Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stage Keperawatan Anak

PEMBIMBING
Nor Isna Tauhidah, Ns., M. Kep

Oleh:
Muhammad Ilham Fadyllah, S. Kep
NPM. 2014901110011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA
A. DEFINISI
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan
(inherited) dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu
kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di
dalam atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia
akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel
darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia 120 hari (Dona,
Marnis, Indriati, & Nauli, 2018).
B. PATHWAY

Definisi : Thalasemia Etiologi : Thalasemia adalah faktor genetik Klasifikasi :


merupakan sindrome kelainan (herediter). Thalasemia merupakan penyakit 1. Thalasemia mayor:
yang diwariskan (inherited) anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel ditandai oleh anemia
darah merah didalam pembuluh darah sehingga mikrositik
dan masuk kedalam kelompok
umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 2. Thalasemia minor:
hemoglobinopati, yakni hari). Penyebab kerusakan tersebut karena splenomegali,
kelainan yang disebabkan oleh hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) anemia berat
gangguan sintesis hemoglobin dan kelainan hemoglobin ini karena adanya 3. Thalasemia
akibat mutasi didalam atau gangguan pembentukan yang disebabkan oleh intermediet: anemia
dekat gen globin (Huda Nur Gangguan struktural pembentukan hemoglobin berat, tidak dapat
Arif, 2015). (hemoglobin abnormal) (Hasan & Alatas, 2007). hidup tanpa
Manifestasi klinik menurut (Indriati, 2011). transfuse
1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak nafsu makan, infeksi
berulang dan pembesaran limfa/hati.
2. Anemia progresif, hipoksia kronis seperti nyeri kepala, nyeri precordial, tulang, penurunan toleransi
terhadap latihan, lesu dan enorexia.
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat sumsum tulang yang
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan akan kekurangan hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi
pada tulang kepala, frontal, parietal, molar yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih
datar atau masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley
Komplikasi yang dapat terjadi menurut (Hasan & Alatas, 2007).
1. Gagal jantung.
2. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dll. Hal ini
dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis).
3. Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
4. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Kulit menjadi
Keturunan,
kelabu
Tidak seimbangnya alpha
dan beta asam amino
Limpa Splenomegali Nyeri

Produksi rantai globin


berkurang/tidak ada Jantung Gagal jantung
Hemosiderosis
Endokrin Ggg tumbang
Produksi Hb berkurang
Tranfusi Curah Kontraktilit
berulang Anemia Jaringan jantung as jangtung
berat kurang O2 meningka menurun
Sel darah merah
mudah rusak t
Anemia
Kerja
lambung Anorexia Asupan Resti nutrisi
Ertitrosit tidak stabil nutrisi
menuru kurang dari
n turun
kebutuhan

Hemolisis
Antibodi
menurun

Suplai O2 berkurang Gangguan perfusi


jaringan
Antibodi Resti
Menurun infeksi

Ketidakseimbangan Kelemahan Tidak toleransi


suplai O2 dengan terhadap aktivitas
Hipertermi
kebutuhan

(Huda Nur Arif, 2015).

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
NOC : Pain level, pain control, comfort level
NIC : kaji nyeri, atur posisi, tingkatkan istirahat, kolaborasi
2. Hipertermi
NOC : Thermoregulasi
NIC : Monitor TTV, tingkatkan intake cairan, kompres pada lipatan paha dan aksila, selimuti pasien.
3. Intoleransi aktivitas
NOC : Energy conservation, toleran terhadap aktivitas
NIC : kolaborasi rencana terapi, bantu mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan,
4. Gangguan perfusi jaringan
NOC : ketidakefektifan pompa jantung, status sirkulasi, status TTV
NIC : perawatan jantung, perawatan sirkulasi, pemantauan sirkulasi, penatalaksanaan syok
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Screening Test
No Jenis Pemeriksaan Manfaat
1 Interpretasi Apusan Darah Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat
dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali
Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan
darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
2 Pemeriksaan Osmotic Fragility Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti
eritrosit. Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat
diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu
penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false
negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
3 Indeks Eritrosit Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat
dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan
hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka
metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
4 Model Matematika Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia
β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan.
Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x
(MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya
digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi
dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).

2. Definitive Test
No Jenis Pemeriksaan Manfaat
1 Elektroforesis Pemeriksaan ini dapat menentukan berbagai jenis tipe
Hemoglobin hemoglobin di dalam darah. Nilai abnormal bisa digunakan
untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor
Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2
<2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90% (Wiwanitkit,
2007)..
2 Kromatografi Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik
Hemoglobin dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance
liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C
atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β
karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya
serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan
Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
3 Molecular Diagnosis Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat
menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan
mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

D. PENATALAKSANAAN
Menurut Rudolph (2006) penatalaksanaan thalasemia antara lain:
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (Desferoxamine), diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi
transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali tranfusi darah.
Desferoxamine, dengan dosis 25-50 mg/kg/BB/hari, atau subkutan
melalui infus pump dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama
5 hari berturut-turut setiap selesai tranfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, utuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. Limfa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur.
b. Hipersplenisme yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan
tranfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi
250 ml/kg/BB/tahun.
Transplantasi sumsung tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia
mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi
besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak
usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak-anak yang memiliki HLA-
spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya dianjurkan untuk
melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi darah, dimana Hb penderita dipertahankan antara 8-9,5
mg/dL. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang
yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg/BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.
DAFTAR PUSTAKA

Dona, Marnis, Ganis Indriati, dan Fathara Anis Nauli. (2018). Hubungan Tingkat
Pengetahuan dengan Kualitas Hidup Anak Thalasemia. Jurnal Keperawatan Sriwijaya.

Hasan, Rusepno & Alatas, Husein (editor). (2007). Buku Kuliah Umum Ilmu Kesehatan Anak
jilid III. Jakarta: FKUI.

Huda Nur Arif, (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa medis
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Indriati, G. 2011. Pengalaman Ibu dalam Merawat Anak dengan Talasemia di Jakarta.
Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia
Rudolph, Abraham M, et al. (2007). Buku Ajar Pediatric Rudolph Ed.20. Jakarta: EGC.

Willkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosisi Keperawatan, diagnosis NANDA,


intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Wiwanitkit, V. (2007). Tropical Anemia. Nova Science Publisher, Inc. 106

Banjarbaru, 29 Juni 2021

Perseptor Akademik, Ners Muda,

Nor Isna Tauhidah, S.Kep., Ns Muhammad Ilham Fadyllah

Anda mungkin juga menyukai