Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak

Dosen Pengampu: Trimawati, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun Oleh

Nama : Shella Selina

NIM : 011191014

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

Jl. Gedongsongo, Kelurahan Candirejo – Kecamatan Ungaran Barat


A. Konsep Anatomi Sistem Pernafasan

Organ respirasi tampak depan


(Tortora dan Derrickson, 2014)

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.
Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah
terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).

1. Hidung
Hidung merupakan organ pertama dalam sistem respirasi yang terdiri dari
bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Struktur interior dari bagian
eksternal hidung memiliki tiga fungsi, yaitu: menghangatkan, melembabkan, dan
menyaring udara yang masuk; mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau);
modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar pada
anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga mulut);
rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra & Derrickson,
2014).
2. Faring
Faring atau tenggorokan adalah saluran berbentuk corong dengan panjang
13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan
apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring
adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi
untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun
terhadap benda asing) (Tortorra & Derrickson, 2014).
3. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal
sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian
tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi
melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan
makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate & Nair, 2011).
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong
keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak (Peate & Nair,
2011).
5. Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam
masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan
semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang
terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010).
6. Paru-Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua
paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi
jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang
disebut parietal dan visceral pleura. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis
cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua
lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu
pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang
melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).
B. Definisi ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan yang bersifat
akut dengan berbagai macam gejala (sindrom), yang disebababkan oleh berbagai sebab
(multifaktorial) (Widoyono, 2011).

Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) akibat polusi adalah ISPA yang disebabkan oleh
faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana
transportasi dan industri, kebakaran hutan dan lain lain (Kemenkes RI, 2012).

ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu kondisi dimana saluran pernafasan
(hidung, pharing, dan laring) mengalami inflamasi yang menjebabkan terjadinya obstruksi jalan
nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel
& Ian Roberts, 2013).

C. Etiologi dan Tanda Gejala ISPA


1. Etiologi ISPA
Menurut (Widyono, 2011), etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur.
Beberapa diantaranya adalah:

• Bakteri: Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,


Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan lain-lain
• Virus: influenza, adenovirus, cytomegalovirus
• Jamur: Aspergilus sp., Candida albicans, dan lain-lain
• Aspirasi: makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (Bahan Bakar Minyak) seperti
minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian, mainan
plastik, dan lain-lain)

2. Tanda Gejala ISPA menurut Djojodibroto (2009)


• Gejala koriza: yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan, bersin,
obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan, sakit tenggorokan yang ringan
sampai berat, rasa kering pada bagian posterior palatum mole dan uvula, sakit
kepala, malaise, lesu serta rasa kedinginan, demam jarang terjadi.
• Gejala faringeal: yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat. Peradangan
pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang 13 dapat menyebabkan
obstruksi nasal, batuk sering terjadi, tetapi gejala koriza jarang. Gejala umum
seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit di seluruh badan, sakit kepala, demam
ringan, parau.
• Gejala faringokonjungtival yang merupakan varian dari gejala faringeal. Gejala
faringeal sering disusul oleh konjungtivitis yang disertai fotofobia.
• Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam
menggigil, lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise dan anoreksia yang
timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan dan nyeri retrosternal.
• Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak: yaitu sakit beberapa hari.
Sering menimbulkan vesikel faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi
ulkus.
• Gejala obstruksi laringotrakeobrokitis akut: yaitu kondisi serius yang mengenai
anak-anak ditandai dengan batuk, dispnea, stridor inspirasi yang disertaii sianosis.
D. Faktor Risiko dan Faktor Yang Mempengaruhi
1. Faktor Risiko
• Polusi udara
ISPA yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap
rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana transportasi
dan industri, kebakaran hutan dan lain lain (Kemenkes RI, 2012). Perokok
dalam rumah akan memperbesar resiko anggota keluarga yang menderita
sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat
penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat
serangan ISPA khususnya pada balita (Wardani et al, 2015).
• Kepadatan hunian
Kepadatan hunian yang tergolong padat akan memudahkan
penularan patogen penyebab ISPA dari satu orang ke orang lain dalam satu
rumah (Nindya dan Sulistyorini 2005).
• Kelembaban
Kelembapan akan menciptakan media yang baik bagi pertumbuhan
bakteri patogen atau bakteri-bakteri penyebab penyakit. Kelembaban
berhubungan denganventilasi dan pencahayaan yang ada di dalam rumah
(Gapar et al, 2015).
• Ventilasi
Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan dan
kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan risiko kejadian
ISPA (Sukamawa, Sulistyorini dan Keman, 2006).
• Struktur bangunan rumah
Struktur bangunan rumah yang baik terdiri dari jenis lantai yang
terbuat dari ubin atau keramik, jenis dinding dari batu bata permanen dan
jenis atap rumah yang kedap air (Kemenkes, 2011).
2. Faktor Yang Mempengaruhi
• Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang
usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
• Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya
lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak
lengkap.
• Keturunan atau Riwayat Keluarga
Orang tua baik dari ibu atau ayah yang memiliki penyakit ISPA atau
Riwayat penyakit ISPA bisa menurunkan penyakitnya kepada keturunan
atau anaknya.
• Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi yang dilahirkan dengan BBLR mudah terserang ISPA. Hal
tersebut karena BBLR memiliki sistem pertahanan tubuh yang rendah
terhadap mikroorganisme patogen. Anak yang lahir dengan BBLR lebih
rentan terkena infeksi (Chandrawati dan Alhabsyi, 2014).
• Status Gizi
Status gizi seseorang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh
dan kerentanan terhadap infeksi (Lebuan dan Somia, 2017).
E. Masalah Yang Muncul

