Oleh :
NAJAUDIN
NPM:
LATAR BELAKANG
WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang lanjut usia pada Bab
1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa usia 60 tahun keatas adalah usia permulaan tua
(lanjut usia), Meningkatnya populasi usia lanjut di Indonesia, berbagai masalah kesehatan
dan penyakit yang khas terdapat pada usia lanjut akan meningkat. Salah satu penyakit yang
menyertai lansia adalah penyakit Diabetes Melitus. Diabetes melitus adalah suatu penyakit
gangguan kesehatan di mana kadar gula dalam darah seseorang menjadi tinggi karena gula
dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh. Diabetes terjadi karena adanya masalah
dengan produksi hormon insulin oleh pankreas, baik hormon itu tidak diproduksi dalam
jumlah yang benar, maupun tubuh tidak bisa menggunakan hormon insulin yang benar
(Martinus, 2005: 2). Diabetes Mellitus / DM dikenal juga dengan sebutan penyakit gula darah
atau kencing manis yang mempunyai jumlah penderita yang cukup banyak di Indonesia juga
di seluruh dunia, Di Indonesia, penderita diabetes melitus (Diabetesi) mengalami
peningkatan, dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2001 dan diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta
jiwa pada tahun 2020. Tingginya jumlah penderita diabetes tersebut membawa Indonesia
menduduki peringkat ke-empat di dunia dengan jumlah diabetes terbanyak di bawah India
(31,7 juta jiwa), China (20,8 juta jiwa), Amerika Serikat (17,7 juta jiwa) (DepKes RI, 2005).
Lansia yang menderita penyakit tersebut hampir sepertiga dari total populasi penyakit
tersebut. Kadar gula yang tinggi akan dibuang melalui air seni. Dengan demikian air seni
penderita kencing manis akan mengandung gula sehingga sering dikerubuti semut.
Selanjutnya orang tersebut akan kekurangan energi / tenaga, mudah lelah, lemas, mudah haus
dan lapar, sering kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal, dan sebagainya. Selain itu,
menurut laporan dari beberapa tempat di Indonesia, angka kejadian dan komplikasi DM
cukup tersebar sehingga bisa dikatakan sebagai salah satu masalah nasional yang harus
mendapat perhatian lebih terutama pada lansia
Oleh karenanya, berpedoman pada pencegahan jauh lebih baik dari pada pengobatan,
sehingga untuk menunjang usaha tersebut, kami merencanakan akan memberikan pendidikan
kesehatan tentang penyakit diabetes melitus pada klien sehingga mampu menerapkan hidup
dengan sehat, produktif dan mandiri
H. SETTING TEMPAT
Panti Werdha Kertelangu Denpasar , Peserta penyuluhan duduk berhadapan dengan
penceramah sejajar.
DENAH TEMPAT
Notulen Fasi
t
L L
A A
N N
S S Observer
I I
A A
Penyaji
Moderato Fasi
r t
I. RENCANA EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Persiapan Media
Media yang digunakan dalam penyuluhan semua lengkap dan dapat digunakan
dalam penyuluhan yaitu :
- Leaflet
- Lembar Balik
b. Persiapan Materi
Materi disiapkan dalam bentuk makalah dan dibuatkan lembar balik dengan
ringkas, menarik, lengkap mudah di mengerti oleh peserta penyuluhan.
c. Kontrak
Dalam penyuluhan mengenai penyakit diabetes melitus, telah dilakukan
kontrak mengenai waktu, tempat serta materi yang akan disampaikan pada
klien 1 hari sebelumnya yaitu pada tanggal 20 April 2015
2. Evaluasi proses
Klien mampu mengikuti jalannya penyuluhan dengan baik dan penuh antusias.
Selama proses penyuluhan berlangsung, klien aktif menjawab pertanyaan dan
mahasiswa pun melakukan komunikasi dua arah untuk saling mengenal dan
menjelaskan tujuan kunjungan mahasiswa ke Panti Werdha Kertelangu Denpasar
3. Evaluasi hasil
Peserta penyuluhan mengerti 80 % dari apa yang telah disampaikan dengan
kriteria mampu menjawab pertanyaan dalam bentuk lisan yang akan diberikan
oleh penyuluh. Berikut beberapa pertanyaan yang akan diberikan :
Apa pengertian dari penyakit diabetes melitus?
Bagaimana pengklasifikasian tipe diabetes mellitus ?
Apa saja tanda dan gejala dari penyakit diabetes melitus?
Apa saja penyebab dari penyakit diabetes melitus?
Apa pencegahan yang dilakukan untuk menghindari diabetes mellitus ?
