Anda di halaman 1dari 2

Luqathah

Kata luqathah menurut bahasa yaitu : sesuatu yang ditemukan setelah


mencarinya atau menemukannya. Sedangkan secara istilah ialah : Sesuatu yang hilang dari
pemiliknya baik karena jatuh, karena lalai ataupun karena lainnya.

Al-luqaṭah (barang temuan) adalah suatu barang yang hilang dari pemiliknya
lalu ditemukan dan diambil orang lain. Hilangnya sebuah barang dari pemiliknya tidak
mengakibatkan kepemilikannya terhadap barang tersebut juga hilang. Masyarakat
bertanggung jawab untuk merawat menyimpan dan menyampaikan barang tersebut kepada
pemiliknya semampu mereka. Menurut istilah fiqh barang temuan itu sama dengan
“luqathah”.

Mendengar barang temuan/luqathah tersebut maka hal ini tertuju kepada bentuk
suatu tindakan yang mendapatkan sesuatu milik orang lain secara tidak sengaja,
sedangkan benda tersebut tidak diketahui siapa pemiliknya. Ini berarti bahwa benda
yang ditemukan itu bukanlah kepunyaan penemu, melainkan milik orang lain.

Luqathah secara Etimologi berarti “barang temuan”. Kata barang ini bersifat
umum, bukan dikhususkan pada barang tertentu saja. Al-Luqathah juga berarti sesuatu
yang diperoleh setelah diusahakan, atau sesuatu yang dipungut.

Secara termiologis fiqh, Ulama’ Fiqih yakni imam Abu Hanifah mengungkapkan
definisi dari luqathah yaitu “Harta yang ditemukan seseorang tidak diketahui pemiliknya
dan harta tidak termasuk harta yang boleh dimiliki (mubah), seperti harta milik kafir harbi
(kafir yang memusuhi orang Islam)”.

Beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang


dikatakan Luqathah adalah barang yang tercecer di jalan dan ditemukan oleh orang
lain. Barang temuan di sini bisa termasuk kepada harta, dan binatang.
Laqith
Menurut bahasa, al laqith disebut juga “al-manbuz”,yaitu seorang anak yang
ditinggalkan orang tuanya di jalan. Sedang secara terminologi terdapat beberapa rumusan,
diantaranya:

1. Menurut ulama madzhab syafi‟iyah, al-Laqith adalah seorang anak yang


dalam keadaan hidup dibuang oleh keluarganya karena takut kemiskinan atau
menghindari tuduhan.
2. Menurut Imam Nawawi, al-Laqith adalah anak-anak kecil (belum baligh
berakal) yang disia-siakan oleh orang tuanya tanpa ada yang mengasuhnya
(bapak, ibu, kakek, atau kerabat).
3. Menurut Malikiyah, al-Laqith adalah seorang anak kecil yang tidak diketahui
orang tuanya dan kerabatnya.
4. Menurut Hanabilah, al-Laqith adalah seorang anak yang tidak diketahui nasab-
nya atau anak yang tersesat di jalan, di antara kelahirannya sampai masa
mummayiz.
5. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, al-Laqith adalah anak kecil yang hilang
atau yang dibuang orang tuanya untuk menghindari tanggung jawab atau
untuk menutupi suatu perbuatan zina, sehingga tidak diketahui orang tuanya.
6. Menurut Sayyid Sabiq al–Laqīth ialah anak kecil yang belum baligh, yang
diketemukan di jalan atau tersesat dijalan, dan tidak diketahui keluarganya.
7. Menurut Ibn Rusyd, al-Laqīth adalah anak kecil yang belum baliqh, yang di
temukan tanpa diketahuai asal-usul dan keluarganya.

Dari beberapa rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa al Laqith adalah seorang
anak yang hidup, yang dibuang keluarganya karena mereka takut akan kemiskinan, atau
karena lari dari tuduhan.

Para fuqaha sepakat bahwa anak yang tidak diketahui keberadaan keluarganya adalah
termasuk dalam kategori al laqith, sedangkan al-Hanabilah dan al-Syafi‟iyah menambahkan
batasan umur yaitu dari saat kelahirannya sampai masa tamyiz.

Adapun rukun laqith sebagai berikut:

1. Ilqoth/ iltiqoth, yaitu memungutnya adalah fardhu kifayah.


2. Laqith, yaitu anak kecil yang dibuang di jalan, masjid dan sebagainya,
diketahui tidak ada yang menanggung dikarenakan beberapa sebab.
3. Multaqith, yaitu orang yang menemukan dan mengambil anak tersebut
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh orang yang menemukan anak
agar dia bisa mengasuhnya, yaitu:
a) Cakap hukum (taklif).
b) Merdeka, maka budak tidak diperbolehkan kecuali dapat izin dari tuan-
nya.
c) Islam (seagama) antara anak tersebut dengan pengasuhnya.
d) Adil.

Anda mungkin juga menyukai