Anda di halaman 1dari 90

Farmakoterapi Aritmia

STIKES YPIB Majalengka

Apt. Ris Ayu Nuari, S.Farm, M.Farm


Pendahuluan
 Irama Jantung normal adalah irama yang
berasal dari nodus Sinus Aritmia (SA) yang
datang secara teratur dengan frekwensi
antara 60-100 x / menit dan dengan
hantaran yang tdk mengalami hambatan
pada tingkat manapun.
 Aritmia di definisikan sebagai hilangnya
ritme jantung terutama ketidakteraturan
pada detakjantung.
 Aritmia adl irama jantung yang mengalami
kelainan dari irama jantung normal dg ciri
khas sbb:
1. Irama yg bukan berasal dari nodus SA
2. Irama yg tdk teratur
3. Frekwensi kurang dari 60x/menit (sinus
bradikardia) atau lebih dari 100 x/menit
(Sinus takikardia)
4. Terdapatnya hambatan inpuls supra atau
intra ventikular.
 Membaca irama jantung disampin frekwensi
teratur atau tidak harus dilihat juga tempat
asal (fokus) irama tersebut.
 Nodus sinus aritmia (SA) merupakan fokus
irama jantung yang paling dominan,
umumnya irama jantung adalah irama sinus.
Bila nodus SA tdk dpt lagi mendominasi focus
lainnya, maka irama jantung akan ditentukan
oleh fokus lainnya itu. Fokus irama jantung
menjadi dasar dari klasifikasi aritmia.
Klasifikasi Aritmia
Berdasarkan mekanisme terjadinya irama
jantung dan aritmia, di klasifikasikan sbb :
1. Irama berasal dari nodus SA
2. Aritmia Atrial
3. Aritmia Atrial Ventikular (AV) jungsional
4. Aritmia Supra Ventikular (SV)
5. Aritmia Ventikular
6. Gangguan hantaran pada sekitar HIS
dan percabangan (Bundle Branch)
Patofisiologi
1. Aritmia Supraventikular
a. Takikardia Supraventrikular yg memerlukan terapi oba
adalah fibrilasi atrium atau flutter atrium, takikardia
supraventikular proksimal, dan takikardia atrium otomatis
b. Aritmia supraventricular yg tdk memerlukan terapi obat.
Contoh : kompleks atrium premature, pacu atrium yg
berpindah-pindah, atrium sinus, takikardia sinus.

