Anda di halaman 1dari 108

Asuhan Keperawatan pada Ny.

E dengan Prioritas Masalah


Kerusakan Integritas Kulit pada Kasus Diabetes Melitus di

RSUD. Dr. Pirngadi Medan

Karya Tulis Ilmiah (KTI)

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan

Program Studi DIII Keperawatan

Oleh

Maria Hygeia F.M

132500137

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan rahmatNya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada
Ny.E dengan Prioritas Masalah Kerusakan Integritas Kulit di RSUD. Dr.Pirngadi
Medan”. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian akhir
program DIII Keperawatan.
Terdapat banyak tantangan dan hambatan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
Namun hal tersebut merupakan pelajaran dan pengalaman yang berharga bagi penulis. Hingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis telah mendapat banyak bimbingan,
saran, masukan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu perkenankan penulis ingin
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, PhD selaku Dekan Fakultas Keperawatan Sumatera
Utara.
2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan
Sumatera Utara.
3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Sp.KMB, M.Kep selaku Wakil Dekan II Fakultas
Keperawatan Sumatera Utara.
4. Ibu Dr.Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku Wakil Dekan II Fakultas
Keperawatan Sumatera Utara.
5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan,
Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.
6. Ibu Nunung Febriany, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang teramat sabar
dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, memberikan
saran, dukungan, dan semangat.
7. Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan saran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga di kedepannya
menjadikan saya lebih baik dan lebih teliti lagi.
8. Para Dosen Fakultas Keperawatan Sumatera Utara, terima kasih sekali atas dorongan
dan berbagai ilmu selama pendidikan untuk bekal bagi penulis.
9. Seluruh karyawan di Tata Usaha dan Perpustakaan di Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas doa, semangat, dukungan, dan
keramahan yang telah diberikan selama ini.

Universitas Sumatera Utara


10.Teristimewa untuk Ayahanda H.B.Y.P.Marpaung dan Ibunda Maslina Rotia Sagala.
Terima kasih untuk segala cinta kasih, doa dan semangat yang tak terhingga dalam
setiap perjalanan hidup yang saya lalui. How much I love you. Serta seluruh keluarga
yang telah memberikan dorongan, baik dukungan moril dan materil serta doa yang
tidak henti-hentinya kepada penulis dalam mencapai cita-cita.
11. Terima kasih untuk sahabatku Metrolitania Simbolon, Maya Safitri Lumban Gaol,
Donna Febri Rotua Siburian, Rizky Ratih Yolanda, dan Ida Simamora yang senantiasa
selalu menemaniku dan membantuku dalam segala kesulitan. Terima kasih untuk
dukungan moril, perhatian, dan kepedulian, serta material yang tidak bisa disebutkan
secara keseluruhan, dan terima kasih untuk tawa, canda, serta kegilaan kalian selama
kita menempuh pendidikan. Love all of you guys. Tuhan memberkati.
12. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Dini Juwairiyah Hutasuhut, Aulia
Rahmah, Nurliati Sari Rambe, Devita Nurmalia, Junes Christin Lase. Terima kasih
untuk seluruh canda tawa dan dukungan yang telah diberikan.
13.Terima kasih kepada teman-teman satu kelompok mulai dari semester awal yaitu
Sandy Andreas Sihombing, Aulia Rahman Siregar, Mirza Sani, Imelda Berutu,, Agus
Alamsyah Siregar, Aulia Rahmah, dan Nurliati Sari Rambe. Terima kasih untuk
kebersamaan, kepedulian, canda dan tawa yang tak terlupa selama ini.
14.Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Paniati, Suci Fatimah Nasution,
Astrianda, Siti Zahara Harahap, Syahfitri Handayani Harahap. Terima kasih atas
kebersamaan kita selama di semester awal, terima kasih untuk perhatian dan
kepedulian yang diberikan selama kita bersama.
15.Teman-teman seperjuangan satu dosen pembimbing Hajijah Rahmayani Sinaga,
Imelda Berutu, dan Michelle Grace . Terima kasih atas motivasi serta kerja sama
selama penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
16.Seluruh teman-teman DIII Keperawatan angkatan 2013 Fakultas Keperawatan
Sumatera Utara. Terima kasih untuk pertemanan dan kebersamaan selama kuliah.
Semoga kita dapat menggapai cita-cita kita . Sukses menyertai kita. Tuhan
memberkati kita selalu.
17. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya Karya Tulis Ilmiah ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu berbagai kritik, saran, dan masukan sangat
diharapkan demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga
Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
ii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar belakang ............................................................................................. 1

1.2 Tujuan .......................................................................................................... 6

1.3 Manfaat ........................................................................................................ 6

BAB II PENGELOLAAN KASUS ......................................................................... 8

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar


Gangguan Integritas Kulit ........................................................................... 8

2.1.1 Konsep Diabetes Melitus ........................................................................ 8

2.2.1 Konsep Integritas Kulit ......................................................................... 11

2.2.1.1 Definisi Integritas Kulit...................................................................... 11

2.2.1.2 Definisi Dekubitus.............................................................................. 11

2.2.1.3 Prevalensi ........................................................................................... 12

2.2.1.4 Faktor Resiko Dekubitus .................................................................... 12

2.2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Luka Dekubitus .............. 14

2.2.1.6 Patogenesis Luka Dekubitus .............................................................. 19

2.2.1.7 Klasifikasi Luka Dekubitus ................................................................ 20

2.2.1.8 Pathway Luka Dekubitus ................................................................... 22

2.2.1.9 Komplikasi Luka Dekubitus............................................................... 23

2.2.1.10. Tempat Terjadinya Luka Dekubitus ................................................ 23

2.2.1.11. Pengkajian Luka Dekubitus ............................................................ 24

2.2.1.12. Pencegahan Dekubitus .................................................................... 29

2.2.1.13 Perencanaan ...................................................................................... 29

2.2.1.14 Penatalaksanaan Dekubitus .............................................................. 31

2.2.1.15 Pengkajian Keperawatan .................................................................. 32

2.2.1.16 Analisa data ...................................................................................... 37

iii

Universitas Sumatera Utara


2.2.1.17 Rumusan Masalah ........................................................................... 38

2.2.1.18 Perencanaan ..................................................................................... 38

2.3.1 Asuhan Keperawatan Kasus dengan Masalah Kerusakan Integritas


Kulit ……………………………………………………………....39

2.3.1.1. Pengkajian ......................................................................................... 39

2.3.1.2 Analisa Data ...................................................................................... 55

2.3.1.3 Rumusan Masalah .............................................................................. 65

2.3.1.4 Perencanaan Keperawatan.................................................................. 65

2.3.1.5 Implementasi Dan Evaluasi ................................................................ 70

2.3.1.6 Catatan Perkembangan ....................................................................... 75

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 92

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 92

3.2 Saran........................................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 100

LAMPIRAN ........................................................................................................ 101

iv

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruhnya proses kehidupan manusia (Hidayat,
2008).

Manusia mempunyai kebutuhan dasar (kebutuhan pokok) untuk


mempertahankan kelangsungan hidupnya. Walaupun setiap individu mempunyai
karakteristik yang unik, kebutuhan dasarnya sama. Perbedaannya hanya dalam
cara pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Kebutuhan dasar manusia mempunyai
banyak kategori atau jenis (Asmadi, 2008).

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh


manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis,
yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar
yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter
dan Patricia, 1997). Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam
teori Hirarki..
Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori
yang dapat digunakan perawat untuk memahami hunbungan antara kebutuhan
dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Menurut teori ini, beberapa
kebutuhan manusia tertentu lebih dari pada kebutuhan lainnya; oleh karena itu,
beberapa kebutuhan harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang lain. Misalnya,
orang yang lapar akan lebih mencari makanan daripada melakukan aktivitas untuk
meningkatkan harga diri.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan tingkatan pada teori Hirarki Maslow, pemenuhan kebutuhan
dasar manusia diawali dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis yang meliputi
oksigenasi, nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi, personal hygiene, istirahat dan
tidur, dan seksualitas. Henderson (dalam Potter dan Perry, 1997) juga membagi
kebutuhan dasar manusia menjadi 14 bagian dan terdapat kebutuhan rasa aman
dan nyaman (Hidayat, 2009).

Dalam mengaplikasikan kebutuhan dasar manusia tersebut dapat


digunakan untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia dalam
mengaplikasikan ilmu keperawatan di dunia kesehatan. Walaupun setiap orang
mempunyai sifat tambahan, kebutuhan yang unik, setiap orang mempunyai
kebutuhan dasar manusia yang sama. Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi
menentukan tingkat kesehatan dan posisi pada rentang sehat-sakit.
Kegagalan pemenuhan kebutuhan dasar menimbulkan kondisi yang tidak
seimbang, sehingga diperlukan bantuan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
tersebut. Disinilah pentingnya peranan perawat sebagai profesi kesehatan di mana
salah satu tujuan pelayanan keperawatan adalah membantu klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya. Jenis- jenis kebutuhan dasar manusia yang menjadi lingkup
pelayanan keperawatan bersifat holistic yang mencakup kebutuhan biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual (Asmadi, 2008).

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah


mempertahankan integritas kulit. Intervensi perawatan kulit yang terencana dan
konsisten merupakan intervensi penting untuk menjamin perawatan yang
berkualitas. Gangguan integritas kulit terjadi akibat tekanan yang lama, iritasi
kulit, atau imobilisasi, sehingga menyebabkan dekubitus. Dekubitus merupakan
masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit kronis, pasien yang
sangat lemah, dan pasien yang lumpuh dalam waktu lama, bahkan saat ini
merupakan suatu penderitaan sekunder yang banyak dialami oleh pasien-pasien
yang dirawat di rumah sakit (Morison, 2003).

Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal


akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan
tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa (Potter & Perry, 2006). Dekubitus

Universitas Sumatera Utara


merupakan luka yang timbul karena tekanan terutama pada bagian tulang-tulang
yang menonjol akibat tirah baring yang lama di tempat tidur. Kasus dekubitus
dapat terjadi pada semua umur terutama pada lanjut usia dengan frekuensi
kejadiannya sama pada pria dan wanita (Siregar,2005).

Penelitian menunjukkan bahwa 6,5-9,4% dari populasi umum orang


dewasa yang dirawat di rumah sakit, menderita paling sedikit satu dekubitus pada
setiap kali masuk rumah sakit. Pada populasi pasien lanjut usia yang dirawat di
rumah sakit, insiden dekubitus dapat menjadi jauh lebih tinggi (Morison, 2003).

Dekubitus dapat terjadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas


seperti pasien stroke, fraktur tulang belakang atau penyakit degeneratif. Dekubitus
juga terjadi dengan frekuensi cukup tinggi pada pasien-pasien neurologis oleh
karena imobilisasi yang lama dan berkurangnya kemampuan sensorik. Selain hal
tersebut mengakibatkan peningkatan biaya perawatan yang lama dan perawatan di
rumah sakit, juga akan memperlambat program rehabilitasi (pemulihan kesehatan)
bagi pasien (Sutanto, 2008)

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan angka kejadian dekubitus,


antara lain yang dilakukan oleh Purwaningsih (2001) dengan hasil penelitian dari
40 pasien yang tirah baring, 40% didapatkan pasien dekubitus. Penelitian Setyajati
(2002) juga menunjukkan angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring yang
dirawat di rumah sakit sebesar 38,18%. Dari kedua hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring di rumah
sakit cukup tinggi.

Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi luka dekubitus bervariasi, tetapi


secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut (acute
care), 15-25% di tatanan perawatan jangka panjang (longterm care), dan 7-12%
di tatanan perawatan rumah (Mukti, 2005). Prevalensi terjadinya luka dekubitus di
Amerika Serikat juga cukup tinggi sehingga mendapatkan perhatian dari kalangan
tenaga kesehatan. Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pasien
yang dirawat di rumah sakit menderita dekubitus sebanyak 3-10% dan 2,7%
berpeluang terbentuk dekubitus baru. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa

Universitas Sumatera Utara


jika di negara maju seperti Amerika Serikat yang telah didukung oleh fasilitas
kesehatan yang serba modern, tenaga kesehatan yang terampil dan profesional
saja dekubitus dapat terjadi, maka dapat dipastikan masalah tersebut akan dapat
oula dialami oleh pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit di Indonesia
(Sabandar, 2008)

Perawat sebagai tim kesehatan yang melaksanakan pelayanan sevara


menyeluruh memiliki tanggung jawab dalam pelayanan kesehatan, salah satunya
adalah dalam pencegahan infeksi nosokmial. Infeksi nosokomial adalah infeksi
yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di rumah sakit yang salah
satunya adalah dekubitus. Dekubitus yang didapat di rumah sakit tergolong
infeksi nosokomial karena dekubitus terjadi ketika pasien dirawat di rumah sakit.
Perawat memiliki tanggung jawab utama dalam mencegah kejadian dekubitus
sehingga perlu menerapkan pengetahuan terbaik yang dimilikinya untuk
mencegah berkembangnya kejadian dekubitus (Moore, et, al, 2004)

Pengetahuan merupakan landasan utama dan penting bagi tenaga


kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Perawat sebagai tenaga
kesehatan yang memiliki tanggung jawab utama dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang holistic dan komprehensif dituntut memiliki pengetahuan yang
tinggi dalam profesi keperawatan termasuk perawatan terhadap dekubitus. Sikap
yang dimliki oleh perawat merupakan respon batin yang timbul dan diperoleh
berdasarkan pengetahuan yang dimliliki. Pengetahuan dan sikap akan sangat
mempengaruhi perilaku seseorang (Azwar, 2002).

Pengetahuan, sikap dan perilaku seharusnya berjalan sinergis karena


terbentuknya perilaku baru akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap
dan akan dibuktikan dengan adanya tindakan, perilaku atau praktik agar hasil dan
tujuan menjadi optimal sesuai yang diharapkan.

Upaya perawatan dekubitus perlu memperhatikan pengetahuan, sikap dan


perilaku yang dimiliki oleh perawat. Tingkat keberhasilan dalam upaya
penanganan tergantung dari hal tersebut, akan tetapi berbagai studi

Universitas Sumatera Utara


mengindikasikan bahwa perawat tidak memiliki informasi dan pengetahuan yang
cukup dalam memahami kegiatan perawatan dekubitus (Morison, 2003).

Penelitian tentang dekubitus terutama yang terkait dengan perawatan


dekubitus masih sangat terbatas, padahal perawatan yang benar dan baik sangat
diperlukan untuk mengurangi angka kejadian dekubitus. Intervensi asuhan
keperawatan seharusnya ditujukan pada pencegahan, pengkajian, dan
penatalaksanaan dekubitus yang berdasarkan pada konsep teori dan kajian
penelitian.

