Anda di halaman 1dari 82

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

M USIA 39 TAHUN DENGAN


DIAGNOSA LUKA BAKAR DI RUANG PERAWATAN BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PUSAT
Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB III

dosen pengampu: Ns Angga Wilandika, M. Kep.

disusun oleh:

Kelompok III

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
BANDUNG
2020
DAFTAR NAMA KELOMPOK

NAMA NIM
Sopian 302018059
Fikri Nurul Padhli 302018071
Majid Nugraha 3020180069
Aini Novitasari 302018111
Firda Alya 302018108
Sabrina mulyawati 302018061
Shelly Latifah Sutisna 302018058
Salsabila 302018109
Aprilia Damayanti 302018062
Elsa Rahmatinnisa 302018089
Rini Komalasari 302018057

LEMBAR PENILAIAN MAKALAH


ASPEK
NO. KRITERIA B N BxN
PENILAIAN
1. Kelengkapan 4 Konsep lengkap dan integratif 3
3 Konsep lengkap
2 Konsep hanya sebagian
Konsep
Hanya menunjukkan sebagian
1
kecil konsep
Konsep diungkapkan dengan
4 tepat, lengkap baik analisis
maupun sintesis
Konsep diungkapkan dengan
3
Kebenaran tepat, namun deskriptif
2. 3,5
Konsep Sebagian besar konsep
2 diungkapkan, namun masih ada
yang terlewatkan
Aspek penting konsep kurang
1
terungkap dan bertele-tele
Bahasa menggugah pembaca
4 untuk mencari tahu konsep
lebih dalam
Bahasa menambah informasi
3
pembaca
3. Bahasa 2
Bahasa deskriptif, tidak terlalu
2
menambah pengetahuan
Informasi dan data yang
1 disampaikan tidak menarik dan
membingungkan
Makalah dibuat sesuai pedoman
4 penulisan makalah, menarik,
dan dijilid rapi
Makalah dibuat sesuai pedoman
3 penulisan makalah, tidak
menarik, dan dijilid rapi
4. Kerapian 1,5
Makalah dibuat tidak sesuai
2 pedoman penulisan makalah,
menarik, dan dijilid rapi
Makalah dibuat tidak sesuai
1 pedoman penulisan makalah,
tidak menarik, dan
tidak dijilid rapi
TOTAL NILAI (B x N) / 10 x 25

LEMBAR PENILAIAN PEER-GROUP


NO PENILAIAN
NAMA MAHASISWA
. KELOMPOK
1. Sopian (302018059)

2. Fikri Nurul Padhli (302018071)

3. Majid Nugraha (3020180069)

4. Aini Novitasari (302018111)


5. Firda Alya (302018108)

6. Sabrina mulyawati (302018061)

7. Shelly Latifah Sutisna (302018058)

8. Salsabila (302018109)

9. Aprilia Damayanti (302018062)

10. Elsa Rahmatinnisa (302018089)

11. Rini Komalasari (302018057)


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Allah subhanahu wata a’ala.
2. Ns Angga Wilandika, M.kep. Selaku dosen pembimbing.
3. Serta teman-teman yang selalu mensuport.
Terlepas dari semua itu, kami tentu menyadari bahwa makalah ini “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Tn. M USIA 39 TAHUN DENGAN DIAGNOSA LUKA
BAKAR DI RUANG PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PUSAT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG” masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini saya mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Demikian penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembacanya.

Bandung, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR NAMA KELOMPOK


LEMBAR PENILAIAN MAKALAH
LEMBAR PENILAIAN PEER-GROUP
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah............................................................................2
BAB II LANDASAN TEORETIS DAN PEMBAHASAN.....................................3
A. Anatomi Fisiologi Sistem Integument..........................................................3
B. Biokimia Sistem Integument.......................................................................10
C. Gangguan-gangguan pada Sistem Integumen.............................................13
1. Luka Bakar..............................................................................................13
2. Dermatitis Seboroik.................................................................................31
3. Steven Jhonson Syndrom (SJS)...............................................................38
4. Skabies.....................................................................................................43
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN............................51
A. Kasus...........................................................................................................51
B. Pengkajian...................................................................................................52
C. Analisa Data................................................................................................61
D. Diagnosa Keperawatan...............................................................................63
E. Intervensi.....................................................................................................63
BAB IV PENUTUP...............................................................................................72
A. Simpulan.....................................................................................................72
B. Saran............................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Luka bakar ialah salah satu permasalahan kesehatan dunia yang menimbulkan
kurang lebih 180. 000 kematian tiap tahunnya. Sebagian besar permasalahan luka
bakar terjalin di negaranegara berpenghasilan rendah serta menengah serta nyaris
2 pertiganya terjalin di negaranegara Afrika serta Asia Tenggara. Perihal tersebut
berhubungan dengan kurang pengawasan, kewaspadaan, ataupun pembelajaran
tentang keselamatan dasar penangkalan resiko cedera luka bakar di daerah
tersebut. Luka bakar bisa menyebabkan morbiditas maupun mortalitas yang besar,
kendala psikologis, serta kendala mutu hidup yang dirasakan pengidap. Luka
bakar kerap memerlukan perawatan jangka panjang serta sebagian prosedur bedah
rekonstruktif di rumah sakit. Bersamaan kenaikan pertumbuhan sosial ekonomi
dunia, banyak riset dicoba buat kurangi tingkatan morbiditas ataupun mortalitas
akibat luka bakar. Suatu riset seragam tentang pertumbuhan manajemen luka
bakar sudah dicoba, namun cuma mengevaluasi populasi Eropa.
Manajemen perih buat luka bakar ialah bagian yang tidak terpisahkan dari
manajemen luka bakar yang berhubungan dengan proses pengobatan luka bakar
itu sendiri. Riset manajemen perih sempat dicoba di RSUP Dokter. Hasan Sadikin
tahun 2017, menggambarkan daya guna pemberian analgetik pada perih kronis
sepanjang tahun 2017 didapatkan angka sebesar 70, 3%. Hasil tersebut masih
belum penuhi sasaran bebas nyeri 100%. Nyeri pada luka bakar ialah nyeri kronis.
Nyeri kronis yang tidak teratasi bisa menimbulkan sebagian akibat, ialah respons
nyeri yang tidak lenyap ataupun menurun, tingkatkan resiko nyeri kronik, sanggup
tingkatkan respons inflamasi bonus, mengusik proses pengobatan cedera,
tingkatkan waktu perawatan di rumah sakit yang hendak berdampak lanjut
kenaikan resiko peradangan nasokomial, apalagi bisa tingkatkan peristiwa
mortalitas. 3–5 Riset di Rumah Sakit Universal Pusat Cipto Mangunkusumo
Jakarta tahun 2011 hingga dengan 2012 menggambarkan angka mortalitas pada
penderita luka bakar masih lumayan besar, ialah sebesar 27, 6%. Salah satu upaya

1
mengurangi angka mortalitas yang besar tersebut merupakan diterapkan
manajemen nyeri yang baik.

2
2

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan rumusan pertanyaan yang akan diajukan


dalam makalah. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana Anatomi Fisiologi Sistem Integumen?
2. Apa saja Biokimia pada Sistem Integumen?
3. Apa saja Gangguan-Gangguan pada Sistem Integumen?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Luka Bakar?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas penulis memiliki beberapa tujuan


penulisan makalah diantaranya:
1. Tujuan Umum
Untuk memahami/menguasai tentang konsep penyakit dan asuhan
keperawatan klien dengan gangguan sistem Integumen.
2. Tujuan Khusus
a. untuk mengetahui Anatomi Fisiologi Sistem Integumen;
b. untuk mengetahui Biokimia pada Sistem Integumen;
c. untuk mengetahui apa saja Gangguan-Gangguan pada Sistem Integumen;
d. untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Luka Bakar.
BAB II
LANDASAN TEORETIS DAN PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Integument

Gambar 1. anatomi kulit

1. Epidermis
Epidermis terletak di permukaan dan terdiri dari beberapa lapisan sel yang
tumbuh ke permukaan dari lapisan terdalamnya. Lapisan permukaan dari sel-
sel mati yang terus menerus terkelupas dan diganti dari bawah. Epidemis
merupakan pembatas antara lingkungan intermal yang lembab dan atmosfer
kering lingkungan ekstemal (Waugh et al., 2010). Epidermis terdiri dari epitel
skuamosa yang terdiri dari keratin yang terdiri dari empat tipe: sel langerhans,
sel taktil, keratinosit dan melanosit. 90 persen dari sel epidermal adalah
keratinosit yang tersusun dalam empat atau lima lapisan yang memproduksi
protein keratin (Tortora & Derickson, 2013). Keratin merupakan protein
berserat yang kuat yang dapat membantu melindungi jaringan dan kulitnya dari
abrasi, panas, mikroba dan juga bahan kimiawi. Keratinosit juga memproduksi
butiran pipih yang melepaskan sealant anti air. 8 persen sel epidermal adalah
melanosit yang memproduksi melanin. Melanin adalah pigmen yang berwarna
coklat-hitam atau kuning-merah yang berkontribusi pada kulit dan merusak
penyerapan cahaya ultraviolet (UV).

3
4

Sel langerhans dalam respon imun yang berfungsi untuk melawan mikroba
yang menyerang kulit. Sel langerhans membantu sel lainnya dari sistem yang
diterima antigen (mikroba asing atau zat asing) sehingga bisa dihancurkan. Sel
langerhans juga mudah dihancurkan oleh sinar UV.
2. Dermis
Dermis Bagian dalam kulit disebut dermis. Demis merupakan sebuah
jaringan ikat mengandung kolagen dan serat elastis. Dermis adalah sistem
terpadu yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa, filamentous dan amorf yang
mengakomodasi stimulus masuknya oleh jaringan saraf dan vaskular,
pelengkap yang diturunkan secara epidermis, fibroblas, makrofag dan sel mast
(Kolarsick et al., 2011). Bagian dalam dari dermis, yang menempel pada
lapisan subkutan yang terdiri dari jaringan yang tidak teratur dan serat elastis
yang dapat berkerut dan kembali lagi dengan serat protein yang disebut
kolagen (Sel adiposa, folikel rambut, saraf, minyak dan keringat ditemukan
antara serat Hal tersebut (Tortora & Derickson, 2013). Dermis yang
mengandung keringat kecil yang memiliki saluran atau saluran kecil, yang
mengarah ke permukaan. Rambut tumbuh dari folikel di demis. Dermis kaya
akan ujung saraf sensorik yang sensitif terhadap nyeri, suhu, dan sentuhan.
adalah organ yang sangat besar secara konstan menyediakan sistem saraf pusat
dengan masukan sensorik dari permukaan tubuh. Kulit juga berperan penting
dalam pengaturan suhu tubuh (Waugh et al., 2010).
3. Warna Kulit
Tiga pigmen yang memengaruhi atau memberikan variasi terhadap warna
kulit adalah melanin , hemoglobin dan karoten (Tortora & Derrickson, 2017).
Melanin menunjukkan variasi wama kulit dimulai d ari warna kuning pucat ke
wama kemerahan, bahkan coklat dan hitam. Melanosit paling banyak berada
pada kulit permukaan penis, meletakkan susu dan area areola (pada payudara),
wajah, mukosa membran dan tungkai bawah. Jumlah melanosit pada setiap
orang hampir sama. Perbedaan warna kulit berdasarkan jumlah pigmen dan
produksi melanosit. Melanin berakumulasi menjadi sebuah freckles (bintik-
bintik) pada beberapa orang. Semakin bertambahnya usia seseorang maka
bintik-bintik penuaan pun mulai muncul.
5

Tiga pigmen yang berkontribusi pada warna kulit (Marieb, 2012):


Jumlah dan macam melanin di dalam epidermis (warna kuning, coklat
kemerahan atau hitam.
a. Jumlah karoten yang ada di stratum korneum dan jaringan subkutan.
Karoten adalah pigmen berwarna oranye kekuningan yang banyak
terdapat di wortel dan makanan lainnya yang berwarna kuning tua atau
sayuran berdaun hijau. Kulit cenderung berubah menjadi kuning oranye
ketika orang makan makanan yang kaya akan karoten dalam jumlah yang
banyak.
b. Jumlah oksigen yang kaya akan hemoglobin (pigmen di dalam sel darah
merah) di pembuluh darah dermis. Orang yang memproduksi banyak
melanin dengan kulit berwama coklat. Sedangkan untuk orang yang
memiliki melanin yang sedikit, memiliki wama kulit yang terang seperti
pada ras kaukasian. Warna kulit dan mukosa membran dapat menjadi
petunjuk dalam mendiagnosa beberapa kondisi kesehatan. Sebagai
contoh; ketika darah tidak mampu membawa sejumlah oksigen dari paru-
paru dapat mengakibatkan seseorang berhenti bernafas, sehingga mukosa
membran, ujung jari tangan dan kulit menjadi kebiruan atau sianosis.
Penyakit kuning disebabkan oleh karna penumpukan pigmen berwama
kuning bilirubin dikulit. Sehingga kondisi ini menjadikan seseorang
memiliki penampilan kekuningan pada kulit dan bagian sklera mata dan
ini dapat menunjukkan penyakit hati. Selanjutnya eritema, kemerahan
dikulit yang disebabkan oleh pembengkakan kapiler didermis akibat
cedera kulit, paparan panas, infeksi, infeksi atau reaksi reaksi alergi.
Palor atau kepucatan pada kulit, biasa terjadi karena kondisi syok atau
anemia. Perubahan wama kulit kan menjadi sulit diobservasi pada
seseorang dengan kulit yang lebih gelap. Meskipun demikian, pengkajian
pada kuku jari dapat memberikan informasi tentang sirkulasi pada
seseorang dengan kulit yang lebih gelap (Tortora & Derrickson, 2017).