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebenarnya merupakan self limited disease yang
dapat sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit ISPA
yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit lain
seperti:

1. Sinusitis paranosal
2. Penutupan tuba eustachi
3. Langitis
4. Tracheitis
5. Bronchitis
6. Broncho pneumonia
7. Kematian karena adanya sepsis yang meluas
F. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Benny (2010), adanya penyakit ISPA pada seseorang dapat diketahui dengan
pemeriksaan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan kultur atau biakan kuman (swab): hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
2. Pemeriksaan hitung darah (Deferential Count): laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya trombositopenia
3. Pemeriksaan foto thorax jika diperlukan
G. Penatalaksanaan ISPA
1. Penatalaksanaan Medis
• Diet cair dan lunak selama tahap akut
• Untuk mengontrol infeksi dan memulihkan kondisi mukosa yang
terinfeksi maka diberi antibiotic seperti amoxilin, ampixilin
• Antistetik topical seperti lidokain, orabase atau diklorin untuk meredakan
nyeri
2. Penatalaksanaan Keperawatan
• Penyuluhan pada pasien tentang cara memutus infeksi
• Meningkatkan masukan cairan
• Menginstruksikan pada pasien untuk meningkatkan drainase seperti
inhalasi uap
H. Patofisiologi dan Pathway Penyakit
1. Patofisiologi

Masuknya kuman atau virus ke dalam tubuh melalui system pernafasan mengakibatkan
terjadinya reaksi antigen dan antibody pada salah satu tempat tertentu di saluran nafas bagian atas.
Reaksi tersebut berupa radang, sehingga banyak sekali dihasilkan mucus atau secret. Dari reaksi
radang tersebut akan merangsang interleukin 1 yang berupa pengeluaran mediator kimia berupa
prostaglandin. Hal tersebut akan menggeser sel point pada hipotalamus posterior yang
mengakibatkan tubuh menggigil dan demam (common cold). Respon batuk akan muncul seiring
dengan terangsangnua vili-vili saluran pernafasan akibat adanya mucus (Khaidirmuhaj, 2011).

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu:


• Tahap Prepatogenesis: Penyebabnya telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
apa-apa
• Tahap Inkubasi: Virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah
• Tahap Dini Penyakit: Dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul gejala
demam dan batuk. Tahap lanjut penyakit dibagi menjadi empat yaitu dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.
2. Pathway

Paparan udara (debu) mengandung virus/bakteri patogen

Masuk melalui hidung & melalui proses filterisasi (debu ukuran besar
tersaring, debu ukuran kecil lolos)

Silia mendorong debu ke faring

Spasme laring gagal Menyebar ke tonsil


melakukan refleks (tonsilitis)

Virus/bakteri/patogen Selulitis peritonsilar


dalam debu merusak
lapisan epitel &
lapisan mukosa saluran Abses peritonsilar
pernafasan

Risiko Infeksi
Reaksi peradangan

Reaksi mucus meningkat


Hipotalamus berespon
dengan menaikkan sel point

Batuk Sesak nafas


Tubuh demam

Hipertermia

Bersihan Jalan Nafas


Tidak Efektif
I. Konsep Asuhan Keperawatan (Diagnosa Keperawatan, Luaran, Intervensi
Keperawatan)
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama
orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
b. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama: hal yang paling dirasakan oleh pasien sejak dari rumah
sampai di RS
- Riwayat Penyakit Sekarang: berisi alasan mengapa pasien dibawa ke
rumah sakit (cerita awal mula timbul keluhan sampai dibawa ke rumah
sakit)
- Riwayat Penyakit Dahulu: berisi tentang apakah pasien sebelumnya
sudah pernah mengalami penyakit yang saat ini
- Riwayat Penyakit Keluarga: berisi tentang apakah anggota keluarga ada
juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut
c. Pemeriksaan Fisik
➢ Keadaan umum: bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau
sakit berat
➢ TTV (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan)
- Kepala: bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala,
apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
- Wajah: bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
- Mata: bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak,
sklera ikterik/tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan
dalam penglihatan
- Hidung: bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada
hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/tidak dan apakah ada
gangguan dalam penciuman
- Mulut: bentuk mulut, membran-membran mukosa kering/lembab, lidah
kotor/tidak, apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah ada
gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan berbicara
- Leher: apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan
distensi vena jugularis
- Thorax: bagaimana bentuk dada simetris/tidak, kaji pola pernafasan,
apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan
➢ Inspeksi
- Membran mukosa-faring tampak kemerahan
- Tonsil tampak kemerahan dan edema
- Tampak batuk tidak produktif
- Tidak ada jaringan parut dan leher
- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung
➢ Palpasi
- Adanya demam
- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
➢ Perkusi: Suara paru normal (resonance)
➢ Auskultasi: Suara nafas terdengar ronchi pada kedua sisi paru
➢ Abdomen: Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulir kering/tidak,
apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa
kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak
➢ Genetalia: Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut
kelamin, warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis,
apakh ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaam labia minora,
biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora
➢ Integumen: Kaji warna kulit, integrasi kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba
panas
➢ Ekstermitas atas: Apakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik,
nyeri otot serta kelainan bentuk
2. Diagnosa Keperawatan
a. Termoregulasi tidak efektif b.d proses infeksi
b. Defisit nutrisi b.d keengganan untuk makan
c. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya sekret
3. Intervensi