Selama ini pelayanan keperawatan dalam penanganan dekubitus yang


diberikan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan dapat dikatakan
belum baik dan perawat juga belum menempatkan perawatan dekubitus menjadi
prioritas utama dalam pelayanan asuhan keperawatan.

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Daerah Dr. Pirngadi Medan jumlah
pasien dengan dekubitus pada bulan September sampai dengan Desember 2015
sejumlah kurang lebih 115 pasien yang dirawat dengan tirah baring terdapat
pasien dengan kejadian dekubitus 12,5%. Angka ini relatif tinggi dan akan
menimbulkan komplikasi serta meningkatkan biaya perawatan.

Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat


utama dari tekanan, tetapi ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan
resiko terjadi dekubitus yang lebih lanjut pada pasien. Termasuk diantaranya gaya
gesek dan friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan
sirkulasi perifer, obesitas, kakeksia dan usia (Potter, 2006).

Hasil observasi yang dilakukan oleh penulis pada Ny.E di ruang Mawar 2
RSUD.Dr.Pirngadi Medan didapatkan kerusakan integritas kulit. Apabila
kerusakan integritas kulit yang dialami oleh klien tidak segera diatasi maka akan
mengganggu aktivitas lain klien sehari-hari.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melaksanakan


asuhan keperawatan yang dituangkan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan

Universitas Sumatera Utara


judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.E dengan Prioritas Masalah Kerusakan
Integritas Kulit pada Kasus Diabetes Melitus di RSUD.Dr.Pirngadi Medan”.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum

Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan


kepada pasien Ny.E dengan Prioritas Masalah Kerusakan Integritas Kulit.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny.E.

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.E.

c. Mampu melakukan perencanaan tindakan keperawatan pada Ny.E.

d. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada Ny.E.

e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada Ny.E.

1.3 Manfaat
1. Pendidikan Keperawatan
Menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan serta menambah
wawasan dalam memahami penerapan langkah-langkah asuhan
keperawatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan
khususnya bagi klien dengan masalah kerusakan integritas kulit.

2. Praktik Keperawatan
Menjadi bahan bacaan dalam menentukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah kerusakan integritas kulit.

Universitas Sumatera Utara


3. Klien dan keluarga
Memperoleh pengetahuan tentang cara merawat, memenuhi kebutuhan
aman dan nyaman serta meningkatkan kemandirian bagi keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kerusakan integritas
kulit.

4. Penulis
Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan prioritas masalah kerusakan integritas
kulit.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENGELOLAAN KASUS

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar


Gangguan Integritas Kulit

2.1.1 Konsep Diabetes Melitus


Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, 2010 )

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia). Glukosa
secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu di dalam darah. Glukosa dibentuk
di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang
diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya (Brunner & Suddarth, 2002)

Pada keadaan normal, glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang
diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya di dalam darah selalu dalam
batas aman, baik pada keadaan puasa maupun sesudah makan (Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu, 2010)

Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat
tipe sel dalam pulau-pulau Langerhans pankreas. Insulin merupakan hormon
anabolic atau hormon untuk menyimpan kalori (storage hormone). Apabila
seseorang makan makanan, sekresi insulin akan meningkatkan dan menggerakkan
glukosa ke dalam sel-sel otot, hati, serta lemak. Dalam sel-sel tersebut insulin
menimbulkan efek berikut ini:

 Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam bentuk


glikogen)
 Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adipose

Universitas Sumatera Utara


 Mempercepat pengangkutan asam-asam amino (yang berasal dari protein
makanan) ke dalam sel (Brunner & Suddarth, 2008)
Kadar glukosa darah selalu stabil sekitar 70-140 mg/dl.(Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu )

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah DM tipe 2, yang


umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin.
Pembicaraan berikut selalu mengacu kepada DM tipe 2 (Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu, 2010)

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan


sekresi insulin pada Diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain
itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah: (Brunner & Suddarth, 2002)

 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)


 Obesitas
 Riwayat keluarga
Pada awalnya, resistensi insulin belum menyebabkan diabetes klinis.
Sel Beta pancreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi hipersulinemia,
kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian
setelah terjadi kelelahan sel beta pankreas, baru terjadi Diabetes Mellitus klinis,
yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi
criteria diagnosis Diabetes Mellitus.

Dengan demikian dapat dimengerti adanya kelainan dasar yang terjadi


pada DM tipe 2 seperti tampak pada gambar berikut ini:
- resistensi insulin.
- kenaikan produksi glukosa di hati.
- sekresi insulin yang kurang.

Universitas Sumatera Utara


Defek reseptor
dan post reseptor

HATI -----------------------Glukosa----------------------- SEL

(Produksi Glukosa
PANKREAS
Meningkat)

Sekresi berkurang

Genetik

Resistensi Insulin Hiperinsulinemia

Didapat

Resistensi insulin

Terkompensasi

(Normal atau TGT)

Genetik Didapat

 Toksisitas glukosa

 Asam lemak, dll

Kelelahan sel Beta

DM tipe 2

- resistensi insulin

- produksi glukosa hati

- sekresi insulin kurang

Gambar Etiologi terjadinya DM tipe 2

10

Universitas Sumatera Utara


2.2.1 Konsep Integritas Kulit

2.2.1.1 Definisi Integritas Kulit


Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah
mempertahankan integritas kulit. Perawat dengan teratur mengobservasi
kerusakan atau gangguan integritas kulit pada klien. Gangguan integritas kulit
terjadi akibat tekanan yang lama, iritasi kulit, atau imobilisasi, sehingga
menyebabkan terjadi dekubitus (Potter & Perry, 2006)

2.2.1.2 Definisi Dekubitus


Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi
ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan
eksternal dalam jangka waktu lama. Terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan
lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan memperoleh oksigen dan
nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa faktor yang
mengganggu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dengan cara
mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan iskemi
jaringan. (Potter & Perry, 2006) .

Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau penurunan
aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller, 1991 dalam Potter &
Perry, 2005).

Penurunan aliran darah menyebabkan daerah tubuh menjadi pucat. Pucat


terlihat ketika adanya warna kemerahan pada pasien berkulit terang. Pucat tidak
terjadi pada pasien yang berkulit pigmen gelap.

Kerusakan jaringan terjadi ketika tekanan mengenai kapiler yang cukup


besar dan menutup kapiler tersebut. Tekanan pada kapiler merupakan tekanan
yang dibutukan untuk menutup kapiler misalnya jika tekanan melebihi tekanan
kapiler normal yang berada pada rentang 16 sampai 32 mmHg (Maklebust, 1987
dalam Potter & Perry, 2006).

Setelah priode iskemi, kulit yang terang mengalami satu atau dua
perubahan hiperemi. Hiperemia reaktif normal (kemerahan) merupakan efek

11

Universitas Sumatera Utara


vasodilatasi lokal yang terlihat, respon tubuh normal terhadap kekurangan aliran
darah pada jaringan dibawahnya, area pucat setelah dilakukan tekanan dengan
ujung jari dan hyperemia reaktif akan menghilang dalam waktu kurang dari satu
jam. Kelainan hyperemia reaktif adalah vasodilatasi dan indurasi yang berlebihan
sebagai respon dari tekanan. Kulit terlihat berwarna merah muda terang hingga
merah. Indurasi adalah area edema lokal dibawah kulit. Kelainan hiperemia
reaktif dapat hilang dalam waktu antara lebih dari 1 jam hingga 2 minggu setelah
tekanan di hilangkan (Pirres & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2006).
Ketika pasien berbaring atau duduk maka berat badan berpindah pada
penonjolan tulang. Semakin lama tekanan diberikan, semakin besar resiko
kerusakan kulit. Tekanan menyebabkan penurunan suplai darah pada jaringan
sehingga terjadi iskemi. Apabila tekanan dilepaskan akan terdapat hiperemia
reaktif, atau peningkatan aliran darah yang tiba-tiba ke daerah tersebut. Hiperemia
reaktif merupakan suatu respons kompensasi dan hanya efektif jika tekan dikulit
dihilangkan sebelum terjadi nekrosis atau kerusakan. (Potter & Perry, 2006).

2.2.1.3 Prevalensi
Keterbatasan metodologis mempersulit pengkajian akurat terhadap
keparahan masalah ulkus dekubitus pada lansia, tetapi studi epidemologis
mengindikasikan adanya alasan untuk mengkhawatirkan kondisi tersebut.
Prevalensi ulkus dekubitus berdasarkan perhitungan cross-sectional terhadap
jumlah kasus yang muncul pada waktu tertentu, dilaporkan 3% hingga 18% pada
pasien yang dirawat di sumah sakit (Asuhan Keperawatan Geriatrik, 2002)

2.2.1.4 Faktor Resiko Dekubitus


Menurut Potter & Perry (2006), ada berbagai faktor yang menjadi
predisposisi terjadi luka dekubitus pada klien yaitu:

2.2.1.4.1 Gangguan Input Sensorik


Klien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan
tekanan beresiko tinggi menggalami gangguan integritas kulit dari pada klien
yang sensasinya normal. Klien yang mempunyai persesi sensorik yang utuh
terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya

12

Universitas Sumatera Utara


merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika klien sadar dan
berorientasi, mereka dapat mengubah atau meminta bantuan untuk mengubah
posisi (Potter & Perry, 2006)

2.2.1.4.2 Gangguan Fungsi Motorik


Klien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi
terhadap dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi, tidak mampu
mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini
meningkatkan peluang terjadinya dekubitus. Pada klien yang mengalami cedera
medulla spinalis terdapat gangguan motorik dan sensorik. Angka kejadian
dekubitus pada klien yang mengalami cedera medula spinalis diperkirakan sebesar
85%, dan komplikasi luka ataupun berkaitan dengan luka merupakan penyebab
kematian pada 8% populasi ini (Ruller & Cooney, 1981 dalam Potter & Perry,
2006).

2.2.1.4.3. Perubahan Tingkat Kesadaran


Klien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat kesadaran
tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari luka dekubitus. Klien bingung atau
disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami
bagaimana menghilangkan tekanan itu. Klien koma tidak dapat merasakan
tekanan dan tidak mampu mengubah ke posisi yang labih baik. Selain itu pada
pasien yang mengalami perubahan tingkat kesadaran lebih mudah menjadi
binggung. Beberapa contoh adalah pada klien yang berada di ruang operasi dan
untuk perawatan intensif dengan pemberian sedasi (Potter & Perry, 2006)

2.2.1.4.4 Gips, Traksi, Alat Ortotik dan Peralatan Lain


Gips dan traksi mengurangi mobilisasi klien dan ekstermitasnya. Klien
yang menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya
friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya
mekanik kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu
ketat dikeringkan atau ekstremitasnya bengkak.

Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada pengobatanklien


yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Luka dekubitus merupakan

13

Universitas Sumatera Utara


potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini. Sebuah studi yang dilakukan
Plaisier dkk, (1994) mengukur jumlah tekanan pada tulang tengkorak dan wajah
yang diberikan oleh emapt jenis penyangga leher yang berbeda dengan subjek
berada posisi terlentang dan upright (bagian atas lebih tinggi). Hasilnya
menunjukkan bahwa pada beberapa penyangga leher, terdapat tekanan yang
menutup kapiler. Perawat perlu waspada terhadap resiko kerusakan kulit pada
klien yang menggunakan penyangga leher ini. Perawat harus mengkaji kulit yang
berada di bawah penyangga leher, alat penopang (braces), atau alat ortotik lain
untuk mengobservasi tanda-tanda kerusakan kulit (Potter & Perry, 2006).

2.2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Luka Dekubitus


Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat
tekanan. Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko
Menurut Potter & Perry (2006) ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan
luka dekubitus, di antaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk,
anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakesia, dan usia.
2.2.1.5.1. Gaya Gesek

Gaya gesek adalah tekanan yang dberikan pada kulit dengan arah pararel
terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry 2005). Gaya ini
terjadi saat klien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya diatas saat tempat
tidur dengan cara didorong atau di geser ke bawah saat berada pada posisi fowler
yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel
pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai dengan
arah gerakan tubuh. Tulang klien bergeser ke arah kulit dan memberi gaya pada
kulit (Maklebust & Sieggren, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Kapiler jaringan
yang berada di bawahnya tertekan dan terbeban oleh tekanan tersebut. Akibatnya,
tak lama setelah itu akan terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian
menyebabkan hipoksi, perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu,
terdapat penurunan aliran darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit.
Lemak subkutan lebih rentan terhadap gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang
yang berada di bawahnya.akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran sebagai
drainase dari area nekrotik. Perlu diingat bahwa cedera ini melibatkan lapisan

14

Universitas Sumatera Utara


jaringan bagian dalam dan paling sering dimulai dari kontrol, seperti berada di
bawah jaringan rusak. Dengan mempertahankan tinggi bagian kepala tempat tidur
dibawah 30 derajat dapat menghindarkan cedera yang diakibatkan gaya gesek
(AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2006). Brayan dkk, 1992 dalam Potter &
Perry, 2006 mengatakan juga bahwa gaya gesek tidak mungkin tanpa disertai
friksi.

2.2.1.5.2. Friksi
Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser
pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHPCR, 1994 dalam Potter
& Perry, 2006) . Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi
mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika
pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit
(Wysocki & Bryant, 1992 dalam Potter & Perry, 2006). Karena cara terjadi luka
seperti ini, maka perawat sering menyebut “luka bakar seprei (sheet burns)”
(Bryant et el, 1992 dalam Potter & Perry, 2006). Cedera ini terjadi pada klien
gelisah, klien yang gerakannya tidak terkontrol, seperti kondisi kejang, dan klien
yang kulitnya diseret dari pada diangkat dari permukaan tempat tidur selama
perubahan posisi (Maklebust & Siegreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2006).
Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai
berikut: memindahkan klien secara tepat dengn mengunakan teknik mengangkat
yang benar, meletakkan benda-benda dibawah siku dan tumit seperti pelindung
dari kulit domba, penutup kulit, dan membran transparan dan balutan hidrokoloid
untuk melindungi kulit, dan menggunakan pelembab untuk mempertahankan
hidrasi epidermis (Potter & Perry, 2006) .

2.2.1.5.3. Kelembaban
Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya
kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko
pembentukan dekubitus sebanyak 5 kali lipat (Reuler & Cooney, 1981 dalam
Potter & Perry, 2006). Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor
fisik lain seperti tekanan atau gaya gesek (Potter & Perry, 2005).

15

Universitas Sumatera Utara


Klien imobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan higienisnya
sendiri, tergantung untuk menjaga kulit pasien tetap kering dan utuh. Untuk itu
perawat harus memasukkan higienis dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit
dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang
mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontensia. Beberapa
cairan tubuh seperti urine, feses, dan inkontensia menyebabkan erosi kulit dan
meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan pada klien (Potter & Perry,
2006).