4. Struktur Kulit
6

a. Rambut
Rambut tumbuh di seluruh permukaan kulit kecuali ditelapak tangan
dan telapak kaki. Pada orang dewasa, rambut biasanya paling populer
diseluruh kulit kepala, alis, ketiak dan disekitar genitalia luar. Genetika
dan pengaruh hormonal sangat memengaruhi ketebalan dan pola
distribusi rambut. Meskipun peran rambut dalam melindungi sangat
terbatas, tetapi rambut dapat melindungi kepala kulit dari sinar matahari.
Hal ini dapat mengurangi Kehilangan panas dikulit kepala. Alis dan bulu
mata melindungi mata dari partikel yang mirip dengan rambut yang ada
dilubang hidung dan saluran telinga bagian luar.
Batang rambut adalah bagian paling luar rambut yang menonjol di
atas permukaan kulit. Akar Rambut (Akar rambut) adalah bagian rambut
jauh ke batang yang menembus kedalam dermis dan terkadang subkutan
kelapisan. Batang dan akar rambut terdiri dari tiga lapisan sel konsentris
medula, korteks dan kutikula rambut. Disekitar akar rambut terdapat
folikel rambut yang terdiri dari selubung akar bagian luar dan dalam.
b. Kelenjar Kulit
Beberapa jenis kulit: Kelenjar sebasea (minyak), wajah sudoriferus
(berkeringat) dan pucat serumin.
1) Kelenjar Sebasea
Disebut juga kelenjar minyak. Bagian yang mengeluarkan sebasea
terletak didermis dan biasanya dibagian folikel rambut. Kelenjar sebasea
terbuka langsung kepermukaan kulit. Kelenjar sebasea terdapat
dibeberapa lokasi, seperti bibir, bayi penis, labia minora, dan tampak
tarsal pada mata. Kelenjar sebasea tidak ada ditelapak tangan dan telapak
kaki, tetapi ada di kulit wajah, leher, payudara, dan bagian dada atas.
2) Kelenjar Sudoriferous
Kelenjar Sudoriferous atau yang disebut juga minum keringat. Sel-sel
dari kesan ini keluarnya keringat folikel rambut atau melalui pori-pori.
Ada tiga jenis keringat yaitu ckrin, apoekrin dan apokrin berdasarkan
jenis dan struktur sekresinya. Kelenjar ekrin memiliki fungsi sebagai
pengatur suhu tubuh melalui penguapan. Kelenjar keringat ekrin terkenal
7

diseluruh kulit tubuh, terutama dikulit dahi, telapak tangan dan telapak
kaki dan paling sedikit di bagian punggung (Kolarsick et al., 2011).
Berkeringat 600 ml keringat yang dihasilkan oleh keringat ekrin setiap
harinya. Sedangkan bau keringat apokrin berada dalam regulasi termal
dan pelepasan aroma. Kelenjar keringat apokrin pada manusia terbatas,
terutama pada area ketiak dan perineum, dan tidak seperti kedekatan
ekrin dan apoekrin, kehadiran ini tidak terbuka langsung kepermukaan
kulit. Kelenjar keringat apokrin mengembangkan bagian sekretorisnya
dan menjadi aktif sewaktu-waktu sebelum pubertas, suatu respons yang
diduga disebabkan oleh sinyal hormonal. Kelenjar keringat apoekrin
berkembang selama masa pubertas dari prekursor mirip dengan ekrin
yang membuka langsng ke permukaan kulit. Kelenjar keringat apoekrin
memiliki tingkat sekresi sebanyak 10 kali lipat dari kedekatan dan oleh
karena itu berkontribusi pada hiperhidrosis aksila (Tortora & Derrickson,
2017).
3) Kelenjar Serumin
Kelenjar serumin adalah minum yang keringat ditelinga luar, yang
disebut 'serum yang menghasilkan sekresi seperti lilin. Bagian sekretori
pemegang serum ini terletak dilapisan subkutan. Saluran sekretoris
terbuka langsung kepermukaan saluran pendengaran cksternal (saluran
telinga) atau kesaluran telepon sebasea. Kombinasi dari sekresi serumin
dan titik keringat membentuk materi berwama kekuningan (serumen).
Serumen bersama dengan rambut disaluran pendengaran ekstemal
menyediakan penghalang yang menghalangi yang masuknya benda asing
dan serangga. Serumen juga membuat saluran menjadi kedap udara dan
mencegah bakteri dan jamur masuk.
5. Fungsi Kulit
Berbagai fungsi sistem integral (terutama kulit) termasuk pengaturan suhu /
termoregulasi, penyimpanan darah, perlindungan, sensasi kulit, ekskresi dan
absorpsi dan sintesa vitamin D.
8

a. Termoregulasi
Termoregulasi adalah pengaturan homeostatis suhu tubuh. Kulit
berkontribusi terhadap termoregulasi dengan mengeluarkan keringat
dipermukaan kulit dengan menyesuaikan aliran darah. Hal ini oleh oleh oleh
oleh suhu lingkungan yang tinggi atau panas yang dihasilkan meclalui
kegiatan olahraga, yang menyebabkan produksi keringat dari keringat ekrin
meningkat; keringat yang menguap dari permukaan kulit membantu
menurunkan suhu tubuh. Selain itu, pembuluh darah didermis kulit
membesar (menjadi lebih lebar), hal ini menyebabkan lebih banyak darah
yang mengalir melalui dermis, sehingga meningkatkan jumlah kehilangan
panas dari tubuh. Pada kondisi suhu lingkungan yang rendah, produksi
keringat menurun, hal ini berarti penurunan panas. Selain itu, pembuluh
darah didermis kulit mengerut (menyempit), yang mengurangi aliran darah
melalui kulit dan mengurangi Kehilangan panas dari tubuh.
b. Reservoir Darah
Demis yang mengisi jaringan darah yang luas yang membawa sekitar 8-
10% dari total aliran darah dewasa yang beristirahat. Oleh karena itu, untuk
alasan ini, kulit berperan sebagai penampung darah.
Perlindungan Kulit memberi perlindungan pada tubuh dalam berbagai
cara. Sebagai contoh, keratin memiliki fungsi melindungi jaringan
dibawahnya dari mikroba, abrasi, panas dan bahan kimia. Lipid yang
dilepaskan oleh butiran lamelar menghambat penguapan udara dari
permukaan kulit, sehingga mencegah terjadinya dehidrasi. Selain itu juga
menghambat masuknya udara keseluruh permukaan kulit selama mandi dan
berenang. Sebum dari kehadiran sebasea membuat kulit dan rambut tidak
mengandung bahan kimia bakterisida (zat yang dapat membunuh bakteri).
PH asam dari keringat menghambat pertumbuhan mikroba (Tortora &
Derrickson, 2013). Pigmen melanin juga membantu melindungi dari efek
sinar ultraviolet yang merusak. Dua jenis yang menjalankan fungsi
pelindung yang bersifat imunologis yaitu makrofag intraepidermal dan
makrofag phagocytize. Makrofag intraepidermal ketahanan sistem
kekebalan terhadap keberadaan penyerang mikroba yang berbahaya yang
9

berbahaya dengan memprosesnya, sedangkan makrofag phagocytize yang


menghalangi masuknya bakteri dan virus.
c. Sensasi kutan / kulit
Sensasi kutan adalah sebuah sensasi yang muncul di area kulit termasuk
sensasi taktil seperti tekanan, sentuhan, getar dan gelitik serta sensasi seperti
kehangatan dan kesejukan. Sensasi kulit lainnya adalah nyeri yang
merupakan indikasi dari kenusakan jaringan.
d. Ekskresi dan Absorpsi
Kulit biasanya memiliki peran kecil dalam ekskresi, penghapusan dan
penghapusan zat dari tubuh. Meskipun stratum komeum bersifat kedap
udara, sekitar 400 ml udara menguap setiap hari. Orang yang tidak bergerak
banyak Kehilangan 200 ml tambahan perhari keringat sebagai; sedangkan
orang yang aktif secara fisik kehilangan banyak lagi. Selain mengeluarkan
udara dan panas dari tubuh, keringat juga merupakan sebuah kendaraan
dalam mengekskresi sejumlah kecil garam, karbondioksida, dan molekul
organik yang dihasilkan dari protein yang dihasilkan dari protein, amonia
dan urea (Tortora & Derrickson, 2017).
e. Sintesis Vitamin D
Sintesis vitamin D membutuhkan aktivasi molekul prekursor dikulit oleh
sinar Ultraviolet (UV) dibawah sinar matahari. Enzim yang dihati dan ginjal
yang kemudian digunakan untuk mengubah bentuk yang diaktifkan,
sehingga menghasilkan kalsitriol, yaitu paling aktif dari vitamin D.
Kalsitriol adalah hormon yang membantu dalam penyerapan kalsium dari
makanan disaluran kedalam darah. Hanya sedikit paparan sinar UV (sekitar
10 hingga 15 menit setidaknya dua kali seminggu) yang diperlukan untuk
sintesis vitamin D. Orang yang menghindar dari paparan sinar matahari
serta individu yang tinggal diiklim utara yang lebih dingin mungkin
memerlukan suplemen vitamin D untuk menghindari defisiensi vitamin D.
Kebanyakan sistem yang memiliki reseptor vitamin D, dan sel tersebut
mengaktifkan vitamin D sebagai respons terhadap infeksi, yang terutama
infeksi saluran pemafasan, seperti influenza. Vitamin D dapat meningkatkan
10

aktivitas fagositik, meningkatkan produksi zat antimikroba dalam fagosit,


operasi fungsi dan mengurangi peradangan.

B. Biokimia Sistem Integument

1. Protein penyusun kulit yang utama adalah keratin, kolagen, elastin, dan
melanin.

a. Keratin

Gambar 2. Keratin
Keratin menrupakan protein struktural terpenting dari jaringan epitel
yang memberi fungsi struktural. Banyak ditemukan dikulit bagian lapisan
tanduk, kuku, dan rambut. Secara biokimia, keratin merupakan untaian
heliks yang panjang diselingi oleh segmen nonheliks pendek. heliks
merupakan suatu asam amino. Keratin terbagi menjadi dua tipe, yaitu
tipe I merupakan keratin asam dan tipe II merupakan keratin basa,
memiliki ujung karboksil yang lebih panjang.
b. Kolagen
Salah satu yang membedakan kulit dengan organ lainnya adalah penentu
kekuatan mekanisnya. Kolagen merupakan protein fibrosa yang
merupakan komponen utama jaringan ikat dan merupakan komponen
yang paling banyak jumlahnya pada mamalia. Pada manusia dengan usia
yang lebih tua, kolagen akan memiliki ikatan persilangan lebih sedikit
dibandingkan dengan manusia pada umur lebih muda.
11

Gambar 3. Kolagen

c. Elastin
Elastin bersama-sama denga mikrofibril memegang peran penting untuk
mengembalikan struktur kulit kebentuk semula setelah mengalami
deformasi mekanik. Elastin terdiri dari asam amino glisin (31%), alanin
(22%), prolin (11%), dan sedikit 4-hidroksiprolin, namun tidak
mengandung OH-Lys (pembeda dengan kolagen). Elastin dapat
merenggang dan memendek seperti karet, hal ini dimungkinkan adanya
interaksi hidrofobik dirantai samping. Pada peregangan ini, ikatan hilang
teapi masih ada ikatan kovalen yang menahan agar elastin kembali ke
bentuk semula.

