Tesis: Universitas Sumatera Utara
Tesis: Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NURMALIA ZAKARIA
NIM 177014011
TESIS
OLEH:
NURMALIA ZAKARIA
NIM 177014011
Telah diuji dan dinyatakan LULUS didepan Komisi Penguji Tesis pada hari Jumat
tanggal 31 bulan Januari tahun 2020.
Menyetujui:
Komisi Pengji Tesis
Ketua : Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.
Sekretaris : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.
Anggota : Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt.
Yuandani, M.Si., Ph.D., Apt.
iv
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul
“Formulasi Transdermal Patch Natrium Diklofenak Sebagai Analgesik dan
Antiinflamasi”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Nurmalia Zakaria
177014011
vi
vii
viii
ix
xi
xii
xiii
xiv
xv
xvi
PENDAHULUAN
yang tidak menyenangkan yang diakibatkan kerusakan jaringan atau keadaan yang
yang ditandai dengan timbulnya gejala nyeri dan inflamasi adalah nyeri pada
persendian seperti osteoartritis, rematik dan gout serta Low Back Pain (nyeri
tulang punggung). Penderita nyeri sendi di seluruh dunia mencapai angka 355
juta jiwa, yang berarti 1 dari 6 orang di dunia menderita nyeri sendi. Diperkirakan
angka tersebut terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25%
penduduk dunia terserang penyakit nyeri sendi, 5-10% berusia 5-20 tahun dan
20% mereka yang berusia 55 tahun. Berdasarkan hasil penelitian terakhir dari
Angka ini menunjukkan bahwa nyeri sendi sudah cukup mengganggu aktivitas
masyarakat Indonesia.
Non-Steroid Anti-Infalmatory Drugs (NSAIDs), dan salah satu yang paling banyak
Diklofenak mengalami first pass effect metabolisme yang ekstensif dan hanya
50% dari dosis yang diberikan secara oral tersedia secara sistemik (Zhang et al.,
terjadi kapan saja ketika diberikan secara oral (Rajabalaya et al., 2008).
penghantaran yang memanfaatkan kulit sebagai situs masuknya obat. Kulit relatif
dapat ditembus oleh senyawa obat sehingga memberikan efek terapetik, baik yang
System (TDDS) secara luas diakui sebagai salah satu proses penghantaran obat
yang dapat diandalkan, serta merupakan suatu teknik yang efektif. Penghantaran
obat melalui kulit adalah area yang menarik sekaligus menantang bagi penelitian.
Selama dua dekade terakhir, pengiriman obat secara transdermal menjadi hal
yang digemari dan merupakan suatu teknologi yang dapat diterima karena
sediaan suntik, dan kesulitan mengatur pelepasan terkontrol (Sachan and Bajpai,
2013). Ketidakpatuhan pasien terhadap rejimen obat yang dilaporkan WHO yaitu
jumlahnya sekitar 15% hingga 93% dengan tingkat perkiraan sekitar 50%, juga
ditempatkan di atas kulit untuk pemberian dosis obat tertentu melalui kulit dengan
tingkat pelepasan yang ditentukan sebelumnya agar mencapai aliran darah. Hal ini
melalui kulit (Kumar et al., 2010), sehingga dalam pembuatan transdermal patch
natrium diklofenak harus dipilih polimer dan plastisizer yang tepat sebagai matrik
menembus kulit dan mencapai area target pengobatan (Pragya and Rastogi, 2012).
Tantangan utama formulasi transdermal patch adalah penetrasi obat melalui kulit
lambat karena sifat penghalangnya yang tinggi. Oleh karena itu, teknologi canggih
Penelitian yang telah dilakukan oleh Rajabalaya et al. (2008) di India, dalam
selulosa:polivinil pirolidon (PVP) 3:1 dan 4:1 dengan plastisizer propilen glikol
Propilen glikol banyak digunakan sebagai salah satu bahan tambahan dalam
untuk obat yang bersifat lipofilik dan sebagai cosolvent meningkatkan pelekatan
pada kulit. Beberapa literatur melaporkan peran propilen glikol sebagai penambah
kulit, serta dilaporkan juga bahwa propilen glikol juga dapat bertindak sebagai
penambah penetrasi dalam kondisi yang sesuai (Maurya and Murthy, 2014)
(4:1), serta menggunakan propilen glikol sebagai plastisizer dan enhancer, dan
sediaan tersebut memiliki penetrasi yang hampir serupa dengan transdermal patch
ini memerlukan teknik yang sedikit lebih rumit. Natrium diklofenak juga telah
korea, dan juga memiliki aktivitas analgesik dan antiinflamasi yang sangat baik
(Zhang et al., 2014). Beberapa penelitian tersebut belum diuji kompatibilitas obat-
patch model matriks dengan metode solvent evaporation yang berisi natrium
plastisizer dan enhancer (0, 10, 20 dan 30%). Metode solvent evaporation dipilih
karena lebih mudah dikerjakan untuk skala laboratorium, lebih efisien, mudah
dalam pembuatannya, dan tidak memerlukan alat cetak khusus. Formula yang
terbaik dari uji penetrasi akan diuji aktivitas analgesik dan antiinflamasinya yang
akan dibandingkan dengan sediaan gel natrium diklofenak yang ada di pasaran
(komersil).
adalah:
lain?
dan antiinflamasi yang lebih baik dari gel natrium diklofenak komersil?
1.3 Hipotesis
adalah:
secara in-vitro
antiinflamasi yang lebih baik dari sediaan gel natrium diklofenak komersil.
d. Menentukan satu formula terbaik dari hasil uji penetrasi secara in-vitro.
natrium diklofenak.
keuntungan lebih baik dari sediaan oral, menghindari efek iritasi pada saluran
cerna, menghindari first pass effect metabolism, dan memberikan efek terapi
lebih panjang sehingga dapat mengurangi frekuensi pemberian obat per harinya.
dengan variasi konsentrasi propilen glikol 0, 10, 20, dan 30%, selanjutnya
formula yang terbaik akan dilanjutkan dengan uji aktivitas analgesik dan
pasaran. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah 4 formula transdermal patch
penelitian ini hubungan sebab akibat kedua variabel tersebut yang akan diuji
(Gambar. 1.2).
1. Organoleptik
2. Ketebalan (cm)
Formula 1 (mg)
3. Bobot
Patch ND
Karakte- 4. Kadar obat (%)
PG 0%
ristik 5. Kadar Lembab (%)
6. Daya pelipatan (kali)
7. Daya pengembangan
Formula 2 (%)
Patch ND
PG 10%
Inkompati- Formula
bilitas 1. Puncak spektrum Patch
obat- 2. Intensitas puncak ND
eksipien 3. Puncak titik leleh terbaik
Formula 3
Patch ND
PG 20%
Sinar
infraRed
Gel ND
komersil Karagenan
1%
Keterangan :
ND = Natrium Diklofenak
PG = Propilen glikol
10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri
Nyeri adalah gejala penyakit yang sering terjadi. Rasa nyeri merupakan
infeksi kuman, atau kejang otot. Nyeri timbul jika rangsangan mekanik, termal,
kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri),
reseptor nyeri. Semua mediator nyeri merangsang reseptor nyeri yang terletak
pada ujung-ujung saraf di kulit, mukosa serta jaringan lain. Dari tempat ini
belakang, dan otak tengah. Dari talamus impuls saraf kemudian diteruskan ke
pusat nyeri di otak besar, sehingga impuls dirasakan sebagai nyeri (Wilmana,
2017).
2.2 Inflamasi
zat penginfeksi, iskema, interaksi antigen-antibodi, serta cedera karena panas atau
cedera fisik lain). Setiap jenis stimulus memicu pola respon yang khas yang
tersebut biasanya disertai dengan tanda-tanda klinis yang umum berupa eritema,
Respon peradangan terjadi dalam tiga fase yang berbeda, fase singkat akut,
ditandai oleh vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler, fase sub-
11
fagosit; dan fase proliferasi kronik, pada fase ini terjadi kerusakan jaringan dan
(tumor), rasa nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functiolaesa). Gejala-gejala ini
akibat gangguan aliran darah karena kerusakan jaringan dalam pembuluh darah
perifer, serta terjadinya eksudasi plasma darah ke dalam ruang ekstrasel akibat
yang terdapat dalam kebanyakan sel dan jaringan normal, sedangkan COX-2
terinduksi saat berkembang peradangan oleh sitokin dan mediator radang. COX-3
adalah isozim siklooksigenase (COX) ketiga dan yang paling baru ditemukan.
Isozim COX-3 dikodekan oleh gen yang sama dengan COX-1, dan ini dapat
lainnya ( Tjay dan Kirana, 2011 dan Botting R., and Ayoub S.S., 2005).
2.3 Analgetik-Antiinflamasi
12
a. Analgetik Narkotik
Zat-zat ini memiliki daya penghalang nyeri yang kuat sekali dengan titik
kerja yang terletak di susuna saraf pusat sehingga disebut juga analgetik kuat
dan psikis misalnya golongan morfin dan turunannya: morfin dan kodein, heroin
Analgetik ini berkhasiat lemah sampai sedang yang bekerja pada perifer
karena obat ini tidak mempengaruhi susunan saraf pusat, tidak menurunkan
juga bersifat antipiretik, dan antiradang termasuk golongan ini antara lain: asam
suatu kelompok senyawa yang heterogen, yang sering tidak berkaitan secara
mempunyai kerja terapeutik dan efek samping tertentu yang sama. Senyawa-
senyawa ini sering disebut obat antiradang nonsteroid atau NSAIDs (non-steroid
sebagai suatu segi utama mekanisme untuk NSAIDs. Karena efek terapeutik
13
nonsteroid (AINS) yang termasuk derivat fenil asetat (Gambar 2.1). Natrium
2007).
Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis tidak larut
2009).
14
turunan asam fenil asetat (Wilmana, 2007). Natrium diklofenak merupakan serbuk
berwarna kekuningan, dan memiliki kelarutan yang kecil dalam air. Natrium
diklofenak dapat terakumulasi dalam cairan sinovial, sehingga efek terapi pada
nonsteroid yang lain, natrium diklofenak mempunyai efek samping yang lazim
seperti mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala, penggunaan obat ini harus
berhati-hati pada penderita tukak lambung (Wilmana, 2007 dan Trevor et al.,
2015).
Pada membran sel terdapat fosfatidlkoline dan fosfatidilinositol. Saat terjadi luka,
15
Sedangkan COX-2 terbentuk jika adanya rangsangan nyeri dan inflamasi serta
demam. Pada jalur COX ini terbentuk prostaglandin dan thromboksan, sedangkan
siklooksigenase (COX) ketiga dan yang paling baru ditemukan. Isozim COX-3
dikodekan oleh gen yang sama dengan COX-1, dan ini dapat menjelaskan
R., and Ayoub S.S., 2005). Prostaglandin merupakan mediator inflamasi dan
baik reversibel maupun ireversibel melalui kompetisi dengan substrat, yaitu asam
16
sediaan transdermal telah banyak dilakukan, baik dalam bentuk krim, gel dan juga
patch transdermal. Seperti salah satu yang telah dilakukan oleh Rajabalaya R., et
al. (2008) telah membuat patch transdermal yang didesain agar mampu
2.5 Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang paling mudah diakses dan terbesar dengan
luas permukaan 1,7 m2, dengan jumlah 16% dari total massa tubuh manusia.
Fungsi utama kulit adalah pelindung antara tubuh dan lingkungan eksternal
penguapan air tubuh. Kulit dapat dibagi menjadi tiga wilayah utama: lapisan
terluar (epidermis, terdiri dari stratum korneum); lapisan tengah (dermis), dan
17
difusi zat lipofilik atau non-polar melalui lapisan kulit selanjutnya. Rute
Gambar 2.4 Jalur Penetrasi Obat Melalui Kulit (Alkilani et al., 2015)
18
obat secara transdermal, merupakan salah satu sistem penghantaran obat non-
TDDS adalah salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada permukaan kulit, namun
darah akibat estrogen oral atau iritasi lambung pada obat-obat antiinflamasi
jika diberikan melalui jalur lain seperti oral. Obat yang diberikan secara
2011).
19
c. peningkatkan bioavailabilitas.
e. mengurangi efek samping obat karena kadar plasma terjaga sampai akhir
transit usus
j. jika terjadi efek samping yang tidak diinginkan (misal reaksi alergi, dan lain-
m. relatif mudah digunakan dan dapat didesain sebagai sediaan lepas terkotrol
20
a. zat aktif harus memiliki bobot molekul relatif kecil (kurang dari 500 Da). Hal
ini karena pada dasarnya stratum korneum kulit merupakan barrier yang
menembusnya.
b. memiliki koefisien partisi sedang (larut baik dalam lipid maupun air).
c. memiliki titik lebur yang relatif rendah. Hal ini karena untuk dapat
Urutan proses perjalanan suatu obat dari sediaan sistem transdermal menuju
a. disolusi obat
21
c. metabolisme
Obat yang sudah dimetabolisme akan diserap masuk ke dalam aliran darah
22
transdermal, yaitu dari faktor biologis dan juga fisiologis (Latheeshjlal et al.,
2011). Faktor biologis meliputi kondisi kulit, umur kulit, aliran darah, situs daerah
meliputi; hidrasi kulit, suhu dan pH, koefisien difusi, konsentrasi obat, koefisien
partisi dan ukuran serta bentuk molekul. Selain itu, ada pula faktor-faktor yang
d. metabolisme kulit
23
permeabilitas kulit. Bahan peningkat penetrasi tidak memiliki efek terapi, tetapi
dapat mentransport obat dari bentuk sediaan ke dalam kulit (Kumar, 2012).
c. efek harus cepat dan durasi kerja obat yang digunakan sesuai dan dapat
diperkirakan.
e. penetrasi bekerja satu arah, yaitu dapat membantu masuknya zat dari luar ke
dalam tubuh, tapi mencegah keluarnya material endogen dari dalam tubuh.
f. memiliki efikasi yang baik dan kompatibel secara fisika dan kimia dengan
i. tidak mahal, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna (Ramteke et al., 2012).
senyawa pelarut (air, alkohol, alkil metil sulfoksida (dimetil sulfoksida), dimetil
terpenoid dan minyak esensial, turunan pirolidon, turunan asam lemak, turunan
ester, dan surfaktan (Jadhav, 2012). Penggunaan enhancer di dalam formula patch
biasanya 5 – 20% (b/b dari total polimer), tergantung sifat fisika dan kimia obat
dan polimer yang digunakan (Sachan and Bajpai, 2013). Penggunaan enhancer
24
a. pelarut (solvent)
sel kulit dan/atau dengan fluiditas lipid, contohnya alkohol air (metanol dan
obat yang lebih tinggi, serta berinteraksi dengan komponen struktural stratum
korneum yaitu protein dan lipid. Senyawa ini akan mengubah susunan protein dan
meningkatkan permeabilitas.
b. surfaktan
untuk meningkatkan penetrasi merupakan peran dari gugus polar dan panjang
rantai hidrokarbon dari susunan struktur kimianya. Golongan surfaktan ini antara
nonionic (pluronic F127, Pluronic F68, dan lain-lain), dan garam empedu
25
Senyawa pada golongan ini antara lain urea, agen hidrasi dan keratolitik
Beberapa peningkat permeasi potensial baru-baru ini telah dijelaskan tetapi data
enhancer yaitu:
permeabel terhadap obat. Banyak enhancer bekerja dengan cara ini misalnya:
Azone, terpen, asam lemak, dimetil sulfoxide (DMSO), propilen glikol dan
alkohol.
2.8 Patch
Patch dideskripsikan sebagai sediaan yang terdiri dari dua lapisan, yaitu
lapisan yang mengandung polimer yang adhesif dilapisi dengan lapisan backing
mengandung senyawa obat, yang diletakkan di kulit untuk melepaskan zat akitf
26
penghantaran obat secara topikal dalam bentuk semisolid yang dapat memberikan
a. tipe matriks
Patch dengan tipe matriks dirancang agar zat aktif, polimer dan bahan
b. tipe reservoir
Patch dengan tipe ini dirancang dalam sistem reservoir yang mengandung
lubang untuk zat aktif dan bahan tambahan lainnya gar terpisah dari lapisan
Rakesh,2012):
a. bahan aktif
Obat yang mengalami first pass effect serta obat bagi pasien dengan kondisi
khusus merupakan kandidat terbaik untuk dibuat dalam sediaan patch. Zat
aktif dapat ditambahkan sebesar 5 - 25% w/w dari bobot total polimer.
27
obat.
c. lapisan backing
membentuk lapisan backing pada patch. Lapisan backing ini harus memiliki
fleksibilitas yang baik, kekuatan tarik yang tinggi serta permeasi air melewati
lapisan ini harus rendah. Bahan yang digunakan dalam pembuatan lapisan
d. plasticizer
halus dan fleksibel dari satu jenis polimer atau campuran polimer.
w/w dari bobot kering polimer. Plasticizer dapat mencegah film pecah,
e. enhancer
Bahan yang digunakan harus tidak toksik, inert, tidak menimbulkan iritasi
yaitu semua bahan (zat aktif, polimer, enhancer dan plastisizer) dicampur ke
dalam pelarut hingga homogen lalu dicetak pada suatu cetakan/disemprot pada
perekat dan dihilangkan pelarutnya dengan cara penguapan. Metode ini biasanya
digunakan untuk patch tipe matriks (single-layer dan multi-layer) (Ashok et al.,
2017, Zhan et al., 2014 dan Ahmed and El-say, 2014). Metode lainnya adalah
28
gel yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah perekat yang didesain khusus
Polimer yang digunakan dalam penelitian adalah etil selulosa (EC) dan
polivinil pirolidon (PVP) dengan enhancer dan platisizer adalah propilen glikol.
2.9.1 Etilselulosa
Etil selulosa atau etil eter selulosa memiliki bentuk berupa serbuk coklat
terang, tak berbau, memiliki sifat alir yang bebas. Etil selulosa telah banyak
stabilitas, dapat pula digunakan sebagai agen pengental untuk sediaan krim, lotion
dan gel. Etil selulosa praktis tidak larut dalam gliserin, propilen glikol dan air. Etil
hidrokarbon aromatik dengan etanol, etil asetat, metanol dan toluen. Etil selulosa
oksidatif oleh cahaya matahari dengan suhu yang tinggi sehingga sebaiknya
disimpan pada suhu tidak melebihi 32oC, dijauhkan dari area yang panas (Rowe,
et al., 2009).
sediaan lepas terkendali. Polimer ini tidak mengembang namun dapat membentuk
29
Kecepatan pelepasan obat dari etil selulosa menurun ketika semakin banyak etil
selulosa yang digunakan dan kinetika pelepasan obat dapat mengikuti orde nol
PVP merupakan zat tambahan yang inert dan tidak toksik, serta tidak bersifat
pembawa untuk obat 10-25%, bahan pendispersi dan suspending agent dalam
tidak berbau serta bersifat higroskopis. Kelarutan PVP dalam asam, kloroform,
etanol (95%), metanol dan air sangat tinggi. Praktis tidak larut dalam eter,
molekul yang berbeda. Berat molekul berpengaruh terhadap viskositas PVP dalam
medium air. Semakin besar berat molekulnya maka semakin rendah kelarutan
30
sebagai media penetrasi untuk obat yang bersifat lipofilik dan sebagai cosolvent
didasarkan pada pelekatannya di kulit (Maurya and Murthy, 2014). Pada literatur
yang lain dinyatakan bahwa penggunaan propilen glikol selain sebagai plastisizer
hidrofiliknya yang dengan mudah menyerap air dari lingkungan sekitar dan
melarutkan obat sehingga obat akan berdifusi melewati kulit. Selain itu propilen
hidrogen protein pada ikatan jaringan dan obat, dan dengan demikian mendorong
31
(4:1) serta propilen glikol sebagai enhancer dan plastisizer dengan konsentrasi 0,
10, 20, dan 30%. Selanjutnya akan ditentukan kemampuan penetrasi secara in-
vitro sehingga dapat diperkirakan keberadaan obat secara sistemik, serta diamati
aktivitas analgesik dan antiinflamasi secara in-vivo pada hewan uji yang
sebelumnya telah diinduksi. Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2.6.
32
Universitas Sumatera
EfekUtara
analgesikdan
antiinflamasi
Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian
33
METODE PENELITIAN
sediaan matriks transdermal patch, evaluasi karakteristik sediaan, uji in-vitro dan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan analitik,
magnetic stirrer, jangka sorong, alat cukur, seperangkat alat bedah, sonifikator,
(Shimadzu), oven, pH meter (Hanna), cawan petri, alat franz diffusion vertical,
3.1.2 Bahan
aquades, polivinil pyrolidon (PVP), etil cellulose (EC), propilen glikol, metanol,
34
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus Wistar (jantan, 200 -220 g).
sambal ditutup dengan aluminium foil agar tidak menyerap karbon dioksida dari
aiaquades bebas CO2, lalu ditambahkan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 195,5
POM., 1995).
propilen glikol 0, 10, 20, dan 30% dari total polimer. Dosis natrium diklofenak
35
Keterangan :
F1 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 0%
F2 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 10% dari polimer
F3 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 20% dari polimer
F4 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 30% dari polimer
dan plastisizer seperti tertera pada Tabel 3.1. Transdermal patch dibuat dengan
Larutan dicampur dalam gelas kimia dan diaduk perlahan selama 30 menit dengan
dengan aluminium foil sebagai backing. Pelarut dibiarkan menguap pada suhu
kamar selama 24 jam. Lalu matriks yang telah jadi dipotong menjadi 50 bagian
2017).
36
pada 3 titik yang berbeda, lalu dihitung tebal rata-rata (Lakhani et al., 2015).
Pengujian variasi bobot patch pada setiap formula adalah dengan cara
menimbang 5 patch satu per satu, kemudian dihitung bobot rata-ratanya (Lakhani
et al., 2015).
mL, ditambahkan buffer fosfat (pH 7,4) 25 mL, larutkan dengan magnetic stirrer
(pH 7,4) hingga 50 mL, homogenkan lalu dilakukan filtrasi. Setelah difiltrasi
37
disimpan dalam desikator yang mengandung silika gel pada suhu ruangan selama
24 jam. Patch kemudian ditimbang kembali (bobot akhir) (Shabbit et al., 2017).
Patch ukuran 4 cm² ditimbang dan ditempatkan dalam cawan petri yang
ditentukan pada interval waktu tertentu sampai berat konstan diamati. Persen
swelling (S) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Lakhani, Bahl,
dimana:
S = persen swelling
Wt = berat patch pada waktu perlakuan,
W0 = berat patch pada waktu nol
Daya tahan lipat adalah jumlah lipatan yang diperlukan untuk memecahkan
patch. Tes ini tidak hanya menggambarkan kekuatan patch yang disusun dengan
38
dapat diketahui jumlah patch yang bisa dilipat di tempat yang sama tanpa
natrium diklofenak dan polimer didispersikan dalam kalium bromide (KBr) dan
dengan uji XRD. Matriks patch yang terbentuk dari metode solvent evaporation
merupakan salah satu metoda pembuatan dispersi padat. Melalui uji XRD ini,
akan terlihat apakah bentuk dari natrium diklofenak berubah atau tidak. Natrium
diklofenak merupakan senyawa yang sukar larut dalam air dengan serbuk
perubahan bentuk serbuk menjadi amorf yang bersifat mudah larut dalam air.
bawah tegangan 40 kV dan arus 40 mA. Sampel dianalisa dalam sudut 2θ dengan
rentang 2° hingga 40° dalam waktu 0,3 detik (Yan, Zhang, He, & Liu, 2016).
39
selulosa dan PVP) dan campuran obat dengan polimer dapat membantu untuk
panas. Sampel obat dan polimer serta campurannya ditempatkan pada panci
aluminium yang tidak tertutup rapat, dan panci kosong digunakan sebagai kontrol.
Semua sampel dipanaskan dari mulai suhu 40° C hingga 300° C. Analisis DSC
dilakukan pada atmosfer nitrogen kering dengan laju aliran 100 mL·min-1 (Yan et
al., 2016).
Pada penelitian ini digunakan kulit kelinci jantan dengan berat berkisar 1,5 -
2 kg. Rambut pada daerah abdomen dicukur dengan hati-nati menggunakan pisau
cukur tanpa merusak lapisan stratum corneum. Kelinci dimatikan dengan cara
gunting bedah dan dibersihkan lemak yang menempel, dicuci dengan aquades,
dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan pada suhu -50OC (lemari
pembeku). Pada waktu kulit kelinci akan digunakan, direndam dengan NaCl 0,9%
takar 50 mL dan dilarutkan dengan buffer fosfat hingga tanda batas, sehingga
40
tanda batas, sehingga didapat larutan induk dengan konsentrasi 100 µg/mL.
µg/mL. lalu diukur serapannya pada panjang gelombang 200 – 400 nm.
Larutan induk baku masing-masing dipipet 0,1; 0,2; 0.4; 0,6; 0.8; 1,0; 1,2;
1,4; 1,6; 1.8; 2,0; 2,2 dan 2,4 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10
mL dan ditambahkan buffer fosfat pH 7,4 hingga tanda batas, sehingga didapat
Uji penetrasi dilakukan dengan menggunakan sel difusi franz tipe vertical
diklofenak. Membran pemisah antara kompartemen donor dan aseptor adalah kulit
kelinci. Kulit perut kelinci ukuran 2,5 x 2,5 cm diletakkan antara kompartemen
0.5oC (Rajabalaya et al, 2008). Pengamatan dilakukan selama 10 jam dan sampel
41
540 dan 600. Setiap kali pengambilan sampel sebanyak 1 mL larutan dalam
buffer fosfat hingga tanda batas, lalu tambahkan 1 mL buffer fosfat kembali ke
patch dengan empat model kinetika yaitu orde nol, orde satu, model Higuchi dan
transdermal patch dilakukan untuk mengetahui berapa persen obat yang dilepas
Penentuan luas area dibawah kurva dilakukan untuk melihat formula mana
dari matriks patch. Luas Area Under Curve (AUC) dapat ditentukan dengan
keterangan:
42
Pada pengujian efek analgesik, akan diukur jumlah geliat yang disebabkan
oleh induksi nyeri berupa asam asetat untuk menilai efek analgesik dari
transdermal patch natrium diklofenak. Tikus jantan (200 -220 g) secara acak
dibagi menjadi 3 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 8 hewan (berdasarkan
optimum, kelompok III: perlakuan gel natrium diklofenak yang ada di pasaran.
menit mencit dimasukkan ke dalam ruang plantar test dan diberi sinar infrared
pada bagian kaki, dicatat waktu respon nyerinya yang ditandai dengan bentuk
reaksi mengangkat/menjilat kaki (Mert et al., 2007). Respon nyeri diukur pada
menit ke 10, 20, 30, 40, 50 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420, 480, 540 dan
karagenan pada telapak kaki tikus (Lintang, 2019), yaitu dengan cara:
43
7 cm.
dari 8 ekor tikus, kemudian ditimbang dan diberi kode tertentu. Kelompok
c. volume awal kaki tikus diukur sebelum diberi perlakuan dan dinyatakan
h. dibiar grafik plot waktu Vs volume udem kaki dan dihitung persen udema
% udema =
dimana:
44
45
dengan Anova One Way, menggunakan aplikasi IBM SPSS statistic 25. Bila
didapat adanya perbedaan kelompok perlakuan, maka dilakukan uji lanjut post tes
penelitian ini.
46
47
merupakan salah satu teknik pembuatan dispersi padat. Metode ini mudah untuk
enhancer atau plastisizer dalam beaker gelas dengan metanol, untuk jumlah bahan
sebanyak 50 patch, dan distirer selama 30 menit hingga homogen, lalu dituang ke
dialasi dengan aluminium foil sebagai backing, dan didiamkan pada suhu ruangan
selama 24 jam (Gambar 4.1), skema kerja pembuatan patch dapat dilihat pada
yang telah dipotong dilekatkan pada plester, dan disimpan dalam wadah yang
48
pengamatan visual transdermal patch natrium diklofenak dapat dilihat pada Tabel
4.2.1.
Merujuk dari Tabel 4.2.1 dan Gambar 4.2, menunjukkan bahwa patch yang
berbau dan memiliki konsistensi yang berbeda. F2, F3 dan F4 merupakan formula
propilen glikol dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Penggunaan propilen
sebagai zat yang mampu meningkatkan penetrasi obat agar mampu melintasi kulit
tampak patch memiliki konsistensi yang lebih basah dan juga lengket. Hal ini juga
dapat menyebabkan kontak permukaan patch dengan kulit menjadi lebih baik,
49
sebagai basis untuk polimer, etil selulosa dan PVP juga mempunyai peran sebagai
cairan ke dalam matrik patch sehingga mengakibatkan difusi obat menjadi lambat
dan polimer ini berperan sebagai penahan dan pengendali pelepasan obat. Sedang
mampu masuk dan melintasi stratum korneum untuk kemudian masuk ke dalam
a b
Gambar 4.2 Patch natrium diklofenak (a), patch yang telah dilekatkan pada
plester(b)
50
keseragaman larutan patch yang dituang pada cetakan. Pengujian ini dilakukan
dengan mengukur patch pada tiga titik yang berbeda dengan menggunakan
memastikan ketebalan yang sama pada tiap patch (Lakhani et al., 2015).
dari pengujian ketebalan dapat dilihat pada Tabel 4.2.2 dan hasil selengkapnya
patch natrium diklofenak dalam pengujian ini berkisar antara 0,016 – 0,019 cm.
Kecilnya nilai SD dari keempat formula menunjukkan bahwa ketebalan patch dari
ketebalan antar formula yaitu jumlah propilen glikol yang ditambahkan dalam
51
Propilen glikol merupakan cairan yang larut dalam air yang memiliki kemampuan
sebagai peningkat penetrasi obat serta sebagai bahan pelentur untuk matriks
patch.
tiap patch. Dalam penelitian ini tidak direncanakan berat tiap patch karena tiap-
tiap formula memiliki variasi konsentrasi propilen glikol yang berbeda. Pengujian
ini dilakukan dengan menimbang bobot masing-masing patch yang dipilih secara
acak dari tiap formula, kemudian dihitung bobot rata-rata dan standar deviasi hasil
pengukuran (Sharma et al., 2013). Hasil pengujian bobot patch dapat dilihat
Merujuk dari Tabel 4.2.3 di atas, tampak bahwa bobot rata-rata dari masing-
masing patch berkisar antara 80,8 ± 0,23 sampai 82,8 ± 0,22 mg. Penggunaan
memiliki rata-rata bobot paling tinggi karena penggunaan propilen glikol paling
52
diklofenak dalam sediaan patch, karena itu dilakukan pengukuran kandungan zat
menggunakan dapar fosfat pH 7,4 dengan bantuan magnetik stirrer dan sonifikator
panjang gelombang 276 nm. Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 replikasi pada
tiap-tiap formula, dihitung kadar rata-rata, dan standar deviasinya (SD). Hasil
berkisar antara 95,80 ± 0,3718% hingga 96,44 ± 0,1477%. Hasil pengujian kadar
natrium diklofenak dalam patch tiap formula dapat dilihat pada Tabel 4.2.4 dan
Tabel 4.2.4 Hasil pengujian kadar natrium diklofenak dalam patch dari tiap
formula
Kadar Natrium diklofenak (%) Rata-Rata ±SD
Formula
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 (%)
F1 95,55 96,59 96,14 96,09 ± 0,5188
F2 96,14 95,85 95,40 95,80 ± 0,3718
F3 96,44 96,59 96,29 96,44 ± 0,1477
F4 96,00 96,14 96,73 96,29 ± 0,3909
dalam sediaan patch yang dapat mempengaruhi stabilitas sediaan. Kandungan air
53
dengan memasukkan patch ke dalam alat desikator yang berisi silika gel selama
24 jam dan dihitung bobot awal serta bobot setelah penyimpanan. Pengujian
dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan pada tiap formula, lalu dihitung rata-rata
persen moisture content dan standar deviasinya. Hasil pengujian persen moisture
content dapat dilihat pada Tabel 4.2.5 dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Suatu patch dikatakan baik apabila patch tersebut mengandung air yang
sedikit, sehingga stabilitas patch akan baik. Rentang kadar air yang dipersyaratkan
yaitu 1 - 10% (Kumar et al., 2013). Hasil pengujian persen moisture content
menunjukkan bahwa semua patch pada setiap formula memiliki nilai yang sudah
moisture content yaitu sifat fisika kimia dari bahan yang digunakan yaitu polimer
hidrofilik, sama halnya dengan polimer PVP sehingga dapat meningkatkan nilai
54
2,5
moisture content (%) 2,1 2,16
2
1,59
1,5 1,24
0,5
0
F1 F2 F3 F4
formula
polimer etil selulosa dan PVP serta propilen glikol sebagai enhancer/plastisizer
mampu menyerap air. Hal ini akan berhubungan dengan kemampuan patch dalam
melepaskan obat sehingga obat akan berdifusi melalui kulit dan masuk ke
pembuluh darah. Data lengkap hasil pengujian swelling dapat dilihat pada
Lampiran 6.
55
pengembangan patchnya dari waktu ke waktu. Pada Tabel 4.2.6 dan Gambar 4.4,
dapat dilihat bahwa keempat patch mengalami kenaikkan persen swelling hingga
menit ke-30, dan persen swelling terlihat konstan pada menit ke-60 dan 90.
penyerapan air ini diberikan oleh PVP dan propilen glikol yang bersifat hidrofilik.
Sifat penyerapan tidak terlalu besar karena adanya etil selulosa yang bersifat
lipofilik, dimana pada susunan patch natrium diklofenak ini etil selulosa berperan
sebagai penahan dan pengendali pelepasan obat, sehingga obat dapat dapat dilepas
secara perlahan,
56
3
2,5
2
1,5 F1 F2
1 F3 F4
0,5
0
5 10 15 30 60 90
waktu (menit)
Gambar 4.4 Grafik persen swelling transdermal patch natrium diklofenak pada
media aquadest suhu 37oC selama 90 menit
seperti yang terlihat pada Gambar 4.4. Swelling terbesar adalah F4 yaitu 4,36
persen pada menit ke-90, dan dipengaruhi oleh jumlah propilen glikol yang besar
yaitu 30%. Hal ini menunjukkan bahwa, semakin tinggi penggunaan propilen
glikol maka persen swelling semakin besar. Tingkat penyerapan air yang rendah
patch yang telalu tebal. Penyerapan kelembaban adalah aspek penting yang
mempengaruhi difusi obat, karena akan terjadinya penyerapan air ke dalam patch
yang berasal dari jaringan tubuh (keringat) serta lingkungan sekitar (udara) yang
terjadi selama pemakaian patch di kulit. Hal ini merupakan parameter penting
57
polimer dan plastisizer yang digunakan dalam patch (Sharma et al., 2013).
yaitu propilen glikol dengan variasi konsentrasi dan kekuatan patch yang dicetak
menggunakan polimer etil selulosa dan PVP. Pengujian ketahanan lipat dilakukan
secara manual dengan cara melipat patch berulang kali pada satu titik yang sama
sampai rusak atau dilipat hingga 300 kali (Jhawat et al., 2013). Patch dikatakan
memenuhi kriteria bila tahan terhadap lipatan sebanyak lebih dari 300 kali
(Lakhani et al, 2015). Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, lalu
dihitung rata-rata dan standar deviasinya. Hasil pengujian ketahanan lipat patch
ketahanan lipatan yang baik pada formula F3 dan F4 yaitu formula patch yang
menggunakan propilen glikol sebesar 20% dan 30%. Sedangkan untuk F2 (PG
10%) ketahanan lipatannya dibawah 300 kali, sehingga dapat dinyatakan kurang
menunjukkan ketahanan lipat yang sangat buruk yaitu 12 kali. Hal ini
58
terjadinya interaksi antara natrium diklofenak sebagai bahan aktif dengan polimer
yang digunakan berupa etil selulosa dan polivinil pirolidon. Hasil pengujian FTIR
3433,29 cm-1 yang menunjukkan bahwa adanya struktur NH yaitu gugus amina,
spektrum 1558,48 cm-1 berupa struktur C=O yaitu gugus karboksil, dan pada
spektrum 759,95 cm-1 berupa struktur C-Cl yang tajam, seperti yang terlihat pada
natrium diklofenak, sehingga penggunaan polimer dengan basis etil selulosa dan
PVP tidak mempengaruhi gugus fungsi natrium diklofenak (Gambar 4.5 (b) dan
(c)). Hal ini sesuai dengan penelitian Raj (2013) yang menyatakan bahwa
penggunaan polimer etil selulosa dan PVP kompaktibel atau tidak menunjukkan
59
bilangan gelombang karakteristik natrium diklofenak (Gambar 4.5 (d)). Hal ini
menunjukkan bahwa adanya sedikit pergesaran pita serapan tetapi tidak tajam
natrium diklofenak dengan campuran polimer etil selulosa dan PVP, yang dapat
60
Puncak spektrum yang tajam serta intensitas puncak yang banyak dari
natrium diklofenak dapat dilihat dari hasil pengujian XRD, hal ini dikarekan sifat
kristal dari natrium diklofenak (Gambar 4.6 (a)), dan hasil ini sesuai dengan
selulosa dan PVP menunjukkan intensitas puncak yang sedikit (Gambar 4.6 (b)
dan (c)). Spektrum yang dihasilkan pada patch natrium diklofenak (Gambar 4.6
tetapi masih terlihat beberapa puncak tajam yang sama dengan obat natrium
perubahan dari bentuk kristal menjadi lebih amorf. Perubahan bentuk ini terjadi
selulosa dan PVP, hal ini pernah dijelaskan pada penelitian sebelumnya
(Saravanan et al., 2011). Bentuk amorf dari patch natrium diklofenak akan mudah
larut didalam air. Dalam hal penggunaan transdermal patch natrium diklofenak,
obat akan berdifusi bila obat terlebih dahulu melarut didalam air yang berasal dari
kulit dan juga lingkungan sekitar. Semakin mudah obat larut dalam air, maka
proses difusi obat untuk penetrasi semakin baik (Mahajan et al., 2018).
61
diklofenak pada 288,594°C seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4.7 (a). hasil
(Saravanan et al., 2011). Termogram DSC dari campuran polimer etil selulosa dan
(Gambar 4.7 (c)). Campuran natrium diklofenak, etil selulosa dan PVP, telah
menunjukkan puncak pada 51,194ºC dan 83,799ºC serta puncak kecil pada 267ºC
yang merupakan titik leleh natrium diklofenak yang sedikit mengalami pergeseran
(Gambar 4.7 (b)). Hal ini menunjukkan bahwa obat natrium diklofenak
terdistribusi menjadi amorf didalam matriks polimer dan serta tidak adanya
62
uji FT-IR dan XRD (Sarııs¸ık¸ et al., 2013) (Mahajan et al., 2018).
Gambar 4.7 Thermogram DSC, (a) Natrium Diklofenak, (b) campuran natrium
diklofenak dan polimer, (c) polimer (etil selulosa dan PVP)
dengan membuat larutan natrium diklofenak dalam buffer fosfat pH 7,4 dengan
63
pada Gambar 4.8, dan hasil pengukuran spektormeternya dapat dilihat pada
Lampiran 7.
12, 14, 16, 18, 20, 22, dan 24 ppm. Selanjutnya masing-masing larutan ditentukan
64
yang melintasi kulit. Pengujian ini dilakukan dengan penentuan jumlah kumulatif
diperoleh setiap waktu (µg/mL) dikalikan dengan faktor pengenceran (10 mL),
lalu dikalikan dengan media dalam sel difusi (21 mL) dan ditambah faktor
vitro dapat dilihat pada Tabel 4.5.1 dan Gambar 4.10, dan hasil lengkapnya
65
110
100
90
80
Penetrasi Kumulatif (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660
-10
Waktu (menit)
F1 F2 F3 F4
66
pada menit ke 10. F2, F3 dan F4 merupakan formula transdermal patch yang
enhancer dan plastisizer. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan propilen glikol
maka kadar natrium diklofenak yang terpenetrasi pada menit ke-5 semakin besar,
propilen glikol pada formula tersebut, tetapi polimer yang digunakan berupa etil
selulosa dan PVP mempunyai peranan dalam sistem pelepasan obat bentuk matiks
patch. Etil selulosa merupakan polimer netral yang bersifat lipofilik yang
berperan dalam menahan obat didalam matriks, sehingga tidak serta merta
dilepaskan dari patch, sehingga proses difusi obat akan menjadi lambat. Polimer
PVP adalah polimer hidrofilik yang dapat meningkatkan pelepasan obat, sehingg
obat dapat segera berdifusi dan terlepas dari matriks patch untuk kemudian secara
perlahan dibawa melintasi kulit dan masuk ke pembuluh darah (Sachan and
Bajpai, 2013). PVP berfungsi membentuk suatu pori yang dapat meningkatkan
pelepasan natrium diklofenak dari matriks. Propilen glikol selain berperan sebagai
pelentur matriks patch juga mampu berperan sebagai senyawa peningkat penetrasi
obat (enhancer) (Mahajan et al., 2018). Kadar kumulatif penetrasi obat pada pada
67
dari keempat formula, maka dilakukan uji Anova one way, yang menunjukkan
bahwa benar adanya perbedaan antar perlakuan (p > 0,05). Hasil Uji post hock
bahwa ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan, yaitu F1 dengan F3 dan F4,
sedang yang lainnya tidak ada perbedaan secara signifikan (p < 0,05). Hal ini
mengandung propilen glikol (F1) memiliki persen penetrasi kumulatif yang tidak
berbeda dengan F2 (PG 10%) tetapi berbeda secara signifikan dengan F3 (PG
20%) dan F4 (30%) (p < 0,05). F2 tidak berbeda signifikan dengan F3 dan F4,
demikian juga F3 tidak berbeda signifikan dengan F4 (p > 0,05). Mekanisme kerja
dengan mudah menyerap air dari lingkungan sekitar dan melarutkan obat sehingga
obat akan berdifusi melewati kulit. Selain itu propilen glikol juga mengubah
keratin dalam stratum korneum, mengurangi ikatan hidrogen protein pada ikatan
jaringan dan obat, dan dengan demikian mendorong permeasi obat (Walker and
Smith, 1996). Natrium diklofenak yang merupakan zat aktif lipofilik, akan
molekul obat non-polar melalui kelenjar keringat dan di seluruh folikel rambut
68
terbesar diberikan oleh F4 yaitu patch yang menggunakan propilen glikol 30%.
model kinetika, yaitu orde nol, orde satu, model hyguchi dan Korsmeyer Peppas.
Kinetika penetrasi natrium diklofenak dari transdermal patch dapat dilihat pada
Tabel 4.5.2., dan data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10.
80
% pelepasan kumulatif
60
40 y = 0,0845x + 6,8232
R² = 0,9852
20
0
0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (menit)
69
Formula F2, F3 dan F4 adalah linier (r2 mendekati 1) pada plot persen kumulatif
versus akar waktu, atau mengikuti pelepasan model higuchi (Gambar 4.12, 4.13
dam 4.14). Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pelepasan natrium diklofenak
dari patch yang ditambahkan propilen glikol adalah melalui proses difusi yang
dipengaruhi oleh polimer. Banakar (1992) menyatakan bahwa zat aktif dengan
model higuchi, semakin lama akan dilepas dengan kecepatan yang rendah,
dikarekan jarak difusi yang semakin panjang. Aplikasi model ini dapat digunakan
dimodifikasi seperti sistem transdermal dan matriks tablet (Dash et. al., 2010).
80,00
% pelepasan Kumulatif
60,00
y = 2,9517x + 2,5248
40,00
R² = 0,9953
20,00
0,00
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
Akar Waktu (menit)
Gambar 4.12 Plot Hyguchi penetrasi natrium diklofenak dari patch F2 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC
90
% Pelepasan kumulatif
80
70
60
50 y = 3,0339x + 6,9129
40 R² = 0,9928
30
20
10 70
0
0 5 10 15 20 25 Universitas
30 Sumatera Utara
Akar Waktu (menit)
Gambar 4.13 Plot Hyguchi penetrasi natrium diklofenak dari patch F3 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC
regresi linier tertinggi yaitu mengikuti model orde nol yang didapat dengan
memplot persen kumulatif penetrasi obat terhadap waktu (Gambar 4.11). Hal ini
100
% Pelepasan Kumulatif
80
60
y = 2,9538x + 12,945
40 R² = 0,9817
20
0
0 5 10 15 20 25 30
Akar Waktu (menit)
Gambar 4.14 Plot Hyguchi penetrasi natrium diklofenak dari patch F4 melalui
kulit kelinci dalam medium buffer pospat pH 7,4 suhu 37oC
4.5.3 Hasil perhitungan Area Under the Curve (AUC)
Hasil luas area di bawah kurva (area under of curve) dari kadar obat yang
terpenetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi franz dapat dilihat pada Tabel
4.5.3. Dari data tersebut menunjukkan bahwa formula F4 memiliki nilai AUC
71
yaitu 30%. Sedang formula F1 memiliki nilai AUC paling rendah yaitu 13.709,9
diklofenak yang mengandung propilen glikol 0%. Urutan nilai AUC dari yang
paling tinggi hingga rendah yaitu F4>F3>F2>F1. Semakin besar nilai AUC yang
diperoleh, maka daya penetrasi natrium diklofenak melalui kulit semakin tinggi.
adanya pelepasan obat yang diperlambat, karena patch dapat digunakan 12- 24
jam per hari. Penetrasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan pelepasan obat yang
konsentrasi propilen glikol 30% adalah formula yang optimum, karena memiliki
nilai AUC tertinggi sehingga dapat penetrasi obat berjalan lebih baik.
72
Hasil uji statistik terhadap Anova one way terhadap nilai AUC keempat
formula (p < 0,05) menunjukkan bahwa adanya perbedaan AUC yang signifikan
antara F1 dengan F4. Sedangkan F1 tidak berbeda signifikan dengan F2 dan F3.
Grafik AUC penetrasi natrium diklofenak dapat dilihat pada Gambar 4.15.
30000
AUC Penetrasi (mcg/ml.menit)
25000
20000
15000
10000
5000
0
F1 F2 F3 F4
Formula transdermal patch natrium diklofenak
Uji analgesik dilakukan terhadap formula yang optimum, dilihat dari segi
73
yang paling baik, dimana karakteristik sediaannya bagus dan memenuhi kriteria,
juga memiliki penetrasi dan nilai AUC yang paling tinggi. Uji analgesik dilakukan
dengan metode plantar test, yaitu uji secara panas menggunakan induksi sinar
infrared yang dirangsang pada telapak kaki hewan coba. Pada pengujian ini
menggunakan kontrol negatif dan juga kontrol positif. Kontrol negatif berupa
blanko yaitu patch kosong tanpa kandungan natrium diklofenak. Kontrol positif
yang digunakan adalah gel natrium diklofenak komersil yaitu gel voltaren yang
Gambar 4.16, dan data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11.
18,0
16,0
Respon Nyeri (detik)
12,0
Patch ND
10,0
Gel ND
8,0 komersil
6,0
4,0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (Jam)
Merujuk pada Gambar 4.16 diatas terlihat bahwa patch natrium diklofenak
(ND) dan gel ND komersil memiliki efek yang tidak berbeda hingga jam ke-3.
Setelah jam ke-3 terlihat patch ND lebih lama dan lebih baik memberikan efek
memberikan waktu respon nyeri yang tinggi pada menit 10 hingga 90, menyerupai
74
konstan hingga jam ke-8 dan sedikit menurun pada jam ke-10. Berbeda halnya
dengan kelompok gel natrium diklofenak komersil dimana waktu respon nyeri
memiliki angka yang tinggi hingga jam ke-4 dan kemudian terus menurun dan
rendah hingga jam ke-10. Berdasarkan data tersebut tampak bahwa transdermal
effect), berbeda dengan gel natrium diklofenak komersil yang hanya memiliki
efek sekitar 6-8 jam. Aturan penggunaan dari gel natrium diklofenak komersil
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan SPSS dengan Anova one way,
> 0,05). Uji lanjut LSD menunjukkan bahwa respon nyeri dari kelompok kontrol
kelompok gel natrium diklofenak komersil (p < 0,05), dan kelompok patch
natrium diklofenak juga berbeda secara signifikan dengan kelompok gel natrium
diklofenak komersil (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa transdermal patch
bila dibandingkan dengan kontrol negatif dan gel natrium diklofenak komersil.
75
karagenan 1% pada kaki hewan coba intra plantar, kemudian diukur volume kaki
dari waktu ke waktu selama 10 dan dilanjutkan keesokan harinya lagi setelah 24
jam dan diamati kembali selama 10 jam, hingga total waktu pengamatan adalah
33 jam. Hasil pengamatan volume udema kaki hewan coba dapat dilihat pada
Gambar 4.17, dan data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12.
10,0
kontrol negatif
9,0 patch ND
Gel ND komersil
8,0
Volume (ml)
7,0
6,0
5,0
4,0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Waktu (jam)
coba yang kecil pada jam ke-2, dan terus menurun hingga jam ke-33. Gel natrium
diklofenak memberikan ukuran volume udem yang lebih kecil pada menit yang
76
kembali hingga jam ke-33. Hal ini menunjukkan bahwa transdermal patch
natrium diklofenak mampu mengurangi udem/radang pada kaki hewan coba sama
halnya dengan gel natrium diklofenak komersil. Pada jam ke-10 terlihat bahwa
dibandingkan dengan gel ND komersil. Hal ini dikarenakan penetrasi obat dari
mengalami penetrasi obat yang segera. Gambar udem kaki hewan coba dapat
Gambar 4.18
Foto Udem kaki
tikus pada
kelompok
kontrol negatif.
(a) jam ke-1, (b)
jam ke-10, (c)
jam ke-24, (d)
jam ke-33
a b c d
(p > 0,05), kemudian dari hasil lanjut uji post hoc LSD tampak bahwa kelompok
77
berbeda secara signifikan dengan kontrol negatif dan kelompok gel natrium
diklofenak komersil (p < 0,05) (Gambar 4.18). dengan demikian, perlakuan patch
natrium diklofenak memiliki efek dalam menurunkan ukuran volume udem kaki
hewan coba.
Gambar 4.20
Foto Udem kaki
tikus pada
kelompok gel
natrium
diklofenak
komersil. (a) jam
ke-1, (b) jam ke-
10, (c) jam ke-
24, (d) jam
a b c d
ke-33
Berdasarkan Gambar 4.21, dapat
dilihat bahwa patch natrium diklofenak memiliki persen udem yang lebih kecil
dibandingkan dengan gel natrium diklofenak komersil. Hal ini disebabkan patch
polimer lipofilik untuk perlahan dilepaskan oleh polimer hidrofilik dan juga
enhancer propilen glikol yang bersifat hidrofilik. Berdasarkan uji statistik post
persen radang yang berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol negatif
78
79
5.1 Kesimpulan
polimer etil selulosa dan polivinil pirolidon berdasarkan uji FT-IR, XRD dan
menggunakan kulit perut kelinci dengan sel difusi franz. Penetrasi paling
30%.
jam, serta memiliki aktivitas antiinflamasi, dengan efek yang lebih lama
80
obat di dalam darah dari waktu ke waktu. Pengujian penetrasi dari transdermal
meningkatkan kepatuhan pasien. Uji iritasi dari penggunaan patch juga perlu
diteliti untuk melihat tingkat keamanan dari polimer dan eksipien lainnya yang
81
82
83
84
85
86
87
Ket:
F1 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 0%
F2 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 10%dari polimer
F3 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 20%dari polimer
F4 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 30%dari polimer
88
89
Ket:
F1 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 0%
F2 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 10%dari polimer
F3 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 20%dari polimer
F4 = transdermal patch nat.diklofenak dengan enhancer PG 30%dari polimer
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
keterangan:
AUC menit ke 15 = (Cp menit ke-10+Cp menit ke-15) x (15 menit-10 menit)
2
= (7,29 mcg/ml + 7,28 mcg/ml) x (15-10) = 37,77 mcg/ml.menit
2
Lalu dihitung rata-rata dari replikasi 1, 2, dan 3, selanjutnya dihitung total AUC
dari menit pertama hingga terakhir.
106
107
% pelepasan kumulatif
1,5
40
1,0
0,5 y = 0,623x + 0,0232 20
y = 2,1546x - 1,2044
R² = 0,8733 R² = 0,964
0,0
0
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
0 5 10 15 20 25 30
Log Waktu Akar Waktu
106
107
80,00 2,00
60,00 1,50
% pelepasan Kumulatif
1,50 60,00
1,00 40,00
y = 0,4647x + 0,6006 y = 2,9517x + 2,5248
0,50 R² = 0,9927 20,00
R² = 0,9953
0,00 0,00
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
Log Waktu (menit) Akar Waktu (menit)
108
109
% Pelepasan kumulatif
Log % pelepasan kumulatif
2,0 80
1,5 60
1,0 y = 0,4103x + 0,781 40 y = 3,0339x + 6,9129
0,5 R² = 0,9888 20 R² = 0,9928
0,0 0
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 0 5 10 15 20 25 30
Log Waktu (menit) Akar Waktu (menit)
110
111
% Pelepasan Kumulatif
2,0 80
1,5 60
1,0 40 y = 0,3621x + 0,9386 y = 2,9538x + 12,945
0,5 20 R² = 0,9697 R² = 0,9817
0,0 0
0,0 0,5 1,0 01,5 52,0 102,5 15
3,0 20 25 30
Log waktu (menit) Akar Waktu (menit)
112
113
114
0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
115
Patch 4 4.78 6.89 6.03 6.56 6.43 7.31 6.57 6.21 6.04 5.89 5.46 5.43 5.01 4.88 4.87 4.78 4.85 4.85 4.82 4.82 4.82
Na.diklofenak 5 4.78 6.62 6.52 6.86 6.43 6.40 6.35 5.89 5.45 5.15 5.89 5.39 5.21 4.89 4.78 4.87 4.84 4.83 4.87 4.82 4.76
(ND)
6 4.76 6.39 6.53 6.58 6.69 6.90 6.35 6.44 6.38 6.27 6.26 6.20 5.34 4.77 4.89 4.89 4.83 4.83 4.85 4.82 4.89
7 4.67 6.56 6.10 6.59 6.37 6.54 5.44 5.68 5.43 5.39 5.55 4.90 4.78 4.77 4.89 4.76 4.83 4.82 4.83 4.82 4.86
8 4.66 7.63 6.50 6.34 6.32 6.60 6.32 5.54 5.78 5.09 5.78 5.12 5.16 4.87 4.87 4.87 4.82 4.82 4.82 4.82 4.87
Rata2 4.82 6.89 6.42 6.54 6.73 6.71 6.17 5.93 5.87 5.88 5.86 5.43 5.07 4.83 4.84 4.83 4.85 4.82 4.83 4.82 4.84
116
117
Patch 4 - 44.1 26.2 37.2 34.5 52.9 37.4 29.9 26.4 23.2 14.2 13.6 4.8 2.1 1.9 0.0 1.5 1.5 0.8 0.8 0.8
Na.diklofenak 5 - 38.5 36.4 43.5 34.5 33.9 32.8 23.2 14.0 7.7 23.2 12.8 9.0 2.3 0.0 1.9 1.3 1.0 1.9 0.8 0.4
(ND)
6 - 34.2 37.2 38.2 40.5 45.0 33.4 35.3 34.0 31.7 31.5 30.3 12.2 0.2 2.7 2.7 1.5 1.5 1.9 1.3 2.7
7 - 40.5 30.6 41.1 36.4 40.0 16.5 21.6 16.3 15.4 18.8 4.9 2.4 2.1 4.7 1.9 3.4 3.2 3.4 3.2 4.1
8 - 63.7 39.5 36.1 35.6 41.6 35.6 18.9 24.0 9.2 24.0 9.9 10.7 4.5 4.5 4.5 3.4 3.4 3.4 3.4 4.5
Rata2 - 44.9 35.9 39.0 43.5 42.4 30.3 24.7 23.0 16.3 23.4 14.2 6.7 2.3 2.4 2.6 2.5 2.2 2.4 2.1 2.5
118
Contoh perhitungan persen radang kelompok patch natrium diklofenak menit ke-60 replikasi 1
Persen radang = vol.kaki menit ke-60 – vol.kaki awal x 100%
Vol.kaki awal
= 7,93 ml - 4,37 ml x 100% = 69,8%
4,47 ml
Lalu dihitung rata-rata persen radang dari 8 replikasi
119
0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
1 56.51 42.95 43.52 28.26 21.47 21.76 23.83 3.84
2 57.98 33.20 28.35 57.25 38.07 35.93 43.75 11.74
3 66.47 35.68 26.59 62.22 34.44 27.47 41.38 18.39
4 75.21 39.63 29.23 70.84 37.66 27.91 45.47 22.50
5 73.11 39.21 44.84 74.16 39.42 37.03 50.20 20.78
6 79.83 27.98 49.23 76.47 33.60 47.03 52.37 21.93
7 83.40 23.03 49.67 81.62 25.51 49.45 52.19 28.16
8 84.66 21.78 59.34 84.03 22.41 54.51 53.65 30.82
9 83.40 21.99 57.58 84.03 21.89 58.46 54.79 31.23
10 85.71 21.58 52.31 84.56 21.78 54.95 53.76 31.40
24 75.21 12.66 36.48 1126.47 239.63 621.54 662.55 444.84
25 64.50 5.19 30.55 69.85 8.92 33.52 37.43 30.65
26 58.40 0.21 20.00 61.45 2.70 25.27 29.81 29.64
27 51.68 0.41 21.54 55.04 0.31 20.77 25.37 27.65
28 47.69 0.21 10.55 49.68 0.31 16.04 22.01 25.22
29 48.32 0.62 8.57 48.00 0.41 9.56 19.33 25.25
30 46.22 0.00 9.67 47.27 0.31 9.12 18.90 24.96
31 35.08 0.21 4.62 40.65 0.10 7.14 15.97 21.67
32 21.01 0.00 5.27 28.05 0.10 4.95 11.03 14.93
33 12.18 0.41 2.64 16.60 0.21 3.96 6.92 8.59
120
121
Penyiapan kulit perut kelinci Alat Difusi Franz Vertikal Pemasangan kulit pada
sel difusi
122
123
124
125
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statisti
Formula c df Sig. Statistic df Sig.
*
persen penetrasi kumulatif Formula 1 .160 15 .200 .935 15 .328
*
Formula 2 .119 15 .200 .920 15 .194
*
Formula 3 .119 15 .200 .944 15 .439
*
Formula 4 .115 15 .200 .963 15 .747
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
ANOVA
persen penetrasi kumulatif
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5453.644 3 1817.881 3.698 .017
Within Groups 27531.416 56 491.632
Total 32985.060 59
Multiple Comparisons
Dependent Variable: persen penetrasi kumulatif
LSD
Mean Difference 95% Confidence Interval
(I) Formula (J) Formula (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Formula 1 Formula 2 -14.99442 8.09636 .069 -31.2134 1.2245
*
Formula 3 -20.45278 8.09636 .014 -36.6717 -4.2338
*
Formula 4 -25.44228 8.09636 .003 -41.6612 -9.2233
Formula 2 Formula 1 14.99442 8.09636 .069 -1.2245 31.2134
Formula 3 -5.45837 8.09636 .503 -21.6773 10.7606
Formula 4 -10.44786 8.09636 .202 -26.6668 5.7711
*
Formula 3 Formula 1 20.45278 8.09636 .014 4.2338 36.6717
Formula 2 5.45837 8.09636 .503 -10.7606 21.6773
Formula 4 -4.98949 8.09636 .540 -21.2084 11.2295
*
Formula 4 Formula 1 25.44228 8.09636 .003 9.2233 41.6612
Formula 2 10.44786 8.09636 .202 -5.7711 26.6668
Formula 3 4.98949 8.09636 .540 -11.2295 21.2084
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
126
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statisti Statisti
Formula c df Sig. c df Sig.
respon nyeri dalam satuan kontrol negatif .193 16 .115 .871 16 .029
detik patch ND .200 16 .086 .891 16 .059
*
Gel ND .132 16 .200 .962 16 .705
komersik
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
ANOVA
respon nyeri dalam satuan detik
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 537.287 2 268.643 114.444 .000
Within Groups 105.632 45 2.347
Total 642.919 47
Multiple Comparisons
Dependent Variable: respon nyeri dalam satuan detik
LSD
95% Confidence
Mean Interval
Difference Lower Upper
(I) Formula (J) Formula (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
*
kontrol negatif patch ND -7.67266 .54168 .000 -8.7637 -6.5816
*
Gel ND komersik -6.33000 .54168 .000 -7.4210 -5.2390
*
patch ND kontrol negatif 7.67266 .54168 .000 6.5816 8.7637
*
Gel ND komersik 1.34266 .54168 .017 .2516 2.4337
*
Gel ND komersik kontrol negatif 6.33000 .54168 .000 5.2390 7.4210
*
patch ND -1.34266 .54168 .017 -2.4337 -.2516
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
128
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
persen radang kontrol negatif .128 20 .200 .926 20 .127
patch ND .236 20 .005 .843 20 .004
*
Gel ND komersik .143 20 .200 .932 20 .166
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
ANOVA
persen radang
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 20379.545 2 10189.772 28.879 .000
Within Groups 20112.299 57 352.847
Total 40491.844 59
129
130
131