2. Aritmia ventikular
a. Kompleks ventricular premature merupakan gangguan ritme
ventricular yg umum terjadi pada penderita dg atau tanpa
penyakit jantung.
b. Fibrasi Ventrikular : merupakan kekacauan elektrik pada
ventrikal yg menyebabkan tdk adanya curah jantung dan
kolaps kardiovaskular secara tiba-tiba.
Mekanisme terjadinya Aritmia
 Dalam jantung tdpt sel-sel yg mempunyai
automatisitas artinya dapat dengan
sendirinya secara teratur melepaskan
rangsangan (inpuls). Inpuls ini akan
merangsang sel-sel sekitarnya selanjutnya
disebarkan keseluruhan jantung sehingga
menghasilkan denyut jantung spontan.
 Kelompok-kelompok sel yg mempunyai
automisitas misalnya tdpt pada nodus SA,
diatrium dan vertikel, AV Juction, sepanjang
berkas (bundle) His dll.
 Pada keadaan normal yg paling dominan adl yg
berada di nodus SA, bila mengalami depresi dan tak
dpt mengeluarkan inpuls pada waktunya maka focus
yg berada ditempat lain akan mengambil alih
pembentukan inpuls sehingga terjadilah irama jantung
yg baru yng dikatakan sbg aritmia.
 Aritmia timbul melalui mekanisme :
▪ Pengaruh persarafan autonomy (simpatis dan
parasimpatis)
▪ Nodus SA mengalami depresi sehingga fokus irama
jantung diambil alih yg lain
▪ Fokus yg lain lebih aktif dari nodus SA dan
mengontrol irama jantung.
▪ Nodus SA membentuk impuls akan tetapi tdk dpt
keluar (Sinus Arrest) atau mengalami hambatan
dalam perjalanannya keluar nodus SA (Sa block)
▪ Terjasinya hambatan perjalanan impuls sesudah
keluar nodus SA misalnya di daerah atrium.
Etiologi Aritmia
 Aritmia dpt terjadi krn hal-hal yg mempengaruhi
kelompok sel-sel yg mempunyai automatisitas dan
system penghantarnya :
▪ Persarafan autonomy dan obat-obatan yg
mempengaruhinya
▪ Lingkungan sekitarnya sprit beratnya iskemia, ph
dan berbagai elektrolit dlm serum, obat-obatan
▪ Kelainan jantung seperti fibrotis dan sikatriks,
inflamasi, metabolit-metabolit dan jaringan-
jaringan abnormal/degenerative dlm jantung
seperti amyloidosis, kalsifikasi dll
▪ Rangsangan dari luar jantung
 Berbagai etiologi ini dpt saling memberatkan
artinya bila telah ada hipertrofi otot jantung
misalnya kemudian timbul pula iskemia dan
gangguan balance elekrolit maka aritmia
akan lebih mudah timbul sedangkan
mengontrolnyapun lbh sulit, karena itu
sebaiknya sudah ada data struktur jantung
pasien waktu pasien dirawat sehingga sudah
dapat diantisipasi atau bahkan sudah dapat
mulai diberikan pencegahan timbulnya
aritmia.
Kelainan irama jantung
Kelainan / gangguan irama jantung atau
aritmia tdk hanya terbatas pada denyut
jantung yg tdk teratur tetapi juga termasuk
kecepatan denyut jantung yg abnormal dan
gangguan konduksi :
• Gangguan pada nodus sinus
▪ Bradikardia sinus
▪ Blok sinoatrial
▪ Aritmia sinus
▪ Takiardia sinus
• Kelainan yg berasal dari atrium
▪ Ekstrasistol atrial
▪ Takikardia atrial paroksimal
▪ Fibrilasi atrial
• Gangguan yang disebabkan oleh
pembentukan rangsangan ekopik di nodus
AV
▪ Ekrasistol nodal
▪ Irama nodal
▪ Takikardia nodal
Jenis-jenis aritmia
 Bradikardia : kondisi ketika jantung berdetak lebih lambat
dari normal.
 Takikardia : Kondisi ketika jantung berdenyut cepat secara
tidak normal.
 Blok jantung : Kondisi ketika jantung berdetak lebih lambat
atau tidak teratur, dan dapat menyebabkan pengidapnya
kehilangan kesadaran (pingsan).
 Fibrilasi atrium : Kondisi ketika jantung berdetak cepat dan
tidak teratur, bahkan ketika pengidapnya sedang istirahat.
 Fibrasi ventrikel : jenis sritmia yg dpt menyebabkan
pengidapnya kehilangan kesadaran atau kematian
mendadak akibat detak jantung yang terlalu cepat dan
tidak teratur.
Penyebab aritmia
 Ketidakseimbangan kadar elektrolit dalam darah.
Kadar elektrolit seperti kalium, natrium,
kalsium,magnesium dapat mengganggu impuls
listrik jantung, sehingga mengakibatkan aritmia.
 Penggunaan narkoba. Penggunaan obat2
terlarang dpt mempengaruhi kerja jantung.
Sehingga meningkatkan risiko terjadinya aritmia.
 Efek samping obat-obatan
 Banyak mengkonsumsi alkohol, kafein, nikotin
 Penyakit lain : diabetes, hipertensi dll.
Gejala aritmia
 Rasa berdebar di dada
 Detak jantung lebih cepat daripada normal
(takikardia)
 Detak jantung lebih lambat daripada normal
(bradikardia)
 Kelelahan dan lemas
 Pusing
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Pingsan
Pemeriksaan penunjang
Aritmia
 Ekokardiogram, untuk mengevaluasi fungsi katup dan otot jantung
serta mendeteksi penyebab aritmia, dengan bantuan gelombang
suara (ultrasound)
 Elektrokardiogram (EKG), untuk merekam aktivitas elektrik didalam
jantung dengan menempelkan elektroda pada permukaan kulit
didada.
 Uji latih beban jantung, untuk melihat seberapa jauh tingkat
keteraturan irama jantung sebelum berubah oleh pengaruh
aktivitas fisik tadi.
 Monitor holter, untuk merekam akrivitas jantung selama pengidap
melakukan rutinitas tiap hari.
 Studi elektrofisiologi, untuk mengetahui lokasi aritmia dan
penyebabnya, dg menggunakan Teknik pemetaan penyebaran
impuls listrik di dalam jantung.
 Kateterisasi jantung, untuk mengetahui kondisi bagian jantung
seperti bilik, coroner, katup, serta pembuluh darah, dilakukan
dengan bantuan zat pewarna khusus dan X-ray.
Pencegahan Aritmia
 Menghindari dan mengurangi stress
 Mengkonsumsi makanan sehat
 Menjaga berat badan ideal
 Membatasi konsumsi minuman
beralkolhol dan berkafein
 Tidak merokok
 Berolahraga secara teratur.
Terapi
 Tujuan :
• Penanganan fibrilasi atau mengembalikan ritme sinus.
• Mencegah komplikasi tromboemboli
• Mencegah kejadian berulang

 Klasifikasi Obat Aritmia


1. Obat Type Ia
2. Obat Type Ib
3. Obat Type Ic
4. Obat Type II
5. Obat Type III
6. Obat Type IV
Obat Antiaritmia Type Ia
 Merupakan obat aritmia dg spektrum yg luas
 Efektif untuk supraventricular dan aritmia
ventricular
 Menurunkan kecepatan konduksi, memperlambat
refraktori
 Menurunkan impuls otomatis dari jaringan
konduksi yg tergantung natrium (normal dan sakit)
 Contoh :
1. Kinidin : dosis 0,75 -1,5 g dlm dosis terbagi dlm 6
– 12 jam.
2. Prokainamid : dosis 1000 -1500 mg setiap 8 jam
3. Disopiramid : dosis 400-750 mg
Obat antiaritmia Type Ib
 Hampir sama dengan type Ia tapi lebih efektif
pada aritmia ventricular dari pada supraventikular
 Contoh :
1. Lidokain : Dosis awal 100 mg i.v dilanjutkan dg
infus jangka Panjang 4mg/menit selama 3 jam
setelah itu pengurangan sampai separuhnya
(EKG dikontrol terus menerus )
2. Meksiletin : Dosis oral 3 x 200 mg/hari, i.v. dosis
awal 250 mg/10 menit, 250 mg pada jam
berikutnya setelah itu 0,5 – 1 mg/menit sebagai
infus jangka Panjang.
Obat Antiaritmia Type Ic
 Memperlambat kecepatan konduksi tapi
berpengaruh pada sifat refraktorinya.
 Efektif untuk aritmia ventricular dan
supraventricular.
 Contoh :
1. Profafenon : dosis oral 450 – 600 mg. Iv
1,5 – 2,0 mg/kg dalam 10 - 20 menit.
2. Flekainid : dosis : i.v 1 mg/kg BB atau 2 x
100 – 150 mg/hari.
Obat Antiaritmia Type II
 Obat yang termasuk type II adalah
antagonis beta adrenergic berguna
untuk takikardia yang jaringan nodusnya
otomatis abnormal.
 Membantu memperlambat respon
ventricular pada takikardia atrium melalui
efek di nodus AV.
 Contoh : Propanolol
Obat Antiaritmia Type III
 Memperlambat refraktori pada serabut
atrium dan ventricular.
 Memiliki efek menunda repolarisasi dengan
memblok saluran kemih.
 Contoh :
1. Amiodaron : dosis pemeliharaan 200
mg/hari.
2. Sotalol : dosis 160mg/hari jika perlu dapat
dinaikkan menjadi 320 – 480 mg/hari.
Obat Antiaritmia Type IV
 Obat type IV menginhibisi masuknya kalsium
ke dalam sel yang dapat memperlambat
konduksi, memperlama refraktori dan
menurunkan otomatisitas nodus SA dan AV.
 Contoh :
1. Verapamil : dosis awal 240 – 480 mg,
pengobatan jangka Panjang 80 – 240 mg
setiap 6-8 jam.
2. Diltiazim : dosis 180 mg – 360mg/hari
Efek samping antiaritmia
 Batuk
 Nyeri dada
 Penglihatan kabur
 Hilang nafsu makan
 Diare atau konstipasi
 Bengkak pada lengan dan tungkai
 Sensitif terhadap sinar matahari
 Sakit kepala, pusing
 Denyut jantung kian cepat atau melambat
 Gangguan indera pengecap seperti timbul rasa
pahit atau rasa seperti logam
Obat-obat anti aritmia dapat
diklasifikasikan secara klinik menjadi
kelompok obat untuk aritmia supraventrikel
(misal verapamil), kelompok obat untuk
aritmia supraventrikel maupun aritmia
ventrikel (misal disopiramid), dan kelompok
obat untuk aritmia ventrikel (misal lidokain).
Aritmia Supraventrikel

Adenosin merupakan obat pilihan untuk


mengatasi takikardia supraventrikel
paroksismal. Karena masa kerjanya pendek
sekali (waktu paruhnya hanya 8-10 detik,
tapi lebih lama bila diberikan bersama
dipiridamol), kebanyakan efek sampingnya
berlangsung singkat. Berbeda dengan
verapamil, adenosin dapat digunakan
setelah beta-bloker. Pada asma, lebih
dipilih verapamil daripada adenosin.
 Penggunaan pada anak. Adenosin tidak
bersifat inotropik negatif sehingga tidak
menyebabkan hipotensi. Karena itu
dapat digunakan pada anak dengan
fungsi jantung yang terganggu atau
aritmia pasca operasi.
Glikosida jantung oral (misal digoksin 2.1.1)
memperlambat respons ventrikel pada
kasus fibrilasi dan fluter atrium. Digoksin infus
intravena jarang efektif untuk
mengendalikan kecepatan ventrikel secara
cepat. Pemberian glikosida jantung
dikontraindikasikan pada aritmia
supraventrikular yang berhubungan
dengan sindrom Wolff-Parkinson-White.
Verapamil biasanya efektif untuk takikardia
supraventrikel. Pemberian intravena awal
dapat diikuti dengan dosis oral; hipotensi dapat
terjadi pada pemberian dosis yang lebih besar.
Obat ini tidak boleh digunakan untuk
takiaritmia bila kompleks QRS lebar kecuali bila
asal supraventrikelnya sudah diketahui dengan
pasti. Obat ini juga dikontraindikasikan pada
fibrilasi atrium dengan preeksitasi (misalnya
sindrom Wolff-Parkinson-White). Obat ini tidak
boleh digunakan pada anak dengan aritmia,
tanpa pertimbangan dokter spesialis jantung;
beberapa aritmia supra-ventrikel pada anak
dapat dipacu oleh verapamil dengan akibat
yang membahayakan.
Pemberian beta-bloker secara intravena
seperti esmolol atau propanolol dengan
cepat dapat mengendalikan kecepatan
ventrikular. Obat-obat yang termasuk
golongan antiaritmia supraventrikel dan
ventrikel adalah amiodaron, beta-bloker,
disopiramid, flekainid, prokain-amid,
propafenon dan kinidin.
ADENOSIN
 Indikasi: mengembalikan dengan cepat
takikardia supraventrikel paroksismal ke ritme
sinus, termasuk yang berhubungan dengan
jalur tambahan (mis. sindrom Wolff-Parkinson-
White); membantu diagnosis takikardia
supraventrikel kompleks yang luas maupun
yang sempit.
 Peringatan: fibrilasi atau fluter atrium dengan
jalur tambahan (konduksi melalui jalur
tambahan tersebut dapat meningkat);
transplantasi jantung;
Interaksi obat Adenosin
Interaksi obat Adenosin
Interaksi obat Adenosin
 Kontraindikasi:
blok AV derajat 2 atau 3
dan sindrom gangguan sinus (kecuali bila
digunakan pacu jantung); asma.