Gambar 4. Elastin

d. Melanin
Menalin adalah produk dari sel melanosit yang berfungsi untuk
membedakan warna kulit.
12

Gambar 5. Melanin

Melanin disintesis dalam dua bentuk yakni berwarna gelap cokelat


kehitaman (terdapat pada rambut dan retina manusia) yang dinamakan
eumelanin dan pheomelanin yang berwarna kuning cerah. Karakteristik
melanin adalah kemampuannya yang dapat mengadsobsi sinar UV dan
memproteksi DNA dari kerusakan.
2. Pengaruh hormon terhadap kulit
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin (pada
pulau pankreas). Peningkatan hormon seperti estrogen dan progesteron
menjadikan kulit terasa lebih halus dan elastis. Akibat kekurangan estrogen
misalnya pada saat terjadi menopause, akan menyebabkan penuaan pada kulit.
Proses penuaan ini kan menyebabkan perubahan fisiologis pada kulit, seperti
kulit kering, permukaan kulit kasar dan bersisik, kulit menjadi kendor dan
berkerut, serta terlihatnya garis-garis lipatan pada kulit.
3. Proses Penuaan Pada Kulit,melalui beberapa fase, diantaranya :
a. Fase 1. Subklinik
Pada saat mencapai usia 25-35 tahun. Dimana produksi hormon mulai
menurun, seperti hormon testoteron, growth hormone, dan estrogen.
Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai
mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, karena
itu, pada tahap ini seseorang akan merasa tampak normal. Tidak mengalami
gejala dan tanda penuaan. Di fase ini terjadi kerusakan sel tetapi tidak
13

mempengaruhi kesehatan, penurunan ini mencapai 14% ketika seseorang


berada pada usia 35 tahun.
b. Fase 2. Transisi
Terjadi pada saat usia mencapai 35-45 tahun. Produksi hormon sudah
menurun sebanyak 25%, sehingga tubuh pun mulai mengalami penuaan.
c. Fase 3. Klinik
Terjadi pada saat usia sudah mencapai 45 tahun keatas. Pada masa ini
produksi hormon sudah berkurang bahkan berhenti, seperti wanita yang
mengalami menopause dan kaun laki-laki yang mengalami andropouse.
Akibatnya warna kulit berubah dengan pigmentasi yang tidak merata, kuku
menipis dan mudah patah, serta rambut rontok. Penipisan kulit
menyebabkan kulit mudah terluka dan terjadi infeksi kulit.
4. Proses penuaan kulit mempunyai dua fenomena yang berbeda, seperti :
a. Proses Penuaan Intrinsik (Intrinsic Aging)
Proses penuaan fisiologis yang berlangsung secara alamiah, disebabkan
beberapa faktor dalam tubuh. Seperti genetik, hormonal, dan rasial.
Fenomena ini tidak dapat dicegah dan mengalami perubahan yang
menyeluruh sesuai dengan pertambahan usia.
b. Proses Penuaan Ekstrinsik (Ekstrinsic Aging)
Terjadi akibat beberapa faktor dari luar, seperti pola diet, stress, obat atau
bahan kimia, dan faktor lingkungan seperti matahari, kelembaban udara,
suhu dapat mempercepat proses penuaan kulit sehingga terjadi penuaan dini.

C. Gangguan-gangguan pada Sistem Integumen

1. Luka Bakar

a. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari
sumber energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan
oleh hantaran/radiasi electromagnet. (Brunner & Suddarth,2002)
b. Etiologi
Penyebab Luka Bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang
dapat dipicu atau di perparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar
seperti bensin, gas kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api,
14

yang akan menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit.
Pada anak, kurang lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang
terjadi pada kecelakaan rumah tangga, dan umumnya merupakan luka bakar
superfisial, tetapi dapat juga mengenai seluruh ketebalan kulit (derajat tiga).
15 Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik, maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa
kuat. Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan
rasa nyeri hebat.6 Asam hidroflourida mampu menembus jaringan sampai
ke dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka
yang kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam
rumah tangga antara lain cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai
cairan pembersih, dll. 6 Luka bakar yang disebabkan basa kuat akan
menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive
necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat
daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami
dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit timbul
belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk berobat dan
kerusakan jaringan sudah meluas.
Menurut Hudak Gallo (1996) Luka bakar dapat diklasifikasikan
berdasarkan agen penyebab antara lain :
1. Termal : Basah (air panas, minyak panas), kering (uap, metal, api)
2. Listrik : Voltage tinggi, petir
3. Kimia : asam kuat, basa kuat.
4. Radiasi : termasuk X-Ray
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar
dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas, (misal:
suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, api, air panas,
minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi
kebakaran (Effendi. C, 1999)
c. Klasifikasi
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan luas luka bakar dan
derajat luka bakarnya, dan harus objektif. Patokan yang masih dipakai dan
15

diterima luas adalah mengikuti Rules of Nines dari Wallace. Luka bakar
yang terjadi pada daerah muka dan leher jauh lebih berbahaya daripada luka
bakar di tungkai bawah, kita mesti sangat waspada terhadap timbulnya
obstruksi jalan napas.
Seorang tenaga medis profesional harus terlatih dalam menentukan
derajat dan menangani suatu luka bakar. Ada pedoman yang biasa
digunakan untuk memperkirakan luas daerah yang terbakar yang disebut
dengan Hukum Sembilan (rule of nine), yaitu membagi daerah tubuh
dengan persentase Sembilan (9%) per daerah tubuh. Secara singkat,
penjelasan Hukum Sembilan (Rules of nines) adalah sebagai berikut:
1) Kepala (Nilai Total = 9%), terdiri dari: bagian depan = 4,5% dan
bagian belakang = 4,5%
2) Tubuh (Nilai Total = 36%), terdiri dari: dada dan perut = 18% serta
punggung = 18%
3) Lengan (Nilai Total = 18%), terdiri dari: lengan atas depan-belakang =
9% dan lengan bawah depan-belakang = 9%
4) Kaki (Nilai Total =36%), terdiri dari: tungkai atas depan-belakang =
18% dan tungkai bawah depan-belakang =18%
5) Alat kelamin (Nilai Total =1%)
Cara lain yang dapat digunakan untuk menghitung luas luka bakar adalah
membandingkan antara luka bakar yang dialami dengan telapak tangan
korban. Telapak tangan korban dianggap memiliki luas sebesar 1% dari luas
permukaan tubuh. Perlu diingat bahwa penghitungan luas luka bakar
dihitung juga berdasarkan masing-masing derajat luka bakar.
Berdasarkan penyebab Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara
lain:
1) Luka bakar karena api
2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia
4) Luka bakar karena listrik dan petir
5) Luka bakar karena radiasi Cedera akibat suhu sangat rendah (frost
bite)
16

Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan


1) Luka bakar derajat I
a) Kerusakan terbatas pada bagian superficial epidermis
b) Kulit kering, hiperemik, berupa eritem
c) Tidak di jumpai bulla
d) Nyeri karena ujung-ujung sarat sensorik teriritasi
e) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
2) Luka bakar derajat II
a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
b) Di jumpai bulla
c) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
d) Dasar luka berwarna merah pucat, sering terletak lebih tinggi di
atas kulit normal
e) Di bedakan atas 2 ( dua):
Derajat II dangkal (superfisial)
1) Kerusakan mengenai bagian superficial ari dermis
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh
3) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari
Derajat II dalam
1) Kerusakan mengenai hamper seluruh bagian dermis
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh
3) Penyembuhan terjadi lebih lama , tergantung epitel yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan
3) Luka Bakar Derajat III
a) Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih
dalam
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringet,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan
17

c) Tidak dijumpai bulla


d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat karena kering,
letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar
e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai eskar.
f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilanng sensasi ,oleh karena ujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian
g) Penyembuhan terjadi karena tidak ada proses epitelisasi spontan
dari dasar luka
Luas Luka Bakar
Walaupun hanya perkiraan saja, aturan sembilan, tetap merupakan
petunjuk yang baik dalam merupakan petunjuk yang baik dalam
penilaian luasnya luka bakar: kepala, 7 persen, dan leher, 2 persen,
sehingga total 9 persen; setiap ekstremitas atas, 9 persen; badan
bagian anterior, 2 x 9 atau 18 persen; badan bagian posterior, 13
persen, dan bokong, 5 persen, sehingga total 18 persen; setiap
ekstremitas bawah, 2 x 9 atau 18 persen; dan genitalia, 1 persen
Pada anak-anak terdapat perbedaan dalam pemukaan tubuh relatif,
yang pada umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar antara luas
permukaan kepala dengan luas ekstremitas bawah dibandingkan
dengan orang dewasa. Kepala wilayah luasnya adalah 19 persen pada
waktu lahir (10 persen lebih besar dari orang dewasa); Hal ini terjadi
akibat bencana pada luas ekstremitas bawah, yang masing-masing
sebesar 13 persen. Dengan usia usia setiap tahun sampai usia 10
tahun, kawasan kepala dikurangi 1 persen dan dalam jumlah yang
sama di tambah pada ekstremitas bawah. Setelah usia 10 tahun, di
gunakan proporsi dewasa. Luas luka bakar yang mungkin bersifat
letal pada 50 persen dari mereka yang cedera (LA50) adalah 60 persen
pada populasi dewasa muda, 50 persen pada anak-anak, dan 35 persen
pada orang tua (lebih dari 40 tahun
Berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak akibat luka bakar
tersebut, luka bakar dapat diklasifikasikan menjadi derajat I, II, III dan
18

IV. Pada luka bakar derajat 1 (superficial burn), kerusakan hanya


terjadi di permukaan kulit. Kulit akan tampak kemerahan, tidak ada
bulla, sedikit oedem dan nyeri, dan tidak akan menimbulkan jaringan
parut setelah sembuh. Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
mengenai sebagian dari ketebalan kulit yang melibatkan semua
epidermis dan sebagian dermis. Pada kulit akan ada bulla, sedikit
oedem, dan nyeri berat. Pada luka bakar derajat 3 (full thickness
burn), kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan ada nekrosis.
Lesi tampak putih dan kulit kehilangan sensasi rasa, dan akan
menimbulkan jaringan parut setelah luka sembuh. Luka bakar derajat
4 disebut charring injury. Pada luka bakar ini kulit tampak hitam
seperti arang karena terbakarnya jaringan. Terjadi kerusakan seluruh
kulit dan jaringan subkutan begitu juga pada tulang akan gosong.
Beratnya luka bakar berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang
terkena dan dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu ringan, sedang dan
berat. Disebut ringan jika terdapat luka bakar derajat I seluas 20%
atau derajat III seluas >10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat
kelamin/persendian sekitar ketiak atau akibat listrik tegangan tinggi
(>1000V) atau dengan komplikasi patah tulang/kerusakan jaringan
lunak/gangguan jalan nafas.
d. Manifestasi Klinis
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung dari derajat
sumber, penyebab, dan lamanya kontak dengan permukaan tubuh. Luka
bakar terbagi dalam 3 derajat yaitu:
1) Luka bakar derajat I
Kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis
(superfisial)/epidermal burn. Kulit hiperemik berupa eritema, sedikit
edema, tidak dijumpai bula, dan terasa nyeri akibat ujung saraf sensoris
teriritasi. Pada hari keempat paska paparan sering dijumpai deskuamasi.
Salep antibiotika dan pelembab kulit dapat diberikan dan tidak
memerlukan pembalutan.
2) Luka bakar derajat II
19

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis berupa reaksi


inflamasi disertai proses eksudasi. Pada derajat ini terdapat bula dan
terasa nyeri akibat iritasi ujung-ujung saraf sensoris.
a) Dangkal/superfisial/superficial partial thickness
Pada luka bakar derajat II dangkal/ superficial partial thickness,
kerusakan jaringan meliputi epidermis dan lapisan atas dermis. Kulit
tampak kemerahan, edema, dan terasa lebih nyeri daripada luka bakar
derajat I. luka sangat sensitif dan akan lebih pucat jika kena tekanan.
Masih dapat ditemukan folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebasea. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari tanpa
sikatrik, namun warna kulit sering tidak sama dengan sebelumnya.
Perawatan luka dengan pembalutan, salep antibiotika perlu dilakukan
tiap hari. Penutup luka sementara (xenograft, allograft atau dengan
bahan sintetis) dapat diberikan sebagai pengganti pembalutan.
b) Dalam/deep partial thickness
Pada luka bakar derajat II dalam/deep partial thickness, kerusakan
jaringan terjadi pada hampir seluruh dermis. Bula sering ditemukan
dengan dasar luka eritema yang basah. Permukaan luka berbecak
merah dan sebagian putih karena variasi vaskularisasi. Luka terasa
nyeri, namun tidak sehebat derajat II dangkal. Folikel rambut, kelenjar
keringat, dan kelenjar sebasea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi
lebih lama, sekitar 3-9 minggu dan meninggalkan jaringan parut.
Selain pembalutan dapat juga diberikan penutup luka sementara
(xenograft, allograft atau dengan bahan sintetis).
3) Luka bakar derajat III
Kerusakan jaringan permanen yang meliputi seluruh tebal kulit hingga
jaringan subkutis, otot, dan tulang. Tidak ada lagi elemen epitel dan tidak
dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna keabu-abuan pucat hingga
warna hitam kering (nekrotik). Terdapat eskar yang merupakan hasil
koagulasi protein epidermis dan dermis. Luka tidak nyeri dan hilang
sensasi akibat kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Penyembuhan lebih
sulit karena tidak ada epitelisasi spontan. Perlu dilakukan eksisi dini
20

untuk eskar dan tandur kulit untuk luka bakar derajat II dalam dan luka
bakar derajat III. Eksisi awal mempercepat penutupan luka, mencegah
infeksi, mempersingkat durasi penyembuhan, mencegah komplikasi
sepsis, dan secara kosmetik lebih baik.
21

e. Patofisiologi

Pathway Luka Bakar MK:

