Anda di halaman 1dari 24

SOCIAL CULTURE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Asniwati, M.Pd / Zain Ahmad Fauzi, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Kelas 7A PGSD

Muhammad Akbar 1810125110002


Siti Rania Nur Azizah Antarila Putri 1810125120009
Muhammad Najhan 1810125210031
Noraliah Ratna Yanti 1810125220014
Adita Fitria Ramadhani 1810125220016
Muhammad Fahmi Arif 1810125310035
Muhammad Daudy Azhar 1810125310042
Raudatul Jannah 1810125320038
Noor Laila Latifah 1810125320049
Noor Melliyeni 1810125320051

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunianya pada kami. Sholawat serta salam tetap kami haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman jahiliah ke zaman penuh ilmu ini.
Makalah yang berisikan tentang “Social Culture” ini kami susun untuk
memenuhi mata kuliah Hubungan Sekolah dan Masyarakat. Tak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu, Dr. Hj. Asniwati,
M.Pd / Zain Ahmad Fauzi, M.Pd yang telah memberi kesempatan kepada kami
untuk menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah
ini dari awal sampai akhir baik secara langsung maupun tidak langsung.

Banjarmasin, 20 Agustus 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Kebudayaan................................................................................3
B. Pengertian Sekolah........................................................................................4
C. Konteks Sosial Kultural................................................................................5
1. Pengertian Sosial Culture..........................................................................5
2. Sistem Sosial-Budaya................................................................................6
D. Hubungan Sekolah Dengan Sosial Kultural.................................................9
BAB III PENUTUP..............................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
B. Saran...........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Manusia memiliki kehidupan yang sangat rumit, mereka tidak dapat hidup
sendiri, oleh karena itu mereka pasti memiliki hubungan dengan segala
sesuatu di dalam ruang lingkup hidupnya, baik itu hubungan dengan sang
pencipta, sesama manusia, lingkungan sekitarnya maupun dengan mahluk lain
di alam ini. Semua aspek relasi hidup tersebut haruslah terpenuhi secara
merata. Tentunya manusia perlu beradaptasi dengan keadaan lingkungan
hidup di sekitarnya karena itu merupakan tahap awal pembelajaran untuk
dapat menjadi pribadi yang berkualitas. Dimulai dari pemahaman tentang
norma dan nilai yang berlaku sampai kepada ilmu pengetahuan yang luas.
Sosialisasi antara sesama manusia yang berwawasan akan membentuk suatu
kebudayaan. Kebudayaan tersebut akan menjadi suatu bukti perkembangan
hidup manusia. Manusia merupakan salah satu dari mahluk hidup yang secara
tidak langsung dipengaruhi oleh keadaan lingkungan hidup sekitarnya, baik
secara vertikal (genetika,tradisi) maupun horizontal (geografik, fisik, dan
social), setiap manusia memiliki banyak kebutuhan untuk bertahan hidup.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut didapatkan dari lingkungan. Oleh karena itu,
lingkungan memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia.
Manusia sebagai makhluk hidup yang paling sempurna, melebihi ciptaan
Tuhan yang lain.
Sosial Budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan
kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari
unsur sosial budaya. Sebab sebagian besar dari kegiatan manusia dilakukan
secara kelompok.Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia itu senang
bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain di dalam kehidupan
bermasyarakatnya, maupun berinteraksi dengan lingkungannya. Hidup di
masyarakat merupakan manifestasi bakat sosial individu, namun apabila tidak
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, maka individu akan mengalami kesulitan
bersosial di dalam masyarakat dan lingkungan sosialnya.Sosial mengacu
kepada hubungan antar individu, antar masayarakat, dan individu dengan

1
masayarakat sedangkan budaya mengacu pada pola aktivitas manusia dan
simbol, yang memberikan arti penting untuk kegiatan Bermasyarakat yang
dapat di ekspresikan melalui seni, sastra, kostum, adat dan tradisi sehingga
terbentuklah suatu budaya. Dengan demikian sosial dan budaya sangatlah
berkaitan.

