Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS SINTESIS TINDAKAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF

DI BANGSAL CEMPAKA
RS TK III SLAMET RIYADI SURAKARTA

Disusun Oleh :
NAMA : Danar Fauzan Adi Prayitno
NIM : 14901211249

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Analisis Sintesis Tindakan relaksasi nafas dalam pada Tn. H

Di Ruang Cempaka Rumah Sakit TK III Slamet Riyadi Surakarta

Hari : Rabu

Tanggal : 3 November 2021

Jam : 14.00 WIB

A. Keluhan utama
Pasien mengatakan mengeluh nyeri kepala pusing gliyer sudah sejak 1 minggu yang lalu

B. Diagnosis medis
Chepalgia

C. Diagnosis keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)

D. Data yang mendukung diagnosis keperawatan


DS : Tn. H mengatakan nyeri kepala disertai pusing
DO : P : Nyeri saat bergerak
Q : Cekot-cekot
R : Nyeri di kepala
S : Ringan skala 1
T : Hilang timbul

E. Dasar pemikiran
Cephalgia atau nyeri kepala merupakan salah satu gejala gangguan neurologis yang
paling umum. Gejala tersebut juga dikaitkan dengan banyak penyakit dan gangguan lain.
Sakit kepala bukan penyakit, melainkan gangguan yang mendasari adanya masalah di
kranioserebri1 . World Health Organization (WHO) mengungkapkan secara global, telah
diperkirakan bahwa prevalensi orang dewasa yang mengalami sakit kepala saat ini (gejala
setidaknya satu kali dalam setahun terakhir) adalah sekitar 50%. Setengah hingga tiga
perempat orang dewasa berusia 18-65 tahun di dunia menderita sakit kepala pada tahun lalu
dan 30% atau lebih penderita melaporkan cephalgia2 . Berdasarkan penelitian multisenter
berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit besar di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita
nyeri kepala sebagai berikut: cephalgia tanpa aura 10%, cephalgia dengan aura 1,8%,
Episodik tension type headache 31%, chronic tension type headache 24%, cluster headache
0,5%, mixed headache 14%3 . Hasil laporan Yankesdas Kota Metro, tentang sepuluh
penyakit terbanyak di Kota Metro Tahun 2018. Nyeri kepala (sakit kepala) menempati
urutan 7 atau 6,01% dengan jumlah penderita 46174 .
Berdasarkan data medical record di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jend.
Ahmad Yani Metro ruang Saraf pada tahun 2019 cephalgia tidak masuk dalam 10 besar
diagnosa penyakit yang ada di ruang Saraf, namum cephalgia merupakan masalah kesehatan
yang harus diperhatikan dan ditangani untuk memberikan rasa nyaman pada pasien dengan
cephalgia5 . Cephalgia atatu nyeri kepala biasanya bersifat unilateral, umumnya disertai
anoreksia, mual dan muntah (Budiman, 2013). Menurut National Institute of Neurological
Disorders and Stroke, cephalgia terjadi karena dilatasi dan kontraksi pembuluh darah bagian
kepala. Berdasarkan letaknya, nyeri cephalgia dapat terjadi pada bagian depan, samping,
atau belakang kepala6 . Dampak cephalgia atau nyeri kepala apabila tidak diatasi
mengakibatkan terjadinya respons fight or fligh (peningkatan tekanan darah, frekuensi
jantung, dan curah jantung, penurunan motilitas lambung dan usus), dan dapat mengalami
efek yang merugikan pada kesehatan pasien. Nyeri kepala dapat menggangu kuantitas dan
kualitas tidur sehingga menyebabkan keletihan, aktivitas sehari-hari terganggu, nafsu makan
menurun yang menyebabkan fungsi imun tertekan atau menurun sehingga mempermudah
penyakit lain masuk ke tubuh sehingga perlunya tindakan untuk menurunkan nyeri7 .
F. Prinsip tindakan keperawatan
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
RELAKSASI OTOT PROGRESIF

SPO RELAKSASI OTOT PROGRESIF


Pengertian Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang
tidak memerlukan imajinasi, ketekunan atau sugesti. Berdasarkan
keyakinan bahwa tubuh manusia berespons pada kecemasan dan kejadian
yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot. Teknik relaksasi otot
progresif memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot dengan
mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan
dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks

Manfaat a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,


tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.
b. Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen
c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan
tidak memfokuskan perhatian serta rileks.
d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi
e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres
f. Mengatasi insomnia, depresi, keletihan, iritabilitas, spasme otot, fobia
ringan, gagap ringan dan membangun emosi positif dan emosi negative

Fase Pra a. Melihat program terapi pasien


Interaksi b. Mengecek urutan prosedur
c. Menyiapkan peralatan
Fase a. Mencuci tangan
Orientasi b. Memp
c. erkenalkan diri
d. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
e. Memastian identitas (cek gelang pasien)
f. Menanyakan kesiapan
g. Menjaga privasi pasien

Prosedur Persiapan
(Fase 1) Persiapan alat dan lingkungan: kursi, bantal, serta lingkungan yang
Kerja) tenang dan sunyi.
2) Persiapan klien
a) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan pengisian lembar persetujuan
terapi kepada klien;
b) Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan mata
tertutup menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di
kursi dengan kepala di topang, hindari posisi berdiri;
c) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu
d) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya
mengikat ketat.

Langkah-langkah
1) Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan
dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
Klien diminta membuat kepalan ini semakin kuat (gambar 2.1), sambil
merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan
dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks selama 10 detik.
Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang
dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
Gambar 2.1 Gerakan 1 mengepalkan tangan bagian bawah

2) Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian


belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke
belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian
belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-
langit (gambar 2.2).

Gambar 2.2 Gerakan 2 untuk tangan bagian belakang

3) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot biceps. Otot biceps


adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan. Gerakan
ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi
kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-
otot biceps akan menjadi tegang.
Gambar 2.3 Gerakan 3 otot-otot biceps dan gerakan 4 untuk otot bahu
4) Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi
untuk  mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara
mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan
dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini
adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan
leher.

Gambar 2.4 Gerakan-gerakan untuk otot-otot wajah

5) Gerakan kelima, keenam sampai kedelapan adalah gerakan-gerakan


yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah
yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan
untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis
sampai otot-ototnya  terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditujukan
untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-
keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan
otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

6) Gerakan keenam bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang


dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti
dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot
rahang.
7) Gerakan ketujuh ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar
mulut. Bibir  dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan
ketegangan di sekitar mulut.
8) Gerakan kedelapan dan gerakan kesepuluh ditujukan untuk
merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan
diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher
bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat
beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada
permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien dapat
merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.

Gambar 2.5 Gerakan melatih otot leher, punggung dan otot dada

9) Gerakan kesembilan bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan


(lihat gambar 2.5). Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala
ke muka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke
dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian
muka.
10) Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot-otot punggung.
Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari
sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan
dada sehingga tampak seperti pada gambar 6. Kondisi tegang
dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks,
letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi
lemas.
11) Gerakan kesebelas, dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Pada
gerakan ini, klien diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi
paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama
beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian
turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas
normal dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini
diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi
tegang dan rileks.
12) Gerakan keduabelas. Setelah latihan otot-otot dada, gerakan
keduabelas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini
dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian
menahannya sampai perut menjadi kencang dank eras. Setelah 10 detik
dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan awal untuk
perut ini. Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot
kaki. Gerakan ini dilakukan secara berurutan.
13) Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha,
dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah  telapak kaki (lihat
gambar delapan) sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini
dilanjutkan dengan mengunci lutut, sedemikian sehingga ketegangan
pidah ke otot-otot betis. Sebagaimana prosedur relaksasi otot, klien
harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu
melepaskannya.
14) Setiap gerakan dilakukan masing-masing dua kali
Fase 1) Mengevaluasi respon pasien
Terminasi 2) Membereskan alat dan cuci tangan
3) Melakukan dokumentasi

