Halaman
Topik 1.
Sistem Pembiayaan Pelayanan Kesehatan............................................................ 3
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 13
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 13
Tes 1 ..……………………………..……................................................................................. 13
Topik 2.
Sistem Pembayaran Pelayanan Kesehatan........................................................... 16
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 41
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 41
Tes 2 ..……………………………..……................................................................................. 41
Topik 1.
Reimbursment Asuransi Kesehatan Swasta…………………………………. ...................... 52
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 63
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 64
Tes 1 ..……………………………..……................................................................................. 64
Topik 2.
Reimbursment BPJS Kesehatan............................................................................ 67
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 76
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 76
Tes 2 ..……………………………..……................................................................................. 77
Topik 1.
Konsep Jaminan Kesehatan Nasional................................................................... 86
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 99
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 99
Tes 1 ..……………………………..……................................................................................. 100
Topik 2.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)........................................................ 106
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 112
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 112
Tes 2 ..……………………………..……................................................................................. 113
BAB IV: FRAUD PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) 122
Topik 1.
Konsep Fraud………………………………………………………………………………..................... 124
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 133
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 133
Tes 1 ..……………………………..……................................................................................. 133
Topik 1.
Kualitas Koding……………………………………………………………………………...................... 161
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 187
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 187
Tes 1 ..……………………………..……................................................................................. 188
Topik 2.
Permasalahan Koding…………………………………………………………………....................... 190
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 196
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 196
Tes 2 ..……………………………..……................................................................................. 197
Topik 1.
Konsep Sistem Casemix………………………………………………………………....................... 203
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 205
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 206
Tes 1 ..……………………………..……................................................................................. 206
Topik 3.
Konsep INA CBG’s………………………………………………………………………........................ 213
Latihan ....…………………………………………….................................................................. 224
Ringkasan ..…………………………………………................................................................... 224
Tes 3 ..……………………………..……................................................................................. 225
Pendahuluan
S
audara mahasiswa yang kami cintai, pada pembelajaran awal ini akan dijelaskan
mengenai sistem pembiayaan dan pembayaran pelayanan kesehatan. Pembiayaan
kesehatan atau biasa disebut dengan pendanaan biaya kesehatan merupakan suatu cara
penyediaan dana yang memungkinkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan medisnya.
Setiap orang tentunya diharapkan dapat membiayai sendiri biaya kesehatan yang
dibutuhkannya agar dapat selalu hidup sehat dan produktif. Namun karena sifat pelayanan
kesehatan yang tidak pasti, baik waktu kejadian maupun besaran biaya yang harus
dikeluarkan, maka tidak setiap orang siap bila menghadapi peristiwa sakit. Tidak setiap orang
memiliki biaya untuk menyembuhkan penyakitnya.
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan. UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan
bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu, adalah tanggung jawab
pemerintah pusat dan daerah. Pada UUD 1945, Perubahan Pasal 34 ayat 2 menyebutkan
bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah menjalankan UUD 1945 tersebut dengan mengeluarkan UU No 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk memberikan jaminan sosial menyeluruh
bagi setiap orang dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju
terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Dalam UU No 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
memberi harapan pada setiap warga negara Indonesia terkait sistem pembiayaan kesehatan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Biaya diartikan sebagai uang yang
dikeluarkan untuk mengadakan (mendirikan, melakukan, dan sebagainya) sesuatu; ongkos;
belanja; pengeluaran. Pembiayaan diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan
dengan biaya. Sehingga dapat dijabarkan bahwa sistem pembiayaan merupakan sistem yang
mengatur tentang segala sesuatu yang yang berhubungan dengan biaya pada pelayanan
kesehatan.
Pembiayaan kesehatan merupakan suatu cara yang memungkinkan seseorang
memenuhi kebutuhan medisnya. Pada dasarnya setiap orang bertanggungjawab untuk
mendanai sendiri pelayanan kesehatannya untuk bisa hidup sehat dan produktif. Namun
karena sifat pelayanan kesehatan yang tidak pasti waktu dan besarannya, maka kebanyakan
orang tidak mampu mengeluarkan dana untuk menuhi kebutuhan medisnya. Bila seseorang
menderita sakit ringan seperti flu atau sakit kepala ringan, umumnya orang mampu membeli
obat sendiri ke warung, toko obat, apotik, atau ke puskesmas yang tidak memerlukan biaya
tinggi. Namun bila menderita sakit yang berat seperti kanker atau perlu tindakan operasi, tidak
semua orang mampu untuk mendanai sendiri pengobatannya. Kejadian sakit tidak pernah
pasti kapan datangnya dan tidak pasti besaran biaya yang dibutuhkannya, sehingga
kebanyakan orang tidak memiliki tabungan khusus untuk pengobatan sakitnya. Umumnya,
orang yang memerlukan biaya pengobatan yang besar akan meminjam dari keluarga, teman,
atau majikannya walaupun mungkin belum tentu ada.
Karena kegagalan pembiayaan pendanaan kesehatan perorangan tersebut, maka
umumnya di beberapa Negara di dunia memberlakukan secara nasional model asuransi
kesehatan social yang didanai oleh pemerintah melalui pajak. Hal ini dimaksudkan agar setiap
warganegara dapat terpenuhi biaya pengobatannya ketika terjadi sakit dan masyarakatnya
dapat terus hidup produktif.
Biaya kesehatan adalah masukan finansial yang diperlukan dalam rangka memproduksi
pelayanan kesehatan baik itu promotif-preventif maupun kuratif-rehabilitatif. Semua kegiatan
tersebut merupakan suatu kesinambungan yang perlu dilaksanakan guna mencapai tujuan
kesehatan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Masukan finansial, berupa dana dari
pemerintah maupun dari masyarakat kemudian dihitung per unit pelayanan. Jumlah uang
yang dibelanjakan untuk memproduksi satu unit atau kelompok unit pelayanan merupakan
biaya produksi pelayanan kesehatan. Fasilitas kesehatan kemudian menagih atau meminta
1. Anggaran pemerintah
Negara yang pembiayaan kesehatannya bersumber dari pemerintah, pelayanan
kesehatan sepenuhnya menjadi tanggungan pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma
2. Anggaran Masyarakat
Anggaran ini dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini
mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam
penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-
alat berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh
pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR atau Corporate Social
Reponsibility dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui sistem
asuransi.
Suatu biaya kesehatan yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat pokok yakni:
1. Jumlah
Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup. Yang
dimaksud cukup adalah dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang
dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya.
2. Penyebaran
Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang tersedia
tidak dapat dialokasikan dengan baik, niscaya akan menyulitkan penyelenggaraan setiap
upaya kesehatan.
3. Pemanfaatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran dana baik, tetapi jika pemanfaatannya tidak
mendapat pengaturan yang optimal, niscaya akan banyak menimbulkan masalah, yang
jika berkelanjutan akan menyulitkan masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan.
Dengan adanya standard minimal pelayanan ini, pemborosan dapat dihindari dan
efisiensi dapat ditingkatkan, tetapi sekaligus dapat dipakai sebagai pedoman dalam
menilai mutu pelayanan.
b. Pengalokasian dana
1) Alokasi dana dari pemerintah yakni alokasi dana yang berasal dari pemerintah
untuk UKM dan UKP dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja baik pusat maupun daerah sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15%
dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya.
2) Alokasi dana dari masyarakat yakni alokasi dana dari masyarakat untuk UKM
dilaksanakan berdasarkan asas gotong royong sesuai dengan kemampuan.
Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui kepesertaan dalam program jaminan
pemeliharaan kesehatan wajib dan atau sukarela.
c. Pembelanjaan
1) Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public-private patnership
digunakan untuk membiayai UKM.
2) Pembiayaan kesehatan yang terkumpul dari Dana Sehat dan Dana Sosial
Keagamaan digunakan untuk membiayai UKM dan UKP.
3) Pembelajaan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat rentan dan kesehatan
keluarga miskin dilaksanakan melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib.
Ada tiga model sistem pembiayaan kesehatan di beberapa negara bagi rakyatnya yang
diberlakukan secara nasional yakni model asuransi kesehatan social (Social Health Insurance),
model asuransi kesehatan komersial (Commercial/Private Health Insurance), dan model NHS
(National Health Services). Model Social Health Insurance berkembang di beberapa Negara
Eropa sejak Jerman dibawah Bismarck pada tahun 1882 kemudian ke Negara-negara Asia
lainnya yakni Philipina, Korea, Taiwan. Kelebihan sistem ini memungkinkan cakupan 100
persen penduduk dan relatif rendahnya peningkatan biaya pelayanan kesehatan.
Sedangkan model Commercial/Private Health Insurance berkembang di AS. Sistem ini
gagal mencapai cakupan 100% penduduk sehingga Bank Dunia merekomendasikan
pengembangan model Regulated Health Insurance. Amerika Serikat adalah negara dengan
pengeluaran untuk kesehatannya paling tinggi (13,7% GNP) pada tahun 1997 sementara
Jepang hanya 7% GNP tetapi derajat kesehatan lebih tinggi di Jepang. Indikator umur harapan
hidup didapatkan untuk laki-laki 73,8 tahun dan wanita 79,7 tahun di Amerika Serikat sedang
Sistem Pembiayaan kesehatan di Indonesia yang berlaku saat ini adalah Jaminan
Kesehatan Nasional yang dimulai pada tahun 2014 yang secara bertahap menuju ke Universal
Health Coverage. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional secara umum yaitu mempermudah
masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu. Perubahan pembiayaan menuju ke Universal Coverage merupakan hal yang
baik namun mempunyai dampak dan risiko sampingan.
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Ringkasan
Sistem pembiayaan merupakan sistem yang mengatur tentang segala sesuatu yang yang
berhubungan dengan biaya pada pelayanan kesehatan. Dari sudut pandang yang
berbeda, dapat dikatakan bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan
tidaklah sama antara pemakai jasa pelayanan dengan penyedia layanan kesehatan.
Besarnya dana bagi penyedia layanan kesehatan merujuk pada biaya operasional
(operasional cost) yang harus disiapkan untuk menyelenggarakan layanan kesehatan.
Bagi pemakai jasa layanan kesehatan, biaya kesehatan merujuk pada jumlah uang yang
harus dikeluarkan (out of pocket) untuk mendapatkan suatu layanan kesehatan. Sumber
pembiayaan untuk penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan melibatkan dua pihak
utama yaitu pemerintah (public) dan swasta (private).
Tes 1
5) Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup. Yang
dimaksud cukup adalah….
A. Dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang dibutuhkan
serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya
B. Melengkapi semua upaya kesehatan yang dibutuhkan dengan fasilitas yang
mewah
C. Terjangkai sampai ke pelosok desa
D. semua benar
6) Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup. Yang
dimaksud cukup adalah...
8) Pada penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), sumber dana berasal
dari masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Bagi masyarakat rentan dan
keluarga miskin, sumber dananya berasal dari ….
A. Asuransi Swasta
B. Badan Sosial
C. CSR
D. Pemerintah
9) Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang terjadi di
masyarakat. Apabila terjadi kenaikan harga di masyarakat, maka secara otomatis biaya
investasi dan biaya operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan ….
A. meningkat
B. Menurun
C. Sama
D. Tidak ada perubahan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, bayar diartikan memberi uang untuk
membeli sesuatu. Pembayaran diartikan sebagai proses, cara, perbuatan membayar. Sehingga
dapat diuraikan bahwa sistem pembayaran pelayanan kesehatan merupakan sistem yang
mengatur tentang proses/tata cara membayar layanan kesehatan.
Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)
pada bab 24 ayat 3 menetapkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan dan sistem
pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Sistem
pembayaran pelayanan kesehatan telah diatur secara tegas di Peraturan Presiden tentang
Jaminan kesehatan pasal 39 yaitu menggunakan mekanisme kapitasi untuk pelayanan
kesehatan tingkat pertama dan mekanisme INA-CBGs untuk pelayanan kesehatan rujukan
tingkat lanjutan. Sedangkan untuk sistem kendali mutu pelayanan, meski pada pasal 20 ayat
1 telah menetapkan "produk" dari jaminan kesehatan, yaitu pelayanan kesehatan perorangan
yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai, namun belum ditetapkan secara tegas tentang "mutu
produk" tersebut.
Pasal 42 yang menjelaskan mengenai kendali mutu, menetapkan bahwa pelayanan
kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan,
berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan
pasien, serta efisiensi biaya. Hal tersebut harus dicapai secara umum dengan memenuhi
standar mutu fasilitas kesehatan (input), memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan
sesuai standar yang ditetapkan (proses), serta pemantauan terhadap luaran kesehatan
peserta (output). Secara khusus penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan
akan diatur dengan Peraturan BPJS (pasal 42 ayat 3) dan oleh Peraturan Menteri (pasal 44).
Pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan diatur dalam Pasal 24 UU SJSN baik mengenai
cara menetapkan besarnya pembayaran, waktu pembayaran dan pengembangan sistem
pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas Jaminan
Kesehatan. Mengenai besarnya pembayaraan kepada Fasilitas Kesehatan untuk setiap wilayah
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BPJS dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah
tersebut. UU SJSN tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan
A. Kapitasi
Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara pengendalian biaya dengan
menempatkan fasilitas kesehatan pada posisi menanggung risiko, seluruhnya atau
sebagian, dengan cara menerima pembayaran atas dasar jumlah jiwa yang ditanggung.
Dalam situasi dimana pembayaran kapitasi sudah diberlakukan secara luas, fasilitas
kesehatan yang bersifat memksimalkan laba dapat melakukan hal-hal sebagai berikut
(Thabrany, 2001). Metode pembayaran Kapitasi diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Penggunaan Dana
Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan
Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.
Pada BAB II PEMANFAATAN DANA KAPITASI JKN Pasal 3 ayat 1 menyebutkan bahwa
Dana Kapitasi yang diterima oleh FKTP dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan;
dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.
B. Per diem
Pembayaran per diem merupakan pembayaran yang dinegosiasi dan disepakati
di muka yang didasari pada pembayaran per hari perawatan, tanpa
mempertimbangkan biaya yang dihabiskan oleh rumah sakit. Satuan biaya per hari
sudah mencakup kasus apapun dan biaya keseluruhan, misalnya biaya ruangan, jasa
konsultasi/visit dokter, obat-obatan, tindakan medis dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Sebuah rumah sakit yang efisien dapat mengendalikan biaya perawatan
dengan memberikan obat yang paling cost-effective, pemeriksaan laboratorium hanya
untuk jenis pemeriksaan yang benar-benar diperlukan, memiliki dokter yang dibayar
gaji bulanan dan bonus, serta berbagai penghematan lainya, akan mendapatkan
keuntungan.
D. Global Budget
Merupakan cara pendanaan rumah sakit oleh pemerintah atau suatu badan
asuransi kesehatan nasional dimana rumah sakit mendapat dana untuk membiayai
D. INA-CBG’s
INA-CBG’S adalah kependekan dari Indonesia Case Base Group’s. Sistem INA-CBG’S
adalah aplikasi yang digunakan sebagai aplikasi pengajuan klaim Rumah Sakit, Puskesmas dan
semua Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) bagi masyarakat miskin Indonesia.
Sistem Casemix INA-CBG’S adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan
pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber
daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis
(George Palmer, Beth Reid). Case Base Groups (CBG’s), yaitu cara pembayaran perawatan
pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah Sakit akan
mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu
kelompok diagnosis.
Dalam pembayaran menggunakan SISTEM INA-CBG’S, baik Rumah Sakit maupun pihak
pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan
hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG (Disease Related Group).
Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara
provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan waktu lama
perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya
disesuikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya.
INA-CBG’S merupakan kelanjutan dari aplikasi INA-DRG yang lisensinya berakhir pada
tanggal 30 September 2010 lalu. INA-CBG’S menggantikan fungsi dari aplikasi INA-DRG.
SISTEM INA-CBG’S adalah ciptaan anak bangsa dengan tetap mengadopsi sistem DRG.
Aplikasi INA-CBG’S, lebih real dibandingkan dengan INA-DRG karena menekankan
pendekatan prosedur dibanding diagnosa, sementara aplikasi INA-CBG’S lebih
mengedepankan diagnosa dibandingkan prosedur.
Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga meningkatkan
kepuasan pasien dan provider/Pemerintah. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan
berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya. Dalam pelaksanaan Case Mix INA-CBGs, peran
koding sangat menentukan, dimana logic software yang digunakan untuk menetukan tarif
adalah dengan pedoman ICD 10 untuk menentukan diagnosis dan ICD 9 CM untuk tindakan
atau prosedur. Besar kecilnya tarif yang muncul dalam software INA-CBGs ditentukan oleh
Diagnosis dan Prosedur. Kesalahan penulisan diagnosis akan mempengaruhi tarif. Tarif bisa
menjadi lebih besar atau lebih kecil. Diagnosis dalam kaidah CBGs, harus ditentukan diagnosa
utama dan diagnosa penyerta. Diagnosa penyerta terdiri dari Komplikasi dan Komorbiditas.
Diagnosis penyerta juga dapat mempengaruhi besar kecilnya tarif, karena akan
mempengaruhi level severity (tingkat keparahan) yang diderita oleh pasien. Logikanya pasien
yang dirawat terjadi komplikasi, maka akan mempengaruhi lama perawatan di rumah sakit.
Jika lama perawatan bertambah lama dibanding tidak terjadi komplikasi, maka akan
menambah jumlah pembiayaan dalam perawatan.
Tarif INA-CBGs yang digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per 1
Januari 2014 diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, dengan beberapa
prinsip sebagai berikut:
1. Pengelompokan Tarif 7 kluster rumah sakit, yaitu:
a. Tarif Rumah Sakit Kelas A
b. Tarif Rumah Sakit Kelas B
c. Tarif Rumah Sakit Kelas B Pendidikan
d. Tarif Rumah Sakit Kelas C
e. Tarif Rumah Sakit Kelas D
f. Tarif Rumah Sakit Khusus Rujukan Nasional
g. Tarif Rumah Sakit Umum Rujukan Nasional
Pengelompokan tarif berdasarkan penyesuaian setelah melihat besaran Hospital Base
Rate (HBR) sakit yang didapatkan dari perhitungan total biaya pengeluaran rumah
sakit. Apabila dalam satu kelompok terdapat lebih dari satu rumah sakit, maka
digunakan Mean Base Rate.
2. Regionalisasi, tarif terbagi atas 5 Regional yang didasarkan pada Indeks Harga
Konsumen (IHK) dan telah disepakati bersama antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
1. Diagnosa Utama (Principal Diagnosis) adalah diagnosa akhir/final yang dipilih dokter
pada hari terakhir perawatan dengan criteria paling banyak menggunakan sumber
daya atau yang menyebabkan hari rawatan paling lama. Diagnosis utama selalu
ditetapkan pada akhir perawatan seorang pasien. (established at the end of the
episode of health care). Jika terdapat lebih dari satu diagnosis maka dipilih satu
Dalam proses Case Mix Ina DRG, tidak semua prosedur atau tindakan harus di input dalam
software Ina DRG. Beberapa tindakan-tindakan yang tidak perlu di input adalah:
- Prosedur/tindakan yang berhubungan dengan keperawatan
- Prosedur/tindakan yang rutin dilakukan
- Prosedur/tindakan yang tidak memerlukan staf khusus
- Prosedur/tindakan yang tidak memerlukan peralatan khusus
Ruang Lingkup Verifikasi Klaim BPJS Kesehatan terdiri dari Verifikasi Administrasi Klaim dan
Verifikasi Pelayanan Kesehatan dimana masing masing verifikasi tersebut dijelaskan di bawah
ini :
1. Verifikasi Administrasi
Verifikasi administrasi meliputi berkas rawat jalan dan rawat inap. Berkas klaim Rawat
Jalan yang akan dilakukan verifikasi meliputi Surat Eligibilitas Peserta (SEP), Bukti pelayanan
yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh Dokter Penanggung
Jawab Pasien (DPJP), dan pada kasus tertentu bila ada pembayaran klaim diluar INA CBG
diperlukan tambahan bukti pendukung, yaitu Protocol terapi dan regimen (jadwal pemberian)
obat khusus, Resep alat kesehatan, dan tanda terima alat bantu kesehatan (kacamata, alat
bantu dengar, alat bantu gerak dll).
Klaim penagihan sering ditolak karena kesalahan yang bahkan dibuat oleh petugas yang sudah
senior saat mereka terburu-buru mengajukan klaim kepada pembayar pihak ketiga. Kesalahan
Apa pun yang mencurigakan tentang klaim atau serangkaian klaim yang melibatkan
penyedia layanan kesehatan dapat menyebabkan perusahaan asuransi menyerahkan
masalahnya kepada penyidik. Setiap perusahaan asuransi memiliki alasan tersendiri yang
mendorong pihak pembayar tersebut meminta penyelidikan; Namun, berikut adalah
beberapa yang pasti akan menarik perhatian petugas asuransi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di salah satu rumah sakit pemerintah, umumnya
pengembalian klaim dibagi 4 kategori, yaitu :
Dari 4 kategori tersebut, 36% dari total klaim rawat inap yang dikembalikan oleh verifikator
rawat inap adalah pengembalian untuk konfirmasi koding. Penyebab Pengembalian Klaim
tersebut diantaranya :
Ketidaktepatan Penentuan Kode oleh Koder
Kurang Pemeriksaan Penunjang Pendukung Diagnosis
Ketidaksesuaian dengan Permenkes RI No. 27 tahun 2014 Petunjuk Teknis Sistem
Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) tentang aturan reseleksi diagnosis Rule MB dan
Surat Edaran No. HK.03.03/MENKES/63/2016 (Konsensus)
Diagnosis Utama pada resume medis stroke ec. Pendarahan intracerebral (kode:
I61.6). Diagnosis sekunder tertulis bronchopneumonia (kode: J18.0). Pada hasil
pemeriksaan rontgen yang dilampirkan pada berkas klaim tertulis kesan paru dalam batas
normal. Pada resume medis tidak ada keterangan tentang ronki. Setelah diverifikasi oleh
BPJS kode J18.0 dihilangkan.
Konsensus no. 26 mengatakan bahwa penggunaan pneumonia sebagai diagnosa
sekunder tanpa hasil rontgen atau tanda klinis dampaknya adalah peningkatan severity
level II. Pneumonia dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan imaging minmal foto
thoraxs dan berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan batuk produktif yang disertai
dengan perubahan warna sputum (purulensi) dan dari pemeriksaan fisik didapatkan suara
nafas tambahan berupa ronki atau suara nafas bronkial.
Diagnosis utama pada resume medis Acute Myocardial Infarction (I21.9). Penyebab
kematian Shock Cardiogenic dan dikode oleh koder R 57.0. Pada kolom pemeriksaan
tertulis TD 94/70. Setelah di verifikasi oleh BPJS, kode R57.0 tersebut dihilangkan.
Konsensus No. 47 menyebutkan bahwa penggunaan syok kardiogenik sebagai diagnose
sekunder terutama pada pasien jantung yang meninggal dampaknya adalah peningkatan
severity level menjadi III. Kondisi syok kardiogenik dapat menjadi diagnosis sekunder
terutama pada pasien jantung dengan bukti tertulisnya kriteria klinis dalam rekam medis
berupa :
1. penurunan tekanan darah
a. TD<90 mmHg tanpa inotropic, atau
b. TD<80 mmHg dengan inotropic
2. penurunan Ejection Fraction (EF<50%)
Pada resume medis tertulis diagnose utama acute coronary syndrome (kode ICD: I21.9),
dan diagnosis sekunder hypertensive heart disease (kode ICD: I11.9) dan acute renal failure
(kode ICD:N17.9). Hasil verifikasi BPJS kedua diagnosis sekunder tersebut dijadikan satu yaitu
kode ICD: I12.0 (Hypertensive renal disease with renal failure).
Pada PMK No. 27 tahun 2014 halaman 33 di poin e tentang kode kategori kombinasi
dijelaskan bahwa dalam ICD 10, ada kategori tertentu dimana dua kondisi atau kondisi
utama dan sekunder yang berkaitan dapat digambarkan dengan satu kode.
Kondisi utama : renal failure
Kondisi lain : hypertensive renal disease
Diberi kode hypertensive renal disease with renal failure.
Pada konsensus no. 2 dijelaskan bahwa kodng hipertensi disertai dengan kode Congestive
Heart Failure, dan koding hipertensi disertai dengan kode renal failure, dampaknya adalah
peningkatan severity level. Diagnosis hipertensi dan gagal jantung dan atau gagal ginjal
hanya dapat dikoding dengan satu koding kombinasi tanpa mengentri gagal jantung/gagal
ginjalnya.
d. Konsensus No. 18
Di resume medis tertulis diagnose sekunder Anemia, namun hasil pemeriksaan tidak
mendukung diagnose.
Konsensus menyebutkan bahwa Penggunaan anemia sebagai diagnosis sekunder pada
beberapa diagnose utama seperti : persalinan, gagal ginjal, dll menyebabkan peningkatan
Di resume medis tertulis diagnose sekunder hypokalemia, kode ICD : E87.6, dan hasil
pemeriksaan darah K : 3,09. Pada hasil verifikasi BPJS kode tersebut di hilangkan.
Menurut konsensus no. 37, dikatakan bahwa penambahan kode E87.6 (hypokalemia) sebagai
diagnosis sekunder, sering disalahgunakan pada hasil laboratorium yang menurun tidak
bermakna. Dampaknya peningkatan severity level menjadi II. Kondisi Hypokalemia dapat
menjadi diagnosis sekunder berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar K <
3,5 mEq/L
Faktor Pendukung Dan Penghambat Koder Terhadap Akurasi Kode Data Klinis
Terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat terhadap akurasi kode data
klinis sebagai berikut.
Faktor pendukung :
1. Pemanfaatan Teknologi informasi berupa internet untuk mencari informasi bila
ditemukan kasus penyakit atau istilah medis yang tidak dipahami oleh koder.
2. Dukungan dari teman teman seprofesi, dimana mereka saling memberi informasi bila
terjadi pengembalian klaim dari verifikator BPJS, agar pengembalian dengan kasus
yang sama tidak terulang kembali.
3. Dukungan dari atasan, yaitu kepala instalasi rekam medis, dimana bila terjadi
pengembalian klaim dan teman sesama koder tidak bisa membantu penyelesaiannya,
maka koder langsung berkonsultasi dengan atasannya.
4. Dukungan dari manajemen rumah sakit berupa pelatihan baik inhouse training
maupun pelatihan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi.
Selain faktor pendukung, ada juga faktor penghambat terhadap akurasi kode data klinis
sebagai berikut :
1. Belum adanya rapat rutin khusus koder yang membahas permasalahan yang dihadapi
oleh koder dalam pekerjaannya.
2. Koder merasa pengetahuan yang dimiliki terkait ilmu penyakit, terminology medis,
dan farmakologi masih kurang.
3. Adanya perbedaan persepsi antara dokter dan verifikator BPJS terkait penegakan
diagnose membuat koder berada pada posisi sulit.
4. Adanya kekeliruan dalam penentuan kode data klinis karena banyaknya kasus
penyakit yang di kode (beban kerja koder).
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Ringkasan
Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1) Metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang diberikan kepada
pasien berdasar pada setiap aktifitas layanan yang diberikan, adalah pengertian dari….
A. Sistem pembayaran Retrospektif
B. Sistem pembayaran Prospektif
C. Sistem pembayaran Kapitasi
D. Sistem pembayaran per diem
6) Diagnosa akhir/final yang dipilih dokter pada hari terakhir perawatan dengan criteria
paling banyak menggunakan sumber daya atau yang menyebabkan hari rawatan paling
lama adalah….
A. Prosedur Utama
B. Komplikasi
C. Diagnosa Utama
D. Diagnosa Sekunder
8) Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) diatur dalam….
A. Permenkes RI No. 14 tahun 2014
B. Permenkes RI No. 20 tahun 2004
C. Permenkes RI No. 27 tahun 2014
D. Permenkes RI No. 27 tahun 2004
9) Diagnosis penyerta juga dapat mempengaruhi besar kecilnya tarif, karena akan
mempengaruhi ….
A. Severity level
B. Diagnosis Utama
C. Prosedur Utama
D. Verifikasi
10) Besar kecilnya tarif yang muncul dalam software INA-CBGs ditentukan oleh ….
A. Pembiayaan Kesehatan
B. Kelengkapan Klaim
C. Tarif pelayanan Kesehatan
D. Diagnosis dan Prosedur
Test Formatif 2
1. A
2. B
3. B
4. A
5. B
6. C
7. A
8. C
9. A
10. D
Bowie, Mary Jo and Green, Michelle. 2016. Essentials of Health Information Management :
Principles and Practice, Third Editin. Cengage Learning: United Sates of America.
Burgos, Marilyn. 2016. Medical Billing and Coding Demystified. McGraw-Hill Education: United
Sates of America.
https://delfistefani.wordpress.com/2013/06/19/makalah-pembiayaan-kesehatan/ diakses
tanggal 9 Maret 2018 pukul 11.00 WIB.
https://www.kompasiana.com/yantigobel/kebijakan-pembiayaan-
kesehatan_550ee41ca33311b92dba8544 diakses tanggal 9 Maret 2018 pukul 11.00 WIB.
Indawati, Laela. 2018. Analisis Akurasi Koding pada Pengembalian Klaim Verifikasi BPJS.
Laporan Penelitian Universitas Esa Unggul: Jakarta
Kemenkes RI. 2013. Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI: Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Kementerian Kesehatan RI: Jakarta
Thabrany, Hasbulah. 2014. Jaminan Kesehatan Nasional. Raja Grafindo Perasada: Jakarta.
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2013, No. 29. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2014, Tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 874
Pendahuluan
P
ernahkah Anda menerima pasien yang mengajukan isian asuransi dan kelengkapan
klaim lainnya? Tentu, jika Anda bekerja sebagai PMIK (Perekam Medis dan Informasi
Kesehatan) di sarana pelayanan kesehatan baik negeri maupun swasta, pastinya Anda
sudah terbiasa dengan permintaan pasien tersebut. Lalu, apa yang Anda lakukan? Ya, Anda
akan meminta pasien untuk mengisi formulir pelepasan informasi, bagaimana bila yang
meminta bukan pasiennya tapi keluarga pasien? Anda harus meminta surat kuasa dari pasien
tersebut, kenapa? Karena sesuai dengan Permenkes 269 tahun 2008, pada Bab V Pasal 12
Kepemilikan, pemanfaatan dan tanggung jawab bahwa isi rekam medis merupakan milik
pasien dan Pada Bab IV pasal 10 ayat 2 disebutkan informasi tentang identitas, diagnosis,
riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat diberikan dengan
permintaan dan/atau persetujuan pasien. Ini artinya seorang PMIK harus dapat menjaga
kerahasian rekam medis pasien tidak boleh menyebarkan informasi atau memberikan
informasi kepada pihak lain tanpa persetujuan dari pasien.
Permintaan pengisian asuransi merupakan bagian dari kegiatan Unit/ Bagian Rekam
medis yang mana masuk yang masuk dalam sub unit/bagian korespondensi/surat menyurat
yang meliputi kegiatan permintaan isian asuransi untuk mengajukan klaim asuransi pasien,
pembuatan surat keterangan kelahiran, surat keterangan Imunisasi, Surat keterangan bebas
narkoba, permintaan fotocopy hasil pemeriksaan penunjang, dan lain-lain yang diperlukan
pasien baik untuk tindaklanjut pengobatan maupun kelengkapan klaim asuransi dan
administrasi lainnya. Klaim asuransi bisa diajukan secara individu maupun oleh instansi
pelayanan kesehatan. Klaim asuransi secara individu biasanya dilakukan bila asuransi pasien
tersebut belum atau tidak bekerja sama dengan instansi pelayanan kesehatan yang telah
digunakan pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut, sedangkan instansi
pelayanan kesehatan sebagai provider pelayanan kesehatan akan menagihkan biaya
pelayanan pasien-pasien ke asuransi yang sudah melakukan MoU atau bekerjasama
pelayanan baik asuransi swasta maupun BPJS Kesehatan.
Contoh kasus seorang pasien yang selesai berobat gigi, minta dibuatkan kuitansi yang akan
dipakai untuk reimbursement yang bermakna mengganti uang yang sudah dikeluarkan
seseorang untuk suatu pembayaran sesuai dengan perjanjian dengan instansi penjamin.
Sistem klaim ini paling banyak digunakan saat ini. Saat nasabah asuransi sakit, ia hanya
perlu menunjukkan kartu peserta asuransi (biasanya berbentuk seperti kartu ATM) ke rumah
sakit provider untuk membayar biaya rumah sakit sesuai dengan plafon yang ditetapkan.
Banyak kemudahan yang diberikan. Salah satunya tanpa perlu persiapan dana lebih dahulu
saat sakit, Anda sudah bisa langsung berobat.
Proses klaimnya adalah saat Anda menunjukkan kartu anggota asuransi kepada pihak
rumah sakit. Semua pembiayaan pengobatan di rumah sakit atau klinik menjadi tanggungan
perusahaan asuransi yang nantinya akan ditagih pihak rumah sakit. Pengurusan tagihan klaim
dilakukan rumah sakit ke perusahaan asuransi yang bersangkutan.
Sistem cashless memberikan kemudahan proses klaim tanpa perlu uang muka. Hal ini
cocok bagi Anda yang merantau atau bekerja jauh dari keluarga atau yang tidak siap dengan
dana darurat/cadangan. Namun, kekurangannya adalah tidak semua rumah sakit bekerja
sama dengan asuransi yang Anda ikuti. Hal ini cukup merepotkan mana kala Anda tinggal di
lokasi yang jauh dari rumah sakit provider asuransi tersebut.
Sistem klaim asuransi kesehatan berikutnya adalah model santunan. Tidak peduli Anda
berobat di rumah sakit mana, sakitnya apa, dan habis biaya berapa banyak jika menggunakan
sistem santunan ini, perusahaan asuransi akan memberikan santunan harian selama Anda
dirawat di rumah sakit. Besarnya santunan biasanya telah disepakati dalam polis antara Anda
dan perusahaan asuransi.
Proses klaim untuk mendapatkan santunan membutuhkan sejumlah dokumen yang
harus Anda lampirkan, seperti formulir klaim asuransi, kuitansi pengobatan, diagnosis sakit,
dan sejumlah dokumen lainnya
Demikian, sistem klaim asuransi kesehatan pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan, lalu bagaimanakah reimbursement yang dilakukan pihak rumah sakit sebagai
provider ke pihak asuransi? Pada bab ini akan dibahas tentang penagihan
klaim/reimbursement baik ke asuransi kesehatan swasta maupun BPJS Kesehatan.
Tahukah Anda, mengapa PMIK harus mempelajari tentang reimbursement ini? Ya,
reimbursement merupakan penerapan kegunaan rekam medis dari aspek Financial, masih
ingat ALFRED (Administratif, Legal, Financial, Reseach, Education and Dokumentation).
Modul ini mendiskusikan tentang sistem reimbursement asuransi kesehatan swasta,
yang Anda perlu mengetahui pengertian asuransi, jenis-jenis asuransi dan prosedur klaim
asuransi dan juga reimbursement BPJS Kesehatan, yang meliputi pengertian BPJS Kesehatan,
Aturan dan kepesertaan BPJS Kesehatan dan prosedur klaim BPJS Kesehatan.
1. Menurut Undang-Undang
“Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri pada Tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada Tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ketiga
yang mungkin akan diderita Tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Jenis asuransi menurut Muhammad Idris, 2010 dapat dilihat dari pengelola dana, dari
keikutsertaan anggota, dari jumlah dana yang ditanggung, dari jumlah peserta yang
ditanggung dan dari cara penggantian perusahaan.
Gambar 2.4 Contoh Asuransi Kesehatan swasta yang dilayani di rumah sakit
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Untuk dapat menjawab soal-soal di atas, Anda harus mempelajari kembali Topik1 tentang
Reimbursment asuransi kesehatan swasta.
Definisi asuransi terdapat dalam Undang –undang dan juga para ahli banyak yang
mendefinisikan tentang asuransi. Dari definisi tersebut memiliki sudut pandang yang sama,
Asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian, dengan
cara manggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang sama atau hampir sama,
dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat diramalkan dan bila
kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara proposional oleh semua pihak dalam
gabungan itu. Jenis-jenis asuransi dapat dilihat dari berbagai sisi, yaitu dilihat dari pengelola
dana, dari keikutsertaan anggota, dari jumlah dana yang ditanggung, dari jumlah peserta yang
ditanggung dan dari cara penggantian perusahaan. Objek asuransi dapat berupa benda dan
jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia maupun tanggung jawab hukum, semua kepentingan
lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya. Dalam proses pengajuan
klaim asuransi perlu diperhatikan prosedur klaim asuransi antara lain persyaratan dokumen
yang diperlukan klaim, manfaat yang diambil pemegang polis yang tertera pada kartu
asuransinya. Peran petugas rekam medis yang bertugas di pendaftaran perlu keterampilan
khusus dalam melayani pasien yang menggunakan asuransi kesehatan swasta selain ini, begitu
juga dengan pemberi layanan kesehatan satu di antaranya dokter.
Tes 1
Petunjuk :
A. Jika (1) dan (2) benar
B. Jika (1) dan (3) benar
C. Jika (2) dan (3) benar
D. Jika (1), (2) dan (3) benar
7. Petugas rumah sakit wajib tahu pelayanan yang tersedia untuk peserta asuransi ….
(1). Registrasi
(2). Pemberi pelayanan kesehatan
(3). Farmasi
8. Verifikasi yang dilakukan pertugas registrasi saat menerima pasien asuransi kesehatan….
(1). Data peserta dengan identitaskartu asuransi
(2). Masa berlaku kartu asuransi
(3). Manfaat kartu asuransi peserta
Dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Ditegaskan Bahwa Setiap Orang
Mempunyai Hak Yang Sama Dalam Memperoleh Akses Sumber Daya Di Bidang Kesehatan Dan
Memperoleh Pelayanan Kesehatan Yang Aman, Bermutu Dan Terjangkau. Sebaliknya Setiap
Orang Juga Mempunyai Kewajiban Turut Serta Dalam Program Jaminan Kesehatan
Sosial(Anonimous, 2014).
Menurut Jkn, Pemerintah Bertanggung Jawab Atas Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Masyarakat Melalui Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn). Usaha Kearah Itu Sesungguhnya Sudah
Dirintis Pemerintah Dengan Menyelenggarakan Beberapa Bentuk Jaminan Sosial Di Bidang
Kesehatan, Antara Lain Pt Askes (Persero), Pt Jamsostek (Persero). Pemerintah Juga
Memberikan Jaminan Untuk Masyarakat Miskin Dan Tidak Mampu Melalui Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Program-
Program Tersebut Masih Belum Efektif Dan Efisien. Biaya Kesehatan Dan Mutu Pelayanan
Menjadi Sulit Terkendali.
Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk JKN melalui
suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jaminan Kesehatan Nasional
diselenggarakan oleh BPJS ditetapkan didalam Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang terdiri atas BPJS Kesehatan (dahulu PT Askes) dan
BPJS Ketenagakerjaan (Jamsostek). BPJS Kesehatan telah diimplementasikan sejak 1 Januari
2014.
BPJS kesehatan (badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan) merupakan BADAN
HUKUM PUBLIK yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dan memiliki tugas untuk
menyelenggarakan JAMINAN KESEHATAN NASIONAL bagi seluruh rakyat INDONESIA,
terutama untuk PEGAWAI NEGERI SIPIL, penerima 67ouble67 PNS dan TNI/POLRI, Veteran,
Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan badan usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
Pada awal implementasi BPJS kesehatan sempat membuat permasalahan dan
kebingungan tersendiri di lapangan khususnya terkait dengan karyawan perusahaan yang saat
ini sudah terbiasa mendapatkan layanan asuransi swasta namun tetap harus mendaftar
sebagai peserta BPJS Kesehatan karena sifat jaminan 67ouble ini sudah wajib bagi semua
warga 67ouble. Bagi perusahaan, aturan wajib ini membuat pihak perusahaan mendapatkan
beban ganda harus MEMBAYAR POLIS BPJS Kesehatan dan juga polis asuransi swasta yang
Pelayanan Kesehatan peserta BPJS yang tercantum dalam Permenkes No.71 Tahun
2013, Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2014 (gambar 2.9) adalah sebagai berikut.
1. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perorangan, meliputi
pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan obat, bahan medis habis
pakai sesuai dengan indikasi medis yang diperlukan.
2. Pelayanan kesehatan dilaksanakan berjenjang sesuai kebutuhan medis mulai dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan
meliputi pelayanan pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap, persalinan sampai
anak ketiga di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan, ambulan untuk
pasien rujukan.
3. Pelayanan gawat darurat dapat diperoleh sesuai dengan kriteria kegawatdaruratan di
setiap fasilitas kesehatan.
4. Penjaminan bayi baru lahir untuk PBI otomatis dijamin BPJS, untuk peserta pekerja
penerima upah sampai anak ke 3 dijamin BPJS, selain itu bayi baru lahir dijamin hingga hari
ke7, kemudian harus segera didaftarkan sebagai peserta bila tidak hari ke8 tidak dijamin
BPJS.
Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin yang tercantum dalam Perpres 12 Tahun 2013 dan
Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2014, adalah sebagai berikut.
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku.
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan, kecuali dalam Keadaan darurat.
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan Kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan Kerja atau hubungan kerja sampai nilai yang
ditanggung oleh Program jaminan kecelakaan kerja.
4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan Kecelakaan lalu lintas yang
bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.
5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik.
7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas.
8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi).
9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/ atau alkohol.
10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi
yang membahayakan diri sendiri.
11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
(health technology Assessment).
12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen).
13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu.
14. Perbekalan kesehatan rumah tangga.
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah.
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan
yang diberikan.
17. Klaim perorangan.
2. Kepesertaan BPJS
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi:
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan
anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4
dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain
seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
Peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan kartu identitas seperti digambar 2.10, kartu ini
akan terhubung dengan Aplikasi INA CBGs, petugas registrasi akan melihat aktif atau tidak
aktifnya kartu dan membuat SEP ( Surat Eligibilitas Peserta).
3. BPJS Kesehatan, akan menerima formulir pengajuan klaim, data txt, persetujuan klaim
dan melakukan pembayaran.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan dengan sistem yang ada, bila pasien mempunyai 2
asuransi, yaitu BPJS Kesehatan dan Asuransi kesehatan lainnya, maka bila asuransi tersebut
telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka bila ada selisih biaya maka selisih biaya akan
dijaminkan oleh asuransi kesehatan lain yang dimiliki peserta tersebut. Untuk lebih rincinya
tentang CoB dapat dilihat pada Peraturan BPJS no.47 Tahun 2016 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat Dalam Program Jaminan Kesehatan
Nasional.
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Ringkasan
Jaminan kesehatan merupakan satu diantara jaminan sosial yang diamanatkan dalam
Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan
Kesehatan Nasional penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS). Peserta BPJK Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran,selain itu fakir miskin
dan orang yang tidak mampu juga mendapat jaminan kesehatan yang disebut PBI (Penerima
Bantuan Iuran). Saat ini untuk pasien yang mempunyai asuransi lain selain BPJS Kesehatan,
sudah ada koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta lainnya yang
disebut dengan CoB (Coordination Of Benefit)
Fasilitas pelayanan kesehatan digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sistem pelayanan
kesehatannya berjenjang dengan menggunakan sistem rujukan, yaitu layanan pertama terdiri
dari puskesmas, klinik umum, dokter keluarga dan layanan lanjutan terdiri dari rumah sakit,
klinik spesialis.
Dalam Prosedur klaim BPJS Kesehatan, rumah sakit menyiapkan berkas klaim dan txt,
di sini peran PMIK ( Perekam Medis dan Informasi Kesehatan) dalam aspek keuangan, yaitu
sebagai bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada fasilitas
Pelayanan kesehatan. Catatan tersebut dapat sebagai bukti pembiayaan kepada pasien atau
Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
Petunjuk :
A. Jika (1) dan (2) benar
B. Jika (1) dan (3) benar
C. Jika (2) dan (3) benar
D. Jika (1), (2) dan (3) benar
8. Data identitas pasien yang tertera pada kartu peserta BPJS Kesehatan….
(1). Nama Lengkap Pasien
(2). Tempat lahir
(3). Tanggal Lahir
9. Pada saat verifikasi klaim BPJS, yang berperan dalam proses tersebut..
(1). Verifikator BPJS
(2). Petugas Koder
(3). Petugas Administrasi RS
10. Skrining Kesehatan yang ditanggung dalam pelayanan BPJS Kesehatan pada penyakit..
(1). DM Type 1
(2). DMType II
(3). Hipertensi
Test Formatif 2
1) C.
2) D.
3) A.
4) B.
5) A.
6) D.
7) C.
8) B.
9) A.
10) C.
Manfaat tambahan : sering disebut sebagai Riders. Ini merupakan manfaat tambahan
diluar manfaat dasar, seperti manfaat kecelakaan, rawat inap
rumah sakit dan sebagainya. Tiap perusahaan asuransi memiliki
istilah dan kriteria masing-masing dan bersifat opsional atau
pilihan.
Nilai Pertanggungan : sering disebut sebagai uang pertanggungan, merujuk pada suatu
besaran biaya yang telah disepakati bersama. Besarnya tergantung
pada besarnya premi atau iuran peserta asuransi. Semakin besar
iuran maka semakin besar puka nominal yang tertera. Sebagai
contoh nilai pertanggungan penyakit kritis sebesar 500 juta dan lain
sebagainya.
Penyakit bawaan : suatu kondisi kelainan atau cacat bawaan sejak lahir. Akibat virus,
genetik, pola makan Ibu, dan sebagainya. Menyebabkan
ketidaksempurnaan fungsi dari organ tubuh. Istilah lain
adalah preexisiting condition.
SPAJ : Surat Pengajuan Asuransi Jiwa. Suatu form berisi data calon peserta
asuransi, di dalamnya terkandung pertanyaan seputar hobi, kondisi
Uang pertanggungan dasar : merujuk pada suatu besaran biaya yang telah disepakati
bersama. Besarnya tergantung pada besarnya premi atau
iuran peserta asuransi. Semakin besar iuran maka semakin
besar puka nominal yang tertera. Ini adalah manfaat dasar
dari sebuah asuransi jiwa.
Usia masuk : usia pada saat peserta asuransi diterima secara resmi pada
suatu perusahaan asuransi.
Nilai tunai : menunjuk pada nilai atau hasil dari investasi atau tabungan di
kurun waktu tertentu. Karena ini investasi maka tidak ada
jaminan menghasilkan nilai tertentu.
Pemegang polis : individu yang berkuasa penuh atas segala dana yang
terkandung dalam suatu kontral asuransi jiwa terhadap
seseorang individu. Pada anak di bawah umur maka
pemegang polis adalah orang tua, pada dewasa pemegang
polis hasur ada hubungan darah, atau peserta asuransi itu
sendiri. Khusus pada level badan usaha, pemegang polis
adalah badan usaha itu sendiri dengan melampirkan surat
hubungan keterikatan kerja.
Dana pertanggungan dasar : merujuk pada suatu besaran biaya yang telah disepakati
bersama. Besarnya tergantung pada besarnya premi atau
iuran peserta asuransi. Semakin besar iuran maka semakin
besar puka nominal yang tertera.
Tertanggung utama : yang namanya tertera sebagai peserta asuransi dan segala
manfaat adalah ditujukan pada tertanggung utama.
Tertanggung tambahan : Tertanggung tambahan adalah orang tua bila anak dibawah
umur.terganggung atau individu diluar individu utama yang
juga turut menentukan berlakunya manfaat pada
tertanggung utama.
Caliyurt, K. T., & Idowu, S. O., (2012). Emerging Fraud: Fraud Cases from Emerging Economies.
London: Springer
Cermati.(17 oktober 2017). Pahami system klaim asuransi kesehatan berikut untuk
memudahkan klaim asuransi. Diperoleh 26 jan 2018, dari
https://www.cermati.com/artikel/
Kementrian Kesehatan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan National Casemix Center,
Petunjuk Teknis E Klaim INA CBGs 5.2, Jakarta , 2017
Naga, Mayang Anggraini. (2013).Buku Kerja Praktik Pengkodean Klinis Berdasarkan Rules dan
Konvensi ICD-10, WHO.
Permenkes RI No. 76 Tahun 2016 tentang Pedoman INA-CBGs pada Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional
World Health Organization. (2014). ICD-10. World Health Organization, ICD-10, Volume 2
: Instruction Manual, Geneva.
Pendahuluan
B
ab ini merupakan lanjutan bab 1 yang berisi tentang sistem pembiayaan dan
pembayaran pelayanan kesehatan serta bab 2 mengenai reimbursement asuransi.
Adapun bab ini berisi tentang konsep jaminan kesehatan nasional (JKN) yang telah
diterapkan oleh pemerintah. Bab ini terbagi menjadi 2 topik, yaitu topik 1 tentang konsep
jaminan kesehatan nasional dan topik 2 tentang badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS).
Selanjutnya, topik 1 membahas mengenai definisi, maksud, tujuan, ruang lingkup, sasaran
pedoman, unsur-unsur, prinsip, manfaat, prosedur dan kompensasi pelayanan, kepesertaan,
sumber pendanaan, dan hambatan/masalah penyelenggaraan JKN beserta solusinya. Topik 2
membahas tentang pengertian dan perkembangan BPJS, visi dan misi, tujuan dan manfaat,
fungsi, tugas, wewenang, prinsip, kepesertaan, dan pertanggungjawaban BPJS.
Manfaat dari mata kuliah ini adalah dengan diketahuinya konsep pembiayaan kesehatan
yang berlaku maka proses pelaksanaan penganggaran dan pembiayaan kesehatan akan
menjadi lebih tepat guna dan tepat sasaran. Manfaat lain adalah untuk membuat standar atau
aturan yang seragam terkait teknis pelaksanaannya.
Tujuan instruksional umum dari mata kuliah ini adalah peserta didik Program RPL
mampu menjelaskan konsep pembiayaan kesehatan di Indonesia secara komprehensif setelah
melakukan pembelajaran. Khusus pada bab ini, peserta didik diharapkan mampu menjelaskan
konsep jaminan kesehatan nasional dan pengelola jaminan kesehatan nasional (BPJS).
Untuk mempelajari bab ini, mulailah Saudara memahami dengan cermat uraian tentang
konsep, pengertian, dan penjelasan pada bagian awal. Apabila menemukan kata atau istilah
yang kurang atau tidak Saudara pahami, gunakan glosarium yang disediakan untuk
menemukan pengertiannya. Selanjutnya, apabila Saudara telah memahami uraian tersebut,
kerjakan latihan yang telah disediakan satu demi satu hingga selesai. Apabila ternyata Saudara
belum mampu atau belum berhasil menjawab semua soal latihan, perhatikan kembali
penjelasan mengenai konsep, pengertian, dan penjelasan yang berkaitan dengan soal latihan
B. Unsur-Unsur JKN.
Unsur-unsur penyelenggaraan dalam JKN meliputi:
1. Regulator
Regulator merupakan unsur yang bertugas dan berwenang untuk menentukan
kebijakan, melakukan monitoring, dan evaluasi penyelenggaraan program JKN. Unsur
ini meliputi berbagai kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan,
Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian
Dalam Negeri, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
2. Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah seluruh penduduk
Indonesia, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran.
3. Pemberi Pelayanan Kesehatan
C. PRINSIP-PRINSIP JKN
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mengacu pada prinsip-
prinsip sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu:
1. Kegotongroyongan
Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), prinsip gotong royong diartikan sebagai
kegiatan tolong menolong antarpeserta. Peserta yang mampu membantu peserta
yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko
tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini dapat terwujud karena
kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.
Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong, jaminan sosial diharapkan dapat
menumbuhkan jiwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Nirlaba
Dana yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS
Kesehatan) adalah dana amanah yang dikumpulkan dari masyarakat bukan ditujukan
untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utamanya adalah untuk
memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.
3. Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Efisiensi, dan Efektivitas
Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang
berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. Keterbukaan menunjukkan
adanya keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun
dalam mengungkapkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya
penyelenggaraan dan pengelolaan danaprogram. Kehati-hatian menunjukkan
kegiatan pengelolaan dana yang disesuaikan dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Akuntabilitas merupakan prinsip kejelasan dari struktur sistem dan
pertanggungjawaban pengelolaan dana. Efisiensi dan efektivitas merujuk pada
pengelolaan dana yang tepat, cermat, dan berdaya guna.
D. MANFAAT JKN
Manfaat JKN terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu manfaat medis dan manfaat non-medis.
Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diberikan bersifat paripurna
(preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif) dan tidak dipengaruhi oleh besarnya iuran yang
telah dibayarkan oleh peserta. Manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulans.
Manfaat akomodasi ditujukan bagi peserta yang dirawat inap. Layanan rawat inap sesuai
dengan hak kelas perawatan peserta. Manfaat ambulans hanya diberikan untuk pasien
rujukan dari fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter dan telah
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional telah mengatur jenis manfaat yang dapat diperoleh oleh
peserta JKN. Manfaat yang dijamin dalam JKN terdiri dari:
1. Pelayanan kesehatan di FKTP yang merupakan pelayanan kesehatan non-spesialistik,
meliputi:
a. administrasi pelayanan;
b. pelayanan promotif dan preventif;
c. pemeriksanaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non-spesialistik, baik operatif maupun non-operatif;
e. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Ringkasan
Tes 1
10) Unsur JKN yang bertugas dan berwenang untuk menentukan kebijakan, melakukan
monitoring, dan evaluasi penyelenggaraan program JKNadalah ….
A. Pemberi Pelayanan Kesehatan
B. Badan Penyelenggara
C. Peserta JKN
11) Unsur JKN yang bertugas menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah ….
A. Pemberi Pelayanan Kesehatan
B. Badan Penyelenggara
C. Peserta JKN
D. Regulator
13) Badan Penyelenggara program jaminan kesehatan sebagaimana yang ditetapkan oleh
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 adalah ….
A. rumah sakit
B. puskesmas
C. asuransi
D. BPJS
14) Kegiatan tolong menolong antarpeserta sepertipeserta yang mampu membantu peserta
yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi,
dan peserta yang sehat membantu yang sakit merupakan pengertian dariprinsip JKN ….
A. Portabilitas
B. Keterbukaan
C. Akuntabilitas
D. Kegotongroyongan
15) Jaminan sosial diberikan secara berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal tetapi tetap dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia merupakan penjelasan prinsip ….
A. Portabilitas
B. Keterbukaan
C. Akuntabilitas
D. Kegotongroyongan
17) Salah satu prinsip penyelenggaraan program JKN adalah nirlaba yang artinya adalah ….
A. kegiatan tolong menolong antarpeserta dimana peserta yang mampu membantu
peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang
berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit
B. jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal tetapi tetap dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
C. kegiatan pengelolaan dana yang disesuaikan dengan peraturan perundangan yang
berlaku
D. dana amanah yang dikumpulkan dari masyarakat bukan ditujukan untuk mencari
keuntungan
19) Manfaat pelayanan yang diberikan kepada peserta program JKN bersifat paripurna yang
artinya adalah ….
A. peserta berhak mendapatkan pelayanan preventif dan promotif
B. peserta berhak mendapatkan pelayanan preventif, promotif, dan kuratif
C. peserta berhak mendapatkan pelayanan preventif, kuratif, dan rehabilitatif
D. peserta berhak mendapatkan pelayanan preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif
21) Berikut ini yang bukan merupakan pelayanan kesehatan di FKTP yang dapat diterima
oleh peserta program JKN adalah …
A. akupunktur medis
B. pelayanan promotif
C. pelayanan preventif
D. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama
22) Pelayanan yang bukan merupakan cakupan manfaat pelayanan promotif dan preventif
adalah …
A. penyuluhan kesehatan perorangan
B. keluarga berencana
C. rehabilitasi medis
D. imunisasi dasar
23) Pelayanan imunisasi dasar yang merupakan cakupan manfaat pelayanan promotif dan
preventif bagi peserta program JKN adalah …
A. imunisasi BCG
B. imunisasi TAB
C. imunisasi rabies
D. imunisasi penyakit pes
24) Pelayanan penunjang untuk pelayanan skrining kesehatan tertentu yang merupakan
pelayanan yang termasuk dalam lingkup nonkapitasi bagi peserta program JKN adalah…
A. pemeriksaan fisik
B. pemeriksaan pap smear
C. pemeriksaan golongan darah
D. pemeriksaan kanker payudara
F. KEPESERTAAN BPJS
Di dalam Undang-Undang No. 40Tahun 2004 tentang SJSN, peserta BPJS dikelompokkan
sebagai berikut:
4. peserta PBI jaminan kesehatan terdiri atas orang yang tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu;
5. peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan bukan orang
tidak mampu, terdiri dari:
a. pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1) anggota TNI dan POLRI;
2) pegawai negeri sipil;
3) pejabat negara;
4) pegawai pemerintah nonpegawai negeri;
5) pegawai swasta; dan
6) pegawai yang tidak termasuk salah satu di atas yang menerima upah.
b. Pegawai bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1) pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri;
2) pekerja yang tidak termasuk poin pertama yang bukan penerima upah; dan
3) warga negara asing yang bekerja dan tinggal di Indonesia paling singkat 6 bulan.
c. Penerima pensiun terdiri atas:
1) PNS yang berhenti dan hak pensiun;
2) anggota TNI dan POLRI yang berhenti dengan hak pensiun;
3) pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun;
4) penerima pensiun selain poin di atas; dan
5) janda, duda atau yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud
pada poin diatas yang mendapat hak pensiun.
d. Anggota keluarga bagi keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
1) istri atau suami yang sah dari peserta; dan
2) anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta dengan
kriteria:
I. PERTANGGUNGJAWABAN BPJS
BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima dengan
lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut
dengan mengacu pada standar tarif pelayanan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan
besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Dalam JKN, peserta dapat meminta
manfaat tambahan manfaat yang bersifat non-medis berupa akomodasi. Sebagai contoh,
peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya dapat
meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar
sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar
akibat peningkatan kelas perawatan. Kondisi ini disebut dengan iuran biaya (additional
charge). Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI. Sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan
pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan
tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan tersebut kemudian diaudit
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Ringkasan
1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang bentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial mulai tanggal 1 Januari 2014.
2. Fungsi, tugas, dan wewenang BPJS telah diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. Kepesertaan BPJS meliputi peserta PBI dan peserta non-PBI yang telah diatur dalam
Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
4. BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap.
Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan
antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan
mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
1) Badan penyelenggara jaminan sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan jaminan sosial yang terdiri dari ….
A. BPJS Kesehatan
B. BPJS Ketenagakerjaan
C. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
D. bukan salah satu jawaban di atas
12) Prinsip ekuitas dalam pengelolaan jaminan kesehatan yang dianut oleh BPJS mempunyai
maksud ….
A. iuran berdasarkan persentase upah
B. pengelolaan keuangan bersifat nirlaba
C. kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif
D. kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
15) Golongan yang tidak termasuk dalam kelompok peserta non-PBI adalah ….
A. anggota keluarga penerima upah
B. pekerja penerima upah
18) Kepesertaan JKN (melalui BPJS) tetap akan berlaku dengan syarat ….
A. peserta meninggal dunia
B. peserta tidak membayar iuran
C. peserta melakukan kecurangan
D. peserta membayar iuran sesuai kelompoknya
19) BPJS Kesehtan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada peserta paling lambat ….
A. 10 (sepuluh) hari sejak dokumen klaim telah diterima
B. 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim telah diterima
C. 20 (dua puluh) hari sejak dokumen klaim telah diterima
D. 25 (dua puluh lima) hari sejak dokumen klaim telah diterima
22) Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib
menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk ….
A. laporan pengelolaan program
B. laporan kendala tahunan
C. laporan kepesertaan
D. laporan kerja sama
23) Laporan BPJS dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling
lambat ….
A. tanggal 30 April tahun berikutnya
B. tanggal 31 Maret tahun berikutnya
C. tanggal 30 Juni tahun berikutnya
D. tanggal 31 Juli tahun berikutnya
24) Laporan BPJS dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa
elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran
luas secara nasional paling lambat ….
A. tanggal 30 April tahun berikutnya
B. tanggal 31 Maret tahun berikutnya
C. tanggal 30 Juni tahun berikutnya
D. tanggal 31 Juli tahun berikutnya
25) Prinsip dasar BPJS adalah sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh UU SJSN Pasal 19
ayat 1 yaitu ….
A. prinsip asuransi komersial dan prinsip ekuitas
B. prinsip asuransi privat dan prinsip ekuitas
C. prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas
D. prinsip asuransi dan prinsip ekuitas
Novana, U. P. 2013. Konsep Pelayanan Primer di Era JKN. Jakarta: Direktorat Bina Upaya
Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI.
Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57bd0ba444be5/8-masalah-penghambat-
jaminan-kesehatan-nasional.
Pendahuluan
S
etelah mempelajari bab 3 yang berisi tentang konsep jaminan kesehatan nasional (JKN),
tibalah Saudara pada bab 4 ini yang akan membahas tentang fraud (kecurangan) pada
era JKN. Bab ini terbagi menjadi 2 topik, yaitu topik 1 berisi tentang konsep fraud secara
umum dan topik 2 yang berisi tentang bahasan mengenai upaya pencegahan fraud.
Untuk lebih lengkap lagi dirincikan sebagai berikut, topik 1 membahas tentang definisi,
perkembangan teori, dan tindak fraud di era JKN. Selanjutnya, topik 2 membahas tentang
upaya pencegahan fraud, rekam medis dalam konteks penanggulangan fraud, dan peran
seorang perekam medis dan informasi kesehatan dalam upaya pencegahan fraud.
Manfaat dari mata kuliah ini adalah dengan diketahuinya konsep fraud maka petugas
akan lebih waspada ‘aware’ terhadap tindak fraud sehingga kejadian fraud dapat dihindari.
Manfaat lainnya adalah untuk membuat standar atau aturan yang bertujuan untuk mencegah
dan menanggulangi kejadian fraud.
Tujuan instruksional umum dari mata kuliah ini adalah peserta didik Program RPL
mampu menjelaskan konsep pembiayaan kesehatan di Indonesia secara komprehensif setelah
melakukan pembelajaran. Khusus pada bab ini, peserta didik diharapkan mampu menjelaskan
konsep fraud beserta upaya pencegahan dan penanggulangannya.
Untuk mempelajari bab ini, mulailah Saudara memahami dengan cermat uraian tentang
konsep, pengertian, dan penjelasan pada bagian awal. Apabila menemukan kata atau istilah
yang kurang atau tidak Saudara pahami, gunakan glosarium yang disediakan untuk
menemukan pengertiannya. Selanjutnya, apabila Saudara telah memahami uraian tersebut,
kerjakan latihan yang telah disediakan satu demi satu hingga selesai. Apabila ternyata Saudara
belum bisa atau belum berhasil menjawab semua soal latihan, perhatikan kembali penjelasan
mengenai konsep, pengertian, dan penjelasan yang berkaitan dengan soal latihan dan
jawaban. Apabila Saudara telah berhasil menjawab semua atau sebagian besar soal latihan,
lanjutkan dengan mengerjakan tes.
Dalam mengerjakan tes, jawablah terlebih dahulu soal yang ada tanpa melihat kunci
jawaban. Apabila sudah selesai menjawab semua pertanyaan baru kemudian cocokkanlah
A. DEFINISI FRAUD
Saat ini, Indonesia telah memasuki era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini
berimbas pada perubahan metode pembayaran pelayanan kesehatan. Mulanya, pembayaran
pelayanan kesehatan sebagian besar dilakukan dengan metode pembayaran retrospektif yang
berarti pembayaran dilakukan oleh pasien setelah pelayanan selesai diberikan. Pembayaran
seperti ini sering dilakukan oleh pasien yang tidak memiliki kepesertaan asuransi atau badan
penjamin pembiayaan kesehatan lain. Selanjutnya, dengan diberlakukannya JKN oleh
pemerintah yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan,
masyarakat secara bertahap mulai mengenal metode pembayaran prospektif yang berarti
pembayaran kesehatan dilakukan di awal sebelum pelayanan diberikan. Karena pembayaran
diterima dan dikelola di awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan, hal ini memberikan
peluang terciptanya kecurangan dan penyalahgunaan sumber daya kesehatan yang ada.
Sejak beroperasi mulai dari 1 Januari 2014 sampai sekarang, BPJS Kesehatan telah
mengalami banyak tantangan dalam melaksanakan program jaminan kesehatan nasional
(JKN). Salah satunya adalah terjadinya tindak kecurangan (fraud). Pencegahan kecurangan
(fraud) menjadi salah satu bagian penting dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan
Nasional/Kartu Indonesia Sehat (JKN/KIS) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Salah satu
dampak kecurangan itu adalah terganggunya sistem pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan
karena dana yang dibayar untuk memberikan manfaat kepada peserta menjadi sangat besar.
Jika hal ini terus terjadi maka pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan akan
terganggu. Bahkan, sustainabilitas program JKN/KIS yang tengah berjalan menjadi terancam.
Sebenarnya, istilah fraud secara umum sudah sejak lama dikenal sebagai bentuk
kecurangan. Akan tetapi, arti secara spesifiknya masih belum begitu jelas. Oleh karena itu,
beberapa ahli mencoba untuk mendefinisikan arti dari fraud.
The Institute of Internal Auditor (2005) mendefinisikan fraud sebagai suatu perbuatan
yang melawan hukum yang dilakukan oleh individu, baik di dalam maupun di luar organisasi,
dengan adanya niat kesengajaan, yang bertujuan untuk menguntungkan individu atau
organisasi tertentu dan mengakibatkan adanya kerugian pihak lain. Selanjutnya, The Institute
of Internal Auditor bersama-sama dengan The American Institute of Certified Public
Accountants dan Association of Certified Fraud Examiners (2008), mendefinisikan fraud
berupa setiap tindakan yang disengaja atau perbuatan yang salah yang dirancang untuk
memperdaya orang lain sehingga korban menderita kerugian dan pelaku memperoleh
James Hall mendefinisikan fraud triangle merupakan gabungan dari tiga faktor di
antaranya: 1) tekanan situasi (situational pressure), yang mencakup stres personal
dan/atau stres karena pekerjaan yang dapat memaksa seseorang untuk berbuat tidak jujur;
2) kesempatan (opportunity), yang terutama berkaitan langsung dengan sumber
daya/informasi terkait aset organisasi; dan 3) etika (ethics), yang berhubungan dengan
tingkat moralitas seseorang untuk berbuat tidak jujur. Jika etika dan moralitas seseorang
tinggi sementara tekanan dan kesempatan rendah maka keadaan ini berkecenderungan
untuk meminimalkan bahkan meniadakan kejadian fraud, dan sebaliknya.
3. Teori GONE
Teori GONE (greed, opportonity, need, and exposure) merupakan teori yang
dikemukakan oleh Jack Bologne pada tahun 1999. Dalam teori ini terdapat empat faktor yang
mendorong terjadinya fraud, yaitu :
a. greed (keserakahan), terkait dengan keserakahan yang potensial ada pada setiap orang,
keserakahan bisa terjadi dalam masalah kekuasaan maupun finansial;
b. opportunity (kesempatan), terkait dengan keadaan dalam organisasi tertentu sehingga
membuka kesempatan seseorang untuk melakukan kecurangan, kurangnya
pengawasan dan kontrol akan meningkatkan kesempatan untuk melakukan kecurangan;
c. need (kebutuhan), merupakan suatu tuntutan kebutuhan individu yang harus terpenuhi,
baik kebutuhan primer akan pangan, sandang, dan papan maupun kebutuhan sekunder
dan tersier yang berkaitan dengan gaya hidup; dan
d. exposure (pengungkapan), yang berkaitan dengan kemungkinan diungkapkannya
kecurangan yang telah dilakukan serta sanksi hukum yang menjerat, semakin rendah
Greed Opportunity
G O
GONE
N E
Need Exposure
Gambar 4.4. Teori GONE
a. Incentive
Incentive merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya tuntutan atau tekanan
yang dihadapi oleh seseorang. Incentive dapat memicu terjadinya kecurangan seperti
keserakahan yang mengakibatkan tekanan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
b. Opportunity
Opportunity adalah suatu kesempatan yang timbul karena terdapat kelemahan
pengendalian internal organisasi dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan.
Kelima faktor tersebut biasanya lebih dikenal dengan istilah Crowe’s Fraud Pentagon
Theory. Teori ini dipandang lebih lengkap untuk mengetahui faktor penyebab fraud
dibandingkan dengan teori yang lainnya.
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Ringkasan
Tes 1
28) Pernyataan berikut ini yang bukan merupakan bagian dari fraud adalah ….
A. adanya keuntungan yang diperoleh oleh kedua pihak
B. adanya pernyataan yang menunjukkan penyimpangan
C. adanya suatu bentuk penipuan kepada salah satu pihak
D. adanya niat yang disengaja untuk melakukan kecurangan
34) Teori fraud yang terdiri dari lima faktor pendorong terjadinya fraud adalah ….
A. Fraud Scale
B. Fraud Triangle
C. Fraud Diamond
D. Fraud Pentagon
35) Teori fraud yang terdiri dari tiga faktor pendorong terjadinya fraud adalah ….
A. Fraud Scale dan Fraud Triangle
B. Fraud Scale dan Fraud Diamond
C. Fraud Triangle dan Fraud Diamond
D. Fraud Pentagon dan Fraud Diamond
36) Teori fraud yang terdiri dari empat faktor pendorong terjadinya fraud adalah ….
A. Fraud Scale
B. Fraud Triangle
C. Fraud Diamond
D. Fraud Pentagon
37) Teori fraud yang terdiri dari tiga faktor pendorong terjadinya fraud berupa tekanan
(pressure), kesempatan (opportunities to commit), dan integritas pribadi (personal
integrity) adalah ….
A. Fraud Scale
B. Fraud Triangle
C. Fraud Diamond
D. Fraud Pentagon
38) Menurut Teori Fraud Triangle, salah satu faktor pencetus terjadinya fraud adalah adanya
kesempatan. Hal ini dapat terjadi terutama dikarenakan oleh ….
A. kurangnya pengawasan
B. budaya kerja setempat
C. tekanan finansial
D. tuntutan hidup
40) Fraud juga dapat terjadi karena adanya tuntutan hidup dan tingkat stres yang tinggi di
kantor tempat seseorang bekerja sehingga mengakibatkan seseorang tersebut
berperilaku tidak jujur. Hal ini merupakan pengertian dari faktor ….
A. ethics (moralitas)
B. pressure (tekanan)
C. opportunity (kesempatan)
D. rasionalization (rasionalisasi)
41) Faktor-faktor yang menyusun teori Fraud Pentagon antara lain adalah ….
A. pressure, opportunity, rasionalization, competence, dan arrogance
B. pressure, opportunity, rasionalization, competence, dan exposure
C. pressure, opportunity, rasionalization, capability, dan arrogance
D. pressure, opportunity, incentive, competence, dan arrogance
42) Menurut teori Fraud Pentagon, salah satu faktor pencetus terjadinya fraud adalah sikap
superioritas atas hak dan wewenang yang dimilikinya sehingga ia merasa bahwa
pengawasan internal atau kebijakan organisasi tidak berlaku untuk dirinya. Hal ini
merupakan penjelasan dari faktor ….
A. pressure (tekanan)
B. arrogance (keangkuhan)
C. opportunity (kesempatan)
D. rasionalization (rasionalisasi)
43) Fraud dapat dilakukan oleh banyak pihak yang salah satunya adalah peserta jaminan
kesehatan. Salah satu bentuk kecurangan yang dilakukan oleh peserta adalah ….
A. cloning
B. upcoding
C. readmission
D. gratification
45) Fraud yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dengan cara
menyalin klaim seorang pasien dari klaim pasien lain yang sudah ada dan biasanya klaim
yang disalin mempunyai nilai yang lebih tinggi adalah ….
A. cloning
B. upcoding
C. type of room charges
D. prolonged length of stay
46) Contoh fraud yang dapat dilakukan oleh petugas BPJS kesehatan adalah ….
A. melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai standar
B. membayarkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan
C. mengajukan klaim berulang untuk kasus yang sama dengan sengaja
D. memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu besar
47) Contoh fraud yang dapat dilakukan oleh penyedia obat/alat kesehatan adalah ….
A. melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai standar
B. membayarkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan
C. memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu besar
D. mengubah harga obat dan/atau alat kesehatan tidak sesuai dengan e-catalog
48) Contoh fraud berupa klaim palsu yang dilakukan dengan cara mengajukan klaim atas
layanan yang tidak pernah diberikan merupakan definisi dari ….
A. inflated bills
B. repeat billing
C. phantom visit
D. phantom billing
50) Bentuk fraud yang dilakukan oleh FKTRL yang melibatkan pihak lain seperti BPJS
Kesehatan atau penyedia obat/alat kesehatan adalah ….
A. meminta cost-sharing tidak sesuai peraturan yang berlaku
B. melakukan tindakan pengobatan yang tidak perlu
C. memperpanjang penggunaan ventilator
D. merujuk pasien tidak sesuai standar
Tindakan
Preventif
Pendeteksian
Penanganan
1. Upaya preventif
Untuk mencegah terjadinya fraud, BPJS Kesehatan, dinas kesehatan kabupaten/kota
dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) harus membangun suatu sistem
pencegahan fraud. Sistem yang dibangun meliputi penyusunan kebijakan dan pedoman
pencegahan fraud, pengembangan budaya anti-fraud sebagai bagian dari tata kelola
organisasi dan tata kelola klinis yang baik, pengembangan pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya, dan pembentukan tim pencegahan fraud.
2. Upaya pendeteksian
Upaya pendeteksian kasus fraud dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan melalui skema
surveilans data klaim atau audit data klaim. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh tim pencegahan
fraud. Audit sebaiknya dilakukan secara rutin. Audit dapat pula diikutsertakan sebagai bagian
dari kegiatan investigasi dalam upaya deteksi dini kecurangan JKN. Investigasi dapat dilakukan
oleh sebuah tim yang terdiri dari pakar medis/coding, asosiasi rumah sakit/asosiasi fasilitas
kesehatan, dan organisasi profesi. Investigasi bertujuan untuk memastikan adanya dugaan
terjadinya fraud, penjelasan terkait berlangsungnya kejadian fraud, dan alasan/penyebab
kasus fraud tersebut.
Hasil audit data klaim selanjutnya dianalisis dengan pendekatan: mencari anomali data,
predictive modeling, atau penemuan kasus. Mencari anomali data dimaksudkan untuk
menemukan ada tidaknya data klaim yang menyimpang/dicurigai merupakan kejadian yang
mengarah pada tindakan fraud. Predictive modeling biasanya menggunakan metode statistik
tertentu (biasanya dengan teknik regresi) untuk memprediksi kejadian fraud. Penemuan kasus
merujuk pada pemeriksaan atau audit dokumen rekam medis dalam upaya untuk menemukan
kasus klaim yang dianggap bagian dari kasus fraud.
3. Upaya penanganan
Apabila hasil audit data klinis dan/atau investigasi mengarah pada kejadian fraud, tim
pencegahan fraud harus melaporkannya kepada pimpinan fasilitas kesehatan. Laporan yang
Untuk dapat memenuhi aspek-aspek tersebut, rekam medis harus dikelola dan
didokumentasikan dengan baik. Data yang ada di dalam berkas rekam medis harus diisi
dengan lengkap. Namun, sampai saat ini, adakalanya muncul kendala-kendala terkait dengan
hal tersebut. Kendala yang sering muncul biasanya adalah data dicatat tidak tepat waktu,
gagal mendokumentasikan perintah dan tanda tangan dokter, isian data pada formulir rekam
medis terlalu detail, dan data yang dicatat tidak akurat. Kendala-kendala tersebut berimbas
pada ketidaklengkapan isian data pada berkas rekam medis. Apabila hal tersebut dibiarkan
maka peluang timbulnya fraud akan terbuka lebar.
Dokumentasi rekam medis yang buruk (tidak lengkap) akan memunculkan potensi fraud.
Sebagai contoh, pendokumentasian diagnosis dan tindakan medis yang kurang lengkap dan
akurat akan memunculkan peluang penentuan kode diagnosis dan tindakan yang tidak tepat.
Ketidaktepatan penentuan kode akan mendorong oknum tertentu untuk memanipulasi kode
sehingga klaim yang diajukan bernilai lebih tinggi. Hal ini sudah barang tentu merupakan salah
satu bentuk kecurangan/fraud.
Jika dilihat dari gambar 4.8., seorang profesi PMIK dapat berperan sebagai petugas
administrasi klaim rumah sakit, koder, dan petugas yang terlibat dalam verifikasi internal di
rumah sakit. Petugas administrasi klaim rumah sakit bertugas untuk memastikan berkas klaim
lengkap. Kelengkapan berkas meliputi kelengkapan jumlah formulir yang diajukan dan
kelengkapan data yang didokumentasikan di dalamnya. Untuk dapat melakukan hal itu,
profesi PMIK harus menguasai pengetahuan dan keterampilan terkait analisis rekam medis,
baik analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif.
Peran berikutnya dari seorang PMIK adalah sebagai koder yang melaksanakan kegiatan
coding. Coding memiliki fungsi yang sangat penting dalam pelayanan manajemen informasi
kesehatan. Data klinis yang terkode dibutuhkan untuk mendapatkan kembali informasi atas
perawatan pasien, penelitian, perbaikan, pelaksanaan, perencanaan dan fasilitas manajemen
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1. Penanggulangan fraud dapat dilakukan dengan skema pencegahan fraud yang meliputi
tindakan preventif, pendeteksian, dan penanganan fraud yang harus dipahami dan
disadari oleh semua pihak terkait.
2. Dokumentasi rekam medis yang buruk (tidak lengkap) akan memunculkan peluang
terjadinya fraud sehingga diperlukan kegiatan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif
yang rutin untuk menjamin kelengkapan dan ketepatan pengisian data di dalam berkas
rekam medis.
3. Profesi perekam medis dan informasi kesehatan harus memahami konsep dan upaya
pencegahan fraud dan ditunjang dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan
coding yang memadai serta komunikasi dan kerja sama dengan pihak terkait dengan
baik agar potensi fraud diharapkan dapat dikendalikan dan dicegah sedini mungkin dari
pengelolaan rekam medis dan informasi kesehatan yang baik dan benar.
Tes 2
2) Upaya pencegahan fraud dapat dilakukan dengan membangun sebuah sistem yang
terdiri dari beberapa langkah, kecuali ….
A. mengembangkan budaya anti-fraud
B. menyusun kebijakan dan pedoman pencegahan fraud
C. menyusun skema peningkatan pembiayaan kesehatan
D. mengembangkan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kendali mutu dan
kendali biaya
5) Prinsip pengembangan budaya anti-fraud yang mengarah pada perlakuan yang adil dan
setara di dalam pemenuhan hak para pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan
perjanjian atau kerja sama dalam hal pencegahan fraud adalah ….
A. responsibilitas
B. akuntabilitas
C. transparansi
D. kewajaran
8) Untuk mewujudkan tata kelola klinis yang baik, fasilitas kesehatan dapat melakukan hal
berikut ini, kecuali ….
A. penerapan pedoman pelayanan klinis
B. penerapan kewenangan ganda
C. penerapan standar pelayanan
D. penerapan audit klinis
9) Tim pencegahan fraud di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) utamanya
harus melibatkan profesi ….
A. Apoteker
B. Nutrisionis
C. Petugas keamanan
D. Perekam Medis dan Informasi Kesehatan
10) Salah satu hal yang dapat menghambat upaya pencegahan fraud adalah ….
A. melakukan deteksi dini Kecurangan JKN
B. memonitor dan mengevaluasi semua kegiatan pelayanan
C. menggunakan konsep manajemen yang efektif dan efisien
D. mendorong seluruh sumber daya manusia untuk bekerja keras tanpa standar
pelayanan
11) Tim pencegahan fraud di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) terdiri dari
unsur ….
A. satuan pemeriksaan internal (SPI), komite medis, direktur rumah sakit, koder, dan
unsur lain yang terkait
B. satuan pemeriksaan internal (SPI), komite medis, tenaga perekam medis dan
informasi kesehatan, koder, dan unsur lain yang terkait
C. satuan pemeriksaan internal (SPI), direktur rumah sakit, tenaga perekam medis
dan informasi kesehatan, koder, dan unsur lain yang terkait
D. satuan pemeriksaan internal (SPI), komite medis, tenaga perekam medis dan
informasi kesehatan, direktur rumah sakit, koder, dan unsur lain yang terkait
12) Berikut ini yang bukan merupakan tugas dari tim pencegahan fraud adalah ….
A. mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan tata kelola klinik yang baik
B. melakukan upaya pencegahan, deteksi, dan penindakan Kecurangan JKN
14) Audit data klaim untuk sebagai wujud dari upaya pendeteksian fraud dapat disebut juga
dengan ….
A. surveilans data klaim
B. predictive modeling
C. teknik regresi
D. gratification
15) Tim investigasi fraud di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) terdiri dari
unsur ….
A. pakar medis/coding, asosiasi rumah sakit/asosiasi fasilitas kesehatan, dan
organisasi profesi
B. pakar medis/coding, asosiasi rumah sakit/asosiasi fasilitas kesehatan,
direktur/pimpinan fasilitas kesehatan, dan organisasi profesi
C. pakar medis/coding, asosiasi rumah sakit/asosiasi fasilitas kesehatan, asosiasi
perguruan tinggi kesehatan, direktur/pimpinan fasilitas kesehatan, dan organisasi
profesi
D. pakar medis/coding, asosiasi rumah sakit/asosiasi fasilitas kesehatan, asosiasi
perguruan tinggi kesehatan, direktur/pimpinan fasilitas kesehatan, komite medis,
dan organisasi profesi
16) Hasil audit data klaim dan/atau investigasi pendeteksian fraud selanjutnya dilaporkan
kepada ….
A. menteri kesehatan
B. pimpinan komite medis
C. pimpinan fasilitas kesehatan
D. kepala dinas kesehatan setempat
18) Selain melalui Kementerian Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan juga telah menerbitkan peraturan tentang Sistem Pencegahan Kecurangan
(Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan yaitu ….
A. Peraturan BPJS Kesehatan No. 36 Tahun 2015
B. Peraturan BPJS Kesehatan No. 7 Tahun 2015
C. Peraturan BPJS Kesehatan No. 36 Tahun 2016
D. Peraturan BPJS Kesehatan No. 7 Tahun 2016
19) Dalam hal pengelolaan pencegahan fraud oleh peserta jaminan sosial, BPJS Kesehatan
melakukan tindakan preventif dengan cara membuat komitmen dengan fasilitas
kesehatan untuk melakukan hal berikut ini, kecuali ….
A. mengecek kesesuaian kartu identitas peserta JKN dengan kartu identitas lain
B. melakukan edukasi kepada peserta dan pihak terkait
C. menaati SPO dan SPM yang berlaku
D. menerima gratifikasi dari peserta
20) Apabila ada peserta yang terbukti melakukan fraud, BPJS Kesehatan dapat melakukan
upaya penanganan berupa ….
A. melanjutkan pemberian program jaminan kesehatan
B. memberikan hukuman langsung terhadap peserta
C. memberikan sanksi kepada fasilitas kesehatan
D. memberikan sanksi kepada peserta
21) Dalam hal pengelolaan pencegahan fraud oleh petugas BPJS Kesehatan, BPJS Kesehatan
melakukan tindakan preventif dengan cara berikut ini, kecuali ….
A. meningkatkan pengetahuan dan kompetensi petugas
B. melakukan monitoring dan evaluasi seperlunya
C. membangun budaya organisasi yang baik
D. meningkatkan koordinasi antarpetugas
23) Penetapan sanksi bagi petugas BPJS Kesehatan yang terbukti melakukan fraud
disesuaikan dengan ….
A. Peraturan Presiden
B. Peraturan Menteri Kesehatan
C. Peraturan Kepegawaian BPJS Kesehatan
D. Peraturan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan
24) Dalam proses verifikasi data klaim, seorang perekam medis dan informasi kesehatan
dapat berperan sebagai berikut, kecuali ….
A. anggota tim verifikator internal
B. petugas administrasi klaim
C. penentu diagnosis
D. koder
25) Fraud dapat diantisipasi oleh tim verifikator internal yang bertugas untuk ….
A. menambah data resume medis pasien dan pemeriksaan penunjang
B. menambah data diagnosis dan tindakan dengan data penyakit dan prosedur
C. melakukan perubahan data tagihan (billing) dengan penyakit dan tindakan
D. melakukan penyesuaian klaim yang tidak sesuai dengan bukti pelayanan
Hall, J. A., 2011. Accounting Information Systems: Seventh Edition. Mason. Ohio: Cengage
Learning.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan
Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
The Institute of Internal Auditor. 2005. Internal Auditing and Fraud. Diakses dari
https://na.theiia.org pada tanggal 15 November 2017.
The Institute of Internal Auditor, The American Institute of Certified Public Accountants, and
Association of Certified Fraud Examiners. 2008. Managing the Business Risk of Fraud: A
Practical Guide. Diakses dari https://www.acfe.com pada tanggal 15 November 2017.
Pendahuluan
K
ualitas pelayanan kesehatan sebagian besar sangat bergantung pada kualitas
informasi pelayanan kesehatan (Naga, 2016). Kualitas infomasi pelayanan kesehatan
yang dihasilkan tentunya berasal dari data pelayanan kesehatan yang berkualitas
pula. Salah satu data pelayanan kesehatan, yaitu diagnosis. Diagnosis ini diterjemahkan
menjadi suatu sandi(code) berbentuk numerik yang yang berdasarkan ICD-10.
Selain itu permasalahan yang dihadapi seorang koder adalah diagnosis/tindakan tidak
spesifik, Diagnosis/tindakan tidak ditulis, Diagnosis/tindakan tidak lengkap, tulisan dokter
tidak terbaca, singkatan tidak standar, prosedur tidak dilakukan tetap di koding, prosedur
dilakukan tetap tidak di-koding dan kesalahan Koding. Oleh karena itu, seorang koder harus
memahami bagaimana kualitas dan permasalahan koding penyakit dan tindakan.
Nah, Saudara mahasiswa sekalian tadi sekilas mengenai kualitas dan permasalahan
koding. Untuk lebih jelas lagi silakan pelajari bab ini hingga tuntas. Bab ini terdapat 2 topik,
yaitu topik 1 mengenai kualitas koding dan topik 2 mengenai permasalahan koding. Manfaat
dari mata kuliah ini adalah dengan diketahuinya konsep kualitas dan permasalahan koding
maka koder dapat melakukan koding penyakit dan tindakan dengan tepat dan berkualitas.
Selain itu, dengan mengetahui permasalahan-permasalahan koding yang sering terjadi,
seorang koder dapat memecahkan permasalahan koding yang ada dan solusi yang terbaik
sesuai dengan kebijakan dan kaidah koding berlaku. Manfaat lain adalah untuk membuat
standar atau aturan yang seragam terkait teknis pelaksanaannya.
Tujuan instruksional umum dari mata kuliah ini adalah peserta didik mampu
menjelaskan kualitas dan permasalahan koding pada era JKN.
Untuk mempelajari bab ini, mulailah Saudara memahami dengan cermat uraian
tentang konsep, pengertian, dan penjelasan pada bagian awal. Apabila menemukan kata atau
istilah yang kurang atau tidak Saudara pahami, gunakan glosarium yang disediakan untuk
menemukan pengertiannya. Selanjutnya, apabila Saudara telah memahami uraian tersebut,
Selamat belajar!
1. Pengertian
Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis sekunder
sesuai dengan ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems) yang diterbitkan oleh WHO serta memberikan kode tindakan/prosedur sesuai
dengan ICD-9-CM (International Classification of Diseases Revision Clinical Modification).
(PMK 76, 2016)
Koding penyakit dan tindakan sangat penting dalam sistem pembiayaan kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan baik FKRTL maupun FKTP, yang akan menentukan besar biaya
dalam pembayaran pelayanan kesehatan. Aturan dan pedoman koding yang digunakan dalam
aplikasi INA-CBG adalah aturan koding morbiditas.
Klasifikasi penyakit adalah satu sistem pengelompokkan (categories) penyakit, cedera
dan kondisi kesehatan serta prosedur yang disusun sesuai kriteria yang telah ditentukan dan
disepakati bersama (WHO). ICD adalah klasifikasi penyakit yang disusun oleh para pakar
statistik kesehatan masyarakat, patologi-anatomis, spesialis medis, wakil-wakil resmi
darinegara-negara anggota WHO (Naga, 2016).
Diagnosis atau serangkaian diagnoses atau ringkasan diagnosis adalah penting bagi
analisis kualitas asuhan medis, pelayanan kesehatan masyarakat dan merupakan jumlah
rupiah yang harus disediakan fasilitas untuk menyediakan sarana sumber daya yang siap
pakai, dan merupakan jumlah biaya yang harus dibayar kembali oleh pengguna jasa
pelayanan, individual pasiennya atau pihak ketiga penanggung biaya. Di dalam sistem
pelayanan rumah sakit ini diolah melalui sistem DRGs-Casemix (INA-DRG INA-CBGs).
Kode diagnoses adalah alat komunikasi antartenaga profesional medis dokter, antar-
dokter dengan pasien, antar-dokter dengan direktur pelayanan operasional, antar-rumah
sakit dengan rumah sakit, rumah sakit dengan Dinas Kesehatan setempat, rumah sakit dengan
Kementerian Kesehatan, dan antar-rumah sakit dengan pihak ketiga lain-lain (di antaranya:
Badan Asuransi Kesehatan).
Koding dalam INA–CBG menggunakan ICD-10 revisi Tahun 2010 untuk mengkode
diagnosis utama dan diagnosis sekunder serta menggunakan ICD-9-CM revisi Tahun 2010
untuk mengkode tindakan/prosedur. Sumber data untuk mengkode INA-CBG berasal dari
resume medis, yaitu data diagnosis dan tindakan/prosedur, apabila diperlukan dapat dilihat
2. Proses koding
Dalam proses koding penyakit pada sarana pelayanan kesehatan, saat ini adalah
menggunakan ICD 10 untuk koding penyakit dan ICD-9CM untuk koding tindakan. Untuk
melakukan koding tersebut maka koder harus memahami bagaimana proses dalam
pengkodean tersebut.
Buku ICD-10 terdiri dari 3 (tiga) jilid yang merupakan volume 1 sampai 3, sebagai berikut:
Volume 1:
berisi daftar tabulasi seluruh sebutan penyakit/kondisi sakit atau gejala, simtoma penyakit dan
masalah terkait kesehatan berikut sebab luar cedera, yang dikenal di dunia ini sampai dengan
terbitan buku yang diadaptasi secara tahunan. Ejaan sebutan penyakit di Volume 1 ini
menggunakan ejaan bahasa Inggris. (Contoh: labour, oesophagus, oedema).
Volume 2:
adalah manual pengenalan dan instruksi cara penggunaan buku volume 1 dan 3, disertai
panduan terkait sertifikasi medis dan Rules pengkodean Morbiditas dan Mortalitas,
beserta pengaturan presentasi statistikal.
Di ICD-Vol 2 edisi terkini ada lampiran daftar Diagnoses yang tidak bisa menjadi penyebab
timbulnya Diabetes Mellitus.
Contoh :
Proses koding dilakukan sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan oleh dokter. Jika
ditemukan kesalahan atau inkonsistensi pencatatan diangnosis, maka koder harus
melakukan klarifikasi kepada dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).
Jika koder tidak berhasil melakukan klarifikasi kepada DPJP, maka koder
menggunakan Rule MB1 sampai MB5 untuk memilih kembali kode diagnosis utama
(‘re-seleksi’).
3. Aturan koding
Aturan koding dalam ICD 10 : (PMK 27,2016)
a. Jika dalam ICD 10 terdapat catatan “Use additional code, if desired, to identify
specified condition” maka kode tersebut dapat digunakan sesuai dengan kondisi
pasien.
b. Pengkodean sistem dagger (†) dan asterisk (*)
Jika diagnosis utama yang ditegakkan dokter dalam ICD 10 menggunakan kode
dagger dan asterisk maka yang dikode sebagai diagnosis utama adalah kode
dagger, sedangkan kode asterisk sebagai diagnosis sekunder. Namun jika diagnosis
sekunder yang ditegakkan dokter dalam ICD 10 menggunakan kode dagger dan
asterisk, maka kode tersebut menjadi diagnosis sekunder. Tanda dagger (†) dan
asterisk (*) tidak diinput di dalam aplikasi INA-CBG.
Contoh :
Diagnosis Utama : Pneumonia measles
Diagnosis Sekunder : -
Dikode measles complicated by pneumonia (B05.2†) sebagai diagnosis utama dan
pneumonia in viral disease classified elsewhere (J17.1*) sebagai diagnosis
sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Anemia
Diagnosis Sekunder : Ca Mammae
Dikode Ca Mammae (C50.9†) sebagai diagnosis utama dan anemia (D63.0*)
sebagai diagnosis sekunder.
c. Pengkodean dugaan kondisi, gejala, penemuan abnormal, dan situasi tanpa
penyakit
Jika pasien dalam episode rawat, koder harus hati-hati dalam mengklasifikasikan
Diagnosis Utama pada Bab XVIII (Kode R) dan XXI (Kode Z).
Contoh :
Diagnosis Utama : Dugaan tuberkulosis
setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan didapatkan hasil bukan tuberkulosis
Diagnosis Sekunder : -
Dikode observasi dugaan tuberkulosis (Z03.2) sebagai diagnosis utama.
Contoh :
Diagnosis Utama : Infark miokardium - ternyata bukan
Diagnosis Sekunder : -
Dikode observasi dugaan infark miokardium (Z03.4) sebagai diagnosis utama.
d. Pengkodean kondisi multiple
Jika kondisi multiple dicatat di dalam kategori berjudul “Multiple ...”, dan tidak
satu pun kondisi yang menonjol, kode untuk kategori “Multiple ...”, harus dipakai
sebagai kode diagnosis utama, dan setiap kondisi lain menjadi kode diagnosis
sekunder.
Pengkodean seperti ini digunakan terutama pada kondisi yang berhubungan
dengan penyakit HIV, cedera dan sekuele.
Contoh :
Diagnosis Utama : HIV disease resulting in multiple infections
Diagnosis Sekunder : HIV disease resulting in candidiasis
HIV disease resulting in other viral infections
Dikode HIV disease resulting in multiple infections (B20.7) sebagai diagnosis
utama, HIV disease resulting in candidiasis (B20.4) dan HIV disease resulting in
other viral infections (B20.3) sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Multiple fraktur of femur
Diagnosis Sekunder : Frakture of shaft of femur
Contoh :
Diagnosis Utama : Obstruksi usus
Diagnosis Sekunder : Hernia inguinalis kiri
Dikode Hernia inguinalis unilateral, dengan obstruksi, tanpa gangren (K40.3)
Contoh :
Diagnosis Utama : Dysphasia akibat infark otak lama
Diagnosis Sekunder : -
Contoh :
Diagnosis Utama : Epilepsi akibat abses lama otak.
Spesialisasi : Neurologi
Dikode Epilepsi, tidak dijelaskan (G40.9) sebagai diagnosis utama. Sequelae of
inflammatory diseases of central nervous system (G09) sebagai diagnosis
sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Kholesistitis akut dan kronis
Diagnosis Sekunder : -
Dikode Acute cholecystitis (K81.0) sebagai diagnosis utama, chronic cholecystitis
(K81.1) sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Perdarahan berlebihan setelah pencabutan gigi.
Diagnosis Sekunder : -
Spesialisasi : Kedokteran gigi
1) Rule MB1 (Kondisi minor tercatat sebagai diagnosis utama, sedangkan kondisi
yang lebih berarti dicatat sebagai diagnosis sekunder).
Ketika kondisi minor atau yang telah berlangsung lama, atau masalah insidental,
tercatat sebagai diagnosis utama, sedangkan kondisi yang lebih berarti, relevan
dengan pengobatan yang diberikan dan/atau spesialisasi perawatan, tercatat
sebagai diagnosis sekunder, maka reseleksi kondisi yang berarti tersebut sebagai
diagnosis utama.
Contoh :
Diagnosis Utama : Sinusitis akut.
Diagnosis Sekunder : Karsinoma endoserviks
Hipertensi
Prosedur : Histerektomi total
Spesialisasi : Ginekologi
Pasien di rumah sakit selama tiga minggu
Dikode Karsinoma endoserviks (C53.0) sebagai diagnosis utama, sinusitis akut
dan Hipertensi sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Kegagalan jantung kongestif
Diagnosis Sekunder : Fraktur leher femur karena jatuh dari tempat tidur waktu
dirawat
Prosedur : Fiksasi fraktur internal
Spesialisasi : Penyakit Dalam 1 minggu, transfer ke ortopedi untuk fraktur
Pasien di rumah sakit selama empat minggu
Dikode Fraktur leher femur (S72.0) sebagai diagnosis utama, kegagalan jantung
kongestif sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Bronkitis obstruktif kronis
Hipertrofi prostat
Psoriasis vulgaris
Diagnosis Sekunder : -
Spesialisasi : Dokter Ahli Kulit
Dikode Psoriasis vulgaris (L40.0) sebagai diagnosis utama, Bronkitis obstruktif
kronis dan hipertrofi prostat sebagai diagnosis sekunder
3). Rule MB3 (Kondisi yang dicatat sebagai diagnosis utama
Jika suatu gejala atau tanda (pada umumnya diklasifikasikan pada Bab XVIII), atau
suatu masalah yang bisa diklasifikasikan pada Bab XXI, dicatat sebagai diagnosis
utama dan merupakan tanda, gejala, atau masalah dari kondisi yang telah
didiagnosis sebagai diagnosis sekunder dan telah dirawat, maka pilihlah kondisi
yang didiagnosis tersebut sebagai diagnosis utama.
Contoh :
Diagnosis Utama : Koma
Diagnosis Sekunder : Penyakit jantung iskemik
Otosklerosis
Diabetes mellitus, insulin dependent
Spesialisasi : Endokrinologi
Perawatan : Penentuan dosis insulin yang tepat
Dikode Diabetes mellitus, insulin dependent (E10.0) sebagai diagnosis utama,
Koma disebabkan oleh diabetes mellitus, sehingga digunakan kode kombinasi.
Penyakit jantung iskemik dan Otosklerosis sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Kejang demam
Diagnosis Sekunder : Anemia
Tidak ada informasi terapi
Dikode Kejang demam (R56.0) sebagai diagnosis utama. Anemia dikode sebagai
diagnosis sekunder. Rule MB3 tidak dapat berlaku karena diagnosis utama bukan
gejala yang mewakili diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Penyakit jantung kongenital
Diagnosis Sekunder : Defek septum ventrikel
Dikode Ventricular septal defect (Q21.0) sebagai diagnosis utama dan
penyakit jantung kongenital tidak dikoding
Jika suatu gejala atau tanda dicatat sebagai diagnosis utama dan disebabkan
oleh suatu kondisi atau diagnosis sekunder, maka pilihlah gejala tersebut
sebagai diagnosis utama. Jika dua kondisi atau lebih tercatat sebagai pilihan
diagnostik untuk diagnosis utama, pilihlah kondisi pertama yang tercatat.
Contoh :
Diagnosis Utama : Kholesistitis akut atau pankreatitis akut
Diagnosis Sekunder : -
Kholesistitis akut sebagai diagnosis utama di kode K81.0.
Contoh :
Diagnosis Utama : Gastroenteritis akibat infeksi atau keracunan makanan
Diagnosis Sekunder : -
Infectious gastroenteritis sebagai diagnosis utama di kode A09.
Contoh :
Diagnosis Utama : Toxoplasmosis dan cryptococcosis pada pasien HIV
Diagnosis Sekunder : -
jika
dalam petunjuk untuk bab–bab spesifik di bawah
ini menyatakan lain.
Dikode Penyakit HIV yang menyebabkan infeksi ganda (B20.7) sebagai
diagnosis utama, penyakit HIV yang menyebabkan penyakit infeksi dan
parasit lain (B20.8) dan penyakit HIV yang menyebabkan mikosis lain
(B20.5) sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Contoh :
Diagnosis Utama : Penyakit HIV dengan pneumonia Pneumocystis carinii,
limfoma Burkitt dan kandidiasis mulut.
Diagnosis Sekunder : -
Dikode Penyakit HIV yang menyebabkan penyakit ganda (B22.7) sebagai
diagnosis utama, penyakit HIV yang menyebabkan pneumonia Pneumocystis
carinii (B20.6), penyakit HIV yang menyebabkan limfoma Burkitt (B21.1), dan
penyakit HIV yang menyebabkan kandidiasis (B20.4) sebagai diagnosis
sekunder.
Dalam koding INA-CBG menggunakan kode 4 karakter untuk Subkategori
pada B20-B23. Penentuan penggunaan subkategori 4-karakter pada B20-
B23 atau kode penyebab ganda adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang
lebih spesifik.
2) Bab II Neoplasma
Cara mengkode pada kasus neoplasma, harus menggunakan catatan
pengantar Bab II di Volume 1 dan Pendahuluan Volume 3 ICD 10 tahun 2010
tentang pemberian kode dan penggunaan deskripsi morfologis sebagai
rujukan.
Kasus neoplasma baik primer atau sekunder (metastasis) yang merupakan
fokus perawatan, harus dicatat dan dikode sebagai diagnosis utama.
Dalam hal diagnosis utama yang dicatat oleh dokter adalah neoplasma
primer yang sudah tidak terdapat lagi, maka diagnosis utama adalah
neoplasma lokasi sekunder, komplikasi saat ini, atau keadaan yang bisa
dikode pada Bab XXI yang merupakan fokus pengobatan atau pemeriksaan
saat ini. Sedangkan untuk riwayat neoplasma primer yang ada pada Bab XXI
digunakan sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Karsinoma prostat
Diagnosis Sekunder : Bronkitis kronis
Prosedur : Prostatektomi
Contoh :
Diagnosis Utama : Karsinoma mammae - dibuang dua tahun yang lalu
Diagnosis Sekunder : Karsinoma sekunder paru-paru
Prosedur : Bronkoskopi dengan biopsi
Dikode Neoplasma ganas paru-paru (C78.0) sebagai diagnosis utama,
riwayat neoplasma mammae (Z85.3) sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Kanker bladder telah dibuang - dirawat untuk
pemeriksaan follow-up dengan cystoscopy.
Diagnosis Sekunder : -
Prosedur : Cystoscopy
Dikode Pemeriksaan follow-up pascaoperasi neoplasma ganas (Z08.0)
sebagai diagnosis utama, riwayat neoplasma ganas saluran urin (Z85.5)
sebagai diagnosis sekunder.
C80 digunakan sebagai kode diagnosis utama hanya jika dokter dengan jelas
mencatat neoplasma ganas tanpa penjelasan lokasinya.
C97 digunakan hanya jika dokter mencatat sebagai diagnosis utama terdiri
dari dua atau lebih neoplasma ganas primer yang independen, tanpa ada
yang lebih menonjol. Neoplasma ganas yang lebih rinci dikode sebagai
diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Carcinomatosis
Diagnosis Sekunder : -
Dikode Neoplasma ganas tanpa penjelasan mengenai lokasinya (C80).
Contoh :
Diagnosis Utama : Multiple myeloma dan adenokarsinoma prostat primer
Diagnosis Sekunder : -
Dikode Neoplasma ganas primer yang independen dengan lokasi multipel
(C97) sebagai diagnosis utama, multiple myeloma (C90.0) dan neoplasma
ganas prostat (C61) sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Gagal ginjal akibat glomerulonefrosis diabetes
Diagnosis Sekunder : -
Dikode Diabetes Melitus, tidak dijelaskan, dengan komplikasi ginjal (E14.2†
dan N08.3 *).
Contoh :
Diagnosis Utama : Diabetes Melitus tergantung insulin dengan nefropati,
gangren, dan katarak.
Diagnosis Sekunder : -
Dikode IDDM dengan komplikasi ganda (E10.7) sebagai diagnosis utama,
IDDM dengan nefropati (E10.2† dan N08.3*), IDDM dengan komplikasi
sirkulasi perifer (E10.5), dan IDDM dengan katarak (E10.3† dan H28.0*)
sebagai diagnosis sekunder
Contoh :
Diagnosis Utama : Ruptura kehamilan ektopik tuba dengan syok.
Diagnosis Sekunder: -
Spesialisasi : Ginekologi.
Dikode Ruptura kehamilan ektopik tuba (O00.1) sebagai diagnosis utama.
Syok setelah abortus, kehamilan ektopik dan kehamilan mola (O08.3)
sebagai sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Aborsi incomplete dengan perforasi
uterus
Diagnosis Sekunder: -
Spesialisasi : Ginekologi
Dikode Aborsi incomplete dengan komplikasi lain dan tidak spesifik (O06.3)
sebagai diagnosis utama. Kerusakan organ panggul dan jaringan berikut
aborsi dan kehamilan ektopik dan molar (O08.6) sebagai diagnosis
sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Diseminasi intravaskular koagulasi karena aborsi dua
hari yang lalu di fasilitas kesehatan lain
Diagnosis Sekunder : -
Spesialisasi : Ginekologi
Dikode Perdarahan berlebihan atau tertunda karena aborsi dan kehamilan
ektopik dan molar (O08.1). Kode lain tidak diperlukan karena aborsi
dilakukan pada episode perawatan sebelumnya.
Contoh :
Diagnosis Utama : Kehamilan.
Diagnosis Sekunder : -
Prosedur : Kelahiran dengan forseps rendah
Dikode Kelahiran dengan forseps rendah (O81.0) sebagai dignosis utama,
karena tidak ada informasi lain tersedia dan outcome delivery (Z37.-) dikode
sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Melahirkan
Diagnosis Sekunder : Kegagalan percobaan persalinan
Prosedur : Seksio Sesar
Dikode Kegagalan percobaan persalinan (O66.4) sebagai diagnosis utama.
Seksio Sesar yang tidak dijelaskan (O82.9) dan outcome delivery (Z37.-)
dikode sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Melahirkan anak kembar.
Diagnosis Sekunder : -
Prosedur : Kelahiran spontan
Dikode Kehamilan kembar (O30.0) sebagai diagnosis utama. Kehamilan
ganda, semua spontan (O80.9) dan outcome delivery (Z37.-) dikode sebagai
diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Hamil cukup bulan, melahirkan janin mati 2800gr
Diagnosis Sekunder : -
Prosedur : Kelahiran spontan
Contoh :
Diagnosis Utama : Toxoplasmosis.
Diagnosis Sekunder : Kehamilan
Spesialisasi : Klinik perawatan antenatal beresiko tinggi
Dikode Penyakit protozoa yang mempersulit kehamilan, kelahiran, dan
puerperium (O98.6) sebagai diagnosis utama, B58.9 (toxoplasmosis, tidak
dijelaskan) sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : KPD
Diagnosis Sekunder : Persalinan SC
Anemia
Spesialisasi : Obgyn
Dikode KPD (O42.1) sebagai diagnosis utama, Persalinan SC (O82.9),
Anemia (O99.0), dan Anemia (D64.9) sebagai diagnosis sekunder.
6) Bab XIX Cedera, Keracunan, dan Konsekuensi Lain Tertentu dari Penyebab
Eksternal
Jika tercatat injuri multipel dan tidak ada di antaranya yang dipilih sebagai
diagnosis utama, maka pilihlah kode kategori yang tersedia untuk
pernyataan injuri multipel sebagai berikut :
a) Sejenis di daerah tubuh yang sama (biasanya karakter keempat ‘.7’ pada
S00-S99)
Contoh :
Diagnosis Utama : Cedera kandung kemih dan urethra.
Diagnosis Sekunder : -
Dikode Cedera ganda organ pelvis (S37.7) sebagai diagnosis utama. cedera kandung
kencing (S37.2) dan cedera urethra (S37.3) sebagai diagnosis sekunder.
Contoh :
Diagnosis Utama : Luka terbuka intrakranium dengan perdarahan otak.
Diagnosis Sekunder : -
Dikode Perdarahan otak akibat trauma (S06.8). luka terbuka kepala (tempat tidak
dijelaskan) atau dengan menambahkan angka 1 (luka intrakranium terbuka) pada kode
S06.8 (S06.81) sebagai diagnosis utama, Luka terbuka intrakranium (S01.9) sebagai
diagnosis sekunder.
T90-T98 Sekuele cedera, keracunan, dan akibat penyebab eksternal lain
Contoh :
Atherectomy coronary
Atherectomy
- Cerebrovasculas –see Angioplasty
- Coronary –see Angioplasty coronary 36.09
Dikode Angioplasty coronary 36.09
Contoh :
Catheterization –see also Insertion,
Contoh :
Laparatomy NEC 54.19
as operative approach --omit code
exploratory (pelvic) 54.11
Contoh :
Laminectomy (decompression)
(for exploration) 03.09
as operative approach --omit code
1. Dalam hal bayi lahir dengan tindakan persalinan menggunakan kode P03.0 – P03.6 maka
dapat diklaimkan terpisah dari klaim ibunya.
2. Kontrol Ulang
Dalam hal pasien yang datang untuk kontrol ulang dirawat jalan dengan diagnosis yang
sama pada kunjungan sebelumnya, ditetapkan sebagai diagnosis utama menggunakan
kode “Z” dan diagnosis sekunder dikode sesuai penyakitnya.
Contoh :
Pasien datang ke rumah sakit untuk kontrol Hipertensi.
Diagnosis Utama : Kontrol Ulang
Diagnosis Sekunder : Hipertensi
Dikode kontrol ulang (Z09.8) sebagai diagnosis utama dan Hipertensi (I10) sebagai
diagnosis sekunder.
3. Terapi Berulang
Dalam hal pasien yang datang untuk mendapatkan terapi berulang di rawat jalan seperti
rehabilitasi medik, rehabilitasi psikososial, hemodialisa, kemoterapi dan radioterapi
ditetapkan sebagai diagnosis utama menggunakan kode “Z” dan diagnosis sekunder
dikode sesuai penyakitnya.
Contoh :
Pasien datang ke RS untuk dilakukan kemoterapi karena Ca. Mammae.
Diagnosis Utama : Kemoterapi
Kualitas pengodean penyakit dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik sumber daya
manusia, yaitu koder, kelengkapan pencatatan rekam medis dan sarana prasarana pendukung
lainnya. Peran tenaga medis sangat besar dalam membantu kodes memberikan koding yang
tepat dan akurat. Karena dengan pencatatan yang baik akan memudahkan menemukan
diagnose utama, diagnose sekunder dan tindakan yang diberikan kepada pasien.
Sebagai seorang koder harus dapat bekerja secara tertib, memiliki presisi yang tinggi,
akurat sesuai peraturan, pedoman dan konvensi sistem klasifikasi ICD yang telah berlaku.
pemanfaatan dari koding klinis ini dapat digunakan untuk pengukuran kualitas, keefektifan
asuhan, penentuan keputusan klinis, perancangan sistem pembayaran dan penagihan
penyusunan kebijakan kesehatan dan pelaksanaan penelitian Keberhasilan koding adalah
kualitas infomasi klinis yang memaparkan kualitas, kuantitas, yang bersifat efektif dan pada
asuhan/pelayanan kesehatan (Naga, 2016).
Koder bertanggung jawab atas keakuratan suatu diagnosis yang ditetapkan oleh tenaga
medis. Untuk hal yang tidak lengkap dan kurang jelas, sebelum kode ditetapkan koder perlu
terlebih dahulu berkomunikasi pada dokter yang membuat diagnosis.
Menurut Bowman (1992) pengodean dilakukan dengan berbagai alasan. Alasan utama
adalah untuk memudahkan pengambilan kembali informasi menurut hasil diagnosis. Namun
terkadang adanya kesalahan yang terjadi dalam pengodean klinis. Naga(2016) menjelaskan
terdapat kendala-kendala yang sering dihadapi saat melakukan koding klinis yaitu tidak
ditemukan istilah diagnosis yang sama seperti yang tertulis pada rekam medis pasien, untuk
mengejar waktu pelaporan, walau tidak ada tulisan diagnose pasien, koder berinisiatif
menentukan sendiri istilah diagnosis dengan kodenya, tidak tersedianya fasilitas yang
memadai untuk proses koding yang diharuskan, para dokter tidak mengenal sistem klasifikasi
ICD sehingga menulis sequence diagnose tak sesuai rules yang ada di ICD-10, Ada
ketidakcocokan antara diagnosis dan tindakan yang terekam.
Beberapa elemen pengkodean yang harus dievaluasi dalam menetapkan kualitas data
pengodean (Bowman, 1992):
1. Reliability
Yaitu hasil yang sama akan diperoleh apabila dilakukan beberapa kali usaha.
Contoh: beberapa petugas pengodean dengan rekam medis yang sama akan
menghasilkan hasil pengodean yang sama pula.
Bowman (2001) menyebutkan, seperti kebijakan dan prosedur organisasi lainnya, kebijakan
dan prosedur pengodean dibutuhkan untuk meningkatkan konsistensi. Kebijakan dan
prosedur pengkodean harus mencakup hal-hal berikut:
Arah untuk mengkaji catatan.
Petunjuk cara mengatasi dokumentasi yang tidak lengkap atau bertentangan.
Instruksi untuk berkomunikasi dengan dokter kesehatan.
Petunjuk tentang tindakan yang akan diambil ketika kode yang sesuai tidak dapat
ditemukan.
Penggunaan kode tidak diperlukan untuk penggantian biaya (kode opsional).
Definisi standarisasi atau rangkaian kode (misalnya, persyaratan HIPAA).
Gunakan bahan referensi dan buku dan instruksi untuk memperbarui.
Masukkan data secara komputerisasi atau proses lainnya.
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1) Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis sekunder
sesuai dengan ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems) yang diterbitkan oleh WHO serta memberikan kode
tindakan/prosedur sesuai dengan ICD-9-CM (International Classification of Diseases
Revision Clinical Modification). (PMK 76, 2016). Jelaskan aturan-aturan dalam koding
ICD 10.
2) Bagaimana upaya Saudara sebagai koder agar dapat menjaga kualitas koding penyakit
dan tindakan.
3) Elemen kualitas koding adalah reliability, validity, completeness dan timeliness.
Ringkasan
1. Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis sekunder
sesuai dengan ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems) yang diterbitkan oleh WHO serta memberikan kode
tindakan/prosedur sesuai dengan ICD-9-CM (International Classification of Diseases
Revision Clinical Modification) (PMK 76, 2016).
2. Koding penyakit menggunakan ICD 10 dan Koding tindakan menggunakan ICD9 CM.
3. Validity yaitu hasil pengodean yang mencerminkan keadaan pasien dan prosedur yang
diterima pasien. Seorang pasien dirawat di rumah sakit dengan Bronchopneumonia,
dengan Hypertensi Hearth Disease dan Katarak karena Diabetus Mellitus type II.
Tindakan yang dilakukan adalah pemeriksaan thorax foto, laboratorium, dan
pemasangan infus. Lakukan pengodean dari pasien tersebut dan jelaskan mengapa
Saudara memberi kode tersebut.
1) Elemen pengodean dalam menetapkan kualitas data pengodean terdiri atas reliability,
validity, completeness dan timeliness. Yaitu hasil yang sama akan diperoleh apabila
dilakukan beberapa kali usaha. Contoh: beberapa petugas pengodean dengan rekam
medis yang sama akan menghasilkan hasil pengodean yang sama pula.
Pengertian dari pernyataan di atas adalah untuk istilah….
A. Completeness
B. Timeliness
C. Reliability
D. Validity
E. Eficiency
2) Jika diagnosis utama yang ditegakkan dokter dalam ICD 10 menggunakan kode dagger
dan asterisk maka yang dikode sebagai diagnosis utama adalah kode dagger, sedangkan
kode asterisk sebagai diagnosis sekunder.
Pada kasus pasien dengan katarak yang disebabkan oleh karena riwayat Diabetes
Mellitus type II, penyakit sebagai dagger dan asterisk adalah….
A. Katarak sebagai kode dagger dan Diabetes Mellitus type II sebagai kode sekunder
B. Katarak sebagai kode dagger dan Diabetes Mellitus type II sebagai kode asterisk
C. Diabetes Mellitus type II sebagai kode dagger dan Katarak sebagai kode asterisk
D. Diabetes Mellitus type II sebagai kode dagger dan Katarak sebagai kode asterisk
E. Keduanya di koding satu per satu
4) Dalam hal koder tidak berhasil melakukan klarifikasi kepada dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP).
Yang dilakukan koder dalam kasus tersebut adalah….
A. Koder menggunakan Rule MB1 untuk memilih kembali kode diagnosis utama (‘re-
seleksi’).
B. Koder menggunakan Rule MB2 untuk memilih kembali kode diagnosis utama (‘re-
seleksi’).
C. Koder menggunakan Rule MB3 untuk memilih kembali kode diagnosis utama (‘re-
seleksi’).
D. Koder menggunakan Rule MB4 untuk memilih kembali kode diagnosis utama (‘re-
seleksi’).
E. Koder menggunakan Rule MB1 sampai MB5 untuk memilih kembali kode diagnosis
utama (‘re-seleksi’).
5) Dalam pengodean persalinan terdapat aturan-aturan yang perlu diketahui oleh seorang
koder. Suatu kasus pasien terdapat penyulit atau komplikasi pada persalianannya.
Koder memberi kode pada kasus tersebut adalah….
A. Koder memberi kode penyulit atau komplikasi menjadi diagnosis utama
B. Koder memberi kode penyulit dan komplikasi menjadi diagnosis utama
C. Koder memberi kode tindakan sebagai acuan diagnosis utama
D. Koder mengembalikan ke dokter untuk menanyakan diagnose utama
E. Koder tidak member kode pasien tersebut.
8. Salah Koding
Permasalah berikutnya dalam koding adalah kesalahan memberi kode. Keakuratan dan
ketepatan koder dalam member kode tentu dipengaruhi oleh kompetensi dan kemampuan
koder dalam menentukan kode. Pengetahuan dan keterampilan koder harus terus
ditingkatkan agar tidak terjadi kesalahan pemberian kode yang berdampak pada pembiayaan.
Teliti dan baca kembali diagnose yang ditulis dokter dan lakukan pengkodean sesuai kaidah
koding yang berlaku.
Dalam proses pengajuan klaim pasien BPJS dari fasilitas pelayanan kesehatan ke BPJS
kesehatan sering ditemukan permasalahan-permasalahan terkait koding pasien BPJS. Dalam
perkembangannya BPJS dan Kementerian Kesehatan bersama organisasi profesi dan PERSI
berusaha menjembatani permasalahan yang ada.
- Permasalahan:
Tonsilektomi dikoding dengan Kauter Faring (28.2 dan 29.39).
Appendectomy dengan laparotomi (47.0+54.1).
Herniotomi dengan laparotomi (53.9+54.).
Insisi Peritoneum (54.95): Tindakan operasi dikoding terpisah-pisah misalnya
SC/appendectomy dengan insisi peritoneum.
Endotrakeal Tube (96.04). Pada operasi atau tindakan yang perlu pemasangan
endotracheal tube dikoding terpisah.
Kesepakatan: Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat
dikoding.
Kesepakatan: Pasien dengan tindakan eksisi soft tissue tumor dapat dirawat inap :
a. sesuai dengan indikasi medis pasien.
b. dengan narkose umum2.
Penggunaan kode berdasarkan lokasi STT : a. kode 83.39 untuk STT yang lokasinya
dalam (deep) b. kode 86.3 untuk STT yang superfisial.
- Permasalahan: Persalinan normal sering dikoding dengan lacerasi perineum dengan
tindakan repair perineum (75.69).
Kesepakatan: Repair pada rutin episiotomy saat persalinan normal dikoding dengan
73.6 (bukan kode 75.69).
- Permasalahan: Penggunaan kode 88.76 atau 88.79 pada koding USG kehamilan,
biasanya pada kasus rawat jalan.
Kesepakatan: USG pada kehamilan dapat dikoding menggunakan kode 88.78 (bila
terbukti melakukan tindakan USG).
- Permasalahan: Pada kasus-kasus dengan pemasangan WSD (34.04) sering
disalahgunakan dengan menambah koding puncture of lung (33.93)
Kesepakatan: Pada kasus-kasus dengan pemasangan WSD (34.04) sering
disalahgunakan dengan menambah koding puncture of lung (33.93). Koding tindakan
WSD adalah 34.04.
- Permasalahan: Penggunaan Collar neck dikode Insertion Other Spinal Device (84.59)
karena langsung dikode oleh dr. Sp.OT
Kesepakatan: Collar neck tidak perlu dikoding karena Collar neck termasuk alat
kesehatan yang dibayar namun tidak menggunakan sistem INA-CBG.
- Permasalahan: Pasien hamil dirawat dr. Sp.PD dengan kasus penyakit dalam (Contoh
DHF). Bagaimana diagnosis sekundernya?
Kesepakatan: DHF pada pasien hamil. Jika Sp.PD yang merawat : koding diagnosis
utama: kode DHF (A91), sedangkan diagnosis sekunder adalah kode "O"
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi koding penyakit dan tindakan menjadi
berkualitas?
2) Seorang pasien datang ke rumah sakit karena mengalami kejang-kejang. Pasien
kemuadian dirawat dan dilakukan pemeriksaan dan diberikan therapy selama dalam
perawatan. Pada saat pasien pulang dan koder melakukan koding, apa saja yang harus
terpenuhi jika pasien akan dikoding dengan diagnose kejang?
3) Untuk mengurang terjadinya permasalahan dalam pengkodean penyakit dan tindakan,
apa sajakah upaya yang dapat dilakukan oleh seorang koder?
Ringkasan
1) Pasien dengan tonsilektomi tidak dapat dikoding dengan Kauter Faring (28.2 dan 29.39),
walaupun saat operasi, pasien dilakukan kedua tindakan tersebut.
Kedua tindakan di atas tidak dapat dikoding terpisah karena….
A. prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
B. prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama sama-sama dikoding
C. prosedur Kauter Faring tidak dilakukan saat pasien dioperasi
D. kauter faring bukan prosedur baku untuk Tonsilektomi
E. prosedur tambahan tidak perlu dikoding
2) Pasien masuk rumah sakit karena Carsinoma mammae dan akan dilakukan
Chemotherapi. Pasien dirawat oleh dokter ahli Carcinoma.
Kode yang tepat untuk pasien tersebut adalah….
A. Z51.0
B. Z51.1
C. Z51.2
D. Z51.3
E. Z51.9
3) Seorang pasien dirawat di rumah sakit karena Gangrene. Pada pemeriksaan fisik tidak
ada krepitasi di bawah kulit dan mukosa dan pada foto rontgen tidak ditemukan adanya
gas dilokasi gangrene. Pasien tidak mempunyai riwayat Diabetes Mellitus.
Kode yang tepat untuk pasien tersebut adalah….
A. R02 dan A48.0
B. A48.0
C. R02
D. R00
E. R09
Test Formatif 2
1) A
2) B
3) C
4) A
5) A
Naga, dr. Mayang Anggraini. (2013). Buku Kerja Praktik Pengkodean Klinis Berdasarkan Rules
dan Konvensi ICD-10, WHO
Permenkes RI No. 76 Tahun 2016 tentang Pedoman INA-CBGs pada Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional
World Health Organization. (2014). ICD-10. World Health Organization, ICD-10, Volume 2
: Instruction Manual, Geneva
Pendahuluan
B
ab ini berisi tentang sistem casemix dan severity of ilness. Pengelolaan Jaminan
Kesehatan Nasional di fasilitas pelayanan kesehatan dengan menggunakan sistem
casemix mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2006 yang dikenal dengan INA
DRG yang pada perkembangannya berubah menjadi INA CBG’s. Sistem casemix adalah suatu
cara pengklasifikasian asuhan berbasis intensitas asuhan dan tipe pelayanan yang
diselenggarakan bagi pasien. Dengan sistem pengklasifikasian maka pasien diklasifikasikan
berdasarkan penyakit yang dideritanya.
Dalam pelaksanaan sistem casemix tingkat keparahan dikategorikan dalam beberapa
kategori. Terdapat empat jenis keparahan penyakit berdasarkan klasifikasi jenis pelayanan
rawat jalan dan rawat inap, komorbiditi dan komortaliti. Keempat kategori tingkat keparahan
ini berdasarkan kepada seberapa berat penyakit tersebut dapat menimbulkan kecacatan atau
dapat menimbulkan kematian bagi pasien.
Nah, Saudara mahasiswa sekalian tadi sekilas mengenai sistem casemix. Untuk lebih
jelas lagi silakan pelajari bab ini hingga tuntas. Bab ini terdapat 3 topik yaitu topik 1 mengenai
sistem casemix, topik 2 mengenai sistem severity of ilness, dan topik 3 mengenai INA CBG’s.
Manfaat dari mata kuliah ini adalah dengan diketahuinya konsep pelayanan kesehatan yang
berlaku maka proses pelaksanaan penganggaran dan pembiayaan kesehatan akan menjadi
lebih tepat guna dan tepat sasaran. Manfaat lain adalah untuk membuat standar atau aturan
yang seragam terkait teknis pelaksanaannya.
Tujuan instruksional umum dari mata kuliah ini adalah peserta didik mampu
menjelaskan sistem casemix, severity of ilness, dan INA CBG’s secara komprehensif setelah
melakukan pembelajaran.
Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada tahun 2006 dengan nama
INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group). Implementasi pembayaran dengan INA-DRG
dimulai pada 1 September 2008 pada 15 rumah sakit vertikal, dan pada 1 Januari 2009
diperluas pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama untuk program Jamkesmas.
Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG
(Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia Case Based Group) seiring
dengan perubahan grouper dari 3M Grouper ke UNU (United Nation University) Grouper.
Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember 2013, pembayaran kepada
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan dalam Jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas) menggunakan INA-CBG. Sejak diimplementasikannya sistem casemix di
Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tarif
INA-CBG Tahun 2013 dan tarif INA-CBG Tahun 2014. Tarif INA-CBG mempunyai 1.077
kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan 288 kode grup/kelompok
rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk
prosedur/tindakan. Pengelompokan kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan
menggunakan grouper UNU (UNU Grouper). UNU-Grouper adalah Grouper casemix yang
dikembangkan oleh United Nations University (UNU).
Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada
ciri klinis yang mirip/sama dan biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan
dengan menggunakan grouper. (Juknis INA CBG’s:2014). Jika menilik pada pengertian sistem
casemix maka diagnosis dan prosedur pasien yang mirip atau sama dikategorikan pada
kelompok yang sama. Selain menurut diagnosis dan prosedur, pengelompokkan juga
berdasarkan kepada biaya perawatan yang mirip/sama, misalnya perawatan untuk kategori
pasien penyakit Gastritis dan Dispepsia adalah sama, maka grouper dari penyakit tersebut
adalah sama.
B. KOMPONEN CASEMIX
CASEMIX
Clinical Teknologi
Costing Coding
Pathway Informasi
1. Coding
Coding adalah Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis
sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai dengan ICD-9-
CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan prospektif yang akan
menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke Rumah Sakit. (PMK 27 Juknis INA
CBG’s:2014 )
Koding merupakan salah satu komponen casemix dalam memberikan kode penyakit dan
tindakan untuk menentukan pembiayaan dari grouper sistem INA CBG’s. Dengan koding
yang baik maka akan dihasilkan hasil pengkodean yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Costing
Salah satu komponen penting lainnya adalah costing. Costing diperlukan agar dapat
menghasilkan informasi keuangan pasien yang cepat, akurat dan terinci. Sistem
keuangan yang baik akan mempermudah fasilitas pelayanan kesehatan dalam
mendapatkan rincian keuangan per pasien, per periode dan per item kegiatan pelayanan
yang diberikan kepada pasien.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pengajuan klaim pasien ke BPJS maka setiap
fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan rincian biaya pasien dari semua
pelayanan yang dilakukan kepada pasien selama mendapat pelayanan di fasilitas
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1. Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri
klinis yang mirip/sama dan biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan
dengan menggunakan grouper.
2. Dalam pengelolaan pasien JKN fasiliitas pelayanan kesehatan perlu menyiapkan
komponen-komponen penting. Komponen-komponen dalam sistem casemix tersebut
adalah coding, costing, clinical pathway dan teknologi informasi.
Tes 1
1) Dalam pengelolaan casemix pada pasien BPJS, fasilitas kesehatan perlu menyelaraskan
komponen-komponen yang berperan penting agar setiap unsur dapat berjalan harmonis
sehingga dapat tercipta kendali mutu dan kendali biaya.
Komponen-komponen tersebut adalah….
A. Koder, Costing, Clinical Pathway dan Teknologi Informasi
B. Koding, Costing, Clinical Pathway dan Teknologi Informasi
C. Koding, Costing, Klaim, Clinical Pathway dan Teknologi Informasi
D. Koding, Costing, Clinical Practice Guideline (CPG) dan Teknologi Informasi
E. Koding, Costing, Clinical Pathway (CP), Clinical Practice Guideline (CPG) dan
Teknologi Informasi
2) Pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang
mirip/sama dan biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan
menggunakan grouper. Pengertian tersebut merupakan definisi dari….
A. Sistem INA CBG’s
B. Casemix analisis
C. Sistem casemix
D. Sistem BPJS
E. Sistem JKN
4) Salah satu komponen dalam sistem casemix adalah costing. Pengelolaan costing
tersebut berhubungan dengan bagian….
A. Teknologi Informasi
B. Keperawatan
C. Rekam Medis
D. Keuangan
E. Dokter
5) Komponen penting lainnya dalam sistem casemix adalah teknologi informasi. Pada
pendaftaran pasien PBJS teknologi informasi diperlukan berkaitan dengan pembuatan
SEP online pada setiap kunjungan pasien. Pada proses koding, teknologi informasi
sangat berpengaruh terhadap proses pengkodean dengan menggunakan aplikasi.
Aplikasi yang dimaksud adalah….
A. INA DRG’s
B. INA CBG’s
C. Casemix DRG’s
D. Casemix CBG’s
E. Kodifikasi penyakit
Dalam memberikan pengertian dari Tingkat Keparahan Sakit (Severity of Illness) dapat
ditafsirkan berbeda-beda. Tingkat keparahan sakit sering dikaitkan bagaimana penyakit
mempengaruhi terhadap kondisi pasien. Tingkat keparahan sakit pasien tentu berbeda-beda
tergantung dari penyakit yang dideritanya. Dalam hal ini banyak hal yang terkait dengan
beratnya suatu penyakit seperti jenis penyakit, usia pasien, jenis kelamin, gaya hidup,
komplikasi yang diderita dan penyakit penyerta yang diderita pasien saat masuk rumah sakit.
Huffman dalam bukunya Health Information Management (1994) memberikan
pengertian severity of illness merupakan sebutan yang digunakan dalam berbagai cara
khususnya kondisi yang dikaitkan dengan risiko timbulnya kematian atau disability yang
permanen dan bisa juga dikaitkan dengan peningkatan kompleksitas diagnosis atau terapi
serta intensitas penggunaan sumber daya.
Stadium keparahan sakit pasien tidak langsung tergambar dalam menentukan DRG.
Pasien dengan komplikasi ganda atau kondisi-kondisi co-morbid dikelompokkan dalam DRG
yang sama dengan yang berkomplikasi tunggal atau kondisi co-morbid. Tenaga profesional
asuhan kesehatan mengakui bahwa keparahan sakit harus diperhitungkan dalam upaya
penagihan biaya yang sesuai, rumah sakit tertier yang menangani pasien dengan kegawatan
yang lebih tinggi akan terpapar oleh risiko finansial yang besar di bawah aturan pps bila ini
tidak diselaraskan dengan kegawatan pasien
Pengukuran severity of illness tentu tidak dapat dilakukan dengan mudah karena banyak
faktor yang harus dipertimbangkan. Hasil riset-riset telah mampu mengembangkan sistem
yang benar-benar dapat menggambarkan keparahan sakit pasien dan bagaimana cara
menghitung besaran tagihannya. umumnya sistem pengukuran menggunakan program
piranti lunak komputer yang dipasarkan oleh vendor.
Pada tingkat keparahan penyakit, istilah ringan, sedang dan berat dalam deskripsi dari
Kode INA-CBG’s bukan menggambarkan kondisi klinis pasien maupun diagnosis atau prosedur
namun menggambarkan tingkat keparahan (severity level) yang dipengaruhi oleh diagnosis
sekunder (komplikasi dan ko-morbiditi).
Tingkat keparahan penyakit sangat terkait dengan diagnosa penyakit baik diagnosa
utama maupun diagnosa sekunder pasien. Diagnosa utama adalah diagnosa akhir/final yang
dipilih dokter pada hari terakhir perawatan dengan kriteria paling banyak menggunakan
sumber daya atau yang menyebabkan hari rawatan paling lama (LOS).
Ciri-ciri Diagnosa Utama adalah
1. Diagnosis Utama Selalu Ditetapkan Pada Akhir Perawatan Seorang Pasien.
(Established At The End Of The Episode Of Health Care)
2. Menggunakan Resouces (sumber daya manusia, Bahan Pakai Habis, Peralatan
Medik, Tes Pemeriksaan Dan Lain2).
Diagnosis sekunder adalah diagnosis selain dari Diagnosis utama. Diagnosa sekunder
dapat merupakan komplikasi dan atau komorbiditi. Komplikasi adalah diagnosis yang muncul
setelah pasien berada di rumah sakit misalnya pasien dengan difteria kemudian selama dalam
perawatan muncul komplikasi pneumonia. Komorbiditi adalah diagnosis lain yang sudah ada
sebelum masuk rumah sakit. Komorbiditi umumnya adalah penyakit kronis yang merupakan
riwayat penyakit pasien yang diderita sebelum pasien masuk rumah sakit, misalnya penyakit
Diabetes, hypertensi, Tuberkulosis dan lain-lain.
Di samping diagnose utama dan diagnosa sekunder, tingkat keparahan penyakit juga
dipengaruhi oleh tindakan apa yang dilakukan kepada pasien atau dikenal dengan prosedur.
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Ringkasan
1. Severity of illness sebutan yang digunakan dalam berbagai cara khususnya kondisi yang
dikaitkan dengan risiko timbulnya kematian atau disability yang permanen dan bisa juga
dikaitkan dengan peningkatan kompleksitas diagnosis atau terapi serta intensitas
penggunaan sumber daya.
2. Tingkat keparahan penyakit terdiri atas 4 level yaitu severity level 0 untuk rawat jalan,
severity level I untuk tingkat keparahan ringan, severity level II untuk tingkat keparahan
sedang dan severity level III untuk tingkat keparahan berat.
3. Diagnosa terdiri dari diagnosa utama dan diagnosa sekunder sedangkan tindakan terdiri
atas tindakan/prosedur utama dan tindakan/prosedur sekunder.
1) Sebutan yang digunakan dalam berbagai cara khususnya kondisi yang dikaitkan dengan
risiko timbulnya kematian atau disability yang permanen. Bisa juga dikaitkan dengan
peningkatan kompleksitas diagnosis atau terapi serta intensitas penggunaan sumber
daya.
Pernyataan di atas merupakan pengertian dari….
A. Severity of illness
B. Sistem casemix
C. Severity level
D. Komorbidity
E. Komplikasi
2) Tingkat keparahan penyakit terdiri atas empat level yaitu tingkat keparahan 0,I, II dan
III. Seorang pasien dirawat di rumah sakit dengan diagnosa Tuberkulosis yang disertai
komplikasi bronchopneumonia. Pasien tersebut juga memiliki riwayat penyakit Diabetes
Mellitus.
Pasien tersebut termasuk kategori tingkat keparahan….
A. Severity level 0
B. Severity level I
C. Severity level II
D. Severity level III
E. Severity level IV
3) Seorang pasien datang berobat ke sebuah rumah sakit karena merasa demam sudah 2
hari, batuk pilek dan sakit tenggorokan. Pasien diperiksa dokter spesialis THT dan dokter
mendiagnosa pasien tersebut Tonsilopharingitis, pasien diberi obat dan diperbolehkan
pulang.
Pasien tersebut menurut Saudara termasuk kategori severity level….
A. Severity level 0
B. Severity level I
C. Severity level II
D. Severity level III
4) Diagnosa akhir/final yang dipilih dokter pada hari terakhir perawatan dengan kriteria
paling banyak menggunakan sumber daya atau yang menyebabkan hari rawatan paling
lama (LOS).
Pengertian dari pernyataan di atas adalah….
A. Diagnosa Utama
B. Prosedur Utama
C. Diagnosa Sekunder
D. Prosedur Sekunder
E. Diagnosa Komplikasi
5) Seorang pasien datang ke bagian IGD rumah sakit “X” karena tidak merasakan sakit
hebat pada perut kanan bawah disertai muntah-muntah. Pasien dirawat oleh dokter
spesialis bedah karena berdasarkan hasil pemeriksaan pasien didiagnosa Appendicitis
acute. Pasien akhirmnya dilakukan operasi Appendicitis, dan setelah 4 hari dirawat
pasien diperbolehkan pulang.
Pada kasus ini, tindakan Appendectomy tersebut termasuk kategori….
A. Diagnosa Utama
B. Prosedur Utama
C. Diagnosa Sekunder
D. Prosedur Sekunder
E. Diagnosa Komplikasi
14 Deleiveries Groups O
24 Ambulatory Groups-Package QP
25 Sub-Acute Groups SA
26 Special Procedures DD
27 Special Drugs YY
28 Special InvestigationsI II
29 Special InvestigationsII IJ
30 Special Prosthesis RR
31 Chronic Groups CD
32 Errors CMGs X
Aplikasi INA-CBGs merupakan salah satu perangkat entri data pasien yang digunakan
untuk melakukan grouping tarif berdasarkan data yang berasal dari resume medis. Aplikasi
INA-CBGs sudah terinstall dirumah sakit yang melayani peserta JKN, yang digunakan untuk JKN
adalah INA-CBGs 4.0
Untuk menggunakan aplikasi INA-CBGs , rumah sakit sudah harus memiliki kode
registrasi rumah sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
selanjutnya akan dilakukan aktifasi software INA-CBGs setiap rumah sakit sesuai dengan kelas
rumah sakit serta regionalisasinya. Bagi rumah sakit yang ingin melakukan aktifasi aplikasi INA-
CBGs dapat mengunduh database rumah sakit sesuai dengan data rumah sakit di website
buk.depkes.go.id.
Proses entri data pasien ke dalam aplikasi INA-CBGs dilakukan setelah pasien selesai
mendapat pelayanan di rumah sakit (setelah pasien pulang dari rumah sakit), data yang
diperlukan berasal dari resume medis.
Untuk menggunakan aplikasi INA CBG, rumah sakit harus memiliki kode registrasi rumah
sakit yang dikeluarkan oleh direktorat jenderal bina upaya kesehatan, dan melakukan aktifasi
aplikasi ina-cbg sesuai dengan kelas rumah sakit serta regionalisasinya. File aktifasi aplikasi
ina-cbg dapat diunduh pada website buk.depkes.go.id
Kementerian Kesehatan RI Aplikasi E-Klaim v5 yang dimiliki oleh rumah sakit hanya bisa
diakses oleh rumah sakit yang bersangkutan dan pihak lain tidak dapat mengakses untuk
tujuan privasi dan keamanan data rumah sakit.
Pada Aplikasi ini yang akan digunakan pada tahun 2016 telah mengalami perubahan
yang cukup signifikan baik dari segi interface maupun rancang bangun alur pengiriman data.
Aplikasi INA-CBG sampai saat ini telah digunakan oleh rumah sakit dan klinik yang melayani
peserta Jaminan Kesehatan Nasional
4. Untuk Pasien baru, silahkan memasukkan data sesuai variable yang diminta sampai
dengan proses grouping
a. Pada Rawat Jalan akan ada penambahan opsi “ reguler” atau “eksekutif” hal ini
untuk RS yg ada melayani rawat jalan pilih eksekutif
b. Pada Rawat inap terdapat penambahan variabel “ ada rawat intensif” dan juga
keterangan mengenai “hari di perawatan intensif dan “ jam penggunakan
ventilator” variabel ini saat ini tidak akan berpengaruh terhadap tarif yang
6. Pada Kasus Kronis terdapat penginputan nilai ADL pada fase “subakut” dan “Kronis”
7. Pada tarif rumah sakit diminta untuk memberikan detail dari tarif rumah sakit sesuai
dengan gambar berikut :
10. Setelah di klik final klaim, maka akan tampilan sebagai berikut
11. Setelah final terdapat pilihan untuk langsung mengirimkan data ke pusat data
kementerian kesehatan dengan klik tombol kirim klaim online
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1) Terdiri dari berapa digitkah kode INA CBG’s? Jelaskan masing-masing digit tersebut!
2) Apa yang dimaksud dengan CMG’s? Jelaskan!
3) Jelaskan secara singkat tahapan penginputan dalam aplikasi INA CBG’s!
Ringkasan
1. Struktur kode dalam INA CBG’s terdiri atas empat digit. Digit ke-1 merupakan CMG
(Casemix Main Groups), Digit ke-2 merupakan tipe kasus, Digit ke-3 merupakan spesifik
CBG kasus dan Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level
2. Aplikasi INA-CBG pertama kali dikembangkan dengan versi 1.5 yang berkembang sampai
dengan saat ini menjadi versi 5.2 dengan pengembangan pada beberapa hal di
antaranya : Interface, Fitur, Grouper, Penambahan variable, Tarif INA-CBG, Modul
Protokol Integrasi dengan SIMRS serta BPJS dan Rancang bangun Pengumpulan data dari
rumah sakit Data Center
1) Dasar pengelompokkan dalam INA CBG’s menggunakan sistem kodifikasi dari diagnosa
akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan yang dibagi dalam 4 group.
Menunjukkan apakah sub-group ke-4 dalam kode INA CBG’s ?
A. Casemix Main Groups (CMG)
B. Severity Level
C. Spesifik CMG
D. Spesifik CBG
E. Tipe kasus
2) Contoh kasus pasien dengan masuk rawat inap karena jatuh di kamar mandi, setelah
dilakukan pemeriksaan CT Scant pasien didiagnosa cerebral hemorrhage. Pasien
diketahui memiliki riwayat hypertensi dan tidak rutin minum obat. Selama di RS
dilakukan operasi craniotomy.
Sub group kedua dalam program INA CBG’s menunjukkan tipe kasus, maka pada kasus
Pasien ini dikategorikan sebagai tipe kasus….
A. Prosedur Rawat Inap
B. Rawat Inap Bukan Prosedur
C. Rawat Jalan Bukan Prosedur
D. Prosedur Besar Rawat Jalan
E. Prosedur Signifikan Rawat Jalan
3) Struktur kode dalam INA CBG’s terdiri dari 4 kode. Severity of illness adalah menujukkan
tingkat keparahan penyakit pasien.
Digit yang menunjukkan spesifik CBG kasus adalah….
A. Digit I
B. Digit II
C. Digit III
D. Digit IV
E. Digit V
5) Aplikasi INA CBG’s mulai dari versi 4.0 sampai saat ini telah beberapa kali melalui proses
pembaharuan dan perubahan.
Versi INA CBG’s yang saat ini digunakan adalah….
A. Versi 4.1.
B. Versi 4.2.
C. Versi 5.0.
D. Versi 5.1.
E. Versi 5.2.
Test Formatif 2
1) B
2) D.
3) A.
4) A.
5) B.
Test Formatif 3
1) B.
2) A.
3) C.
4) B.
5) E.
Permenkes RI No. 27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base
Groups (INA CBG’s).
Petunjuk Teknis E-Klaim INA-CBG 5.2, Kementerian Kesehatan, Pusat Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan, National Casemix Center, 2017.
Naga, dr. Mayang Anggraini. (2013). Buku Kerja Praktik Pengkodean Klinis Berdasarkan Rules
dan Konvensi ICD-10, WHO.
World Health Organization. (2014). ICD-10. World Health Organization, ICD-10, Volume 2
: Instruction Manual, Geneva.