Anda di halaman 1dari 6

2.

3 Model-Model PPM
Dikutip dalam artikel Ramli (2015), bahwa menrut Jack Rothman mengartikan

pengorganisasian masyarakat sebagai bentuk intervesi pada tingkat masyarakat yang

diarahkan pada peningkatan atau perubahan lembaga masyarakat dan pemecahan

masalah-masalah. Berdasarkan pengertian tersebut, Rothman membedakan tiga model

pengorganisasian masyarakat, yaitu :


1. Model A (Locality Development/Pengembangan Lokal)
Model Pengembangan Masyarakat Lokal memberikan perubahan dalam

masyarakat dapat melakukan secara optimal apabila melibatkan partisipasi aktif

yang luas di semua spektrum masyarakat tingkat lokal, baik dalam tahap

penentuan. PML adalah model yang berorientasi pada proses yang bertujuan

untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi masyarakat melalui partisipasi

dan inisiatif anggota masyarakat berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap

prakarsa mereka sendiri. Selain itu, model ini juga bertujuan untuk memberikan

pengalaman belajar pada masyarakat, menekankan pentingnya

konsesus/kesepakatan, kerjasama, membangun identitas, kepedulian dan

kebanggaan sebagai anggota masyarakat. Proses pengorganisasian masyarakat

dapat optimal jika adanya partisipasi masyarakat dalam menetapkan tujuan dan

pelaksanaan tindakan.
Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan ini adalah

usaha penciptaan dan pengembangan partisipasi yang lebih luas dari seluruh

warga masyarakat. Tema-tema pokok dalam model PML mencakup penggunaan

prosedur demokrasi dan kerjasama atas dasar kesukarelaan, keswadayaan,

pengembangan, kepemiminan setempat, dan tujuan yang bersifat pendidikan.

PML pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat

setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu


meningkatkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam

mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.

Contoh : Program-program Pengembangan Masyarakat

2. Model B (Social Planning/Perencanaan Sosial)


Model Perencanaan Sosial adalah sebuah proses pragmatis yang dilakukan

dalam menentukan keputusan dan tindakan dalam memecahkan masalah sosial

tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, buta huruf,

kesehatan yang buruk dan sebagainya. Model ini mengungkapkan pentingnya

menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan yang terkendali

yakni pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk

melihat perubahan-perubahan yang terjadi. Proses menekankan pada aspek teknis

dalam penyelesaian masalah dengan melalui perencanaan yang baik dan rasional,

sedangkan partisipasi masyarakat sifatnya bervariasi tergantung dari

permasalahan yang dihadapi. Strategi yang digunakan dalam model ini ialah

melihat realita dan fakta yang ada kemudian mencari perencanaan untuk

dijadikan sebagai pemecahan masalah terkait.

Contoh : Kegiatan pembangunan yang disusun oleh Bapenas/Bapeda Ilmiah

3. Model C (Social Action/Aksi Sosial)


Model Aksi Sosial ini menekankan betapa pentingnya penanganan secara

terorganisasi. Terarah dan sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung.

Juga meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat yang lebih luas

dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih luas dalam rangka

meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan keadilan sosial

dan nilai-nilai demokratis.


Model ini adalah proses perubahan-perubahan fundamental dalam

kelembagaan dan struktur masyarakat melalui distribusi kekuasaan (distribution

of power), distribusi sumber (distribution of source), dan pengambilan keputusan


(distribution of decision making). Model ini dibangun dari asumsi bahwa

masyarakat adalah sistem klien yang menjadi korban ketidakadilan dalam struktur

sosial. Kemiskinan anggota masyarakat bukanlah karena anggota masyarakatnya

melainkan karena dimiskinkan secara sistim dan struktur, tidak berdaya karena

tidak diberdayakan oleh sekelompok orang yang menguasai sumber ekonomi,

politik dan kemasyarakat.


Model ini berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil. Pengembangkan

masyarakat dilakukan melalui penyadaran, pemberdayaan dan tindakan aktual

yang mampu mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip

demokrasi, pemerataan (equality) dan keadilan (equity).


Tujuan yang ingin dicapai adalah mengubah sistem atau kebijakan

pemerintah secara langsung dalam rangka menanggulangi masalah yang mereka

hadapi sendiri dan mengadakan perubahan mendasar pada lembaga

kemasyarakatan. Dengan sasaran utamanya adalah penataan kembali struktur

kekuasaan, sumber-sumber keputusan dan proses pengambilan keputusan.