G. Analisis tindakan
Penatalaksanaan nyeri terbagi menjadi dua, yaitu dengan pendekatan farmakologis
dan nonfarmakologis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi
masalah keperawatan nyeri yaitu dengan penatalaksanaan nonfarmakologis antara lain
menggunakan teknik stimulasi kutaneus (stimulasi kulit), pijat, kompres panas dan dingin,
akupuntur, akupressur, nafas dalam, nafas ritmik, mendengarkan musik, distraksi, terapi
sentuhan, meditasi dan relaksasi progresif. Teknik relaksasi otot progresif bermanfaat untuk
mengatasi masalahmasalah yang berhubungan dengan stress seperti hipertensi, insomnia,
dan sakit atau nyeri kepala yang dapat menggangu rasa nyaman penderita atau pasien yang
dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Teknik relaksasi otot progresif merupakan
salah satu teknik untuk menurunkan stress dan nyeri kepala. Tujuan penerapan relaksasi otot
progresif adalah untuk membantu menurunkan skala nyeri pada pasien cephalgia.

H. Bahaya dilakukannya tindakan


Di jurnal tidak dijelaskan bahaya otot progresif karena bersifat senam otot. Dijurnal
hanya dijelaskan dampak chepalgia atau nyeri kepala atau nyeri kepala apabila tidak diatasi
mengakibatkan terjadinya respons fight or fligh (peningkatan tekanan darah, frekuensi
jantung/curah jantung, penurunan motilitas lambung dan usus), dan dapat mengalami efek
yang merugikan pada kesehatan pasien.

I. Tindakan keperawatan lain yang dilakukan


1. Melaukan tindakan relaksasi anfas dalam
2. Memberikan injeksi analgetik
J. Hasil yang didapatkan setelah melakukan tindakan
S : Tn. H mengatakan nyeri kepala berkurang
O : P : Saat bergerak
Q : Cekot-cekot
R : di Kepala
S : Ringan (1)
T : Hilang timbul
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Latih teknik relaksasi otot progresif

K. Evaluasi diri
Dalam memberikan tindakan relaksasi otot progresif, mahasiswa praktik hanya
melanjutkan terapi non farmakologi dari intervensi sebelumnya sambil melakukan observasi.

L. Daftar Pustaka
1. Rosdahl, C.B & Kowalski, M.T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar Edisi 10.
Jakarta : EGC.
2. WHO. (2016). Headache disorders. diunduh pada tanggal 19 Maret 2020 pukul 21.00
WIB, dalam website: https://www.who. int/news-room/fact-sheets/detail/ headache-
disorders.
3. Inayati, D., dkk. (2018). Perbedaan Efek Relaksasi Stretching dan Aromaterapi terhadap
Keluhan Nyeri Kepala Primer Karyawan PT X. Cendekia Eksata, 3(2).
4. Dinkes Kota Metro. (2019). Sepuluh Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan di
Puskesmas Kota Metro. Kota Metro: Dinas Kesehatan Kota Metro.
5. Medical Record RSUD Jend. Ahmad Yani Metro. (2019). 10 Besar Penyakit di Ruang
Saraf RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2019.
6. Hartono, R.I.W. (2012). Akupresur untuk Berbagai Penyakit. Yogyakarta: Rapha.
7. LeMone, P., Burke, KM & Bauldoff, G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 5 Gangguan Neurologi. alih Bahasa: Subekti, B N. Jakarta: EGC.
8. Black, J M & Hawks, J H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Buku 1.
Jakarta : Salemba Medika.
9. Saleh., L.M., dkk. (2019). Teknik Relaksasi Otot Progresif pada Air Traffic Controller
(ATC). Yogyakarta: ISBN Elektronik.
10. Potter, P A & Perry, A G. (2010). Fundamentals of Nursing Fundamental Keperawatan
Buku 3 Edisi 7. alih Bahasa: Nggie, A F & Albar, M. Jakarta: Salemba Medika.
11. Mubarak, W H., Indrawati, L & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
12. Rahmasari, I. (2015). Relaksasi Otot Progresif Dapat Menurunkan Nyeri Kepala Di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Progressive Muscle Relaxation Can Reduce Headache
In General Hospital Dr. Moewardi Surakarta). IJMS-Indonesian Journal on Medical
Science, 2 (2).
13. Meyer, B., et al. (2016). Progressive Muscle Relaxation Reduces Migraine Frequency
and Normalizes Amplituder of Contingent Negative Variation (CNV). The Jurnal of
Headache and Pain. DOI 10.1186/s10194- 016-0630-0.

Anda mungkin juga menyukai