 Efek Samping: muka merah (transient),


nyeri dada, sesak napas, bronkospasme,
rasa tercekik, mual, kepala terasa ringan,
bradikardia berat; gangguan ritme
(transient) pada EKG.
 Dosis: injeksi intravena cepat ke dalam
vena sentral atau vena perifer yang
besar, 3 mg selama 2 detik dengan
pantauan jantung; bila perlu diikuti
dengan 6 mg setelah 1-2 menit, dan
kemudian 12 mg setelah 1-2 menit lagi;
penambahan dosis jangan dilakukan bila
terjadi blok AV derajat 2 atau lebih.
 Catatan. Dosis 3 mg tidak efektif pada
sejumlah pasien, maka dosis awal yang
lebih tinggi kadang-kadang digunakan
tapi pasien dengan transplantasi jantung
sangat sensitif terhadap efek adenosin,
dan tidak boleh diberi dosis awal yang
lebih tinggi. Juga bila perlu memberikan
adenosin bersama dipiridamol, dosis awal
adenosin harus dikurangi menjadi 0,5-1
mg.
VERAPAMIL HIDROKLORIDA
 Indikasi: hipertensi.

 Peringatan: diketahui dengan pasti; hati-hati


penggunaan pada penderita dengan penurunan
transimisi neuromuskuler. Hati-hati penggunaan
pada Blok AV, hipotensi, bradikardi, penurunan
fungsi hepar berat, penyakit di mana transmisi
neuromuskular terkena (miastenia gravis, sindroma
Lambert-Eaton, distropi otot Duchene lanjut). Efek
verapamil pada konduksi nodus AV dan SA dapat
menyebabkan AV blok dan bradikardia
sementara.
Interaksi Verapamil Hidroklorida
Bila verapamil dikombinasikan dengan obat-obat
kardiodepresan atau obat yang menghambat
nodus AV, misal beta bloker, kuinidin, maka dapat
menyebabkan sinergisme; Pemberian bersamaan
dengan antihipertensi oral lainnya (seperti
vasodilator, penghambat ACE, diuretika, beta
bloker) akan memperkuat efek penurunan tekanan
darah; Penggunaan verapamil dapat
meningkatkan kadar plasma karbamazepin
sehingga meningkatkan efek samping
karbamazepin seperti diplopia, sakit kepala ,
ataksia, atau pusing; Penggunaan dengan
rifampisin maupun fenobarbital akan meningkatkan
eliminasi verapamil sehingga menurunkan
ketersediaan hayati verapamil oral.
 Kontraindikasi: Penderita hipersensitivitas, syok
kardiogenik, infark miokard akut dengan
komplikasi, AV blok tingkat II-III (kecuali pada
pasien dengan pacu jantung), sindroma sick
sinus (kecuali pada pasien dengan pacu
jantung), gagal jantung kongestif, fluter atau
fibrilasi atrium dengan jalur by pass (misal
sindroma Wolf-Parkinson-White, sindroma Lown-
Gonong-Levine).

 Efek Samping: efek samping yang umum terjadi


adalah: konstipasi, pusing, mual, hipotensi, sakit
kepala, edema, edema paru, fatigue, dispnea,
bradikardia, AV blok, rash.
Dosis
 hipertensi, 240-480 mg sehari dalam 2-3 dosis terbagi.
Injeksi intravena lambat selama 2 menit (3 menit pada
usia lanjut), 5-10 mg (sebaiknya dengan pemantauan
ECG); pada takiaritmia paroksimal jika perlu 5 mg lagi
setelah 5-10 menit.

