Anda di halaman 1dari 34

ARTIKEL STATISTIKA LANJUTAN

PENGARUH GROSS PROFIT MARGIN (GPM), RETURN ON EQUITY (ROE),


TOTAL ASSET TURNOVER (TATO), DAN WORKING CAPITAL TURNOVER
(WCT) TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR
RITEL DI INDONESIA

Dosen :
Aung Dharmawan Buchdadi, M.M.,Ph.D

Dibuat Oleh :
Ela Elliyana (9917921048)
Febrisi Dwita (9917921021)
Florence Yeanne S (9917921010)
Ifa Nurmasari (9917921015)
Muh Irsyad Rusdin (9917921006)

PROGRAM STUDI S3 ILMU MANAJEMEN


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pandemi Covid-19 bukan hanya memberikan dampak penurunan ekonomi yang


besar dan membuat banyak negara mengalami defisit perdagangan hingga situasi
resesi termasuk di Indonesia. Berbagai strategi management dari para Pengusaha
bisnis sektor ritel dilakukan selama masa pandemi Covid-19 , salah satunya dengan
melakukan strategi pengelolaan perputaran modal kerja (Working Capital Turnover)
dari Perbankan.

Modal kerja dari Perbankan merupakan modal yang sangat diperlukan oleh para
Pengusaha ritel untuk melangsungkan kegiatan bisnisnya selama masa pandemi
Covid-19. Dari hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh peneliti dapat dilihat
hubungan antara perputaran modal kerja terhadap harga saham perusahaan ritel
selama masa pandemi Covid-19.

Return saham adalah penggerak dalam dalam investasi yang dilakukan oleh
perusahaan ritel. Rasio keuangan dapat diteliti pengaruhnya terhadap harga saham
agar dapat diambil kesimpulan apakah salah satu rasio keuangan, yaitu perputaran
modal kerja berhubungan positif atau negatif dan signifikan atau tidak signifikan
terhadap saham perusahaan ritel.

Dengan adanya pandemi Covid-19, bisnis ritel di Indonesia menjadi semakin


tertekan. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencatat, ada lebih dari 400
minimarket yang pailit dan gulung tikar selama pandemi Covid-19. Mulai Maret
hingga Desember 2020, rata-rata 5-6 gerai supermarket terpaksa tutup. Sementara
untuk periode Januari-Maret 2021, 1-2 toko juga mengalami hal serupa.
TrenAsia.com merangkum deretan ritel yang terpaksa menutup gerainya di Indonesia.
Ritel Giant Express milik PT Hero Supermarket Tbk yang harus ditutup. Bisnis
ritel dengan format hypermarket ini sebenarnya sudah mulai melemah sejak 2015.
Pada saat itu, perusahaan memutuskan untuk menutup 75 gerai Giant di sejumlah
daerah karena faktor rendahnya penjualan. Selain itu, manajemen mengaku
pelemahan ekonomi dan turunnya daya beli menjadi pendukung diambilnya
keputusan tersebut. Berselang tiga tahun, sejumlah gerai Giant, terutama Giant
Expres kembali mengalami nasib serupa. Dari awalnya berjumlah 166 gerai,
terpangkas menjadi 142 gerai. Hal ini berlanjut pada Juli 2019, Giant yang
merupakan bagian dari Hero Group ini tutup di sejumlah lokasi. Adapun dalam
situasi pandemi, awal tahun ini tiga gerai Giant lanjut dilakukan penutupan. Selain
Giant Ekstra di Margo City Depok, dua lainnya yakni Giant Mayasari Plaza dan
Giant Kalibata. Sebelum bergabung di unit bisnis HERO, Giant diketahui merupakan
perusahaan asal Malaysia yang didirikan pada 1944 oleh Keluarga Teng. Berkantor
pusat di Shah Alam, Selanggor Darul Ehsan, Giant menyediakan berbagai keperluan
harian, dari mulai makanan hingga kebutuhan sandang.

Perusahaan ritel yang menjual compact disc (CD) ini cukup terkenal pada era
2000-an. Namun, pada akhir 2015, Disc Tarra secara resmi memutuskan untuk
menutup 100 gerainya. Penutupan ini dilatarbelakangi oleh sepinya pengunjung.
Pasalnya pencinta musik perlahan beralih mendengarkan lagu via digital dan mulai
meninggalkan musik dalam bentuk fisik. Selain itu, kemunculan internet yang
memungkinkan seseorang bisa mengunduh musik secara ilegal pun turut mendorong
penurunan penjualan CD. Momentum penutupan Disc Tarra pun ditandai dengan
menjual barang secara besar-besaran dengan harga obral.

Ritel convenience store Seven Eleven (7-eleven) harus menutup gerai / Nikkei.
Bisnis ritel yang digawangi oleh PT Modern Sevel Indonesia (MSI) ini melakukan
penutupan serentak pada 30 Juni 2017. 7-Eleven Inc sebagai entitas pengelola bisnis
jaringan Sevel global, memutuskan untuk mengakhiri perjanjian dengan PT Modern
Internasional Tbk (MDRN) atau induk usaha Sevel di Indonesia. Beroperasi selama
delapan tahun, Sevel ternyata tak cukup kuat bersaing dengan sejumlah ritel dengan
konsep serupa, seperti Family Mart, Lawson, Indomaret Poin, dan sebagainya.
Padahal, gerai Sevel yang berbentuk mirip kafe ini merupakan salah satu tempat
favorit anak muda. Namun, kendati pengunjung cukup banyak, tetapi pendapatan
outlet ini diakui oleh manajemen tak sebanding dengan biaya operasional. Pasalnya,
para pengunjung lebih memilih untuk berlama-lama nongkrong demi menikmati
fasilitas yang ada, seperti stop kontak listrik, jaringan Wi-Fi, dan sebagainya. Selain
itu, faktor lain yang menyebabkan Sevel tutup adalah kerugian Sevel yang mencapai
Rp447,9 miliar pada kuartal I-2017. Ditambah, batalnya perjanjian senilai Rp1 triliun
antara MDRN dengan PT Charoen Pokhphand Restu Indonesia pada awal Juni 2017.