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kebudayaan ?
2. Apa pengertian dari sekolah?
3. Bagaimana konteks sosial kultural?
4. Bagaimana hubungan sekolah dengan sosial kultural?

3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kebudayaan.
2. Untuk mengetahui pengertian sekolah.
3. Untuk mengetahui konteks sosial kultural.
4. Untuk memahami hubungan sekolah dengan sosial kultural.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebudayaan
Pengertian kebudayaan menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip
Budiono K, menegaskan bahwa, “menurut antropologi, kebudayaan adalah
seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan
manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan
belajar”. Pengertian tersebut berarti pewarisan budaya-budaya leluhur melalui
proses pendidikan.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kata budaya merupakan
bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Budaya
atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur.
Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera.
Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan
tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu
sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah
alam.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun
dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi

3
segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2. Pengertian Sekolah
Secara umum sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
bersifat formal, non formal, dan informal yang didirikan oleh Negara ataupun
swasta yang dirancang untuk mengajari, mengelola, dan mendidik peserta
didik melalui bimbingan yang diberikan oleh tenaga pendidik. Untuk menjadi
sebuah sekolah, ada beberapa sarana dan prasarana yang harus dipenuhi,
seperti ruang belajar, perpustakaan, kantor dan lain sebagainya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendifinisikan sekolah sebagai sebuah
lembaga atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar serta
menjadi tempat memberi dan menerima pelajaran sesuai dengan tingkatannya
(sekolah dasar, sekolah lanjut, dan sekolah tinggi).
Sedangkan berdasarkan undang-undang no 2 tahun 1989 sekolah adalah
satuan pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan untuk
menyelenggarakan belajar mengajar.
Menurut Daryanto (1997:544), sekolah adalah bangunan atau lembaga
untuk belajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sedangkan

4
menurut Hasbullah (2009:3) sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang
untuk pengajaran siswa atau murid dibawah pengawasan pendidik atau guru.
Jadi kesimpulannya sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk
pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan pendidik atau guru.
Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal yang umumnya
wajib dalam upaya menciptakan anak didik yang mengalami kemajuan setelah
mengalami proses melalui pembelajaran.

3. Konteks Sosial Kultural


4. Pengertian Sosial Culture
Sosial Culture atau Sosial Budaya dan/atau Budaya Sosial, terdiri dari
dua kata yaitu soal dan budaya. Sosial berarti segala sesuatu yang
berhubungan dengan masyarakat sekitar. Sedangkan budaya berasal dari
kata bodhya yang artinya pikiran dan akal budi. Budaya juga diartikan
sebagai segala hal yang dibuat manusia berdasarkan pikiran dan akal
budinya yang mengandung cinta dan rasa. Hingga dapat disimpulkan
sosial budaya dan/atau budaya sosial merupakan segala hal yang
diciptakan manusia dengan pikiran dan budinya dalam kehidupan
bermasyarakat.
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah
segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang
menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. sedangkan menurut Burnett,
kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, adat istiadat, moral,
hukum, pengetahuan, kepercayaan dan kemampuan olah pikir dalam
bentuk lain yang didapatkan seseorang sebagai anggota masyarakat dan
keseluruhan bersifat kompleks.
Sosial budaya dapat memberikan dampak-dampak tersendiri bagi
masyarakat sekitar, baik dampak positif ataupun negatif. Berikut dampak
positif sosial budaya:
a. Sebagai pedoman dalam hubungan antara manusia dengan komunitas
atau kelompoknya.
b. Sebagai simbol pembeda antara manusia dengan binatang.

5
c. Sebagai petunjuk atau tata cara tentang bagaimana manusia harus
berperilaku dalam kehidupan sosialnya.
d. Sebagai modal dan dasar dalam pembangunan kehidupan manusia.
e. Sebagai suatu ciri khas setiap kelompok manusia.

Sedangkan dampak negatifnya adalah:


a. Menimbulkan kerusakan lingkungan dan kelangsungan ekosistem
alam.
b. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang kemudian menjadi
penyebab munculnya penyakit-penyakit sosial, termasuk tingginya
tingkat kriminal.
c. Mengurangi bahkan dapat menghilangkan ikatan batin dan moral yang
biasanya dekat dalam hubungan sosial antar masyarakat.

5. Sistem Sosial-Budaya
Jika mengenai sistem sosial dan sistem budaya maka akan
menghasilkan pengertian-pengertian dan konsep-konsep mengenai sistem
sosial, sistem budaya, dan sistem sosial-budaya, yang dimaksudkan agar
pembahasan tentang masalah-masalah sosial dan masalah-masalah budaya
dilakukan secara terpadu, dengan memperhatikan bahwa kelompok
masalah tersebut selalu saling berkaitan dan tidak mudah dipisah-
pisahkan, bahkan seringkali kabur mengenai mana yang sesungguhnya
masalah sosial dan mana yang masalah budaya. Penekanan-penekanan
dalam pembahasan mengenai konsep-konsep dan pengertian-pengertian
tentang sosial dan budaya justru makin menegaskan bahwa pembahasan
tentang masalah-masalah sosial tak terpisahkan dari masalah-masalah
budaya, yang membangun konsep dan pengertian tentang sistem sosial-
budaya (socio-culture system).
a. Sistem Sosial
Para pembahas menyebut konsep dan pengertian sistem sosial lebih
menekankan pada hubungan-hubungan yang berlangsung antar
manusia dan manusia, manusia dan masyarakat, masyarakat dan
masyarakat, yanghampir selalu atau bahkan selalu dalam kerangka

6
atau satuan atau organisasi, sebagai satuan bersistem yang senantiasa
berinteraksi, yakni interaksi sosial-sehingga dapat disebutkan bahwa
setiap (satuan) masyarakat adalah bersistem, yang kemudian dikenal
engan sistem sosial (sosial system), yaitu satua masyarakat yang
bersistem.
Sistem sosial dipahami sebagai suatu masyarakat atau organisasi
sosial atau kelompok, dimana dan kapan pun ia berada, merupakan
suatu sistem sosial, yang didalamnya dapat mengandung subsistem
sosial dan dalam pola sistematik yang sangat beragam. Sistem sosial
merupakan sistem interaksi yang berlangsung antara 2 (dua) pelaku
atau lebih, yang masing-masing mengandung fungsi dalam suatu
satuan masyarakat.
Sistem sosial dapat dipahami sebagai suatu sistem atau pemolaan
dari hubungan-hubungan sosial yang terdapat dan berkembang dalam
masyarakat tertentu, sebagai wahana fungsional dalam masyarakat
tersebut. sebagai satu masyarakat, sistem sosial merupakan sistem
yang menjadi wadah bagi totalitas hubungan antara seorang manusia
dan manusia lainnya, manusia dan kelompoknya atau kelompok lain,
kelompok manusia dan kelompok manusia lainnya, untuk memenuhi
hajat, mempertahankan dan mengembangkan hidupnya, sesuai fungsi
masing-masing.
b. Sistem Budaya
Sistem budaya merupakan sistem atau satuan yang merupakan
hasil satuan kompleksitas yang diciptakan dan diselenggarakan oleh
manusia dalam masyarakat, dalam memenuhi dan mengembangkan
hajat hidupnya dan lingkungannya, yang bersifat kebendaan dan bukan
kebendaan, yang dilakukan manusia melalui pewarisan, pendidikan,
pengajaran, dan pembiasaan yang berkelanjutan.
Dalam sistem budaya yang kompleks berlangsung saling-hubungan
antar unsur-unsur budaya, terjadi interaksi fungsional dan simbolik
antara satu unsur budaya dan unsur budaya lainnya. Secara hierarki
sistem, sistem yang paling lemah sampai sistem yang cakupannya

7
paling luas secara berurutan, meliputi (1) organisme tingkah-laku, (2)
sistem kepribadian, (3) sistem sosial dan sistem budaya. Jika
dipandang tingkatan-tingkatan tersebut secara hierarkis, dengan
masing-masing tingkatan yang lebih rendah menyediakan daya dorong
bagi tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, dengan tingkatan-tingkatan
yang lebih tinggi mengendalikan tingkatan-tingkatan yang lebih
rendah; sehingga dapat dikatakan bahwa organisme tingkah-laku dan
sistem kepribadian merupakan pendorong bagi sistem sosial dan sistem
budaya, sementara sistem budaya mengendalikan sistem sosial, sistem
keperibadian, dan organisme tingkah-laku, karena dalam hierarki,
sistem budaya merupakan sistem pengendali tertinggi dalam tindakan
sosial.
c. Sistem Sosial-Budaya
Masyarakat manusia meniliki warisan-warisan genetik yang
berbeda dari jenis makhluk lainnya yang memberikan kemampuan
kepada manusia untuk mengembngkan warisan-warisan budaya yang
sangat beragam, yang sejak semula meliputi dimensi-dimensi sosial
dan budaya, yang kemudian membangun sistem sosial-budaya, bagi
kelangsungan dan pengembangan kehidupannya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa, sistem sosial-budaya merupakan sistem paduan dari
sistem sosial dan sistem budaya sehingga menjadi sistem kemasyarakat
yang meliputi hubungan-hubungan sosial yang dengannya manusia
dalam masyarakat menghasilkan dan mengembangkan unsur-unsur
budaya, untuk memenuhi hajat-hajat sosial dan budaya suatu
masyarakat dalam melangsungkan dan mengembangkan kehidupan
sosial-budayanya.
Masyarakat yang kompleks meliputi sistem-sistem sosial-budaya
yang komplek yang menggabungkan factor-faktor sosial dan budaya
dengan berbagai tindakan kontradiksi dan konsistensi (Archer, 2004).
Dalam sistem sosial-budaya yang kompleks itu, penemuan dan
pemberian fungsi terhadap makna dibalik tindakan manusia,

8
bersamaan dengan penafsiran simbol terhadap tindakan manusia dan
kelompok manusia, merupakan langkah kemuliaan.

6. Hubungan Sekolah Dengan Sosial Kultural


Indonesia merupakan negara yang memiliki sosiokultural yang sangat
beraneka ragam. Bahkan setiap daerahnya memiliki sosiokultural yang
berbeda. Keindahan alam dan keanekaragaman sosial budaya di Indonesia
tidak dapat di pungkiri. Namun belakangan ini konflik antar suku, kasus
korupsi, pembunuhan, pelecehan seksual, tewuran pelajar, dan kasus bullying,
dan lain sebagainya marak terjadi di Indonesia. Memang tidak dapat di
pungkiri dalam suatu kehidupan pasti ada problematika.
Problematika pendidikan, khususnya sekolah dasar merupakan salah satu
penyumbang masalah di negara ini. Sering kita jumpai siswa yang melakukan
kebohongan terhadap sesuatu yang telah dilakukan, melakukan bullying,
rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, tutur kata yang tidak sopan
dalam berkomunikasi bahkan sering mengeluarkan kata-kata kasar dan bahkan
kotor. Perilaku seperti itu menjadi tanda dekadensi moral serta etika pada
peserta didik kita, banyak sekali faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi.
Antara lain pengaruh teknologi informasi yang sangat kuat. Kurangnya filter
akan keterbukaan informasi tersebut membuat anak-anak dapat
mengaksesnya. Pergaulan bebas yang kian marak membuat pergaulan anak
menjadi tidak terarah dan sulit dikendalikan. Acara televisi kini sudah
berorientasi pada program yang tidak mendidik. Adanya sikap anarkis dan
pudarnya sikap nasionalisme pada saat ini disinyalir anak-anak kurang
dikenalkan dengan keluhuran nilai-nilai yang terkandung di dalam budaya
daerahnya. Mereka terlalu banyak disuguhkan budaya-budaya asing yang
secara tidak tersadar terbawa dalam proses pembelajaran dan perilaku sehari-
hari. Sebagai bangsa yang mandiri dalam menyikapi kondisi seperti itu,
wawasan sosiokultural dalam setiap pembelajaran (pendidikan karakter)
menjadi salah satu upaya alternatif dalam mengurangi pengaruh budaya asing
yang sulit untuk dihindari.
Keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai tujuan nasional tidak hanya
ditentukan oleh sumber daya alam yang melimpah ruah, namun ditentukan

9
juga oleh sumber daya manusianya. Karakter yang kuat dari sumber daya
manusianya, akan membentuk mental yang kuat. Aspek pendidikan adalah
aspek terpenting dalam membentuk karakter bangsa.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk
karakter seorang anak. Pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan
manusia. Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sejalan dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3 melalui pendidikan karakter diharapkan
siswa dapat mengembangkan kemampuannya sehingga kelak mereka bisa
menjadi manusia yang bertaqwa, jujur, adil, tanggung jawab, disiplin, kreatif,
mampu bekerja sama dan berpikiran visioner. Pendidikan yang kurang
menekankan pada aspek penanaman karakter menimbulkan berbagai macam
permasalahan dikalangan siswa. Hal tersebut terlihat dari berbagai masalah
yang terus bermunculan sebagai akibat dari makin menurunnya kualitas nilai-
nilai karakter pada siswa. Berdasarkan fungsi dan tujua pendidikan nasional,
jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Dasar (SD) harus
diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut
berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu
bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan
masyarakat. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta
didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat
mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat
mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-
emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan seperti
ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh. Kualitas
anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga
dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu
menghadapi segala persoalan dan tantangan dalam hidupnya.Tidak hanya itu

10
Kemendiknas ( 2010: 20) merumuskan pentingnya pendidikan karakter di
sekolah; 1) bagi siswa sekolah dasar, sekolah adalah tempat dalam proses
pembiasaan diri, mengenal dan mematuhi aturan bersama dan proses
pembentukan identitas diri, 2) sekolah adalah tempat sosialisasi kedua setelah
keluarga. Ditempat ini siswa dirangsang pertumbuhan moralnya karena
berhadapan dengan cara bernalar dan bertindak moral yang mungkin berbeda
dengan apa yang selama ini dipelajari dari keluarga, 3) pendidikan
disekolahmerupakan proses pembudayaan subyek didik. Maka sebagai proses
pembudayaan seharusnya memuat pendidikan moral.
Dengan keragaman sosiokultural yang ada pada setiap daerah, dapat
menjadi salah satu solusi pelaksanaan pendidikan karakter berwawasan
sosiokultural sesuai dengan keunggulan sosial budaya daerah setempat dalam
mengantisipasi, menanggulangi, dan mencegah dekadensi moral dan karakter
anak bangsa. Sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang beradab dan
bermartabat. (Mustadi. 2011)
1. Pendidikan Karakter
Karakter merupakan ciri khas yang di miliki seseorang, yang menjadi
dirinya berbeda dengan orang lain. Ciri khas tersebut adalah asli dan
mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan
“mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap,
dan merespon sesuatu. Individu yang berkarakter baik adalah individu
yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap
akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, serta lingkungan, yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata karma, budaya, adat itiadat, dan estetika.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan watak, yang bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menentukan baik
dan buruk, memelihara apa yang baik, dan mengaplikasikan kebaikan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kemendiknas, (2010: 37)

11
merumuskan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti
plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action).
Karakter yang baik harus terkandung tiga komponen yaitu
pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral melalui tiga
komponen tersebut pendidikan karakter akan berjalan secara sistematis
dan berkelanjutan sehingga siswa dapat menilai suatu tindakan melalui
pengetahuannya, dapat merasakan suatu tindakan melalui perasaan
moralnya serta dapat memutuskan tindakan tersebut melalui tindakan
moral yang dimiliki siswa. Tanpa ketiga komponen ini maka pendidikan
karakter tidak akan berjalan secara efektif. Metode pengajaran karakter
yang sesuai adalah yang pertama, siswa menempatkan premi pada
pengalaman hidup sebagai sarana membangun karakter, kedua,
kecenderungan beberapa pendidikan karakter program untuk menyajikan
kekuatan karakter , ketiga, menekankan model peran kontemporer.
Salah satu tujuan dari pendidikan karakter itu sendiri adalah
mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religious. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum
(2010:15) menyebutkan bahwa Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan
karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan
(konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan
diterapkan ke dalam kurikulum melalui program Pengembangan Diri.
Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan
pendidikan karakter dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan
sehari-hari sekolah, yaitu melalui hal-hal berikut:
a. Kegiatan Rutin Sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik
secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh: kegiatan ini
adalah upacara setiap hari Senin dan hari besar kenegaraan, dan lain-
lain) setiap hari Senin, beribadah bersama shalat bersama setiap
dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai

12
pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan,
atau teman.
b. Kegiatan Spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan
pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan
tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang
kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga.
Contoh: kegiatan itu: membuang sampah tidak pada tempatnya,
berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak,
berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.
Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik
yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya:
memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi
dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi
perilaku teman yang tidak terpuji.
c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga
kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-
tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta
didik untuk mencontohnya.
d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter
bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan
itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih,
bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah
terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.
2. Implementasi Sosiokultural dalam Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan UU di atas jelas bahwa,
selain bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, fungsi pendidikan

13
nasional kita susungguhnya juga diarahkan untuk membentuk watak atau
karakter bangsa Indonesia, sesuai dengan potensi keunggulan budaya lokal
bangsa yang beradab dan bermartabat luhur. Dapat diartikan disini, bahwa
siswa perlu mengakomodasi segala potensi, termasuk kekayaan sosial-
budaya atau sosiokultural yang ada. Untuk ini diperlukan pengembangan
pembelajaran siswa yang memberi peluang bagi guru untuk
mengembangkan muatan karakter yang berbasis social-budaya yang
terjadi di sekitar proses pembelajaran itu berlangsung, yaitu pembelajaran
yang akomodatif yang ditinjau dari sudut pandang keunggulan lokal dan
berwawasan sosiokultural.
Pembelajaran sosial dan emosional dan pendidikan karakter
merupakan pendekatan komplementer untuk memperkuat seseorang
kemampuan untuk memahami, mengelola, dan mengekspresikan aspek
sosial dan emosional kehidupan dan untuk mengatur tindakan dengan cara
yang positif dandiarahkan pada tujuan. Dengan demikian, bekerja pada
pembelajaran dan karakter sosial-emosional pendidikan terjadi dengan
latar belakang terlalu banyak kejadian kekerasan sekolah yang sebenarnya
atau, lebih sering, mengancam dan perilakubermasalah lainnya.
Berkaitan dengan pembelajaran karakter sebagai suatu sistem, proses
pembelajaran karakter sebagai mulok yang terintegrasi dalam mapel SD di
suatu daerah diperlukan apresiasi yang mantap dari berbagai pihak,
terutama guru dan siswa yang menjadi pelaku sekaligus sasaran dalam
pembelajaran karakter. Salah satu upaya tersebut direalisasikan dengan
pengembangan materi ajar pendidikan karakter yang berwawasan
sosiokultural (Sociocultural Based Character Education). Dengan harapan,
pelaksanaan pendidikan karakter di SD memperhatikan aspek-aspek
keunggulan sosial budaya yang ada di suatu daerah yang kental dengan
budaya ramah tamah dan budi pekerti luhur serta nilai-nilai luhur lainya
yang tidak ada di daerah lain. Kajian tentang pendidikan karakter dalam
hal ini ditujukan pada subtansi kebermaknaan atau dengan kata lain
mengkaji pendidikan karakter dari sudut pandang fungsi sebagai hakikat.
Berdasarkan pendekatan fungsional ini, peranan atau kebermaknaan

14
pendidikan karakter dalam konteks sosial dan konteks budaya sangat
penting dan sangat erat keberadaanya. Untuk itu, materi ajar yang
digunakan dalam proses pembelajaran sekolah dasar di suatu
daerahselayaknya dan seyogyanya dikembangkan melalui pendekatan
fungsional denganmengintegrasikan pendidikan karakter yang
berwawasan sosial dan budaya atau dengan istilah Sociocultural Based
Character Education berbasis pada kearifan dan keunggulan lokal di suatu
daerah kedalam materi pelajaran yang relevan.
Pengembangan materi ajar pendidikan karakter merupakan sumber
utama dalam proses pembelajaran antara guru dengan siswa selain sumber
lain, oleh karena itu, guru perlu memiliki kompetensi mengembangkan
materi ajar pendidikan karakter terutama yang berwawasan sosio kultural.
Sehubungan dengan itu, wawasan sosiokultural menjadi karakteristik
dalam pengembangan materi ajar pendidikan karakter ini bermaksud tidak
melupakan keunggulan nilai-nilai luhur yang terdapat pada budaya daerah
yang berkerifan lokal. Artinya, nilai-nilai kebudayaan daerah tidak dapat
dilupakan oleh siswanya.
Secara teori aspek sikap atau ranah afektif lebih efektif bila
dilaksanakan melalui kegiatan sehari hari. Misalnya sikap disiplindan
kemandirian siswa akan lebih mudah tertanam dan dikembangkan pada
siswa bila hal tersebut telah menjadi suatu kebiasaan sehari-hari di
sekolah. Contoh dari pembiasaan dan budaya sekolah yang dilaksanakan
oleh sekolah misalnya: pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa,
lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil
karya siswa, kegiatan ektrakurikuler dan lain sebagainya.
Tanpa budaya, sekolah yang bagus akan sulit melakukan pendidikan
karakter bagi anak didik. Harus ada tujuan dan pencapaian yang di
inginkan dalam membudayakan pendidikan karakter di sekolah. Nasing-
masing komponen sekolah memainkan peran yang berbeda-beda. Mereka
bertanggung jawab terhadap kelangsungan struktur dan kegiatan-kegiatan
sekolah, berbagai prosedur dan kebijakan, program-program dan sumber
daya, serta standar dan aturan yang berlaku di sekolah. Pengembangan

15
nilai-nilai dalam pendidikan karakter melalui budaya sekolah mencakup
semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor,
tenaga administrasi dan siswa.
Sekolah yang mencapai perubahan paling signifikan memiliki satu
faktor utama yang sama yaitu: seorang kepala sekolah yang sangat terlibat
yang mendukung sepenuhnya, bekerja secara langsung dalam pengiriman
komponen pendidikan karakter dan restoratif proses, pendekatan holistik
terhadap pendidikan karakter dibingkai dalam perspektif sosio-kultural
dapat menyebabkan pengelolaan perilaku yang efektif strategi yang
mempromosikan pengembangan pembelajaran kooperatif lingkungan.
Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana anggota
masyarakat sekolah saling berinteraksi. Interaksi yang terjadi meliputi
antara siswa berinteraksi dengan sesamanya, kepala sekolah dengan guru,
guru dengan guru, guru dengan siswa, konselor dengan siswa dan
sesamanya, pegawai administrasi dengan siswa, guru dan sesamanya.
Interaksi tersebut terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika
bersama yang berlaku di suatu sekolah. Setiap komponen dalam sekolah
baik kepala sekolah, guru, maupun karyawan memiliki peranan dalam
proses implementasi nilai-nilai karakter di sekolah. Setiap komponen
tersebut berperan dalam membentuk budaya sekolah. karakter peserrta
didik, diantaranya adalah dengan mengembangkan pembelajaran yang
berbasis sosiokultural. Pengembangan keterampilan sosialisasi dan
integrasi pendidikan karakter adalah bagian penting dari kesuksesan
akademis seorang anak. Upaya pendidikan karakter mungkin jadilah
efektif bila diimplementasikan dengan ketat dan dengan landasan ilmiah.
Lingkungan yang nyaman danmenyenangkan adalah mutlak
diciptakan agar karakter anak dapat dibentuk. Hal ini erat kaitannya
dengan pembentukan emosi positif anak, dan selanjutnya dapatmendukung
proses pembentukan empati, cinta, dan akhirnya nurani/batin anak.
Pengembangan karakter melalui sekolah dapat dilakukan melalui kegiatan
pembelajaran di kelas. Guru yang memiliki “kuasa” dalam mengelola di

16
kelas dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran untuk dapat
mengembangkan.
Proses budaya sekolah tersebut berlangsung secara berkesinambungan
melalui kegiatan pengajaran dan pergaulan antara warga sekolah baik
antara kepala sekolah, guru karyawan dan siswa. Penanaman nilai karakter
sangat erat kaitannya dengan budaya sekolah. Tanpa adanya kolaborasi
dan sinergitas yang baik diantara keduanya maka implementasi nilai-nilai
karakter pada siswa tidak akan dapat berjalan dengan baik.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Secara umum sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
bersifat formal, nonformal dan informasi yang didirikan oleh negara ataupun
swasta yang dirancang untuk mengajari, mengelola dan mendidik peserta
didik melalui bimbingan yang diberikan oleh tenaga pendidik.
Sosial Culture atau Sosial Budaya dan/atau Budaya Sosial, terdiri dari dua
kata yaitu soal dan budaya. Sosial berarti segala sesuatu yang berhubungan
dengan masyarakat sekitar. Sedangkan budaya berasal dari kata bodhya yang
artinya pikiran dan akal budi. Budaya juga diartikan sebagai segala hal yang
dibuat manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta
dan rasa.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk
karakter seorang anak. Pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan
manusia. Menurut Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sejalan dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3 melalui pendidikan karakter diharapkan
siswa dapat mengembangkan kemampuannya sehingga kelak mereka bisa
menjadi manusia yang bertaqwa, jujur, adil, tanggung jawab, disiplin, kreatif,
mampu bekerja sama dan berpikiran visioner.

2. Saran
Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami
memohon kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun yang bertujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan

18
makalah ini. Terimakasih kami haturkan kepada para pembaca semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita semua.

19
DAFTAR PUSTAKA
Archer, Margaret S. 2004. Culture and Agency: The Place of Culture in Social
Theory. Revised Edition. New York and Cambridge: Cambridge
University Press. (Online, diakses 19 Agustus 2021).
Artikel Kebudayaan. 2013. (Diakses pada tgl 19 Agustus 2021) Link :
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Bahan Pelatihan
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta:Kemen.
Diknas
Daryanto. (1997) Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Penerbit Rosda
Karya.
Hasbullah. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja grafindo Persada.
https://www.e-jurnal.com/2013/10/pengertian-kebudayaan.html?m=1
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://
repository.uinsu.ac.id/508/5/Bab
%2520II.pdf&ved=2ahUKEwiL6a6jy7zyAhXUXSsKHVP3BPIQFnoECC
0QAQ&usg=AOvVaw3jmx8td_KIIe1fDbTNckpk&cshid=162935985876
0
Kemendiknas. (2010). Model Pembinaan Pendidikan Karakter Di Lingkungan
Sekolah. Jakarta
King, Laura A. 2012. Psikologi Umum : Sebuah Pandangan Apresiasif. Jakarta :
Salemba
Mustadi, Ali. 2011.Pendidikan Karakter Berwawasan Sosiokultural
(Sociocultural Based Character Education) di Sekolah Dasar, Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY).
N.H, Kistanto. 2008. Sistem Sosial-Budaya Di Indonesia. Fakultas Sastra
Universitas Diponegoro. (https://ejournal.undip.ac.id). Online, diaskses 19
Agustus 2021.
Nisak, Choirun. 2016. Sosiokultural Dalam Implementasi Pendidikan Karakter di
Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Yogyakarta.
(https://ejournal.uny.ac.id) Online diakses 20 Agustus 2021.
Rangkuti, A. 2011. Landasan Teoretis A. Kebudayaan. Jurnal. (Diakses pada tgl
19 Agustus 2021) Link :

20
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Undang-undang Republik Indonesia, No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Repub1ik Indonesia, 1989.

21

Anda mungkin juga menyukai