Contoh : Angkatan 66, Reformasi, Demonstrasi.

2.4 Ciri – Ciri Model PPM

Menurut Ferry (2009) untuk melihat perbedaan ciri dari model-model PPM, bisa

dibedakan dari tujuan, strategi dasar, peran petugas, dan orientasi pada struktur

kekuasaan.
1. Tujuan

Dibedakan antara tujuan yang berorientasi kepada penugasan (task) dan

kepada proses. Orientasi pada penugasan akan menekankan pada penyelesaian

tugas-tugas yang diberikan untuk penyelesaian masalah-masalah tertentu.

Orientasi pada preses akan menekankan pembinaan kerjasama, partisipasi dan

kepamimpinan setempat.

a. Model A : Berorientasi pada proses, telihat dari banyaknya penggunaan

metode dinamika kelompok.


b. Model B : Berorientasi pada penugasan.
c. Model C : Kadang-kadang berorientasi pada proses, kadang-kadang

berorientasi pada penugasan.


2. Strategi dasar.
a. Model A : menempatkan partisipasi masyarakat sebagai hal yang

penting, maka strategi yang digunakan adalah pencapaian konsensus dan

menghindari konfllik.
b. Model B : Pemecahan masalah secara rasional dan logis, untuk itu perlu

mengumpulkan data dan analisa data sebelum membuat perencanaan yang

baik.
c. Model C : mendasarkan strateginya pada kejelasan sasaran yang ingin dicapai

dengan melontarkan issue ketengah masyarakat, sedangkan sasaran yang

dimaksud dapat berupa individu maupun kelembagaan. Oleh karena itu

memanfaatkan konflik, konfrontasi dan aksi langsung.


3. Peran petugas.
a. Model A : Petugas berperan sebagai enabler, yang memberi kesempatan

kepada masyarakat untuk mengalami proses belajar, melalaui kegiatan

pemecahan masalah.
b. Model B : Petugas berperan sebagai seorang ahli (expert) dengan kemampuan

teknis untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat.


c. Model C : Petugas berperan sebagai aktifis yang mampu memanfaatkan media

massa dan dukungan politis.


4. Orientasi Pada Struktur Kekuasaan
a. Model A : diikut sertakan sebagai patner dalam usaha mencapai tujuan.
b. Model B : penguasa merupakan sponsor.
c. Model C : struktur kekuasaan dijadikan sebagai sasaran perubahan.

Ketiga model tersebut diatas dalam kenyataan prakteknya bisa

dikombinasikan satu sama lain dan bisa juga merupakan suatu tahapan.

Penggunaan dalam bentuk kombinasi misalnya dengan lebih meningkatkan peran

serta masyarakat dalam social planning ( model B ) atau dicarinya usaha usaha

kompromi dalam suatu social action ( model C ). Sebagai suatu tahapan, misalnya

suatu usaha yang bermula merupakan social action tetapi setelah sebagian

tujuannya tercapai lalu diarahkan menjadi social planning.

Dengan diketahuinya ciri ciri dari ketiga model tersebut diatas kita dapat

bersikap kritis dalam menilai suatu "gerakan" dimasyarakat dan tidak sampai

"terperangkap" karena tidak mampu menganalisa latar belakang dan tujuannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ferry Efendy dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Muldi, Ail, 2014. Model-Model Pengembangan Masyarakat. www.academia.edu


diakses tanggal 22 Februari 2016

Panuntun, 2010. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. www.yahoo.com


diakses tanggal 22 Februari 2016

Ramli, 2015. Model-Model PPM. www.yahoo.com diakses tanggal 22 Februari 2016.

Umbara, Rahman, 2014. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat (PPM).


www.academia.edu diakses pada tanggal 22 Februari 2016
3.2 Saran
Sebagai petugas kesehatan, khusunya sebagai seorang ahli kesehatan masyarakat

diharapkan mampu mengaplikasikan teori pengorganisasian dan pengembangan

masyarakat dengan baik. Untuk itu, seorang ahli kesehatan masyarakat diharapkan

dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di masyarakat agar dapat disalurkan

dan direalisasikan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai