Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

DIRUANG IGD RS. SARI MULIA BANJARMASIN

DI SUSUN OLEH :
Veronica Herliani (11194561920174)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : ANEMIA


TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : IGD
NAMA : VERONICA HERLIANI

Banjarmasin, Agustus 2019

Menyetujui,

RS. Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Sarjana


Keperawatan

Preseptor Klinik (PK) Universitas Sari Mulia

Preseptor Akademik (PA)

NIK. NIK.
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : ANEMIA


TEMPAT PENGAMBILAN KASUS : IGD
NAMA : VERONICA HERLIANI

Banjarmasin, Agustus 2019

Menyetujui,

RS. Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Sarjana


Keperawatan
Preseptor Klinik (PK) Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (PA)

NIK. NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah
massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer
(penurunan oxygen caring capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan
oleh penurunan kadar hemoglobin, kemudian hematokrit (Sudoyo, et al.,
2010).
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan
kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2010).
Anemia defisiensi besi adalah yang paling sering menyebabkan
anemia pada kehamilan di seluruh dunia, bisa ringan, sedang, ataupun
berat (Reveiz, et al., 2011).

B. Etiologi
Penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat
menimbulkan anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk
mencegah kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak
eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau
penggunaan obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12,
dan mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh
kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12)
yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa
juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing
tambang.

C. Patofisiologi

Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan


pada tiga kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014):
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit
atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal
ini terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan
mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari
eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini
antara lain sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell,
anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan
kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan
untuk proses eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu
bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur
lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia
hemolitik yang diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit



Antigen pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

3. Anemia akibat kehilangan darah


Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan
kronis umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus,
hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat
obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS),
menstruasi, dan proses kelahiran.
D. Pathway

Defisiensi B12, asam Kegagalan produksi SDM Destruksi SDM Pendarahan


folat, zat Besi oleh sumsum tulang berlebih (hemofilia)

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia

Suplai O2 dan nutrisi ke


jaringan berkurang

Gangguan
Gastro Intestinal Hipoksia SPP
perfusi
jaringan

Penurunan kerja GI Mekanisme an Aerob

Peristaltik Kerja lambung


Reaksi antar saraf
menurun menurun
berkurang

Makanan sulit Asam lambung


dicerna meningkat Pusing

ATP berkurang
Anoreksia
Konstipasi
kelelahan Energi untuk
Perubahan membentuk
nutrisi kurang antibody berkurang
dari kebuthan

Intoleransi
Resiko infeksi
aktivitas
E. Manifestasi Klinik
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah
menurun di bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat
diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu:
 Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
 Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta
perasaan dingin pada ekstremitas.
 Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
 Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.

F. Komplikasi
a. Kardiomegali
b. Gagal Jantung
c. Gagal Ginjal
d. Gagal Jantung Paralisis
e. Kejang
f. perkembangan otot buruk (jangka panjang)
g. Daya konsentrasi menurun
h. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

2. Penentuan Indeks Eritrosit


Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri
atau menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata
eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah,
dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia
penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit
dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl
dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat
hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31
pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC
adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan
hipokrom < 30%.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer


Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan
ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan
flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.

4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)


Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang
masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya
untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran
sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara.
Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari
kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin,
ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW
adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila
disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai
normal 15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak
terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi
eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi
terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan
besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang
luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam
praktik klinis masih jarang.

6. Besi Serum (Serum Iron = SI)


Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh.
Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah
kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok,
pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi
dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang
spesifik.

7. Serum Transferin (Tf)


Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan
besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan
dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis,
penyakit ginjal dan keganasan.

8. Pemeriksaan Sumsum Tulang


Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,
walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis
sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel
retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada
besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga
tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai
dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu
teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan
besi dalam populasi umum.

H. Penatalaksanaan
A. Medis
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
 Transplantasi sumsum tulang
 Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin
antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
 Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan
asam folat
 Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak
memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan
penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang
dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
 Dicari penyebab defisiensi besi
 Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus
dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
 Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12,
bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak
tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan
injeksi IM.
 Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia
pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.Anemia
defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi.

