Disusun oleh :
KELOMPOK 3
Dosen Pengampu :
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah konsep “Evaluasi Kurikulum, Program Pendidikan Dan
ProgramPembelajaran”ini tepat pada waktunya. Penulis berharap makalah ini
dapatmenambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan
tugas Penilaian Hasil Belajar Fisika. Tidak sedikit kendala yang kami hadapi
dalam menyelasaikan makalah ini, namun dengan motivasi dan dorongan yang
telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu,
kami mungucap terimakasih kepada:
1. Bapak Dwi Agus Kurniawan , selaku dosen pengampu mata kuliah
penilaian hasil belajar fisika.
2. Teman-teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang penulis buat
tentunyamasih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mohon maaf
dan mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
terkhususnya dalam merancang penelitian.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai setiap urusan kita. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
BAB III..................................................................................................................57
PENUTUP.............................................................................................................57
3.1 Kesimpulan..................................................................................................57
3.2 Saran............................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................59
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
memperoleh pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan), terutama
sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu. Setelah di lakukan
penyelidikan selanjutnya di lakukan proses evaluasi terhadap kurikulum
dan program pendidikan serta program pembelajaran.
1.2 Tujuan
2
6. Untuk mengetahui eksplorasi hasil evaluasi kurikulum pada Negara-negara
asia selatan untuk mata pelajaran fisika/sains.
BAB II
PEMBAHASAN
According Nababan (2017:29) Education curriculum change is a demand that must be done for
the improvement of the quality of human resources in a nation. The curriculum with all its
changes certainly can not be separated from the world of education. The role of the inner
curriculum Teaching and learning activities, student input, the competence of these
educators is as a giver of direction for the achievement of certain educational goals. The
enactment of a curriculum is basically a renewal in the education system. The existence of
a renewal in the system of change is based on changes in demands on aspects of life.
Sanjaya states that the demands of life can change because of changes in the social
culture of society that is changing lifestyle and social and political change
Terjemahan:
Menurut Nababan (2017:29) perubahan kurikulum pendidikan merupakan tuntutan yang harus
dilakukan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di suatu bangsa. Kurikulum
dengan segala perubahannya tentunya tidak lepas dari dunia pendidikan. Peran kurikulum
batin Kegiatan belajar mengajar, masukan siswa, kompetensi tenaga pendidik tersebut
adalah sebagai pemberi arahan untuk pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Diberlakukannya kurikulum pada dasarnya merupakan pembaharuan dalam sistem
pendidikan. Adanya pembaruan dalam sistem perubahan dilandasi oleh tuntutan perubahan
pada aspek kehidupan. Sanjaya menyatakan bahwa tuntutan hidup dapat berubah karena
adanya perubahan sosial budaya masyarakat yaitu perubahan gaya hidup dan perubahan
sosial politik.
According Andrian (2018:923-924) The local curriculum makes schools more confident and
improves school satisfaction in work. With learning activities, skill and teacher capacity
are better so that they are able to develop innovation in the local curriculum. The local
curriculum provides autonomy to schools especially teachers in improving professional
3
competence as teachers. The local curriculum offers an insight into schools to develop their
own characteristics and culture through the education system. Schools that implement local
curriculum can practice cultural characteristics in teaching and learning activities. The
local curriculum developed by the government should be evaluated so that the
shortcomings or weaknesses of the local curriculum can be detected. Problems in learning
activities can be detected by evaluating the curriculum.
Terjemahan:
Menurut Andrian (2018:923-924) Kurikulum lokal membuat sekolah lebih percaya diri dan
meningkatkan kepuasan sekolah dalam bekerja. Dengan kegiatan pembelajaran,
keterampilan dan kapasitas guru lebih baik sehingga mampu mengembangkan inovasi
dalam kurikulum local. Kurikulum daerah memberikan otonomi kepada sekolah khususnya
guru dalam meningkatkan kompetensi profesionalnya sebagai guru. Kurikulum lokal
menawarkan wawasan tentang sekolah untuk mengembangkan karakteristik dan budaya
mereka sendiri melalui sistem pendidikan. Sekolah yang menerapkan kurikulum lokal dapat
mempraktikkan karakteristik budaya dalam kegiatan belajar mengajar. Kurikulum daerah
yang dikembangkan oleh pemerintah harus dievaluasi agar dapat diketahui kekurangan atau
kekurangan kurikulum daerah. Masalah dalam kegiatan pembelajaran dapat dideteksi
dengan mengevaluasi kurikulum.
4
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan (1) peningkatan
iman dan taqwa; (2) peningkatan akhlak mulia; (3) peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik; (4) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (5) tuntutan
pembangunan daerah dan nasional; (6) tuntutan dunia kerja; (7) perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; (8) agama; (9) dinamika perkembangan global; dan (10)
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Menurut Adnan (2017:108) ada beberapa pengertian kurikulum sebagai berikut:
1. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
2. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta
metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan).
3. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di
perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa).
Menurut Achruh (2019:2-5) Pengertian kurikulum menurut pandangan lama adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta dididk untuk memperoleh ijazah.
Adapun Implikasi :
1. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran pada hakikatnya
adalah pengalama masa lampau..
2. Membentuk peseta didik menjadi manusia intelektualitis.
5. Keharusan bagi setiap peserta didik untuk mempelajari mata pelajaran yang sama.
5
Pendapat baru (modern) “Curriculum is interpreted to mean all of the
organized cources, activities, and experiences which pupils have under
direction of the school, wheter in the classroom or not.
1. Kurikulum tidak hanya terdiri atas mata pelajaran tetapi meliputi semua
kegiatan dan pengalaman.
2. Tidak ada pemisahan antara intra- dan extra kurikulum.
3. Pelaksanaan kurikulum, baik di dalam maupun di luar kelas.
4. Guru perlu menggunakan berbagai kegiatan belajar mengajar secara
berfariasi.
5. Tujuan pendidikan adalah membentuk pribadi dan elajar cara hidup.
Perbedaan antara kurikulum lama dan kurikulum baru:
1. Kurikulum lama berorientasi kepada masa lampau, sedangkan kurikulum baru
berorientasi pada masa sekarang.
2. Kurikulum lama tidak berdasarkan suatu filsafat pendididkan yag jelas,
sedangkan kurikulum baru berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas yang
dapat diajarkan kedalam serangkaian tindakan yang nyata.
3. Kurikulum lama berdasarkan tujuan pendidikan yang mengutamakan
perkembangan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan kurikulum baru
bretujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi peserta dididk agar
mampu hidup didalam masyarakat.
4. Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, sedangkan kurikulum baru
disusun berdasarkan masalah atau topik, dimana peserta didik belajar dengan
mengalami.
6
a. Tujuan memberikan pegangan mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana cara
melakukannya, dan merupakan patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu telah
dicapai.
b. Tujuan memegang peranan sangat penting, akan mewarnai komponen-komponen
lainnya dan akan mengarahkan semua kegiatan mengajar.
c. Tujuan kurikulum yang dirumuskan menggambarkan pandangan para pengembang
1. Materi/Isi
Komponen kedua setelah tujuan adalah isi atau materi kurikulum.
Pengkajian masalah isi kurikulum ini menempati posisi yang penting dan
turut menentukan kualitas suatu kurikulum lembaga pendidikan. Isi
kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjang
tercapainya tujuan kurikulum. Isi kurikulum meliputi fakta-fakta,
observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah, yang berasal
dari pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan
dalam bentuk gagasan (ideas), konsep (concept), generalisasi
(generalization), prinsip-prinsip (principles), dan pemecahan masalah
(solution). Isi/konten kurikulum ke dalam tiga elemen, yaitu
pengetahuan/knowledge (misalnya fakta-fakta, eksplanasi, prinsip-prinsip,
definisi), keterampilan dan proses (misalnya membaca, menulis,
menghitung, berpikir kritis, pengambilan keputusan, berkomunikasi), dan
nilai/values (misalnya keyakinan tentang baik-buruk, benar-salah, indah-
jelek). Secara umum sifat bahan/isi ke dalam beberapa kategori, yaitu:
fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan.
