Disusun Oleh
NIM : 011191014
FAKULTAS KESEHATAN
Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.
Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah
terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).
1. Hidung
Hidung merupakan organ pertama dalam sistem respirasi yang terdiri dari
bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Struktur interior dari bagian
eksternal hidung memiliki tiga fungsi, yaitu: menghangatkan, melembabkan, dan
menyaring udara yang masuk; mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau);
modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar pada
anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga mulut);
rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra & Derrickson,
2014).
2. Faring
Faring atau tenggorokan adalah saluran berbentuk corong dengan panjang
13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan
apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring
adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi
untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun
terhadap benda asing) (Tortorra & Derrickson, 2014).
3. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal
sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian
tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi
melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan
makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate & Nair, 2011).
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong
keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak (Peate & Nair,
2011).
5. Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam
masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan
semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang
terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010).
6. Paru-Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua
paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi
jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang
disebut parietal dan visceral pleura. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis
cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua
lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu
pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang
melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).
B. Definisi ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan yang bersifat
akut dengan berbagai macam gejala (sindrom), yang disebababkan oleh berbagai sebab
(multifaktorial) (Widoyono, 2011).
Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) akibat polusi adalah ISPA yang disebabkan oleh
faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana
transportasi dan industri, kebakaran hutan dan lain lain (Kemenkes RI, 2012).
ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu kondisi dimana saluran pernafasan
(hidung, pharing, dan laring) mengalami inflamasi yang menjebabkan terjadinya obstruksi jalan
nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel
& Ian Roberts, 2013).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebenarnya merupakan self limited disease yang
dapat sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit ISPA
yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit lain
seperti:
1. Sinusitis paranosal
2. Penutupan tuba eustachi
3. Langitis
4. Tracheitis
5. Bronchitis
6. Broncho pneumonia
7. Kematian karena adanya sepsis yang meluas
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Benny (2010), adanya penyakit ISPA pada seseorang dapat diketahui dengan
pemeriksaan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kultur atau biakan kuman (swab): hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
2. Pemeriksaan hitung darah (Deferential Count): laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya trombositopenia
3. Pemeriksaan foto thorax jika diperlukan
G. Penatalaksanaan ISPA
1. Penatalaksanaan Medis
• Diet cair dan lunak selama tahap akut
• Untuk mengontrol infeksi dan memulihkan kondisi mukosa yang
terinfeksi maka diberi antibiotic seperti amoxilin, ampixilin
• Antistetik topical seperti lidokain, orabase atau diklorin untuk meredakan
nyeri
2. Penatalaksanaan Keperawatan
• Penyuluhan pada pasien tentang cara memutus infeksi
• Meningkatkan masukan cairan
• Menginstruksikan pada pasien untuk meningkatkan drainase seperti
inhalasi uap
H. Patofisiologi dan Pathway Penyakit
1. Patofisiologi
Masuknya kuman atau virus ke dalam tubuh melalui system pernafasan mengakibatkan
terjadinya reaksi antigen dan antibody pada salah satu tempat tertentu di saluran nafas bagian atas.
Reaksi tersebut berupa radang, sehingga banyak sekali dihasilkan mucus atau secret. Dari reaksi
radang tersebut akan merangsang interleukin 1 yang berupa pengeluaran mediator kimia berupa
prostaglandin. Hal tersebut akan menggeser sel point pada hipotalamus posterior yang
mengakibatkan tubuh menggigil dan demam (common cold). Respon batuk akan muncul seiring
dengan terangsangnua vili-vili saluran pernafasan akibat adanya mucus (Khaidirmuhaj, 2011).
Masuk melalui hidung & melalui proses filterisasi (debu ukuran besar
tersaring, debu ukuran kecil lolos)
Risiko Infeksi
Reaksi peradangan
Hipertermia
4. Implementasi
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat atau setelah
dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan perawatan.
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada
tujuan dan ditulis pada catatan perkembangan.
Bentuk evaluasi menurut Deswani (2009) sebagai berikut:
❖ Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat
pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.
❖ Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang.
❖ Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respon dan fungsi pasien. Respon perilaku pasien merupakan
pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rahman, T. H. (2019). Laporan Pendahuluan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Mataram,
Nusa Tenggara Barat: Tania Hartati Rahman.
Riyanti, E. D. (2018). Laporan Pendahuluan ISPA. Yogyakarta: Erna Dwi Riyanti.