 Angina, 80-120 mm 3 kali sehari; Hipertensi, 40 mg 3 kali


sehari untuk penderita dengan respon meingkat
seperti pada penderita usia lanjut dan penurunan
fungsi hati; Aritmia, penderita yang mendapat digitalis:
240-320 mg dalam 3-4 dosis bagi; Penderita yang tidak
mendapat digitalis: 240-480 mg dalam 3-4 dosis bagi.
Aritmia Supraventrikel dan
Ventrikel
Amiodaron digunakan untuk pengobatan takikardia
yang berkaitan dengan sindrom Wolff-Parkinson-White.
Obat ini digunakan untuk pengobatan aritmia lain bila
obat-obat lain tidak efektif atau dikontraindikasikan
dan sebaiknya dimulai hanya di Rumah Sakit atau di
bawah supervisi dokter spesialis jantung. Obat ini
digunakan untuk takikardi ventrikel paroksismal,
takikardi nodus dan ventrikel; fibrilasi dan fluter atrium,
dan fibrilasi ventrikel. Obat ini dapat diberikan melalui
infus intravena maupun oral, keuntungannya adalah
tidak atau hanya sedikit menyebabkan depresi
miokard. Amiodaron intravena bekerja relatif cepat
dibanding amiodaron oral.
 Injeksi intravena amiodaron dapat digunakan
dalam resusitasi jantung-paru untuk fibrilasi
ventrikel atau pulseless tachycardia yang tidak
memberikan respon terhadap intervensi yang
lain.
 Amiodaron mempunyai waktu paruh yang
sangat panjang (sampai berminggu-minggu)
dan hanya perlu diberikan sekali sehari (tapi
dosis besar dapat menyebabkan mual bila tidak
diberikan dalam dosis terbagi). Diperlukan
waktu berminggu-minggu atau beberapa bulan
untuk mencapai kadar tunak (steady state)
obat ini dalam plasma; hal ini terutama penting
bila ada interaksi dengan obat lain (lihat
Lampiran 1).
Kebanyakan pasien yang diberi amiodaron
mengalami mikrodeposit yang reversibel di kornea
yang jarang mengganggu penglihatan tetapi bagi
pengendara mobil pada malam hari mudah silau
oleh lampu besar. Namun, apabila penglihatan
terganggu atau apabila terjadi neuritis optik
maupun neuropati optik, amiodaron harus
dihentikan untuk mencegah kebutaan dan
diperlukan nasihat dokter. Karena adanya
kemungkinan reaksi fototoksik, pasien disarankan
untuk melindungi kulit dari cahaya selama
berbulan-bulan setelah menghentikan amiodaron
dan disarankan untuk menggunakan pelindung
sinar matahari yang berspektrum lebar untuk
melindungi kulit terhadap sinar ultraviolet dan sinar
yang visible
Amiodaron mengandung iodium dan dapat
menyebabkan gangguan fungsi tiroid, baik hipotiroid
maupun hipertiroid. Penilaian secara klinis saja tidak cukup
untuk dapat menentukannya dan diperlukan uji
laboratorium yang dilakukan tiap 6 bulan. Tiroksin (T 4)
dapat meningkat tanpa adanya hipertiroid, karena itu tri-
iodotironin (T3), T4, dan thyroid-stimulating hormone
(thyrotrophin,TSH) sebaiknya semuanya diuji. Peningkatan
T3 dan T4 dengan kadar TSH yang sangat rendah atau
tidak terdeteksi menunjukkan terjadinya tirotoksikosis.
Tirotoksikosis bisa sangat sulit diatasi sehingga amiodaron
biasanya harus dihentikan untuk sementara agar mudah
dikendalikan; mungkin diperlukan pengobatan dengan
karbimazol. Hipotiroid dapat diobati dengan terapi sulih
tanpa menghentikan amiodaron bila obat ini sangat
diperlukan bagi pasien yang bersangkutan; namun
diperlukan pengawasan yang lebih hati-hati
 Bila terjadi sesak napas atau batuk yang baru muncul
dan memburuk harus selalu diduga terjadi pneumonitis.
Gejala neurologik yang baru muncul menunjukkan
kemungkinan terjadinya neuropati perifer.

 Amiodaron juga dihubungkan dengan hepatotoksisitas


dan obat sebaiknya dihentikan bila terjadi gangguan
fungsi hati yang berat atau muncul tanda-tanda klinis
penyakit hati.

 Beta bloker bekerja sebagai obat antiaritmia terutama


dengan mengurangi efek sistem simpatis terhadap
automatisitas dan konduktivitas jantung (2.4.3). Sotalol
digunakan untuk aritmia ventrikel. Disopiramid intravena
digunakan untuk mengendalikan aritmia yang terjadi
setelah infark miokard (termasuk aritmia yang tidak
responsif terhadap lidokain), tapi obat ini mengganggu
kontraktilitas jantung.
 Disopiramid oral bermanfaat, tetapi efek
antimuskariniknya membatasi
penggunaannya pada pasien glaukoma
sudut sempit atau hipertrofi prostat.
 Flekainid termasuk dalam kelas yang sama
dengan lidokain. Obat ini mungkin berguna
untuk gejala aritmia ventrikel yang serius, juga
diindikasikan untuk takikardia yang
melibatkan nodus AV dan untuk fibrilasi
atrium paroksismal. Sama dengan kuinidin,
flekainid dapat menyebabkan aritmia yang
serius pada sebagian kecil pasien (bahkan
bisa terjadi pada pasien dengan jantung
yang normal).
 Prokainamid intravena dapat digunakan
untuk mengatasi aritmia ventrikel.
 Propafenon digunakan untuk profilaksis dan
pengobatan aritmia ventrikel dan juga untuk
beberapa aritmia supraventrikel. Mekanisme
kerjanya kompleks, termasuk memiliki aktivitas
seperti beta bloker lemah (oleh karena itu harus
hati-hati bila digunakan pada penyakit paru
obstruktif–dikontraindikasikan bila berat).
 Kinidin dapat mengurangi aritmia supraventrikel
dan ventrikel. Kinidin sendiri dapat
menyebabkan gangguan ritme dan harus
digunakan di bawah supervisi dokter spesialis
jantung. Obat ini sekarang jarang digunakan.
 Obat-obat untuk aritmia supraventrikel meliputi
adenosin, glikosida jantung, dan verapamil.
Obat-obat untuk aritmia ventrikel adalah
lidokain, meksiletin, dan fenitoin.
AMIODARON HIDROKLORIDA
 Indikasi: lihat di atas (harus dimulai di rumah sakit
atau di bawah supervisi dokter ahli jantung)
 Peringatan: uji fungsi hati dan fungsi tiroid diperlukan
sebelum terapi dan kemudian tiap 6 bulan; kadar
kalium serum, sinar X toraks diperlukan sebelum
terapi; gagal jantung, gangguan ginjal; usia lanjut,
bradikardia dan gangguan konduksi berat pada
dosis berlebih; pemberian intravena dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah yang
moderat dan transien (kolaps sirkulasi terjadi pada
pemberian yang cepat atau dosis berlebih) atau
toksisitas hepatoselular berat (pantau transaminase
dengan teliti); porfiria.
Interaksi Obat
 Kontraindikasi:
bradikardi sinus, blok SA;
kecuali bila digunakan pacu jantung
hindarkan pada gangguan konduksi
yang berat atau penyakit nodus SA;
gangguan fungsi tiroid; kehamilan dan
menyusui (lampiran 3); sensitivitas
terhadap iodium; hindari pemberian
intravena pada gagal pernapasan yang
berat, kolaps sirkulasi, hipotensi arterial
yang berat.
 Efek Samping: mikrodeposit di kornea yang reversibel
(kadang-kadang dengan silau di malam hari), jarang
gangguan penglihatan akibat neuritis optik; neuropati perifer
dan miopati (biasanya reversibel bila obat dihentikan);
bradikardia dan gangguan konduksi; fototoksisitas dan jarang
pewarnaan kulit menjadi abu-abu yang persisten;
hipotiroidisme, hipertiroidisme; alveolitis paru yang difus,
pneumonitis, dan fibrosis; peningkatan transaminase serum
(mungkin perlu penurunan dosis atau penghentian obat bila
disertai dengan penyakit hati akut); penyakit kuning, hepatitis
dan sirosis; jarang mual, muntah, rasa logam, gemetar, mimpi
buruk, vertigo, sakit kepala, sukar tidur, rasa lelah, kepala
botak, kesemutan, tekanan intrakranial sedikit meningkat,
impotensi, epididimoorkitis; rash (termasuk dermatitis
eksfoliatif), hipersensitivitas termasuk vaskulitis, gangguan
ginjal dan trombositopenia; anemia hemolitik atau aplastik;
anafilaksis bila disuntikkan cepat, juga hipotensi,
bronkospasme, berkeringat, dan muka merah.
 Dosis:oral, 200 mg 3 kali sehari selama 1
minggu, 200 mg 2 kali sehari selama 1
minggu berikutnya; dosis penunjang,
biasanya 200 mg sehari atau dosis
minimal yang diperlukan untuk
mengendalikan aritmia. Infus intravena
via kateter vena sentral, 5 mg/ kg bb
selama 20-120 menit dengan pantauan
EKG; maksimal 1,2 g dalam 24 jam.
DISOPIRAMID
 Indikasi: aritmia ventrikel, terutama setelah
infark miokard; aritmia supraventrikel.

 Peringatan: hentikan bila terjadi hipotensi,


hipoglikemia, takikardia atau fibrilasi ventrikel
atau torsades de pointes; fluter atau takikardia
atrium dengan blok parsial, blok cabang
bundel His, gagal jantung (hindari bila berat);
pembesaran prostat; glaukoma; gangguan
hati atau ginjal; kehamilan dan menyusui.
Interaksi Obat
 Kontraindikasi: blok jantung derajat 2 atau 3
dan disfungsi SA (kecuali bila dipakai pacu
jantung); syok kardiogenik; gagal jantung
berat yang tidak terkompensasi.

 Efek Samping: takikardia ventrikel, fibrilasi


ventrikel atau torsades de pointes (biasanya
disertai dengan pemanjangan kompleks QRS
atau interval QT), depresi miokard, hipotensi,
blok AV; efek antimuskarinik (mulut kering,
penglihatan kabur, retensi urin); iritasi saluran
cerna; psikosis, penyakit kuning kolestatik,
hipoglikemi.
 Dosis: oral, 300-800 mg sehari dalam dosis
terbagi.
Injeksi intravena lambat, 2 mg/kg bb selama
paling sedikit 5 menit sampai maksimal 150
mg, dengan pantauan EKG, segera diikuti
dengan 200 mg oral, kemudian 200 mg tiap
8 jam selama 24 jam atau infus intravena
400 mcg/kg bb/jam, maksimal 300 mg
dalam jam pertama dan 800 mg sehari.
KINIDIN

 Indikasi: supresi takikardia supraventrikel dan


aritmia ventrikel (lihat di atas).

 Peringatan: dosis uji 200 mg untuk mendeteksi


reaksi hipersensitivitas, penanganan khusus
pada gagal jantung tidak terkompensasi,
blok jantung derajat pertama tau kedua,
miokarditis, kerusakan miokard berat dan
pada miastenia gravis; kehamilan.
 Kontraindikasi: blok jantung.
 Efek Samping: lihat Prokainamid HCl; juga
aritmia ventrikel, trombositopenia, anemia
hemolitik; jarang hepatitis granuloma;
juga sinkonisme.
 Dosis: oral, kinidin sulfat 200-400 mg 3-4 kali
sehari.
 Catatan: kinidin sulfat 200 mg = kinidin
bisulfat 250 mg.
PROKAINAMID HIDROKLORIDA
 Indikasi: aritmia ventrikel, terutama setelah
infark miokard, takikardia atrium.
 Peringatan: usia lanjut, gangguan hati atau
ginjal, asma, miastenia gravis; kehamilan.
 Kontraindikasi: blok jantung, gagal jantung,
hipotensi; SLE; tidak diindikasikan untuk
torsades de pointes (dapat memperburuk);
menyusui.
 Efek Samping: mual, diare, ruam kulit,
demam, depresi miokard, gagal jantung,
sindrom seperti SLE (Syndrome resembling
systemic lupus erythematosus), agranulositosis
setelah pemakaian lama; psikosis dan
angioedema.
Interaksi Obat
Dosis
 Injeksi intravena lambat, kecepatan tidak
melebihi 50 mg/menit, 100 mg dengan
pantauan EKG, diulang dengan interval 5 menit
sampai aritmia teratasi; maksimum 1 g.

 Infus intravena, 500-600 mg selama 25-30 menit


dengan pantauan EKG, diikuti dengan
penunjang dengan kecepatan 2-6 mg/menit,
kemudian bila perlu secara oral seperti di atas,
dimulai 3-4 jam setelah infus.
PROPAFENON HIDROKLORIDA
 Indikasi: aritimia ventrikel, takiaritmia supraventrikel
paroksismal, termasuk fluter atau fibrilasi atrium
paroksismal dan takikardia berulang paroksismal
yang melibatkan AV node atau jalur tambahan,
yang tidak memberikan respons terhadap terapi
standar atau dikontraindikasikan.

 Peringatan: gagal jantung, lansia, pasien yang


menggunakan pacu jantung, sangat hati-hati
pada pasien obstruksi pernafasan akibat
penggunaan beta bloker (dikontraindikasikan jika
berat), gangguan fungsi hati (lampiran 2),
gangguan fungsi ginjal (lampiran 3), kehamilan
(lampiran 4), menyusui (lampiran 5).
Interaksi Obat
 Kontraindikasi: gagal jantung kongestif
yang tidak terkontrol, syok kardiogenik
(kecuali jika terinduksi karena aritmia),
bradikardia berat, gangguan
keseimbangan elektrolit, penyakit
obstruksi paru berat, hipotensi berat,
miastenia gravis, gangguan konduksi
atrium, disfungsi nodus sinus (kecuali yang
dapat dihindari dengan pacu jantung),
AV block derajat dua atau yang lebih
berat, bundle branch block or distal
block.
 Efek Samping: efek antimuskarinik termasuk
konstipasi, pandangan kabur, dan mulut
kering; telah dilaporkan pusing, mual dan
muntah, letih, mulut terasa pahit, diare, sakit
kepala, dan reaksi alergi kulit; hipotensi
postural, terutama pada lansia; bradikardi,
sino-atrial, penghambatan atrioventrikel atau
intraventrikel, efek aritmogenik (pro-aritmia),
jarang terjadi: reaksi hipersensitivitas
(kolestasis, gangguan darah, sindrom lupus),
kejang; juga dilaporkan mioklonik.
 Dosis: Berat badan lebih dari atau sama
dengan 70 kg, dosis awal 150 mg 3 kali sehari
sesudah makan, di rumah sakit, yang
langsung diikuti dengan monitoring EKG dan
tekanan darah (jika perpanjangan interval
QRS lebih dari 20%, dosis dikurangi atau
dihentikan hingga EKG kembali ke normal);
dosis dapat ditingkatkan menjadi 300 mg 2
kali sehari, dengan interval waktu
sekurangnya 3 hari dan jika diperlukan,
ditingkatkan menjadi maksimal 300 mg 3 kali
sehari; Berat badan di bawah 70 kg, dosis
dikurangi; Lansia, dapat merespons dosis
yang lebih rendah.
Aritmia Ventrikel
Lidokain (lignokain) relatif aman bila diberikan
sebagai injeksi intravena yang diberikan
dengan lambat dan harus menjadi pilihan
utama dalam keadaan darurat. Meskipun
efektif dalam mengurangi takikardia ventrikel
dan mengurangi risiko terjadinya fibrilasi
ventrikel setelah infark miokard, obat ini tidak
mengurangi mortalitas bila digunakan sebagai
profilaksis dalam kondisi ini. Pada pasien
dengan gagal jantung atau hati, dosis perlu
dikurangi untuk mencegah terjadinya konvulsi,
depresi SSP, atau depresi sistem kardiovaskular.
Meksiletin diberikan sebagai injeksi
intravena yang diberikan secara lambat
bila lidokain tidak efektif; obat ini
mempunyai kerja yang serupa. Efek yang
tidak diinginkan pada sistem kardiovaskular
dan SSP membatasi dosis yang dapat
ditoleransi; mual dan muntah dapat
menyebabkan dosis efektif tidak dapat
diberikan secara oral.
 Morasizin adalah obat baru untuk
profilaksis dan pengobatan aritmia
ventrikel yang serius dan mengancam
jiwa pada pasien yang kondisinya sudah
stabil dengan pemberian morasizin.

 Obat-obat baik untuk aritmia


supraventrikel dan ventrikel meliputi
amiodaron, beta bloker, disopiramid,
flekainid, prokainamid, propafenon dan
kinidin.
FENITOIN NATRIUM

 Indikasi: aritmia (lihat keterangan di atas)


 Kontraindikasi: Bradikardi sinus; blok SA; blok
jantung derajat 2 dan 3; sindrom Stokes
Adams.
 Dosis: aritmia, injeksi intravena lewat kateter
vena sentral, 3,5-5 mg/kg bb pada
kecepatan tidak lebih dari 50 mg/menit,
dengan pemantauan tekanan darah dan
EKG; ulangi sekali lagi jika perlu
LIDOKAIN HIDROKLORIDA (Lignokain
hidroklorida)

 Indikasi: aritmia ventrikel, terutama setelah infark


miokard.
 Peringatan: dosis lebih rendah pada gagal
jantung kongestif, pada gagal hati, gagal ginjal
dan setelah bedah jantung; usia lanjut;
kehamilan.
 Kontraindikasi: gangguan nodus SA, semua
derajat blok AV, depresi miokard yang berat;
porfiria.
 Efek Samping: pusing, kesemutan, atau
mengantuk (terutama bila injeksi terlalu cepat);
efek SSP lainnya (bingung, depresi pernapasan
dan konvulsi); hipotensi dan bradikardia (sampai
terjadi henti jantung); hipersensitivitas.
Interaksi Obat
 Dosis: injeksi intravena, pada pasien tanpa
gangguan sirkulasi yang berat, 100 mg sebagai
bolus selama beberapa menit (50 mg pada
pasien dengan BB lebih ringan atau pasien
dengan gangguan sirkulasi yang berat), segera
diikuti dengan infus 4 mg/menit selama 30 menit, 2
mg/menit selama 2 jam, kemudian 1 mg/menit;
kadarnya dikurangi lagi bila infusnya dilanjutkan
lebih dari 24 jam (pantauan EKG dan supervisi
dokter ahli jantung).

 Penting. setelah injeksi intravena, lidokain masa


kerjanya pendek (berakhir dalam 15-20 menit).
Bila infus intravena tidak segera tersedia, injeksi
intravena awal 50-100 mg dapat diulangi bila
perlu 1 kali atau 2 kali dengan interval tidak
kurang dari 10 menit).
MEKSILETIN HIDROKLORIDA

 Indikasi: Aritmia ventrikel, terutama


setelah infark miokard.
 Peringatan: gangguan hati, pemantauan
ketat pada awal terapi (termasuk EKG,
tekanan darah); kehamilan.
 Kontraindikasi: bradikardi, syok
kardiogenik, blok AV derajat tinggi
(kecuali bila digunakan pacu jantung).
Interaksi Obat
 Efek Samping: mual, muntah, konstipasi,
diare, bradikardi, hipotensi fibrilasi atrium,
palpitasi, gangguan konduksi, eksaserbasi
aritmia, torsades de pointes; mengantuk,
bingung, konvulsi, gangguan kejiwaan,
disartria, ataksia, kesemutan, nistagmus,
tremor; jaundice, hepatitis, rash, sindrom
Stevens-Johnsons, gangguan darah; lihat
juga keterangan di atas.
 Dosis: oral, dosis awal 400 mg (mungkin
ditingkatkan sampai 600 mg jika analgesik
opioid juga diberikan), setelah 2 jam diikuti
dengan 200-250 mg 3-4 kali sehari.

 Injeksi intravena, 100-250 mg dengan


kecepatan 25 mg/menit dengan pantauan
EKG diikuti dengan infus 250 mg dalam
larutan 0,1% selama 1 jam, 125 mg/jam untuk
2 jam, kemudian 500 mcg/menit.
Pemasangan Alat Picu jantung atau
Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)

 Alat
ini dipasang di dalam dada bagian
atas pengidap. Jadi, ketika terjadi
perubahan ritme jantung, alat ini dapat
segera mendeteksi dan mengirimkan
sengatan listrik pendek ke jantung guna
membuat ritme jantung menjadi normal
kembali .
Kardioversi
 Metode yang satu ini biasanya dilakukan
bila aritmia sudah tidak bias lagi
ditangani dengan obat-obatan. Dalam
proses kardioversi, dokter akan
memberikan kejutan listrik ke dada
pengidap untuk membuat denyut
jantung kembali normal. Kardioversi
elektrik biasanya dilakukan untuk
menangani kasus aritmia fibrilasi atrium
dan takikardia supraventricular.
Metode Ablasi
 Bila lokasi penyebab terjadinya aritmia sudah
diketahui, maka dokter biasanya akan
menganjurkan untuk melakukan metode
ablasi. Prosedur ini dilakukan dengan cara
memasukkan sebuah kateter dengan
panduan X-ray melalui pembuluh darah di
kaki. Ketika kateter berhasil menemukan
sumber gangguan ritme jantung, maka alat
kecil tersebut akan merusak bagian kecil
jaringan jantung tersebut.
Terapi non farmakologis
 Disarankan menghindari merokok dan
konsumsi alcohol.
 Menjaga tekanan darah agar tetap stabil
 Hindari makanan dan factor lain yang
mencetuskan terjadinya aritmia.
 Mengatur pola hidup
 Hindari stimulant yang digunakan pada obat
batuk dan pilek. Beberapa obat tersebut
berisi bahan –bahan yang memicu aritmia.
Evaluasi Hasil terapi
 Mortalitas
▪ Total
▪ Karena kematian aritmia
 Terjadinya aritmia kembali
▪ Durasi
▪ Frekwensi
▪ Gejala
 Konsekuensi hemodinamik
▪ Laju
▪ Tekanan darah
▪ Gejala
 Komplikasi penanganan
▪ Obat
▪ Alat
▪ Pembedahan

Anda mungkin juga menyukai