No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

1. SDKI 0149 SLKI 14134 SIKI 14578


Termoregulasi tidak 1. Menggigil menurun 1. Observasi
efektif b.d proses infeksi 2. Suhu tubuh membaik - Monitor suhu bayi sampai
3. Suhu kulit membaik stabil (36,5-37,5)
4. Kadar glukosa darah - Monitor suhu tubuh anak
membaik tiap dua jam, jika perlu
- Monitor tekanan darah,
nadi, frekuensi nafas
- Monitor warna dan suhu
kulit
- Monitor & catat adanya
tanda
hipotermia/hipertermia
2. Terapeutik
- Beri kompres hangat, jika
perlu
- Pasang alat pemantau
suhu, jika perlu
- Tingkatkan asupan cairan
& nutrisi yang adekuat
- Gunakan matras
penghangat, selimut hangat,
dan penghangat ruangan
untuk menaikkan suhu
tubuh, jika perlu
3. Edukasi
- Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar
udara dingin
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antipiretik jika perlu
2. SDKI 0019 Defisit SLKI 03030 SIKI 03119
nutrisi b.d keengganan 1. Pola makanan yang 1. Observasi
untuk makan dihabiskan meningkat - Identifikasi status nutrisi
2. Berat badan membaik - Identifikasi alergi &
3. Indeks Massa Tubuh (IMT) intoleransi makanan
membaik - Identifikasi makanan yang
disukai
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
2. Terapeutik
- Lakukan oral hygiene
sebelum makan jika perlu
- Sajikan makanan secara
menarik & diit yang sesuai
- Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan suplemen
makanan jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan posisi duduk jika
mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
3. SDKI 0077 Nyeri akut SLKI 08066 SIKI 08238
b.d inflamasi pada 1. Keluhan nyeri menurun 1. Observasi
membran mukosa faring 2. Respon meringis menurun - Identifikasi lokasi,
dan tonsil 3. Sikap protektif menurun karakteristik, durasi,
4. Kesulitan tidur menurun frekuensi, kualitas &
5. Frekuensi nadi membaik intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri
non verbal
- Identifikasi factor yang
memperingan &
memperberat nyeri
2. Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
meredakan nyeri
- Fasilitasi istirahat & tidur
3. Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
meredakan nyeri
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetic jika perlu
4. SDKI 0149 Bersihan SLKI 01001 SIKI 01011
jalan nafas tidak efektif 1. Batuk efektif meningkat 1. Observasi
b.d spasme jalan nafas 2. Produksi sputum menurun - Monitor pola nafas
(adanya sekret) 3. Mengi menurun (kedalaman, frekuensi,
4. Frekuensi nafas membaik usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas
tambahan
- Monitor sputum
2. Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
jalan nafas
- Posisikan semi fowler atau
fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
- Berikan oksigenasi, jika
perlu
3. Edukasi
- Anjurkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan


pasien (Riyadi, 2010).

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan


yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Pedoman implementasi keperawatan
menurut Dermawan (2012) sebagai berikut:

❖ Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan setelah


memvalidasi rencana
❖ Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai
❖ Keamanan fisik dan psikologis pasien dilindungi
❖ Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan rencana asuhan
5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi


keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009). Tipe
pernyataan evaluasi menurut Setiadi (2012) ada dua, yakni sebagai berikut:

❖ Pernyataan evaluasi formatif

Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat atau setelah
dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan perawatan.

❖ Pernyataan evaluasi sumatif

Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada
tujuan dan ditulis pada catatan perkembangan.
Bentuk evaluasi menurut Deswani (2009) sebagai berikut:
❖ Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat
pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.
❖ Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang.
❖ Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respon dan fungsi pasien. Respon perilaku pasien merupakan
pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rahman, T. H. (2019). Laporan Pendahuluan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Mataram,
Nusa Tenggara Barat: Tania Hartati Rahman.
Riyanti, E. D. (2018). Laporan Pendahuluan ISPA. Yogyakarta: Erna Dwi Riyanti.

Anda mungkin juga menyukai