Anda di halaman 1dari 14

Modul

Permasalahan Remaja dan Solusinya

Disusun Oleh

Arya Kader

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


ARRAHMANIYAH

DEPOK

2022

I
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang membeikan ahmat dan
nikmatnya sehingga saya selaku penyusun dapat menyelesaikan tugas modul ini
meskipun terlambat. Sholawatdan salam semoga selalu tercurah limpah kepada
nabi kita semua Nabi Muhammad SAW.

Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu/Bapak Dosen yang


telah membimbing saya juga kepada para teman-teman serta keluarga yang telah
mendukung saya

Modul ini saya susun untuk memenuhi tugas mata kuliah sekaligus
bertujuan untuk memeberikan pembelajaran umumnya kepada para pembaca dan
khususnya untuk diri saya pribadi. Modul yang berjudul “Permasalahan Remaja
dan Solusinya” yang saya susun ini semoga dapat memberikan manfaat kepada
para pembaca terutama untuk diri saya pribadi

Depok, 9 Februari 2022

Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................II
DAFTAR ISI..........................................................................................................III
BAB I Perkembangan Remaja.................................................................................1
1. Pengertian Perkembangan...............................................................................1
2. Teori-teori Perkembangan Remaja..................................................................2
a. Teori Psikoanalisis....................................................................................2
b. Teori Kognitif............................................................................................2
c. Teori Tingkah Laku dan Belajar Sosial.....................................................3
d. Teori Ekologi.............................................................................................3
3.Perkembangan Emosi Remaja...........................................................................3
a. Respons yang cepat tetapi ceroboh...........................................................4
b. Mendahulukan perasaan kemudian pikiran...............................................4
c. Memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik....................................4
d. Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang.....................................4
e. Realitas yang ditentukan oleh keadaan.....................................................5
4. Masalah Penusukan........................................................................................5
a. Faktor Internal...........................................................................................6
b. Faktor Eksternal........................................................................................6
BAB II Solusi Masalah............................................................................................8
A. Memberikan Pendidikan Agama...................................................................8
B. Keteladanan Keluarga...................................................................................8
C. Peran sekolah................................................................................................9
D. Peran Lingkungan Sosial..............................................................................9
BAB II PENUTUP.................................................................................................10
A. Kesimpulan.................................................................................................10
B. Saran............................................................................................................10

III
BAB I

Perkembangan Remaja

Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa


remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian, karena sifat-sifat
khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam
masyarakat orang dewasa. Ditinjau dari sisi psikologis, hakikat utama
masa remaja adalah menemukan jati dirinya sendiri, meneliti sikap hidup
yang lama dan mencoba-coba yang baru menuju pribadi yang dewasa
(Ahmadi, 1997:41).

1. Pengertian Perkembangan

Berikut merupakan pengertian perkembangan yang dikemukakan oleh


beberapa ahli, yaitu:

a. Prof. Dr. F.J. Monks, dkk mengartikan perkembangan sebagai suatu proses ke
arah yang lebih sempurna dan tidak dapat terulang kembali. Perkembangan
juga dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap menuju ke arah suatu
organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan,
pematangan, dan belajar.
b. Desmita mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada pengertian
perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian
perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah
yang dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan
belajar (Desmita, 2005:4).
c. Menurut Harlimsyah perkembangan adalah segala perubahan yang terjadi
pada individu dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek fisik (motorik),
emosi, kognitif, dan psikososial.
d. Menurut Zein perkembangan merupakan perubahan-perubahan psiko, fisik
sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak
ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam masa waktu
tertentu menuju kedewasaan (digilib.unimus.ac.id).

1
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan merupakan suatu proses perubahan individu baik fisik,
psikis, dan kognitifnya menuju kedewasaan yang terjadi seumur hidup.

2. Teori-teori Perkembangan Remaja

Perkembangan remaja bersifat kompleks dan mempunyai banyak sisi.


