DOSEN PEMBIMBING:
DISUSUN OLEH:
NPM: 18810530
FAKULTAS HUKUM
junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah kontrak
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
(18810530)
Daftar isi
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................5
2.1 Objek Hukum Islam (Mahkûm Fîh).....................................................................5
BAB III PENUTUP...............................................................................................................10
3.1. Kesimpulan...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................11
BAB I PENDAHULUAN
Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkûm fîh adalah
perbuatan mukallaf yang berkaitan atau dibebani dengan hukum syar’iy. Dalam
derivasi yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan objek hukum atau
mahkûm fîh ialah sesuatu yang dikehendaki oleh pembuat hukum (syâri’) untuk
dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia, atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk
pembaca
suatu pendekatan masalah dengan jalan menelaah dan mengkaji suatu peraturan
analitis, yaitu penelitian yang sifat dan tujuannya memberikan deskripsi atau
mengambarkan objek hukum islam dalam pelaksanaan perjanjian Data yang akan
digunakan dalam penelitian ini data sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi
dokumen yang terdiri dari bahan-bahan hukum dan alat penelitian yang dipergunakan
Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkûm fîh
adalah perbuatan mukallaf yang berkaitan atau dibebani dengan hukum syar’iy.
Dalam derivasi yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan objek hukum atau
mahkûm fîh ialah sesuatu yang dikehendaki oleh pembuat hukum (syâri’) untuk
dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia, atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk
Menurut ulama ahli ilmu ushûl fiqh, yang dimaksud dengan mahkûm fîh
adalah objek hukum, yaitu perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah
syari’ (Allah dan Rasul-Nya), baik yang bersifat tuntutan mengerjakan (wajib);
melakukan (sunah); dan anjuran meninggalkan (makruh). Para ulama sepakat bahwa
seluruh perintah syâri’ itu ada objeknya, yaitu perbuatan mukallaf. Terhadap
Dalam bahasa lain, mahkûm fîh adalah objek hukum yaitu perbuatan orang
mukallaf yang terkait dengan titah syar’i yang bersifat mengerjakan, meninggalkan,
maupun memilih antara keduanya. Seperti perintah salat, larangan minum khamr, dan
semacamnya. Seluruh titah syar’i ada objeknya. Objek itu adalah perbuatan orang
yaitu sesuatu yang berlaku padanya hukum syara’. Objek hukum adalah perbuatan itu
sendiri dan hukum itu berlaku pada perbuatan dan bukan pada zatnya. Hukum syara’
yang dimaksud, terdiri atas dua macam yakni hukum taklîfiy dan hukum wadh’iy.
wadh’iy terkait dengan hubungan satu aspek hukum dengan aspek hukum yang lain.
mukallaf bisa menjadi objek hukum. Ada beberapa syarat agar suatu
Tidak sah menurut syara’ mentaklifkan seorang mukallaf agar orang lain
disini hanya memberi nasihat, menyuruh yang makruf dan melarang yang
mungkar.
Dari syarat ketiga di atas, muncul masalah lain yang dikemukakan para ulama
Ushul Fiqh yaitu masalah masyaqqah (kesulitan) dalam taklif. Apakah boleh
ditetapkan taklif terhadap amalan yang mengandung masyaqqah? Dalam masalah ini
dan biaya. Kesulitan seperti ini menurut para ahli ushul fiqh, berfungsi
sulit diduga. Kesulitan seperti ini menurut ulama ushul fiqh secara
Allah juga memberi keringanan dengan cara rukhshah. Sebagaimana sabda Rasul:
“Sungguh Allah mendatangkan rukhsah-Nya sebagaimana Ia mendatangkan
‘azîmah-Nya.” (HR. Ahmad ibn Hanbal dan alBaihaqi, dari Abdullah bin
Umar).
Seluruh ayat dan hadis di atas, menurut ulama ushul fiqh, bertujuan untuk
memudahkan para mukallaf untuk melaksanakan taklif syara’ sehingga mereka dapat
Para ulama ushul fiqh membagi mahkûm fîh berdasarkan dua segi yaitu segi
keberadaannya secara material dan syara’ serta segi hak yang terdapat dalam
perbuatan itu sendiri. Dari segi keberadaan dan syara’, mahkûm fîh terdiri dari:
b) Perbuatan yang secara material ada dan menjadi sebab adanya hukum
c) Perbuatan yang secara material ada dan baru bernilai dalam syara’
apabila memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, seperti salat dan
zakat.
d) Perbuatan yang secara material ada dan diakui syara’ serta
mengakibatkan adanya hukum syara’ yang lain seperti nikah, jual beli,
atau sewa-menyewa. Perbuatan ini secara material ada dan diakui oleh
1
M. Hasbi as-Shiddiqie, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
hlm. 218-227.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkûm fîh adalah
perbuatan mukallaf yang berkaitan atau dibebani dengan hukum syar’iy. Menurut
ulama ahli ilmu ushûl fiqh, yang dimaksud dengan mahkûm fîh adalah objek hukum,
yaitu perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syari’ (Allah dan
(haram); tuntutan memilih suatu pekerjaan (mubah); anjuran melakukan (sunah); dan
anjuran meninggalkan (makruh). Para ulama sepakat bahwa seluruh perintah syâri’
M. Hasbi as-Shiddiqie, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm.
218-227.