Anda di halaman 1dari 4

Nama : Kalila Erianita Kusuma Wardhani

Prodi : Pendidikan Bisnis


NIM : 1707621014

CONSUMER BEHAVIOR

Menurut JF Engel, istilah perilaku konsumen mencakup kegiatan orang yang terlibat
langsung dalam perolehan dan penggunaan barang dan jasa, termasuk proses pengambilan
keputusan, persiapan dan penentuan kegiatan tersebut.1 Perilaku konsumen adalah bagaimana
konsumen bereaksi atau bereaksi ketika harga permintaan atas barang atau jasa yang
dibutuhkan berubah. Perilaku konsumen dimotivasi oleh kebutuhan. Kebutuhan akan
menghasilkan perilaku yang diperkirakan memiliki kemungkinan tertinggi untuk memenuhi
kebutuhan tertentu dan dirasakan dinyatakan dalam perilaku konsumen. Dengan kata lain,
perilaku setiap orang diorientasikan untuk memuaskan kebutuhan, keinginan, atau tujuan
tertentu untuk mencapainya.2 Perilaku konsumen pada hakikatnya adalah aktivitas fisik dan
mental baik pengguna akhir maupun pelanggan komersial, yang meliputi aktivitas membeli,
mengkonsumsi, dan berhenti menggunakan produk, jasa, ide, dan/atau pengalaman tertentu.

Pendekatan yang terkait dengan perilaku konsumen, yaitu pendekatan kepuasan kardinal
(utilitas) dan pendekatan kepuasan ordinal. Pendekatan menganggap bahwa kepuasan utama
adalah bahwa manfaat atau kesenangan yang dicapai oleh konsumen dapat dinyatakan secara
kuantitatif. Nilai pakai total dapat diartikan sebagai sebagai jumlah total kepuasan yang
diperoleh dengan mengkonsumsi sejumlah barang. Nilai utilitas marjinal adalah peningkatan
(atau penurunan) kepuasan sebagai akibat dan peningkatan (atau penurunan) penggunaan
barang tertentu. Pendekatan ordinal tidak perlu mengukur kegunaan artikel cukup untuk
mengetahui dan konsumen dapat menilai tinggi rendahnya kegunaan yang dicapai dengan
mengkonsumsi sekelompok barang. Setiap konsumen memiliki preferensi masing-masing
terhadap suatu barang yang dapat dibandingkan dengan barang lainnya.

1. Pendekatan Kardinal
Pendekatan kepuasan kardinal memberikan penilaian subjektif terhadap kepuasan kebutuhan
suatu barang, artinya tinggi rendahnya suatu barang tergantung dari sudut pandang subjek
yang melakukan evaluasi, yang biasanya berbeda dengan penilaian dari orang lain. Evaluasi
ini secara subjektif dikuantifikasi oleh konsumen. Oleh karena itu, pendekatan ini didasarkan
pada asumsi bahwa kepuasan (atau manfaat) setiap konsumen dapat diukur secara kuantitatif.
Pendekatan ini merupakan gabungan dari berbagai pendapat para ekonom. aliran subjektif
Austria seperti: Karl Menger. Hendrik Gosen. Yavon. dan Leon Walras. Di bawah pendekatan
ini, kegunaan dapat diukur dalam satuan moneter atau dalam satuan penggunaan, dan nilai

1
Hani Handoko dan Basu Swasta, Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen, (Yogyakarta: BPFE,
2000), 10.
2
Soeharno, Ekonomi Manajerial, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2007), 41

1
atau kegunaan yang tinggi atau rendah tergantung pada subject. Pendekatan ini didasarkan
pada hukum seseorang yang terkenal, Gossen, yaitu Hukum Gossen, dimana:
● Hukum Gossen I menyatakan bahwa kepuasan seseorang berkurang ketika kebutuhan
seseorang terpenuhi secara terus menerus.
● Hukum Kedua Gossen menyatakan bahwa manusia akan memenuhi berbagai
kebutuhannya sampai mencapai intensitas yang sama. Intensitas yang sama
ditunjukkan oleh hubungan antara utilitas marginal dari harga satu barang dan
hubungan antara utilitas marjinal dan harga barang lainnya.

kepuasan konsumen yang dicapai melalui konsumsi barang dan jasa sering disebut sebagai
keuntungan. Istilah utilitas mengacu pada nama seorang filsuf Inggris bernama Jeremy
Bentham (1748-1832). Namun, tidak ada ekonom pada waktu itu yang dapat memahami
hubungan antara nilai suatu objek dan kepuasan konsumsinya. Adam Smith (1723-1790)
membedakan nilai guna dari nilai tukar dan memberikan contoh yang sangat terkenal, yaitu
antara intan dan air. Berlian memiliki harga tinggi (nilai tukar), tetapi tidak esensial bagi
kehidupan (nilai praktis rendah). Air memiliki harga yang rendah (nilai tukar), tetapi sangat
vital (nilai utilitas tinggi). Beberapa istilah yang harus dipahami untuk lebih memahami teori
kepuasan konsumen :

● Manfaat/manfaat/kepuasan/nilai guna adalah kepuasan yang dicapai melalui konsumsi


barang dan jasa. Laba menunjukkan kepuasan relatif yang diterima konsumen dari
penggunaan barang yang berbeda
● Total Benefit / Total Benefit / Total Satisfaction / Total Benefit adalah kepuasan total
dari mengkonsumsi berbagai barang dan jasa.
● Utilitas marginal (ME) / utilitas marjinal / kepuasan tambahan / nilai guna tambahan
adalah kepuasan tambahan yang dicapai dengan menambahkan satu unit barang / jasa
yang dikonsumsi. Oleh karena itu, utilitas marjinal merupakan utilitas tambahan yang
dihasilkan dari unit tambahan konsumsi suatu komoditas

2. Pendekatan Ordinal
Teori perilaku konsumen yang salah satunya didasarkan pada pendekatan ordinal telah
dikemukakan oleh para ekonom modern seperti Alfred Marshal, J.R. Hicks dan R.G. Allen
(Tresch, 2012). Menganalisis perilaku konsumen menurut pendekatan ordinal dikatakan
bahwa manfaat tidak dapat diukur. Kajian dalam bab ini berfokus pada perilaku konsumen
dengan menggunakan pendekatan ordinal. Pendekatan utilitas ordinal adalah aliran pemikiran
yang mengasumsikan bahwa utilitas tidak dapat diukur secara kuantitatif; H. Manfaat tidak
bersifat aditif, tetapi hanya dapat dikategorikan berdasarkan preferensi. Konsumen harus
dapat menentukan urutan preferensi mereka ketika dihadapkan pada kelompok produk yang
berbeda dengan membuat peringkat kombinasi produk yang berbeda sesuai dengan kepuasan
yang diberikan oleh setiap kombinasi. Sebagai contoh, jika seorang konsumen menerima 3
utilitas dengan mengkonsumsi satu unit komoditi X dan 12 utilitas dengan mengkonsumsi
komoditi Y, ini berarti konsumen mengkonsumsi komoditi Y lebih banyak daripada
komoditi X. Empat kali lebih banyak dari satu unit Y daripada dari X Utilitas Ordinal The
theory menjelaskan perilaku konsumen atas dasar kurva indiferen.

2
Pendekatan utilitas ordinal terdiri dari beberapa asumsi. Pertama, asumsi rasionalitas bahwa
konsumen dianggap rasional, yang berarti bahwa dengan pendapatannya yang terbatas dan
harga barang dan jasa yang terbatas, ia ingin memaksimalkan utilitas totalnya. Kedua, asumsi
utilitas ordinal, menurut asumsi ini diasumsikan utilitas tidak diukur, tetapi hanya dapat
diklasifikasikan menurut urutan preferensi untuk berbagai jenis barang. Ketiga, transitivitas
dan konsistensi pilihan, dengan transitivitas pilihan, artinya jika konsumen lebih menyukai
kombinasi A daripada B dan kombinasi B daripada C, konsumen harus selalu memilih
kombinasi A daripada C. Secara simbolis dituliskan sebagai berikut:

Jika A > B dan B > C; maka A > C


Consistency of choice mengasumsikan bahwa konsumen membuat keputusannya secara
konsisten. Jika dua kombinasi A dan B tersedia untuk konsumen. Jika konsumen lebih
menyukai kombinasi A daripada B dalam jangka waktu tertentu, ia tidak dapat memilih
kombinasi B daripada A atau memperlakukannya secara setara. Dapat dikatakan secara
simbolis:

Jika A > B, maka B > A dan AB


Keempat, dengan asumsi tingkat substitusi marginal menurun (MRS), MRS adalah tingkat
dimana konsumen dapat bertukar antara dua barang dan masih sama tingkat kepuasan.
Asumsi ini didasarkan pada kenyataan bahwa preferensi disusun dalam bentuk kurva
indiferen yang diasumsikan cembung terhadap titik asal. Kelima, asumsi utilitas total seorang
konsumen tergantung pada jumlah barang yang dikonsumsi. yaitu, utilitas total adalah jumlah
dari beberapa utilitas, dinyatakan dengan u = f (ql.q2qn). Keenam asumsi tak jenuh
mengasumsikan bahwa konsumen selalu lebih menyukai paket barang yang lebih besar
daripada paket yang lebih kecil dari barang yang sama. Dia tidak pernah mengalami
kelebihan pasokan barang di area konsumsi normal.

3. Pendekatan Revealed Preference


Samuelson's Revealed Preference theory menjelaskan perilaku konsumen ketika
mengkonsumsi tanpa harus mengatasinya melalui usability, yang menurut Samuelson
memiliki kelemahan mendasar yaitu, usability (kepuasan) tidak dapat diukur dan kesulitan
dalam memesan dengan Has konsumen digunakan. . Teori ini tidak ingin mengesampingkan
teori nilai guna ordinal, tetapi hanya berbeda pada pendekatannya, yang menurutnya dalam
teori ini konsumen hanya menyajikan dan kemudian menentukan nilai guna, yaitu jika
konsumen sudah memiliki preferensi konsumen. , maka konsumen tidak akan beralih ke
preferensi yang berbeda karena perubahan harga barang. Teori ini menambahkan dua asumsi
dan asumsi dasar yang ada dalam teori nilai guna ordinal yaitu bahwa konsumen harus
konsisten dalam pilihannya dan bahwa pilihannya diungkapkan (Putong, 2009). Asumsi dasar
teori preferensi riil adalah:

● Konsumen itu rasional.


● konsumen lahir konsisten, jika item A lebih disukai daripada item B karena A lebih
disukai daripada B dan bukan sebaliknya, B lebih disukai daripada A.

3
● Prinsip transitif berarti bahwa jika elemen A lebih disukai daripada elemen B dan B
lebih disukai daripada C, maka A lebih disukai daripada C.
● Aksioma preferensi terungkap, yang berarti bahwa konsumen memesan sejumlah dana
untuk pengeluaran mereka.

Teori preferensi nyata ini didasarkan pada gagasan sederhana bahwa seorang konsumen akan
membeli kelompok tertentu dari barang atau jasa karena mereka lebih memilih mereka
daripada koleksi lain dari barang, atau bahwa barang dan jasa tersebut dibandingkan dengan
koleksi barang atau jasa atau layanan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa persepsi
adalah proses menangkap, menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan aktivitas,
serta mengevaluasi objek tertentu.

4. Pendekatan Atribut
Pendekatan atribut didasarkan pada asumsi bahwa pertimbangan konsumen ketika memilih
suatu barang/jasa didasarkan pada atribut-atribut yang terkait dengan barang/jasa tersebut.
Atribut suatu barang mencakup semua jasa yang dihasilkan dari penggunaan dan/atau
kepemilikan barang tersebut. Seperti halnya dengan pendekatan ordinal, alat analisis dalam
pendekatan atribut adalah kepuasan yang dikombinasikan dengan analisis kurva indiferen.
Adanya 4.444 departemen anggaran di semua kelompok kebutuhan menghasilkan berbagai
4.444 jenis garis anggaran dan kurva indiferen. Kepuasan konsumen maksimum
(keseimbangan konsumen) tercapai ketika anggaran untuk setiap kelompok kebutuhan dapat
didistribusikan di antara pilihan dengan kepuasan marjinal tertinggi. Pendekatan atribut
menjelaskan perilaku konsumen ketika memilih sebuah artikel tidak hanya berdasarkan
kegunaan artikel tersebut. Namun, juga karena sifat atau atribut yang ditawarkan produk.
Pendekatan ini diperkenalkan oleh Kelvin Lancaster pada tahun 1966 dan direnovasi pada
tahun 1971. Setiap konsumen memilih produk untuk memaksimalkan kemudahan
penggunaan yang berasal dari fitur yang melekat pada produk dengan batasan anggaran yang
terbatas.

Oleh karena itu, konsumen harus memilih kombinasi terbaik berdasarkan anggaran yang
tersedia. Atribut yang biasanya dikaitkan dengan suatu produk meliputi: harga, Pendapatan
dan Persepsi. Dengan pendekatan atribut, konsumen akan memperoleh kepuasan maksimal
ketika garis anggaran bersinggungan dengan kurva batas Persimpangan ini disebut dengan
efisiensi frontier (Amaliah dan Westi Riani, 2013).

DAFTAR PUSTAKA
● Razak, SE, M.M, D. H. M. (2016). Perilaku Konsumen (1st ed.). Alauddin University Press.
● Handoko, T. H., & Swasta, B. (2008). Perilaku Konsumen. Yogyakarta: BPFE.
● Nainggolan, L. E. (2021). Ekonomi Manajerial: Teori dan Pendekatan (1st ed.). Yayasan Kita
Menulis.
● http://repository.unisba.ac.id

Anda mungkin juga menyukai