Walaupun tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan semua aspek
perkembangan remaja, setiap teori telah memberikan sumbangan penting
tentang pemahaman tentang perkembangan remaja ini. Ada empat teori
utama mengenai perkembangan remaja yaitu psikoanalisis, kognitif,
belajar sosial dan tingkah laku, serta teori ekologi (Santrock, 2003:42).

a. Teori Psikoanalisis

Bagi ahli psikoanalisis, perkembangan terutama tidak disadari. Artinya


di luar kesadaran dan sangat diwarnai oleh emosi. Mereka percaya bahwa
tingkah laku hanyalah ciri permukaan, dan untuk betul-betul memahami
perkembangan kita harus mengaalisis arti simbolik tingkah laku dan kerja
pikiran yang terdalam. Dua teori psikoanalisis penting adalah dari Freud
dan Erikson. Freud mengatakan bahwa kepribadian terdiri dari tiga
struktur yaitu id, ego, dan superego. Tuntutan yang saling bertentangan
dari struktur kepribadian remaja menimbulkan rasa cemas. Freud yakin
bahwa masalah berkembang karena pengalaman di masa kecil. Ia
mengatakan bahwa individu melalui lima tahap psikoseksual yaitu oral,
anal, falik, latensi, dan genital. Erikson mengembangkan teori yang
menekankan delapan tahap perkembangan psikososial yaitu percaya vs
tidak percaya, otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu, inisiatif vs rasa salah,
industry vs inferioritas, identitas vs kekacauan identitas, intimasi vs
isolasi, generativitas vs stagnasi, dan integritas vs rasa putus asa.

b. Teori Kognitif

Bila teori-teori psikoanalisis menekankan pentingnya pikiran remaja


yang tidak disadari, maka teori-teori kognitif mementingkan pikiran-

2
pikiran sadar mereka. Dua teori kognitif yang penting adalah teori
perkembangan kognitif dari piaget dan teori pemrosesan informasi. Piaget
mengatakan bahwa remaja termotivasi untuk memahami dunia dan
menyesuaikan berpikirnya untuk mendapatkan informasi baru. Piaget
mengatakan bahwa kita melalui empat tahap perkembangan kognitif :
sensorimotorik, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional
formal. Teori pemrosesan informasi berkaitan dengan bagaimana individu
memproses informasi tentang dunianya, mengeni bagaiman informasi
masuk ke dalam pikiran remaja, bagaimana informasi disimpan dan
ditranformasi, dan bagaimana informasi dikeluarkan kembali untuk
memungkinkan berpikir dan pemecahan masalah.

c. Teori Tingkah Laku dan Belajar Sosial

Behaviorisme menekankan bahwa kognisi tidaklah penting dalam


memahami tingkah laku remaja. Menurut B.F. Skinner (seorang ahli
tingkah laku yang terkenal) perkembangan adalah tingkah laku yang
diobservasi, yang ditentukan oleh ganjaran dan hukuman dalam
lingkungan. Teori belajar sosial, dikembangkan oleh Albert Bandura dan
lainnya, menyatakan bahwa lingkungan merupakan determinan tingkah
laku yang penting, tetapi begitu pula proses kognitif. Menurut pandangan
teori belajar sosial, remaja mempunyai kemampuan untuk mengontrol
tingkah laku mereka sendiri.

d. Teori Ekologi

Urie Bronfenbrenner mengusulkan pandangan tentang perkembangan


anak yang sangat berorientasi pada lingkungan, yang sekarang mendapat
perhatian. Teori ekologi adalah pandangan perkembangan sosial-kultural
yang terdiri dari lima sistem lingkungan yang berkisar dari masukan kecil
dari interaksi langsung dengan agen sosial sampai pada masukan dari
budaya. Kelima sistem dalam teori Bronfenbrenner adalah sistem mikro,
sistem meso, sistem ekso, sistem makro, dan sistem krono.

3.Perkembangan Emosi Remaja

3
Emosi banyak berpengaruh pada fungsi-fungsi psikis seperti
pengamatan, tanggapan, pemikiran, dan kehendak. Individu akan
memberikan tanggapan positif terhadap suatu objek jika disertai emosi
yang positif, dan memberikan tanggapan negatif terhadap objek jika
disertai emosi yang negatif pula (Kemali, 2015:66).

Golleman (dalam Kemali, 2015) menyebutkan beberapa ciri utama


pikiran emosional remaja adalah sebagai berikut:

a. Respons yang cepat tetapi ceroboh

Dikatakannya bahwa pikran yang emosional itu ternyata jauh lebih cepat
daripada pikiran yang rasional karena pikiran emosional sesungguhnya
langsung melompat bertindak tanpa mempertimbangkan apapun yang akan
dilakukannya. Karena kecepatannya itu sehingga sikap hati-hati dan proses
analitis dalam berpikir dikesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang
sekali menjadi ceroboh.

e. Mendahulukan perasaan kemudian pikiran

Pada dasarnya, pikiran rasional sesungguhnya membutuhkan waktu sedikit


lama dibandingkan pikiran emosional sehingga dorongan yang lebih
dahulu muncul adalah dorongan hati atau emosi, kemudian dorongan
pikiran.

f. Memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik

Logika pikiran emosional yang disebut juga logika hati bersifat asosiatif.
Artinya memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu
sendiri. Oleh sebab itu, seringkali berbagai perumpamaan, pantun, kiasan,
gambaran, karya seni, novel, film, puisi, nyanyian, opera, dan teater secara
langsung ditujukan kepada pikiran emosional.

g. Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang

Dari sudut pandang ini, apabila sejumlah ciri suatu peristiwa tampak
serupa dengan kenangan masa lampau yang mengandung muatan emosi

4
maka pikiran emosional dan menaggapinya dengan memicu perasaan yang
berkaitan dengan peristiwa yang diingat. Pikiran emosional akan bereaksi
terhadap keadaan sekarang seolah keadaan itu adalah masa lampau.

h. Realitas yang ditentukan oleh keadaan

Pikiran emosional individu banyak ditentukan oleh keadaan dan


didiktekan oleh perasaan tertentu yang sedang menonjol pada saat itu.
Cara seseorang berpikir dan bertindak pada saat merasa senang dan
romantis akan sangat berbeda dengan perilakunya ketika sedang dalam
keadaan sedih, marah, atau cemas.

4. Masalah Penusukan

Pada bagian pendahuluan makalah, penulis mengangkat sebuah


masalah yang dipandang sebagai bentuk perilaku negatif remaja yaitu
kasus penusukan seorang siswa SMA terhadap teman sekelasnya yang
dipicu oleh masalah perebutan bangku. Emosi yang tidak terkontrol antara
kedua remaja yang bersiteru ini memicu terjadinya perkelahian yang
berujung pada penusukan yang dilakukan oleh Andrian Kaspari terhadap
Yusuf Saputra.

Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja


digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja. Kenakalan
remaja, dalam hal perkelahian dapat digolongkan menjadi 2 jenis
delikuensi yaitu situasional dan sistematik.

1. Delikuensi Situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang


mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat
adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
2. Delikuensi Sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma, dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya, termasuk berkelahi. Sebagai
anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan
oleh kelompoknya (Kemali, 2015:162).

5
Kasus penusukan yang disebutkan di atas merupakan salah satu bentuk
delikuensi situasional. Penusukan dilakukan sebagai salah satu bentuk
upaya meluapkan emosi yang tidak terkontrol.

Sifat individu yang berkaitan dengan emosional dapat dikatakan


sebagai temperamen. Sifat-sifat emosionl adalah bawaan
(warisan/turunan), sehingga bersifat permanen dan tipis kemungkinan
untuk dapat berubah (Ahmadi, 1997).