Bahan kimia radiasi Termis listrik 1. Gangguan konsep


diri
2. Kurang
pengetahuan
Biologis Luka Bakar Psikologis 3. Ansietas

MK:
Pada wajah di ruang tertutup kerusakan kulit
1. Resiko tinggi terhadap
Kerusakan mukosa keracunan gas CO penguapan meningkat infeksi
2. Gangguan rasa nyaman
Edema laring CO mengikat Hb peningkatan pembuluh 3. Gangguan aktivitas
4. Kerusakan integritas
Obstruksi jln napas hb tdk mampu mengikat O2 ekstravasasi cairan
kulit
Gagal napas hipoksia otak tekanan onkotik menurun

Jalan napas tdk efektif cairan intravaskuler menurun

hipovolemia MK:
1. Kekurangan volume
Gangguan sirkulasi cairan
2. Gangguan perfusi jaringan
22

Gg sirkulasi makro

Gg pd organ penting
Gg sirkulasi seluler

Gg sirkulasi
seluler
otak kardiovaskul
Ginjal Hepar GI traktus Neurologi Imun
er

Hipoksia
Kebocoran Hipoksia sel Pelepasan Dilatasi Gg Daya tahan
kapiler ginjal katekolamin lambung neurologi tubuh Gg perfusi
menurun

Sel otak Hambatan


Curah Hipoksia
mati Fungsi ginjal
jantung hepatic pertumbuh
an Laju
metabolisme

Gagal fungsi
Gagal
sentral Gagal ginjal Gagal hepar
jantung Glukoneogenesis
glukogenolisis
23

MK :
perubahan
nutrisi
Multi system organ failure
24

f. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges 2000 penunjang pada luka bakar
1) Hitung Darah lengkap : Hb ( Hemoglobin ) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih
dari 15 % mengindikasikan adanya cedera, pada Ht ( Hematokrit )
yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht
turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang di akibatkan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
2) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen ( PaO2) atau
peningkatan tekanan karbon dioksida ( PaCO2) mungkin terlihat pada
restensi karbon monoksida.
3) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkatkan pada sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awal mungkin menurun kerena kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.
4) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakefektifan cairan.
5) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstitial atau gangguan pompa, natrium.
6) Glukosa Serum : Peninggaan Glukosa serum menunjukkan respon
stress.
7) Albumin Serum : Untuk mengetahui Adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
8) BUN atau Kreatinin : Peninggaan menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
9) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luas nya cedera.
10) EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
25

Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka


bakar.
g. Penatalaksanaan dan Terapi
1) Pertolongan Pertama
a) Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala.
b) Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat
efek torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera
menjadi oedema.
c) Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam
air atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-
kurangnya lima belas menit. Akan tetapi, cara ini tidak dapat
dipakai untuk luka bakar yang luas karena bahaya terjadi hipotermi.
Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun.
d) Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada
luka akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing
Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada
komponen spesifik luka bakar pada survey sekunder. Saat menilai
Airway, perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi. Biasanya
ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong,
luka bakar pada wajah, oedema oropharyngeal, perubahan suara
perubahan status mental. Bila benar terdapat luka bakar inhlasi,
lakukan intubasi endotracheal, kemudian beri oksigen melalui mask
face atau endotracheal tube. Meskipun pendarahan dan trauma
intrakavitas merupakan prioritas utama dibandingkan luka bakar,
perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah cairan pengganti.
Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali
untuk menentukan mekanisme dan waktu terjadinya trauma.
2) Resusitasi Cairan
Perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, pemberian cairan
intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat
26

harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka
bakar.
Tujuan utama dari restitusi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbukan edema. Kehilangan
cairan terbesar adalah 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi
maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar.
Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel
tubuh. Pemberian cairan paling sering adalah dengan Ringer Laktat untuk
48 jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0,5-
1,5 ml/kgBB/jam.
a) Resusitasi Prinsip Parkland
Resusitasi cairan berdasarkan prinsip parkland untuk luka bakar
sedang atau luas luka bakar <25% tanpa syok. Rumus menghitung
kebutuhan cairan 24 jam berdasarkan parkland adalah 4ml x kgBB
x %luka bakar. Pada 24 jam pertama, 50% diberikan pada 8 jam
pertama dan 50% diberikan pada 16 jam berikutnya. Pada 24 jam
kedua diberikan secara merata.
b) Formula Evans
1) Luas luka bakar dalam% x kgBB = jumlah NaCl/24 jam
2) Luas luka bakar dalam% x kgBB = jumlah plasma/24 jam
(a dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedema. Plasma
untuk menggani plasma yang keluar dari pembuluh dan
meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan
keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar).
3) 2000 cc Dextrose 5%/24 jam (untuk mengganti cairan yang
hilang akibat penguapan)
Separuh dari cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah
jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
27

c) Rumus Bexter
Rumus menghitung cairan Bexter adalah Luas luka bakar dalam %
x BB x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama
terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RLkarena terjadi deficit ion
Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
d) Formula Curreri
Formula Curreri digunakan untuk menghitung kebutuhan kalori
pasien dewasa yaitu 25kcal/kgBB/hari ditambahkan dengan
40kcal/%luka bakar/hari.
3) Penggantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah
sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Karena
plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka
bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh karena itu,
pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan,
kecuali terdapat kehilangan darah yang cukup banyak dari tempat luka.
Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya
diperlukan.
4) Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan,
selanjutnya dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada
karakteristik dan ukuran dari luka:
a) Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit
hilangnya barrier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di
balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi
rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID
(Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan
pembengkakan.
b) Luka bakar derajat II (superfisial), perlu perawatan luka setiap
harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik,
kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan
28

perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutupan


luka sementara yang terbuat dari bahan alami (xenograft (pig skin)
atau Allograft (homograft, cadaver skin)) atau bahan sintesis
(opsite, biobrane, transcyte, integra).
c) Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi
awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting).
5) Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuatitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami
keadaan hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat
memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah:
a. Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh,
masa bebas lemak.
b. Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,
penyakit ginjal dan lain-lain.
c. Luas dan derajat luka bakar.
d. Suhu dan kelembapan ruangan (mempengaruhi kehilangan panas
melalui evaporasi).
e. Aktivitas fisik dan fisioterapi.
f. Penggantian balutan.
g. Rasa sakit dan kecemasan.
h. Penggunaan obat-obatan tertentu dan pembedahan.
6) Early Exicision and Grafting (E&G)
Dengan metode ini eschar diangkat secara operatif dan kemudian luka
ditutup dengan cangkok kulit (autograft atau allograft), setelah terjadi
penyembuhan, graft akan terkelupas dengan sendirinya. E&G dilakukan
3-7 hari setelah terjadi luka, pada umumnya tiap harinya dilakukan eksisi
20% dari luka bakar kemudian dilanjutkan pada hari berikutnya. Tapi ada
juga ahli bedah yang sekaligus melakukan eksisi pada seluruh luka bakar
tapi cara ini memiliki resiko yang lebih besar yaitu dapat terjadi pada
hipotermi, atau terjadi perdarahan masif akibat eksisi. Metode ini
29

mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan luka dini, mencegah


terjadinya infeksi pada luka.
7) Escharatomy
Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat
menyebabkan iskemik distal yang progresif, terutama apabila
terjadi edema saat resusitasi cairan dan saat adanya pengerutan keropeng.
iskemi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada jari-jari tangan dan
kaki.  Tanda dini iskemi adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa
sampai baal pada ujung-ujung distal. juga luka bakar menyeluruh pada
bagian thorax atau abdomen dapat menyebabkan gangguan respirasi, dan
hal ini dapat dihilangkan dengan escharotomy. Dilakukan insisi
memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
8) Antibiotik
Pemberian antibiotik ini dapat secara topikal atau sistemik. Pemberian
secara topikal dapat dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam.
Contoh antibiotik yang sering dipakai berupa salep antara lain: silver
sulfadiazine, mafenide acetate, silver nitrat, povidone-iodine, bacitracin
(biasanya untuk luka bakar grade I), neomisin, polymyxin B, nysatatin,
mupirocin, Mebo.
9) MEBO/MEBT (Moist Exposed Burn Ointment/Therapy)
Merupakan Broad Spectrum Ointment, suatu preparat herbal,
menggunakan zat alami tanpa kimiawi. Terdiri atas:
a. Komponen pengobatan: beta sitosterol, bacailin, berberine, yang
mempunyai efek analgesic, anti-inflamasi, anti-infeksi pada luka
bakar dan mampu mengurangi pembentukan jaringan parut.
b. Komponen Nutrisi: asam amino, fatty acid, dan amylose, yang
memberikan nutrisi untuk regenerasi dan perbaikan kulit yang
terbakar.
Efek Pengobatan:
a. Menghilangkan nyeri luka bakar.
b. Mencegah perluasan nekrosis pada jaringan yang terluka.
c. Mengeluarkan jaringan nekrotik dengan mencairkannya
30

d. Membuat lingkungan lembab pada luka, yang dibutuhkan selama


perbaikan jaringan kulit tersisa.
e. Kontrol infeksi dengan membuat suasana yang jelek untuk
pertumbuhan kuman bukan dengan membunuh kuman
f. Merangsang pertumbuhan PRCs (potensial regenerative cell) dan stem
cell untuk penyembuhan luka dan mengurangi terbentuknya jaringan
parut
g. Mengurangi kebutuhan untuk skin graft
Prinsip penanganan luka bakar dengan MEBO:
a. Makin cepat diberi MEBO, hasilnya lebih baik (dalam 4-12 jam
setelah kejadian)
b. Biarkan luka terbuka
c. Kelembaban yang optimal pada luka dengan MEBO
d. Pemberian salep harus teratur dan terus menerus tiap 6-12 jam
dibersihkan dengan kain kasa steril jangan dibiarkan kulit terbuka
tanpa salep > 2-3 menit untuk mencegah penguapan cairan di kulit dan
mikrovaskular menyebabkan trombosit merusak jaringan dibawahnya
yang masih vital
e. Pada pemberian jangan sampai kesakitan/berdarah, menimbulkan
perlukaan pada jaringan hidup tersisa
f. Luka jangan sampai maserasi maupun kering
g. Tidak boleh menggunakan desinfektan, saline atau air untuk Wound
Debridement.
Flowchart Dari Penanganan Luka Bakar
a. Earlier Period (1-6 hari); Blister dipungsi, kulitnya dibiarkan utuh.
Beri MEBO pada luka setebail 0,5-1 mm. Ganti dan beri lagi MEBO
tiap 6 jam, hari ke 3-5 kulit penutup bulla diangkat.
b. Liquefaction Period (6-15 hari); Angkat zat cair yang timbul diatas
luka, bersihkan dengan kasa, beri MEBO lagi setebal 1 mm.
c. Preparative Period (10-21 hari); Bersihkan luka seperti sebelumnya.
Beri MEBO dengan ketebalan 0,5-1 mm. Ganti dan beri lagi MEBO
tiap 6-8 jam.
31

d. Rehabilitation; Bersihkan luka yang sembuh dengan air hangat. Beri


MEBO 0,5 mm, 1-2 kali/hari. Jangan cuci luka yang sudah sembuh
berlebihan. Lindungi luka yang sembuh dari sinar matahari.
10) Kontrol Rasa Sakit
Terapi farmakologi yang digunakan biasanya dari golongan opioid
dan NSAID. Preparat anestesi seperti ketamin, N2O (nitrous oxide)
digunakan pada prosedur yang dirasakan sangat sakit seperti saat ganti
balut. Dapat juga digunakan obat psikotropik seperti anxiolitik,
tranquillizer dan anti depresan. Penggunaan benzodiazepin bersama
opioid dapat menyebabkan ketergantungan dan mengurangi efek dari
opioid.

2. Dermatitis Seboroik

a. Definisi
Dermatitis seboroik adalah gangguan kulit yang menyebabkan kulit
bersisik dan berwarna kemerahan. Dermatitis seboroik merupakan penyakit
eritroskuamosa kronis, biasa ditemukan pada usia anak dan dewasa.
Keadaan ini ditandai oleh keainan kulit di area tubuh dengan banyak folikel
sebasea dan kelenjar sebasea aktif, yaitu daerah wajah, kepala, telinga, dan
badan bagia atas.
b. Etiologi
Patogenesis DS masih belum diketahui dengan pasti, namun
berhubungan erat dengan jamur Malassezia. kelainan imunologis, aktivitas
kelenjar sebasea dan kerentanan pasien.1,4 Jumlah sebum yang diproduksi
bukan faktor utama pada kejadian DS. Permukaan kulit pasien DS kaya
akan lipid trigliserida dan kolesterol, namun rendah asam lemak dan
skualen. Flora normal kulit, yaitu Malassezia sp dan Propionibacterium
acnes, memiliki enzim lipase yang aktif yang dapat (cradle cap) berupa plak
eritematosa disertai skuama kuning kecoklatan yang lekat dan menyebar ke
seluruh bagian kulit kepala. Selain itu, juga terdapat krusta. Lesi dapat
ditemukan di wajah, leher dan menyebar ke punggung serta ektremitas,
berupa plak inflamasi di daerah intertrigo, yaitu aksila dan lipat paha. Lesi
juga bisa didapatkan di area popok. Diagnosis banding perlu dipikirkan pada
32

bayi dengan gejala dermatitis seboroik yang luas, harus dibedakan misalnya
dengan dermatitis, atopik, antara lain dengan melakukan pemeriksaan
penunjang misalnya immunoglobulin E total. mentransformasi trigliserida
menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas bersama dengan reactive
oxygen species (ROS) bersifat antibakteri yang akan mengubah flora normal
kulit. Perubahan flora normal, aktivasi lipase dan ROS akan menyebabkan
dermatitis seboroik. Di bawah ini adalah alur yang menunjukkan
peranMalassezia sp pada dermatitis seboroik. Koloni jamurmempunyai
kemampuan untuk berproliferasi di permukaan kulit hingga menimbulkan
reaksi inflamasi dan secara klinis nampak berupa skuama.
c. Klasifikasi
1) Pada bayi
Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama
kehidupan sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi
rambut dan kulit kepala dengan lipatan intertriginosa berminyak yang
disertai sisik dan kerak. Daerah lainnya seperti wajah, dada, dan leher
juga dapat terpengaruh. Pada bayi dapat terjadi dari usia minggu pertama
kelahiran hingga 3 bulan, dan kelainan berhubungan dengan waktu
neonatus memproduksi sebum yang selanjutnya akan mengalami regresi
hingga pubertas.
a) Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut
cradle crap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa
ada dasar kemerahan dan kurang / tidak gatal
b) Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan
leher, lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang
tertutup dengan skuama yang berminyak, kurang / tidak gatal.
Tempat predileksi adalah kulit kepala bagian vertex MDVI Vol. 43
No. 4 Tahun 2016; 153 - 159 155 (cradle cap) berupa plak eritematosa
disertai skuama kuning kecoklatan yang lekat dan menyebar ke seluruh
bagian kulit kepala. Selain itu, juga terdapat krusta. Lesi dapat ditemukan
di wajah, leher dan menyebar ke punggung serta ektremitas, berupa plak
inflamasi di daerah intertrigo, yaitu aksila dan lipat paha. Lesi juga bisa
33

didapatkan di area popok. Diagnosis banding perlu dipikirkan pada bayi


dengan gejala dermatitis seboroik yang luas, harus dibedakan misalnya
dengan dermatitis, atopik, antara lain dengan melakukan pemeriksaan
penunjang misalnya immunoglobulin E total.
2) Pada orang dewasa
Pada orang dewasa DS bersifat kronis dan residif, terjadi ada usia 30-
60 dengan puncak di usia 40 tahunan. Pada kulit kepala umumnya
tingkat keparahan DS sedang, skuama sedikit, kering, warna putih dan
mudah lepas. Pada gejala yang lebih berat terdapat plak berasal dari
skuama kering yang tebal kekuningan.6 Lesi dapat terlihat juga di wajah
secara simetris yaitu di alis, dahi, kelopak mata atas, plika nasolabialis
dan cuping hidung. Tempat lain yang sering terkena pada regio
retroaurikularis, kanal auditori eksternal, aurikula dan conchae bowl.
Gejala yang ditemukan berupa eritema dan gatal disertai rasa terbakar
dan gatal ringan terutama di kulit kepala. Folikulitis pitirosporum juga
dapat ditemukan di daerah seboroik. Biasanya dimulai saat remaja
sebagai akibat respons aktivitas androgen yang meningkatkan
produktivitas kelenjar sebasea.1 DS pada orang dewasa mengalami
periode remisi dan eksaserbasasi. Pencetus kekambuhan DS umumnya
akibat stres emosional, letih, depresi, perubahan suhu, higiene pribadi,
pajanan matahari, perubahan pola makan, infeksi, obat dan berada di
ruangan dingin cukup lama.
Dermatitis seboroik yang menyerang saluran telinga luar mirip
otomikiosis dan otitis eksterna. Pada otomikosis akan terlihat elemen
jamur pada sediaan langsung. Otitis eksterna menyebabkan tanda-tanda
radang, jika kaut terdapat pus.
a) Diffrensial diagnosis dari penyakit ini beragam di setiap tempatnya.
b) Kepala : dandruff, psoriasis, dermatitis atopic, impetigo
c) Saluran telinga : psoriasis atau dermatitis kontak, irritant atau alergi
Wajah : rosacea, dermatitis kontak, psoriasis, impetigo
d) Dada dan punggung : pityriasis versicolor, pityriasis rosea,
psoriasis
34

e) Kelopak mata : dermatitis atopic, psoriasis, demodex folliculorum


(demodicosis) Daerah intertriginosa : psoriasis dan candidiasis

d. Manifestasi Klinis
1) Dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu – 10 minggu)
Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama
kehidupan sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi
rambut dan kulit kepala dengan lipatan intertriginosa berminyak yang
disertai sisik dan kerak. Daerah lainnya seperti wajah, dada, dan leher
juga dapat terpengaruh.
a) Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut
cradle crap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa
ada dasar kemerahan dan kurang / tidak gatal
b) Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan
leher, lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup
dengan skuama yang berminyak, kurang / tidak gatal.
2) Dermatitis seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada
usia 18-40 tahun, dapat pada usia tua)
Gambaran klinis dan perjalanan dari penyakit ini berbeda antara remaja
dan bayi.
a) Umumnya gatal
b) Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular,
atau papulae, kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan
sampai berat, inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang
kering, basah atau berminyak.
c) Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan
kelelahanm stress, atau paparan sinar matahari.
Perjalanan penyakit biasanya berlangsung dalam waktu yang lama.
Periode perbaikan pada musim panas dan kambuh kembali pada musim
dingin. Pembesaran lesi dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan
musim terutama efek dari paparan sinar matahari.
1) Manifestasi klinis dermatitis seboroik pada kulit kepala
35

a) Pityriasis sicca
Tipe lesi dermatitis seboroika yang kering, biasanya berawal dari
bercak yang kecil yang kemudian meluas ke seluruh kulit kepala berupa
deskuamasi kering, sering disertai rasa gatal, dan kadang- kadang disertai
inflamasi ringan dengan membentuk skuama halus (ketombe/Dandruff ).
White Dudruff yang asimptomatis pada kulit kepala disebut dengan
Pityriasis sicca.
b) Piytiriasis steatoides
Tipe lesi dermatitis seboroika yang basah, ditandai oleh skuama yang
berminyak berwarna kuning disertai eritema ringan sampai berat dan
akumulasi krusta yang tebal. Pada tipe yang berat dapat disertai dengan
erupsi psoriasiformis, eksudat, krusta yang kotor serta bau yang busuk,
dengan rasa gatal pada kulit kepala dan lubang telinga.,
2) Dermatitis seboroik pada wajah
Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada
pipi, hidung dan dahi. Kemerahan yang tampakpada area alar-malar disebut
dyssebacea. Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-
kadang terdapat perubahan pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa.
Tampak bibir berwarna merah terang, kering, terkelupas, dan berlobang.
Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat
seperti kurap, psoariasis, atau jamuran. Garinya terlihat seperti kulit
terkelupas pada keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat
ditemukan dan mungkin juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering
pada beberapa kasus.
36

e. Patofisiologi

Faktor psikis: stress Defisit nutrisi: besi, Imunodefisiensi Gangguan Obat-obatan: Faktor Genetik
& kelelahan niasin, pyridoxin : HIV/AIDS neurotransmitten : neuroleptik,metildopa,cim hormon
Parkinson etidin transplasenta

Aktivitas kelenjar sebasea (sekresi keringat ) pd


daerah kepala, muka, & daerah liaptan-lipatan
Status imunitas
menurun

Jumlah jamur Pityrosporum Oval


meningkat: Infeksi jamur P.Oval

Sel langerhan makrofag Sel T

Sensitisasi sel T oleh saluran limfe: sel efektor (sel mast)


mengeluarkan histamin & serotonin (fase inflamasi)

Proses proliferasi Peradangan kulit: lesi


epidermal menyimpang

Skuama (sisik), krusta (berwarna kekuning-


kuningan & berbau busuk).Gejala klinis:
gatal,kemerahan, panas Dx: Gangguan Citra Dx: Resiko Infeksi
Tubuh Dx: Nyeri
37

f. Pemeriksaan Penunjang
1) Percobaan asetikolin ( Suntikan dalam intracutan, solusio asetikolin
1/5000 )
2) Percobaan histamin hostat disuntikkaan pada lesi
3) Pric
4) Darah : Hb, Leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
5) Pemeriksaan Histopatologis : Hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis
aksentuasi Rere ridges dan spongiosis fokal. Tampak sel
Limfohistiosit di daerah dermis superfical serta vasodilatasi pada
lapisan dermis.
Interpretasi : Pemeriksaan Histopatologis dalam Pemeriksaan
penunjang diperlukan untuk membedakan antara penyakit utama
(diagnosis) dengan diagnosis banding nya.
g. Penatalaksanaan dan Terapi
Untuk dewasa:
1) Kulit kepala
Dermatitis seboroik ringan di kulit kepala umumnya berespon
terhadap berbagai sampo antiseboroik, antiketombe yang mengandung
satu atau lebih dari bahan berikut: seng pirition, asam salisilat, selenium
sulfida, antijamur siklopiroks dan ketokonazol. Dapat diberikan dalam
bentuk sampo. Sampo perlu dibiarkan di kepala selama paling sedikit 5
menit setelah berbusa. Untuk gatal dan peradangan, dapat digunakan
steroid topikal potensi menengah (kelas 3 atau 4) dalam bentuk gel atau
solusio.
Dermatitis seboroik berat di kulit kepala, dapat diberikan steroid
topikal poten (kelas 2) misalnya gel fluosinonid 0,05%. Steroid topikal
ini sering didahului oleh obat keratolitik untuk menghilangkan skuama
yang tebal sehingga obat dapat menembus kulit kepala.
2) Wajah
Dermatitis seboroik di wajah mudah berespon terhadap pemberian
steroid topikal, tetapi terapi ini memerlukan pemeliharaan jangka panjang
38

dan kehati-hatian untuk menghindari efek samping atrofi, telangiektasia


dan erupsi mirip rosasea.
Untuk memperkecil efek yang tidak diinginkan ini, steroid topikal
potensi rendah dapat di selingi oleh antijamur misalnya krim ketokonazol
2%, gel ketokonazol 2%. Dapat juga digunakan steroid topikal potensi
sangat rendah (kelas 7) dengan hati-hati, apabila mengobati dermatitis
seboroik pada daerah kelopak mata.26,27 3) Daerah lipatan Lipatan
tubuh dan genitalia diterapi serupa dengan steroid yaitu steroid topikal
potensi rendah (kelas 4,5,6 atau 7).
Untuk infantile:
1) Daerah skalp
a. Baby oil dan sisir yang lembut dapat mengangkat skuama/krusta
b. Untuk anak dapat menggunakan sampo yang mengandung selenium
sulfida, zink pyrithione, tar atau ketokonazole 2- 3x/minggu
c. Lotion kortikosteroid
2) Daerah wajah & area popok
a. Ketokonazol krim
Topikal steroid potensi rendah.