Ada empat kriteria dalam melakukan pemilihan isi/materi kurikulum,
yaitu sebagai berikut.
a. Isi kurikulum memiliki tingkat kebermaknaan yang tinggi (significance).
b. Isi kurikulum bernilai guna bagi kehidupan (utility).
c. Isi kurikulum sesuai dengan minat siswa (interest).
d. Isi kurikulum harus sesuai dengan perkembangan individu (human
development).
Dalam mengkaji isi atau materi kurikulum ini, kita sering dihadapkan
pada masalah scope dan sequence. Scope atau ruang lingkup isi kurikulum
7
dimaksudkan untuk menyatakan keluasan dan kedalaman bahan,
sedangkan sequence menyangkut urutan (order) isi kurikulum. pengurutan
bahan kurikulum tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Urutan secara kronologis, yaitu menurut terjadinya suatu peristiwa.
b. Urutan secara logis yang dilakukan menurut logika.
c. Urutan bahan dari sederhana menuju yang lebih kompleks.
d. Urutan bahan dari mudah menuju yang lebih sulit.
e. Urutan bahan dari spesifik menuju yang lebih umum.
f. Urutan bahan berdasarkan psikologi unsur, yaitu dari bagian-bagian
kepada keseluruhan.
g. Urutan bahan berdasarkan Psikologi Gestalt, yaitu dari keseluruhan
menuju bagian-bagian.
Berdasarkan beberapa sumber, mengungkapkan beberapa cara
menyusun sekuen bahan kurikulum sebagai berikut.
a. Urutan kronologis, yaitu untuk mengurutkan bahan ajar yang mengandung
urutan waktu, seperti peristiwa-peristiwa sejarah, penemuan-penemuan,
dan sebagainya.
b. Urutan kausal, yaitu urutan bahan ajar yang mengandung sebab-akibat.
c. Urutan struktural, yaitu urutan bahan ajar yang disesuaikan dengan
strukturnya.
d. Urutan logis dan psikologis, yaitu urutan bahan ajar yang disusun dari
yang sederhana kepada yang rumit/kompleks (logis) dan dari yang
rumit/kompleks kepada yang sederhana (psikologis).
e. Urutan spiral, yaitu urutan bahan ajar yang dipusatkan pada topik-topik
tertentu, kemudian diperluas dan diperdalam.
f. Urutan rangkaian ke belakang, yaitu urutan bahan ajar yang dimulai dari
langkah terakhir, kemudian mundur ke belakang.
g. Urutan berdasarkan hierarki belajar, yaitu urutan bahan yang
menggambarkan urutan perilaku yang mula-mula harus dikuasai siswa,
berturut-turut sampai perilaku terakhir.
Penetapan sekuen atau urutan mana yang akan dipilih tampaknya
sangat tergantung pada sifat-sifat materi/isi kurikulum sebagaimana telah
8
diungkapkan pada bagian terdahulu, juga harus memiliki konsistensi
dengan tujuan yang telah dirumuskan.
2. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sangat penting dikaji dalam studi tentang kurikulum,
baik secara makro maupun mikro. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan
masalah cara atau sistem penyampaian isi kurikulum (delivery system) dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Pengertian strategi
pembelajaran dalam hal ini meliputi pendekatan, prosedur, metode, model, dan
teknik yang digunakan dalam menyajikan bahan/isi kurikulum. Strategi
pembelajaran pada hakikatnya adalah tindakan nyata dari guru dalam
melaksanakan pembelajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan
lebih efisien. Dengan kata lain, strategi berhubungan dengan siasat atau taktik
yang digunakan guru dalam melaksanakan kurikulum secara sistemik dan
sistematik. Sistemik mengandung arti adanya saling keterkaitan di antara
komponen kurikulum sehingga terorganisasikan secara terpadu dalam mencapai
tujuan, sedangkan sistematik mengandung pengertian bahwa langkah-langkah
yang dilakukan guru harus berurutan sehingga mendukung tercapainya tujuan.
3. Evaluasi
Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-
tujuan yang telah ditentukan, serta menilai proses implementasi kurikulum
secara keseluruhan, termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri.
Hasil dari kegiatan evaluasi dapat dijadikan sebagai umpan balik
(feedback) untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan
pengembangan komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya hasil
evaluasi ini dapat berperan sebagai masukan bagi penentuan kebijakan-
kebijakan dalam pengambilan keputusan kurikulum khususnya, dan
pendidikan pada umumnya, baik bagi para pengembang kurikulum dan
para pemegang kebijakan pendidikan, maupun bagi para pelaksana
kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan (seperti guru dan kepala
sekolah).
Pada awal perkembangannya, konsep evaluasi banyak sekali
dipengaruhi secara dominan oleh konsep pengukuran (measurement).
9
Proses evaluasi merupakan proses yang sangat esensial guna mengetahui
apakah tujuan (objectives) secara nyata telah terealisasikan. Secara
prinsipil yang menjadi fokus dari evaluasi adalah tingkatan di mana siswa
mencapai tujuan. Pengertian-pengertian evaluasi tersebut lebih diarahkan
atau berorientasi kepada perubahan perilaku, dan lebih mementingkan
hasil atau produk belajar, kurang memperhatikan proses dan kondisi-
kondisi belajar yang mempengaruhi hasil belajar. Evaluasi seperti itu
sudah dianggap tidak lagi memenuhi makna evaluasi yang sesungguhnya.
Perkembangan selanjutnya dari konsep evaluasi ini, berpegang pada
satu konsep dasar, yaitu adanya pertimbangan (judgement). Dengan
pertimbangan inilah ditentukan nilai (worth/merit) dari sesuatu yang
sedang dievaluasi. Tanpa pemberian pertimbangan bukanlah suatu
kegiatan evaluasi. Dengan demikian, pengertian evaluasi harus diarahkan
pada suatu proses pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti dari
sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan tersebut
bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu kesatuan tertentu.
Pemberian pertimbangan tersebut haruslah berdasarkan kriteria tertentu,
baik dari penilai itu sendiri maupun dari luar penilai. Dari pengertian
tersebut, evaluasi lebih dianggap sebagai suatu proses, bukan suatu hasil
(produk).
Konsep evaluasi kurikulum dapat dipandang secara luas, yaitu
mencakup evaluasi terhadap seluruh komponen dan kegiatan pendidikan,
tetapi dapat pula dibatasi secara sempit yang hanya ditekankan pada hasil-
hasil atau perilaku yang dicapai siswa. Luas atau sempitnya suatu evaluasi
kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Jadi, dalam hal ini yang
menjadi penentu adalah faktor tujuan yang diharapkan. Orientasi terhadap
tujuan merupakan salah satu syarat atau karakteristik dari evaluasi.
Karakteristik lainnya, yaitu: dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai (values
and valuing), mencakup keseluruhan (comprehensiveness), berkelanjutan
(continuity), memiliki nilai diagnostik dan kesahihan (diagnostic worth
and validity) dan evaluasi tersebut harus terintegrasi atau utuh, bukan
sesuatu yang lepas-lepas (integration).
10
2.1.1.3 Peranan Kurikulum
Menurut Hernawan (2015) apabila dirinci secara lebih mendetail peranan kurikulum sangat penting
dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan, paling tidak terdpat tiga peranan yang dinilai
sangat penting, yaitu sebagai berikut:
1. Peranan konserfatif. Tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan warisan
sosial kepada generasi muda.
2. Peranan kritis atau evaluatif. Lembaga pendidikan tidak hanya mewariskan
kebudayaan yang ada, tetapi juga menilai dan memilih unsur-unsur kebudayaan yang
akan diwariskan. Kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan
menekankan unsur berpikir kritis.
3. Peranan kreatif. Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif,
dalm arti menciptakan dan menyususn sesuatuyang baru sesuai dengan kebutuhan
masa sekarang dan masa mendatang didalam masyarakat.
11
perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai dan
dilayani dengan baik.
4. Fungsi persiapan (the propaedeutic function) mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa
untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu,
kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup
dalam masyarakat seandainya ia karena sesuatu hal, tidak dapat
melanjutkan pendidikannya.
5. Fungsi pemilihan (the selective function) mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan
kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya
dengan fungsi diferensiasi karena pengakuan atas adanya perbedaan
individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut
untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk
mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih
luas dan bersifat fleksibel (luwes/lentur).
6. Fungsi diagnostik (the diagnostic function) mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan
mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan
(potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu
memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada
dirinya maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri
potensi/kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-
kelemahannya.
Keenam fungsi yang sudah dikemukakan harus dimiliki oleh suatu
kurikulum lembaga pendidikan secara menyeluruh (komprehensif).
Dengan demikian kurikulum dapat memberikan pengaruh bagi
pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam rangka pencapaian tujuan
pendidikan.
12
Menurut achruh (2019:4) ada empat pendekatan studi kurikum sebagai
berikut:
1. Pendekatan mata pelajaran.
2. Pendekatan interdisipliner
3. Pendekatan integrative atau pendekatan terpadu
4. Pendekatan system.
13
Evaluasi Kurikulum dan Sistem Kurikulum Secara fungsional evaluasi
kurikulum merupakan bagian dari sistem kurikulum. sistem kurikulum ini mempunyai
tiga fungsi pokok, yaitu pengembangan kurikulum, pleaksanaan kurikulum, dan
evaluasi efek sistem kurikulum.
Kurikulum minimal berfokus pada empat bidang, yaitu evaluasi terhadap
penggunaan kurikulum, desain kurikulum, hasil dari siswa, dan sistem kurikulum. efek
dari evaluasi akan memulihkan kinerja dari berbagai bagian dari sistem kurikulum.
seleksi dan pengorganiisasian pihak-pihak pengambang kurikulum, prosedur
penyususnan, pengaturan dan pelaksanaan kurikulum, fugsi koordinator dalam tim
penyusunan, pengaruh tingkat guru dan kondisi pengajaran terhadap kurikulum,
semuanya perlu dievaluasi dan hasilnya dapat memperbaiki sistem kurikulum secara
keseluruhan.
b. Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum.
Pengembangan kurikulum ialah proses yang meliputi kegiatan untuk
melaksanakan percobaan evaluasi, sehingga kekurangan yang ditemukan dapat
diperbaiki untuk hasil yang lebih baik evaluasi dalam penyusunan dan perancangan
kurikulum sangat sulit dan tidak memiliki kriteria yang sama.
Adapun prinsip-prinsip dalam evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut:
a. Tujuan tertentu, maksudnya yaitu setiap program evaluasi kurikulum itu terarah
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan
itu pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses pelaksanaan evaluasi
kurikulum.
b. Bersifat objektif, maksudnya harus sesuai dengan kenyataan yang ada bersumber dari
data yang ada nyata dan akurat yang diperoleh dari instrument yang benar.
c. Bersifat komperhensif, yaitu mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat
dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus mendapat
perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum diadakan pengambilan
keputusan.
d. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan, plaksanaan dan keberhasilan
program evaluasi itu adaah tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terkait dan
saling terlibat dalam proses pendidikan seperti, guru, kepala sekolah, penilik, orang
tua, dan juga siswa itu sendiri. disamping tanggung jawab utama lembaga penelitian
dan pengembangan.
e. Efisien, maksudnya efisien dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan
yang menjadi penunjang. sehingga hasil evaluasi harus diupayakan lebih tinggi atau
seimbang dengan materi yang digunakan.
f. Berkesinambungan, hal ini berkaitan dengan adanya perbaikan kurikulum. sehingga
peran guru dan kepala sekolah sangat penting, karena merekalah yang mengtahui
pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan dari kurikulum yang diterapkan.
14
2.1.2 Konsep Evaluasi Progam Pendidikan Pembelajaran
Menurut Lazwardi (2017) Evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan hasil belajar, namun konsep
evaluasi mempunyai makna yang sangat luas. Evaluasi adalah suatu proses yang
menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Rumusan evaluasi
pendidikan sebagai berikut: ”Educational evaluation is the process of delineating,
obtaining and providing usefull information forjudging decision alternatives”. Menurut
rumusan ini evaluasi pendidikan merupakan proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan
menyajikan informasi yang berguna untuk menentapkan alternatif keputusan. Evaluasi
program adalah upaya mengumpulkan informasi mengenai suatu program, kegiatan atau
proyek. Informasi tersebut berguna untuk mengambil keputusan, antara lain untuk
memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu
kegiatan atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan.
Evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakan
ada selisih.Berdasarkan beberapa pembahasan tentang teori evaluasi maka dapat
disimpulkan bahawa evaluasi adalah suatu kegiatan mengumpulkan informasi yang berguna
untuk mengambil keputusan dan sebagai tolak ukur sejauhmana tujuan dapat dicapai.
Menurut Munthe (2015) evaluasi program dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk penelitian, yaitu
penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam pembicaraan evaluasi program, pelaksana
berpikir dan menentukan langkah-langkah sebagaimana melaksanakan penelitian. Evaluasi
program pendidikan adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada
lembaga secara keseluruhan. Supervisi sekolah yang diartikan sebagai evaluasi program
dapat disama artikan dengan validasi lembaga dan akreditasi.
Menurut Tyler (1967) menyatakan bahwa program pendidikan dikarakteristikkan oleh tujuan, isi,
lingkungan, metode, dan perubahannya membawa. Biasanya ada pesan yang ingin
disampaikan, hubungan-kapal yang akan diperagakan, konsep untuk dilambangkan,
pemahaman dan keterampilan yang harus diperoleh. Evakuasi rumit karena setiap
karakteristik yang banyak membutuhkan perhatian khusus. Tujuan dari evaluasi pendidikan
adalah ekspositori: untuk berkenalan dengan audiens dengan pekerjaan pendidik dan
pemimpin mereka.
Menurut Hogan (2017) evaluasi program dimanfaatkan oleh organisasi untuk menilai proses,
prosedur, dan hasil mereka secara berkala. Bidang evaluasi program menyediakan proses
dan alat yang dapat diterapkan oleh pendidik dan pengembang tenaga kerja data yang valid,
andal, dan kredibel untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kinerja program. Evaluasi
program sering diartikan sebagai “menilai nilai atau manfaat sesuatu atau produk dari
15
proses ”. Evaluasi adalah proses sistematis yang digunakan untuk menentukan manfaat atau
nilai program, kurikulum, atau strategi tertentu dalam konteks tertentu. Terlepas dari
fungsinya yang esensial, evaluasi program mungkin yang paling luas aktivitas yang salah
Munurut Lazwardi (2017) model evaluasi program mencakul lebih dari 50 jenis yang telah dan
sedang digunakan dalam evaluasi program. Sebagian model berupa rancangan teoritis yang
disusun para pakar, sebagian dikembangkan dari pengalaman evaluasi dilapangan dan
sebagian lagi berupa konsep, pedoman dan petunjuk teknis untuk menyelengarakan evaluasi
program.
16
digunakan dalam evaluasi program, serta meliputi model kelayakan
evaluasi, model peranan sistem, model hirarki antara proses dan tujuan
serta model kontinuitas kerja mandiri.
17
2.1.2.3. Tujuan Evaluasi
18
2. memberitahukan prosedur mana yang perlu diperbaiki,
3. memberitahukan stategi, atau teknik yang perlu dihilangkan/diganti,
4. memberikan masukan apakah program yang sama dapat diterapkan di
tempat lain,
5. memberikan masukan dana harus dialokasikan ke mana,
6. memberikan masukan apakah teori/pendekatan tentang program dapat
diterima/ditolak.
Menurut Aloysius (2018) menyatakan bahwa Evaluasi dapat berperan dalam mengantisipasi dan
mencegah terjadinya kegagalan proses pembelajaran. Dengan evaluasi, itu benar diharapkan
membuat pembelajaran menjadi lebih baik dan kurangnya pembelajaran bisa ditingkatkan.
Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.Evaluasi merupakan bagian dari rangkaian
pembelajaran selainperencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Idrus (2019) Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai belajar dan
pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian atau pengukuran
belajar dan pembelajaran. Sedangkan pengertian pengukuran dalam kegiatan pembelajaran
adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan belajar dan pembelajaran dengan
ukuran keberhasilan belajar dan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif,
sementara pengertian penilaian belajar dan pembelajaran adalah proses pembuatan
keputusan nilai keberhasilan belajar dan pembelajaran secara kualitatif.
Menurut Gunawan (2010) Evaluasi program pembelajaran adalah pemberian estimasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran untuk menentukan keefektifan dan kemajuan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Memperoleh gambaran yang komprehensif tentang
keefektifan program pembelajaran, terdapat tiga komponen yang perlu dijadikan obyek
evaluasi, yaitu: (a) desain program pembelajaran; (b) implementasi program pembelajaran;
dan (c) hasil program pembelajaran yang dicapai.
Menurut Florentinus (2017) Menyatakan bahwa Untuk mengetahui level pencapaian, perlu untuk
mengevaluasi program yang telah dilaksanakan. Evaluasi juga harus multidimensi (luas).
Sehingga akan diketahui apa masih harus ditingkatkan, dikembangkan dan lanjutan.
Program evaluasi merupakan evaluasi yang sangat erat kaitannya untuk kegiatan
pendidikan, termasuk kurikulum, sumber daya manusia, infrastruktur,.
19
2.1.3 Eksplorasi Hasil Evaluasi Kurikulum pada Negara-Negara ASEAN
untuk Mata Pelajaran Fisika/Sains
2.1.3.1 Indonesia
Pembelajaran IPA dapat dilaksanakan secara terpadu sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun
2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam melaksanakan proses
pembelajaran IPA di SMP, kurikulum 2013 mengamanatkan agar dilaksanakan
pembelajaran terpadu yang melibatkan antardisiplin ilmu dan antarkompetensi yang ada
pada satu jenjang tertentu. Konsep keterpaduan dapat ditunjukkan dalam kompetensi inti
(KI) dan kompetensi dasar (KD) pembelajaran IPA yakni di dalam satu KD sudah
memadukan konsep-konsep IPA dari bidang ilmu biologi, fisika, dan ilmu pengetahuan
bumi dan antariksa. Selain itu, pembelajaran IPA diharapkan berorientasi pada kemampuan
aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan
pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam
serta dapat mengenalkan lingkungan biologi dan alam sekitarnya serta dapat mengenalkan
berbagai keunggulan wilayah nusantara (Susbiyanto, 2016: 87- 91).
Recording to Ashadi (2018: 80) The evaluation of the curriculum for teacher education is important
for achieving national development. It needs to adjust the learning outcomes to the
requirements of the job market, which are related to the acceleration of the nasional vision.
Development programs became a guide to developing the curriculum so that it matches the
needs of the job market and can meet these needs with the human resources produced. In
the twenty- first century, teacher are required to be able to skillfuly and capably teach
students to obtain further benefits, either for the job marker or for their career. Education
policy should accommodate the necessity of curriculum evaluationevaluation, especially
the parts related to a teacher's scope, which can produce teachers that are able to educate
the next generation to meet the needs of national development. Curriculum development
needs to adjust to the developments and changes in the global era.
20
Terjemahan:
Menurut Ashadi (2018: 80) Evaluasi kurikulum pendidikan guru penting untuk pencapaian
pembangunan nasional. Hasil pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja
yang terkait dengan percepatan visi kebangsaan. Program pengembangan menjadi pedoman
untuk mengembangkan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan dapat
memenuhi kebutuhan tersebut dengan sumber daya manusia yang dihasilkan. Pada abad
kedua puluh satu ini, guru dituntut untuk mampu mendidik siswa secara terampil dan cakap
guna memperoleh manfaat lebih lanjut, baik untuk penanda pekerjaan maupun untuk karir
mereka. Kebijakan pendidikan hendaknya mengakomodir kebutuhan evaluasi evaluasi
kurikulum, khususnya bagian-bagian yang berkaitan dengan ruang lingkup guru, sehingga
dapat menghasilkan guru yang mampu mendidik generasi penerus untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional. Pengembangan kurikulum perlu menyesuaikan dengan
perkembangan dan perubahan di era global..