2.2.1.5.4. Nutrisi Buruk


Klien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan
yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan
diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan
meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua hanya
pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus yang tidak
sembuh (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Klien yang
mengalami malnutrisi mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen
negatif dan tidak adekuat asupan vitamin C (Shekleton & Litwack, 1991 dalam
Potter & Perry, 2006). Status nutrisi buruk dapat diabaikan jika pasien
mempunyai berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal. Pasien
dengan status nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminunea (level albumin
serum dibawah 3g/100 ml) dan anemia (Nalto, 1983 ; Steinberg 1990 dalam
Potter & Perry, 2006).

Albumin adalah ukuran variabel yang biasa digunakan untuk


mengevaluasi status protein klien. Klien yang albumin serumnya dibawah 3g/100
ml beresiko tinggi. Selain itu, level albumin rendah dihubungkan dengan
lambatnya penyembuhan luka (Kaminski et el, 1989); Hanan & Scheele, 1991).
Walaupun kadar albumin serum kurang tepat memperlihatkan perubahan protein
viseral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua
kelompok manusia (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus, level
total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang

16

Universitas Sumatera Utara


akan menyebabkan edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan
& Scheele 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Edema akan menurunkan toleransi
kulit dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap tekanan, friksi, dan gaya
gesek. Selain itu, penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang
menyebabkan cedera jaringan (Potter & Perry, 2006).

Nutrisi buruk juga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada


klien yang mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminimea menyebabkan
perpindahan volume cairan ekstrasel kedalam jaringan sehingga terjadi edema.
Edema dapat meningkatkan resiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada
suplai jaringan edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya
perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & litwalk, 1991
dalam Potter & Perry, 2006).

2.2.1.5.5. Anemia
Klien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin
mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi
jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu
metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005).

2.2.1.5.6. Kakeksia
Kakeksia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai
kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti
kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko
luka dekubitus pada klien. Pada dasarnya pasien kakesia mengalami kehilangan
jaringan adipose yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan
( Potter & Perry, 2006)

2.2.1.5.7. Obesitas
Obesitas dapat mempercepat terjadi dekubitus. Jaringan adipose pada
jumlah kecil berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit
dari tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh
vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada

17

Universitas Sumatera Utara


dibawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi (Potter & Perry,
2006).

2.2.1.5.8. Demam
Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Klien infeksi biasa
mengalami demam. Infeksi dan demam menigkatkan kebutuhan metabolik tubuh,
membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin rentan
mengalami iskemi akibat (Skheleton & Litwack, 1991 dalam Potter & Perry
,2006). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan
kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit
klien (Potter & Perry, 2006).

2.2.1.5.9. Gangguan Sirkulasi Perifer


Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan
mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi yang terjadi pada klien yang
menderita penyakit vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan pengobatan
sejenis vasopresor (Potter & Perry, 2006).

2.2.1.5.10. Usia

Studi yang dilakukan oleh kane et el (1989) mencatat adanya luka dekubitus
yang terbasar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia mempunyai
potensi besar untuk mengalami dekubitus oleh karena berkaitan dengan
perubahan kulit akibat bertambahnya usia, kecenderungan lansia yang lebih
sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan
memperlancar risiko terjadinya dekubitus pada lansia. Imobilisasi berlangsung
lama hampir pasti dapat menyebabkan dekubitus (Roah, 2000) menurut
Pranaka (1999), ada tiga faktor penyebab dekubitus pada lansia yaitu:

a. Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi, penyakit-
penyakit neurogenik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau cairan tubuh).

b. Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan

18

Universitas Sumatera Utara


c. Faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor atau peralatan
medik yang menyebabkan lansia terfiksasi pada suatu sikap tertentu.

2.2.1.6 Patogenesis Luka Dekubitus


Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:

a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis, 1930).

b. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak, 1953)

c. Toleransi jaringan (Husain, 1953)

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Stortts,
1988 dalam Potter & Perry, 2006). Semakin besar tekanan dan durasinya, maka
semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2006).

Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada
tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau
menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi
hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32
mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka
pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,
2006). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan
akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit
mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot,
maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan
tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter &
Perry, 2006).

Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek


yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan
tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,
2006). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang
tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan
tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry,
2006). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien

19

Universitas Sumatera Utara


tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel
kulit di titik tekanan mengalami gangguan (Potter & Perry, 2006)

2.2.1.7 Klasifikasi Luka Dekubitus


Salah satu cara yang paling dini untuk mengklasifikasikan dekubitus
adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali
dikemukakan oleh Shea (1975 dalam Potter & Perry, 2006) sebagai suatu cara
untuk memperoleh metode jelas dan konsisten untuk menggambarkan dan
mengklasifikasikan luka dekubitus. Sistem tahapan luka dekubitus berdasarkan
gambaran kedalaman jaringan yang rusak (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry,
2006). Ulkus yang tertutup dengan jaringan nekrotik seperti eschar tidak dapat
dimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut dibuang dan kedalaman luka
dapat diobservasi. Peralatan ortopedi dan braces dapat mempersulit pengkajian
dilakukan (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2006).

Ada beberapa sistem tahapan yang berbeda digunakan klini (Shea, 1975;
AHCPR, 1992, 1994; dan NPUAP, 1989a, 1989b, 1992). Penting dicatat bahwa
untuk setiap sistem tahapan ini menggunakan definisi yang berbeda. Oleh karena
itu dekubitus yang sama dapat mempunyai nomor tahapan yang beda, tergantung
sistem tahapan yang digunakan. Tahapan dibawah ini berasal dari (NPUAP
1989a, 1989b, 1992), dan tahapan ini juga digunakan dalam pedoman pengobatan
AHCPR (1994). Pada konferensi konsensus NPUAP tahun 1995 mengubah
defenisi untuk tahap I yang memperlihatkan karakteristik pengkajian pasien
berkulit gelap. Berbagai indikator selain warnakulit, seperti suhu, adanya pori-pori
”kulit jeruk”, kekacauan atau ketegangan, kekerasan, dan data laboratorium, dapat
membantu mengkaji klien berkulit gelap (Graves, 1990; Maklebust & Sieggreen,
1991 dalam Potter & Perry, 2006). Bennet (1995 dalam Potter & Perry, 2006).
menyatakan saat mengkaji kulit pasien berwarna gelap, memerlukan pencahayaan
sesuai untuk mengkaji kulit secara akurat. Dianjurkan berupa cahaya alam atau
halogen. Hal ini mencegah munculnya warna biru yang dihasilkan dari sumber
lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat mengganggu pengkajian yang
akurat. Menurut NPUAP (1995 dalam Potter & Perry, 2006) ada perbandingan
luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:

20

Universitas Sumatera Utara


a. Derajat I: Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai
daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.

b. Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis.

c. Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau
nekrotik yang mungkin akan melebar ke bawah tapi tidak melampaui fascia
yang berada di bawahnya. Ulkus secara klinis terlihat seperti lubang yang
dalam sampai pada bungkus otot dan sudah ada infeksi.

d. Derajat IV: Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif,


nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga
(mis.Tendon, kapsul sendi, dll). Perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan
sering pula di sertai jaringan nekrotik. (Potter & Perry, 2006)

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus


dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus
dapat dibagi menjadi tiga:

1.Tipe normal

Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5°C dibandingkan


kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini
terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan
pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.

2.Tipe arterioskelerosis

Mempunyai beda temperatur kurang dari 1°C antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut berperan untuk terjadinya dekubitus
disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam
16 minggu.

21

Universitas Sumatera Utara


3.Tipe terminal

Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

2.2.1.8 Pathway Luka Dekubitus

Faktor tekanan, toleransi jaringan, (elastisitas kulit akibat usia) durasi


dan besar tekanan

Tekanan eksterna > tekanan

Aliran darah ke jaringan sekitar

Jaringan Hipoksia

Cedera iskemia

Pembuluh darah Kolaps

Iskemia otot

Perubahan temperatur kulit

Dekubitus

Hilang sebagian lapisan kulit dan


terjadi luka

22

Universitas Sumatera Utara


Kerusakan integritas kulit Nyeri Resiko infeksi

Nyeri akut

2.2.1.9 Komplikasi Luka Dekubitus


Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,
walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut Subandar (2008)
komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

a. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.

b.Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,


osteomielitis, dan arthritis septik.

c. Septikimia

d. Anemia

e. Hipoalbuminea

f. Kematian.

2.2.1.10. Tempat Terjadinya Luka Dekubitus


Beberapa tempat yang paling sering terjdinya dekubitus adalah sakrum,
tumit, siku, maleolus lateral, trokonter besar, dan tuberostis iskial (Meehan, 1994).
Menurut Bouwhuizen (1986) dan menyebutkan daerah tubuh yang sering terkena
luka dekubitus adalah:

a. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala, daerah
tulang belikat, daerah bokong dan tumit.

23

Universitas Sumatera Utara


b. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama daun
telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian
atas jari-jari kaki.

c. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan lutut.

2.2.1.11. Pengkajian Luka Dekubitus


Data dasar pengkajian yang terus-menerus memberi informasi penting
integritas kulit klien dan peningkatan risiko terjadinya dekubitus. Pengkajian
dekubitus tidak terlepas pada kulit karena dekubitus mempunyai banyak faktor
etiologi. Oleh karena itu, pengkajian awal klien luka dekubitus memiliki beberapa
dimensi (AHCPR, 1994 dalam Potter & Perry, 2006).

2.2.1.11.1. Ukuran Perkiraan


Pada saat seseorang masuk ke rumah sakit perawatan akut dan rehabilitasi,
rumah perawatan, program perawatan rumah, fasilitas perawatan lain maka pasien
harus dikaji resiko terjadi dekubitus (AHCPR, 1992). Pengkajian resiko luka
dekubitus harus dilakukan secara sistematis (AHCPR,1992; NPUAP, 1989a,
1989b) seperti Pengkajian Resiko Luka Dekubitus Identifikasi resiko terjadi pada
pasien:

1. Identifikasi resiko terjadi dekubitus pada klien:

a. Paralisis atau imobilisasi yang disebabkan oleh alat-alat yang membatasi


gerakan pasien.

b. Kehilangan sensorik

c. Gangguan sirkulasi

d. Penurunan tingkat kesadaran, sedasi, atau anastesi

e. Gaya gesek, friksi

f. Kelembaban: inkontensia, keringat, drainase luka dan muntah

g. Malnutrisi

24

Universitas Sumatera Utara


h. Anemia

i. Infeksi

j. Obesitas

k. Kakeksia

l. Hidrasi: edema atau dehidrasi

m. Lanjut usia

n. Adanya dekubitus

2. Kaji kondisi kulit disekitar daerah yang mengalami penekanan pada area
sebagai berikut:

a. Hireremia reaktif normal

b. Warna pucat

c. Indurasi

d. Pucat dan belang-belang

e. Hilangnya lapisan kulit permukaan

f. Borok, lecet atau bintik-bintik

3. Kaji daerah tubuh klien yang berpotensi mengalami tekanan:

a. Lubang hidung

b. Lidah, bibir

c. Tempat pemasangan intravena

d. Selang drainase

e. Kateter foley

4. Observasi posisi yang lebih disukai klien saat berada di atas tempat tidur atau
kursi.

25

Universitas Sumatera Utara


5. Observasi mobilisasi dan kemampuan klien untuk melakukan dan membantu
dalam mengubah posisi.

6. Tentukan nilai risiko:

a. Skala Norton

b. Skala Gosnell

c. Skala Barden

7. Pantau lamanya waktu daerah kemerahan .

8. Dapatkan data pengkajian nutrisi yang meliputi jumlah serum albumin, jumlah
protein total, jumlah hemoglobin, dan presentasi berat badan ideal.

9. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang risiko dekubitus.

10. Catat hasil pengkajian.

Keuntungan dari instrumen perkiraan adalah meningkatkan deteksi dini


perawat pada klien berisiko maka intervensi yang tepat diberikan untuk
mempertahankan integritas kulit. pengkajian ulang untuk risiko luka dekubitus
harus dilakukan secara teratur ( AHCPR, 1992). Sangat dianjurkan manggunakan
alat pengkajian yang tervalidasi untuk jenis populasi pasien tertentu.

2.2.1.11.2. Kulit
Perawat harus mengkaji kulit terus-menerus dari tanda-tanda munculnya
luka pada kulit. Klien gangguan neurologi; berpenyakit kronik dalam waktu lama,
penurunan status mental; dan dirawat di ruang ICU, berpenyakit onkologi,
terminal, dan orthopedi berpotensi tinggi terjadi dekubitus.

Pengkajian untuk indikator tekanan jaringan meliputi inspeksi visual dan


taktil pada kulit (Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Pengkajian
dasar dilakukan untuk menentukan karakteristik kulit normal klien dan setiap area
yang potensial atau aktual mengalami kerusakan. Perawat memberi perhatian
khusus pada daerah dibawah gips, traksi, balutan, tongkat penopang, penyangga

26

Universitas Sumatera Utara


leher, atau peralatan orthopedi lain. Jumlah pemeriksaan tekanan tergantung
jadwal pemakaian alat respon kulit terhadap tekanan eksternal.

Ketika hiperemia ada maka perawat mencatat lokasi, dan warna lalu
mengkaji ulang area tersebut setelah 1 jam. Apabila terlihat kelainan hiperemia
reaktif maka perawat dapat menandai area tersebut agar pengkajian ulang menjadi
lebih mudah. Tanda peringatan dini lain yang menunjukkan kerusakan jaringan
akibat tekanan adalah lecet atau bintil-bintil pada area yang menanggung beban
berat tubuh dan mungkin disertai hiperemia. Pires & Muller (1991) melaporkan
bahwa tanda dini akibat tekanan yang sering diabaikan pada klien yang tidak
mengalami trauma adalah borok di area yang menanggung berat beban badan.
Semua tanda-tanda ini merupakan indikator dini gangguan integritas kulit, tapi
kerusakan kulit yang berada di bawahnya mungkin menjadi lebih progresif.
Pengkajian taktil memungkinkan perawat menggunakan teknik palpasi
untukmemperoleh data lebih lanjut mengenai indurasi dan kerusakan kulit
maupun jaringan yang di bawahnya.

Perawat melakukan palpasi pada jaringan di sekitarnya untuk


mengobservasi area hiperemi, mengkaji adanya pucat dan kembali ke warna kulit
normal klien yang berkulit terang. Selain itu, perawat mempalpasi indurasi,
mencatat indurasi di sekitar area yang cedera dalam ukuran milimeter atau
sentimeter. Perawat juga mencatat perubahan suhu di sekitar kulit dan jaringan
(Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2006).