J. KEGIATAN PENYULUHAN
NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA
1 5 Menit Pembukaan :
Membuka kegiatan dengan Menjawab salam
mengucapkan salam.
Memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan dari Mendengarkan
penyuluhan Memperhatikan
Menyebutkan materi yang akan
diberikan Memperhatikan
Apersepsi
Menjawab pertanyaan
2 20 Menit Pelaksanaan:
Penyampaian garis besar Mendengarkan dengan
materi: penuh perhatian
a) Pengertian DM
b) Klasifikasi DM
c) Penyebab DM
d) Tanda dan gejala
DM
e) Komplikasi DM
f) Pencegahan dan
penatalaksanaan penyakit
DM (diet, aktivitas fisik dan Menanyakan hal-hal yang
penggunaan alas kaki) belum jelas
Memberi kesempatan peserta Memperhatikan jawaban
untuk bertanya dari penceramah
Menjawab pertanyaan
3 7 Menit Evaluasi:
Menanyakan kepada peserta Menjawab pertanyaan
tentang materi yang diberikan,
dan reinforcement
4 3 menit Terminasi:
Mengucapkan terima kasih Mendengarkan
atas peran serta peserta
Mengucapkan salam penutup
Menjawab salam
LAMPIRAN MATERI
1. Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
dapat memproduksi insulin yang cukup, atau sebaliknya, ketika tubuh tidak mampu
secara efektif menggunakan insulin yang telah di produksi tersebut (WHO, 2006).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes
mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin
atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001)
2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001), adalah
sebagai berikut :
Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.
Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus).
3. Etiologi
a. Diabetes Tipe I
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi
faktor genetic, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
1) Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes Tipe I itu sendiri; tetapi,
mewarisi suatu prediposisi atau kecenderungan genetik, ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima persen
pasien berkulit putih. (Caucasian) dengan diabetes tipe I memperlihatkan
tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadinya diabetes tipe I
meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki tipa
HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum).
2) Faktor-faktor imunologi.
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons otoimun.
Respon ini merupakan respona abnormal di mana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-
sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat
diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda
klinis diabetes tipe I. Riset dilakukan untuk mengevaluasi efek preparat
imunosupresif terhadap terhadap perkembangan penyakit pada pasien
diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pada pasien pradiabetes (pasien
dengan antibody yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis
diabetes). Riset lainnya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan insulin
dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.
3) Faktor-faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-
faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil
penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan penting dalam proses terjadinya resistensi insulin (Brunner &
Sudderth, 2001). Selain itu terdapat pula faktor-faktor risko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah :
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas,
riwayat keluarga, dan kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik
serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar
untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika).
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic
defisiensi insulin. Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi glukosa
sesudah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal
maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang
meninggkatkan pengeluaran kemih (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia).
Karena glukosa hilling bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan kalori
negative dan berat badan berkurang, rasa lapar yang semakin besar (polifagia)
mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori, pasien mengeluh lelah dan
mengantuk. Tiga gejala umum yang dialami penderita diabetes yaitu :
Banyak minum
Banyak kencing
Berat badan menurun
Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita DM naik. Penyebabnya,
kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila keinginan minum kita
terlalu berlebihan dan juga rasa ingin makan terus. Barat badan yang pada awalnya
terus melejit naik dan tiba-tiba turun terus tanpa diet. Gejala lain adalah gangguan
saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari, gangguan penglihatan, gatal di
daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama sembuhnyaa, gangguan
ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan. Pada tahap awal gajala umumnya
ringan sehungga tidak diraskan, barau diketahui sesudah adanya pemeriksaan
laboratorium.Pada tahap lanjut gejala yang muncul antara lain :
Rasa haus
Banyak kencing
Berat badan menurun
Rasa lapar
Badan lemas
Rasa gatal
Kesemutan
Mata kabaur
Kulit kering
Gairah sex menurun
5. Komplikasi
a. Nefropati diabetik.
Merupakan penyebab paling lazim penyakit stradium lanjut di amerika
serikat. Terdapat bukti jelas yang menunjukkan bahwa penggunaan penghambat
ACE (kaptoprildan dan penghambat ACE lainnya) pada penderita diabetes
dengan mikroalbuminaria dapat menunda timbulnya gagal ginjal.
b. Aterosklerosis koroner dan arteri perifer tiga kali lebih sering pada penderita
diabetes dan meningkat seiring waktu.
c. Neuropati diabetik
1) Neuropati sensorik perifer merupakan jenis yang paling lazim dan
menyebabkan hipestesia (berkurangnya semua sensasi)yang pertama kali pada
distal ekstremitas inferior dan kemudian pada distalekstremitas superior.
2) Neuropati motorik perifer dapat terjadi terutama mengenai otot-otot interoseus
kaki dan tangan.
3) Mononeuropati dapat terjadi pada setiap saraf suprefisial dengan awitan
mendadak yang sangat nyeri pada distribusi saraf yang terkena.
4) Neuropati autonom dapat bermanifestasi sebagai hiperhidrosis tubuh bagian
atas dengan anhidrosis tubuh bagian bawah atau sebagai anhidrosis
generalisata. Gejala lainnya dapat berupa takikardi saat istirahat, impotensi,
kandung kemih neurogeni dan diare.
d. Atropati neuropatik (sendi charcot).
Perubahan degeneratif pada sendi-sendi kaki dan pergelangan kaki yang
kadan-kadang membusukmenjadi kerusakan sendi total. Hal ini seringkali
merupakan proses tanpa nyeri yang disebabkan oleh trauma berulang, yang dapat
berlangsung tanpa diketahui pasien.
e. Gastroparesis diabetikorum (atonia lambung).
Dapat asimtomatik atau bermanisfestasi mual dan muntah. Waktu
pengosongan lambung mungkin tidak dapat diperkirakan, yang membuat
pengendalian diabetes sulit pada pasien yang tergantung pasien.
f. Masalah kaki diabetik yang disebabkan oleh neuropati sensorik, atropati, dan
penyakit pembuluh darah perifer membuat perawatan kaki diabetik menjadi
penting.
g. Retinopati diabetik.
Merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan.
6. Penatalaksanaan
a. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Mellitus meliputi:
1) Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
Pemicu sekresi insulin.
Penambah sensitivitas terhadap insulin.
Penghambat glukoneogenesis.
Penghambat glukosidase alfa.
2) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
Penurunan berat badan yang cepat.
Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
Ketoasidosis diabetik.
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
3) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah.
b. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara
lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan.
Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan
ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat
merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan
untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan
terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar
glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari
terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus
Diabetik:
1) Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi,
mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
2) Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
3) Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
4) Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12
gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita
DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan
komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau
inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien
secara total.
5) Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.
Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda,
sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat
ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai
harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah
tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang
ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
6. Diet dan olahraga
Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet makanan dan
olahraga yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaaan diabetes. Dalam hal
makanan misalnya, penderita diabetes harus memperhatikan takaran karbohidrat.
Sebab lebih dari separuh kebutuhan energi diperoleh dari zat ini. Ada dua golongan
karbohidrat yakni jenis kompleks dan jenis sederhana. Yang pertama mempunyai
ikatan kimiawi lebih dari satu rantai glukosa sedangkan yang lain hanya satu. Di
dalam tubuh karbohidrat kompleks seperti dalam roti atau nasi, harus diurai menjadi
rantai tunggal dulu sebelum diserap ke dalam aliran darah. Sebaliknya, karbohidrat
sederhana seperti es krim, jeli, selai, sirup, minuman ringan, dan permen, langsung
masuk ke dalam aliran darah sehingga kadar gula darah langsung melejit.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang,
jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B
(kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air,
terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah.
Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah)serta buncis baik
sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat
menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.
1) Pola 3J
Pola 3J: yakni Jumlah kalori, Jadwal makan, dan Jenis makanan.
Bagi penderita yang tidak mempunyai masalah dengan berat badan tentu lebih
mudah untuk menghitung jumlah kalori sehari-hari. Caranya, berat badan dikalikan
30. Misalnya, orang dengan berat badan 50 kg, maka kebutuhan kalori dalam sehari
adalah 1.500 (50 x 30). Kalau yang bersangkutan menjalankan olahraga, kebutuhan
kalorinya pada hari berolahraga ditambah sekitar 300-an kalori.
Jadwal makan pengidap diabetes dianjurkan lebih sering dengan porsi sedang.
Maksudnya agar jumlah kalori merata sepanjang hari. Tujuan akhirnya agar beban
kerja tubuh tidak terlampau berat dan produksi kelenjar ludah perut tidak terlalu
mendadak.
Di samping jadwal makan utama pagi, siang, dan malam, dianjurkan juga porsi
makanan ringan di sela-sela waktu tersebut(selang waktu sekitar tiga jam).
Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging
berlemak, jeroan, kuning telur. Juga makanan berlemak tinggi seperti es krim, ham,
sosis, cake, coklat, dendeng, makanan gorengan. Sayuran berwarna hijau gelap dan
jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim bisa dikonsumsi dalam jumlah lebih
banyak, begitu pula dengan buah-buahan segar. Namun, perlu diperhatikan bila
penderita menderita gangguan ginjal, konsumsi sayur-sayuran hijau dan makanan
berprotein tinggi harus dibatasi agar tidak terlalu membebani kerja ginjal.
Protein 65.49 g
Lemak 45.89 g
Karbohidrat 377.45 g
Kolesterol 112.5 mg
Makan pagi (pk. 06.30)
Nasi 110 g
Daging 25 g
Tempe 25 g
Sayuran A 100 g
Sayuran B 25 g
Minyak 5g
Selingan (09.30)
Pisang 200 g
Makan siang (12.30)
Nasi 150 g
Daging 40 g
Tempe 25 g
Sayuran A 100 g
Sayuran B 50 g
Minyak 10 g
Selingan (15.30)
Pisang/kentang 200 g
Pepaya 100 g
Makan malam (18.30)
Nasi 150 g
Daging 25 g
Tempe 25 g
Sayuran A 100 g
Sayuran B 50 g
Minyak 10 g
Selingan (21.30)
Pisang/kentang 200 g
Pepaya 100 g
Prinsip makan selanjutnya adalah menghindari konsumsi gula dan makanan yang
mengandung gula. Juga menghindari konsumsi hidrat arang olahan yakni hidrat arang
hasil dari pabrik berupa tepung dengan segala produknya. Ditambah lagi mengurangi
konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari (lemak binatang, santan, margarin, dll.),
sebab tubuh penderita mengalami kelebihan lemak darah.
Yang perlu diperbanyak justru konsumsi serat dalam makanan, khususnya serat yang
larut air seperti pektin (dalam apel), jenis kacang-kacangan, dan biji-bijian (bukan
digoreng).
Bila penderita juga mengalami gangguan pada ginjal, yang perlu diperhatikan adalah
jumlah konsumsi protein. Umumnya, digunakan rumus 0,8 g protein per kilogram
berat badan. Bila kadar kolesterol/trigliserida tinggi, disarankan melakukan diet
rendah lemak. Bila tekanan darahnya tinggi, dianjurkan mengurangi konsumsi garam.
Kegagalan berdiet bisa disebabkan karena pasien kurang berdisiplin dalam memilih
makanannya atau tidak mampu mengurangi jumlah kalori makanannya. Bisa juga
penderita tidak mempedulikan saran dokter.
. Di sini diberikan pula contoh menu yang dapat diikuti (20 unit atau 1.600 kalori):
Makan pagi
Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka, tidak
terkecuali di dalam rumah
Usahakan membeli sepatu pada sore hari, karena saat itu kaki melebar optimal karena
aktifitas.
Jangan memakai sepatu baru lebih dari satu jam dalam sekali pakai dan pastikan
sepatu tidak ada jahitan yang lepas atau rusak.
Pilih sepatu dengan ukuran dan lebar yang sesuai, pastikan bagian terlebar dari kaki
terpasang pada sepatu dengan aman dan nyaman (sepatu yang agak lebar) jangan yang
lancip dan khususnya wanita jangan dengan sepatu hak tinggi. Sepatu sebaiknya 0,5
inchi lebih panjang dari jari kaki terpanjang (jempol kaki) untuk menghindari cedera
(IDF, 2009)
Periksa bagian dalam sepatu sebelum pemakaian: tumit sepatu, telapak kaki, bagian
atas, bagian dalam dasar (alas) dan tepi.
Selalu periksa sepatu dan kaos kaki dari benda asing/ benda tajam: menghilangkan
benda asing sebelum memakainya.
Jangan mempergunakan kaos kaki yang terlalu ketat/ elastik, gunakan kaos kaki yang
terbuat dari kapas, wol, atau campuran kapas dan wol. Selain itu, gunakan kaos kaki
yang berwarna terang (putih) (gambar 2.11). Khusus pada wanita dianjurkan untuk
tidak memakai stocking.
Lakukan tes berikut untuk mengetahui apakah sepatu telah pas di kaki:
o Berdirilah di atas selembar kertas. (Pastikan Anda berdiri, bukan duduk,
karena bentuk kaki berubah saat Anda berdiri).
o Perhatikan garis kaki Anda dan garis sepatu Anda
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer C.Suzanne & Bare G.Brenda. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Vol 2 E/8.Jakarta:EGC.Jakarta
http://usupress.usu.ac.id/files/Penyakit-Penyakit%20yang%20Memengaruhi%20Kehamilan
%20dan%20Persalinan%20Edisi%20Kedua_Normal_bab%201.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3720/1/fkm-hiswani4.pdf