aging family members).
Pada tahap families with teenagers, usia anak pertama berada pada masa
remaja (±11-20 tahun), atau ditandai dengan anak pertama sudah mengalami
pubertas. Pubertas adalah perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi
perubahan tubuh dan hormonal yang terutama terjadi selama masa remaja awal
(usia ±11-15 tahun). Pubertas ditandai oleh mulainya ketertarikan terhadap lawan
jenis, menstruasi pertama pada anak perempuan dan mimpi basah atau munculnya
dorongan seksual pada anak laki-laki. Dalam tahap ini, tujuan keluarga adalah
melonggarkan ikatan keluarga (mengurangi intensitas kontrol orangtua terhadap
anak remajanya) untuk memberi tanggung jawab dan kebebasan yang lebih besar
kepada anak, mempersiapkan untuk melepaskan anak-anak yang menuju pada
masa dewasa. Selain itu keluarga mempunyai tugas seperti menyediakan fasilitas
bagi kebutuhan anggota keluarga yang berbeda-beda, mengatasi masalah finansial,
berbagi tanggung jawab kehidupan keluarga, menjaga fokus perhatian pada relasi
pernikahan, menjembatani kesenjangan komunikasi antar generasi,

30
menjaga hubungan dengan sanak saudara, memperluas wawasan remaja dan
orangtua, dan memelihara sudut pandang etis dan moral yang penting bagi
keluarga.
Secara umum, orangtua mengalami kesulitan dalam mendampingi anak
pertamanya melalui masa remaja, khususnya di masa remaja awal (usia ±11-15
tahun), masa pubertas baru saja dimulai dan belum terbentuknya sebuah
pola/kebiasaan yang terjadi dari peralihan masa kanak-kanak ke masa remaja. Hal
ini dikarenakan perubahan fisik dan hormon dalam tubuh remaja membuatnya
lebih sensitif, mengalami krisis percaya diri, dan berbagai masalah lainnya,
terutama yang berhubungan dengan kehidupan sosialnya. Untuk itu, orangtua
harus membantu anak remajanya dengan mengajak anak untuk berdiskusi,
sehingga dapat memahami permasalahan yang dialami anak, dan membantu anak
melakukan proses pemecahan masalah agar anak dapat melanjutkan tahapan
sebagai orang dewasa muda yang mandiri. Menurut Duvall & Miller peran
orangtua sangat penting dalam keberhasilan seorang anak dalam memenuhi tugas
perkembangannya. Orangtua merupakan figur utama yang pertama kali dilihat dan
diketahui bagaimana gerak langkahnya dalam hidup keluarga.
6. Genogram
Genogram keluarga adalah grafik yang menggambarkan anatomi/struktur
keluarga, termasuk pohon keluarga, grafik fungsional, dan riwayat sakit
keluarga. Genogram adalah suatu sarana klinis yang sangat membantu para
dokter keluarga untuk mengintegrasikan masalah-masalah kesehatan yang
dilami suatu keluarga dan memberikan jalan keluar dan pemecahan masalah
agar tebentuk suatu hubungan patient care yang lebih baik. Penggunan
genogram juga mampu menjabarkan pengertian dari sisi dokter keluarga
mengenai masalah yang dihadapi keluarga melalui gambaran yang dibuat sesuai
dengan konteks permasalahan keluarga. 18

31

Gambar 8. Simbol dalam Genogram

Genogram sebagai salah satu teknik dalam penyelenggaraan terapi keluarga


dan merupakan suatu diagram sistem hubungan keluarga tiga generasi, di mana
simbol digunakan untuk mengidentifikasikan sistem, subsistem, dan karakteristik
mereka, kemudian memberikan bentuk tentang karakter keluarga. 19
Gambar 9. Diagram Genogram Sederhana

Adapun langkah langkah dalam membuat genogram agar dapat lebih


mudah dipahami dan diaplikasikan. Langkah pertama adalah menggambarkan
kerangka genogram dengan cara sebagai berikut: 19
1) Identifikasi jenis kelamin pasien dengan menggunakan simbol kotak dan
lingkaran.

32
2) Hubungkan setiap status dalam anggota keluarga dengan garis-garis yang
tersedia. Untuk anggota keluarga yang dewasa, pasangan menikah, anak
anak, orang tua, serta kakek- nenek juga dimasukkan. Informasi tentang
penyakit juga harus disertakan.
3) Posisi gambaran keluarga initi berada di tengah diagram. Apabila ada
pernikahan sebelumnya, dibuat di samping kiri atau kanan diagram. 4)
Saudara-saudara kandung diposisikan secara kronologis atau berurutan,
kecuali saudara-saudara merupakan hasil dari pernikahan lain.
5) Berikan keterangan usia apabila diketahui di dalam simbol perorangan
dengan tangal lahir di sampignya.
6) Identifikasi anggota keluarga yang sudah meninggal dengan memberikan
tanda silang pada simbol dan berikan keterangan tanggal kematian. 7) Berpisah
ditandai dengan satu garis miring dan perceraian ditandai dengan dua garis
miring pada garis pernikahan.
8) Tandai juga jumlah pernikahan untuk setiap pasangan dengan tangga
perpisahan ataupun perceraian di sampingnya.

Setelah kerangka genogram sudah dijabarkan, tahap selanjutnya adalah


mengembangkan genogram. Data-data yang penting dalam inforamsi genogram
antara lain adalah measalah kesehatan metnal dan fisik yang serius untuk setiap
anggota keluarga. Idealnya, perlu juga ditanyakan secara spesifik mengenai
riwayat penyakit dan kelainan dalam keluarga, misalnya penyakit jantung,
hipertensi, diabetes, kanker, stroke, gangguan jiwa, dan gangguan pada saraf.

33

Gambar 10
. Pengertian Garis dan Simbol dalam Genogram

7. Family Assessment (APGAR, SCREEM)


1) Family APGAR
Mengukur sehat atau tidaknya fungsi di dalam keluarga, dapat dilakukan
dengan metode penilaian sederhana yang dikenal dengan nama APGAR
Keluarga (Family APGAR). Kuesioner APGAR keluarga ini telah banyak
digunakan untuk menilai hubungan antara fungsi keluarga dengan kondisi
kondisi dalam pelayanan kesehatan maupun kejadian penyakit. 20 Penilaian
fungsi keluarga ini adalah bertujuan untuk menilai persepsi setiap anggota
keluarga mengenai fungsi keluarga dengan cara menilai kepuasannya
terhadap hubungan keluarga. Pada Tabel 6, penilaian ini memiliki 5
parameter fungsi keluarga yang dinilai: Adaptability (penyesuaian),
Partnership (kemitraan), Growth, Affection dan Resolve. Terdapat pilihan
respon untuk menggambarkan frekuensi kepuasaan dengan setiap parameter
yaitu 0 (hampir tidak pernah) sampai 2 (hampir selalu) dapat dilihat di Tabel
7. 20

34
Tabel 15. Family APGAR
Komponen Indikator Skor

Adaptation Kemampuan keluarga untuk memanfaatkan dan 0-2


berbagi sumber daya yang ada, baik keluarga itu
sendiri atau dengan keluarga lain

Partnership Saling berbagi dalam membuat keputusan. Hal ini 0-2


mengukur pencapaian dalam memecahkan
permasalahan dengan komunikasi

Growth Hal ini mewakili pertumbuhan fisik dan 0-2


emosional. Hal ini mengukur kepuasaan
penyediaan kebebasan untuk berubah

Affection Bagaimana emosi seperti cinta, marah dan benci 0-2


dibagi diantara anggota keluarga. Hal ini
mengukur kepuasan anggota keluarga terhadap
keintiman dan reaksi emosional yang ada di
keluarga
Resolve Mewakili bagaimana waktu, ruang, keuangan 0-2
dibagikan. Hal ini mengukur kepuasan anggota
keluarga dengan komitmen yang dibuat oleh
anggota keluarga lain.

Total

35
Tabel 16. Kuisioner APGAR Keluarga
Hampir Kadang- Hampir
tidak pernah kadang selalu

Saya puas dengan keluarga saya


karena masing-masing anggota
keluarga sudah menjalankan sesuai
dengan seharusnya

Saya puas dengan keluarga saya


karena dapat membantu memberikan
solusi terhadap permasalahan yang
saya hadapi

Saya puas dengan kebebasan yang


diberikan keluarga saya untuk
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki

Saya puas dengan kehangatan/kasih


sayang yang diberikan keluarga saya

Saya puas dengan waktu yang


disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Interpretasi APGAR skor
8-10 = fungsi keluarga baik
4-7 = disfungsi keluarga moderat
0-3 = keluarga tidak sehat

36
2) Family SCREEM
SCREEM keluarga (Sosial, Kultural, Religi, Ekonomi, Edukasi, Medis)
menggambarkan ketersediaan sumber, penilaian kapasitas keluarga dalam
berpartisipasi pada ketentuan pelayanan kesehatan atau mengatasi krisis. 21

Tabel 17. Family SCREEM


Sumber Patologi

Social Interaksi sosial merupakan bukti antara Terisolasi dari


anggota keluarga, anggota keluarga jalur luar keluarga,
komunikasi yang seimbang dengan grup masalah
sosial diluar keluarga seperti teman, komitmen
grup olahraga, klub dan komunitas berlebih
lainnya

Cultural Kebanggan budaya atau kepuasan dapat Keterbelakang


teridentifikasi, khususnya dalam grup an
etnis yang jelas etnis/budaya

Religious Tawaran agama yangmemuaskan Ritual/dogma


pengalaman spiritual dan hubungan yang kaku,
dengan grup diluar keluarga yang lemah iman
mendukung
Economic Stabilitas ekonomi cukup untuk Kekurangan
menyediakan kepuasaan yang berhubungan ekonomi yang tidak
dengan status keuangan dan kemampuan untuk sesuai rencana
menyatukan dengan permintaan ekonomi sesuai
ekonomi
dengan norma kehidupan

Education Pendidikan anggota keluarga cukup untuk Halangan untuk


mengijinkan anggota keluarga memahami
memecahkan atau memahami sebagian
besar permasalahan yang muncul dalam
gaya hidup formal yang dibangun oleh

37
keluarga
Medical Perawatan kesehatan tersedia melalui Tidak tersedia
saluran yang mana secara mudah terbangun dan
sumber
sebelumnya dialami cara yang memuaskan peralatan/fasili
tas dalam
perawatan

Untuk mengisi kolom Family SCREEM kita harus bisa menentukan


sumber daya yang berguna dan yang tidak berguna ditinjau dari segi sosial,
budaya, agama, ekonomi, pendidikan, kesehatan. sumber daya yang berguna
dimasukkan kedalam kolom resource.

8. Prinsip-Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga


Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran WHO
dan WONCA. Prinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan untuk dapat
meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam melaksanakan pelayanan
kedokteran. Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan/mewujudkan:
1) Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2) Pelayanan yang kontinu
3) Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4) Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5) Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integrasi dari
keluarganya.
6) Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya.
7) Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum.
8) Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan.
9) Pelayanan yang sadar biaya dan mutu.

38
Prinsip pokok pelayanan kedokteran menyeluruh pada dasarnya adalah
pelayanan yang lengkap. Baik ditinjau dari sudut penyelenggara pelayanan
(menerapkan semua tata cara pelayanan yang dikenal), maupun jika ditinjau dari
sudut pasien sebagai pemakai jasa pelayanan (memenuhi semua kebutuhan dan
tuntutan kesehatan pasien, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari
anggota keluarga). Apabila semua kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien
sebagai bagian dari anggota keluarga dapat dipenuhi, akan dapat diharapkan
makin meningkatnya derajat kesehatan pasien, yang apabila berhasil diwujudkan
secara optimal, pada gilirannya akan berperan besar dalam meningkatkan derajat
kesehatan keluarga serta masyarakat secara keseluruhan.

9. Konsep Bio-Psikososial Mandala of Health


Mandala of health adalah merupakan suatu model biopsikososial di dalam
bindang kesehatan mengenai ekosistem manusia. Konsep ini pertama kali
dikembangkan oleh Toronto Departement of Public Health sebagai alat
pendekatan terhadap kesehatan publik. Fungsi Mandala of Health: 23
1) Menyediakan perspektif yang luas mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan bagi tenaga medis dan pembuat kebijakan. 2) Saat
digunakan sebagai bahan pelajaran, mandala of health lebih menekankan
pada kesehatan dibandingkan pada pengobatan dan penyakit. 3) Pada
pembelajaran klinis, mandala of health menggunakan diagnosis holistik
sebagai pendekatan pada kesehatan.
4) Mandala of health membantu tenaga kesehatan dalam mengetahui
penyebab sakit.
5) Mandala of health juga membantu tenaga kesehatan dalam melakukan
intervensi yang tepat pada kesehatan.
6) Digunakan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan kesehatan dan
tindakan pelaksanaan kesehatan dalam lingkup yang besar.