Dari analisis mengenai kasus penusukan yang dilakukan seorang siswa


SMA terhadap teman sekelasnya serta berdasarkan teori yang telah
diuraikan mengenai perkembangan remaja, beberapa faktor yang
menyebabkan siswa melakukan penusukan tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:

a. Faktor Internal

1. Emosi yang tidak terkontrol

Kurangnya kecerdasan remaja dalam mengontrol emosi yang meluap-


luap berupa amarah, rasa sedih, maupun senang dapat membuatnya
berperilaku di luar kesadaran atau akal sehat. Remaja lebih cenderung
melakukan suatu tindakan tanpa memikirkan akibatnya.

2. Kurangnya dasar-dasar keimanan

Agama merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diajarkan


karena agama merupakan salah satu benteng diri. Kurangnya pendidikan
agama atau dasar-dasar keimanan dalam diri remaja dapat membuat
seorang remaja melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma,
moral, hukum, dan agama.

i. Faktor Eksternal

1. Keluarga

6
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orang tua
diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan
di dalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja, ia akan
terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari
keluarganya (Kemali, 2015:169). Seperti halnya dalam kasus penusukan
ini, Andrian mengungkapkan bahwa ternyata ayahnya tengah menjadi
seorang buronan karena terlibat kasus pembunuhan. Artinya, telah terjadi
kesalahan dalam proses pendidikan oleh orang tua kepada anak.

2. Sekolah

Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah tangga.


Karena itu ia cukup berperan dalam membina anak untuk menjadi orang
dewasa yang bertanggung jawab. Dalam rangka pembinaan anak didik ke
arah kedewasaan itu, kadang-kadang sekolah merupakan penyebab
timbulnya kenakalan remaja. Hal ini mungkin bersumber dari guru,
fasilitas pendidikan, norma-norma tingkah laku, interaksi dengan teman
sekolah, dan lain sebagainya.

3. Media

Di zaman canggih seperti saat ini iformasi semakin mudah di dapat


baik dari media cetak maupun elektronik. Berbagai informasi yang bersifat
positif atau negatif bisa dengan mudah kita ketahui. Banyaknya berita-
berita seperti kekerasan, pembunuhan, tawuran, dan lain sebagainya
merupakan salah satu pemicu seseorang dapat bertindak demikian
terutama remaja. Usia remaja merupakan usia labil dimana remaja masih
cenderung dipengaruhi oleh hal-hal atau informasi yang diperolehnya
tanpa mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya.

7
BAB II

Solusi Masalah

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah kepribadian


remaja yang emosional dan mengatasi perilaku negatif remaja adalah
sebagai berikut:

A. Memberikan Pendidikan Agama

Pendidikan agama yang kokoh dan melekat di jiwa dapat dijadikan


sebagai pondasi dan benteng yang kuat untuk meningkatkan keimanan di
dalam diri remaja sehingga para remaja dapat mengontrol emosinya serta
bersikap lebih sabar dalam mengatasi segala masalah yang dihadapinya.
Pendidikan agama dapat diperoleh remaja dari keluarga maupun sekolah.

B. Keteladanan Keluarga

Setiap tingkah laku dan sikap yang ditunjukkan oleh remaja sebagian
besar dipengaruhi oleh keluarga. Pola asuh orang tua terhadap anaknya
sangat menentukan perangai anak. Dalam masalah ini, Adrian sebagai
remaja pelaku penusukan mengatakan bahwa ayahnya menjadi buronan
polisi karena terlibat kasus pembunuhan. Dari sini dapat kita cermati
bahwa adanya ketidak harmonisan di dalam keluarga tersebut. Kurangnya
perhatian, pengawasan, kasih sayang, serta keharmonisan dalam keluarga
dapat memicu perilaku negatif remaja. Hal yang harus disadari adalah
bahwa penstabil utama dari anak remaja bukanlah kewaspadaan atau
peraturan atau peringatan atau ancaman dari orang tua. Melainkan
kekaguman anak pada orang tua mereka, keinginan mereka untuk tumbuh

8
dewasa seperti orang tuanya. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan
perhatian, pengawasan, kasih sayang, serta menunjukkan sikap-skap
positif yang dapat diteladani oleh remaja sehingga para remaja tidak
melakukan tindakan-tindakan negatif.

Metode yang paling efektif untuk menjangkau anak remaja adalah


melalui sikap orang tua dan cara bicara. Tetapi hal ini tentu saja tidak
mudah. Hal yang mudah bagi orang tua adalah bersikap seperti siap
berperang dan antagonis atau membicarakan usia dan pengalaman mereka
atau menyela dengan tidak sabar dan berbicara dengan merendahkan diri.
Anak muda sangat ingin diperlakukan seperti orang dewasa. Orang tua
memiliki tanggung jawab, akan berharga apabila orang tua mencoba
menjaga level antara orang dewasa dengan orang dewasa sebisa mungkin.
Ini berarti menyediakan diri ketika mereka ingin bicara, mendesak mereka
supaya berbicara dengan bebas dan bukannya menyela pembicaraan
mereka, mendengarkan dengan tenggang hati dan penuh pengertian,
bersikap jujur, menunjukkan rasa humor, berusaha untuk santai (John,
2003:195-196).

C. Peran sekolah

Sekolah merupakan tempat memperoleh pendidikan selanjutnya bagi


para remaja setelah pendidikan yang didapat dalam keluarga. Sekolah
tentu saja sangat berperan untuk membentuk mental dan karakter remaja
yang bermoral dan berintegritas. Sekolah bertanggung jawab untuk
memberikan pendidikan dan pengawasan, mendeteksi dan menagani
perilaku negatif remaja, serta menjalin komunikasi dengan para remaja.
Dengan hal-hal tersebut, diharapkan remaja akan menjadi individu yang
matang dalam bersikap, berpikir, dan berinteraksi, serta individu yang
cerdas secara emosi maupun kognitif.

D. Peran Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial tempat remaja tinggal dan berinteraksi akan sangat


berpengaruh terhadap perkembangan emosi dan tingkah laku remaja.

9
Lingkungan yang buruk dan cenderung memberikan hal-hal negatif akan
membuat remaja melakukan tindakan –tindakan negatif pula. Ini
dikarenakan remaja merupakan individu yang sedang mengalami proses
perkembangan menuju kedewasaan dan mencari jati diri sehingga sangat
mudah dipengaruhi. Kebanyakan remaja tidak bisa mengontrol diri dan
cenderung mengikuti hal-hal yang biasa dilakukan oleh lingkungan
sosialnya. Oleh sebab itu, remaja hendaknya dibesarkan dalam lingkungan
sosial yang baik sehingga akan tumbuh menjadi pribadi yang baik pula.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perkembangan merupakan proses menuju kematangan atau kedewasaan


secara fisik, psikis, dan kognitif yang terjadi seumur hidup.
2. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian, karena
sifat-sifat khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan
individu dalam masyarakat orang dewasa.
3. Perilaku negatif remaja terjadi karena kurangnya kontrol diri dan emosi
yang masih labil dalam diri remaja.
4. Pengawasan dan perhatian dari keluarga, sekolah, maupun lingkungan
sosial sangat dibutuhkan untuk membentuk remaja yang bertanggung
jawab, cerdas secara kognitif maupun emosional.

B. Saran

Masalah serta solusi yang dituangkan dalam makalah ini hanyalah


salah satu dari sekian banyak masalah yang menyangkut perkembangan

10
peserta didik, dalam hal ini terutama pada perkembangan remaja. Untuk
itu diharapkan para pembaca untuk lebih mendalami dan mengkritisi teori-
teori perkembangan remaja dari referensi yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Munawar Sholeh. 1997. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT


Rineka Cipta

Bransford, John D. 2003. The Best Year: Emosi Anak di Masa Remaja. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga

Syarif, Kemali. 2015. Perkembangan Peserta Didik. Medan: UNIMED Press

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-dimasajila-5137-3-
bab2.pdf (diakses 17 Oktober 2015, pukul 10:46 WIB)

11

Anda mungkin juga menyukai