Kita memang masih sering menjumpai ritel pakaian PT Matahari Departement


Store Tbk (LPPF) ini di sejumlah tempat. Namun, ritel yang menjadi unit bisnis dari
Lippo Group ini ternyata pernah mengalami penurunan bisnis yang berdampak pada
penutupan gerai. Pada September 2017, gerai Matahari di Pasaraya Blok M dan
Manggarai menjadi dua lokasi pertama yang ditutup. Kemudian hal ini terjadi lagi di
gerai Matahari Mal Taman Anggrek Jakarta Barat, Lombok City Center, dan Nusa
Tenggara Barat yang tutup pada akhir Desember 2017. Tak jauh berbeda dengan
Giant milik HERO, penutupan ini kembali terjadi pada tahun pandemi alias 2020.
Pada periode ini, sebanyak 25 gerai Matahari resmi tutup, antara lain Matahari di
Loppo Plaza Mal Yogya, Lippo Mal Kuta, Kebun Raya Bogor, Lippo Plaza Mal
Gresik, Mayofield TC, dan GTC TC Makassar. Hingga akhir tahun lalu, Matahari
diketahui menyisakan sebanyak 147 gerai. Sementara pada kuartal I-2021, ritel yang
buka pertama kali pada 1958 ini tercatat rugi sebesar Rp95 miliar. Seiring dengan
perubahan tren belanja daring, manajemen pun memilih untuk mengubah strategi
pemasaran melalui kanal digital, yakni melalui penjualan di e-commerce
MatahariMall.com.

Gerai ini dioperasikan oleh PT Java Retailindo (JR) di bawah naungan PT Mitra
Adiperkasa Tbk (MAPI). Penutupan secara total dilakukan pada 30 Oktober 2017.
Seluruh gerai Lotus yang berjumlah 100 outlet di Jakarta, Bekasi, dan Cibubur pun
terpaksa tutup. Penjualan yang rendah disebut sebagai biang kerok kepailitan
perusahaan. Akhirnya, pada penutupan gerai, Lotus mengobral seluruh produk
dengan diskon mencapai 80% dari harga normal.

Gerai ritel Dabenhams di Senayan City / Loveindonesia.com Ritel swalayan ini


masih berada di bawah naungan yang sama dengan Lotus. Debenhams pun terpaksa
mengikuti jejak Lotus, yakni menutup operasional secara total pada akhir 2017.
Debenhams sendiri merupakan lisensi gerai dari perusahaan ritel asal Inggris. Di
Indonesia, ada tiga gerai yang dibuka, yakni Debenhams Kemang, Karawaci, dan
Senayan City. Setelah tutup, MAP pun mengalihkan penjualan Debenhams ke situs
daring dengan nama MAPeMall.

Setali tiga uang, ritel fashion asal Inggris yang berada di bawah kendali MAP ini
juga tutup permanen di Indonesia pada 19 Februari 2018. Selama beroperasi, terdapat
12 gerai yang tersebar di Jakarta dan Bandung. Di negara asalnya sendiri, hampir 100
gerai New Look ternyata juga dilakukan penutupan karena kondisi keuangan yang
kurang sehat.

GAP merupakan perusahaan ritel asal Amerika Serikat yang memiliki lima gerai
di Indonesia. Di bawah naungan PT Gilang Agung Persada, kontrak sewa toko GAP
banyak yang tidak diperpanjang alias hanya sampai Februari 2018. Alhasil, lima gerai
yang tersebar di Jakarta, Bali, dan Surabaya pun tutup. Manajemen mengaku lebih
ingin fokus mengembangkan bisnis gerai jam tangan merek Casio dan aksesori
lainnya, seperti VNC, Justice, dan Superdry.

Emiten ritel PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) akhirnya ikut tersandung
tren gulung tikar yang menimpa ritel di Indonesia. Akibat pembatasan sosial selama
pandemi, manajemen memutuskan untuk menutup 13 gerai di berbagai lokasi pada
September 2020. Sebelumnya, 94 gerai Ramayana juga sempat ditutup sementara
sepanjang Maret 2020 saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hal ini dilakukan sekaligus untuk mengevaluasi penjualan dan bisnis perseroan.

Pusat perbelanjaan ini resmi tutup pada 1 Desember 2020. Manajemen dalam
akun resmi Instagram @goldentruly menyampaikan, mal yang berlokasi di Jalan
Gunung Sahari Nomor 59 Jakarta Pusat ini akan dikelola oleh pengembang baru.
Lantas, operasional Golden Truly sendiri akan dilanjutkan secara daring melalui e-
commerce Tokopedia dan Shopee.

Pengunjung melintas didepan gerai restoran cepat saji khas Korea Selatan
(Korsel) Lotteria di Fatmawati, Jakarta, Sabtu 20 Juni 2020. Lotteria akan menutup
semua gerainya di Indonesia pada 29 Juni 2020 mendatang. Melalui pengumuman
resmi manajemen Lotteria, restoran Korsel itu akan menutup 32 gerainya yang
berlokasi di Jabodetabek, Cikarang, Karawang dan Bandung. Tak hanya ritel pakaian,
gerai makanan cepat saji Lotteria juga memutuskan untuk menutup seluruh gerainya
di Indonesia secara permanen. Terhitung sejak 29 Juni 2020, sebanyak 32 gerai yang
berlokasi di Jabodetabek, Cikarang, Karawang, dan Bandung ini berhenti beroperasi.
Ritel yang memiliki produk jualan khas berupa ayam goreng dan burger ini
merupakan anak usaha dari Lotte Group asal Korea Selatan. Di Seoul, Lotteria
pertama berdiri pada 1979. Perusahaan ini pun berekspansi beberapa selang tahun
kemudian dengan membuka cabang lintas negara, termasuk di Indonesia pada 2011.

Toko buku Gramedia berdiri sebagai unit bisnis ritel yang berada di bawah
manajemen PT Gramedia Asri Media. Toko buku ini merupakan satu-satunya yang
memiliki jaringan terbesar di Indonesia. Pada Oktober 2020, manajemen menutup
operasional Gramedia di Mal Taman Anggrek dengan tak memperpanjang masa
sewa. Perusahaan mengaku, keputusan ini diambil karena masih terdapat beberapa
gerai yang beroperasi di dekat kawasan Mal Taman Anggrek, seperti gerai Gramedia
di Mal Ciputra dan Mal Central Park (CP). Selain itu, diakui penjualan buku dan
jumlah pengunjung terus mengalami penurunan karena pandemi.
Baru-baru ini, toko buku Kinokuniya juga resmi tutup secara permanen pada 1
April lalu. Dalam akun resmi Instagram @Kinokuniya_id, perusahaan mengaku ingin
fokus menjual buku secara daring di laman kunokuniya.co.id atau platform penjualan
di Blibli, Shopee, dan Tokopedia.

Manajemen Centro Department Store resmi menutup gerainya di Plaza


Ambarrukmo Yogyakarta pada Maret 2021. Ritel ini berhenti beroperasi setelah
berjualan selama 15 tahun sejak mal tersebut berdiri. Hal serupa dikabarkan bakal
menimpa Centro di Bintaro Xchange. Pasalnya manajemen sendiri telah mendisplay
keterangan berbunyi Jaringan ritel Centro dimiliki oleh Parkson Retail Asia Limited
Ltd yang dikelola oleh PT Tozy Sentosa.

Dalam penelitian ini, ada 10 perusahaan ritel yang menjadi contoh dalam
pengambilan sample untuk dilakukan pengujian apakah selama masa pandemi Covid-
19 rasio keuangan dari perusahaan ritel tersebut berpengaruh positif atau tidak positif
dan signifikan atau tidak signifikan terhadap harga saham perusahaan ritel. Dari hasil
penelitian ini, dapat diuji apakah secara empirik Working Capital Turnover
berpengaruh positif atau negatif terhadap harga saham perusahaan ritel selama masa
pandemi Covid-19 dimana perusahaan ritel dengan perputaran modal kerja yang lebih
besar dari Perbankan belum tentu dapat menunjang secara signifikan terhadap
diperolehnya harga saham yang lebih besar di masa pandemi Covid-19.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah Gross Profit Margin berpengaruh positif terhadap harga saham pada
perusahaan ritel?

2. Apakah Return on Equity berpengaruh positif terhadap harga saham pada


perusahaan ritel?

3. Apakah Total Aset Turn Over berpengaruh positif terhadap harga saham pada
perusahaan ritel?
4. Apakah Working Capital Turnover berpengaruh positif terhadap harga saham pada
perusahaan ritel?

5. Apakah GPM, ROE, TATO dan WCT berpengaruh secara silmutan terhadap harga
saham pada perusahaan ritel?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menguji pengaruh Gross Profit Margin terhadap terhadap harga saham pada
perusahaan ritel.

2. Untuk menguji pengaruh Return on Equity terhadap harga saham pada perusahaan
ritel.

3. Untuk menguji pengaruh Total Aset Turn Over terhadap harga saham pada
perusahaan ritel.

4. Untuk menguji pengaruh Working Capital Turnover terhadap harga saham pada
perusahaan ritel.

5. untuk menguji pengaruh GPM, ROE, TATO dan WCT terhadap harga saham pada
perusahaan ritel.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Grand Theory


2.1.1 HARGA SAHAM
Menurut (ZEYNALI & MOHAMMAD, 2011) dalam penelitiannya
mempelajari pengaruh struktur modal terhadap ukuran, tingkat pengembalian modal
dan laba per saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Teheran di bidang
farmasi industri pada periode 2007-2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara struktur keuangan perusahaan-perusahaan
ini dan ukurannya. Namun tidak ada hubungan yang signifikan antara struktur
keuangan mereka dengan tingkat pengembalian modal dan laba per saham. (Taani,
2011) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan
hubungan antara rasio utang, nilai pasar, arus kas operasi dan laba atas ekuitas dengan
laba per saham. Sedangkan tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara ukuran
perusahaan dengan laba per saham. (Elliyana, 2018) Eksternal eksternal perusahaan
yang mempengaruhi return adalah kebijakan fiskal dan moneter dan kawasan
pertumbuhan sektor industri. Pengembalian saham mencakup dua hal: modal atau
keuntungan / kerugian investor atas penjualan dan hasil atau uang tunai aliran yang
diterima investor secara periodik (dividen atau bunga). (Jin et al., 2020) berpendapat
kepercayaan di pasar saham merupakan faktor penting dalam keputusan untuk
berinvestasi di samping pengetahuan tentang risiko-pengembalian trade-off, kami
menyimpulkan kepercayaan juga bisa menjadi faktor penting yang memotivasi
individu untuk berinvestasi bukan kognisi tersebut.
2.2 Applied Theory
2.2.1 GPM (Gross Profit Margin)
Margin laba mencerminkan rasio antara laba perusahaan (bisa berupa laba
kotor, laba bersih, atau laba operasi) dan pendapatannya, dengan mengevaluasi
margin laba mengungkap sejauh mana perusahaan menangani strategi keuangannya
secara keseluruhan. Dalam penelitian ini, margin laba operasi digunakan karena
menunjukkan efektivitas biaya operasi perusahaan; harga pokok penjualan, biaya
terkait dengan penjualan dan administrasi, dan biaya overhead (Rahadi et al., 2021).
Menurut (Sartono, 2001) terdapat beberapa rasio profitabilitas untuk mengukur
seberapa besar efektivitas manajemen mengelola assets dan equity untuk
menghasilkan laba, adapun perhitungan dari margin laba kotor adalah berikut :

𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟 = (𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 - 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛)/𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

atau

𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟/𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

Semakin tinggi profitabilitasnya berarti semakin baik. Tetapi perlu diperhatikan


bahwa gross profit margin sangat dipengaruhi oleh Harga Pokok Penjualan (HPP).
Apabila Harga Pokok Penjualan (HPP) meningkat maka gross profit margin akan
menurun begitu pula sebaliknya. Adapun Margin laba kotor adalah metrik yang
digunakan analis untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan dengan menghitung
jumlah uang yang tersisa dari penjualan produk setelah dikurangi harga pokok
penjualan (HPP). Kadang-kadang disebut sebagai rasio margin kotor, margin laba
kotor sering dinyatakan sebagai persentase penjualan.
Menurut (Brigham & Houston, 2011) margin laba kotor mengukur
persentase sisa penjualan jika perusahaan telah membayar barang-barangnya. Jadi
jika suatu perusahaan memiliki GPM (Gross Profit Margin) yang tinggi maka
mungkin bagus, karena relative cost of selling barangnya lebih rendah. Margin laba
kotor berdasarkan pendapatan dapat mencerminkan profitabilitas bisnis dasar
perusahaan secara lebih objektif, The empirical test menunjukkan bahwa gross profit
margin berdasarkan pendapatan memberikan informasi yang lebih akurat
dibandingkan dengan gross profit margin berdasarkan pendapatan saat ini.
(Savelyeva, 2012). Gross Profit Margin adalah rasio profitabilitas yang
menunjukkan tingkat pengembalian laba kotor terhadap penjualan bersih, semakin
tinggi margin laba kotor maka semakin besar nilai laba kotor (Rodoni & Ali, 2014).
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu menutupi biaya-biaya seperti
administrasi, depresiasi, serta beban bunga utang dan pajak. Artinya kinerja
perusahaan akan dinilai baik serta menarik investor untuk menanamkan modalnya di
perusahaan tersebut, sehingga pendapatan perusahaan akan meningkat. Dalam hasil
penelitian yang dimiliki oleh (Pascarina et al., 2016) GPM berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan laba perusahaan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dimiliki oleh (Bionda & Mahdar, 2017) bahwa GPM menunjukkan tidak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba perusahaan.

2.2.2 ROE (RETURN ON EQUITY)


Return on Equity (ROE) mengukur kemampuan usaha memperoleh laba yang
tersedia. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang. Apabila proporsi
hutang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar (Sartono, 2001). Adapun
perhitungan dari ROE ialah sebagai berikut :

Return on common equity (ROE) = Net income/Common equity


atau
𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖h 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎h 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘/𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖

Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur


kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh
pemegang saham, bagi saham biasa maupun saham preferen. Semakin tinggi nilai
ROE, tentunya akan menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan bersangkutan karena mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut
mempunyai kinerja yang baik dan akibatnya harga saham pun akan ikut tinggi
(Rahmadewi, 2018). ROE yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan dapat
memperoleh pengembalian yang lebih tinggi pada ekuitas pemegang saham (Taani,
2011). ROE yang lebih tinggi juga menunjukkan efisiensi yang lebih tinggi dalam
membelanjakan uang yang diinvestasikan oleh pemegang saham untuk memperoleh
pertumbuhan laba. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa investor akan
memperhatikan ROE. Karena pendapatan (keuntungan) berasal dari pemilik investasi
(ekuitas) dan aset yang didanai oleh pemberi pinjaman (kewajiban), metrik sensitif
untuk meningkatkan efek ROE (Wahidhani & MM, 2015). Adapun hasil penelitian
dalam (Karaca & Savsar, 2012) yaitu pengaruh rasio keuangan terhadap nilai
perusahaan di 36 perusahaan selama tahun 2002-2009 di Turki. Temuan penelitian
menunjukkan bahwa analisis rasio keuangan efektif pada perusahaan nilai dan ada
hubungan yang signifikan dan negatif antara rasio perputaran persediaan dan return
on equity.
2.2.3 TATO (Total Assets Turnover)
Adapun rasio perputaran aset total, mengukur perputaran semua aset
perusahaan; dan dihitung dengan membagi penjualan dengan total asset (Brigham &
Houston, n.d.)
Total assets turnover ratio = Sales Total / assets
Rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efisiennya seluruh aktiva perusahaan
digunakan untuk menunjang kegiatan penjualan dengan membandingkan antara
penjualan dengan total aktiva. Jika penjualan lebih besar dari total aktiva maka
tingkat pengembalian keuntungan atau return yang didapat perusahaan akan tinggi,
karena penjualan yang besar mencerminkan keuntungan yang besar bagi perusahaan.
Sebaliknya, jika total aktiva yang tinggi dari pada penjualannya maka return atau
tingkat pengembalian keuntungan akan rendah. (Ratio et al., 2014).
Hasil penelitian dari (Martani & Khairurizka, 2009) mengenai tentang total
assets turnover (TATO), berkorelasi negatif dengan return. Ini bertentangan dengan
teori yang menyatakan bahwa TATO harus memiliki dampak positif pada return yang
disesuaikan pasar dan abnormal return. (Taani, 2011) Rasio likuiditas berpengaruh
tidak signifikan terhadap earning per share. Variabel lain, total asset turnover (TATO)
berkorelasi negatif dengan return. Ini kontrasteori yang menyatakan bahwa TATO
harus berdampak positif terhadap return. Dia juga kontras dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh (Kennedy, 2003). TATO mencerminkan efisiensi dalam
pengelolaan aset untuk memperoleh pendapatan dari kegiatan operasi. Jadi TATO
yang lebih tinggi adalah keuntungan bagi perusahaan dan dapat memberikan efek
positif terhadap return saham. Hasil korelasi negatif TATO pada return mungkin
disebabkan oleh dominasi perusahaan besar terhadap return saham yang tinggi,
sedangkan big perusahaan biasanya tidak dapat meningkatkan TATO mereka dengan
mudah. Faktor lain yang menyebabkan korelasi negatifnya adalah return saham juga
dipengaruhi oleh laba nonoperasional yang tidak diperoleh dari penjualan.
2.2.4 WCT (Working Capital Turnover)
Setiap perusahaan dalam menjalankan aktivitas atau operasinya sehari-hari selalu
membutuhkan modal kerja (working capital). Modal kerja ini misalnya digunakan
untuk membayar upah buruh, gaji pegawai, membeli bahan mentah membayar
persekot dan pengeluaran-pengeluaran lainnya yang gunanya untuk membiayai
operasi perusahaan. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengertian dari modal
kerja, terdapat beberapa pendapat :
a. “Modal kerja bersih adalah aktiva lancar dikurangi kewajiban jangka pendek,
dan modal kerja kotor adalah investasi perusahaan dalam aktiva lancar seperti
kas, piutang dan persediaan” (James C Van Home, 2012:308).
b. “Modal kerja bersih adalah selisih antara asset lancar dan kewajiban lancar”
(Brealey, Richard A. dan Kawan – kawan, 2008:139).
Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi modal kerja adalah :
a. Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)
Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat
diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Rumus dari Working
Capital Turnover (WCT) adalah sebagai berikut (Sawir, 2005: 151) :
b. Perputaran persediaan (Inventory Turnover)
Rasio ini mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagang. Rasio
ini merupakan indikasi yang cukup popular untuk menilai efisisensi
operasional, yang memperlihatkan seberapa baiknya manjemen mengontrol
modal yang ada pada persediaan Formulasi dari Inventory Turnover adalah
sebagai berikut (Sutrisno, 2007:220) :

c. Perputaran Piutang (Receivable Turnover)


Rasio ini menunjukkan efisiensi pengelolaan piutang perusahaan. Semakin
tinggi rasio menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang
rendah. Formulasi dari receivable turnover (RT) adalah (Sutrisno, 2007:220) :
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel


Populasi yang digunakan adalah perusahaan sub sektor perdagangan eceran
yang telah go public. Perusahaan eceran yang telah go public berjumlah 27
perusahaan. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik purposing sampling.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan eceran telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009.
2. Perusahaan yang dijadikan sampel mempunyai kelengkapan data.
Dari data yang didapatkan, jumlah perusahaan pertambangan yang telah go
public sebanyak 27 perusahaan. Namun dari 27 perusahaan yang telah go public
tersebut, hanya ada 10 perusahaan yang memberikan kelengkapan data yang
dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan data panel, yaitu data yang menggunakan
data cross section (10 perusahaan) dan time series yaitu berdasarkan urutan waktu
(dari tahun 2009 sampai 2020). Sehingga data dalam penelitian ini ada 120.

3.2 Variabel Penelitian


Variabel dependen adalah variabel yang menjadi akibat adanya variabel
independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham. Variabel
independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah:
1. X1 : Gross Profit Margin/GPM
2. X2 : Return on Equity/ROE
3. X3 : Total Asset Turnover / TATO
4. X4 : Working Capital Turnover / WCT
5. Y : Harga Saham
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi.
Data diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dan website perusahaan. Data yang
dikumpulkan adalah data harga saham (closing price), Gross Profit Margin/GPM,
Return on Equity/ROE, Total Asset Turnover/TATO, Working Capital
Turnover/WCT dari perusahaan perdagangan eceran yang go public dari tahun 2009
sampai 2020.

3.4 Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, akan menggunakan teknik analisis regresi linear
berganda dengan menggunakan software eviews versi 10. Berikut ini adalah urutan
pengujian yang akan dilakukan :
1. Uji Statistik Deskriptif.
Statistik deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis
data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
2. Estimasi Model Regresi Linier
Estimasi model atau persamaan matematis yang digunakan pada penelitian ini
dengan menggunakan software EViews (Econometric Views) versi 10 adalah sebagai
berikut :
Yit = β0 + β1 X1,it + β2 X2,it + β3 X3,it + β4 X4,it + εit
Yit = Harga Saham
i = Perusahaan
t = waktu/tahun
β0 = Intersep
β1, β2, β3, β4 = Slope untuk maing-masing variabel GPM, ROE, TATO dan WCT
X1,it = Gross Profit Margin/GPM
X2,it = Return on Equity/ROE
X3,it = Total Asset Turnover/TATO
X4,it = Working Capital Turnover/WCT
εit = Residual
Regresi linier data panel terdiri dari tiga model, yaitu common effect, fixed
effect dan random effect. Untuk memilih model mana yang paling sesuai dengan data
yang dimiliki, maka akan dilakukan uji chow dan uji housman.

3.5 Uji Model Common Effect


Pada analisis regresi data panel, model common effect merupakan model yang
paling sederhana. Asumsi yang digunakan dalam model common effect ini adalah
menganggap bahwa intersep dan slope selalu tetap baik antar waktu maupun antar
individu (Sriyana, 2014:107). Dasar yang digunakan dalam analisis regresi data panel
model ini adalah mengabaikan pengaruh individu dan waktu pada model yang
dibentuknya.

3.6 Uji Model Fixed Effect


Pada model fixed effect ini menunjukkan perbedaan konstanta antar objek,
meskipun dengan koefisien regresi yang sama. Efek tetap pada model ini maksudnya
adalah bahwa satu objek observasi memiliki konstanta yang tetap besarnya untuk
berbagai periode waktu, demikian juga untuk koefisien regresi akan tetap besarnya
dari waktu ke waktu.

3.7 Uji Model Random Effect


Pada model random effect, terjadinya perbedaan intersep dan konstanta atau
slope disebabkan oleh residual atau error sebagai akibat adanya perbedaan antar unit
dan antar periode waktu yang terjadi secara random (Sriyana, 2014:153).

3.8 Uji Chow


Uji chow digunakan untuk memilih antara model common effect dan model
fixed effect. Hipotesa dari model ini adalah :
Ho = Common effect dan
Hi = Fixed effect
Cara pengambilan keputusan :
a. Jika probability > 0,05 maka Ho diterima, berarti penelitian menggunakan
model common effect.
b. Jika probability < 0,05 maka Ho ditolak dan Hi diterima, berarti memilih
model fixed effect.

3.9 Uji Housman


Uji housman digunakan untuk memilih antara model fixed effect dan random
effect.
Hipotesa dari model ini adalah
Ho = Random effect dan
Hi = Fixed effect.
Cara pengambilan keputusan :
a. Jika probability > 0,05 maka Ho diterima, berarti menggunakan model
random effect.
b. Jika probability < 0,05 maka Ho ditolak, berarti menggunakan fixed effect.

3.10 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik ini bertujuan agar hasil regresi memenuhi kriteria BLUE,
yaitu Best, Linear, Unbiased, Estimator. Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas,
uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

3.11 Uji Normalitas


Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel pengganggu atau
residual pada model regresi, memiliki distribusi normal atau tidak. Menurut Winarno
(2015:5.41), dalam anailisis multivariate, para peneliti menggunakan pedoman kalau
tiap variabel terdiri atas 30 data, maka data sudah berdistribusi normal. Meskipun
demikian, untuk menguji dengan lebih akurat, diperlikan alat analisis dan eviews
menggunakan 2 (dua) cara, yaitu dengan Histogram dan uji Jarque-Bera. Untuk
mendeteksi apakah residualnya berdistribusi normal atau tidak dengan melihat nilai
Jarque-Bera (J-B) dan probabilitasnya.

3.12 Uji Multikolinearitas


Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linear antar variabel
independent (Winarno, 2015:5.1). Multikolinearitas terjadi jika korelasi antara
variabel independen lebih besar dari 0,80.

3.13 Uji Autokorelasi


Menurut Winarno (2015 : 5.29), aotokorelasi adalah hubungan antara residual
satu observasi dengan residual observasi lainnya. Tujuan uji autokorelasi adalah
untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antara kesalahan
pengganggu.

3.14 Uji Heterokedatisitas


Menurut Sarjono dan Julianita (2011:66), heterokedatisitas menunjukkan
bahwa varian variabel tidak sama untuk semua pengamatan/observasi. Jika varian
dari satu residual pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut
homokedatisitas.

3.15 Uji Hipotesis


Uji hipotesis merupakan uji untuk mengetahui kebenaran hipotesis pada
penelitian ini. Uji hipotesis yang akan dilakukan adalah uji t, uji F dan uji koefisien
determinasi.
3.16 Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara
parsial berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Derajat signifikasi
yang digunakan adalah 0,05.
a. Apabila nilai probability < 0,05, maka Ho ditolak Ha diterima. Artinya variabel
independen secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen.
b. Apabila nilai probability > 0,05, maka Ho diterima Ha ditolak. Artinya variabel
independen secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen.
Pengujian dengan ttabel dan thitung dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika -t tabel ≤ t hitung ≤ +t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak,
2. Jika t hitung ≤ -t tabel atau t hitung > +ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

3.17 Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara
simultan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Derajat
kepercayaan yang digunakan adalah 0,05. Dasar pengambilan keputusannya adalah
sebagai berikut:
i. Apabila probabilitas F statistik > 0,05 dan Fhitung< Ftabel maka H0 diterima,
Hi ditolak.
ii. Apabila probabilitas F statistik < 0,05 dan Fhitung> Ftabel maka H0 ditolak,
Hi diterima.
Apabila hipotesis alternative (Ha) diterima dan hipotesis null (Ho) ditolak, ini berarti
bahwa semua variabel independen secara simultan berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen. Nilai F tabel bisa dicari di buku.
3.18 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) menjelaskan seberapa besar pengaruh semua
variable independen terhadap variable dependen. Nilai koefisien determinasi adalah
antara nol dan satu. Nilai koefisien determinasi yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independent dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas.
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan pengaruh
yang besar terhadap variabel dependen.
Untuk regresi linier berganda, nilai koefisien determinasi dilakukan dengan
cara melihat nilai adjusted R square. Jika dalam pengujian didapat nilai adjusted R2
negatif, maka nilai adjusted R2 dianggap bernilai nol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan perusahaan sub sektor perdagangan eceran yang
tersedia datanya dari tahun 2009 sampai dengan 2020. Apapun daftar perusahaan
tersebut adalah sebagai berikut :
No Kode Saham Perusahaan
1 DNET Indoritel Makmur Sentosa International
2 HERO Hero Supermarket, Tbk
3 AMRT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk
4 ACES Ace Hardware Indonesia, Tbk
5 CSAP Catur Sentosa Adiprana, Tbk
6 MAPI Mitra Adiperkasa, Tbk
7 RALS Ramayana Lestrari Sentosa, Tbk
8 LPPF Matahari Department Store, Tbk
9 KOIN Kokoh Inti Arebama
10 MPPA Matahari Putra Prima, Tbk

4.1.2 Hasil Penelitian


Data yang sudah diperoleh, diolah menggunakan eview versi 10. Langkah-
langkah yang dilakukan adalah
a. Membuat model penelitian dengan uji common effect, fixed effect dan Random
effect.
b. Memilih model yang paling sesuai dengan uji chou dan uji housman
c. Model yang terpilih, dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
Data dari variabel-variabel yang sudah dihitung, diolah dengan menggunakan
eviews versi 10. Variabel-variabel dependen yang digunakan adalah GPM, ROE,
TATO dan WCR, sedangkan variabel independent yang digunakan adalah harga
saham. Data yang digunakan adalah data panel, yang terdiri dari 10 perusahaan
perdagangan eceran dan 12 tahun yaitu dari 2009 sampai dengan 2020.

4.1.3 Membuat model penelitian


Model penelitian terdiri dari 3, yaitu common effect, fixed effect dan random
effect.
a. Uji common effect
Dependent Variable: Y
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Date: 12/21/21 Time: 16:45
Sample: 2009 2020
Periods included: 12
Cross-sections included: 10
Total panel (balanced) observations: 120
Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1035.086 122.7813 -8.430324 0.0000


X1 34.95406 1.851343 18.88038 0.0000
X2 7.707661 1.436413 5.365910 0.0000
X3 659.8932 66.84086 9.872603 0.0000
X4 -0.085262 0.029957 -2.846125 0.0052

Weighted Statistics

R-squared 0.883348    Mean dependent var 1.824761


Adjusted R-squared 0.879291    S.D. dependent var 2.405989
S.E. of regression 0.974007    Sum squared resid 109.0992
F-statistic 217.7098    Durbin-Watson stat 1.655729
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.294950    Mean dependent var 1487.583


Sum squared resid 6.58E+08    Durbin-Watson stat 0.583719
b. Uji Fixed Effect
Dependent Variable: Y
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Date: 12/21/21 Time: 16:43
Sample: 2009 2020
Periods included: 12
Cross-sections included: 10
Total panel (balanced) observations: 120
Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1790.819 134.1049 -13.35387 0.0000


X1 13.55543 2.297770 5.899385 0.0000
X2 6.766533 0.659382 10.26193 0.0000
X3 1618.017 56.42062 28.67776 0.0000
X4 0.011413 0.009673 1.179967 0.2407

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.971430    Mean dependent var 4.292954


Adjusted R-squared 0.967926    S.D. dependent var 7.881424
S.E. of regression 1.049596    Sum squared resid 116.7752
F-statistic 277.2404    Durbin-Watson stat 2.002129
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.647511    Mean dependent var 1487.583


Sum squared resid 3.29E+08    Durbin-Watson stat 0.822377

c. Uji Random Effect


Dependent Variable: Y
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 12/21/21 Time: 16:47
Sample: 2009 2020
Periods included: 12
Cross-sections included: 10
Total panel (balanced) observations: 120
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1182.590 733.9805 -1.611201 0.1099


X1 24.45077 7.008484 3.488739 0.0007
X2 8.981084 1.734985 5.176462 0.0000
X3 1007.218 320.2970 3.144637 0.0021
X4 -0.052059 0.167539 -0.310727 0.7566

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 877.0026 0.1992


Idiosyncratic random 1758.388 0.8008

Weighted Statistics

R-squared 0.258954    Mean dependent var 745.1842


Adjusted R-squared 0.233178    S.D. dependent var 2200.462
S.E. of regression 1926.909    Sum squared resid 4.27E+08
F-statistic 10.04649    Durbin-Watson stat 0.876816
Prob(F-statistic) 0.000001

Unweighted Statistics

R-squared 0.272572    Mean dependent var 1487.583


Sum squared resid 6.78E+08    Durbin-Watson stat 0.551802

4.1.4 Memilih model yang sesuai


Untuk memilih model penelitian yang sesuai dilakukan dengan uji chou dan
uji housman. Uji chou untuk memilih antara model common effect dan model fixed
effect. Uji housman untuk memilih antara model fixed effect dan model random effect.
a. Uji chou
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 130.492549 (9,106) 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: Y
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Date: 12/21/21 Time: 16:46
Sample: 2009 2020
Periods included: 12
Cross-sections included: 10
Total panel (balanced) observations: 120
Use pre-specified GLS weights

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


C 270.3896 52.60687 5.139814 0.0000
X1 30.48259 0.970612 31.40553 0.0000
X2 9.524841 0.642303 14.82921 0.0000
X3 33.88127 27.67198 1.224389 0.2233
X4 -0.078630 0.009192 -8.553801 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.654882    Mean dependent var 4.292954


Adjusted R-squared 0.642877    S.D. dependent var 7.881424
S.E. of regression 3.502288    Sum squared resid 1410.592
F-statistic 54.55473    Durbin-Watson stat 0.608232
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.277343    Mean dependent var 1487.583


Sum squared resid 6.74E+08    Durbin-Watson stat 0.651668

Uji chou digunakan untuk memilih model terbaik antara model common effect
dan fixed effect. Pada hasil uji chou di atas, dilihat dari probabilitas Cross-section F,
didapatkan nilai sebesar 0,000. Nilai probabilitas ini lebih kecil dari 0,05, sehingga
dari uji chou ini model yang terpilih adalah model fixed effect.
b. Uji Housman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 27.099121 4 0.0000

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

X1 16.682063 24.450772 4.892697 0.0004


X2 7.427953 8.981084 0.106892 0.0000
X3 1654.713859 1007.217795 65282.099127 0.0113
X4 0.011750 -0.052059 0.000614 0.0100

Cross-section random effects test equation:


Dependent Variable: Y
Method: Panel Least Squares
Date: 12/21/21 Time: 16:48
Sample: 2009 2020
Periods included: 12
Cross-sections included: 10
Total panel (balanced) observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1972.808 790.7370 -2.494898 0.0141


X1 16.68206 7.349255 2.269898 0.0252
X2 7.427953 1.765521 4.207230 0.0001
X3 1654.714 409.7222 4.038624 0.0001
X4 0.011750 0.169361 0.069380 0.9448

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.648618    Mean dependent var 1487.583


Adjusted R-squared 0.605523    S.D. dependent var 2799.652
S.E. of regression 1758.388    Akaike info criterion 17.89146
Sum squared resid 3.28E+08    Schwarz criterion 18.21667
Log likelihood -1059.488    Hannan-Quinn criter. 18.02353
F-statistic 15.05120    Durbin-Watson stat 0.903709
Prob(F-statistic) 0.000000

Uji housman digunakan untuk memilih model terbaik antara model fixed
effect dan random effect. Pada hasil uji houman di atas, dilihat dari probabilitas
Cross-section random, didapatkan nilai sebesar 0,000. Nilai probabilitas ini lebih
kecil dari 0,05, sehingga dari uji housman ini model yang terpilih adalah model fixed
effect.
c. Uji asumsi klasik
Model penelitian yang terpilih adalah model fixed effect. Pada model fixed
effect ini, kemudian dilakukan uji asumsi klasik. Pada model fixed effect ini
menggunakan metode EGLS (Cross-section SUR), maka uji asumsi klasik yang
digunakan hanya normalitas dan multikolinearitas (Gujarati).
d. Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas diatas, hasil nilai probabilitas adalah


0,230163 lebih besar dari 0,05 dan nilai jarque-bera adalah 2,937931 lebih besar dari
2, maka residual terdistribusi normal.
e. Uji Multikolinearitas
X1 X2 X3 X4
X1  1.000000  0.116088 -0.504562 -0.054062
X2  0.116088  1.000000  0.024621  0.010897
X3 -0.504562  0.024621  1.000000  0.163681
X4 -0.054062  0.010897  0.163681  1.000000

Berdasarkan uji multikolinearitas di atas, didapatkan nilai hubungan antar


variabel lebih kecil dari 0,8. Dari hasil ini maka tidak terdapat multikolinearitas
antara variabel independent.
f. Uji Hipotesis
Model yang terpilih adalah model fixed effect. Dari model ini, maka dapat
kita lihat hasil uji t, uji F dan hasil koefisien determinassi.
Dependent Variable: Y
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Date: 12/21/21 Time: 16:43
Sample: 2009 2020
Periods included: 12
Cross-sections included: 10
Total panel (balanced) observations: 120
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1790.819 134.1049 -13.35387 0.0000


X1 13.55543 2.297770 5.899385 0.0000
X2 6.766533 0.659382 10.26193 0.0000
X3 1618.017 56.42062 28.67776 0.0000
X4 0.011413 0.009673 1.179967 0.2407

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.971430    Mean dependent var 4.292954


Adjusted R-squared 0.967926    S.D. dependent var 7.881424
S.E. of regression 1.049596    Sum squared resid 116.7752
F-statistic 277.2404    Durbin-Watson stat 2.002129
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.647511    Mean dependent var 1487.583


Sum squared resid 3.29E+08    Durbin-Watson stat 0.822377

Untuk uji t dapat dilihat pada probabilitas pada model fixed effect di atas.
a. Probabilitas dari X1 = GPM = 0,000 lebih kecil dari 0,05, ini berarti GPM
berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
b. Probabilitas dari X2 = ROE = 0,000 lebih kecil dari 0,05, ini berarti ROE
berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
c. Probabilitas dari X3 = TATO = 0,000 lebih kecil dari 0,05, ini berarti TATO
berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
d. Probabilitas dari X4 = WCT = 0,2407 lebih besar dari 0,05, berarti WCT tidak
berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Untuk hasil uji F, dapat dilihat dari nilai Prob(F-statistic). Nilai Prob(F-
statistic) ini adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Ini berarti secara simultan GPM,
ROE, TATO dan WCT berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Besaranya
pengaruh variabel independent ini dapat dilihat dari Adjusted R-squared. Hasil
Adjusted R-squared pada model fixed effect ini adalah 0.967926. Angka ini
berarti variabel independen yaitu GPM, ROE, TATO dan WCT memberikan
pengaruh sebesar 96,79% terhadap variabel dependen (harga saham).

4.2 Pembahasan Penelitian


Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa model data panel
yang sesuai untuk pengaruh faktor GPM, ROE, TATO dan WCT terhadap harga
saham Perusahaan Ritel di Indonesia tahun 2009-2020 adalah estimasi Fixed Effect
Model, Adapun interpretasi dari model yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya
yaitu sebagai berikut:
a. Pengaruh variabel Gross Profit Margin (GPM) terhadap harga saham
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa variabel GPM dari 10
Perusahaan Ritel di Indonesia memiliki hubungan positif dan berpengaruh
signifikan terhadap harga saham. Pada setiap kenaikan satu rupiah dari nilai
GPM dengan nilai variabel lain konstan, maka harga saham akan naik sebesar
Rp 13,55543,-.
b. Pengaruh variabel Return On Equity (ROE) terhadap harga saham
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa variabel ROE dari 10
Perusahaan Ritel di Indonesia memiliki hubungan positif dan berpengaruh
signifikan terhadap harga saham. Pada setiap kenaikan satu rupiah dari nilai
BV dengan nilai variabel lain konstan, maka harga saham akan naik sebesar
Rp 6,766533,-.
c. Pengaruh variabel Total Asset Turnover (TATO) terhadap harga saham
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa variabel TATO dari 10
Perusahaan Ritel di Indonesia memiliki hubungan positif dan berpengaruh
signifikan terhadap harga saham. Pada setiap kenaikan satu satuan dari nilai
TATO dengan nilai variabel lain konstan, maka harga saham akan naik
sebesar Rp 1618,017,-.
d. Pengaruh variabel Working Capital Turnover (WCT) terhadap harga saham
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa variabel WCT dari 10
Perusahaan Ritel di Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap
harga saham. Pada setiap kenaikan satu persen dari nilai WCT dengan nilai
variabel lain konstan, maka harga saham hanya naik sebesar Rp 0,011413,-.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
a. Estimasi model data panel yang sesuai untuk pemodelan faktor fundamental
pada harga saham 10 Perusahaan Ritel terdaftar di Indonesia tahun 2009-2020
adalah Fixed Effect Model dengan komponen individu dan waktu. Secara
simultan, semua variabel independen yang terdiri dari Gross Profit Margin
(GPM), Return on Equity (ROE), Total Asset Turnover (TATO) dan Working
Capital Turnover (WCT) secara bersama-sama berpengaruh dan signifikan
terhadap harga saham 10 Perusahaan Ritel terdaftar di Indonesia.
b. Secara parsial hanya variabel Gross Profit Margin (GPM), Return on Equity
(ROE), Total Asset Turnover (TATO) yang mempengaruhi harga saham 10
Perusahaan Ritel terdaftar di Indonesia, sedangkan variabel Working Capital
Turnover (WCT) tidak berpengaruh terhadap harga saham 10 Perusahaan
Ritel terdaftar di Indonesia.
c. Dari estimasi model Fixed Effect Model dengan komponen individu dan
waktu didapatkan nilai R2 sebesar 0.967926 yang berarti bahwa faktor
fundamental yang terdiri dari GPM, ROE, TATO dan WCT mempengaruhi
harga saham sebesar 96,79%, sedangkan sisanya yaitu 3,21% dipengaruhi
oleh variabel lain diluar model, dan seluruh variabel tersebut signifikan pada
 = 5% yang berarti mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel harga
saham.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan pada penelitian ini, maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Investor
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai faktor-
faktor yang memengaruhi harga saham perusahaan sehingga para investor
dapat melakukan investasi secara tepat.
2. Bagi peneliti selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya perlu menambah variabel independen potensial yang
lain yang mampu memberikan kontribusi terhadap meningkatnya return
perusahaan perusahaan.
b. Peneliti selanjutnya perlu mengukur menggunakan EPS stock (Earning per
Share), ROA (Return on Asset), dan ROI (Return on Investement), serta
tidak hanya perusahaan retail/wholesale, sehingga memungkinkan
hasilnya lebih baik dari penelitian ini.
c. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi
untuk melakukan penelitian lanjutan khususnya di bidang kajian yang
membahas tentang pengaruh Gross Profit Margin (GPM), Return on
Equity (ROE), Total Asset Turnover (TATO) terhadap harga saham
perusahaan. Serta perlu ditambahkannya kriteria sampel agar diperoleh
hasil yang lebih maksimal.
5.3 Keterbatasan
Adapun Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gross Profit
Margin (GPM), Return on Equity (ROE), Total Asset Turnover (TATO) yang
memiliki pengaruh terhadap harga saham, sehingga perusahaan yang dijadikan
sampel adalah perusahaan retail dan wholesale yang secara berturut-turut
membagikan deviden pada tahun 2009-2020. Oleh karena itu tidak semua perusahaan
retail dan wholesale yang terdaftar di Indonesia selama 11 tahun berturut-turut
membagikan deviden. Hal itu menyebabkan jumlah sampel yang digunkan dalam
penelitian ini adalah 10 perusahaan retail dan wholesale sehingga memungkinkan
ketidakakuratan dalam estimasi populasi. Selanjutnya, periode pengamatan penelitian
yang pendek yaitu selama 2 bulan (2021) sehingga belum mampu menggambarkan
fluktuasi perubahan dalam data penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Bionda, A. R., & Mahdar, N. M. (2017). Pengaruh gross profit margin, net profit
margin, return on asset, dan return on equity terhadap pertumbuhan laba pada
perusahaan manufaktur di bursa efek indonesia. Kalbisocio Jurnal Bisnis Dan
Komunikasi, 4(1).
Brealey, Richard A. dan Kawan - kawan. 2008. Dasar - Dasar Manajemen Keuangan
Perusahaan. Jakarta: Erlangga.
Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2011). Dasar-dasar Manajemen Keuangan
Terjemahan. Edisi.
Elliyana, E. (2018). Relationship between Return on Asset (RoA) and Stock Return
(SR) for Agribusiness Go Public Company. www.ijsdr.org96
Jin, Z., Yang, Y., & Liu, Y. (2020). Stock closing price prediction based on sentiment
analysis and LSTM. Neural Computing and Applications, 32(13), 9713–9729.
Karaca, S. S., & Savsar, A. (2012). The effect of financial ratios on the firm value:
Evidence from Turkey. Journal of Applied Economic Sciences, 7(1), 56–63.
Kennedy, J. (2003). Analisis pengaruh ROA, ROE, EPS, profit margin, asset
turnover, leverage, DER terhadap return saham: Studi pada saham-saham yang
termasuk dalam lq-45 di bursa efek Jakarta. Thesis in Pasca Sarjana Ilmu
Manajemen FEUI.
Martani, D., & Khairurizka, R. (2009). The effect of financial ratios, firm size, and
cash flow from operating activities in the interim report to the stock return.
Chinese Business Review, 8(6), 44.
Pascarina, M. Y., Surya, R. A. S., & Al Azhar, A. (2016). Pengaruh rasio keuangan
terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan industri penghasil bahan baku
yang terdaftar Di BEI Periode 2011-2013. Riau University.
Rahadi, R. A., Candra, B. P., Rahmawati, D., Kitri, M. L., Putranto, N. A. R., &
Faturohman, T. (2021). The Impact of Hotel and Online Travel Agent
Collaboration on Summit Siliwangi Hotel’s Profit Margin. Review of Integrative
Business and Economics Research, 10(1), 229–243.
Rahmadewi, P. W. (2018). Pengaruh EPS , PER , CR , Dan ROE Terhadap Harga
Saham Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana , Bali , Indonesia.
Manajem, 7(4), 2106–2133.
Ratio, C., To, D., Ratio, E., Turnover, T. A., Asset, R. O. N., To, P., Value, B.,
Faktor, S., & Saham, R. (2014). Current Ratio, Debt To Equity Ratio, Total
Asset Turnover, Return on Asset, Price To Book Value Sebagai Faktor Penentu
Return Saham. Management Analysis Journal, 3(2), 1–12.
https://doi.org/10.15294/maj.v3i2.3953
Rodoni, A., & Ali, H. (2014). Manajemen keuangan modern. Language, 10(200p),
24cm.
Sartono, A. (2001). Manajemen keuangan teori dan aplikasi. Yogyakarta: Bpfe, 2005–
2009.
Savelyeva, K. V. (2012). How to increase your gross profit margin. Видавництво
СумДУ.
Sawir, Agnes. 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sutrisno. 2007. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:
Ekonisia.
Taani, K. (2011). The effect of financial ratios, firm size and cash flows from
operating activities on earnings per share:(an applied study: on Jordanian
industrial sector). International Journal of Social Sciences and Humanity
Studies, 3(1), 197–205.
Van Horne, James, C dan John, M, Machowicz, Jr. 2012. Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan., Jakarta: Salemba Empat.
Wahidhani, E. H., & MM, S. E. (2015). Moderating Variable At Financial Ratios
evidence from indonesia. International Journal of Business Quantitative
Economics and Applied Management Research ISSN, 2349–5677.
ZEYNALI, M., & MOHAMMAD, S. J. (2011). The effect of size on capital
structure, rate of return and earning pershare in tehran stock Exchang
companies (Druge Industry).

Anda mungkin juga menyukai