3. Steven Jhonson Syndrom (SJS)

b. Definisi
Steven Jhonson Syndrom adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis
terpisah dari dermis.
c. Etiologi
Etiologi dari SJS sulit ditentukan dengan pasti karena penyebabnya
meliputi berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan
respon imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SJS
diantaranya: infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa,
penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan
(coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), Graft Versus Host
Disease, dan radioterapi.
d. Klasifikasi
39

1) Sindrom Steven Johnson : Surface area of epidermal detachment


dibandingkan dengan detached dermis yaitu sebanyak >10%
2) Sindrom steven Johnson dan TEN : Surface area of epidermal
detachment dibandingkan dengan detached dermis yaitu sebanyak
<10-30%
3) TEN : Surface area of epidermal detachment dibandingkan dengan
detached dermis yaitu sebanyak >30%
e. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat di sertai gejala
prodromal berupa demam tinggi (30°C - 40°C), mulai nyeri kepala, batuk,
pilek dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung 2 minggu. Gejala-
gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya
kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang
hebat serta menurunnya kesadaran, soporous sampal koma.
Pada Sidroma ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
1) Kelainan Kulit
Kelainan pada kulit dapat berupa Eritema, vesical dan bula. Eritema
berbentuk cincin (pinggir otema tengahnya relatif hiperpigmentasi) yang
berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan
pusat ungu atau lesi dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan Bulla
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat
terjadi erupsi Hemorrhagis berupa Ptechiae atau Purpura. Bila disertai
Purpura prognosisnya menjadi lebih buruk.
2) Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering pada mukosa
mulut/ bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat
genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-
masing 8%-4%). Kelainan yang terjadi berupa Stomatitis dengan vesikel
pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian Buccal Stomatitis merupakan
gejala yang dini dan menyolok. Stomatitis ini kemudian menjadi lebih
berat dengan pecahnya vesikel dan Bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi,
pendarahan, ulcerasi dan terbentuk krusta kehitaman.
40

Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam


yang tebal. Adanya stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar
menelan. Kelainan di mukosa dapat juga terjadi di Faring, Traktus
Respiratorius bagian atas dan Esophagus. Terbentuknya Pseudomembran
di Faring dapat memberikan keluhan sukar bernafas dan penderita tidak
dapat makan dan minum.
3) Kelainan mata
Kelainan pada mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang
sering terjadi ialah Conjunctivitis Kataralis. Selain itu dapat terjadi
Conjunctivitis Purulen, Pendarahan, Simblefaron, Ulcus Cornea,
Iritis/Iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga
dikenal trias yaitu Stomatitis, Conjuntivitis, Balanitis, Uretritis.
41

f. Patofisiologi

Obat obatan,infeksi Kelainan hipersesivitas


virus,keganasan

Hipersenstifitas type Hipersensitifitas type


IV III

Limfosit T tersintesiasi Antigen,antibody


terbentuk terperangkap
dlm jar kapiler
Pengaktifan sel T

Aktivasi S komplemen
Melepaskan
limfokin/sitotoksik

Degranulasi sel mast


Penghancuran sel-sel

Akumulasi netrofil
Reaksi peradangan memfagositosis sel rusak

Melepaskan sel yang


rusak
Nyeri Hipertermi
Kerusakan jaringan

Triase,gg pd kulit
mukosa dan mata

Kerusakan integritas
jaringan

Respon local : eritema,vesikel Respon inflamasi sistemik


dan bula Respon psikologi

Gg gastrointestinal Kondisi kerusakan


Port de entree
jaringan

Resiko Infeksi -ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan Ansietas
42

g. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan gram pada dasar erosi
didapatkan leukosit
2) Pemeriksaan laboratorium darah lengkap : eritrosit, hemoglobin,
hematokrit, trombosit, leukosit, neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil,
basofil.
h. Penatalaksanaan dan Terapi
1) Kortikosteroid
Penggunaan obat kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Pada
Sindrom Steven-Johnson yang ringan cukup diobati dengan Prednison
dengan dosis 30-40 mg/hari. Pada bentuk yang berat, ditandai dengan
kesadaran yang menurun dan kelainan yang menyeluruh, digunakan
Dexametason intravena dengan dosis awal 4-5 x 5 mg/hari. Setelah
beberapa hari (2-3 hari) biasanya mulai tampak perbaikan (masa kritis
telah teratasi), ditandai dengan keadaan umum yang membaik, lesi kulit
yang baru tidak timbul sedangkan lesi yang lama mengalami involusi.
Pada saat ini dosis Dexametason diturunkan secara cepat, setiap hari
diturunkan sebanyak 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu
diganti dengan tablet Prednisom yang diberikan pada keesokan harinya
dengan dosis 20 mg sehari. Pada hari berikutnya dosis diturunkan
menjadi 10 mg, kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi lama pengobatan
kira-kira 10 hari.
2) Antibiotika
Penggunaan Antibiotika dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
infeksi akibat efek imunosupresif kortikosteroid yang dipakai pada dosis
tinggi. Antibiotika yang dipilih hendaknya yang jarang menyebabkan
alergi, berspektrum luas dan bersifat bakterisidal. Dahulu biasa
digunakan Gentamisin dengan dosis 2 x 60-80 mg/hari. Sekarang dipakai
Netilmisin Sulfat dengan dosis 6 mg/kg BB/hari, dosis dibagi dua.
Alasan menggunakan obat ini karena pada beberapa kasus mulai resisten
terhadap Gentamisin, selain itu efek sampingnya lebih kecil
dibandingkan Gentamisin.
43

3) Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi


Hal ini perlu diperhatikan karena penderita mengalami kesukaran atau
bahkan tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan di tenggorokan serta
kesadaran yang menurun. Untuk ini dapat diberikan infus berupa
Glukosa 5% atau larutan Darrow. Pada pemberian Kortikosteroid terjadi
retensi Natrium, kehilangan Kalium dan efek Katabolik. Untuk
mengurangi efek samping ini perlu diberikan diet tinggi protein dan
rendah garam, KCl 3 x 500mg/hari dan obat-obat Anabolik. Untuk
mencegah penekanan korteks kelenjar Adrenal diberikan ACTH
(Synacthen depot) dengan dosis 1 mg/hari setiap minggu dimulai setelah
pemberian Kortikosteroid.
4) Transfusi Darah
Bila dengan terapi diatas belum tampak tanda-tanda perbaikan dalam
2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300-500 cc
setiap hari selama 2 hari berturut-turut. Tujuan pemberian darah ini untuk
memperbaiki keadaan umum dan menggantikan kehilangan darah pada
kasus dengan purpura yang luas. Pada kasus Purpura yang luas dapat
ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg sehari intravena dan obat-
obatan Hemostatik.
5) Perawatan Topikal
Untuk lesi kulit yang erosif dapat diberikan Sofratulle yang bersifat
sebagai protektif dan antiseptik atau krem Sulfadiazin Perak. Sedangkan
untuk lesi dimulut/dibibir dapat diolesi dengan Kenalog in Orabase.
Selain pengobatan diatas, perlu dilakukan konsultasi pada beberapa
bagian yaitu bagian THT untuk mengetahui apakah ada kelainan di
faring, karena kadang-kadang terbentuk pseudomembran yang dapat
menyulitkan penderita bernafas dan sebagian penyakit dalam.

4. Skabies

a. Definisi
Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei tungau
(mite) berukuran kecil yang hidup didalam kulit penderita. Tungau yang
tersebar luasdiseluruh dunia ini dapat ditularkan dari hewan kemanusia dan
44

sebaliknya.Tungau ini berukuran 200-450 mikron, berbentuk lonjong,


bagian dorsal konveks sedangkan bagian ventral pipih (Soedarto, 2009).
b. Etiologi
Skabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan oleh
tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabiei) dan didapatkan melalui
kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini.
Penularan penyakit ini seringkali terjadi saat berpegangan tangan dalam
waktu yang lama dan dapat di katakan penyebab umum terjadinya
penyebaran penyakit ini (Harahap, 2000).
c. Klasifikasi
Berikut macam bentuk-bentuk penyakit scabies yang terjadi pada
manusia:
1) Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean) Tipe ini sering
ditemukan bersamaan dengan penyakit menular lain. Ditandai dengan
gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya
menghilang akibat mandi secara teratur.
2) Skabies pada bayi dan anak kecil Gambaran klinis tidak khas,
terowongan sulit ditemukan namun vesikel lebih banyak, dapat
mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala, leher, telapak tangan,
telapak kaki.
3) Skabies noduler (Nodular Scabies) Lesi berupa nodul coklat
kemerahan yang gatal pada daerah tertutup. Nodul dapat bertahan
beberapa bulan hingga beberapa tahun walaupun telah diberikan obat
anti skabies.
4) Skabies in cognito Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan
kostikosteroid topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat
memperbaiki gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan
tetap menular
5) Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)
Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi
terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri
bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.
45

6) Skabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik) Tipe ini jarang


terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi keterlambatan
diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.
7) Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden) Penderita penyakit
kronis dan orang tua yang terpaksa harus terbaring di tempat tidur
dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
8) Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain Apabila ada
skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan penyakit menular
seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan biakan atau gonore
dan pemeriksaan serologi untuk sifilis.
9) Skabies dan Aquired Immuodeficiency Syndrome (AIDS) Ditemukan
skabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita.
10) Skabies dishidrosiform Jenis ini di tandai oleh lesi ber upa kelompok
vesikel dan pustula pada tangan dan kaki yang sering berulang dan
selalu sembuh dengan obat antiskabies (Emier, 2007).
d. Manifestasi Klinis
Dikenal 4 tanda utama atau tanda kardinal pada infestasi skabies yaitu :
a. Puritus Nocturnal
Pruritus nokturna adalah rasa gatal yang terasa pada malam hari
karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan
panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan
penderita menjadi gelisah. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3
sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya
dalam waktu beberapa jam. Studi lain menunjukkan pada infestasi
rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi
sensitisasi sebelumnya.
b. Menyerang Sekelompok Orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarganya terkena infeksi,
begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduk sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang tungai tersebut. dikenal
dengan keadaan hiposensitifitasi
46

c. Ditemukannya Terowongan (Kunikulus)


Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjanya 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeks sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu: sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat.
ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong,
genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
47

e. Patofisiologi

Kontak langsung lingkungan yang padat kebersihan diri kurang

dan tidak langsung

penyebaran telur sarcoptes sanitasi buruk

pada orang yang sehat

keadaan lembab dan panas

reservoir sarcoptes

tempat yang baik untuk sarcoptes


bertelur pda stratum corneum
48

SCABIES tidak mengetahui penyakit DEFISIENSI PENGETAHUAN

Terbentuknya terowongan akumulasi sekret dan vesikel, dan ekskoriasi

ekskret S. scabies di kulit

reaksi peradangan

Peningkatan pembentukan histamin

Pengeluaran reseptor

Penderita mengalami gatal

GANGGUAN RASA
NYAMAN
Melakukan garukan Sulit tidur
49

pada kulit

GANGGUAN
CITRA TUBUH KERUSAKAN INTEGRITAS
Papul pecah Kerusakan lapisan kulit KULIT

RESIKO INFEKSI Rusaknya pertahanan barier primer

Resiko masuknya patogen


50

f. Pemeriksaan Penunjang
Secara mikroskopis dengan larutan KOH 10%
g. Penatalaksanaan dan Terapi

Parasit dapat diberantas dengan emulsi benzoat bensiklus 25%, gamma


bensen heksakloria 1% atau monosulfiram 25%. Antibiotika diberikan jika
terjadi infeksi sekunder oleh kuman, dan antihistamin diberikan untuk
mengatasi gatal-gatal hebat yang dikeluhkan penderita (Soedarto, 2009).
Menurut (Harahap, 2000) ada bermacam-macam pengobatan antiskabies
sebagai berikut:
1) Benzene heksaklorida (lindane)
Obat ini membunuh kutu dan nimfa. Lindane digunakan dengan cara
menyapukan keseluruh tubuh dari leher ke bawah dan setelah 12-24 jam
dicuci sampai bersih. Pengobatan ini diulang selama 3 hari. 12
Penggunaan lindane yang berlebih dapat menimbulkan efek pada sistem
saraf pusat.
2) Sulfur
Sulfur 10% dalam bentuk parafin lunak lebih efektif dan aman. Obat
ini digunakan pada malam hari selama 3 malam.
3) Benzilbenzoat (crotamiton)
Benzilbenzoal dalam bentuk lotion 25% digunakan selama 24 jam
dengan frekuensi 1 minggu sekali. Cara penggunaan dengan disapukan
ke badan dari leher kebawah. Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan
iritasi.
4) Monosulfiran
Monosulfiran dalam bentuk lotion 25% yang sebelum digunakan
harus ditambah 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.
5) Permethrin
Permethrin dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal, digunakan
selama 8-12 jam kemudian cuci sampai bersih.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN

A. Kasus

Seorang laki-laki, Tn.M, berusia 39 tahun, tersiram air panas dan segera dibawa
ke RSHS. Luka bakar tampak sampai tendon mengenai seluruh tangan kanan,
paha depan kanan dan perineum. Pasien mengerang kesakitan dengan wajah
tegang skala 7 (0-10), mengatakan kulitnya serasa dikuliti dan terus menerus.
Tampak eksudat sedang, keluar dari luka. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan
darah 150/80 mmHg, nadi 110 x/menit, RR: 24 x/menit, Hb 12 gr/dl, Ht 29%,
trombosit 115.000/mm3 , leukosit 14.000, albumin 2,9 dan BB pasien 50 kg,
tinggi badan 160 cm. Terpasang kateter urin dengan jumlah urin 100 cc selama 12
jam, warna kuning agak pekat. Turgor kulit kering.

Terapi farmakologi yang diberikan:


• Tramadol drip perinfus dalam 500 cc RL 20 tetes/menit
• Amicasin 2x1 ampul/IV
• Ranitidine 2x1 ampul/IV
• Albumin 2 labu perinfus

51
52

B. Pengkajian

1. Data Demografi
Identitas Pasien
Nama : Tn, M
Umur : 39 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan :
No medrex : RM 120282
Diagnosa Medis : Luka bakar
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. D
Umur : 35 Tahun
Sebagai : istri
2. Riwayat Kesehatan Klien
a. Keluhan Utama
Mengerang kesakitan
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang dengan keluhan mengerang kesakitan yang dirasakan
serasa dikuliti terus menerus luka bakar yang dirasakan disekitar daerah
seluruh tangan kanan, paha depan kanan, dan perineum, nyeri memberat
bilapasien bergerak, berkurang bila pasien berbaring skala nyeri yang
dirasakan 7(0-10).
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Tingkat Kesadaran: Composmentis
2) GCS: E4V5M6 = 15
3) Tanda – tanda vital
TD: 150/80 mmHg
Nadi: 110 kali/menit
Respirasi: 24x/menit
53

Suhu: 36ᴼC
b. Antropometri
Tinggi Badan: 160 cm
Berat Badan: 50 kg
c. Pemeriksaan Fisik
1) System Pencernaan
Palpasi : tidak terkaji
Yang seharusnya dikaji :
Auskultasi :
2) System Pernapasan
Inspeksi : tidak terkaji
Yang seharusnya di kaji : tidak terdapat pernapasan cuping hidung,
tidak terdapat bersin-bersin, warna mukosa hidung merah muda, tidak
terdapat edema, tidak terdapat eksudat, tidak terdapat perdarahan,
Pada saat di inspeksi di daerah dada, ukuran dada sama simetris.
Palpasi : tidak terkaji
Yang sehaarusnya di kaji : tidak terdapat nyeri sinus (maksilaris,
sphenoid, etmoidalis, frontalis)., pada saat di palpasi dilakukan vokal
premitus getaran antara dinding dada kanan dan dinding dada kiri
sama, perkembangan dada/ekspansi dada pada saat di palpasi simetris,
pola pernapsan klien frekuensinya 24 x/menit, irama teratur.
3) System Kardiovaskuler
Pola jantung : Nadi = 110x/menit irregular, , tidak terdapat
pembesaran kelenjar limfe, shifting dullness (-)
4) System Persyarafan
Keadaan compos mentis GCS 15. E4M6V5 : klien dapat mengedip,
membuka dan menutup mata secara spontan tanpa harus dirangsang
oleh suara maupun nyeri. M6 : klien dapat menggerakan mototriknya
mengikuti perintah. V5 : orientasi klien baik dan mampu berbicara.
Test nervus kranial
a) Nervus I (Olfaktorius)
54

Fungsi penciuman baik, terbukti klien dapat membedakan bau-


bauan familier seperti bau kayu putih dan kopi.
b) Nervus II (Optikus)
Tidak terkaji.
c) Nervus III (Okulomotorius), IV (Trochtearis). VI (Abdomen)
Klien mampu menggerakan bola mata ke segala arah, pupil
berkontraksi saat diberi cahaya (miosis) tidak diberi cahaya
(midriasis), bentuk pupil isokor, klien dapat membuka dan menutup
matanya secara spontan.
d) Nervus V (Trigeminus)
Fungsi mengunyah baik, pergerakan otot masetter dan temporalis
saat mengunyah simetris klien dapat merasakan sentuhan perawat
pada wajah, klien mnegedip dengan spontan.
e) Nervus VII (Facialis)
Klien dapat mengerutkan dahi dan tersenyum dengan kedua bibir
simetris, klien dapat membedakan rasa manis dan asin.
f) Nervus VIII (Auditorius)
Fungsi pendengaran tidak terganggu, terbukti klien dapat
menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan secara spontan.
g) Nervus IX (Glossofaringeus)
Reflek menelan dapat berfungsi dengan baik.
h) Nervus X (Vagus)
Klien dapat berbicara dengan artikulasi yg jelas.
i) Nervus XI (Assesorius)
Klien dapat mengangkat bahu kanan dan kiri, serta dapat melawan
tekanan pada kedua bahu.
j) Nervus XII (Hipogolosus)
Klien dapat menggerakan lidah dan menjulurkannya ke segala arah.
5) Sistem Endokrin
Pada saat di inspeksi tidak terdapat pembesaran tiroid, tidak terdapat
moonface, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.
6) System Integumen
55

Pada saat di inspeksi kulit terbakah atau melepuh dibagian takangan


kanan , paha kanan, perinium. Pada saat dipalpasi tektur kulit
dilakukan turgor kulit kering , dilakukan CRT kurang dari 2 detik,
7) System Pengindrean
Pada saat di inspeksi bole mata dapat bergerak bebas, saat diberikan
cahaya miosis, dan pada saat tidak diberikan cahaya midriasis, reflek
mengedip dan membuka mata spontan, gerakan mata klien dapat
melihat ke segala arah, konjungtiva anemis, dan sklera ikterik. Pada
fungsi pengecapan klien dapat merasakan asin maupun manis. Pada
fungsi penciuman klien dapat mencium bau kayu putih dan kemudian
pada fungsi perabaan klien dapat merasakan sentuhan perawat.
8) System Perkemihan
Pada saat di inspeksi klien terpasang kateter dengan jumlah urin 100
cc/12 jam warna urine kuning agak pekat.
9) System Muskuloskeletal
a) Ekstremitas Atas tidak terkaji
Yang seharusnya di kaji :
Terdapat luka bakar pada bagian lengankanan
b) Ekstremitas Bawah tidak terkaji
Terdapat luka bakar pada bagian kaki kanan
Yang seharusnya di kaji :
c) Sistem Reproduksi tidak terkaji
Terdapat luka bakar pada perineum
Yang seharusnya di kaji :
4. Pola Aktivitas Sehari hari (ADL)
No Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Sesudah Sakit
1. Pola Makan dan Minum
Makan
a. Jenis makanan Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Frekuensi Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Bentuk makanan Tidak terkaji Tidak terkaji
d. Gangguan/keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji
56

Minum
a. Jenis Makanan Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Frekuensi Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Jumlah minuman Tidak terkaji Tidak terkaji
d. Ganguuan/keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji
a.
2 Pola Eliminasi
BAB
a. Konsistensi Lengket Tidak terkaji
b. Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Warna Hitam pekat Tidak terkaji
d. Gangguan/keluhan
BAK
a. Konsistensi Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Warna Tidak terkaji Tidak terkaji
d. Gangguan/keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji

3 Pola Istirahat/Tidur
Siang
a. Waktu Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Lama Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Gangguan/keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji
Malam
a. Waktu Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Lama Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Gangguan/keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji

3. Personal Hygiene
a. Mandi Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Cuci rambut Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Gosok gigi Tidak terkaji Tidak terkaji
d. Gunting kuku Tidak terkaji Tidak terkaji
57

e. Gangguan/keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji

4. Pola Aktivitas/Latihan
Fisik
a. Mobilasi/jenis latihan Tidak terkaji Tidak terkaji
fisik
b. waktu/lama Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Gangguan/keluhan Tidak terkaji Nyeri
5. Pola kebiasaan
a. Merokok Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Alkohol Tidak terkaji Tidak terkaji

5. Data Psikologis
a. Status Emosi
Saat dilakukan pengkajian emosi klien stabil.
b. Konsep diri
1) Gambar diri
Klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya walaupun saat
ini bagian tubuhnya tersiram air panas dan dirawat di rumah sakit,
klien mengatakan bahwa anggota tubuhnya merupakan pemberian dari
Allah swt., yang patut disyukuri.
2) Harga diri
Klien memahami keadaan dirinya dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Harga diri klien akan meningkat apabila klien cepat
sembuh
3) Peran diri
Klien adalah seorang suami
4) Identitas diri
Klien adalah seorang laki2 dan klien merasa bersyukur dengan jenis
kelaminnya.
5) Ideal diri
Harapan klien terhadapluka adalah ingin dapat sembuh dan berkumpul
kembali dengan keluarganya di rumah.
58

c. Gaya Komunikasi
Hubungan komunikasi klien dengan keluarganya baik, klien dan keluarga
berkomunikasi baik dengan pasien lainnya, klien terbuka mengenai
informasinya kepada perawat yang sedang mengkaji.
6. Data sosial
a. Pendidikan dan pekerjaan
Tingkat pendidikan klien SMP dan klien merupakan buruh pabrik
b. Gaya Hidup
Klien hidup dengan sederhana.
c. Hubungan Sosial
Klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga, dan tetangganya.
7. Data spiritual
a. Konsep ketuhanan
Klien mengatakan dirinya beragama islam, mengakui adanya Allah
SWT. Klien tidak merasa marah kepada Allah SWT atas ujian yang
dialami klien sekarang.
b. Ibadah Praktik
Klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit klien tidak beribadah
karena sulit dengan alat-alat kesehatan yang terpasang di tubuhnya. Klien
mengatakan tidak bisa berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu
jadi klien tidak melakukan praktik ibadah di rumah sakit.
8. Data Penunjang
a. Laboratorium
Tanggal Jenis Hasil Nilai Satuan
Pemeriksaan Normal
Hematologic
a. Hb 12 13,0 – 16,0 gr/dl
b. Hematokrit 29% 45 – 55 %
c. Trombosit 115000 150 – 400 Mm3
d. MCV - 80 – 96 fl
e. MCH - 27 - 31 Pg
f. MCHC - 32- 36 g/dl
g. WBC - 3,5 – 10,0 /µL
59

h. RBC - 3,80 -5,80 /µL


i. leukosit 14.000
Pemeriksaan
Kimia Klinik
a. SGOT <25 U/L
b. SGPT <30 U/L
c. Ureum 10 - 50 ml/dL
d. Kreatinin 70 – 160 mg/dL
e. Albumin 2,9 3,7 – 5,2 gr/dL
e. GDS <150 ml/dL

9. Therapy
a. Terapi Obat
No Nama Obat Dosis Rute Fungsi
1. Tramadol 500cc RL 20 IV/drip Obat ini digunakan untuk
tetes/mnt menngatasi nyeri pada
orang dewasa dan anak-
anak diatas 12 tahun ,
tramadol bekerja dengan
cara memengaruhi reaksi
kimia di dalam otak yang
berperan dalam
mengontrol rasa nyeri
2. Amicasin 2x1 ampul IV Bermanfaat untuk
menangani infeksi akibat
bakteri
3. Tranitidine 2x1 ampul IV Untuk mengatasi
penyakit yang berkaitan
dengan peningatan asam
lambung
4. Albumin 2 LABU/infus IV Untuk mengatur tekanan
dalam pembuluh darah
dan menjaga agar cairan
yang terdapat dalam
60

pembuluh darah tidak


bocor ke jaringan tubuh
sekitar nya

C. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Ds: Tersiram Air Panas Nyeri Akut
- Pasien mengatakan
kulitnya serasa
Luka Bakar di seluruh
dikuliti dan terus
tangan kanan, paha
61

menerus depan kanan dan


perineum
Do:
- Luka Bakar tampak
sampai tendon
Mengiritasi syaraf
mengenai seluruh pada lapisan kulit
tangan kanan, paha
depan kanan dan
Merangsang
perineum.
pelepasan mediator
- Wajah tegang nyeri
- Skala Nyeri 7 (0-10)
- Pasien mengerang
Merangsang respon
kesakitan
nyeri di Hipotalamus
- TD: 150/80mmHg
- Nadi: 110x/menit
- RR: 24x/menit Mengeluh kulitnya
terasa dikuliti terus
menurus.( Nyeri Sakla
7)

Nyeri Akut
Ds: Tersiram Air Panas Risiko Infeksi
- Pasien mengatakan
kulitnya serasa
Luka Bakar sampai
dikuliti dan terus
tendon
menerus

Do: Adanya Eksudat


keluar dari Luka
- Luka Bakar tampak
sampai tendon
Kerusakan Integrasi
- Tampak eksudat
Kulit
sedang keluar dari
luka
- Leukosit 14.000 Luka Terbuka
- Trombosit
62

115.000/mm3
- Albumin 2,9 g/Dl
Risiko Infeksi

Ds:- Tersiram Air Panas Risiko Ketidak


Seimbangan Cairan
Do:
Luka Bakar tampak
- Luka Bakar tampak
tendon
sampai tendon
mengenai seluruh
tangan kanan, paha Kerusakan Kulit
depan kanan dan
perineum
Peningkatan
- Turgor kulit kering
Pembuluh darah
- Hb 12gr/dL Kapiler
- Ht 29%
- terpasang kateter jml
Ekstravasasi Cairan ke
urin 100cc selama
jaringan luka
12 jam warna
kuning agak pekat
Turgor Kulit
Mengering

Risiko Ketidak
Seimbangan Cairan

D. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik (terbakar) d.d mengeluh nyeri, TD
meningkat, Frekuensi nadi meningkat, Pola nafas berubah.
2. Risiko Infeksi d.d Kerusakan Integritas Kulit
3. Risiko Ketidak Seimbangan Cairan d.d Luka Bakar
63

E. Intervensi

No Dx Tujuan Intervensi Rasional


1. Nyeri Akut Setelah 1. MANAJEMEN 1. MANAJEMEN
dilakulan NYERI NYERI
tindakan 2x24 Observasi Observasi
jam, nyeri akut - identifikasi - Untuk mengetahui
dapat teratasi, lokasi, bagaimana lokasi,
dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi,
hasil: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
1. Melaporkan kualitas, Intensitas nyeri Yang dirasakan
nyeri terkontrol nyeri oleh pasien
2. Ekspresi - identifikasi faktor - Untuk
kesakitan pada yang memperberat mengidentifikasi
pasien menurun dan memperingan seberapa berat nyeri
3. Pasien nyeri yang dirasakan pasien
mampu Teurapeutik
menggunakan Terapetik - Untuk mengurangi
teknik non- - Berikan teknik rasa nyeri pada pasien
farmakologis nonfarmakologis mis. Kompres hangat
untuk mengurangi untuk merilekskan
rasa nyeri (mis. otot otot yang tegang
TENS, hipnosis, pada pasien
akupresur, terapi - Untuk mengetahui
musik, dan mengantisipasi
biafoedback, terapi terjadinya kesalahan
pijat, aromalerapi, pengambilan
teknik terbimbing. keputusan tindakan
kompres hangat / yang tepat bagi pasien
dingin, terapi Edukasi
bermain ) - Untuk memberi
- Pertimbangkan pemahaman kepada
64

jenis dan sumber pasien bagaimana cara


nyeri dalam mengurangi rasa nyeri
pemilihan strategi - Agar pasien dapat
meredakan nyeri. mengetahui tindakan
apa yang
Edukasi menimbulkan dan
- Jelaskan strategi mengurangi rasa nyeri
meredakan nyeri - Untuk mengurangi
- anjurkan terjadinnya
memonitor nyeri komplikasi
secara mandiri - untuk
- anjurkan mengendalikan rasa
menggunakan nyeri selain
analgetik secara penggunaan
tepat pengobatan
- anjurkan teknik farmakologi
nonfarmakologi Kolaborasi
untuk mengurangi - Untuk mengurangi
rasa nyeri rasa nyeri dengan
pemberian analgetik
Kolaborasi dengan kadar dosis
- kolaborasi yang tepat
pemberian 2.PEMBERIAN
analgetik bila perlu ANALGETIK
- Untuk
2. PEMBERIAN mengidentifikasi
ANALGETIK bagaimana
Observasi karekteristik nyeri
- Identifikasi yang dialami oleh
karakteristik nyeri pasien
(mis. Pencetus, - Untuk mengetahui
pereda, kualitas, pasien memiliki
65

lokasi, intensitas, riwayat alergi


frekuensi, durasi) terhadap obat
- Identifikasi - Untuk memberikan
riwayat alergi obat pengobatan yang tepat
- Identifikasi sesuai indikasi
kesesuaian jenis penyakit
analgesik (mis. - Untuk mengetahui
Narkotika, non- bagaimana kondisi
narkotika, atau keadaan umum pasien
NSAID) dengan sebelum dan sesudah
tingkat keparahan di rawat
nyeri - Untuk melihat
- Monitor tanda- bagaimana efektivitas
tanda vital sebelum obat terhadap rada
dan sesudah nyeri
pemberian Terapeutik
analgesik
- Monitor
efektifitas Edukasi
analgesik

Terapeutik Kolaborasi
- Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
- Tetapkan target
efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan
respon pasien
66

- Dokumentasikan
respon terhadap
efek analgesic dan
efek yang tidak
diinginkan

Edukasi
- Jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat

Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis analgesik,
sesuai indikasi

2. Risiko Infeksi Setelah PENCEGAHAN PENCEGAHAN


dilakukan INFEKSI INFEKSI
tindakan 2x24 Observasi Observasi
jam, Risiko - mengidentifikasi - untuk mengetahui
Infeksi dapat dan menurunkan apa saja yang dapat
teratasi, dengan risiko terserang menyebabkan
kriteria hasil: organisme terserangnnya
1. Kerusakan patogenik. organisme patogenik
jaringan dan melakukan
2. Kerusakan Terapeutik antisipasi untuk
lapisan kulit - berikan perawatan menurunkan risiko
3. Nyeri kulit pada area terjadinya organisme
edema patogenik
- cuci tangan Terapeutik
sebelum dan - mengurangi edema
sesudah kontak pada area kulit
67

dengan pasien dan - untuk mengurangi


lingkungan pasien terpajannya penyakit
- pertahankan (infeksi nasokomial)
teknik aseptik pada - mencegah terpapar
pasien berisiko nya pasien terhadap
tinggi penyakit yang dapat
menyebabkan
Edukasi terserang penyakit
- jelaskan tanda baru
dan gejala infeksi Edukasi
- ajarkan cara - untuk mengetahui
mencuci tangan apa saja yang dapat
dengan benar menyebabkan infeksi
- ajarkan cara - untuk mengurangi
memeriksa kondisi terpaparnya resiko
luka atau luka kuman yang masuk
operasi kedalam tubuh
- agar pasien dapat
Kolaborasi mengetahui
- kolaborasi perkembangan luka
pemberian dan juga dapat
imunisasi, jika melakukan tindakan
perlu yang tidak
memperparah luka
Kolaborasi
- untuk meningkatkan
imunitas tubuh
3. Risiko Dalam waktu 1. 1. MANAJRMEN
Ketidakseimb 2x24 jam MANAJEMEN CA CAIRAN
angan Cairan kebutuhan asupa IRAN  Observasi
cairan terpenuhi Observasi - untuk mengetahui
dengan kriteria - Monitor status status hidrasi
hasil : hidrasi ( mis, frek - untuk mengetahui
68

1. Asupan cairan nadi, kekuatan perkembangan


klien terpenuhi nadi, akral, kesehatan pasien
2. Klien tidak pengisian kapiler, (kemajuan)
mengalami kelembapan Teurapetik
dehidrasi mukosa, turgor - untuk mengetahui
kulit, tekanan keseimbangan antara
darah) masuk Dan keluar
- Monitor hasil cairan
pemeriksaan - untuk mengurangi
laboratorium (mis. kurangnnya asupan
Hematokrit, Na, K, cairan
Cl, berat jenis urin , - untuk mencukupi
BUN) kebutuhan cairan
apabila tidak
Terapeutik memungkinkan
- Catat intake menggunakan oral
output dan hitung Kolaborasi
balans cairan dalam - untuk menjaga
24 jam keseimbangan kadar
- Berikan  asupan air dalam tubuh
cairan sesuai 2.PEMANTAUAN
kebutuhan CAIRAN
- Berikan cairan Observasi
intravena bila perlu - untuk mengetahui
optimalisasi kerja
Kolaborasi jantung
- Kolaborasi - untuk mengetahui
pemberian adannya kelainan pola
diuretik,  jika perlu nafas
- untuk mengetahui
2. adannya hipertensi
PEMANTAUAN atau hipotensi
69

CAIRAN - untuk mengetahui


Observasi keseimbangan nutrisi
- Monitor frekuensi pasien
dan kekuatan nadi - untuk mengetahui
- Monitor frekuensi hidrasi pada pasien
nafas - untuk menentukan
- Monitor tekanan tindakan selanjutnnya
darah dalam mencukupi
- Monitor berat asupan cairan
badan - untuk mengetahui
- Monitor kadar asupan cairan
elastisitas atau dalam tubuh pasien
turgor kulit
- Identifikasi tanda- Teurapeutik
tanda hipovolemia -
(mis. Frekuensi Edukasi
nadi meningkat, -
nadi teraba lemah,
tekanan darah
menurun, tekanan
nadi menyempit,
turgor kulit
menurun,
membrane mukosa
kering, volume
urine menurun,
hematocrit
meningkat, haus,
lemah, konsentrasi
urine meningkat,
berat badan
menurun dalam
70

waktu singkat)
- Identifikasi factor
resiko
ketidakseimbangan
cairan (mis.
Prosedur
pembedahan
mayor,
trauma/perdarahan,
luka bakar,
apheresis, obstruksi
intestinal,
peradangan
pankreas, penyakit
ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal)

Terapeutik
- Atur interval
waktu pemantauan
sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasi
hasil pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
- Informasikan
hasil pemantauan,
jika perlu
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan

Sistem integument adalah sistem organ yang berfungsi untuk melindung,


membedakan, memisahkan dan menginformasikan rangsangan dari luar tubuh.
Terdapat dua lapisan utama yairu epidermis dan dermis. Antara kulit dan
struktur kulit terdapat lapisan lemak dan subkutan.
Ada beberapa gangguan-ganguguan pada sistem integument yaitu:
1. Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber
energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh
hantaran/radiasi elektromagnet.
2. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah Keadaan ini ditandai oleh keainan kulit di area
tubuh dengan banyak folikel sebasea dan kelenjar sebasea aktif, yaitu daerah
wajah, kepala, telinga, dan badan bagia atas.
3. Steven Jhonson Syndrom
Steven Jhonson Syndrom adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah
dari dermis.
4. Skabies
Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei tungau
(mite) berukuran kecil yang hidup didalam kulit penderita. Tungau yang
tersebar luas diseluruh dunia ini dapat ditularkan dari hewan kemanusia dan
sebaliknya.Tungau ini berukuran 200-450 mikron, berbentuk lonjong,
bagian dorsal konveks sedangkan bagian ventral pipih.

72
73

B. Saran

Beberapa gangguan pada system integumen ini diakibatkan karena faktor


biologis, zat kimia dan hewan. Sebagai pencegahan tentunya kita harus berhati-
hati dan juga senantiasa menjaga kebersihan diri kita dan lingkungan. Dan
selalu menerapkan protocol keselamatan dalam melakukan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggowarsito, J. L. (2014). Luka bakar sudut pandang dermatologi. Jurnal Widya
Medika, 2(2), 115-120.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC,
Jakarta.
Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, penyunting. Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill Book, Co;2012.p.
259-66.
Doenges, Marilynn E.dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Alih
Bahasa: I Made Kriasa. EGC.Jakarta
Fitriani, Julia dan fajri alratisda (2019). “jurnal stevens Johnson syndrome”
program studi profesi dokter , fakultas kedokteran universitas malikussaleh,
aceh. Vol 5. No.1 (Mei 2019)
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Jurnal anestesi perioperatif [JAP:2019;7(2):92-9]
Harahap, M. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates
Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S,
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2
Madrasah Tsanawiyah Tingkat II Di Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Tahun
Ajaran 2010-2011Nurarif, Amin Huda dan Kusumah, Hardhi. (2015).
APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS
& NANDA NIC-NOC Jilid 1,2 dan 3. Jogjakarta: Mediaction
Mutiara, hanna dan firza syailindra (2016). “jurnal scabies” bagian parasitologi
FK universitas lampung dan mahasiswa FK universitas lampung. Vol.5 No.
2 (April 2016)
Rahmatia Niken.Dkk. 2020. Penatalaksanaan Scabies Melalui Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Satelit. Majority
Ratna sintia dewi, yulia (2017). “jurnal luka bakar: konsep umum dan investigasi
berbasis klinis luka antemortem dan postmortem” fakultas kedokteran
universitas udayana
Roswinda, R. (2019). GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA
DERMATITIS SEBOROIK DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN
2017.
Putra, R. T. Karakteristik Skabies Berdasarkan Tanda Kardinal Pada Siswa
Soedarto. (2009). Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Penerbit Sagung Seto
Sularsito SA, Suria D. Stevens-johnson syndrome. Dalam: Djuanda A, editor Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013.
Widaty, Sandra dan aninda marina (2016). “pilihan pengobatan jangka panjang
pada dermatitis seboroik” departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin FK
Universitas indonesia / RSUPN dr. ciptomangunkusumo, Jakarta. Vol. 43
No. 4 153-159
Wiryo Teguh Indra.Dkk. Sindrom Stevens-Jonhson Overlapping Toksik
Epidermal Nekrolisis Pada Seorang Anak Penderita HIV yang di Duga
Disebabkan oleh Obat

Anda mungkin juga menyukai