Perawat sering menginspeksi secara visual dan taktil pada area tubuh
yang paling sering beresiko dekubitus. Jika pasien berbaring di tempat tidur atau
duduk di atas kursi maka berat badan terletak pada tonjolan tulang tertentu.
Permukaan tubuh yang paling terbebani berat badan ataupun tekanan merupakan
area beresiko tinggi terjadi dekubitus (Helt, 1991 dalam Potter & Perry, 2006).

2.2.1.11.3. Mobilisasi
Pengkajian meliputi pendokumentasian tingkat mobilisasi pada integritas
kulit. Pengkajian mobilisasi juga harus memperoleh data tentang kualitas tonus

27

Universitas Sumatera Utara


dan kekuatan otot. Klien yang mempunyai rentang gerak yang adekuat untuk
bergerak secara mandiri ke bentuk posisi yang lebih terlindungi.

Mobilisasi harus dikaji sebagai bagian dari data dasar. Jika klien memiliki
tingkat kemandirian mobilisasi maka perawat harus mendorong klien agar sering
mengubah posisinya dan melakukan tindakan untuk menghilangkan tekanan yang
dialaminya. Frekuensi perubahan posisi berdasarkan pengkajian kulit yang terus
menerus dan dianggap sebagai perubahan data (Potter & Perry, 2006).

2.2.1.11.4. Status Nutrisi


Pengkajian nutrisi klien harus menjadi bagian integral dalam pengkajian
data awal pada pasien beresiko gangguan integritas kulit (Breslow & Bergstrom,
1994; Finucane, 1995; Konstantinides dan Lehmann, 1993; Water dkk, 1994).
Klien malnutrisi atau kakeksia dan berat badan kurang dari 90% berat badan ideal
atau pasien yang berat badan lebih dari 110% berat badan ideal lebih beresiko
terjadi luka dekubitus (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2006).
Walaupun presentase berat badan bukan indikator yang baik, tapi jika ukuran ini
digunakan bersama-sama dengan jumlah serum albumin atau protein total yang
rendah, maka presentase berat badan ideal klien dapat mempengaruhi timbulnya
luka dekubitus (Potter & Perry, 2006).

2.2.1.11.5. Nyeri
Sampai saat ini, hanya sedikit tulisan atau penelitian yang dilakukan
tentang nyeri dan luka dekubitus, AHCPR (1994) telah merekomendasi
pengkajian dan manajemen nyeri termasuk dalam perawatan pasien luka
dekubitus. Selain itu AHCPR (1994) menegaskan perlunya penelitian tentang
nyeri pada klien luka dekubitus. Salah satu studi yang pertama kali menghitung
pengalaman nyeri klien yang dirawat di rumah sakit karena luka dekubitus telah
dilakukan oleh Dallam et el (1995). Pada studi ini 59,1% pasien
melaporkanadanya nyeri dangan menggunakan skala analog visual, 68,2%
melaporkan adanya nyeri akibat luka dekubitus dengan menggunakan skala urutan
nyeri FACES. Berlawanan dengan banyaknya nyeri yang dilaporkan, obat-obatan
nyeri yang telah digunakan klien sebesar 2,3%. Beberapa implikasi praktik yang
disarankan para peneliti (Dallam dkk, 1995 dalam Potter & Perry, 2006) adalah

28

Universitas Sumatera Utara


menambah evaluasi tingkat nyeri pasien ke dalam pengkajian dekubitus, yaitu
pengontrolan nyeri memerlukan pengkajian ulang yang teratur untuk
mengevaluasi efektifitas, dan program pendidikan diperlukan untuk meningkatkan
sensitifitas pemberi pelayanan kesehatan terhadap nyeri akibat dekubitus (Potter
& Perry, 2006)

2.2.1.12. Pencegahan Dekubitus


Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji faktor-faktor risiko klien.
Kemudian perawat mengurangi faktor-faktor lingkungan yang mempercepat
terjadinya dekubitus, seperti suhu ruangan panas (penyebab diaporesis),
kelembaban, atau linen tempat tidur yang berkerut (Potter & Perry, 2006)

Identifikasi awal pada klien berisiko dan faktor-faktor risikonya membantu


perawat mencegah terjadinya dekubitus. Pencegahan meminimalkan akibat dari
faktor-faktor risiko atau faktor yang memberi kontribusi terjadinya dekubitus.
Tiga area intervensi keperawatan utama mencegah terjadinya dekubitus adalah
perawatan kulit, yang meliputi higienis dan perawatan kulit topikal, pencegahan
mekanik dan pendukung untuk permukaan, yang meliputi pemberian posisi,
penggunaan tempat tidur dan kasur terapeutik, dan pendidikan kesehatan.

2.2.1.13 Perencanaan
Potter & Perry (2005), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan
dalam pencegahan dekubitus, yaitu :

2.2.1.13.1. Higiene dan Perawatan Kulit


Perawat harus menjaga kulit tetap bersih dan kering. Pada perlindungan
dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien dikaji terus menerus oleh
perawat, daripada didelegasi ke tenaga kesehatan lainnya. Selain itu, jenis produk
yang tersedia untuk perawatan kulit sangat banyak, dan penggunaannya harus
disesuaikan dengan kebutuhan klien yang spesifik (Hess, 1995;Maklebust, 1991a,
1991b).

Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari
pemakaiannya (AHCPR, 1992). Sabun dan lotion yang mengandung alkohol

29

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan kulit kering dan meninggalkan residu alkalin pada kulit. Residu
alkalin menghambat pertumbuhan bakteri normal pada kulit, dan meningkatkan
pertumbuhan bakteri oportunistik yang berlebihan, yang kemudian masuk ke
dalam luka terbuka (Barnes, 1987 dalam Potter & Perry, 2006)

2.2.1.13.2. Pengaturan Posisi


Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi takanan dan gaya
gesek pada kilit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat
atau kurang akan menurunkan peluang terjadinya dekubitus akibat gaya gesek
(AHCPR, 1992)

Posisi klien immobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas,


kemampuan persepsi, dan rutinitas sehari-hari (Pajk dkk, 1986; Bergstorm dkk,
1987). Oleh karena itu standar perubahan posisi dengan interval 1 ½ sampai 2 jam
mungkin tidak dapat mencegah terjadinya dekubitus pada beberapa klien. Telah
direkomendasikan penggunaan jadwal tertulis untuk mengubah dan menentukan
posisi tubuh klien minimal setiap 2 jam. Saat melakukan perubahan posisi, alat
Bantu unuk posisi harus digunakan untuk melindungi tonjolan tulang (AHCPR,
1992, 1994; Jacobs, 1994) Untuk mencegah cidera akibat friksi, ketika mengubah
posisi, lebih baik diangkat daripada diseret. Pada klien yang mampu duduk di atas
kursi harus dibatasi selama 2 jam atau kurang.

2.2.1.13.3. Alas Pendukung (Kasur dan Tempat Tidur Terapeutik)


Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur khusus,
telah dibuat untuk mengurangi bahaya imobilisasi pada sistem kulit dan
muskuloskeletal. Tidak ada satu alatpun yang dapat menghilangkan efek tekanan
pada kulit. Pentingnya untuk memahami perbedaan antara alas atau alat
pendukung yang dapat mengurangi tekanan dan alat pendukung yang dapat
menghilangkan tekanan. Alat yang menghilangkan tekanan dapat mengurangi
tekanan antar permukaan (tekanan antara tubuh dengan alas pendukung) dibawah
32 mmHg (tekanan yang menutupi kapiler). Alat untuk mengurangi tekanan juga
mengurangi tekanan antara permukaan tapi tidak di bawah besar tekanan yang
menutupi kapiler. Potter & Perry (2006), mengidentifikasi 9 parameter yang

30

Universitas Sumatera Utara


digunakan ketika mengevaluasi alat pendukung dan hubungannya dengan setiap
tiga tujuan yang telah dijelaskan tersebut :

a. Harapan hidup

b. Kontrol kelembaban kulit

c. Kontrol suhu kulit

d. Perlunya servis produk

e. Perlindungan dari jatuh

f. Kontrol infeksi

g. Redistribusi tekanan

h. Kemudahan terbakar api

i. Friksi kllien/produk

2.2.1.14 Penatalaksanaan Dekubitus


Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang
menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu
kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994). Selain perawat, keahlian pelaksana
termasuk dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi
(Rodeheaver dkk, 1994). Beberapa aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara
lain perawatan luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti gizi yang
adekuat dan cara penghilang tekanan (Potter & Perry, 2006).

Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi,


tahap, ukuran, traktus sinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat, jaringan
nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun
epitelialisasi (AHCPR, 1994). Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per
hari (AHCPR, 1994). Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi
karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan.
Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2
sampai 4 minggu (AHCPR, 1994 dalam Potter & Perry, 2006).

31

Universitas Sumatera Utara


2.2.1.15 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan yang fungsional klien pada saat ini
dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan
waktu sebelumnya (Carpenito-Moyet, 2005 dalam Potter & Perry, 2010)

Pengkajian keperawatan meliputi dua tahap sebagai berikut :

1. Mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber primer (klien) dan sumber-
sekunder (keluarga, tenaga kesehatan, rekam medis)

2. Analisis seluruh data sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis


keperawatan, mengidentifikasi berbagai masalah yang saling berhubungan,
dan mengembangkan rencana keperawatan yang sifatnya individual.

Tujuan dari pengkajian adalah untuk menyusun data dasar (database)


mengenai kebutuhan, masalah kesehatan, dan respons klien terhadap masalah.
Sebagai tambahan, data harus menunujukkan pengalaman yang berhubungan,
praktik kesehatan, tujuan, nilai, dan harapan terhadap sistem pelayanan kesehatan.

Hal yang perlu dikaji berdasarkan prioritas masalah keperawatan yaitu


“Integritas Kulit”, meliputi :

1. Biodata
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses
penyembuhan luka atau regenerasi sel. Sedangkan ras dan suku bangsa perlu
dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang
tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda,
2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien
banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh
darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup
zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel
matai, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada
permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).

32

Universitas Sumatera Utara


2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa
nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol,
misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah
pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus
(Bouwhuizen , 1986 ).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya-
upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit
dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam,
edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )
4. Riwayat Personal dan Keluarga
a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat
dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi,
Hipertensi ( CVA ).
b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini
untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan
manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM.
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji
perawat yaitu:
a. Kapan pengobatan dimulai.
b. Dosis dan frekuensi.
c. Waktu berakhirnya minum obat

33

Universitas Sumatera Utara


6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan
makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat
menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang
dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat
menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a. Bed-rest yang lama
b. Immobilisasi
c. Inkontinensia
d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
a. Perasaan depresi
b. Frustasi
c. Ansietas/kecemasan
d. Keputusasaan
e. Gangguan Konsep Diri
f. Nyeri
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi
ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah
kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit.
Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat
badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada
(pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu
makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.

34

Universitas Sumatera Utara


11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas
akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut
serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut,
menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka,
kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar limfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung
tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah
thorax.

35

Universitas Sumatera Utara


e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
imobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika
dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan
paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bed rest dalam waktu
lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
a. Inspeksi Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa,
kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna,
suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi,
vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi
pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu
komponen kulit
b) Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna,
bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari
daerah edema.

36

Universitas Sumatera Utara


3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu
lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang
inadekuat, proses menua.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada
drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur
atau elastisitas, turgor kulit.

2.2.1.16 Analisa data

Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status


kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya
sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus
adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan
dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang
dilaksanakan terhadap klien.

Terdapat dua sumber data utama, yaitu : data subjektif dan data objektif.
Data subjektif adalah deskripsi verbal klien mengenai masalah kesehatannya.
Hanya klien yang dapat memberikan data subjektif. Data subjektif biasanya
berupa perasaan, persepsi, dan keluhan gejala. Data objektif adalah hasil observasi
atau pengukuran dari status kesehatan klien. Inspeksi kondisi luka, deskripsi
mengenai perilaku, dan pengukuran tekanan darah adalah beberapa contoh data
objektif (Potter & Perry, 2010)
Menurut (NANDA, 2012), batasan karakteristik untuk diagnosa
keperawatan kerusakan integritas kulit adalah :

37

Universitas Sumatera Utara


a) Kerusakan lapisan kulit

b) Gangguan permukaan kulit

c) Invasi struktur tubuh.

2.2.1.17 Rumusan Masalah


Berdasarkan pengkajian dan analisa data, ditemukan alternatif diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada masalah kerusakan integritas kulit
menurut (NANDA, 2012), yaitu :

1. Kerusakan integritas kulit


2. Resiko infeksi
3. Kerusakan integritas jaringan

2.2.1.18 Perencanaan
Perencanaan, yang merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan,
adalah salah satu kategori perilaku keperawatan. Pada langkah ini, perawat
menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi klien dan merencanakan
intervensi keperawatan (Potter & Perry, 2010)

Perencanaan adalah teori dan perilaku keperawatan dimana tujuan yang


berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Selama perencanaan, dibuat
prioritas. Selain berkolaborasi dengan klien dan keluarganya, perawat berkonsul
dengan anggota tim perawat kesehatn lainnya, menelaah literature yang berkaitan
memodifikasi asuhan, dan mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan
perawatan kesehatan klien dan penatalaksanaan klinik (Potter & Perry, 2005)

Menurut (NANDA, 2012) didapatkan 3 diagnosa keperawatan yaitu :


kerusakan integritas kulit, nyeri akut, dan resiko infeksi.Berdasarkan hasil
rumusan masalah, ditemukan perencanaan keperawatan pada klien dengan
masalah kebutuhan dasar kerusakan integritas kulit yang meliputi tujuan, kriteria
hasil, dan intervensi.

38

Universitas Sumatera Utara


2.3.1 Asuhan Keperawatan Kasus dengan Masalah Kerusakan
Integritas Kulit

2.3.1.1. Pengkajian
Berdasarkan penugasan pembuatan T.A (Tugas Akhir) dalam rangka
menyelesaikan program studi DIII Keperawatan , pengambilan kasus dilakukan di
RSUD Dr.Pirngadi Medan, pada tanggal 29 Mei 2016. Mahasiswa melakukan
pengkajian keperawatan pada pasien Ny.E , berikut deskripsi hasil pengkajian
yang dilakukan.

1. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.E

Jenis kelamin : Wanita

Umur : 82 tahun

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Kristen

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. Enggang 22 No. 45, Perumnas Mandala

Tanggal Masuk RS : 17 Mei 2016

No. Register : 98.77.93

Ruangan/kamar : Mawar 2

Golongan darah : O

Tanggal pengkajian : 30 Mei 2016

Tanggal operasi : -

39

Universitas Sumatera Utara


Diagnosa Medis : DM Tipe 2 + Ulkus Dekubitus

II. KELUHAN UTAMA

Klien mengeluh mengalami kerusakan kulit pada bagian bokong atas serta
juga mengeluh nyeri pada luka di bagian bawah kaki sebelah kanan. Nyeri
dirasakan hanya jika posisi pasien dirubah dan luka tersentuh.

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


A. Provocative/palliative
1. Apa penyebabnya
Klien selalu berbaring di tempat tidur RSUD. Pirngadi dalam
waktu yang lama yaitu sekitar 2 minggu mulai dari pertengahan
Mei. Dan faktor predisposisi lain adalah klien sudah keluar masuk
rumah sakit akibat penyakit Diabetes Melitus dan juga hipertensi
yang dideritanya dan juga klien pernah dirawat di rumah dalam
jangka waktu ±2 minggu, sehingga klien tidak melakukan kegiatan
dan tirah baring di rumah,tidak diterapkan cara pencegahan luka
tekan, dan ada penekanan yang lama di bagian tubuh yang
bersentuhan langsung dengan permukaan tempat tidur dan ada
faktor gaya gesek yaitu tekanan yang diberikan pada kulit dengan
arah pararel terhadap permukaan tubuh dan lapisan otot serta
tulang bergeser sesuai dengan gerakan tubuh. Akibatnya, tak lama
setelah itu akan terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal, kemudian
menyebabkan hipoksia, perdarahan, dan nekrosis pada lapisan
jaringan dan terjadilah dekubitus.
2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan :

- Klien diberikan posisi miring kiri dan miring kanan bergantian.

- Perawatan luka pada klien, meliputi membersihkan luka klien,


memberikan obat berupa salep pada luka klien, serta mengganti
balutan luka.

40

Universitas Sumatera Utara


B. Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan
Klien mengatakan tidak merasakan apapun ketika luka pada bagian
bokong atas disentuh tetapi klien mengatakan merasa nyeri ketika
luka pada bagian bawah kaki sebalah kanan disentuh.
2. Bagaimana dilihat

1) Terdapat ulkus pada bagian tubuh bokong atas tanpa disertai


eritema.

Pengkajian luka :

-Panjang ± 5 cm, lebar ±2 cm, kedalaman ±1 cm, jaringan merah ±


75%, jaringan mati (nekrosis) ±25%, terdapat exudat sedang
dengan jenis exudat serous (cairan berwarna jernih), dengan warna
dasar luka merah.

-Tidak terdapatnya edema di kulit sekitar luka, adanya epitelisasi


atau granulasi pada luka.

-Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, meliputi nyeri, panas,


bengkak, kemerahan, dan peningkatan exudat.

2) Terdapat ulkus pada kaki bagian bawah sebelah kanan.

Pengkajian luka :

-Panjang ±1 cm, lebar ±0,5 cm, kedalaman belum dapat


ditentukan, jaringan merah, tidak terdapat jaringan mati
(nekrosis),tidak terdapat exudat, dengan warna dasar luka merah,
terdapatnya eritema pada luka.

-Tidak terdapatnya edema di kulit sekitar luka, belum adanya


epitelisasi atau granulasi pada luka.

-Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, meliputi nyeri, panas,


bengkak, kemerahan, dan peningkatan exudat.

41

Universitas Sumatera Utara


C. Region

1. Dimana lokasinya

Lokasi ulkus terdapat di dua area yaitu di bagian atas bokong


dan di bagian bawah kaki sebelah kanan

2. Apakah menyebar

Nyeri yang dirasakan tidak menyebar.

D. Severity

Ulkus disertai nyeri dan skala nyeri 6 (pada skala 0-10). Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk, tidak menyebar, nyeri bertambah
apabila klien banyak beraktivitas seperti miring ke kanan dan miring
ke kiri, serta berkurang apabila klien tirah baring (tidak beraktivitas).

E. Time

Nyeri dirasakan hanya ketika klien banyak beraktivitas seperti miring


ke kanan dan miring ke kiri, serta berkurang apabila klien tirah baring
(tidak beraktivitas).

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami

Keluarga klien mengatakan bahwa klien mempunyai kebiasaan setiap


pagi meminum teh manis, klien tidak mempunyai riwayat merokok,
klien tidak mempunyai kebiasaan minum beralkohol dan obat-obatan
terlarang. Klien belum pernah dioprasi. ± sudah dua bulan klien
mempunyai riwayat hipertensi dengan sering mengeluhkan kepala
pusing .

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

(a) Infus Ringer Laktat (RL) 20 tetes per menit.


(b) Injeksi

42

Universitas Sumatera Utara


- Cefotaxime 2 x 1 gr intravena jam 09.00 WIB dan jam 21.00 WIB.
- Insulin sesuai kadar gula darah.
Gula darah diperiksa pada waktu jam makan, bila dapat insulin
diberikan ½ jam sebelum makan diberikan subkutan :
- Gula darah <200 : tanpa insulin
- Gula darah 200-250 : 4 IU
- Gula darah 250-300 : 8 IU
- Gula darah 300-350 : 12 IU
- Gula darah 350-400 : 16 IU
- Gula darah 400-450 : 20 IU
- Gula darah 450> : 24 IU
Obat oral
-Paracetamol 500mg/6 jam
-Captopril 25 mg 2 x sehari
(c) Diet.
Jenis diet yang diberikan adalah bubur saring.
(d) Perawatan luka terhadap ulkus dekubitus yang dilakukan setiap
hari sebanyak 2x yaitu pada pukul 07.00 WIB dan pukul 17.00
WIB dengan membersihkan mengguanakan cairan :
- NaCl
- Metronidazole
dan tahap terakhir adalah pengolesan obat topical yaitu salep Tracetin
pada ulkus dekubitus.

C. Pernah dirawat/dioperasi

Klien telah sering keluar masuk rumah sakit. Sebelum rawat inap,klien
telah dirawat selama seminggu sebanyak 2x yaitu pada bulan Februari
dan April, lalu klien diizinkan pulang dan kembali ke rumah dan pada
pertengahan Mei kembali lagi dirawat di rumah sakit dan dirawat inap
hingga sekarang. Klien tidak pernah dioperasi.

43

Universitas Sumatera Utara


2 Lama dirawat

Lama perawatan klien terhitung 3x keluar masuk rumah sakit yaitu :


1) Pada akhir bulan Februari, klien dirawat selama 1 minggu hingga awal
Maret.
2) Pada pertengahan bulan April, klien dirawat selama 1 minggu.
3) Terakhir, pada pertengahan bulan Mei, klien telah dirawat selama 2
minggu. Total lama perawatan klien terhitung 3x keluar masuk rumah
sakit yaitu selama 1 bulan.
3 Alergi
Keluarga klien mengatakan bahwa klien memiliki alergi terhadap
makanan laut yaitu udang . Klien juga memiliki alergi terhadap minyak
kayu putih. Apabila klien mengkonsumsi udang dan menggunakan
minyak kayu puth, reaksi alergi yang ditimbulkan adalah timbul
kemerahan di kulit disertai dengan rasa gatal.

4 Imunisasi

Keluarga klien mengatakan tidak mengetahui apakah klien telah


mendapat imunisasi yang lengkap sewaktu kecil atau tidak.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang tua

Keluarga klien mengatakan bahwa keluarga baik ibu maupun


bapak klien tidak memilki riwayat penyakit yang sama dengan
klien dan tidak memiliki riwayat penyakit menular.

B. Saudara kandung

Keluarga klien mengatakan bahwa saudara kandung klien yang


berjumlah 7 orang tidak memiliki riwayat penyakit yang sama
dengan klien dan tidak memiliki riwayat penyakit menular.

44

Universitas Sumatera Utara


C. Penyakit keturunan yang ada

Keluarga klien mengatakan bahwa tidak tidak ada penyakit


keturunan dalam keluarga klien.

D. Anggota keluarga yang meninggal

Keluarga klien mengatakan bahwa kedua anak Ny.E telah


meninggal dunia.

E. Penyebab meninggal

Anak ke-2 laki-laki meninggal disebabkan menderita Kanker


prostat. Anak ke-4 perpempuan meninggal disebabkan menderita
Leukimia.

VI. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Keadaan umum : Klien tampak lemah dan gelisah.

Kesadaran : Delirium dengan nilai GCS : 10.

E = 3 ( klien membuka mata jika ada perintah)


V = 3 (klien berkata tidak beraturan)
M = 4 (penarikan ekstremitas karena ada
rangsangan nyeri)
B. Tanda-tanda vital
- Suhu tubuh : 37,5°C

- Tekanan darah : 140/100 mmHg

- Nadi : 82x/menit

- Pernafasan : 24x/menit

- Skala nyeri :6

- TB : 147 cm

45

Universitas Sumatera Utara


- BB : 35 kg

C. Pemeriksaan Head to toe

Kepala dan rambut

- Bentuk : Mesocephal.
- Ubun-ubun : Keras dan tertutup.
- Kulit kepala : Berminyak.
Rambut
- Penyebaran dan keadaan rambut :
Rambut rontok dan penyebaran tidak merata, beruban,
tekstur sedikit kasar dan kusam
- Bau : Sedikit berbau apek
- Warna kulit : Normal
Wajah
- Warna kulit :
Kulit wajah berwarna sawo matang
- Struktur wajah : Simetris.
Mata
- Kelengkapan dan kesimetrisan :
Lengkap, simetris antara kanan dan kiri.
- Palpebra :
Merah muda dan lembab.
- Konjungtiva dan sklera :
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
- Pupil :
Pupil normal, bentuk bulat, letak sentral, isokor ± 3mm.
- Cornea dan iris :
Cornea transparan, halus, bersinar dan jernih; alis berwarna
hitam.
- Tekanan bola mata :
Tidak ada peningkatan tekanan bola mata.

46

Universitas Sumatera Utara


Hidung

- Tulang hidung dan posisi septum nasi : Keras dan stabil.


- Lubang hidung :
Simetris antara keduanya, bersih tidak ada sekret.
- Cuping hidung :
Tidak ada pernafasan cuping hidung.

Telinga
- Bentuk telinga : Daun telinga normal dan simetris.
- Ukuran telinga : Normal dan simetris antara kiri dan
kanan
- Lubang telinga : Bersih, tidak tampak serumen
- Ketajaman pendengaran : Mampu mendengar dengan
baik.
Mulut dan faring
- Keadaan bibir : Kering, simetris.
- Keadaan gusi dan gigi : Gusi
berwarna merah muda. Gigi
tampak kotor dan adanya
karang gigi di beberapa gigi
bagian belakang.
- Keadaan lidah : Berwarna
merah pudar, lembab, sedikit
kasar pada bagian permukaan.
- Orofaring : Pita suara baik.
Leher

- Posisi trachea : Posisi trachea medical.


- Thyroid :
Tidak teraba pembesaran kelenjar thyroid
- Suara : normal dan jelas

47

Universitas Sumatera Utara


- Kelenjar limfe :
Tidak ada pembesaran pada kelenjar limfe
- Vena jugularis :
Tidak ada pembesaran pada vena jugularis
- Denyut nadi karotis :
Denyut nadi teraba dan jelas.
Pemeriksaan integumen
- Kebersihan : Kulit kurang bersih dan
bersisik.
- Kehangatan : Kulit klien teraba hangat.
- Warna : Sawo matang , tidak pucat.
- Turgor :
Elastis, turgor kembali < 2 detik.
- Kelembapan :
Tidak baik, kulit sedikit kering
- Kelainan pada kulit :
Akibat luka gangren diabetik di punggung bagian
bawah kulit klien jadi luka dan diberi salep lalu
ditutup dengan kain kassa.

Pemeriksaan payudara dan ketiak.


- Ukuran dan bentuk : Simetris.
- Warna payudara dan aerola : Warna kehitaman.
- Kondisi payudara dan puting : Mengendur, puting
berwarna kehitaman.
- Produksi ASI : Klien tidak dalam
kondisi hamil ataupun menyusui.
- Aksila dan klavikula : Tidak ada benjolan
di bagian aksila.

Pemeriksaan thoraks/dada
- Inspeksi thoraks : Normal

48

Universitas Sumatera Utara


- Pernafasan :
Frekuensi 24 x/menit, irama teratur.
- Tanda kesulitan bernafas :
Tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak ada
retraksi dada, dan penggunaan otot bantu nafas.
Pemeriksaan paru
- Palpasi getaran suara :
Getaran merata di paru-paru kanan dan kiri.
- Perkusi : Didapati suara resonan.
- Auskultasi :
Suara nafas vesikuler yang terdengar di seluruh
lapangan paru dan tidak ada suara tambahan
Pemeriksaan jantung
- Inspeksi : Warna kulit dada normal seperti
warna kulit tubuh, tidak ada kebiruan atau pucat.
- Palpasi : Tidak teraba massa atau benjolan
- Perkusi : Suara dullnes.
- Auskultasi : 82x/menit.
Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi (bentuk, benjolan) :
Bentuk normal dan simetris, tidak terlihat adanya
benjolan.
- Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites,
hepar):
Tidak ada nyeri tekan, benjolan maupun acites, tidak
ada pembesaran hepar
- Perkusi (suara abdomen) : Timpani
- Auskultasi : Frekuensi peristaltik
usus : 9x/menit.

49

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
- Genitalia (rambut pubis, lubang uretra) : Tidak ada
kelainan-
- Anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada
anus, perineum : Tidak ada
kelainan

Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan,


kekuatan otot, edema)
- Ekstremitas atas : Tidak terdapat edema, tangan
sebelah kiri terpasang infus RL 20 tetes/menit, jumlah
jari lengkap, kekuatan otot kanan 2, kiri 2 (dapati
digerakkan, namun gerakan tidak mampu melawan
gaya berat (gravitasi)
- Ekstremitas bawah : tidak terdapat edema pada kaki
kiri dan kanan, jumlah jari kaki lengkap kekuatan otot
kaki kanan 2, kaki kiri 2 (dapat digerakkan, namun
gerakan tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi)
Pemeriksaan neorologi (nervus cranialis)
- Nervus Olfaktorius / N I
Klien dapat membedakan bau-bauan dengan jelas dan
baik.
- Nervus Optikus / N II
Klien mengalami penurunan penglihatan yaitu
penurunan penglihatan jarak dekat sejalan dengan
faktor usia klien.
- Nervus Okulomotorius / N III, Troklearis/ N IV,
Abdusen N VI
Tidak terdapat edema pada kelopak mata, reaksi pupil
terhadap cahaya normal, ukuran mata kanan dan kiri
normal, gerakan bola mata normal ke segala arah.
- Nervus Trigeminus / N V

50

Universitas Sumatera Utara


Klien dapat merasakan perabaan di kulit wajah, klien
bisa merasakan nyeri, sentuhan panas dan dingin,
refleks berkedip dan menutup mata normal.
- N Fasialis / N VII
Kekuatan otot wajah atas dan bawah baik, ini
dibuktikan dengan klien dapat, tersenyum, identifikasi
terhadap rasa asam, pahit, dan asin baik.
- Nervus Vestibulokoklearis / N VIII
Klien tidak dapat berdiri normal dikarenakan
ekstremitas bawah terasa nyeri jika digerakkan.
- Nervus Glosofaringeus/ N IX, Vagus / N
Gerakan menelan klien baik, suara pasien jelas, namun
klien berbicara tidak beraturan.
- Nervus Aksesorius / N XI
Gerakan bahu simetris kiri dan kanan
- Nervus Hipoglosus / N XII
Gerakan lidah klien normal dan baik.

Fungsi motorik
- Cara berjalan : Klien kesulitan berjalan, serta sulit
berdiri tegak, sehingga klien terbaring di tempat tidur.
Fungsi sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas
dingin, getaran)
- Identifikasi sentuhan ringan
Klien dapat mengetahui area kulit yang diberi
sentuhan.
- Tes tajam tumpul
Klien mampu mengidentifikasi benda tajam dan
tumpul yang disentuhkan ke kulit.
- Tes panas dingin
Klien mampu mengidentifikasi rasa panas dan dingin
yang disentuhkan ke kulitnya

51

Universitas Sumatera Utara


VIII.POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
I.Pola makan dan minum
1.Frekuensi makan/hari : Klien makan 3x sehari.
2.Nafsu/selera makan : Klien memiliki nafsu/selera makan
yang baik ditunjukkan dengan menghabiskan porsi makanannya.
3.Nyeri ulu hati : Tidak terdapat nyeri ulu hati pada klien.
4.Alergi : Keluarga klien mengatakan bahwa klien
memiliki riwayat alergi terhadap makanan laut yaitu udang.
5.Mual dan muntah : Klien tidak mengalami mual ataupun
muntah.
6.Waktu pemberian makanan : pagi pada pukul 07.30WIB, siang pada
pukul 12.30 WIB, dan malam pada pukul 17.30 WIB
-
7.Jumlah dan jenis makanan : Setiap kali makan, klien menghabiskan 1
porsi makanan yaitu bubur saring.
Klien makan makanan yang disediakan dari rumah sakit dan klien diberi
makan melalui selang Nasogastric Tube (NGT) yang terpasang.

8.Waktu pemberian cairan/minum : Pemberian minuman melalui selang


NGT.

9.Masalah makan dan minum (kesulitan menelan) : Tidak ada masalah


dalam makan dan minum, tidak ada kesulitan,menelan dan mengunyah.

II. Perawatan diri/personal hygiene


1.Kebersihan tubuh
- Klien tidak mandi di kamar mandi, hanya dilap saja pada pagi hari oleh
perawat atau keluarga.
2.Kebersihan gigi dan mulut
- Klien melakukan oral hygiene pada pagi hari dengan bantuan perawat dan
keluarga, namun tidak rutin setiap hari, gigi tampak sedikit kotor dan terdapat
sedikit karang gigi.

52

Universitas Sumatera Utara


3.Kebersihan kuku dan kaki
- Kuku klien terlihat sedikit panjang dan kotor.

III .Pola Kegiatan/aktivitas


1.Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian
dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total.
- Klien dimandikan oleh keluarga 1x sehari hanya pada pagi hari, oral hygiene
hanya dilakukan pada pagi hari, klien berganti pakaian 1x sehari, klien
makan 3x sehari. Semua aktivitas klien dibantu oleh keluarga.
2.Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit.
- Klien melakukan ibadah hanya berdoa saja selama dirawat di rumah sakit.

IV .Pola eliminasi
A.BAB
1.Pola BAB : Klien BAB tidak rutin. Kien mengalami kesusahan
dalam buang air besar . Klien sudah seminggu tidak
buang air besar.
2.Karakter feses : lembek
3.Riwayat pendaharan : tidak ada riwayat pendarahan.
4.BAB terakhir : tanggal 27 Mei 2016.
5.Diare : Klien tidak mengalami diare.
6.Penggunaan laktasif : Klien tidak menggunakan laktasif.

-
B.BAK
1.Pola BAK : Tidak diketahui dikarenakan
pada klien terpasang kateter.
2.Karakteristik urine : Warna kuning terang, bau
khas urine.
3.Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : Tidak ada rasa nyeri terbakar
atau kesulitan saat berkemih.

53

Universitas Sumatera Utara


4.Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Klien tidak memiliki riwayat
penyakit ginjal/kandung
kemih.
5.Penggunaan diuretik : Klien tidak menggunakan
diuretik.
6.Upaya mengatasi masalah : tidak ada masalah BAK
X.Pola tidur dan kebiasaan
1.Waktu tidur : Klien tidur pukul 21.00 WIB.
2.Waktu bangun : Klien bangun pada pukul 06.00 WIB.
3.Masalah tidur :Keluarga mengatakan bahwa klien
terkadang terbangun dari tidurnya dan
berbicara tidak beraturan, setelah itu tidur
kembali.
4.Hal-hal yang mempermudah tidur
Klien mengatakan biasanya bercerita dengan menantu pada saat sulit untuk
tidur.
5.Hal-hal yang mempermudah bangun
Klien mengatakan sering terbangun pada saat terasa nyeri pada kaki kanan
dan apabila terdengar suara berisik.

54

Universitas Sumatera Utara


2.3.1.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


. Keperawatan
1. DS : Kerusakan
Faktor tekanan, toleransi Integritas
Klien mengatakan
jaringan, (elastisitas kulit akibat Kulit
merasa bahwa bagian
usia) durasi dan besar tekanan
bokong atas klien
mengalami kerusakan
dan klien merasa nyeri Tekanan eksterna > tekanan

di bagian kaki bawah


sebelah kanan jika tidur Aliran darah ke jaringan sekitar

dalam posisi terlentang


dan kaki lurus,
Jaringan Hipoksia
sehingga bersentuhan
dengan tempat tidur.
Cedera iskemia
DO :

1) Terdapat ulkus pada Pembuluh darah Kolaps


bagian tubuh bokong
atas tanpa disertai
Iskemia otot
eritema.
Perubahan temperatur kulit
Pengkajian luka :

-Panjang ±5 cm, lebar


Dekubitus
±2 cm, kedalaman ±1
cm, jaringan merah ±
Hilang sebagian lapisan kulit
75%, jaringan mati
dan terjadi luka
(nekrosis) ±25%,
terdapat exudat sedang
Kerusakan integritas kulit
dengan jenis exudat

55

Universitas Sumatera Utara


serous (cairan berwarna
jernih), dengan warna
dasar luka merah.

-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, adanya epitelisasi
atau granulasi pada
luka.

-Tidak terdapat tanda-


tanda infeksi, meliputi
nyeri, panas, bengkak,
kemerahan, dan
peningkatan exudat.

2) Terdapat ulkus pada


kaki bagian bawah
sebelah kanan.

Pengkajian luka :

-Panjang ±1 cm, lebar


±0,5 cm, kedalaman
belum dapat
ditentukan, jaringan
merah, tidak terdapat
jaringan mati
(nekrosis),tidak
terdapat exudat, dengan
warna dasar luka
merah, terdapatnya
erythema pada luka.

-Tidak terdapatnya

56

Universitas Sumatera Utara


edema di kulit sekitar
luka, belum adanya
epitelisasi atau
granulasi pada luka.

-Tidak terdapat tanda-


tanda infeksi, meliputi
nyeri, panas, bengkak,
kemerahan, dan
peningkatan exudat.

-Hasil pemeriksaan
Kadar Gula Darah
(KGD) puasa pada
tanggal 27 Mei 2016
adalah sebesar 210
mg/dl.

2. DS : Nyeri Akut
Faktor tekanan, toleransi
Klien mengatakan jaringan, (elastisitas kulit
sakit pada kaki akibat usia) durasi dan besar
bagian bawah tekanan
sebelah kanan. Tekanan eksterna > tekanan

Pengkajian nyeri :
Aliran darah ke jaringan sekitar
A. Provocative/pal
liative
Jaringan Hipoksia
1. Apa
penyebabnya
Cedera iskemia
Klien selalu
berbaring di
Pembuluh darah Kolaps
tempat tidur

57

Universitas Sumatera Utara


Iskemia otot
RSUD. Pirngadi
dalam waktu
yang lama yaitu Perubahan temperatur kulit

sekitar 2 minggu
mulai dari Dekubitus
pertengahan
Mei. Dan faktor
Hilang sebagian lapisan kulit
predisposisi lain
dan terjadi luka
adalah klien
sudah keluar
Nyeri
masuk rumah
sakit akibat
penyakit Nyeri akut

Diabetes
Melitus dan juga
hipertensi yang
dideritanya dan
juga klien
pernah dirawat
di rumah dalam
jangka waktu ±2
minggu,
sehingga klien
tidak melakukan
kegiatan dan
tirah baring di
rumah,tidak
diterapkan cara
pencegahan luka
tekan, dan ada
penekanan yang
lama di bagian

58

Universitas Sumatera Utara


tubuh yang
bersentuhan
langsung dengan
permukaan
tempat tidur dan
ada faktor gaya
gesek yaitu
tekanan yang
diberikan pada
kulit dengan
arah pararel
terhadap
permukaan
tubuh dan
lapisan otot
serta tulang
bergeser sesuai
dengan gerakan
tubuh.
Akibatnya, tak
lama setelah itu
akan terjadi
gangguan
mikrosirkulasi
lokal, kemudian
menyebabkan
hipoksia,
perdarahan, dan
nekrosis pada
lapisan jaringan
dan terjadilah
dekubitus.

59

Universitas Sumatera Utara


2. Hal-hal yang
memperbaiki
keadaan:

- Klien diberikan
posisi miring
kiri dan miring
kanan
bergantian.

- Perawatan luka
pada klien,
meliputi
membersihkan
luka klien,
memberikan obat
berupa salep pada
luka pasien, serta
menggganti
balutan luka.

B. Quantity/quality

1.Bagaimana
dirasakan

Klien mengatakan
tidak merasakan
apapun ketika luka
pada bagian bokong
atas disentuh tetapi
klien mengatakan
merasa nyeri ketika
luka pada bagian

60

Universitas Sumatera Utara


bawah kaki sebelah
kanan disentuh.

2) Bagaimana
dilihat

1) Terdapat ulkus pada


bagian tubuh bokong
atas tanpa disertai
eritema.

Pengkajian luka :

-Panjang ± 5 cm, lebar


±2 cm, kedalam ±1 cm,
jaringan merah ± 75%,
jaringan mati (nekrosis)
±25%, terdapat exudat
sedang dengan jenis
exudat serous (cairan
berwarna jernih),
dengan warna dasar
luka merah.

-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, adanya epitelisasi
atau granulasi pada
luka.

-Tidak terdapat tanda-


tanda infeksi, meliputi
nyeri, panas, bengkak,
kemerahan, dan
peningkatan exudat.

61

Universitas Sumatera Utara


2) Terdapat ulkus pada
kaki bagian bawah
sebelah kanan.

Pengkajian luka :

-Panjang ±1 cm, lebar


±0,5 cm, kedalaman
belum dapat
ditentukan, jaringan
merah, tidak terdapat
jaringan mati
(nekrosis),tidak
terdapat exudat, dengan
warna dasar luka
merah, terdapatnya
eritema pada luka.

-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, belum adanya
epitelisasi atau
granulasi pada luka.

-Tidak terdapat tanda-


tanda infeksi, meliputi
nyeri, panas, bengkak,
kemerahan,dan
peningkatan exudat.

3) Region

1. Dimana lokasinya

Lokasi ulkus
terdapat di dua area

62

Universitas Sumatera Utara


yaitu di bagian atas
bokong dan di
bagian bawah kaki
sebelah kanan

2. Apakah menyebar

Nyeri yang
dirasakan tidak
menyebar.

4) Severity

Ulkus disertai nyeri


dan skala nyeri 6
(pada skala 0-10).
Nyeri dirasakan
seperti ditusuk-
tusuk, tidak
menyebar, nyeri
bertambah apabila
klien banyak
beraktivitas seperti
miring ke kanan dan
miring ke kiri, serta
berkurang apabila
klien tirah baring
(tidak beraktivitas).

5) Time

Nyeri dirasakan
hanya ketika klien
banyak beraktivitas
seperti miring ke

63

Universitas Sumatera Utara


kanan dan miring ke
kiri, serta berkurang
apabila klien tirah
baring (tidak
beraktivitas).

- Skala nyeri 6
(pada skala 0-10)

DO :

Klien terlihat
kesakitan.

3. DS : - Faktor tekanan, toleransi Resiko

jaringan, (elastisitas kulit Infeksi


DO :
akibat usia) durasi dan besar
- Terdapat ulkus tekanan
dekubitus lebar dan Tekanan eksterna > tekanan
menyebar di bokong
Aliran darah ke jaringan
atas.
- Hasil pemeriksaan sekitar
darah lengkap : Jaringan Hipoksia
1. Hemoglobin (Hb) :
10,5 gr/dl (12-16 gr/dl) Cedera iskemia
2. Hematokrit :
35% (37-43%) Pembuluh darah Kolaps
3. Trombosit :
201.000/Mel darah Iskemia otot
(200.000-400.000/Mel
darah) Perubahan temperatur kulit
4. Leukosit : 4.100/
mm3 (4.000- Dekubitus
3)
10.000/mm

64

Universitas Sumatera Utara


5. Eritrosit : 4,3
Hilang sebagian lapisan kulit
3
juta/mm (4,2-
dan terjadi luka
5,4juta/mm3)

Resiko infeksi

2.3.1.3 Rumusan Masalah


1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.

3) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit


tidak utuh, trauma jaringan)

2.3.1.4 Perencanaan Keperawatan


No. INTERVENSI

Dx.1

Kerusakan integritas kulit

Tujuan : NIC: Penjagaan terhadap kulit

Setelah dilakukan 1. Observasi ekstremitas edema, ulserasi,


tindakan keperawatan, kelembaban.
diharapkan menunjukkan
2. Monitor kulit yang sering mendapat
integritas jaringan: kulit

65

Universitas Sumatera Utara


dan membran mukosa, tekanan dan gesekan.
serta penyembuhan luka
3. Monitor warna kulit.
primer dan sekunder, yang
dibuktikan oleh indicator 4. Monitor temperatur kulit.
sebagai berikut:
5. Monitor kulit pada daerah kerusakan dan
kemerahan.
NOC:Integritas
Jaringan: Kulit dan 6. Monitor infeksi dan edema.
membran mukosa. 7. Jaga agar luka tetap lembab untuk

Kriteria Hasil : membantu proses penyembuhan.


8. Bersihkan luka dengan cairan yang tidak
-Sensasi normal berbahaya, lakukan pembersihan dengan

-Elastisitas normal gerakan sirkuler dari dalam ke luar.


9. Pasang balutan adesif yang elastik pada
-Warna
luka, jika memungkinkan.

-Tekstur 10. Berikan saline untuk menggosok, jika


diperlukan
-Jaringan bebas lesi
11. Berikan salep jika dibutuhkan
-Perfusi jaringan 12. Lakukan pembalutan dengan tepat.
13. Ubah posisi setiap 1-2 jam sekali untuk
-Keutuhan kulit
mencegah penekanan.
-Eritema kulit sekitar 14. Yakinkan asupan nutrisi yang adekuat.
15. Monitor status nutrisi.
-Granulasi
16. Pastikan bahwa pasien mendapat diet
-Penyusutan luka tinggi kalori tinggi protein.
17. Ajarkan pasien dan keluarga mengenal
perawatan luka.
No. INTERVENSI

Dx.2

Nyeri Akut

66

Universitas Sumatera Utara


Tujuan : NIC: Manajemen Nyeri

Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara


tindakan keperawatan, komprehensif termasuk lokasi,
diharapkan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
berkurang atau hilang. dan faktor presipitasi

NOC : 2. Observasi reaksi nonverbal dari


ketidaknyamanan
- Level Nyeri

- Kontrol Nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik


untuk mengetahui pengalaman nyeri
Kriteria Hasil :
pasien

- Mampu mengontrol
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri (tahu penyebab
nyeri
nyeri,mampu
menggunakan tehnik 5. Berikan informasi tentang nyeri, berapa
nonfarmakologi untuk lama akan berakhir, dan antisipasi
mengurangi nyeri, ketidaknyamanan dari prosedur.
mencari bantuan)
6. Ajarkan teknik non-farmakologi
- Melaporkan bahwa
(misalnya: relaksasi, guide, imagery,
nyeri berkurang
terapi music, distraksi)
dengan manajemen
nyeri 7. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Mampu mengenali
nyeri (skala, 8. Evaluasi bersama pasien dan tim

intensitas, frekuensi kesehatan lain tentang ketidakefektifan

dan tanda nyeri) kontrol nyeri masa lampau

- Menyatakan rasa
9. Bantu pasien dan keluarga untuk
nyaman setelah
mencari dan menemukan dukungan
nyeri berkurang
- Tanda vital dalam 10.Kontrol lingkungan yang dapat
rentang normal mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

67

Universitas Sumatera Utara


pencahayaan dan kebisingan

11.Kurangi faktor presipitasi nyeri

12. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

13. Tingkatkan istirahat

14. Kolaborasikan dengan dokter jika ada


keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.

NIC: Administrasi Analgesik


1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping).

68

Universitas Sumatera Utara


No. INTERVENSI

Dx.3

Resiko Infeksi

Tujuan : NIC: Kontrol infeksi

Setelah dilakukan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai


tindakan keperawatan, pasien lain
diharapkan infeksi tidak
2. Pertahankan teknik isolasi
tejadi.
3. Batasi pengunjung bila perlu
NOC: Pengendalian
Infeksi. 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan
Kriteria Hasil :
setelah berkunjung meninggalkan pasien
- Klien bebas dari tanda
5. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci
dan gejala infeksi
tangan
- Mendeskripsikan
proses penularan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
penyakit, factor yang tindakan keperawatan
mempengaruhi
7. Gunakan sarung tangan sebagai alat
penularan serta
pelindung
penatalaksanaannya,
- Menunjukkan 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
kemampuan untuk pemasangan alat
mencegah timbulnya
9. Tingkatkan intake nutrisi
infeksi
- Jumlah leukosit dalam 10.Berikan terapi antibiotik bila perlu.
batas normal
Proteksi terhadap infeksi
- Menunjukkan perilaku
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
hidup sehat
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, leukosit

69

Universitas Sumatera Utara


3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Pertahankan teknik isolasi
6. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
7. Inspeksi kondisi luka
8. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
9. Dorong masukan cairan
10. Dorong istirahat
11. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
12. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
13. Ajarkan cara menghindari infeksi
14. Laporkan kecurigaan infeksi
15. Laporkan kultur positif

2.3.1.5 Implementasi Dan Evaluasi

No. Dx IMPLEMENTASI EVALUASI

1. 1)Melakukan pengkajian S: Klien mengatakan


terhadap adanya kerusakan sakit jika tidur dalam
kulit. posisi terlentang dan
klien juga mengatakan
2) Menjaga kulit agar tetap
susah bergerak.
utuh dan kebersihan kulit
klien dengan cara O:
membersihkan luka dan
1) Terdapat ulkus pada
merawat luka klien dengen
bagian tubuh bokong atas

70

Universitas Sumatera Utara


mengganti balutan. tanpa disertai eritema.

3) Membantu klien untuk Pengkajian luka :


merubah posisi tidurnya
-Panjang ± 5 cm, lebar ±2
setiap 2 jam sekali.
cm, kedalam ±1 cm,
jaringan merah ± 75%,
jaringan mati (nekrosis)
±25%, terdapat exudat
sedang dengan jenis
exudat serous (cairan
berwarna jernih), dengan
warna dasar luka merah.

-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, adanya epitelisasi
atau granulasi pada luka.

-Tidak terdapat tanda-


tanda infeksi, meliputi
nyeri, panas, bengkak,
kemerahan, dan
peningkatan exudat.

2) Terdapat ulkus pada


kaki bagian bawah
sebelah kanan.

Pengkajian luka :

-Panjang ±1 cm, lebar


±0,5 cm, kedalaman
belum dapat ditentukan,
jaringan merah, tidak

71

Universitas Sumatera Utara


terdapat jaringan mati
(nekrosis),tidak terdapat
exudat, dengan warna
dasar luka merah,
terdapatnya eritema pada
luka.

-Tidak terdapatnya
edema di kulit sekitar
luka, belum adanya
epitelisasi atau granulasi
pada luka.

-Tidak terdapat tanda-


tanda infeksi, meliputi
nyeri, panas, bengkak,
kemerahan, dan
peningkatan exudat.

A: Masalah kerusakan
integritas kulit belum
teratasi

P : Tindakan keperawatan
dilanjutkan :

1)Mengkaji adanya
kerusakan kulit

2) Menjaga kulit agar


tetap utuh dan kebersihan
kulit klien dengan cara
membersihkan luka dan
merawat luka klien
dengan mengganti

72

Universitas Sumatera Utara


balutan.

3) Membantu klien untuk


merubah posisi tidurnya
setiap 2 jam sekali.

2. 1) Mencatat lokasi dan S : Klien mengatakan


intensitas nyeri skala 0-10, masih merasa nyeri ,
adakah karakterisik nyeri, skala 6 (pada skala 0-10).
dan perhatikan petunjuk
O:
nyeri non-verbal (perubahan
pada tanda vital dan Tanda-tanda vital :
emosi/perilaku).
-TD :140/100 mmHg.
2)Melakukan dan mengawasi
-Nadi : 82 x/menit
latihan rentang gerak
pasif/aktif. -RR : 24x/menit

3) Mendorong penggunaan -T : 37,5⁰C


teknik manajemen nyeri
- Wajah klien tampak
seperti relaksasi, guide,
kesakitan.
imagery, terapi music,
distraksi). A: Masalah gangguan
rasa nyaman nyeri belum
4) Kolaborasi pemberian obat
teratasi.
sesuai indikasi.
P : Intervensi dilanjutkan:
-Paracetamol 500mg/6 jam
1) Mencatat lokasi dan
-Captopril 25 mg 2 x sehari
intensitas nyeri skala 0-
10, adakah karakterisik
nyeri, dan perhatikan
petunjuk nyeri non-verbal
(perubahan pada tanda

73

Universitas Sumatera Utara


vital dan emosi/perilaku).

2) Melakukan dan awasi


latihan rentang gerak
pasif/aktif.

3)Mendorong
penggunaan teknik
manajemen nyeri seperti
relaksasi, guide, imagery,
terapi musik, distraksi)

4) Kolaborasi pemberian
obat

3. 1) Melakukan pengkajian S: -
tanda-tanda infeksi yang
O:
mungkin terjadi pada klien
-Keadaan umum : lemah.
2) Melakukan pengkajian
informasi tentang proses --TD :140/100 mmHg.
penyakit, serta tanda dan
-Nadi : 82 x/menit
gejala klien
-RR : 24x/menit
3) Melakukan penggantian
balutan luka klien secara -T : 37,5⁰C
rutin dengan peralatan yang
A: Masalah resiko tinggi
steril.
infeksi belum teratasi.
4) Kolaborasi dalam
P: Intervensi dilanjutkan :
pemberian antibiotik.
1) Mengkaji tanda-tanda
- Cefotaxime 2 x 1 gr
infeksi yang mungkin
intravena/12 jam
terjadi pada klien

5) Memonitor tanda-tanda 2) Mengkaji informasi

74

Universitas Sumatera Utara


vital klien. tentang proses penyakit,
serta tanda dan gejala
klien

3) Mengganti balutan
luka klien secara rutin
dengan peralatan yang
steril.

4) Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik.

5) Memonitor tanda-
tanda vital klien.

2.3.1.6 Catatan Perkembangan


No.Dx Hari/ Tanggal Pukul Tindakan Evaluasi

1. Selasa,31 Mei 14.00 s/d 1)Mengkaji S:Klien


2016 18.00 WIB terhadap adanya mengatakan
kerusakan kulit sakit jika tidur
dalam posisi
2) Menjaga kulit
terlentang dan
agar tetap utuh
klien juga
dan kebersihan
mengatakan
kulit klien
susah bergerak.
dengan cara
membersihkan O:
luka dan
-
merawat luka
Berkurangnya
klien dengen
eksudat
mengganti

75

Universitas Sumatera Utara


balutan. serous pada
ulkus yang
3)Membantu
terdapat di
klien untuk
bagian atas
merubah posisi
bokong dan
tidurnya setiap 2
terdapatnya
jam sekali.
granulasi dan
warna dasar
kulit
kemerahan.

A:Masalah
kerusakan
integritas kulit
belum teratasi

P:Tindakan
keperawatan
dilanjutkan :

1)Mengkaji
adanya
kerusakan kulit

2) Menjaga kulit
agar tetap utuh
dan kebersihan
kulit klien
dengan cara
membersihkan
luka dan
merawat luka
klien dengen
mengganti

76

Universitas Sumatera Utara


balutan.

3)Membantu
klien untuk
merubah posisi
tidurnya setiap 2
jam sekali.

2. Selasa,31 Mei 14.00 s/d 1)Mencatat S:Klien


2016 18.00 WIB lokasi dan mengatakan
intensitas nyeri nyeri sedikit
skala 0-10, berkurang,
adakah dengan skala
karakterisik nyeri 5.
nyeri, dan
O:
perhatikan
petunjuk nyeri Tanda-tanda
non-verbal vital :
(perubahan pada
-TD:130/90
tanda vital dan
mmHg.
emosi/perilaku).
-Nadi:80 x/menit
2)Melakukan
dan awasi -RR : 24x/menit
latihan rentang
-T : 37,5⁰C
gerak pasif/aktif.
-Wajah klien
3)Mendorong
tampak
penggunaan
kesakitan.
teknik
manajemen A:Masalah
nyeri seperti gangguan rasa
relaksasi, guide, nyaman nyeri
imagery, terapi

77

Universitas Sumatera Utara


music, distraksi). belum teratasi.

4)Kolaborasi P:Intervensi
dalam dilanjutkan:
pemberian obat
1)Mencatat
sesuai indikasi.
lokasi dan
-Paracetamol intensitas nyeri
500mg/6 jam skala 0-10,
adakah
-Captopril 25
karakterisik
mg 2 x sehari
nyeri, dan
perhatikan
petunjuk nyeri
non-verbal
(perubahan pada
tanda vital dan
emosi/perilaku).

2)Melakukan
dan awasi
latihan rentang
gerak pasif/aktif.

3)Mendorong
penggunaan
teknik
manajemen
nyeri seperti
relaksasi, guide,
imagery, terapi
musik,
distraksi).

78

Universitas Sumatera Utara


4)Kolaborasi
pemberian obat.

-Paracetamol
500mg/6 jam

-Captopril 25
mg 2 x sehari

3. Selasa,31 Mei 14.00 s/d 1)Mengkaji S:-


2016 18.00 WIB tanda-tanda
O:
infeksi yang
mungkin terjad -Keadaan
pada klien umum: lemah.

2)Mengkaji -Jumlah leukosit


informasi klien :
3
tentang proses 4.100/mm
penyakit, serta
-TD:130/90
tanda dan gejala
mmHg.
klien
-Nadi:80 x/menit
3)Mengganti
balutan luka -RR : 24x/menit
klien secara rutin
-T : 37,5⁰C
dengan peralatan
yang steril. A:Masalah
resiko tinggi
4)Kolaborasi
infeksi belum
dalam
teratasi.
pemberian
antibiotik. P:Intervensi
dilanjutkan :
- Cefotaxime 2 x

79

Universitas Sumatera Utara


1 gr intravena/12 1)Mengkaji
jam tanda-tanda
5)Memonitor infeksi yang
tanda-tanda mungkin terjad
vital. pada klien

2)Mengkaji
informasi
tentang proses
penyakit, serta
tanda dan gejala
klien

3)Mengganti
balutan luka
klien secara rutin
dengan peralatan
yang steril.

4)Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik.

- Cefotaxime 2 x
1 gr intravena/12
jam
5)Memonitor
tanda-tanda vital
klien.

1. Rabu,1 Juni 14.00 s/d 1)Mengkaji S:Klien


2016 18.00 WIB terhadap adanya mengatakan
kerusakan kulit. susah bergerak.

80

Universitas Sumatera Utara


2) Menjaga kulit O:
agar tetap utuh
- Berkurangnya
dan kebersihan
eksudat serous
kulit klien
pada ulkus yang
dengan cara
terdapat di
membersihkan
bagian atas
luka dan
booking dan
merawat luka
terdapatnya
klien dengen
granulasi dan
mengganti
warna dasar kulit
balutan.
kemerahan,
3)Membantu berkurangnya
klien untuk nekrosis pada
merubah posisi luka.
tidurnya setiap 2
- Berkurangnya
jam sekali.
eritema pada
luka di bagian
bawah kaki
sebelah kanan

A:Masalah
kerusakan
integritas kulit
teratasi sebagian.

P:Tindakan
keperawatan
dilanjutkan :

1)Mengkaji
terhadap adanya
kerusakan kulit

81

Universitas Sumatera Utara


2) Menjaga kulit
agar tetap utuh
dan kebersihan
kulit klien
dengan cara
membersihkan
luka dan
merawat luka
klien dengen
mengganti
balutan.

3)Membantu
klien untuk
merubah posisi
tidurnya setiap 2
jam sekali.

2. Rabu, 1 Juni 14.00 s/d 1)Mencatat S:Klien


2016 18.00 WIB lokasi dan mengatakan
intensitas nyeri nyeri sudah
skala 0-10, berkurang,
adakah dengan skala
karakterisik nyeri 5
nyeri, dan
O:
perhatikan
petunjuk nyeri Tanda-tanda
non-verbal vital :
(perubahan pada
-TD:130/80
tanda vital dan
mmHg.
emosi/perilaku).
-Nadi:78 x/menit

82

Universitas Sumatera Utara


2)Melakukan -RR : 24x/menit
dan awasi
-T : 37⁰C
latihan rentang
gerak pasif/aktif. - Wajah klien
masih tampak
3)Mendorong
kesakitan.
penggunaan
teknik A:Masalah
manajemen gangguan rasa
nyeri seperti nyaman nyeri
relaksasi, guide, belum teratasi.
imagery, terapi
P:Intervensi
music, distraksi).
dilanjutkan:
4)Kolaborasi
1)Mencatat
dalam
lokasi dan
pemberian obat
intensitas nyeri
sesuai indikasi.
skala 0-10,
-Paracetamol adakah
500 mg/6jam. karakterisik
nyeri, dan
-Captopril 25
perhatikan
mg 2x sehari
petunjuk nyeri
non-verbal
(perubahan pada
tanda vital dan
emosi/perilaku).

2)Melakukan
dan awasi
latihan rentang
gerak pasif/aktif.

83

Universitas Sumatera Utara


3)Mendorong
penggunaan
teknik
manajemen
nyeri seperti
relaksasi, guide,
imagery, terapi
music, distraksi).

4)Kolaborasi
pemberian obat.

-Paracetamol
500 mg/6jam

-Captopril 25
mg 2x sehari

3. Rabu, 1 Juni 14.00 s/d 1)Mengkaji S:-


2016 18.00 WIB tanda-tanda
O:
infeksi yang
mungkin terjadi -Keadaan
pada klien umum: lemah.

2)Mengkaji -Jumlah leukosit


informasi klien:4.100/
3
tentang proses mm
penyakit, serta
-TD:130/80
tanda dan gejala
mmHg.
klien
-Nadi: 78x/menit
3)Mengganti
balutan luka -RR : 24x/menit
klien secara rutin
-T : 37⁰C
dengan peralatan

84

Universitas Sumatera Utara


yang steril. A:Masalah
resiko tinggi
4)Kolaborasi
infeksi belum
dalam
teratasi.
pemberian
antibiotik. P:Intervensi
dilanjutkan :
- Cefotaxime 2 x
1 gr intravena/12 1)Mengkaji
jam tanda-tanda
5)Memonitor infeksi yang
tanda-tanda mungkin terjad
vital. pada klien

2)Mengkaji
informasi
tentang proses
penyakit, serta
tanda dan gejala
klien

3)Mengganti
balutan luka
klien secara rutin
dengan peralatan
yang steril.

4)Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik.

- Cefotaxime 2 x
1 gr intravena/12
jam

85

Universitas Sumatera Utara


5)Memonitor
tanda-tanda vital
klien.

1. Kamis, 2 Juni 14.00 s/d 1)Mengkaji S:Klien


2016 16.00 WIB terhadap adanya mengatakan
kerusakan kulit. masih susah
bergerak.
2) Menjaga kulit
agar tetap utuh O:
dan kebersihan
- Berkurangnya
kulit klien
eksudat serous
dengan cara
pada ulkus yang
membersihkan
terdapat di
luka dan
bagian atas
merawat luka
bokong dan luka
klien dengen
menunjukkan
mengganti
kemajuan
balutan.
dengan
3)Membantu terdapatnya
klien untuk granulasi dan
merubah posisi berkurangnya
tidurnya setiap 2 nekrotik pada
jam sekali. luka serta warna
dasar luka yang
semakin hari
berwarna
kemerahan
setelah
dilakukan
perawatan luka.

- Berkurangnya

86

Universitas Sumatera Utara


eritema pada
luka di bagian
bawah kaki
sebelah kanan.

A:Masalah
kerusakan
integritas kulit
teratasi sebagian.

P:Tindakan
keperawatan
dilanjutkan :

1)Mengkaji
terhadap adanya
kerusakan kulit

2) Menjaga kulit
agar tetap utuh
dan kebersihan
kulit klien
dengan cara
membersihkan
luka dan
merawat luka
klien dengen
mengganti
balutan.

3)Membantu
klien untuk
merubah posisi
tidurnya setiap 2

87

Universitas Sumatera Utara


jam sekali.

2. Kamis, 2 Juni 14.00 s/d 1)Mencatat S:Klien


2016 16.00 WIB lokasi dan mengatakan
intensitas nyeri nyeri berkurang,
skala 0-10, dengan skala
adakah nyeri 3.
karakterisik
O:
nyeri, dan
perhatikan Tanda-tanda
petunjuk nyeri vital :
non-verbal
-TD:120/80
(perubahan pada
mmHg.
tanda vital dan
emosi/perilaku). -Nadi: 78x/menit

2)Melakukan -RR : 24x/menit


dan awasi
-T : 37⁰C
latihan rentang
gerak pasif/aktif. - Wajah klien
tidak
3)Mendorong
menunjukkan
penggunaan
kesakitan.
teknik
manajemen A:Masalah
nyeri seperti gangguan rasa
relaksasi, guide, nyaman nyeri
imagery, terapi teratasi sebagian.
music, distraksi).
P:Intervensi
4)Kolaborasi dilanjutkan:
dalam
1)Mencatat
pemberian obat
lokasi dan

88

Universitas Sumatera Utara


sesuai indikasi. intensitas nyeri
skala 0-10,
-Paracetamol
adakah
500 mg/6jam.
karakterisik
nyeri, dan
perhatikan
petunjuk nyeri
non-verbal
(perubahan pada
tanda vital dan
emosi/perilaku).

2)Melakukan
dan awasi
latihan rentang
gerak pasif/aktif.

3)Mendorong
penggunaan
teknik
manajemen
nyeri seperti
relaksasi, guide,
imagery, terapi
music, distraksi).

4)Kolaborasi
pemberian obat.

-Paracetamol
500 mg/6jam.

3. Kamis, 2 Juni 14.00 s/d 1)Mengkaji S: -


2016 16.00 WIB tanda-tanda

89

Universitas Sumatera Utara


infeksi yang O:
mungkin terjadi
-Keadaan
pada klien
umum: lemah.
2)Mengkaji
-Jumlah leukosit
informasi
klien masih
tentang proses
dalam batas
penyakit, serta
normal yaitu
tanda dan gejala
sebesar 4.100/
klien
mm3
3)Mengganti
--TD:120/80
balutan luka
mmHg.
klien secara rutin
dengan peralatan -Nadi:78 x/menit
yang steril.
-RR : 24x/menit
4)Kolaborasi
-T : 36,5⁰C
dalam
pemberian A:Masalah
antibiotik. resiko tinggi
infeksi teratasi
- Cefotaxime 2 x
sebagian.
1 gr intravena/12
jam P:Intervensi
5)Memonitor dilanjutkan :
tanda-tanda
1)Mengkaji
vital.
tanda-tanda
infeksi yang
mungkin terjadi
pada klien.

2)Mengkaji
informasi

90

Universitas Sumatera Utara


tentang proses
penyakit, serta
tanda dan gejala
klien.

3) Mengganti
balutan luka
klien secara rutin
dengan peralatan
yang steril.

4)Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik.

- Cefotaxime 2 x
1 gr intravena/12
jam
5)Memonitor
tanda-tanda vital
klien.

91

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pengkajian pada Ny. E dan kemudian dilakukan

analisa data klien untuk mengetahui masalah kesehatan yang dialami

klien serta menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa yang

diperoleh dari hasil analisa data adalah sebagai berikut:

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.

2. Nyeri akut ditandai dengan agen cedera fisik

3.Resiko infeksi ditandai dengan pertahanan primer tidak adekuat

(kulit tidak utuh, trauma jaringan)

Kerusakan integritas kulit sebagai masalah yang diprioritaskan.

Kemudian dilakukan perencanaan tindakan keperawatan. Setelah

dilakukan implementasi keperawatan, Ketiga diagnosa yang diperoleh

tidak dapat diatasi secara tuntas, dengan intervensi untuk setiap

diagnosa. Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi dan

intervensi dilanjutkan melalui peran keluarga. Masalah yang dapat

teratasi adalah pencegahan kerusakan integritas kulit, pengurangan

gangguan rasa nyaman nyeri, serta penurunan resiko infeksi dengan

evaluasi.

92

Universitas Sumatera Utara


1. Kamis, 2 Juni 14.00 s/d 1)Mengkaji S:Klien
2016 16.00 WIB terhadap adanya mengatakan
kerusakan kulit. masih susah
bergerak.
2) Menjaga kulit
agar tetap utuh O:
dan kebersihan
-Berkurangnya
kulit klien
eksudat serous
dengan cara
pada ulkus yang
membersihkan
terdapat di
luka dan
bagian atas
merawat luka
bokong dan luka
klien dengen
menunjukkan
mengganti
kemajuan
balutan.
dengan
3)Membantu terdapatnya
klien untuk granulasi dan
merubah posisi berkurangnya
tidurnya setiap 2 nekrotik pada
jam sekali. luka serta warna
dasar luka yang
semakin
berwarna
kemerahan
setelah
dilakukan
perawatan luka.

-Berkurangnya
eritema pada
luka di bagian
bawah kaki

93

Universitas Sumatera Utara


sebelah kanan.

A:Masalah
kerusakan
integritas kulit
teratasi sebagian.

P:Tindakan
keperawatan
dilanjutkan :

1)Mengkaji
terhadap adanya
kerusakan kulit

2) Menjaga kulit
agar tetap utuh
dan kebersihan
kulit klien
dengan cara
membersihkan
luka dan
merawat luka
klien dengen
mengganti
balutan.

3)Membantu
klien untuk
merubah posisi
tidurnya setiap 2
jam sekali.

2. Kamis, 2 Juni 14.00 s/d 1)Mencatat S:Klien


2016 16.00 WIB lokasi dan mengatakan

94

Universitas Sumatera Utara


intensitas nyeri nyeri berkurang,
skala 0-10, dengan skala
adakah nyeri 3.
karakterisik
O:
nyeri, dan
perhatikan Tanda-tanda
petunjuk nyeri vital :
non-verbal
-TD:120/80
(perubahan pada
mmHg.
tanda vital dan
emosi/perilaku). -Nadi: 78x/menit

2)Melakukan -RR : 24x/menit


dan awasi
-T : 36,5⁰C
latihan rentang
gerak pasif/aktif. - Wajah klien
tidak
3)Mendorong
menunjukkan
penggunaan
kesakitan.
teknik
manajemen A:Masalah
nyeri seperti gangguan rasa
relaksasi, guide, nyaman nyeri
imagery, terapi teratasi sebagian.
music, distraksi).
P:Intervensi
4)Kolaborasi dilanjutkan:
dalam
1)Mencatat
pemberian obat
lokasi dan
sesuai indikasi.
intensitas nyeri
-Paracetamol skala 0-10,
500 mg/6jam. adakah
karakterisik

95

Universitas Sumatera Utara


nyeri, dan
perhatikan
petunjuk nyeri
non-verbal
(perubahan pada
tanda vital dan
emosi/perilaku).

2)Melakukan
dan awasi
latihan rentang
gerak pasif/aktif.

3)Mendorong
penggunaan
teknik
manajemen
nyeri seperti
relaksasi, guide,
imagery, terapi
music, distraksi).

4)Kolaborasi
pemberian obat.

-Paracetamol
500 mg/6jam.

3. Kamis, 2 Juni 14.00 s/d 1)Mengkaji S:-


2016 16.00 WIB tanda-tanda
O:
infeksi yang
mungkin terjadi -Keadaan
pada klien umum: lemah.

2)Mengkaji -Klien tidak

96

Universitas Sumatera Utara


informasi menunjukkan
tentang proses tanda-tanda
penyakit, serta terjadinya
tanda dan gejala infeksi, misalnya
klien mengalami
peningkatan
3)Mengganti
suhu.
balutan luka
klien secara rutin -Jumlah leukosit
dengan peralatan masih dalam
yang steril. batas normal
yaitu 4.100/mm3
4)Kolaborasi
dalam --TD:120/80
pemberian mmHg.
antibiotik.
-Nadi:78 x/menit
- Cefotaxime
-RR : 24x/menit
2 x 1 gr
intravena/12 jam -T : 36,5⁰C
5)Memonitor
A:Masalah
tanda-tanda
resiko tinggi
vital.
infeksi teratasi
sebagian.

P:Intervensi
dilanjutkan :

1)Mengkaji
tanda-tanda
infeksi yang
mungkin terjadi
pada klien.

97

Universitas Sumatera Utara


2)Mengkaji
informasi
tentang proses
penyakit, serta
tanda dan gejala
klien.

3) Mengganti
balutan luka
klien secara rutin
dengan peralatan
yang steril.

4)Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik.

- Cefotaxime
2 x 1 gr
intravena/12 jam
5)Memonitor
tanda-tanda vital
klien.

98

Universitas Sumatera Utara


3.2 Saran
Saran dari penulis setelah menyusun karya tulis ilmiah ini adalah :

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Pendidikan keperawatan sebaiknya lebih meningkatkan kualitas

pendidikan mahasiswa, khususnya sebelum melakukan praktik di

rumah sakit demi meningkatkan kenyamanan bagi klien. Terutama

masalah keperawatan tentang integritas kulit yang sering dialami klien,

baik di rumah sakit.

2.Bagi Pelayanan Keperawatan

Diharapkan untuk lebih memperhatikan status perkembangan

kesehatan klien dan selalu mengevaluasi setiap tindakan yang telah

diberikan di rumah sakit dibutuhkan seorang pelayan kesehatan harus

pandai berbaur dan membina hubungan yang baik kepada masyarakat,

dan memperhatikan mereka sebagai induvidu yang unik dan holistik.

Karena ketika seorang pelayan keperawatan lalai dan tidak kritis dalam

hal memberikan asuhan keperawatan dapat berdampak buruk bagi

status kesehatan klien.

99

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

Carpenito, L. J. (1995). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.

Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., ed. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep

dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan (Konsep dan Aplikasi

Kebutuhan Dasar Klien). Jakarta: Salemba Medika.

NANDA, NIC & NOC, 2010, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta

100

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Pembersihan dan Penggantian Balutan Ulkus Dekubitus klien di bawah


supervise pegawai ruangan

101

Universitas Sumatera Utara


102

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai