Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FORMULASI OBAT DARI BAHAN ALAM

(Tanaman Cabai Rawit)

Disusun Oleh :

Aziz Nurcholis ( 19482011003 )

Nita Oktarina ( 19482011008 )

Ressa Juliawan. S ( 19482011010 )

Dosen Pengampu :

Dina Amalia Ulfa, S.Farm. Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKes YPIB MAJALENGKA


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Formulasi Obat Dari Bahan Alam
(Cabai Rawit)” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari tugas ini adalah dalam memenuhi persyaratan untuk
memperoleh tugas dari mata kuliah Biofarmasi. Selain itu, tugas ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih ada kekurangan, oleh sebab itu
kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah ini.

Demikian yang dapat kami susun semoga bermanfaat bagi para pembaca rekan-rekan
mahasiswa dan penulis khususnya..

Majalengka, 30 Juni 2022

Penyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................3
C. Daftat Isi.......................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4

A. Tanaman Cabai Rawit..................................................................................................4


B. Senyawa Asam Askorbat ..........................................................................................10
C. Farmakokinetik Asam Askorbat ...............................................................................10
D. Efek Farmakologi Asam Askorbat ............................................................................13

BAB III PENUTUP...............................................................................................................27

A. Kesimpulan................................................................................................................27
B. Saran...........................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................28
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan alam secara khusus diartikan sebagai segala material organik yang
dihasilkan oleh alam yang telah dipelajari dan dibuktikan baik secara empiris maupun
secara tradisional melalui pengalaman penggunaan turun temurun memiliki khasiat
tertentu untuk kesehatan baik dalam bentuk segar, sediaan kering, ekstrak, maupun
senyawa tunggal hasil pemurnian. Pada era modern ini ada kecenderungan pola hidup
yang mengarah pada penggunaan bahan-bahan alami sebagai zat berkhasiat baik untuk
pengobatan, perawatan kesehatan dan kebugaran, kosmetika, makanan fungsional,
maupun untuk produk perawatan tubuh sehari-hari. Fenomena ini semakin
meningkatkan pamor bahan alam sebagai pilihan karena dinilai lebih aman atau
memiliki efek negatif yang lebih rendah. Nilai ekonomis beberapa bahan alam pun
semakin meningkat yang diikuti dengan semakin berkembangnya berbagai penelitian
untuk mengembangkan produk-produk yang berbasis pada bahan alam. Saat ini, bidang
penelitian dan industri bahan alam menjadi salah satu bidang yang prospektif dan
memiliki masa depan yang baik karena kebutuhan akan bahan ini semakin meningkat.
Untuk itu, pengenalan mengenai teknologi, metode-metode atau Teknik-teknik
dasar penelitian dan pemanfaatan bahan alam menjadi produk yang lebih bernilai tinggi
menjadi sangat perlu untuk mahasiswa teknologi industri pertanian. Sudah barang tentu,
pengenalan dasar-dasar bahan alam ini perlu diberikan sebagai landasan dalam
mempelajari proses lanjut dari pemanfaatan bahan alam.
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) termasuk dalam famili terong-terongan
dan tergolong tanaman semusim atau tanaman berumur pendek. Tanaman cabai rawit
merupakan jenis tanaman perdu yang memiliki kayu, bercabang dan tumbuh dengan
tegak. Habitat tanaman cabai rawit yaitu di dataran tinggi maupun dataran rendah.
Kandungan zat-zat gizi pada buah cabai rawit cukup lengkap, yaitu lemak, protein,
karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, B2, C dan senyawa alkaloid seperti
capsaicin, flavanoid, oleoresin dan minyak atsiri (Sujitno dan Dianawati, 2015). Setiap
100 g cabai rawit segar mengandung nutrisi.
Syarat tumbuh tanaman cabai rawit yaitu dapat tumbuh dengan baik pada
ketinggian 1-1.500 m dpl dan tumbuh optimal pada daerah dengan kisaran suhu udara
25-320 C (Silvia dkk., 2016). Tanaman cabai rawit dapat tumbuh baik pada tanah yang
subur, gembur, bebas dari nematoda dan layu bakteri, mempunyai pH 5,5-6,5 serta
cukup air. Cabai ditanam di tempat yang terbuka dan tidak ternaungi agar mendapatkan
produksi yang optimal. Cabai paling ideal ditanam dengan intensitas cahaya matahari
antara 60% - 70%, sedangkan lama penyinaran yang paling ideal bagi pertumbuhan
tanaman cabai adalah 10-12 jam (Alif, 2017).
Tanaman cabai rawit merupakan tanaman perdu dengan tinggi mencapai 50-150
cm. Akar cabai rawit merupakan akar tunggang yang kuat dan bercabang-cabang ke
samping membentuk akar serabut. Batang tanaman cabai rawit berwarna hijau tua,
keras dan berkayu, berbentuk bulat, halus dan bercabang banyak (Djarwaningsih,
2005). Daun cabai rawit berbentuk bulat telur memanjang dengan ujung meruncing,
serta tulang daun yang menyirip. Bunga cabai rawit terletak pada ketiak daun,
mahkotanya berbentuk bintang berwarna hijau 6 keputih-putihan dengan kepala sari
berwarna ungu (Undang dkk., 2015). Buah cabai rawit berbentuk bulat telur
memanjang, warna buah cabai rawit yang sudah masak berwarna jingga hingga merah.
Biji cabai rawit berwarna putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat pipih, tersusun
berkelompok (bergerombol) (Faizah, 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Senyawa apa yang ada di tanaman cabai rawit?
2. Efek farmakologi cabai rawit
3. Apa khasiat dari tanaman cabai rawit
C. Tujuan
1. Mengetahui senyawa bahan aktif tanaman cabai rawit
2. Mengetahui efek farmakologi cabai rawit
3. Mengetahui khasiat cabai rawit
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tanaman Cabai rawit
1. Klasifikasi
Menurut Simpson (2010), klasifikasi tanaman cabe rawit (Capsicum frutescens
L.) adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida (Dicotyledoneae)
Subkelas : Asteridae
Bangsa : Solanales
Suku : Solanaceae
Marga : Capsicum
Jenis : Capsicum frutecens L.
Sinonim : Capsicum fastigiatym Blume
Capsicum minimum Roxb
2. Nama Lain
C.frutescens L. dikenal dengan nama daerah leudeu jarum (Sumatra),
cabe rawit (Sunda), lombok rawit (Jawa), cabhi letek (Madura), lada marica
(Makasar), dan berbagai nama daerah lainnya. Penggunaan nama nasional
Indonesia untuk C.frutescens adalah cabe rawit. Nama nasional C.frutescens di
negara lain yaitu silleng labuyo (Filipina), phrikkhimu (Thailand) dan nama
internasionalnya adalah chili (Inggris).
3. Deskripsi Tanaman
Deskripsi Tanaman Tanaman cabe rawit berupa terna pedu setinggi 50
cm sampai 150 cm, batang berbiku-biku atau bagian atasnya bersudut, tidak
berbulu. Daun berbentuk bundar telur sampai lonjong atau bundar telur
meruncing, 1 cm sampai 12 cm, tidak berbulu atau 2 sampai 3 bunga letaknya
berdekatan. Mahkota bunga berbentuk bintang, berwarna putih, putih kehijauan
atau kadang-kadang ungu, garis tengahnya 1,75 mm sampai 2 mm. Kelopak
bunga berbulu dan tidak berbulu, panjang 2 mm sampai 3 mm. Buah tegak
kadang-kadang pada tanaman hibrid buah merunuk, berbentuk bulat telur,
jorong panjang 0,75 mm sampai 1,50 mm, lebar 2,5 cm sampai 12 cm, buah
muda berwarna hijau tua putih kehijauan dan putih, apabila masak berwarna
merah terang. Cabe rawit diperbanyak dengan biji.

Gambar 1 Tanaman Cabe rawit (Capsicum frutescens L.)

Gambar 2 Simplisia Daun Cabe Rawit (Capsicum frutescens L.)

Dikenal tiga varietas cabe rawit, yakni (1) cabe rawit leutik : buahnya
kecil, berdiri tegak pada tangainya, yang muda berwarna hijau, setelah tua
berubah jadi merah; (2) cengek domba atau cengek bodas : buahnya lebih besar
dari cengek leutik, yang muda berwarna putih setelah tua berubah jadi jingga;
(3) ceplik : buahnya besar, yang muda berwarna hijau setelah tua berubah jadi
merah.

Tanaman cabe rawit berasal dari Amerika di daerah tropik. Tumbuh di


Pulau Jawa dan daerah lainnya di Indonesia. Di Jawa tumbuh di daratan rendah
hingga pegunungan, pada ketinggian tempat 0,5 m sampai 1.250 m di atas
permukaan laut. Sering ditanam orang atau tumbuh liar di tepi tegalan, di
pekuburan, di desa, dan di hutan yang terbuka.
4. Karakteristik Morfologi Tanaman cabai
Cabai rawit adalah tanaman perdu yang tingginya hanya sekitar 50-135
cm. tanaman ini tumbuh tegak lurus ke atas. Akar cabai rawit merupakan akar
tunggang. Akar tanaman ini umumnya berada dekat dengan permukaan tanah
dan melebar sejauh 30-50 cm secara vertikal, akar cabai rawit dapat menembus
tanah sampai kedalaman 30-60 cm. Batangnya kaku dan tidak bertrikoma.
Daunnya merupakan daun tunggal yang bertangkai. Helaian daun bulat telur
memanjang atau bulat telur bentuk lanset, dengan pangkal runcing dan ujung
yang menyempit (Gambar 1). Letaknya berselingan pada batang dan
membentuk pola spiral (Tjandra, 2011).
Bunga cabai rawit terletak di ujung atau nampak di ketiak, dengan
tangkai tegak ( Steenis et al., 2002). Hal ini juga didukung oleh penyataan
Tjandra (2011), yang mengatakan bahwa bunga cabai rawit keluar dari ketiak
daun. Warnanya putih atau putih kehijauan, ada juga yang berwarna ungu.
Mahkota bunga berjumlah 4-7 helai dan berbentuk bintang. Bunga dapat berupa
bunga tunggal atau 2-3 letaknya berdekatan. Bunga cabai rawit ini bersifat
hermaprodit (berkelamin ganda). Buah buni bulat telur memanjang, buah
warnanya merah, rasanya sangat pedas, dengan ujung yang mengangguk 1,5-2,5
cm. Buah cabai rawit tumbuh tegak mengarah ke atas. Buah yang masih muda
berwarna putih kehijauan atau hijau tua. Ketika sudah tua menjadi hijau
kekuningan, jingga, atau merah menyala.

Gambar 1. Morfologi tanaman cabai rawit


5. Kandungan kimia
Cabai rawit merupakan tanaman yang mempunyai banyak kandungan.
Kandungan-kandungan tersebut meliputi kapsaisin, kapsantin, karotenid,
alkaloid, resin, dan minyak atsiri. Selain itu, cabai ini juga kaya akan kandungan
vitamin A, B, C (Tjandra, 2011). Zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat,
kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin (salah satunya adalah vitamin C dan
mengadung senyawa - senyawa alkaloid, seperti kapsaisin, flavonoid, dan
minyak esensial juga kerkandung dalam tanaman ini Arifin (2010). Menurut
Arifin (2010), cabai rawit paling banyak mengandung vitamin A dibandingkan
cabai lainnya. Cabai rawit segar mengandung 11.050 SI vitamin A, sedangkan
cabai rawit kering mengandung mengandung 1.000 SI. Sementara itu, cabai
hijau segar hanya mengandung 260 vitamin A, cabai merah segar 470, dan cabai
merah kering 576 SI. Menurut Fuwei Li et al., (2009), Kapsaisinoid adalah
alkaloid yang banyak dalam buah Capsium dengan kandungan utama kapsaisin
dan dihidrokapsaisin.
6. Khasiat dan penggunaan
Buah cabai rawit ini juga mempunyai banyak manfaat terutama sebagai
bumbu masakan untuk memberikan sensasi pedas. Selain itu, buah tanaman ini
juga berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menguatkan kembali tangan dan
kaki yang lemas, melegakan hidung tersumbat pada penyakit sinusitis, serta
mengobati migrain (sakit kepala sebelah). Sebagai obat luar, cabai rawit juga
dapat digunakan untuk mengobati penyakit rematik, sakit perut, dan kedinginan.
Selain sebagai bahan makanan dan obat, cabai rawit sering digunakan sebagai
tanaman hias disejumlah pekarangan (Tjandra, 2011). Selain itu, cabe rawit
dipercaya meningkatkan sirkulasi serta membantu pencernaan melalui stimulasi
saliva dan aliran gastrik (Wangcharoen, W., dan Morasuk, W ., 2007).
B. Senyawa Asam Askorbat

Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan dan
efektif mengatasi radikal bebas yang dapat usia, jenis kelamin, asupan vitamin C
harian, kemampuan absorpsi dan ekskresi, serta adanya penyakit tertentu.
Rendahnya asupan serat dapat mempengaruhi asupan vitamin C karena bahan
makanan sumber serat dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin C
(Citraningtyas, 2013).

Vitamin C mempunyai peran penting terhadap tubuh manusia, dimana apabila


tubuh manusia kekurangan vitamin C maka akan timbul gejala penyakit ini seperti
sariawan, nyeri otot, berat badan berkurang, lesu, dan sebagianya. Didalam tubuh
vitamin C menjalankan fungsinya seperti dalam sintesis kolagen, pembentukan
carnitine, terlibat dalam metabolisme kolesterol, menjadi asam empedu, dan
berperan penting dalam pembentukan neurotransmitter norepinefrin. Vitamin C juga
termasuk antioksidan dalam tubuh. Pada dasarnya vitamin C didalam tubuh mampu
berfungsi melindungi beberapasel/ molekul dalam tubuhseperti, protein, lipid,
karbohidrat dan asam nukleat selain itu vitamin C dapat menjaga kehamilan,
mencegah dari diabetes (Helmi, 2007).

Vitamin C banyak terdapat di buah, dan sayuran, salah satunya pada cabai.
Vitamin C pada cabai memiliki fungsi sebagai antioksidan yang baik untuk tubuh
(mampu meningkatkan daya tahan tubuh yang diserap oleh kalsium dalam tubuh,
selain itu, Vitamin C juga termasuk yang paling mudah larut dalam air dan esensial
untuk biosintesis kolagen (Rahmawati, 2009). Sehubungan dengan hal diatas,
peneliti tertarik untuk mengetahui kadar vitamin C yang terdapat pada cabai dengan
menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dan menguji fitokimianya. Merusak
sel atau jaringan, termasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang
ditimbulkan oleh radiasi. Status vitamin C seseorang sangat tergantung dari dalam
penelitian ini adalah cabai merah besar (sampel 1), cabai rawit hijau (sampel 2),
cabai jablay orange-merah (sampel 3), cabai keriting merah (sampel 4), cabai hijau
besar (sampel 5), aquades, etanol teknis (CH3CH2OH) 70% , aquades bebas CO2,
asam askorbat murni (C6H8O6), pereaksi mayer, pereaksi dragendorff, larutan
FeCl3.

C. Farmakokinetik Asam Askorbat

Asam askorbat cepat diabsorpsi dari saluran cerna (1, 5, 9). Absorpsi asam
askorbat dosis tunggal hingga 180 mg adalah 71%, pada 1,5 g adalah 50%, dan pada
dosis melebihi 12 g adalah 16% (10).

Asam askorbat terdapat di dalam plasma, dan terdistribusi ke seluruh sel tubuh.
Konsentrasi asam askorbat dalam leukosit dan platelet lebih tinggi dibandingkan
dalam eritrosit dan plasma (5,9). Konsentrasi vitamin C dalam leukosit terkadang
digunakan untuk menggambarkan kadarnya dalam jaringan tubuh karena kurang
terpengaruh terhadap penurunan jika dibandingkan dengan konsentrasi dalam
plasma (5).

Asam askorbat dimetabolisme menjadi asam dehidroaskorbat (1,5,11,12), asam


2,3-diketogulonat (1,5,11,12), oksalat (5,11,12) dan CO 2 (5,12). Terdapat pula
konjugasi dengan sulfat membentuk askorbat-3-sulfat; (5,9). Asam askorbat dalam
jumlah yang besar dengan cepat dieliminasi melalui urin.

Pada pemberian vitamin C dosis tunggal, baik oral maupun intravena bolus,
sampai dengan 60 mg/hari, jumlah asam askorbat yang diekskresikan melalui urin
hingga jam ke-24 < 0,4 mg. Pada dosis 100 mg/hari, baik secara oral maupun
intravena bolus, jumlah asam askorbat yang diekskresikan melalui urin hingga jam
ke-24 sekitar 25 mg. Pada dosis 500-1250 mg, seluruh dosis diekskresikan melalui
urin. Waktu paruh dari vitamin C yang diberikan 60 mg/hari sekitar 12 hari,
sedangkan waktu paruh dari vitamin C yang diberikan lebih dari 500 mg < 2 jam
(4).

1. Mekanisme Vitamin C senyawa Asam Askorbat

Vitamin di dalam tubuh akan mengalami proses absobsi, distribusi,


metabolisme dan ekskresi (ADME). Kelenjar adrenal mengandung banyak
vitamin C . Tubuh pada umumnya sedikit menahan vitamin C, kelebihan
vitamin C dibuang melalui air kemih. Mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah
besar (Megadose) sebagian besar akan dibuang keluar, terutama pada saat
mengkonsumsi vitamin yang bergizi tinggi. Vitamin C akan ditahan oleh
jaringan tubuh apabila keadaan gizi dalam tubuh jelek (Jimm man, 2014).
Kadar vitamin C didalam darah mencapai pucaknya 2-3 jam kelebihan vitamin
C di dalam tubuh akan dibuang melalui urin dan keringat sehingga kadar
vitamin C dalam tubuh menurun. Kadar vitamin C di dalam tubuh agar tetap
stabil dapat dipelihara dengan mengkonsumsi bahan makanan yang dimakan
mengandung cukup vitamin (Jimm man, 2014).
Vitamin C setelah dikonsumsi akan diekskresikan di dalam urin, keringat
dan tinja. Ekskresi melalui urin merupakan yang terbesar sekitar 3-6 jam
sedangkan dalam feses hanya sekitar 6-10 mg dalam 24 jam. Ekskresi melalui
air keringat sedikit. Vitamin C yang telah diberikan oral maupun parenteral
diekskresikan cepat melalui urin. Vitamin C dapat menembus glomerulus
masuk ke dalam cairan filtrat, sebagian vitamin C diserap kembali oleh tubuh
(Soediaoetomo, 2007).
D. Efek Farmakologi Asam Askorbat
1. Sebagai Antioksidan
Vitamin C bekerja sebagai donor electron, dengan cara memindahkan satu
elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan
elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C
mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil, monosit,
protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi dengan Fe-ferritin.
Diluar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah
terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam tokoferol teroksidasi
dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan (Levine, et al., 1995). Asam
askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan atau
tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat meredam aktivitas
dengan cara mengubah tokoferol menjadi bentuk tereduksi.
Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan
komponen lainnya. Askorbat juga melindungi makromolekul penting dari
oksidatif. Reaksi terhadap radikal hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi
Vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E. Vitamin E yang teroksidasi
radikal bebas dapat beraksi dengan vitamin C kemudian akan berubah menjadi
tokoferol setelah mendapat ion hidrogen dari vitamin C (Belleville-Nabeet, 1996).
Sebagai zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi dengan
anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet dan lipid peroksida. Sebagai
reduktor asam askorbat akan mendonorkan satu elektron membentuk semi dehidro
askorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi
disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil.
Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat.
Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, maka
perananya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Suhartono et al.,
2007).
2. Sebagai Kofaktor dalam Pembentukan Kolagen
Vitamin C membantu dalam pembentukan serabut protein dari jaringan
penghubung yang dinamakan dengan kolagen. Kolagen menjadi sebagai metrik
dimana tulang dan gigi dibentuk. Ketika seseorang terluka, perekat kolagen
(collagen glues) melekatkan jaringan yang terpisah agar bersatu, menjadi bentuk
yang kita ketahui sebagai bekas luka. Sel bersatu kebanyakan karena kolagen, hal
ini sangat penting pada dinding arteri, dimana harus membesar dan berkontraksi
sesuai detak jantung, dan dalam dinding kapiler yang tipis dimana harus bertahan
dengan denyutan nadi setiap saat (Whitney E et al., 2005)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini Tanaman cabai rawit merupakan tanaman perdu
dengan tinggi mencapai 50-150 cm. Akar cabai rawit merupakan akar tunggang yang
kuat dan bercabang-cabang ke samping membentuk akar serabut. Batang tanaman
cabai rawit berwarna hijau tua, keras dan berkayu, berbentuk bulat, halus dan
bercabang banyak (Djarwaningsih, 2005). Daun cabai rawit berbentuk bulat telur
memanjang dengan ujung meruncing, serta tulang daun yang menyirip. Bunga cabai
rawit terletak pada ketiak daun, mahkotanya berbentuk bintang berwarna hijau 6
keputih-putihan dengan kepala sari berwarna ungu (Undang dkk., 2015). Buah cabai
rawit berbentuk bulat telur memanjang, warna buah cabai rawit yang sudah masak
berwarna jingga hingga merah. Biji cabai rawit berwarna putih kekuning-kuningan,
berbentuk bulat pipih, tersusun berkelompok (bergerombol).
Cabai rawit merupakan tanaman yang mempunyai banyak kandungan. Kandungan-
kandungan tersebut meliputi kapsaisin, kapsantin, karotenid, alkaloid, resin, dan
minyak atsiri. Selain itu, cabai ini juga kaya akan kandungan vitamin A, B, C
(Tjandra, 2011). Zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P),
besi (Fe), vitamin (salah satunya adalah vitamin C dan mengadung senyawa -
senyawa alkaloid, seperti kapsaisin, flavonoid, dan minyak esensial juga kerkandung
dalam tanaman ini Arifin (2010). Menurut Arifin (2010), cabai rawit paling banyak
mengandung vitamin A dibandingkan cabai lainnya. Cabai rawit segar mengandung
11.050 SI vitamin A, sedangkan cabai rawit kering mengandung mengandung 1.000
SI. Sementara itu, cabai hijau segar hanya mengandung 260 vitamin A, cabai merah
segar 470, dan cabai merah kering 576 SI. Menurut Fuwei Li et al., (2009),
Kapsaisinoid adalah alkaloid yang banyak dalam buah Capsium dengan kandungan
utama kapsaisin dan dihidrokapsaisin.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., 2007. Teknologi Bahan Alam. ITB, Bandung

Fitriningtyas, Asri Nur, Sutarno Sutarno, and Eny Fuskhah. Aplikasi beberapa jenis pupuk
organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens
l.). Diss. Faculty of Animal and Agricultural Sciences, 2019.

Anda mungkin juga menyukai