Asuhan Keperawatan Pada Ny.E Dengan Prioritas Masalah Kerusakan Integritas Kulit Pada Kasus Diabetes Melitus Di RSUD. Dr. Pirngadi Medan
Asuhan Keperawatan Pada Ny.E Dengan Prioritas Masalah Kerusakan Integritas Kulit Pada Kasus Diabetes Melitus Di RSUD. Dr. Pirngadi Medan
Oleh
132500137
FAKULTAS KEPERAWATAN
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan rahmatNya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada
Ny.E dengan Prioritas Masalah Kerusakan Integritas Kulit di RSUD. Dr.Pirngadi
Medan”. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian akhir
program DIII Keperawatan.
Terdapat banyak tantangan dan hambatan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
Namun hal tersebut merupakan pelajaran dan pengalaman yang berharga bagi penulis. Hingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis telah mendapat banyak bimbingan,
saran, masukan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu perkenankan penulis ingin
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, PhD selaku Dekan Fakultas Keperawatan Sumatera
Utara.
2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan
Sumatera Utara.
3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Sp.KMB, M.Kep selaku Wakil Dekan II Fakultas
Keperawatan Sumatera Utara.
4. Ibu Dr.Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku Wakil Dekan II Fakultas
Keperawatan Sumatera Utara.
5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan,
Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.
6. Ibu Nunung Febriany, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang teramat sabar
dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, memberikan
saran, dukungan, dan semangat.
7. Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan saran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga di kedepannya
menjadikan saya lebih baik dan lebih teliti lagi.
8. Para Dosen Fakultas Keperawatan Sumatera Utara, terima kasih sekali atas dorongan
dan berbagai ilmu selama pendidikan untuk bekal bagi penulis.
9. Seluruh karyawan di Tata Usaha dan Perpustakaan di Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas doa, semangat, dukungan, dan
keramahan yang telah diberikan selama ini.
iii
3.2 Saran........................................................................................................... 99
iv
PENDAHULUAN
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Daerah Dr. Pirngadi Medan jumlah
pasien dengan dekubitus pada bulan September sampai dengan Desember 2015
sejumlah kurang lebih 115 pasien yang dirawat dengan tirah baring terdapat
pasien dengan kejadian dekubitus 12,5%. Angka ini relatif tinggi dan akan
menimbulkan komplikasi serta meningkatkan biaya perawatan.
Hasil observasi yang dilakukan oleh penulis pada Ny.E di ruang Mawar 2
RSUD.Dr.Pirngadi Medan didapatkan kerusakan integritas kulit. Apabila
kerusakan integritas kulit yang dialami oleh klien tidak segera diatasi maka akan
mengganggu aktivitas lain klien sehari-hari.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1.3 Manfaat
1. Pendidikan Keperawatan
Menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan serta menambah
wawasan dalam memahami penerapan langkah-langkah asuhan
keperawatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan
khususnya bagi klien dengan masalah kerusakan integritas kulit.
2. Praktik Keperawatan
Menjadi bahan bacaan dalam menentukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah kerusakan integritas kulit.
4. Penulis
Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan prioritas masalah kerusakan integritas
kulit.
PENGELOLAAN KASUS
Pada keadaan normal, glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang
diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya di dalam darah selalu dalam
batas aman, baik pada keadaan puasa maupun sesudah makan (Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu, 2010)
Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat
tipe sel dalam pulau-pulau Langerhans pankreas. Insulin merupakan hormon
anabolic atau hormon untuk menyimpan kalori (storage hormone). Apabila
seseorang makan makanan, sekresi insulin akan meningkatkan dan menggerakkan
glukosa ke dalam sel-sel otot, hati, serta lemak. Dalam sel-sel tersebut insulin
menimbulkan efek berikut ini:
(Produksi Glukosa
PANKREAS
Meningkat)
Sekresi berkurang
Genetik
Didapat
Resistensi insulin
Terkompensasi
Genetik Didapat
Toksisitas glukosa
DM tipe 2
- resistensi insulin
10
Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau penurunan
aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller, 1991 dalam Potter &
Perry, 2005).
Setelah priode iskemi, kulit yang terang mengalami satu atau dua
perubahan hiperemi. Hiperemia reaktif normal (kemerahan) merupakan efek
11
2.2.1.3 Prevalensi
Keterbatasan metodologis mempersulit pengkajian akurat terhadap
keparahan masalah ulkus dekubitus pada lansia, tetapi studi epidemologis
mengindikasikan adanya alasan untuk mengkhawatirkan kondisi tersebut.
Prevalensi ulkus dekubitus berdasarkan perhitungan cross-sectional terhadap
jumlah kasus yang muncul pada waktu tertentu, dilaporkan 3% hingga 18% pada
pasien yang dirawat di sumah sakit (Asuhan Keperawatan Geriatrik, 2002)
12
13
Gaya gesek adalah tekanan yang dberikan pada kulit dengan arah pararel
terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry 2005). Gaya ini
terjadi saat klien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya diatas saat tempat
tidur dengan cara didorong atau di geser ke bawah saat berada pada posisi fowler
yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel
pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai dengan
arah gerakan tubuh. Tulang klien bergeser ke arah kulit dan memberi gaya pada
kulit (Maklebust & Sieggren, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Kapiler jaringan
yang berada di bawahnya tertekan dan terbeban oleh tekanan tersebut. Akibatnya,
tak lama setelah itu akan terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian
menyebabkan hipoksi, perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu,
terdapat penurunan aliran darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit.
Lemak subkutan lebih rentan terhadap gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang
yang berada di bawahnya.akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran sebagai
drainase dari area nekrotik. Perlu diingat bahwa cedera ini melibatkan lapisan
14
2.2.1.5.2. Friksi
Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser
pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHPCR, 1994 dalam Potter
& Perry, 2006) . Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi
mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika
pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit
(Wysocki & Bryant, 1992 dalam Potter & Perry, 2006). Karena cara terjadi luka
seperti ini, maka perawat sering menyebut “luka bakar seprei (sheet burns)”
(Bryant et el, 1992 dalam Potter & Perry, 2006). Cedera ini terjadi pada klien
gelisah, klien yang gerakannya tidak terkontrol, seperti kondisi kejang, dan klien
yang kulitnya diseret dari pada diangkat dari permukaan tempat tidur selama
perubahan posisi (Maklebust & Siegreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2006).
Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai
berikut: memindahkan klien secara tepat dengn mengunakan teknik mengangkat
yang benar, meletakkan benda-benda dibawah siku dan tumit seperti pelindung
dari kulit domba, penutup kulit, dan membran transparan dan balutan hidrokoloid
untuk melindungi kulit, dan menggunakan pelembab untuk mempertahankan
hidrasi epidermis (Potter & Perry, 2006) .
2.2.1.5.3. Kelembaban
Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya
kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko
pembentukan dekubitus sebanyak 5 kali lipat (Reuler & Cooney, 1981 dalam
Potter & Perry, 2006). Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor
fisik lain seperti tekanan atau gaya gesek (Potter & Perry, 2005).
15
Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus, level
total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang
16
2.2.1.5.5. Anemia
Klien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin
mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi
jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu
metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005).
2.2.1.5.6. Kakeksia
Kakeksia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai
kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti
kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko
luka dekubitus pada klien. Pada dasarnya pasien kakesia mengalami kehilangan
jaringan adipose yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan
( Potter & Perry, 2006)
2.2.1.5.7. Obesitas
Obesitas dapat mempercepat terjadi dekubitus. Jaringan adipose pada
jumlah kecil berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit
dari tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh
vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada
17
2.2.1.5.8. Demam
Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Klien infeksi biasa
mengalami demam. Infeksi dan demam menigkatkan kebutuhan metabolik tubuh,
membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin rentan
mengalami iskemi akibat (Skheleton & Litwack, 1991 dalam Potter & Perry
,2006). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan
kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit
klien (Potter & Perry, 2006).
2.2.1.5.10. Usia
Studi yang dilakukan oleh kane et el (1989) mencatat adanya luka dekubitus
yang terbasar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia mempunyai
potensi besar untuk mengalami dekubitus oleh karena berkaitan dengan
perubahan kulit akibat bertambahnya usia, kecenderungan lansia yang lebih
sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan
memperlancar risiko terjadinya dekubitus pada lansia. Imobilisasi berlangsung
lama hampir pasti dapat menyebabkan dekubitus (Roah, 2000) menurut
Pranaka (1999), ada tiga faktor penyebab dekubitus pada lansia yaitu:
a. Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi, penyakit-
penyakit neurogenik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau cairan tubuh).
18
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Stortts,
1988 dalam Potter & Perry, 2006). Semakin besar tekanan dan durasinya, maka
semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2006).
Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada
tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau
menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi
hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32
mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka
pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,
2006). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan
akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit
mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot,
maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan
tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter &
Perry, 2006).
19
Ada beberapa sistem tahapan yang berbeda digunakan klini (Shea, 1975;
AHCPR, 1992, 1994; dan NPUAP, 1989a, 1989b, 1992). Penting dicatat bahwa
untuk setiap sistem tahapan ini menggunakan definisi yang berbeda. Oleh karena
itu dekubitus yang sama dapat mempunyai nomor tahapan yang beda, tergantung
sistem tahapan yang digunakan. Tahapan dibawah ini berasal dari (NPUAP
1989a, 1989b, 1992), dan tahapan ini juga digunakan dalam pedoman pengobatan
AHCPR (1994). Pada konferensi konsensus NPUAP tahun 1995 mengubah
defenisi untuk tahap I yang memperlihatkan karakteristik pengkajian pasien
berkulit gelap. Berbagai indikator selain warnakulit, seperti suhu, adanya pori-pori
”kulit jeruk”, kekacauan atau ketegangan, kekerasan, dan data laboratorium, dapat
membantu mengkaji klien berkulit gelap (Graves, 1990; Maklebust & Sieggreen,
1991 dalam Potter & Perry, 2006). Bennet (1995 dalam Potter & Perry, 2006).
menyatakan saat mengkaji kulit pasien berwarna gelap, memerlukan pencahayaan
sesuai untuk mengkaji kulit secara akurat. Dianjurkan berupa cahaya alam atau
halogen. Hal ini mencegah munculnya warna biru yang dihasilkan dari sumber
lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat mengganggu pengkajian yang
akurat. Menurut NPUAP (1995 dalam Potter & Perry, 2006) ada perbandingan
luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:
20
b. Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis.
c. Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau
nekrotik yang mungkin akan melebar ke bawah tapi tidak melampaui fascia
yang berada di bawahnya. Ulkus secara klinis terlihat seperti lubang yang
dalam sampai pada bungkus otot dan sudah ada infeksi.
1.Tipe normal
2.Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1°C antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut berperan untuk terjadinya dekubitus
disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam
16 minggu.
21
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
Jaringan Hipoksia
Cedera iskemia
Iskemia otot
Dekubitus
22
Nyeri akut
c. Septikimia
d. Anemia
e. Hipoalbuminea
f. Kematian.
a. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala, daerah
tulang belikat, daerah bokong dan tumit.
23
c. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan lutut.
b. Kehilangan sensorik
c. Gangguan sirkulasi
g. Malnutrisi
24
i. Infeksi
j. Obesitas
k. Kakeksia
m. Lanjut usia
n. Adanya dekubitus
2. Kaji kondisi kulit disekitar daerah yang mengalami penekanan pada area
sebagai berikut:
b. Warna pucat
c. Indurasi
a. Lubang hidung
b. Lidah, bibir
d. Selang drainase
e. Kateter foley
4. Observasi posisi yang lebih disukai klien saat berada di atas tempat tidur atau
kursi.
25
a. Skala Norton
b. Skala Gosnell
c. Skala Barden
8. Dapatkan data pengkajian nutrisi yang meliputi jumlah serum albumin, jumlah
protein total, jumlah hemoglobin, dan presentasi berat badan ideal.
2.2.1.11.2. Kulit
Perawat harus mengkaji kulit terus-menerus dari tanda-tanda munculnya
luka pada kulit. Klien gangguan neurologi; berpenyakit kronik dalam waktu lama,
penurunan status mental; dan dirawat di ruang ICU, berpenyakit onkologi,
terminal, dan orthopedi berpotensi tinggi terjadi dekubitus.
26
Ketika hiperemia ada maka perawat mencatat lokasi, dan warna lalu
mengkaji ulang area tersebut setelah 1 jam. Apabila terlihat kelainan hiperemia
reaktif maka perawat dapat menandai area tersebut agar pengkajian ulang menjadi
lebih mudah. Tanda peringatan dini lain yang menunjukkan kerusakan jaringan
akibat tekanan adalah lecet atau bintil-bintil pada area yang menanggung beban
berat tubuh dan mungkin disertai hiperemia. Pires & Muller (1991) melaporkan
bahwa tanda dini akibat tekanan yang sering diabaikan pada klien yang tidak
mengalami trauma adalah borok di area yang menanggung berat beban badan.
Semua tanda-tanda ini merupakan indikator dini gangguan integritas kulit, tapi
kerusakan kulit yang berada di bawahnya mungkin menjadi lebih progresif.
Pengkajian taktil memungkinkan perawat menggunakan teknik palpasi
untukmemperoleh data lebih lanjut mengenai indurasi dan kerusakan kulit
maupun jaringan yang di bawahnya.
Perawat sering menginspeksi secara visual dan taktil pada area tubuh
yang paling sering beresiko dekubitus. Jika pasien berbaring di tempat tidur atau
duduk di atas kursi maka berat badan terletak pada tonjolan tulang tertentu.
Permukaan tubuh yang paling terbebani berat badan ataupun tekanan merupakan
area beresiko tinggi terjadi dekubitus (Helt, 1991 dalam Potter & Perry, 2006).
2.2.1.11.3. Mobilisasi
Pengkajian meliputi pendokumentasian tingkat mobilisasi pada integritas
kulit. Pengkajian mobilisasi juga harus memperoleh data tentang kualitas tonus
27
Mobilisasi harus dikaji sebagai bagian dari data dasar. Jika klien memiliki
tingkat kemandirian mobilisasi maka perawat harus mendorong klien agar sering
mengubah posisinya dan melakukan tindakan untuk menghilangkan tekanan yang
dialaminya. Frekuensi perubahan posisi berdasarkan pengkajian kulit yang terus
menerus dan dianggap sebagai perubahan data (Potter & Perry, 2006).
2.2.1.11.5. Nyeri
Sampai saat ini, hanya sedikit tulisan atau penelitian yang dilakukan
tentang nyeri dan luka dekubitus, AHCPR (1994) telah merekomendasi
pengkajian dan manajemen nyeri termasuk dalam perawatan pasien luka
dekubitus. Selain itu AHCPR (1994) menegaskan perlunya penelitian tentang
nyeri pada klien luka dekubitus. Salah satu studi yang pertama kali menghitung
pengalaman nyeri klien yang dirawat di rumah sakit karena luka dekubitus telah
dilakukan oleh Dallam et el (1995). Pada studi ini 59,1% pasien
melaporkanadanya nyeri dangan menggunakan skala analog visual, 68,2%
melaporkan adanya nyeri akibat luka dekubitus dengan menggunakan skala urutan
nyeri FACES. Berlawanan dengan banyaknya nyeri yang dilaporkan, obat-obatan
nyeri yang telah digunakan klien sebesar 2,3%. Beberapa implikasi praktik yang
disarankan para peneliti (Dallam dkk, 1995 dalam Potter & Perry, 2006) adalah
28
2.2.1.13 Perencanaan
Potter & Perry (2005), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan
dalam pencegahan dekubitus, yaitu :
Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari
pemakaiannya (AHCPR, 1992). Sabun dan lotion yang mengandung alkohol
29
30
a. Harapan hidup
f. Kontrol infeksi
g. Redistribusi tekanan
i. Friksi kllien/produk
31
1. Mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber primer (klien) dan sumber-
sekunder (keluarga, tenaga kesehatan, rekam medis)
1. Biodata
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses
penyembuhan luka atau regenerasi sel. Sedangkan ras dan suku bangsa perlu
dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang
tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda,
2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien
banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh
darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup
zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel
matai, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada
permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).
32
33
34
35
36
Terdapat dua sumber data utama, yaitu : data subjektif dan data objektif.
Data subjektif adalah deskripsi verbal klien mengenai masalah kesehatannya.
Hanya klien yang dapat memberikan data subjektif. Data subjektif biasanya
berupa perasaan, persepsi, dan keluhan gejala. Data objektif adalah hasil observasi
atau pengukuran dari status kesehatan klien. Inspeksi kondisi luka, deskripsi
mengenai perilaku, dan pengukuran tekanan darah adalah beberapa contoh data
objektif (Potter & Perry, 2010)
Menurut (NANDA, 2012), batasan karakteristik untuk diagnosa
keperawatan kerusakan integritas kulit adalah :
37
2.2.1.18 Perencanaan
Perencanaan, yang merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan,
adalah salah satu kategori perilaku keperawatan. Pada langkah ini, perawat
menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi klien dan merencanakan
intervensi keperawatan (Potter & Perry, 2010)
38
2.3.1.1. Pengkajian
Berdasarkan penugasan pembuatan T.A (Tugas Akhir) dalam rangka
menyelesaikan program studi DIII Keperawatan , pengambilan kasus dilakukan di
RSUD Dr.Pirngadi Medan, pada tanggal 29 Mei 2016. Mahasiswa melakukan
pengkajian keperawatan pada pasien Ny.E , berikut deskripsi hasil pengkajian
yang dilakukan.
1. BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.E
Umur : 82 tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SD
Ruangan/kamar : Mawar 2
Golongan darah : O
Tanggal operasi : -
39
Klien mengeluh mengalami kerusakan kulit pada bagian bokong atas serta
juga mengeluh nyeri pada luka di bagian bawah kaki sebelah kanan. Nyeri
dirasakan hanya jika posisi pasien dirubah dan luka tersentuh.
40
Pengkajian luka :
Pengkajian luka :
41
1. Dimana lokasinya
2. Apakah menyebar
D. Severity
Ulkus disertai nyeri dan skala nyeri 6 (pada skala 0-10). Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk, tidak menyebar, nyeri bertambah
apabila klien banyak beraktivitas seperti miring ke kanan dan miring
ke kiri, serta berkurang apabila klien tirah baring (tidak beraktivitas).
E. Time
42
C. Pernah dirawat/dioperasi
Klien telah sering keluar masuk rumah sakit. Sebelum rawat inap,klien
telah dirawat selama seminggu sebanyak 2x yaitu pada bulan Februari
dan April, lalu klien diizinkan pulang dan kembali ke rumah dan pada
pertengahan Mei kembali lagi dirawat di rumah sakit dan dirawat inap
hingga sekarang. Klien tidak pernah dioperasi.
43
4 Imunisasi
A. Orang tua
B. Saudara kandung
44
E. Penyebab meninggal
A. Keadaan Umum
- Nadi : 82x/menit
- Pernafasan : 24x/menit
- Skala nyeri :6
- TB : 147 cm
45
- Bentuk : Mesocephal.
- Ubun-ubun : Keras dan tertutup.
- Kulit kepala : Berminyak.
Rambut
- Penyebaran dan keadaan rambut :
Rambut rontok dan penyebaran tidak merata, beruban,
tekstur sedikit kasar dan kusam
- Bau : Sedikit berbau apek
- Warna kulit : Normal
Wajah
- Warna kulit :
Kulit wajah berwarna sawo matang
- Struktur wajah : Simetris.
Mata
- Kelengkapan dan kesimetrisan :
Lengkap, simetris antara kanan dan kiri.
- Palpebra :
Merah muda dan lembab.
- Konjungtiva dan sklera :
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
- Pupil :
Pupil normal, bentuk bulat, letak sentral, isokor ± 3mm.
- Cornea dan iris :
Cornea transparan, halus, bersinar dan jernih; alis berwarna
hitam.
- Tekanan bola mata :
Tidak ada peningkatan tekanan bola mata.
46
Telinga
- Bentuk telinga : Daun telinga normal dan simetris.
- Ukuran telinga : Normal dan simetris antara kiri dan
kanan
- Lubang telinga : Bersih, tidak tampak serumen
- Ketajaman pendengaran : Mampu mendengar dengan
baik.
Mulut dan faring
- Keadaan bibir : Kering, simetris.
- Keadaan gusi dan gigi : Gusi
berwarna merah muda. Gigi
tampak kotor dan adanya
karang gigi di beberapa gigi
bagian belakang.
- Keadaan lidah : Berwarna
merah pudar, lembab, sedikit
kasar pada bagian permukaan.
- Orofaring : Pita suara baik.
Leher
47
Pemeriksaan thoraks/dada
- Inspeksi thoraks : Normal
48
49
50
Fungsi motorik
- Cara berjalan : Klien kesulitan berjalan, serta sulit
berdiri tegak, sehingga klien terbaring di tempat tidur.
Fungsi sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas
dingin, getaran)
- Identifikasi sentuhan ringan
Klien dapat mengetahui area kulit yang diberi
sentuhan.
- Tes tajam tumpul
Klien mampu mengidentifikasi benda tajam dan
tumpul yang disentuhkan ke kulit.
- Tes panas dingin
Klien mampu mengidentifikasi rasa panas dan dingin
yang disentuhkan ke kulitnya
51
52
IV .Pola eliminasi
A.BAB
1.Pola BAB : Klien BAB tidak rutin. Kien mengalami kesusahan
dalam buang air besar . Klien sudah seminggu tidak
buang air besar.
2.Karakter feses : lembek
3.Riwayat pendaharan : tidak ada riwayat pendarahan.
4.BAB terakhir : tanggal 27 Mei 2016.
5.Diare : Klien tidak mengalami diare.
6.Penggunaan laktasif : Klien tidak menggunakan laktasif.
-
B.BAK
1.Pola BAK : Tidak diketahui dikarenakan
pada klien terpasang kateter.
2.Karakteristik urine : Warna kuning terang, bau
khas urine.
3.Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : Tidak ada rasa nyeri terbakar
atau kesulitan saat berkemih.
53
54
55
-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, adanya epitelisasi
atau granulasi pada
luka.
Pengkajian luka :
-Tidak terdapatnya
56
-Hasil pemeriksaan
Kadar Gula Darah
(KGD) puasa pada
tanggal 27 Mei 2016
adalah sebesar 210
mg/dl.
2. DS : Nyeri Akut
Faktor tekanan, toleransi
Klien mengatakan jaringan, (elastisitas kulit
sakit pada kaki akibat usia) durasi dan besar
bagian bawah tekanan
sebelah kanan. Tekanan eksterna > tekanan
Pengkajian nyeri :
Aliran darah ke jaringan sekitar
A. Provocative/pal
liative
Jaringan Hipoksia
1. Apa
penyebabnya
Cedera iskemia
Klien selalu
berbaring di
Pembuluh darah Kolaps
tempat tidur
57
sekitar 2 minggu
mulai dari Dekubitus
pertengahan
Mei. Dan faktor
Hilang sebagian lapisan kulit
predisposisi lain
dan terjadi luka
adalah klien
sudah keluar
Nyeri
masuk rumah
sakit akibat
penyakit Nyeri akut
Diabetes
Melitus dan juga
hipertensi yang
dideritanya dan
juga klien
pernah dirawat
di rumah dalam
jangka waktu ±2
minggu,
sehingga klien
tidak melakukan
kegiatan dan
tirah baring di
rumah,tidak
diterapkan cara
pencegahan luka
tekan, dan ada
penekanan yang
lama di bagian
58
59
- Klien diberikan
posisi miring
kiri dan miring
kanan
bergantian.
- Perawatan luka
pada klien,
meliputi
membersihkan
luka klien,
memberikan obat
berupa salep pada
luka pasien, serta
menggganti
balutan luka.
B. Quantity/quality
1.Bagaimana
dirasakan
Klien mengatakan
tidak merasakan
apapun ketika luka
pada bagian bokong
atas disentuh tetapi
klien mengatakan
merasa nyeri ketika
luka pada bagian
60
2) Bagaimana
dilihat
Pengkajian luka :
-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, adanya epitelisasi
atau granulasi pada
luka.
61
Pengkajian luka :
-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, belum adanya
epitelisasi atau
granulasi pada luka.
3) Region
1. Dimana lokasinya
Lokasi ulkus
terdapat di dua area
62
2. Apakah menyebar
Nyeri yang
dirasakan tidak
menyebar.
4) Severity
5) Time
Nyeri dirasakan
hanya ketika klien
banyak beraktivitas
seperti miring ke
63
- Skala nyeri 6
(pada skala 0-10)
DO :
Klien terlihat
kesakitan.
64
Resiko infeksi
Dx.1
65
Dx.2
Nyeri Akut
66
- Mampu mengontrol
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri (tahu penyebab
nyeri
nyeri,mampu
menggunakan tehnik 5. Berikan informasi tentang nyeri, berapa
nonfarmakologi untuk lama akan berakhir, dan antisipasi
mengurangi nyeri, ketidaknyamanan dari prosedur.
mencari bantuan)
6. Ajarkan teknik non-farmakologi
- Melaporkan bahwa
(misalnya: relaksasi, guide, imagery,
nyeri berkurang
terapi music, distraksi)
dengan manajemen
nyeri 7. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Mampu mengenali
nyeri (skala, 8. Evaluasi bersama pasien dan tim
- Menyatakan rasa
9. Bantu pasien dan keluarga untuk
nyaman setelah
mencari dan menemukan dukungan
nyeri berkurang
- Tanda vital dalam 10.Kontrol lingkungan yang dapat
rentang normal mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
67
68
Dx.3
Resiko Infeksi
69
70
-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, adanya epitelisasi
atau granulasi pada luka.
Pengkajian luka :
71
-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, belum adanya
epitelisasi atau granulasi
pada luka.
A: Masalah kerusakan
integritas kulit belum
teratasi
P : Tindakan keperawatan
dilanjutkan :
1)Mengkaji adanya
kerusakan kulit
72
73
3)Mendorong
penggunaan teknik
manajemen nyeri seperti
relaksasi, guide, imagery,
terapi musik, distraksi)
4) Kolaborasi pemberian
obat
3. 1) Melakukan pengkajian S: -
tanda-tanda infeksi yang
O:
mungkin terjadi pada klien
-Keadaan umum : lemah.
2) Melakukan pengkajian
informasi tentang proses --TD :140/100 mmHg.
penyakit, serta tanda dan
-Nadi : 82 x/menit
gejala klien
-RR : 24x/menit
3) Melakukan penggantian
balutan luka klien secara -T : 37,5⁰C
rutin dengan peralatan yang
A: Masalah resiko tinggi
steril.
infeksi belum teratasi.
4) Kolaborasi dalam
P: Intervensi dilanjutkan :
pemberian antibiotik.
1) Mengkaji tanda-tanda
- Cefotaxime 2 x 1 gr
infeksi yang mungkin
intravena/12 jam
terjadi pada klien
74
3) Mengganti balutan
luka klien secara rutin
dengan peralatan yang
steril.
4) Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik.
5) Memonitor tanda-
tanda vital klien.
75
A:Masalah
kerusakan
integritas kulit
belum teratasi
P:Tindakan
keperawatan
dilanjutkan :
1)Mengkaji
adanya
kerusakan kulit
2) Menjaga kulit
agar tetap utuh
dan kebersihan
kulit klien
dengan cara
membersihkan
luka dan
merawat luka
klien dengen
mengganti
76
3)Membantu
klien untuk
merubah posisi
tidurnya setiap 2
jam sekali.
77
4)Kolaborasi P:Intervensi
dalam dilanjutkan:
pemberian obat
1)Mencatat
sesuai indikasi.
lokasi dan
-Paracetamol intensitas nyeri
500mg/6 jam skala 0-10,
adakah
-Captopril 25
karakterisik
mg 2 x sehari
nyeri, dan
perhatikan
petunjuk nyeri
non-verbal
(perubahan pada
tanda vital dan
emosi/perilaku).
2)Melakukan
dan awasi
latihan rentang
gerak pasif/aktif.
3)Mendorong
penggunaan
teknik
manajemen
nyeri seperti
relaksasi, guide,
imagery, terapi
musik,
distraksi).
78
-Paracetamol
500mg/6 jam
-Captopril 25
mg 2 x sehari
79
2)Mengkaji
informasi
tentang proses
penyakit, serta
tanda dan gejala
klien
3)Mengganti
balutan luka
klien secara rutin
dengan peralatan
yang steril.
4)Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik.
- Cefotaxime 2 x
1 gr intravena/12
jam
5)Memonitor
tanda-tanda vital
klien.
80
A:Masalah
kerusakan
integritas kulit
teratasi sebagian.
P:Tindakan
keperawatan
dilanjutkan :
1)Mengkaji
terhadap adanya
kerusakan kulit
81
3)Membantu
klien untuk
merubah posisi
tidurnya setiap 2
jam sekali.
82
2)Melakukan
dan awasi
latihan rentang
gerak pasif/aktif.
83
4)Kolaborasi
pemberian obat.
-Paracetamol
500 mg/6jam
-Captopril 25
mg 2x sehari
84
2)Mengkaji
informasi
tentang proses
penyakit, serta
tanda dan gejala
klien
3)Mengganti
balutan luka
klien secara rutin
dengan peralatan
yang steril.
4)Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik.
- Cefotaxime 2 x
1 gr intravena/12
jam
85
- Berkurangnya
86
A:Masalah
kerusakan
integritas kulit
teratasi sebagian.
P:Tindakan
keperawatan
dilanjutkan :
1)Mengkaji
terhadap adanya
kerusakan kulit
2) Menjaga kulit
agar tetap utuh
dan kebersihan
kulit klien
dengan cara
membersihkan
luka dan
merawat luka
klien dengen
mengganti
balutan.
3)Membantu
klien untuk
merubah posisi
tidurnya setiap 2
87
88
2)Melakukan
dan awasi
latihan rentang
gerak pasif/aktif.
3)Mendorong
penggunaan
teknik
manajemen
nyeri seperti
relaksasi, guide,
imagery, terapi
music, distraksi).
4)Kolaborasi
pemberian obat.
-Paracetamol
500 mg/6jam.
89
2)Mengkaji
informasi
90
3) Mengganti
balutan luka
klien secara rutin
dengan peralatan
yang steril.
4)Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik.
- Cefotaxime 2 x
1 gr intravena/12
jam
5)Memonitor
tanda-tanda vital
klien.
91
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
evaluasi.
92
-Berkurangnya
eritema pada
luka di bagian
bawah kaki
93
A:Masalah
kerusakan
integritas kulit
teratasi sebagian.
P:Tindakan
keperawatan
dilanjutkan :
1)Mengkaji
terhadap adanya
kerusakan kulit
2) Menjaga kulit
agar tetap utuh
dan kebersihan
kulit klien
dengan cara
membersihkan
luka dan
merawat luka
klien dengen
mengganti
balutan.
3)Membantu
klien untuk
merubah posisi
tidurnya setiap 2
jam sekali.
94
95
2)Melakukan
dan awasi
latihan rentang
gerak pasif/aktif.
3)Mendorong
penggunaan
teknik
manajemen
nyeri seperti
relaksasi, guide,
imagery, terapi
music, distraksi).
4)Kolaborasi
pemberian obat.
-Paracetamol
500 mg/6jam.
96
P:Intervensi
dilanjutkan :
1)Mengkaji
tanda-tanda
infeksi yang
mungkin terjadi
pada klien.
97
3) Mengganti
balutan luka
klien secara rutin
dengan peralatan
yang steril.
4)Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik.
- Cefotaxime
2 x 1 gr
intravena/12 jam
5)Memonitor
tanda-tanda vital
klien.
98
Karena ketika seorang pelayan keperawatan lalai dan tidak kritis dalam
99
Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., ed. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
NANDA, NIC & NOC, 2010, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta
100
101