B. Asuhan keperawatan
a) Pengkajian
Primer Assesment
1) Data subjektif
 Riwayat penyakit saat ini: pingsan secara tiba-tiba atau
penurunan kesadaran, kelemahan, keletihan berat
disertai nyeri kepala, demam, penglihatan kabur, dan
vertigo.
 Riwayat sebelumnya : gagal jantung, dan/atau
perdarahan massif.
2) Data objektif
 Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas (obstruksi)
 Breathing
Sesak sewaktu bekerja, dipsnea, takipnea, dan
orthopnea
 Circulation
CRT > 2 detik, takikardi, bunyi jantung murmur, pucat
pada kulit dan membrane mukosa (konjunctiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien
kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan),
kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (clubbing
finger), rambut kering, mudah putus, menipis,
perasaan dingin pada ekstremitas.
 Disability (status neurologi)
Sakit/nyeri kepala, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi, insomnia, penglihatan
kabur, kelemahan, keletihan berat, sensitif terhadap
dingin.
b) Sekunder Assessment
1) Eksposure
Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung, dan
abdomen.
2) Five intervention
Hipotensi, takikardia, dispnea, ortopnea, takipnea, demam,
hemoglobin dan hemalokrit menurun, hasil lab pada setiap
jenis anemia dapat berbeda. Biasanya hasil lab menunjukkan
jumlah eritrosit menurun, jumlah retikulosit bervariasi, misal :
menurun pada anemia aplastik (AP) dan meningkat pada
respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis.
3) Give comfort
Adanya nyeri kepala hebat yang bersifat akut dan dirasakan
secara tiba-tiba, nyeri yang dialami tersebut hilang timbul.
4) Head to toe
 Daerah kepala : konjunctiva pucat, sclera jaundice.
 Daerah dada : tidak ada jejas akibat trauma, bunyi jantung
murmur, bunyi napas wheezing.
 Daerah abdomen : splenomegali
 Daerah ekstremitas : penurunan kekuatan otot karena
kelemahan, clubbing finger (kuku sendok), perasaan dingin
pada ekstremitas.
5) Inspect the posterior surface
Tidak ada jejas pada daerah punggung.

c) Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan tidak efektif
2) Resiko infeksi
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
4) Konstipasi
5) Intoleransi aktivitas
d) Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Gangguan Perfusi Setelah dilakukan perawatan sirkulasi
jaringan tdk tindakan arterial insuficiency
efektive keperawatan 1. Lakukan penilaian
selama … jam secara komprehensif
perfusi jaringan fungsi sirkulasi
klien adekuat periper. (cek nadi
dengan criteria : priper,oedema,
1. Membran kapiler refil,
mukosa merah temperatur
muda ekstremitas).
2. Conjunctiva 2. Evaluasi nadi,
tidak anemis oedema
3. Akral hangat 3. Inspeksi kulit dan
4. TTV dalam Palpasi anggota
batas normal badan
4. Kaji nyeri
5. Atur posisi pasien,
ekstremitas bawah
lebih rendah untuk
memperbaiki
sirkulasi.
6. Berikan therapi
antikoagulan.
7. Rubah posisi pasien
jika memungkinkan
8. Monitor status cairan
intake dan output
9. Berikan makanan
yang adekuat untuk
menjaga viskositas
darah

2. Risiko infeksi Setelah Konrol infeksi :


dilakukan askep 1. Bersihkan
…. jam tidak lingkungan setelah
terdapat faktor dipakai pasien lain.
risiko infeksi dg 2. Batasi pengunjung
KH: bila perlu dan
1. bebas dari anjurkan u/ istirahat
gejala infeksi, yang cukup
2. angka lekosit 3. Anjurkan keluarga
normal (4- untuk cuci tangan
11.000) sebelum dan setelah
3. V/S dbn kontak dengan
klien.
4. Gunakan sabun anti
microba untuk
mencuci tangan.
5. Lakukan cuci
tangan sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan.
6. Gunakan baju dan
sarung tangan
sebagai alat
pelindung.
7. Pertahankan
lingkungan yang
aseptik selama
pemasangan alat.
8. Lakukan perawatan
luka dan dresing
infus,DC setiap hari
jika ada
9. Tingkatkan intake
nutrisi. Dan cairan
yang adekuat
10. berikan antibiotik
sesuai program.

Proteksi terhadap
infeksi
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal.
2. Monitor hitung
granulosit dan
WBC.
3. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi.
4. Pertahankan teknik
aseptik untuk
setiap tindakan.
5. Inspeksi kulit dan
mebran mukosa
terhadap
kemerahan, panas.
6. Monitor perubahan
tingkat energi.
7. Dorong klien
untuk
meningkatkan
mobilitas dan
latihan.
8. Instruksikan klien
untuk minum
antibiotik sesuai
program.
9. Ajarkan
keluarga/klien
tentang tanda dan
gejala infeksi.dan
melaporkan
kecurigaan infeksi.

3. Ketidakseimbangan Setelah Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari dilakukan asuhan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh keperawatan … makanan.
b.d intake nutrisi jam klien 2. Kaji makanan yang
inadekuat, faktor menunjukan disukai oleh klien.
psikologis status nutrisi 3. Kolaborasi team
adekuat dengan gizi untuk
KH: penyediaan nutrisi
1. BB stabil, TKTP
tingkat 4. Anjurkan klien
energi untuk
adekuat meningkatkan
2. masukan asupan nutrisi
nutrisi TKTP dan banyak
adekuat mengandung
vitamin C
5. Yakinkan diet yang
dikonsumsi
mengandung cukup
serat untuk
mencegah
konstipasi.
6. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori.
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi.

Monitor Nutrisi
1. Monitor BB jika
memungkinkan
2. Monitor respon
klien terhadap
situasi yang
mengharuskan klien
makan.
3. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
bersamaan dengan
waktu klien makan.
4. Monitor adanya
mual muntah.
5. Kolaborasi untuk
pemberian terapi
sesuai order
6. Monitor adanya
gangguan dalam
input makanan
misalnya
perdarahan,
bengkak dsb.
7. Monitor intake
nutrisi dan kalori.
8. Monitor kadar
energi, kelemahan
dan kelelahan.

4 Intoleransi aktivitas Setelah Terapi aktivitas :


dilakukan askep 1. Kaji kemampuan ps
.... jam Klien melakukan aktivitas
dapat 2. Jelaskan pada ps
menunjukkan manfaat aktivitas
toleransi bertahap
terhadap 3. Evaluasi dan
aktivitas dgn motivasi keinginan
KH: ps u/ meningktkan
1. Klien mampu aktivitas
aktivitas 4. Tetap sertakan
minimal oksigen saat
2. Kemampuan aktivitas.
aktivitas
meningkat Monitoring V/S
secara 1. Pantau V/S pasien
bertahap sebelum, selama,
3. Tidak ada dan setelah aktivitas
keluhan selama 3-5 menit.
sesak nafas
dan lelah Energi manajemen
selama dan 1. Rencanakan
setelah aktivitas saat ps
aktivits mempunyai energi
minimal cukup u/
4. v/s dbn melakukannya.
selama dan 2. Bantu klien untuk
setelah istirahat setelah
aktivitas aktivitas.

Manajemen nutrisi
1. Monitor intake
nutrisi untuk
memastikan
kecukupan sumber-
sumber energi

Emosional support
1. Berikan
reinfortcemen
positip bila ps
mengalami
kemajuan

konstipasi

DAFTAR PUSTAKA

Özdemir, N. (2015). Iron deficiency anemia from diagnosis to treatment in


children.
Türk Pediatri Arşivi, 50(1), 11–9. doi:10.5152/tpa.2015.2337

Endang, W. (2013). IDAI - ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA BAYI DAN ANAK.
Retrieved February 28, 2016, from http://idai.or.id/artikel/seputar-kesehatananak/
anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak (diakses pada tanggal 15 Agustus
2019)

Gatot, D., Idjradinata, P., Abdulsalam, M., Lubis, B., Soedjatmiko, & Hendarto, A.
(2011). Suplementasi Besi Untuk Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Oehadian, A. (2012). Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Continuing
Medical
Education, 39(6), 407–412.

Gejala Anemia Sideroblastik, Penyebab Dan Pencegahannya | Gejala Penyebab


Dan
Cara Mengatasi. (2014). Retrieved February 28, 2016, from
http://www.referensisehat.com/2014/12/gejala-anemia-sideroblastik-
penyebab.html (diakses pada tanggal 15 Agustus 2019)

Irawan, H. (2013). Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak. CDK-205, 40(6),


422–
425.

Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status nutrisi
terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal. (Karya Tulis Ilmiah).
Malang: Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai