Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Persamaan diferensial merupakan bagian dalam matematika yang dapat


didefinisikan sebagai suatu bentuk persamaan yang memuat derivatif (turunan) satu
atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas suatu fungsi.
Persamaan diferensial ini berkaitan dengan bagian-bagian sentral dalam matematika
seperti dalam Analisis, Aljabar, Geometri dan yang lainnya yang akan sangat berperan
dalam pengenalan konsep maupun pemecahan.

Persamaan diferensial memegang peranan penting dalam berbagai macam


disiplin ilmu. Di dalam dunia perminyakan, model matematika ini menggambarkan
aliran fluida reservoir dalam bentuk persamaan-persamaan matematika. Persamaan
matematik ini berbentuk persamaan differensial parsial yang diturunkan dari persamaan
konservasi massa, hukum Darcy dan persamaan keadaan. Persamaan differensial
tersebut merupakan persamaan non-linear (kontinu) dan kompleks sehingga sukar
dipecahkan secara analitik dan memerlukan pemecahan secara numerik. Untuk itu maka
diperlukan suatu program komputer untuk pemecahannya. Hal-hal baru yang dapat
dikemukakan dari model matematik ini adalah bahwa bentuk dan kondisi reservoir
secara detail dapat dimasukkan di dalam perhitungan, heterogenitas dari batuan
reservoir akan berpengaruh dalam model serta performance dari sumur-sumur dapat
diketahui. Demikian adalah salah satu contoh gambaran yang dapat diterapkan di dalam
dunia perminyakan.

Kembali membahas persamaan diferensial, teori persamaan diferensial sudah


cukup berkembang, dan metode yang digunakan bervariasi sesuai jenis persamaan.
Persamaan diferensial dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu persamaan
diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Persamaan diferensial biasa (PDB)
adalah persamaan diferensial dimana fungsi yang tidak diketahui (variabel terikat)
adalah fungsi dari variabel bebas tunggal. Dalam bentuk paling sederhana fungsi yang
tidak diketahui ini adalah fungsi riil atau fungsi kompleks, namun secara umum bisa
juga berupa fungsi vektor maupun matriks. Lebih jauh lagi, persamaan diferensial biasa
digolongkan berdasarkan orde tertinggi dari turunan terhadap variabel terikat yang
muncul dalam persamaan tersebut. Persamaan diferensial parsial (PDP) adalah
persamaan diferensial dimana fungsi yang tidak diketahui adalah fungsi dari banyak
variabel bebas, dan persamaan tersebut juga melibatkan turunan parsial. Orde
persamaan didefinisikan seperti pada persamaan diferensial biasa, namun klasifikasi
lebih jauh ke dalam persamaan eliptik, hiperbolik, dan parabolik, terutama untuk
1
persamaan diferensial linear orde dua, sangatlah penting. Beberapa pesamaan
diferensial parsial tidak dapat digolongkan dalam kategori-kategori tadi, dan dinamakan
sebagai jenis campuran.

Baik persamaan diferensial biasa maupun parsial dapat digolongkan sebagai


linier atau nonlinier. Sebuah persamaan diferensial disebut linier apabila fungsi yang
tidak diketahui dan turunannya muncul dalam pangkat satu (hasilkali tidak dibolehkan).
Bila tidak memenuhi syarat ini, persamaan tersebut adalah nonlinier.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, agar terarah dan terfokusnya penjabaran makalah ini maka
terdapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Definisi Persamaan Diferensial
2. Persamaan Diferensial Biasa & Parsial
3. Persamaan Diferensial Linier & Tak Linier
4. Persamaan Diferensial Orde Pertama
5. Persamaan Diferensial Orde Dua

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka terdapat tujuan dalam penulisan makalah ini
yaitu agar lebih memahami tentang persamaan diferensial mulai dari definisi hingga
klasifikasi dan cara pengerjaannya.

1.4. Manfaat Penulisan

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta
wawasan para pembaca mengenai model matematika persamaan diferensial.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial merupakan suatu bentuk persamaan yang memuat


derivatif (turunan) satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel
bebas suatu fungsi. Dalam mata kuliah kalkulus dipelajari bagaimana cara mempelajari
dy '
turunan fungsi y = f(x) yakni, = y =f ' ( x)
dx
Misalnya y=cos 2 x +10 e− x, maka turunannya adalah :
dy −x
=−2 sin 2 x−10 e (1.1)
dx
Atau bila diberikan suatu persamaan berbentuk h(x,y) = konstan, maka dapat
dy
diturunkan secara implisit untuk memperoleh , misalnya x 2+ y 2=16 dapat
dx
diturunkan secara implisit menjadi :
dy dy −−x
2 x+2 y =0 , atau = (1.2)
dx dx y
Kedua persamaan tersebut merupakan contoh-contoh persamaan diferensial
biasa (ordinary differential equation). Kedua persamaannya memuat suatu fungsi dan
turunannya. Persamaan diferensial dapat pula dinotasikan sebagai :

' dy ' dx
y= atau x =
dx dt

2.2. Persamaan Diferensial dan Klasifikasinya

2.2.1. Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan diferensial biasa merupakan sebuah bentuk persamaan yang memuat


turunan satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas suatu fungsi.
Contoh :
3
dy
1. =5 x+8
dx
d2 y dy
2. −4 +8 y =0
dx 2
dx
3. x dy+ y dx =6 dx
4. y ' ' ' +2( y ' ' )2 + y ' =cos x

( )
2 2
d y dy
5. 2
+ xy =0
dx dx

2.2.2. Persamaan Diferensial Parsial

Persamaan diferensial parsial merupakan sebuah bentuk persamaan yang


memuat turunan parsial satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari satu
variabel bebas suatu fungsi.
Contoh :
∂u ∂u
1. ∂ x − ∂ y =0
2
∂ u ∂u
2. 2
+ =k
∂x ∂ y
∂2 u ∂2 u ∂ 2 u
3. + + =0
∂ x2 ∂ y2 d z2
∂v ∂ v
4. ∂ s + ∂t =v
2 2
∂ z ∂ z
5. 2
+ 2 =x 2+ y 2
∂x ∂ y

2.3. Orde Persamaan Diferensial

Penentuan orde suatu persamaan diferensial tergantung pada kandungan fungsi


turunan di dalam persamaan diferensial tersebut. Orde atau tingkat suatu persamaan
diferensial ditentukan oleh turunan tertinggi dalam persamaan tersebut. Contoh :
dy 2
1. x + y =0 persamaan diferensial biasa orde satu
dx
4
d2 y 2
2. xy 2
− y cos x =0 persamaan diferensial biasa orde dua
dx
3
d y dy
3. − y + e2 x persamaan diferensial biasa orde tiga
dx 3
dx

Persamaan diferensialnya dapat juga ditulis dengan notasi lain. Contoh :

4. y '=sin x +cos x atau y '−sin x−cos x=0


persamaan diferensial biasa orde satu
5. y ' ' +3 y '−4 y=0 persamaan diferensial biasa orde dua
6. y ' ' '−e x y ' '− yy ' = ( x 2 +1) y 2 persamaan diferensial biasa orde tiga

2.4. Derajat Persamaan Diferensial

Derajat (degree) dari suatu persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari
turunan tertinggi suatu persamaan diferensial. Contoh :

[ ]
2 2
dy d y
1. 1+ =3 persamaan diferensial biasa orde dua derajat satu
dx dx
2

Persamaan diferensialnya dapat juga ditulis dengan notasi lain. Contoh :

2. x ( y ' ' )3 + ( y ' ) 4− y =0 persamaan diferensial biasa orde dua derajat tiga

2.5. Linearitas Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial biasa linear orde - n dapat dinayatakan apabila bentuknya


sebagai berikut :

Dimana

Persamaan diferensial biasa non linear jika persamaan diferensial tersebut tak
linear. Contohnya :

5
d2 y dy
1. 2
+5 +9 y=0 persamaan diferensial biasa orde dua
dx dx
4 3
d y 2 d y 3 dy
2. +x +x =x e x persamaan diferensial biasa orde empat
dx 4
dx 3
dx

Jika tidak, maka persamaan diferensial dikatakan tidak linier atau non linear. Contoh :

( )
5 3 4
d y 3 d y 2 dy
3. 5
+x 4
+x ¿ x ex persamaan diferensial biasa non linear
dx dx dx
4.
2.6. Solusi Persamaan Diferensial
Solusi dari suatu persamaan differensial adalah persamaan yang memuat variabel-
variabel dari persamaan diferensial dan memenuhi persamaan diferensial yang diberikan.
Jika f(x) merupakan solusi dari persamaan diferensial, maka f(x) dan turunan-turunannya
akan memenihi persamaan diferensial tersebut. Dalam hal ini f(x) disebut integral atau
primitive dari persamaan diferensial itu. Sedangkan yang dimaksud dengan solusi umum
dari persamaan differensial orde - n adalah solusi dari persamaan diferensial tersebut yang
memuat n konstanta sembarang yang bebas liniear. Jika dari solusi umum itu, semua
konstanta yang terdapat di dalamnya masing-masing diberi nilai tertentu, maka akan
diperoleh solusi yang disebut solusi khusus persamaan diferensial.

2.6.1. Persamaan Diferensial Eksplisit dan Implisit


a. Eksplisit

Dimana penyelesaian persamaan diferensial dengan fungsi yang mana variabel


bebas dan variabel tak bebas dapat dibedakan secara jelas. Fungsi eksplisit
dinyatakan dalam bentuk y = f(x).

Contoh :
y=x 2 +7 x +11

b. Implisit

6
Dimana penyelesaian persamaan diferensial dengan fungsi yang mana variabel
bebas dan variabel tak bebas tidak dapat dibedakan secara jelas. Fungsi implisit
ditulis dalam bentuk f(x,y) = 0.

Contoh :

2 2 2 2
x + y =16 atau x + y −16=0

2.6.2. Klasifikasi Solusi Persamaan Diferensial Biasa

a. Solusi Umum (Penyelesaian Umum)

Solusi persamaan diferensial biasa yang masih mengandung konstanta


sembarang, misalnya c.

Contoh :

dy 3 y
= , mempunyai solusi umum y=cx 3
dx x

b. Solusi Khusus (Penyelesaian Khusus)

Solusi persamaan diferensial yang tidak mengandung konstanta variabel karena


terdapat syarat awal pada suatu persamaan diferensial biasa.

Contoh :

dy
=3 x2 dengan syarat x ( 0 )=4 , mempunyai solusi khusus y=x 3 + 4
dx

c. Solusi Singular (Penyelesaian Singular)

Solusi yang tidak diperoleh dari hasil mensubstitusikan suatu nilai konstanta
pada solusi umumnya.

Contoh :
7
y=cx+ c 2 diketahui sebagai solusi umum dari persamaan diferensial biasa
( y ' )2 + x y ' = y , tetapi persamaan diferensial biasa tersebut juga mempunyai
−1 2
penyelesaian lain x , dan penyelesaian inilah yang disebut sebagai solusi
4
singular.

2.7. Metode Penyelesaian Persamaan Diferensial

Metode yang digunakan untuk mencari solusi (penyelesaian) persamaan diferensial


biasa antara lain :

a. Metode Analitik
Metode ini menghasilkan dua bentuk solusi yaitu bentuk eksplisit dan implisit.
Untuk masalah-masalah yang kompleks, metode analitik ini jarang digunakan karena
memerlukan analisis yang cukup rumit.

b. Metode Kualitatif
Solusi PDB didapatkan dengan perkiraan pada pengamatan pola medan gradien.
Metode ini memberikan gambaran secara geometris dari solusi PDB. Metode ini
meskipun dapat memberikan pemahaman kelakuan solusi suatu PDB, namun fungsi asli
dari solusinya tidak diketahui dan metode ini tidak digunakan untuk kasus yang
kompleks.

c. Metode Numerik
Solusi yang diperoleh dari metode ini adalah solusi hampiran (solusi
pendekatan/aproksimasi). Dengan bantuan program komputer. Metode ini dapat
menyelesaikan PDB dari tingkat sederhana sampai dengan masalah yang lebih
kompleks.
8
2.8. Pembentukan Persamaan Diferensial

Secara matematis, persamaan diferensial muncul jika ada konstanta sembarang


dieliminasikan dari suatu fungsi yang diberikan.
Contoh :
1. Bentuklah persamaan diferensial dari fungsi berikut :
A
y=x +
x

Penyelesaian :
A −1
y=x + =x + A x
x
dy −2 A
=1− A x =1− 2
dx x
Dari soal, fungsi yang diberikan konstanta sembarang A adalah :
A
= y−x ↔ A=x ( y −x )
x
Sehingga :
dy −2 x ( y−x )
=1− A x =1−
dx x
2

( y−x ) x− y + x
¿ 1− =
x x
2 x− y dy
¿ ↔ y=x
x dx

2. Bentuklah persamaan diferensial dari fungsi berikut :


y= A x 2 +Bx
Penyelesaian :
dy
=2 Ax+ B
dx
2 2
d y 1d y
=2 A ↔ A=
dx
2
2 d x2
Substitusikan konstanta A ke :
9
dy
=2 Ax+ B
dx
Sehingga :
dy 1 d2 y d2 y
=2 + B=x +B
dx 2 d x2 dx
2

2
dy d y
B= −x
dx dx
2

Dengan mensubstitusikan A dan B pada persamaan :

2
y= A x +Bx

Akan didapatkan :

( )
2 2
1 d y 2 dy d y
y= x+ −x 2 x
2 d x2 dx dx

1 2 d2 y dy 2
2d y
¿ x + x −x
2 d x2 dx d x2

2
dy 1 2 d y
¿x − x
dx 2 d x 2

Hasil akhir penyelesaian diatas adalah persamaan diferensial orde dua. Jadi fungsi dengan
konstanta sembarang akan menghasilkan persamaan diferensial orde satu, sedangkan fungsi
dengan dua konstanta sembarang menghasilkan persamaan diferensial orde dua. Sehingga
berlaku : Fungsi yang mempunyai n buah konstanta sembarang, akan menghasilkan PD
orde ke-n.

2.9. Persamaan Diferensial Orde Pertama

Dalam bab ini kita akan mempelajari persamaan diferensial orde satu yang
mempunyai bentuk umum :

dy
=f ( t , y) (2.9.1)
dt

Dimana f adalah fungsi dalam dua variabel yang diberikan. Sebarang fungsi
terturunkan y=∅ (t) yang memenuhi persamaan ini untuk semua t dalam suatu interval
disebut solusi. Tujuan kita adalah untuk menentukan apakah fungsi-fungsi seperti ini ada
dan jika ada kita akan mengembangkan metoda untuk menemukannya. Akan tetapi untuk
10
sebarang fungsi f tidak terdapat metoda umum yang dapat dipakai untuk menyelesaikannya
dalam bentuk fungsi-fungsi sederhana. Kita akan membahas beberapa metoda yang dapat
dipakai untuk menyelesaikan beberapa jenis persamaan diferensial orde satu.Tujuan kita
adalah untuk menentukan apakah fungsi-fungsi seperti ini ada dan jika ada kita akan
mengembangkan metoda untuk menemukannya.

2.9.1. Persamaan Linear

Apabila fungsi f dalam persamaan (2.9.1) bergantung linear pada variabel bebas
y, maka persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk :

dy
+ p ( t ) y =g (t)
dt
(2.9.2)

Dan disebut persamaan linier orde satu. Kita asumsikan bahwa p dan g adalah
fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval α <t< β. Untuk contohnya persamaan
diferensial :

dy 1 3
+ y=
dt 2 2
(2.9.3)

1
Adalah contoh sederhana dari persamaan diferensial linear dengan p ( t ) = dan
2
3
g ( t ) = yang merupakan fungsi-fungsi konstan.
2

Contoh :

Selesaikan persamaan (2.9.3) dan tentukan bagaimana perilaku solusi untuk t


yang cukup besar. Dan juga tentukan solusi dalam grafik yang melalui titik (0,2).

Jawab :

Tulis persamaan (2.9.3) dalam bentuk :

dy − y−3
= ,
dt 2

11
Atau jika y ≠ 3

dy /dt −1
=
y −3 2

(2.9.4)

Karena ruas kiri persamaan (2.9.4) merupakan turunan dari ln | y −3|, maka :

d −1
ln | y−3|=
dt 2

Ini berarti bahwa :

−t
ln | y −3|= +C ,
2

Dimana C adalah konstanta integrasi sembarang. Dengan mengambil


eksponensial kedua ruas diperoleh :

−t −t
| y −3|=e e C 2 atau C
y−3=± e e 2

Jadi solusinya :

−t
y=3+ c e 2
(2.9.5)

Dimana c=±e C yang merupakan konstanta tak nol. Catat bahwa jika c = 0 maka
diperoleh fungsi konstan y = 3 yang juga merupakan solusi persamaan (2.9.3). Dari
persamaan (2.9.5) jelas bahwa jika t → ∞ maka y →3 . Untuk sebuah nilai tertentu dari c
akan bersesuaian dengan sebuah garis yang melalui titik (0,2). Untuk menemukan nilai
c kita substitusikan t = 0 dan y = 2 ke dalam persamaan (2.9.5) dan kita pecahkan c dan
akan diperoleh c = -1. Jadi :

−t
y=3−e 2

Adalah sebuah solusi yang melalui titik (0,2). Kurva integralnya dapat dilihat pada
gambar 2.9.
12
' − y−3
Gambar 2.9: plot kurva integral y =
2

Persamaan diferensial orde satu dengan koefisien konstan yang lebih umum
dapat diberikan sebagai :

dy
=ry +k ,
dt
(2.9.6)

Dimana r dan k adalah konstanta-kontanta dapat diselesaikan dengan cara yang


k
sama seperti contoh. Jika r ≠ 0 ,maka y ≠− , dapat dituliskan persamaan (2.9.6) dalam
r
bentuk :

dy /dt
=r
y+(k /r)

Maka :

ln | y +(k /r )|=rt+ C ,

Dimana C adalah konstanta sembarang. Dengan mengambil eksponensial pada


kedua ruas kita peroleh :

r
y + =e C ert ,
k

13
Dengan menyelesaikan untuk y kita dapatkan :

−k
y= + cert (2.9.7)
r

Dengan c=±e C . Fungsi konstan y=−¿) adalah solusi juga untuk C = 0. Periksa
bahwa persamaan (2.9.3) bersesuaian untuk r =−1/2 dan k =3/2 dalam persamaan
(2.9.6) demikian juga solusi (2.9.5) dan (2.9.7) juga bersesuaian. Perilaku umum dari
solusi persamaan (2.9.7) sangat tergantung pada tanda parameter r. Untuk r <0 maka
e rt <0 bila t → ∞ , dan grafiknya setiap solusi mendekati garis horizontal y=−k /r secara
asimptotik. Di lain pihak jika r <0 , maka e rt membesar tak terbatas jika t bertambah.
Grafiknya untuk semua solusi akan menjauh dari garis y=−k /r bila t → ∞ . Solusi
dy
konstan y=−k /r sering disebut solusi setimbang (equilibrium solution) karena =0.
dt
Solusi setimbang ini dapat ditemukan tanpa harus menyelesaikan persamaan
dy
diferensialnya, yakni dengan memisalkan =0dalam persamaan (2.9.6) dan kemudian
dt
pecahkan untuk y. Solusi-solusi lain dapat juga diketahui dengan mudah. Untuk
dy dy
contohnya jika r <0 maka < 0 untuk y >−k /r dan > 0 jika y ←k /r . Kemiringan
dt dt
dari kurva solusi akan cukup tajam jika y cukup jauh dari −k /r dan menuju 0 jika y
mendekati −k /r . Jadi semua kurva solusi menuju garis horizontal yang bersesuaian
dengan solusi equilibrium y=−k /r . Perilaku solusi akan berkebalikan jika r <0 .
Akhirnya kita katakan bahwa solusi (2.9.7) hanya valid untukr ≠ 0. Jika r =0, persamaan
dy
diferesialnya menjadi =k , yang mempunyai solusi y=kt+ c , yang bersesuaian
dt
dengan keluarga garis lurus dengan gradien k.

2.9.2. Persamaan Terpisah

Kadang-kadang akan lebih baik menggunakan x untuk menyatakan vareabel


bebas dari pada t dalam persamaan diferensial. Dalam kasus ini persamaan umum linear
orde satu mempunyai bentuk :
14
(2.9.8)

Jika persamaan (2.9.8) adalah tak linear, yakni f tidak linear dalam variabel
bergantung y, maka tidak terdapat metode umum yang dapat dipakai untuk
menyelesaikannya. Dalam bagian ini kita akan membahas subklas dari persamaan linear
orde satu yang dapat diintegralkan langsung. Pertama kita tulis kembali persamaan
(2.9.8) dalam bentuk :

(2.9.9)
Adalah selalu mungkin untuk mengerjakan ini dengan memisalkan
M ( x , y )=−f ( x , y ) dan N ( x , y )=1, tetapi mungkin cara lain juga bisa. Dalam kasus M
hanya fungsi dari x dan N hanya fungsi dari y, maka persamaan (2.9.9) menjadi :

(2.9.10)

Persamaan ini disebut persamaan terpisah karena dapat dituliskan dalam


bentuk :
(2.9.11)

Kemudian kita dapat memisahkannya dalam ruas yang lain. Persamaan (2.9.11)
lebih simetrik dan dapat menghilangkan perbedaan variabel bebas dan tak bebas.

2.9.3. Persamaan Diferensial Bernoulli

Bentuk umum persamaan Bernoulli diberikan :

(2.9.11)

Cara penyelesaian persamaan Bernoulli yakni dengan membagi kedua ruas


persamaan (2.9.11) dengan y n dan dengan memisalkan v= y 1−n sehingga :
15
(2.9.12)

Dan kita dapatkan persamaan :

(2.9.13)

Atau

(2.9.14)

Yang merupakan persamaan diferensial orde satu yang dapat diselesaikan


dengan metode faktor integrals.

2.9.4. Persamaan Diferensial Eksak

Pada persamaan diferensial ini dapat dipisahkan variabel-variabelnya. Suatu


persamaan diferensial M(x,y) dx + N(x,y) dy = 0 dikatakan persamaan diferensial eksak
jika ada suatu fungsi f ( x , y ) sehingga :
dF=M ( x , y) dx + N ( x , y )dy (2.9.15)

Rumus Diferensial :

∂F ∂F
dF= dx+ dy (2.9.16)
∂x ∂y

Maka dari persamaan (2.9.15) dan (2.9.16) diperoleh :

∂F
=M ( x , y ) (2.9.17)
∂x

∂F
=N (x , y) (2.9.18)
∂y

Untuk memeriksa apakah suatu persamaan diferensial adalah persamaan


diferensial eksak adalah :

∂M ∂ N
=
∂ y ∂y
16
Untuk mencari solusi dari PD Eksak dapat melalui persamaan (2.9.17) dan
(2.9.18) :

Untuk mencari c ( y ) turunkan F (x , y ) terhadap y

Dari persamaan (2.9.18)

Untuk mencari c ( x ) turunkan F (x , y ) terhadap x

2.9.5. Persamaan Diferensial Homogen

Bentuk umum dari persamaan diferensial homogeny dapat dinyatakan sebagai :

Cara termudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial homogeny yaitu


dengan mendefinisikan variabel baru.

17
y
z=
x

Dan persamaan diferensialnya menjadi :

Dimana ruas kiri dari persamaan diferensial ini diperoleh dengan menerapkan
aturan rantai pada Dalam bentuk ini kita
akan selalu memisahkan variabel-variabelnya, yakni :

Yang dengan mudah kita dapat selesaikan persamaan diferensial diatas dengan
mengintegralkan kedua ruas persamaan.

2.10. Persamaan Diferensial Orde Dua

Dalam bab ini kita akan membahas persamaan diferensial linear orde dua yang
mempunyai bentuk umum :

(2.10.1)
dimana p(t); q(t), dan g(t) adalah fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval
waktu
dy
I , dan dimana y '= . Hal yang sangat berbeda dengan persamaan diferensial
dt
orde satu adalah keunikan solusi dari persamaan diferensial orde dua disyaratkan
' '
dengan dua kondisi awal yang harus dipenuhi yakni y (t 0)= y 0 dan y ( t 0 ) = y 0 .
Tetapi pada akhirnya untuk kita bahwa persamaan diferensial orde dua akan
lebih mudah menyelesaikannya dibandingkan dengan persamaan differensial
orde satu.
Dalam hal ini kita hanya berpedoman pada tiga aturan, yakni :

18
Kita akan menggunakan ketiga aturan di atas dan aturan aljabar dalam
membahas
persamaan differensial orde dua dalam bab ini. Secara umum persamaan
differensial orde dua lebih penting jika kita bandingkan dengan persamaan
differensial orde satu karena persamaan diferensial orde dua mendiskripsikan
lebih luas variasi dari suatu penomena. Untuk contohnya, kita akan
menunjukkan dalam bab ini seperti pendulum sederhana, sistem massa pegas
dan penomena osilator lain yang dapat dinyatakan dengan persamaan diferensial
orde dua.

2.10.1. Persamaan Homogen Dengan Koefisien Konstan


Kita mulai dengan membahas dengan apa yang dimaksud dengan koefisien konstan dan
persamaan homogen itu. Yang dimaksud dengan koefisien konstan adalah dengan mengambil
fungsi-fungsi p(t) dan q(t) dalam (2.10.1) dengan nilai konstan dan jika kita ambil fungsi g(t) =
0 akan kita sebut sebagai persamaan homogen. Jadi dalam hal ini kita akan dapat persamaan
diferensial homogen dengan koefisien konstan yang dapat dinyatakan sebagai :

(2.10.2)

Sebagai contoh ilustrasi dari perilaku persamaan orde dua, kita ambil contoh kasus dimana b =
0 dan a = 1 dalam persamaan (2.10.2), jadi :

(2.10.3)

Jika c=−1, maka kita akan menemukan solusi dari persamaan y ' '= y . Bentuk
fungsi yang bagaimanakah jika kita mendifenesialkan dua kali akan memberikan fungsi
semula? Kita perhatikan tiga aturan di atas, jawabannya adalah sebuah fungsi eksponensial.
Dalam kenyataannya kita punyai :

(2.10.4)

19
Menarik dalam hal ini kita punyai dua solusi dalam masalah ini. Dengan cara
yang sama kita juga akan mendapatkan dua solusi untuk c = 1 yakni :

(2.10.5)

Dapat kita catat bahwa dua solusi itu membedakan dengan persamaan
diferensial orde satu yang dibangun oleh satu solusi dengan sebuah konstanta sebarang. Dengan
alasan ini kita memerlukan dua kondisi awal untuk masalah persamaan diferensial orde dua.
Jadi solusi umum dari persamaan diferensial orde dua harus menghasilkan dua konstanta
sebarang sehingga kita bisa memenuhi kondisi awalnya. Untuk lebih jelasnya, terdapat cara
mudah untuk menemukan solusi umum persamaan diferensial orde dua homogen dengan
koefisien konstan. Perhatikan kembali persamaan (2.10.2). Dengan mengasumsikan solusinya
dalam bentuk y=e( λt ) , maka kita akan dapatkan persamaan kuadrat dalam λ yang nantinya akan
kita namakan persamaan karakteristik untuk λ , yakni :

(2.10.6)
Jadi dua solusi kita adalah y 1=e( λ+t )dan y 2=e( λ−t ) , dan solusi umumnya dapat dinyatakan
sebagai :

(2.10.7)

Konstanta c 1 dan c 2 dapat ditentukan dari kondisi awal y (t 0) dan ' ( t 0 ) .

Contoh :

Selesaikan y ' ' +5 y ' +6 y=0 dengan y ( 0 )=2 dan y ' (0)=3.

Jawab :

Kita misalkan solusi kita dalam bentuk y = e(λt), dan kita substitusikan ke
persamaan, sehingga kita akan peroleh persamaan karakteristiknya, yakni λ2 +
5λ + 6 = 0, yang dengan mudah kita selesaikan, dan akan kita dapatkan λ =
−2 atau λ = −3. Jadi solusi umumnya menjadi

20
y = c1e(−2t) + c2e(−3t).

Dengan kondisi awal yang diberikan maka kita peroleh

y(0) = 2 = c1 + c2 dan y′(0) = 3 = −2c1 − 3c2.

Dari kedua relasi itu, kita akan peroleh c1 = 9 dan c2 = −7, sehingga solusi
tunggal kita adalah

y = 9e(−2t) − 7e(−3t).

Kita akan nyatakan diskusi kita dalam bentuk yang lebih formal, dengan
memperkenalkan notasi :
L[φ] = φ′′ + pφ′ + qφ (2.10.8)

dimana p dan q adalah fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval I (artinya, α <
t < β). Kita akan buktikan bahwa jika L[y] = 0 (persamaan homogen)
dengan
y(t0) = y0 dan y′(t0) = y′ maka terdapat sebuah solusi yang tunggal. Dalam
hal ini solusi tersebut juga terdefferensialkan dua kali, hal tersebut jelas
dikarenakan persamaan differensial kita berorde dua. Lebih lanjut untuk
melengkapi teorema keberadaan dan ketunggalan, kita akan membahas konsep
tentang superposisi, yaitu penggabungan solusi-solusi yang akan membentuk
solusi umum. Dalam persamaan differensial orde dua ini kita selalu
mendapatkan dua solusi, kita akan gabungkan dua solusi tersebut sehingga
menjadi solusi umumnya.

• Jika y1 adalah sebuah solusi maka L[y1] = 0,

• Jika y2 adalah sebuah solusi maka L[y2] = 0,

Kemudian kita akan bertanya apakah y = c1y1 + c2y2 juga solusi?


Jawabanya adalah i ya .

21
Ketunggalan dari solusi karena harus memenuhi kondisi-kondisi awalnya. Jika
kita mempunyai kondisi awal y(t0) = y0 dan y ' (t 0)= y '

Maka kita akan peroleh :

Kedua persamaan di atas memuat dua konstanta yang belum diketahui c1 dan
c2, yang jika kita selesaikan akan kita dapatkan :

Sepanjang

maka kita tentu akan dapat menemukan nilai c1 dan c2. Jika W = 0, kita dapat
catat bahwa penyebut akan menuju nol dan c1 dan c2 menuju tak hingga, ini
tak memiliki arti. Lebih lanjut kita syaratkan bahwa W ≠ 0 untuk semua t,
karena t 0yang kita pakai di atas telah dipilih sembarang. Besaran W kita sebut
dengan Wronskian dan sangat penting dalam persamaan diferensial.

Teorema: Jika y1 dan y2 adalah solusi-solusi dan


L [ y ]=0 dan W ( y 1 , y 2)≠ 0
untuk suatu t0, maka :
y=c 1 y 1(t )+ c 2 y 2(t)
adalah solusi umum, dimana konstanta sebarang c1 dan c2 diperoleh dari
semua kemungkinan solusi dari L[y] = 0.

Contoh :

Temukan nilai dari Wronskian dari contoh pertama di atas.

Jawab :
−2t)
Kita perhatikan kembali dari contoh pertama di atas bahwa y1 = e(

dan y2 = e( 3t), maka :

Jelas kita tahu bahwa y1 dan y2 adalah pembangun (basis) dari solusi contoh
pertama diatas.

22
2.10.2. Bergantung Linear dan Wornskian

Kita sekarang akan membahas konsep penting tentang bergantung linear, bebas
lin- ear dan akan menunjukkan bahwa konsep tersebut erat kaitannya dengan
wronskian. Kita mulai dengan defi tentang bergantung atau bebas linear dari dua
fungsi f dan g. Fungsi-fungsi f dan g dikatakan bergantung linear jika terdapat
konstanta
c 1 ≠ 0 ,c 2 ≠ 0 sedemikian sehingga

Kemudian karena c 1 ≠ 0 dan c 2 ≠ 0 maka kita dapat menyatakan fungsi f dalam


−c 1
fungsi g. Jadi f = g. Kita dapat mengartikan bahwa fungsi f sama dengan
c2
fungsi g kecuali hanya berbeda dalam faktor konstanta. Jadi fungsi f dan g
bergantung karena secara esensial kedua fungsi tersebut sama. Sebaliknya dua
fungsi f dan g dikatakan bebas linear jika :

hanya terpenuhi jika c1 = c2 = 0. Jadi kita tidak mungkin menyatakan satu


fungsi ke dalam yang lain, karena kedua fungsi itu memang berbeda.

Contoh :
Apakah fungsi-fungsi f = sin(t) dan g = cos(t − π/2) bebas atau bergan-
tung linear? Bagaimana dengan et dan e2t ?
Jawab :

Kita mulai dengan definisi kita

Kita catat bahwa cos(t−π/2) = cos(t) cos(π/2)+sin(t) sin(π/2), maka kita


kemudian dapatkan :

Jadi terdapat c 1 , c2 ≠ 0 sedemikian sehingga c 1 f +c 2 g=0 . Kita simpulkan


kedua fungsi itu bergantung linear. Dalam kasus kedua :

Kita tak akan menemukan konstanta c1 dan c2 yang tidak nol yang
memenuhi kondisi tersebut. Satu-satunya kemungkinan kondisi di atas
23
terpenuhi jika kita ambil c 1=c2=0. Jadi fungsi e t dan e 2 t saling bebas
linear. Walaupun cara pemeriksaan di atas bisa dilakukan, tetapi kita ingin
mendapatkan metode yang lebih tepat untuk menentukan kebebasan dan
kebergantungan linear dua fungsi. Kita perhatikan lagi dua fungsi yang
terturunkan f dan g pada suatu interval waktu, dan kita perhatikan :

Sekarang kita hitung nilai persamaan di atas pada suatu waktu t0 pada
suatu interval waktu yang diberikan, dan kita juga temukan turunannya :

Ini akan memberikan dua buah persamaan dengan konstanta yang belum
diketahui c 1 dan c 2. Dari persamaan yang kedua kita dapatkan:

 Jika W ≠ 0 maka c 1=0 yang mengakibatkan c 2=0 , jadi bebas linear.

 Jika W = 0 maka c1 6= 0 dan c2 6= 0, jadi bergantung linear.


Jadi kita simpulkan jika wronskian dua buah fungsi adalah nol untuk
sebarang waktu t0, kita katakan kedua fungsi tersebut bergantung linear,
sebaliknya jika wronskian- nya tidak nol maka kedua fungsi tersebut
bebas linear.

Teorema Abel : Misalkan y1 dan y2 adalah solusi-solusi dari

dimana p, q adalah fungsi-fungsi kontinu dalam suatu interval I, maka :

sedemikian sehingga W bernilai nol untuk semua waktu t di I (C=0) atau tidak
pernah bernilai nol (C ≠ 0) . Bukti dari teorema ini relatif mudah. Kita mulai
bahwa y1 dan y2 adalah solusi-solusi, maka keduanya memenuhi :

Kita kalikan persamaan pertama dengan −y2 dan persamaan ke dua dengan y1,
akan kita dapatkan :

24
Dengan menjumlahkan kedua persamaan kita peroleh :

Kita perhatikan bahwa W = y 1 y '2− y2 y '1=0 , yang memberikan :

Persamaan di atas merupakan persamaan diferensial orde satu, yang dengan


mudah kita selesaikan, yakni :

Kita bisa perhatikan bahwa jika C = 0 maka Wronskian W = 0 dan jika C ≠ 0


maka W ≠ 0. Dalam hal Wronskian W ≠ 0 untuk semua waktu dalam interval
waktu yang diberikan maka solusi-solusi y 1 dan y 2 bebas linear. Dengan ini
lengkaplah sudah pembicaraan kita mengenai kebebasan linear. Sekarang kita
kembali pada masalah persamaan diff orde dua homogen dengan
koeffisien konstan.

Kita kembali mencoba solusinya dalam bentuk y = e(λt) yang akan memberikan:

Akar-akar persamaan karakteristik di atas adalah :

Dalam contoh-contoh terdahulu, kita selalu punyai b2 − 4ac > 0. Akan tetapi
kita juga bisa punyai b 2−4 ac< 0 atau b 2−4 ac=0. Ketiga kasus tersebut
memiliki perbedaan secara mendasar. Oleh karena itu kita akan bahas semua
kasus. Dalam pembahasan terdahulu kita sudah membahas kasus dimana
2
b −4 ac> 0, dalam kesempatan kali ini kita akan membahas kasus untuk
b 2−4 ac< 0. Dalam kasus ini kita mengambil akar dari bilangan negatif. Jelas
akan memberikan ke kita bilangan imajiner dengan √−1=i. Dalam hal ini kita
punyai dua akar dari persamaan karakteristik kita, yakni :

25
dan μ= √
−b 4 ac−b
2
Dimana β= . Ini mengakibatkan solusi kita berbentuk :
2a 2 ac

dimana y 1=e( β +iμ ) t dan y 2=e( β +iμ ) t kita catat bahwa :

Dan kita juga bisa menyatakan bahwa :

Dan

Sehingga kita bisa menyatakan solusi kita sebagai :

Solusi-solusi kita tersebut di atas masih terlalu rumit dan panjang. Kita dapat
menyederhanakannya dengan memperkenalkan dua solusi baru, yakni Y 1 dan Y 2
yang kita definisikan sebagai:

Dan kita dapatkan solusi umumnya sebagai :

dimana konstanta c₁ dan c₂ kita tentukan dari kondisi awal yang diberikan. Kita
bisa menyatakan solusi-solusi y₁ dan y₂ dengan solusi-solusi baru Y₁ dan Y₂,
dikarenakan semua solusi tersebut bebas linear dan kita dapat mudah
menemukan Wronskian W (Y₁, Y₂) = µ e2 βt ≠ 0. Jadi kita simpulakan bahwa
kombinasi solusi-solusi Y₁ dan Y₂ merupakan solusi umum dari persamaan
diferensial yang diberikan.

Contoh :
Selesaikan y ' ' + y '+ y =0

Jawab :
26
Kita mulai dengan memisalkan solusi dalam bentuk y = e λt, yang akan
memberikan persamaan karakteristiknya sebagai

Akar-akar dari persamaan karakteristiknya adalah

Solusi umum kita dapat dinyatakan sebagai

Sekarang kita akan membahas masalah yang cukup menarik yaitu jika kita
−b
punyai akar kembar. Hal ini terjadi jika b 2−4 ac=0. Dan kita punyai λ= ,
2a
dan kita hanya mempunyai satu solusi, yakni

Tetapi kita tahu bahwa persamaan diferensialkita adalah orde dua, sehingga
perlu mempunyai dua solusi untuk membangun solusi umumnya. Untuk mencari
solusi kedua yang bebas linear, kita misalkan solusinya dalam bentuk

dimana kita ganti konstanta c₁ dengan suatu fungsi v(t) yang akan kita tentukan
kemudia. Metode ini dikenal sebagai metode reduksi dari orde (reduction of
order). Kita catat bahwa

Kita substitusikan ke dalam persamaan diff kita akan dapatkan

'
Karena y₁ adalah solusi maka a y 1 +b y 1+ c y 1=0 dan kita akan dapatkan
''

27
yang merupakan persamaan diferensial orde satu untuk v′. Misalkan u = v′,
maka kita punyai

dimana y₁ telah diketahui. Kita dengan mudah menyelesaikan persamaan


diferensial tersebut dengan metode faktor integral atau variabel terpisah. Kita
perhatikan bahwa

Sehingga kita dapatkan

Setelah diintegralkan kita peroleh

−b
t
Kita peroleh solusi lain yang bebas linear, yaitu y=v ( t ) y =c t e 2 a
1 2
Jadi dengan demikian solusi umum dalam kasus akar ganda dapat kita nyatakan
sebagai

Kita catat bahwa konstanta c 3 dapat dihilangkan, termasuk dalam konstanta c 1,


Jika kita hitung Wronskian dari solusi-solusi tersebut,W ¿
Maka dapat kita simpulkan kedua solusi tersebut bebas linear.
Contoh :
Selesaikan y ' ' +2 y ' =0

Jawab :

Persamaan karakteristik diberikan dengan

28
Akar-akar karakteristiknya λ1 = λ2 = −1. Jadi Solusi umum
persamaan tersebut menjadi

2.10.3. Persamaan Tak Homogen: Koefisien Tak Tentu

Kita perhatikan persamaan tak homogen

dimana p(t), q(t), dan g(t) adalah fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval
I. Dalam kasus ini kita punyai teorema-teorema penting berikut.

Teorema : Jika y₁ dan y₂ adalah solusi-solusi dari persamaan tak


homogen, maka y₁ − y₂ solusi dari persamaan homogen. Dan jika y₁ dan y₂
adalah basis atau pembangun dari solusi-solusi untuk persamaan
homogen, maka

dimana c1 dan c2 adalah konstanta-konstanta. Untuk melihat hal tersebut benar,


kita catat dengan definisi

Kita dapatkan

Yang mengakibatkan y₁ - y₂ juga solusi dari persamaan, jadi

dengan c₁ dan c₂ adalah konstanta-konstanta. Kita akan gunakan terorema ini


untuk membuktikan teorema berikut.

Teorema. Solusi umum persamaan tak homogen dapat dinyatakan sebagai

29
dimana y₁ dan y₂ adalah basis dari persamaan homogen, c₁ dan c₂ adalah
konstanta- konstanta, dan Y (t) adalah penyelesaian kusus dari persamaan tak
homogen.

Bukti teorema ini mengikuti langsung dari teorema terdahulu dengan


memisalkan

y 1=ϕ( t) dan y 2 ( t )=Y ¿ ) sehingga

sehingga memberikan ke kita

Teorema ini memberikan saran kepada kita bagaimana membangun solusi


persamaan tak homogen

1. Temukan solusi umum persamaan homogennya

2. Temukan sebuah solusi untuk persamaan tak homogen

3. Jumlahkan keduanya

4. Temukan c₁ dan c₂ dari kondisi-kondisi awalnya

Kita tahu persis bagaimana menemukan solusi-solusi homogen(juga sering


disebut solusi komplemen y c ). Akan tetapi kita belum mengetahui bagaimana
menemukan solusi kusus persamaan tak homogen( juga sering disebut dengan
solusi partikular y p). Untuk menemukan solusi kusus ini kita kebanyakan
menggunakan trik cerdik (”metoda menebak”). Berikut kita bahas beberapa contoh
sebagai ilustrasi.

Contoh :

Temukan solusi khusus persamaan

Jawab :

Untuk menemukan solusi kususnya, kita gunakan metoda menebak yang


membangun e2t di ruas kanan persamaan. Oleh karena itu, kita misalkan

30
dimana A adalah konstanta sebarang, dan e2t digunakan karena jika kita
turunkan hanya koeffisiennya dikalikan dengan faktor 2. Pertama kita hitung

Kita substitusikan ke persamaan semula, dan akan kita peroleh

Karena e 2t ≠ 0, maka kita bagi kedua ruas persaman dengan e2t, yang akan
menghasilkan

Jadi solusi khusus yang dimaksud adalah

2.10.4. Persamaan Tak Homogen: Variasi Parameter

Dalam bagian terakhir bab terdahulu kita telah membahas persamaan tak
homogen dengan gaya luar g(t) yang berbentuk

Jadi dalam hal g(t) memuat fungsi-fungsi cos, sin, eksponensial, atau polinom
seder- hana, kita dapat menemukan solusi kususnya dengan metode koeffisien
tak tentu (metoda menebak). Metoda tersebut agak terbatas, karena metoda itu
tidak akan bisa digunakan jika kita punyai fungsi g(t) yang lebih rumit dari
fungsi-fungsi terse- but di atas. Oleh karena itu kita ingin menemukan suatu
metoda yang lebih umum untuk menemukan solusi kusus untuk bentuk umum
g(t).

Kita perhatikan kembali solusi homogen

Sekarang kita misalkan sebuah solusi dalam bentuk

(2.10.9)

31
Motivasi kita menggunakan bentuk tebakan di atas adalah bahwa bentuk di atas
sangat mirip dengan solusi homogen kita. Mungkin dengan memisalkan u₁ dan
u₂ (yang berkaitan dengan c₁ dan c₂ berturut-turut) berubah sesuai waktu, kita
akan dapat menyelesaiakn persamaan tak homogen. Kita catat bahwa

Jika kita diferensialkan sekali lagi persamaan di atas, maka kita akan
mendapatkan suku-suku dalam bentuk un1 dan un2 , tetapi ini malah akan menjadi
rumit dari persamaan semula karena kita mengubah persamaan orde dua dengan
dua persamaan orde dua yang lain. Untuk mengatasi masalah tersebut kita bisa
pilih

Tidak ada alasan mengapa kita tak dapat memilih kondisi di atas. Jadi kita
punyai

Sehingga

Kemudian kita substitusikan y′ dan y′′ ke persamaan semula dan kita akan
dapatkan

Yang dapat kita sederhanakan sebagai

Tetapi dua suku pertama persamaan di atas sama dengan nol karena y₁ dan y₂
adalah solusi-solusi dari persamaan homogen. Jadi kita dapatkan dua syarat yang
mesti dipenuhi agar persamaan diferensial dapat dipecahkan dengan
menggunakan metode vareasi parameter, yakni dengan pemisalan persamaan
(2.10.9)

Kita harus menemukan u1 dan u2 dari sistem persamaan di atas. Pertama kita
tulis dalam bentuk matrik
32
Kita dapatkan

Jadi kita peroleh

Dengan mengintegralkan kembali kita akan mendapatkan

Didapatkan solusi khususnya yakni

Dan penyelesaian umumnya adalah

dimana konstanta c₁ dan c₂ ditentukan dari kondisi-kondisi awalnya. Kita per-


hatikan bahwa metoda ini memberikan cara umum untuk menemukan solusi
umum persamaan tak homogen. Hanya saja kita asumsikan kita dapat
mengintegralkan fungsi g(t) di akhir.

Contoh :

Selesaikan y ' ' + 4 y=3 csc ( t )

Jawab :

Dalam hal ini g(t) = 3 csc(t) yang cukup sulit untuk menggunakan metoda
koeffisien tak tentu atau metoda menebak. Kita tahu bahwa solusi homogen atau
solusi komplemennya adalah

33
Untuk menemukan solusi kususnya kita hitung Wronskiannya

Jadi solusi partikularnya

Dan kita dapatkan solusi umumnya adalah

dimana c₁ dan c₂ ditentukan dari kondisi awal yang diberikan.

2.10.5. Aplikasi: Forced Osilator dan Resonansi

Dalam bagian ini kita akan membahas beberapa aplikasi persamaan diferensial orde
dua. Kita ingatkan kembali tentang hukum Newton kedua

∑ F=m. a
Dimana ∑ f adalah jumlah gaya-gaya, m adalam masa benda, dan a adalah
percepatan benda tersebut. Untuk lebih jelasnya kita perhatikan sebuah pegas yang
mempunyai gaya tolak dan gaya gerak secara periodik. Jadi dalam hal ini dapat
dinyatakan sebagai

dimana gaya tolaknya diperoleh menurut hukum Hook. Persamaan di atas dapat
ditulis sebagai

34

k f
Dengan w 0= dan F 0= 0 Untuk menyelesaikan persamaan diatas kita
m m
menggunakan metoda yang telah kita pelajari. Pertama kita selesaikan untuk
persamaan homogennya. Persamaan karakteristiknya

Jadi solusi homogenya dapat ditulis sebagai

Solusi partikularnya dapat ditentukan dengan metoda koeffisien tak tentu, dengan
memisalkan

yang setelah kita substitusikan ke persamaan semula akan kita dapatkan

Dan kita dengan mudah mendapatkan A₁ dan A₂, yakni

sehingga solusi umum kita adalah

Perlu kita catat bahwa solusi tersebut di atas valid jikaw ≠ w 0. Misalkan w ≠ w 0 dan
misalkan kita berikan kondisi awalnya y ( 0 )=0 dan y ' ( 0 )=0. Kita substitusikan ke
−F 0
dalam persamaan, dan kita akan dapatkan konstanta c 2=0 dan c 1= 2 2 . Jadi
w 0−w
solusinya menjadi

Dengan menggunakan identitas trogonometri, solusi tersebut di atas dapat dinya-


takan sebagai

Jadi solusi kita merupakan gabungan dari dua fungsi dengan frekuensi yang
w −w w +w
berbeda, artinya 0 dan 0 . Amplitude-amplitude dari dua fungsi tersebut
2 2
membetuk suatu yang disebut irama frekuensi antara keduanya. Perhatikan bahwa
frekuensi cepat atau lambat yang membentuk solusinya. Dalam kasus w=w0, kita
telah catat bahwa solusi kita menjadi tak berarti. Hal ini terjadi karena solusi kusus
yang kita pilih sebenarnya solusi homogennya. Sekarang perhatikan

35
Dalam hal ini bentuk fungsi tebakan kita adalah

Kita diferensialkan, dan kita akan dapatkan

Substitusikan ke persamaan dan kita peroleh

Persamaan diatas, terpenuhi jika

Jadi, solusi kita menjadi

yang dengan mensubstitusikan kondisi-kondisi awal y (0)= y ' (0)=0 , kita akan
peroleh

Jadi kita punyai pertumbuhan yang tak terbatas, artinya sistem yang diberi gaya
pada frekuensi asal akan menyebabkan osilator tumbuh seperti waktu. Dalam hal ini
solusi tumbuh menuju tak hingga pada resonansi frekuensi, dan ini jauh dari
kenyataan, sebab kita tak akan pernah menemukan sesuatu yang tumbuh menuju
ketahingga pada kenyataannya. Dalam prakteknya, sebarang sistem phisik mempun-
yai sejumlah kecil damping karena mungkin gaya gesek, gesekan udara atau sesuatu
lain. Sehingga kita benar-benar ingin sebuah system

dimana γ menunjukkan damping kita. Solusi homogen kita diberikan dengan

λ2 k
Jika − <0 , maka
4m m2


2
k γ γ
Dimana μ= − dan ¿ . Dan solusi homogen kita adalah
m 4m 2 2m

yang berkaitan dengan damping osilator. Ini secara eksak yang kita harapkan karena
damping. Solusi kususnya sekali lagi kita gunakan metoda koeffisien tak tentu atau
metoda vareasi parameter. Kita misalkan dalam bentuk
36
Setelah sedikit hitungan dan manipulasi aljabar kita akan peroleh

γ 2 k f0
Dimana γ 0= , w 0= , dan F0 = . Oleh karena solusi homogennya akan menuju
m m m
nol jika t → ∞ , maka kita akan dapatkan

Perlu dicatat bahwa dalam hal ini suku damping akan menjaga agar solusi tidak
menjadi tak terbatas pada saat w=w0 sehingga bagaimanapun kecilnya damping itu,
tetapi tetap memiliki pengaruh. Beberapa aplikasi lain yang berkaitan dengan
frekuensi natural seperti mikrowave ovens (frekuensi naturalnya adalah vibrasi
mode dari molekul air), lasers, dribbling bola basket, juga ambruknya Jembatan
Tacoma Narrow dimana angin dapat menyebabkannya.

37
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Persamaan diferensial merupakan suatu bentuk persamaan yang memuat derivatif
(turunan) satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas suatu
fungsi.
Persamaan differensial biasa (PDB) adalah persamaan differensial di mana fungsi
yang tidak diketahui (variabel terikat) adalah fungsi dari variabel bebas tunggal.
Persamaan differensial parsial (PDP) adalah persamaan differensial di mana fungsi yang
tidak diketahui adalah fungsi dari banyak variabel bebas, dan persamaan tersebut juga
melibatkan turunan parsial.
Persamaan diferensial orde pertama membahas tentang seputar persamaan linier,
persamaan terpisah, persamaan diferensial bernoulli, persamaan diferensial eksak, dan
persamaan diferensial homogen.
Persamaan diferensial orde dua membahas tentang seputar persamaan diferensial
dengan koefisien konstan, bergantung linear dan wornskian, persamaan tak homogen
menyangkut koefisien tak tentu dan variasi parameter serta aplikasinya forced osilator
dan resonansi.

3.2. Saran
Alangkah baiknya apabila kita dapat memahami dan mengerti tentang persamaan
diferensial baik dari bentuk umumnya sampai pada penyelesaiannya. Karena dengan
menguasai persamaan differensial, kita akan lebih mudah menyelesaikan permasalahan
dalam persamaan differensial biasa. Selain itu, kita juga harus paham tentang teknik –
teknik turunan maupun teknik pengintegralan yang pernah dipelajari pada mata kuliah

38
kalkulus sebelumnya. Hal ini agar dapat mempermudah dalam menyelesaikan soal –
soal persamaan differensial biasa, karena dalam persamaan differensial sangat berkaitan
dengan turunan dan integral.

39

Anda mungkin juga menyukai