39

Gambar 11. Mandala of Health 23

Berdasarkan gambar di atas, Mandala of Health memiliki makna sebagai berikut.


1. Suatu individu terdiri atas tiga komponen penting yaitu body, mind, dan spirit
2. Keluarga (family), komunitas (community), dan budaya (culture) saling
berinteraksi baik dengan satu sama lain maupun dengan individi itu sendiri 3.
Individu dipengaruhi oleh lingkungan yang ditinggalinya yaitu lingkungan buatan
(Human-made environment) dan lingkungan alam (Biosphere) 4. Terdapat 4 faktor
yang membentuk suatu individu yaitu: 1) tingkah laku personal, 2) lingkungan
psiko-sosial-ekonomi (faktor politik, sosiologi, ekonomi) 4) lingkungan fisik, 5)
Biologi manusia (Genetik, penyakit) 5. Kesehatan seseorang dapat dipengaruhi
oleh pekerjaan mereka, pilihan gaya hidup mereka dan sick care system.

10. Coping Score


Koping keluarga adalah bagaimana keluarga bereaksi terhadap situasi yang
penuh dengan stress (strategi-strategi apa yang dibuat).(Friedman, 1998) Berikut
adalah skala kemampuan keluarga menyelesaikan masalah (coping score): 24 1 =
Tidak dilakukan, menolak, tidak ada partisipasi
2 = Mau melakukan tapi tidak mampu, tak ada sumber (hanya keinginan)
penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya oleh provider

40
3 = Mau melakukan, namun perlu penggalian sumber yang belum dimanfaatkan
sehingga penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh provider 4 = Mau
melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada upaya provider
5 = Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
41
BAB III

TINJAUAN KASUS

1. Anamnesis

1. Identifikasi Pasien

Nama : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir/ Usia : 24 Oktober 1958/ 62 tahun

Agama : Islam

Alamat : Gg. Djaja, Lorong Jambu, RT/RW 11/07 Kelurahan Pipa Reja,
Kecamatan Kemuning, Palembang

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Tanggal kunjungan : 11 Mei 2021

Cara Pembayaran : BPJS

2. Anamnesis (Autoanamesis tanggal 11 Mei 2021)

Keluhan utama : Nyeri kepala dan leher bagian belakang

Riwayat perjalanan penyakit :

Sejak ± 3 hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri kepala dan leher bagian
belakang. Pasien juga mengeluh badan terasa lemas dan menjadi lebih mudah lelah.
Pasien mengatakan seminggu belakangan ini kurang tidur. Nyeri dada tidak ada,
jantung berdebar tidak ada, bengkak pada anggota gerak tidak ada, gangguan
penglihatan tidak ada. BAB dan BAK dalam batas normal.

42
Pasien memiliki riwayat mengonsumsi obat anti hipertensi (Amlodipin 5 mg 1x1),
Pasien rutin mengkonsumsi obat sejak tahun 2016.

Riwayat Penyakit Dahulu:

a. Riwayat Kencing Manis : disangkal


b. Riwayat Darah Tinggi : Ada
c. Riwayat Stroke : disangkal
d. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
e. Riwayat Sakit Ginjal : disangkal
f. Alergi Obat dan Makanan : disangkal
g. Riwayat Asma : disangkal
h. Riwayat Operasi : disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


• Ayah : Hipertensi, penyakit jantung
• Ibu : Hipertensi, stroke
• Adik perempuan kedua : stroke
• Adik perempuan ketiga : Hipertensi

3. Pemeriksaan Fisis

a. Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 84x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
Berat Badan : 70 kg
Tinggi : 156 cm
IMT : 28,75 kg/m2(Overweight)

43
b. Keadaan spesifik
Kepala
Wajah : Simetris
Mata : konjungtiva palpebrae anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokor, Φ 3 mm/3 mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung : deviasi septum tidak ada, sekret ada.
Telinga : meatus akustikus eksternus lapang, sekret (-/-), membrane timpani intak
Tenggorokan : arcus faring simetris, faring hiperemis (+),faring edema(+) uvula
di tengah

Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)


Thorax
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : iktus kordis tidak terlihat dan teraba, stem fremitus kanan dan kiri
sama
Perkusi : Batas jantung normal, sonor pada kedua lapang paru Auskultasi :
Bunyi jantung I-II normal, HR 86 x/menit, murmur (-), gallop (-), suara napas
vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-), RR 20 x/menit Abdomen
Inspeksi : datar, simetris
Palpasi : lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-), massa
(-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : Kekuatan ekstremitas atas (5/5) dan bawah (5/5)
Genitalia eksterna : tidak diperiksa

44
FOLLOW UP (19 Mei 2021)
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 130/85 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3°C
Berat Badan : 70 kg
Tinggi : 156 cm
IMT : 28,75 kg/m2(Overweight)

4. Rencana Pemeriksaan Penunjang

Kolesterol.

5. Diagnosis Kerja

Hipertensi Stadium I on therapy

6. Hasil Observasi Kunjungan Rumah

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari kunjungan home visit, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah kesehatan dalam keluarga Ny. JN tersebut beserta dengan
kemungkinan penyebab masalah kesehatannya yang disajikan dalam tabel sebagai
berikut:

45
Tabel 18. Hasil Observasi Kunjungan Rumah
No Anggota Keluarga Masalah Kesehatan Kemungkinan Keterangan
. Penyebab Masalah
Kesehatan

1. Pasien Hipertensi Kebiasaan makan Saat kunjungan


(Tn. M) makanan yang asin, ke rumah
bersantan. memiliki
Kelebihan berat badan masalah
(overweight). Kesehatan.
Jarang berolahraga
Kebiasaan kurang tidur.

2. Istri pasien Hipertensi Kebiasaan makan Saat kunjungan


(Ny. K) makanan yang asin, ke rumah tidak
bersantan. memiliki
Jarang berolahraga masalah
kesehatan

3. Anak Pasien Hipertensi Kebiasaan makan Saat kunjungan


(Tn. H) makanan yang asin dan ke rumah tidak
goreng memiliki
gorengan. masalah
Jarang berolahraga. kesehatan.
Terpapar asap rokok
dari lingkungan kerja.

4. Menantu Pasien Tidak ada keluhan Kebiasaan makan Saat kunjungan


(Ny. A) makanan yang asin dan ke rumah tidak
goreng memiliki
gorengan. masalah
Jarang berolahraga. kesehatan.

5. Adik Pasien Hipertensi Kebiasaan makan Saat kunjungan


(Ny. SM) makanan yang asin dan ke rumah
goreng memiliki
gorengan. Makanan masalah
bersantan kadang-kadang. Kesehatan.
Kelebihan berat badan
(overweight)
Jarang berolahraga.

6. Adik Ipar Pasien Tidak ada keluhan Kebiasaan makan Saat kunjungan
(Tn. K) makanan yang asin dan ke rumah tidak
goreng memiliki
gorengan. masalah
Terpapar asap rokok kesehatan.
dari lingkungan kerja.
Dari tabel di atas, diperoleh data masalah kesehatan yang dialami Tn. M dan
keluarga saat kunjungan ke rumah. Berdasarkan wawancara, dapat diketahui beberapa
penyebab masalah yang dianggap menjadi kemungkinan penyebab kondisi kesehatan
dalam keluarga tersebut. Dilihat dari aspek kesehatan masyarakat, masalah-masalah
kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga Ny. JN tersebut di atas terkait dengan
determinan kesehatan yang ada yaitu aspek biologis dan genetik, lingkungan, aspek
perilaku / gaya hidup, dapat diuraikan sebagai berikut:

46
1) Tn. M: Hipertensi
Berdasarkan determinan kesehatan, masalah kesehatan yang ada terutama
disebabkan oleh aspek biologis dan genetik, aspek perilaku, serta aspek lingkungan. 2)
Istri pasien (Ny. K) : Hipertensi
Berdasarkan determinan kesehatan, masalah kesehatan yang ada terutama
disebabkan oleh aspek biologis, aspek perilaku, dan aspek lingkungan.
3) Adik pasien (Tn. K) : Hipertensi
Berdasarkan determinan kesehatan, masalah kesehatan yang muncul terutama
disebabkan oleh aspek biologis dan genetik, aspek perilaku, dan aspek lingkungan. 4)
Anak pasien (Tn. H) : Hipertensi
Berdasarkan determinan kesehatan, masalah kesehatan yang muncul terutama
disebabkan oleh aspek genetik, aspek perilaku dan aspek lingkungan.

7. Diagnostik Holistik
a. Aspek Personal : Pasien mengeluh nyeri kepala dan leher terutama tengkuk b.
Aspek Klinis : Hipertensi
c. Aspek Internal : Masalah genetik yaitu kedua orangtua pasien memiliki riwayat
hipertensi. Masalah perilaku berupa pola makan yang tidak sehat seperti lebih
banyak dan sering mengkonsumsi makanan yang bersantan dan tinggi garam.
Pasien jarang berolahraga karena aktivitas kesehariannya. Pasien juga tidur
hanya +/- 5 jam per hari, selama bulan Ramadhan.
d. Aspek Eksternal : Tidak ada keluhan masalah.
e. Skala Fungsional : 1 (Mandiri dalam perawatan diri, bekerja di dalam dan
luar rumah)

47
1) Genogram

Gambar 13. Genogram Keluarga Tn. M

Keterangan :

: Laki-laki
: Perempuan

: Hipertensi

: Penyakit jantung
: Meninggal dunia

48
2) APGAR

0: Jarang/tidak sama sekali

1: Kadang-kadang

2: Sering/selalu

Tabel 19. Skor APGAR Pasien dan Keluarga


Variabel APGAR APGAR APGAR APGAR APGAR APGAR
Penilaian Tn. M Ny. K Tn. H Ny. A Ny. SM Tn. K

Adaptation 2 2 2 2 2 2

Partnership 2 2 2 1 2 1

Growth 2 2 2 2 2 2

Affection 2 2 2 2 2 2

Resolve 2 2 1 1 1 1

Total 10 10 9 8 9 8

Interpretasi: < 5 (kurang), 6-7 (cukup), dan 8-10 (baik)


Rata-rata skor APGAR: 8 (baik)
49
3) SCREEM
Tabel 20. Skor SCREEM Pasien
Variabel Penilaian Penilaian

Social Keluarga memiliki hubungan yang baik dan cukup dekat dengan tetangga
di lingkungan rumah.

Culture Keluarga ini memberikan apresiasi yang cukup terhadap budaya, tata
krama, dan perhatian terhadap sopan santun. Bahasa yang digunakan
sehari-hari adalah bahasa Palembang.

Religious Keluarga ini taat menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya.

Economic Status ekonomi keluarga ini menengah.

Educational Tingkat pendidikan Tn. M kategori baik yaitu tamatan S1

Medical Keluarga telah menjadi anggota BPJS. Pasien dan istri rutin berobat ke
Puskesmas untuk pengobatan hipertensi. Jika ada anggota keluarga yang
sakit, mereka berobat ke Puskesmas atau ke praktik dokter umum.

50
4) Mandala Of Health

Gambar 14. Penerapan Mandala Of Health


51
8. Penatalaksanaan komprehensif (Individu yang sakit, Keluarga dan
Lingkungan)

1) Intervensi Medis berbasis EBM


• Amlodipin 5 mg tablet 1x1
• Vitamin B Kompleks tablet 1x1

2) Intervensi Psikososial (edukasi, konseling, keterlibatan keluarga)

Tabel 21. Intervensi Psikososial


Anggota Keluarga Masalah Rencana Upaya Intervensi
Kesehatan
Anggota Keluarga

Tn. M, Ny. K Hipertensi - Penyuluhan/ edukasi mengenai penyakit


(Istri pasien), hipertensi, faktor risiko, komplikasi dan
Tn. H (Anak pengobatannya.
pasien), Ny. - Menyarankan dan mengingatkan untuk tetap
SM (Adik teratur kontrol ke Puskesmas untuk pemeriksaan
Pasien) tekanan darah dan pengobatan hipertensi -
Menyarankan untuk mengubah pola makan,
seperti makan teratur, rendah garam, rendah
kolesterol (mengurangi asupan mengandung
minyak dan santan). Minum air putih cukup
minimal 8 gelas per hari dan banyak
mengonsumsi buah dan sayur.
- Menyarankan untuk mengatur pola tidur, tidur
yang cukup (6-8 jam/hari), tidak tidur larut
malam
- Penyuluhan mengenai Pola Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) secara personal hygiene maupun
lingkungan kepada keluarga:
• Menyarankan untuk mulai melakukan
aktivitas fisik/ olahraga ringan setiap
pagi minimal 15 menit
• CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun)
• Membuka jendela setiap hari
• Rutin membersihkan rumah

52
3. Pencegahan dan Skrining
Upaya intervensi dan pencegahan yang dilakukan selaku pembina kesehatan
keluarga Tn. M bertujuan untuk menjaga penyakit hipertensi agar tetap terkontrol,
meningkatkan kualitas hidup Tn. M beserta keluarga dan mencegah terjadinya
komplikasi hipertensi. Edukasi yang diberikan ialah kontrol rutin ke Puskesmas
untuk pemeriksaan tekanan darah minimal satu bulan sekali dan konsumsi obat anti
hipertensi secara rutin. Penatalaksanaan yang kami ajukan berupa non-farmakologis
dan farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis berupa amlodipine 5 mg 1x1.
Vitamin B kompleks diberikan untuk mengatasi keluhan mudah lelah pada pasien.
Obat antihipertensi harus rutin dikonsumsi setiap hari, diminum pada malam hari
sebelum tidur. Sementara untuk penatalaksanaan non-farmakologis, berupa
penyuluhan pola makan yang teratur dan sehat seperti menghindari makanan yang
tinggi garam, pengawet, berminyak, dan santan, menghindari buah-buah yang
meningkatkan tekanan darah seperti durian, memperbanyak sayur dan buah.
Melakukan aktivitas olahraga ringan tiap pagi minimal 15 menit. Istirahat yang
cukup, kurangi stress pikiran dan selalu rutin kontrol tekanan darah ke Puskesmas.

53
BAB IV
PEMBAHASAN
Tn. M (62 tahun) adalah seorang pensiunan PNS. Tn. M sudah pensiun dari
pekerjaannya sebagai PNS (Lurah) selama 4 tahun. Tn. M didiagnosis mengalami hipertensi
sejak 5 tahun yang lalu. Awal diketahui Tn. M mengalami hipertensi ketika memeriksakan
diri ke Puskesmas, karena keluhan sakit kepala terutama pada leher belakang/ tengkuk yang
menganggu aktivitas kesehariannya, serta keluhan mudah lelah. Saat dilakukan pemeriksaan,
didapatkan tekanan darah pasien 150/100 mmHg dengan dua kali pemeriksaan. Kemudian
diberikan obat antihipertensi berupa Amlodipin 5 mg dengan dosis satu kali satu tablet sehari.
Tn. M rutin kontrol ke Puskesmas dan minum obat antihipertensi secara rutin.
Tn. M memiliki kebiasaan pola makan yang tidak baik, sering mengkonsumsi makanan yang
bersantan (Nasi padang, gulai kikil) dan yang tinggi garam seperti ikan asin. Tn. M
mengatakan jarang berolahraga dan memiliki kebiasaan tidur hanya +/- 5 jam per hari.
Di keluarga Tn. M terdapat riwayat hipertensi yaitu pada ayah dan ibu pasien. Ayah
pasien sudah meninggal dikarenakan serangan jantung. Ibu pasien juga sudah meninggal,
dikarenakan komplikasi penyakit stroke. Alm. Ayah Tn. M memiliki Riwayat hipertensi
tetapi tidak rutin minum obat. Sementara Alm. Ibu Tn. M, diketahui memiliki riwayat
hipertensi saat mengalami serangan stroke. Alm. Ibu Tn. M mendapatkan pengobatan dan
penanganan untuk stroke dan hipertensi saat perawatan di Rumah Sakit. Tn. M tinggal di
rumahnya bersama istri (Ny. K), anak pertama (Tn. H) dan istrinya (Ny.A), adik perempuan
Tn. M (Ny. SM), adik ipar/ suami Ny. SM (Tn. K). Istri pasien, Ny. K adalah seorang ibu
rumah tangga. Anak Tn. M (Tn. H) bekerja sebagai PNS dan berperan sebagai tulang
punggung keluarga. Adik ipar Tn. M juga masih bekerja dan membantu perekonomian
keluarga. Ny. SM adik pasien dan Ny. A juga aktif bekerja. Hubungan Tn. M dengan anggota
keluarga lainnya masih harmonis tidak ada masalah.
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan
atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5
menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National

54
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure 8 sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg. 25

Program Pada Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit


Kardiovaskular di Indonesia yang dibuat oleh Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dijelaskan bahwa
penatalaksanaan penyakit hipertensi dapat dibagi menjadi
tatalaksana non farmakologis dan farmakologis. Pada tatalaksana
non farmakologis, menjalani pola hidup sehat telah banyak
terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien dan berperan dalam menurunkan
risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita
hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka
strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang
harus dijalani setidaknya selama 4 - 6 bulan. Terapi farmakologi
baru dimulai pada penderita hipertensi derajat 1 yang tak
mengalami penurunan tekanan darah setelah >6 bulan menjalani
pola hidup sehat dan pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa
pola hidup sehat yang dianjurkan adalah penurunan berat badan,
mengurangi asupan garam, olahraga, mengurangi konsumsi alkohol,
26
dan berhenti merokok.

Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita hipertensi merupakan upaya untuk


menurunkan tekanan darah secara efektif dan efisien. Meskipun demikian pemberian obat
antihipertensi bukan selalu merupakan langkah pertama dalam penatalaksanaan hipertensi.
Intervensi pada pasien hipertensi dimulai dari perubahan gaya hidup. Berdasarkan
Konsensus Hipertensi PERHI 2019, berikut adalah alur penatalaksanaan hipertensi yang
dapat dilihat pada Gambar 14.27

Gambar 14. Alur Panduan Inisiasi Terapi Obat Sesuai dengan Klasifikasi Hipertensi

55
Salah satu pertimbangan untuk memulai terapi medikamentosa adalah nilai atau
ambang tekanan darah. Pada Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi PERHI tahun 2016,
disepakati bahwa target tekanan darah adalah <140/90 mmHg, tidak tergantung kepada
jumlah penyakit penyerta dan nilai risiko kardiovaskularnya. Pada Konsensus
Penatalaksanaan Hipertensi 2019 ini, disepakati target tekanan darah seperti tercantum
pada Tabel 22 berikut. 27

Tabel 22. Target Tekanan Darah di Klinik

Algoritma farmakoterapi telah dikembangkan untuk memberikan rekomendasi praktis


pengobatan hipertensi. Beberapa rekomendasi utama, yaitu:
1) Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat. Bila
memungkinkan dalam bentuk SPC (Single Pil Combination), untuk meningkatkan
kepatuhan pasien.
2) Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-angiotensin
system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau diuretik.
3) Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain dianjurkan bila ada
indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal jantung dan untuk kontrol
denyut jantung.
4) Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1
dengan risiko rendah (TDS <150mmHg), pasien dengan tekanan
darah normal-tinggi dan berisiko sangat tinggi, pasien usia
sangat lanjut (≥80 tahun) atau ringkih.

56
5) Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau ARB),
CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.
6) Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten, kecuali ada
kontraindikasi.
7) Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum terkendali dengan
kombinasi obat golongan di atas.
8) Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan.

Dengan memahami pedoman tatalaksana hipertensi ini, maka dapat dipahami bahwa
yang menjadi dasar utama adalah pola hidup sehat. Bila pasien tidak mengalami penurunan
tekanan darah setelah >6 bulan menjalani gaya hidup sehat, maka diberikan satu golongan
obat untuk hipertensi derajat 1 pilihan awal berupa golongan ACEi atau ARB, dengan CCB
atau diuretik. Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau
ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.27
Pola hidup sehat dapat mencegah ataupun memperlambat awitan hipertensi dan dapat
mengurangi risiko kardiovaskular. Pola hidup sehat juga dapat memperlambat ataupun
mencegah kebutuhan terapi obat pada hipertensi derajat 1, namun sebaiknya tidak menunda
inisiasi terapi obat pada pasien dengan HMOD (Hypertension-mediated organ damaged) atau
risiko tinggi kardiovaskular. Pola hidup sehat telah terbukti menurunkan tekanan darah yaitu
pembatasan konsumsi garam dan alkohol, peningkatan konsumsi sayuran dan buah,
penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal, aktivitas fisik teratur, serta
menghindari rokok. 27
Terdapat bukti hubungan antara konsumsi garam dan hipertensi. Konsumsi garam
berlebih terbukti meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan prevalensi hipertensi.
Rekomendasi penggunaan natrium (Na) sebaiknya tidak lebih dari 2 gram/hari (setara dengan
5-6 gram NaCl perhari atau 1 sendok teh garam dapur). Sebaiknya menghindari makanan
dengan kandungan tinggi garam. Pasien hipertensi disarankan untuk konsumsi makanan
seimbang yang mengandung sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk susu
rendah lemak, gandum, ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak zaitun), serta
membatasi asupan daging merah dan asam lemak jenuh. 27
Olahraga aerobik teratur bermanfaat untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi,
sekaligus menurunkan risiko dan mortalitas kardiovaskular. Aktivitas fisik yang dilakukan
secara teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4 - 9 mmHg. 27

57
Beraktivitas fisik dengan intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap hari pada 1
minggu (total harian dapat diakumulasikan, misalnya 3 sesi, 1 sesi dilakukan selama 10
menit). Olahraga teratur dengan intensitas dan durasi ringan memiliki efek penurunan TD
lebih kecil dibandingkan dengan latihan intensitas sedang atau tinggi, sehingga pasien
hipertensi disarankan untuk berolahraga setidaknya 30 menit latihan aerobik dinamik
berintensitas sedang (seperti: berjalan, joging, bersepeda, atau berenang) 5-7 hari per
minggu.27
Selanjutnya modifikasi gaya hidup yang terakhir adalah berhenti merokok. Walaupun
sampai saat ini merokok belum terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah,
tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, yang
sangat perlu dihindari. 26

Berdasarkan JNC 8, bila pasien tidak mengalami penurunan tekanan darah menjalani
gaya hidup sehat, maka untuk pasien diberikan satu golongan obat untuk terapi hipertensi
awal, pilihan awal berupa golongan thiazide dan pertimbangkan juga golongan ACEI, ARB,
dan CCB. Jika target tekanan darah dalam tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan, tingkatkan
dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang direkomendasikan. Jika
target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari
daftar yang tersedia. 25
Pembinaan pada pasien ini dilakukan melalui upaya intervensi pada pasien ketika
dilakukan kunjungan pada tanggal 11 Mei 2021. Pada kunjungan keluarga dilakukan
pendekatan dan perkenalan terhadap pasien serta menerangkan maksud dan tujuan
kedatangan, diikuti dengan anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang telah
diderita. Selain itu, pada kunjungan ini juga dinilai mengenai karakteristik demografi
keluarga, fungsi keluarga, dan identifikasi faktor lain yang berpengaruh pada penyakit Tn. M.
Dari anamnesis, faktor risiko yang ditemukan pada pasien ini adalah genetik, dan
faktor gaya hidup berupa pola makan yang tidak baik, kurangnya olahraga dan riwayat tidur
yang kurang. Secara genetik, pasien memiliki ayah dan ibu yang juga menderita hipertensi.
Adanya riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi meningkatkan risiko terkena
hipertensi, terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit
jantung meningkatkan risiko kejadian hipertensi 2-5 kali lipat.30

58
Pasien juga memiliki pola hidup yang kurang sehat karena suka mengonsumsi
makanan yang asin/tinggi garam dan bersantan. Garam dapur yang terdiri dari Natrium (Na)
dan Klorida (Cl) berfungsi dalam mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengatur
tekanan darah. Namun, natrium yang masuk dalam darah secara berlebihan dapat menahan
air, sehingga terjadi peningkatan volume darah yang memicu tekanan pada pembuluh darah
juga meningkat sehingga kerja jantung dalam memompa darah juga semakin meningkat.
Proses ini yang jika terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipertensi. Kelebihan natrium
dalam darah juga dapat mengakibatkan diameter arteri mengecil serta dapat mengikis atau
mengubah struktur dari pembuluh darah.31
Santan umumnya diproses dalam suhu tinggi, mengakibatkan santan mengandung
lemak jenuh. Konsumsi lemak jenuh yang berlebih dapat meningkatkan risiko aterosklerosis
yang dapat meningkatkan tekanan darah. Akibat penumpukan plak tersebut terjadi
peningkatan resistensi pada dinding pembuluh dan terjadi penyempitan yang memicu
peningkatan denyut jantung dan volume aliran darah yang berakibat pada meningkatnya
tekanan darah. Sementara itu, penurunan konsumsi lemak jenuh yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran,
bijibijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.30
Tn. M juga mengalami kelebihan berat badan (overweight) dengan IMT 28,76 kg/m2.
Kelebihan berat badan atau obesitas meningkatkan risiko kejadian hipertensi. Tekanan darah
dapat meningkat seiring dengan peningkatan berat badan. Penurunan berat badan sebesar 5
kg dapat menurunkan tekanan darah dan memiliki efek yang signifikan pada mereka yang
kelebihan berat badan dan sudah menderita hipertensi. Oleh karena itu, diperlukan perubahan
pola makan menjadi diet sehat, serta aktivitas fisik untuk menurunkan berat badan pasien. 27
Pola hidup yang kurang sehat lainnya pada pasien ialah jarang berolahraga atau
melakukan aktivitas fisik. Pola aktivitas fisik yang tidak baik memiliki hubungan yang
signifikan terhadap kejadian hipertensi dan berisiko meningkatkan kejadian hipertensi
masing- masing sebanyak 6,1 kali dan 3,5 kali lebih besar. 29
Dalam hal lingkungan rumah, pasien tinggal di pemukiman yang cukup padat
penduduk. Rumah pasien memiliki ventilasi dan pencahayaan yang cukup baik dan memadai.
Sanitasi dalam rumah juga baik dan. Akses ke pelayanan kesehatan dekat dengan rumah
pasien, sehingga memudahkan pasien dan keluarga untuk kontrol rutin dan berobat ke
Puskesmas.

59
Dilakukan intervensi terhadap pasien dan keluarga pasien dengan menggunakan media
leaflet tentang penyakit hipertensi, dari definisi, faktor resiko, komplikasi, sampai
pencegahannya, pengendalian, serta makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan
untuk pasien, serta dampak psikologis dengan tujuan untuk merubah pengetahuan sikap dan
perilaku pasien tentang penyakit hipertensi dan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Edukasi pada pasien meliputi pemantauan tekanan darah secara berkala, konsumsi obat
secara rutin dan pastikan ketersediaan obat, pemantauan efek samping obat, olahraga atau
meningkatkan aktifitas fisik, diet seimbang terutama mengurangi asupan garam, dan
menghindari asap rokok, dengan tujuan agar tekanan darah dan kolestrol dapat terkontrol.
Edukasi juga memuat tentang gaya hidup yang baik dengan olahraga sesuai dengan
kondisi penyakit pasien. Berdasarkan PERKI 2015, Olahraga yang dilakukan secara teratur
sebanyak 30-60 menit/hari, minimal 3 hari/minggu, dapat menolong penurunan tekanan
darah. Sesuai juga dengan rekomendasi PERKI 2015 penderita hipertensi dianjurkan untuk
asupan garam yang tidak melebihi 1 sdt/hari. Pasien juga diedukasi untuk tetap berperilaku
hidup sehat untuk mencegah komplikasi dan mengendalikan faktor risiko. Edukasi ini
dilakukan bukan hanya kepada pasien namun juga pada keluarga pasien agar menambah
pengetahuan dan informasi mengenai penyakit dan penatalaksanaan pada penyakit pasien
serta keluarga pasien menerapkan pola hidup yang sehat dan mencegah penyakit
degeneratif.26

60
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
a. Umum
Berdasarkan laporan diagnosis holistik ini, diharapkan pasien dengan hipertensi
dapat lebih patuh selama pengobatan dan rutin kontrol ke fasilitas pelayanan
Kesehatan setelah dilakukan pendekatan kedokteran keluarga yang dilakukan
selama proses kunjungan rumah.
b. Khusus
Pada kasus ini didapatkan pasien laki-laki berusia 62 tahun yang menderita
hipertensi dengan aspek genetik, perilaku dan lingkungan sebagai faktor risiko
hipertensi yang dialami. Dalam melakukan intervensi terhadap pasien tidak hanya
memandang dalam hal klinis tetapi juga terhadap psikososialnya. Oleh sebab itu
dibutuhkan pemeriksaan dan penanganan yang holistik, komprehensif dan
berkesinambungan. Perubahan perilaku pada Tn. M terkait penyakit yang diderita
pasien dapat dilihat setelah pasien diberikan intervensi dan pada akhirnya mengubah
pola hidup dengan pola makan yang sehat, aktivitas fisik yan teratur, dan konsumsi
obat-obatan yang teratur.

2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1) Diharapkan masyarakat dengan diagnosis hipertensi dapat mengonsumsi obat
antihipertensi yang diberikan secara rutin
2) Diharapkan masyarakat dapat rutin mengecek kondisi kesehatan di fasilitas kesehatan
3) Diharapkan diadakan skrining rutin untuk penyakit-penyakit tidak menular 4)
Diharapkan masyarakat dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat 5) Diharapkan
puskesmas dan pemerintah setempat dapat memberikan penyuluhan dan promosi
kesehatan yang masif

61
DAFTAR PUSTAKA

1. Iqbal AM, Jamal SF. Essential Hypertension. [Updated 2020 Jul 10]. In: StatPearls.
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan.
2. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Hipertensi
Penyakit yang Paling Banyak Diidap Masyarakat. 2019.
https://www.kemkes.go.id/article/view/19051700002/hipertensi-penyakit-paling
banyak-diidap
masyarakat.html#:~:text=Berdasarkan%20Riskesdas%202018%20prevalensi
%20 hipertensi,tahun%20(55%2C2%25), diakses pada 10 Mei 2021
3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20 18/Hasil
%20Riskesdas%202018.pdf, diakses pada 10 Mei 2021
4. Unger, T., Borghi, C., Unger, T., Borghi, C., Charchar, F., Khan, N. A., & Poulter, N. R.
(2020). 2020 International Society of Hypertension Global Hypertension Practice 2020
International Society of Hypertension global hypertension practice guidelines. May.
5. Kjeldsen, S. E., Narkiewicz, K., Burnier, M., & Oparil, S. (2020). The International
Society of Hypertension Guidelines 2020–a new drug treatment recommendation in the
wrong direction? Blood Pressure, 29(5), 264–266.
6. Flack, J. M., & Adekola, B. (2020). Blood pressure and the new ACC/AHA hypertension
guidelines. Trends in Cardiovascular Medicine, 30(3), 160–164. 7. Summary, D., The, F., &
The, A. R. O. F. (2017). of High Blood Pressure in Adults. 8. Whelton, P. K., Carey, R. M.,
Aronow, W. S., Casey, D. E., Collins, K. J., Himmelfarb, C. D., DePalma, S. M., Gidding, S.,
Jamerson, K. A., Jones, D. W., MacLaughlin, E. J., Muntner, P., Ovbiagele, B., Smith, S. C.,
Spencer, C. C., Stafford, R. S., Taler, S. J., Thomas, R. J., Williams, K. A., … Hundley, J.
(2018). 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ ASH/ASPC/NMA/PCNA
guideline for the prevention, detection, evaluation, and management of high blood pressure in
adults a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Clinical practice guidelines. Hypertension, 71(6), E13–E115. 9. Lloyd-Jones, D. M.,
Morris, P. B., Ballantyne, C. M., Birtcher, K. K., Daly, D. D., DePalma, S. M., Minissian, M.
B., Orringer, C. E., & Smith, S. C. (2017). 2017

62
Focused Update of the 2016 ACC Expert Consensus Decision Pathway on the Role of
Non-Statin Therapies for LDL-Cholesterol Lowering in the Management of
Atherosclerotic Cardiovascular Disease Risk: A Report of the American College of
Cardiology Task Force on Expert Consensus Decision Pathways. Journal of the
American College of Cardiology, 70(14), 1785–1822
10. Summary, D., The, F., & The, A. R. O. F. (2017). of High Blood Pressure in Adults. 11.
Hypertension Canada. (2020). HYPERTENSION HIGHLIGHTS A Practical Guide
informed Guidelines for the Diagnosis , MEASUREMENT. Hypertension Canada, 28. 12.
Rabi, D. M., McBrien, K. A., Sapir-Pichhadze, R., Nakhla, M., Ahmed, S. B., Dumanski, S.
M., Butalia, S., Leung, A. A., Harris, K. C., Cloutier, L., Zarnke, K. B., Ruzicka, M.,
Hiremath, S., Feldman, R. D., Tobe, S. W., Campbell, T. S., Bacon, S. L., Nerenberg, K. A.,
Dresser, G. K. Daskalopoulou, S. S. (2020). Hypertension Canada’s 2020 Comprehensive
Guidelines for the Prevention, Diagnosis, Risk Assessment, and Treatment of Hypertension
in Adults and Children. The Canadian Journal of Cardiology, 36(5), 596–624.
13. Mancia, G. (2020). Highlights of the January issue. Journal of Hypertension, 38(1), 1– 2.
14. Duvall ERM, Miller, BC. Marriage and family development. Harper & Row. 1985. 15.
Ali HZ, SKM MBA. Pengantar keperawatan keluarga. EGC. 2010. 16. Effendi F, 2009.
Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Salemba Med. 2009.
17. Pineda, A. Tools for family assessment. PAFP Proc. Orientat. Course Fam. Med; 1999:
36–50.
18. Arisanti, N., Gondodiputro, S., Djuhaeni, H. Penggunaan Genogram dalam Deteksi Dini
Faktor Risiko Penyakit Degeneratif dan Keganasan di Masyarakat. J. Ilmu Kesehatan;
2016: 48, 118–122.
19. McGoldrick M, Gerson R, Petry, SS. Genograms: Assessment and intervention. WW
Norton & Company. 2008.
20. Hanifah UA, Arisanti N, Agustian D, Hilmanto, D. Hubungan Fungsi Keluarga dengan
Status Gizi Anak di Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung pada Tahun 2016. J. Sist.
Kesehatan. 2017
21. Dewi A. Family Dinamics & Family Assessment Tools. 2011: 28– 44. 22. Prasetyawati,
A.E. Kedokteran keluarga dan wawasannya. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
2011.

63
23. Hancock T. The Mandala of Health: A Model of The Human Ecosystem. Fam.
Community Heal. J. Heal. Promot. Maint; 1985.
24. Mansyur M, Wibowo, AA, Maria, A, Munandar A, Abdillah A, Ramadora, AF., 2007.
Pendekatan kedokteran keluarga pada penatalaksanaan skabies anak usia pra-sekolah.
Maj. Kedokteran Indonesia; 2007: 57: 63–67.
25. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment High
Blood Pressure (JNC). The Eight Report of Hypertension Guidelines: An In Depth
Guide. Am J Manag Care. 2014.
26. PERKI. PedomanTatalaksana Kardiovaskuler Indonesia. Jakarta; 2015.
27. PERHI. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi. Jakarta; 2019.
28. The Task Force for the management of arterial hypertension of the European Society of
Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). 2013 ESH/ESC
Guidelines for the management of arterial hypertension. Jour of Hypertension. 2013;
31:12811357.
29. Lu Y, Lu M, Dai H, et al. Lifestyle and risk of hypertension: Follow-up of a young pre
hypertensive cohort. Int J Med Sci. 2015; 12(7):605-612.
30. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
31. Cahyahati JS, Kartini A, Rahfiludin MZ. Hubungan Asupan Makanan (Lemak, Natrium,
Magnesium) dan Gaya Hidup dengan Tekanan Darah pada Lansia Daerah Pesisir (Studi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Tegal Barat Kota Tegal). Jurnal Kes. Masyarakat FKM
Undip; 2018: 6(5)

64
LAMPIRAN

Gambar

15 & 16. Wawancara dan Pemberian Edukasi melalui Leaflet


Gambar 17 &

18. Pengukuran Tekanan Darah Pasien

65

Gambar 19. Ruang Tamu


Gambar

20&21. Kamar Mandi dan Ruang Cuci

66

Gambar 22. Ruang Keluarga


Gambar 23. Meja makan dan Dapur

67

Anda mungkin juga menyukai