2.1.3.2 Thailand
According to Pavinee ( 2013 : 81-82 ) Thai curriculum after reform in the end of the 1980s. In that
reform, the process approach was emphasised. The next reform in 1999 focused on
scientific literacy: “Thai science education emphasizes the scientific knowledge, the nature
of science, and the relationship between science technology and society”. The definition of
scientific literacy in the Thai science education context focuses on citizens who are to be
able to: (1) perceive questions and problems that could be verified through the scientific
method, (2) identify evidence or data for inquiry, (3) give reasonable explanations related
to empirical data or evidence, (4) communicate or explain issues related to science, and (5)
understand scientific principles and concepts. Science is a com pulsory topic for Thai
students in every grade from the primary level to the upper-secondary level. The time
allocated to science instruction is 80 lessons per year at all primary levels. The duration of
a lesson is 50 minutes. Altogether, there are 480 lessons allocated in grades 1–6 in Thai
schools.
In general, the purpose of science teaching in Thailand is describedas follows :Science teaching
should help the students (1) understand basic principles and theories of science; (2)
understand the limitations and nature of science; (3) gain skills of investigation, scientific
and technological formulation; (4) develop the process of thinking and imagination, and the
ability of problem solution and management, communication skill, and ability for decision;
(5) recognize the relation among science, technologies, human beings, and environments in
terms of influence and affectation; (6) apply the knowledge of science and technology for
making the usefulness to society and living; and (7) have a scientific mind, ethics, and value
in the use of science and technology originally.
21
Terjemahan:
Menurut Pavinee (2013: 81-82) kurikulum Thailand setelah reformasi pada akhirnya tahun 1980-an.
Dalam reformasi itu, pendekatan proses ditekankan. Reformasi berikutnya pada tahun 1999
berfokus pada literasi ilmiah: "Pendidikan sains Thailand menekankan pengetahuan ilmiah,
sifat sains, dan hubungan antara teknologi sains dan masyarakat". Definisi literasi ilmiah
dalam konteks pendidikan sains Thailand berfokus pada warga negara yang dapat: (1)
memahami pertanyaan dan masalah yang dapat diverifikasi melalui metode ilmiah, (2)
mengidentifikasi bukti atau data untuk penyelidikan, (3) memberikan penjelasan yang
masuk akal terkait dengan data atau bukti empiris, (4) mengomunikasikan atau menjelaskan
masalah yang berkaitan dengan sains, dan (5) memahami prinsip dan konsep ilmiah. Sains
adalah topik wajib bagi siswa Thailand di setiap kelas dari tingkat dasar hingga tingkat
menengah atas. Waktu yang dialokasikan untuk pengajaran sains adalah 80 pelajaran per
tahun di semua tingkat dasar. Durasi pelajaran adalah 50 menit. Secara keseluruhan, ada
480 pelajaran yang dialokasikan dikelas 1–6 disekolah-sekolah Thailand.
Secara umum, tujuan pengajaran sains di Thailand digambarkan sebagai berikut: Pengajaran sains
harus membantu siswa (1) memahami prinsip dasar dan teori sains; (2) memahami
keterbatasan dan sifat sains; (3) memperoleh keterampilan investigasi, formulasi ilmiah dan
teknologi; (4) mengembangkan proses berpikir dan imajinasi, dan kemampuan solusi
masalah dan manajemen, keterampilan komunikasi, dan kemampuan untuk mengambil
keputusan; (5) mengenali hubungan antara sains, teknologi, manusia, dan lingkungan dalam
hal pengaruh dan pengaruh; (6) menerapkan pengetahuan sains dan teknologi untuk
membuat manfaat bagi masyarakat dan kehidupan; dan (7) memiliki pikiran ilmiah, etika,
dan nilai dalam penggunaan sains dan teknologi pada awalnya.
2.1.3.3 Malaysia
According to Osman ( 2009 : 2573-2574 ) The educational system in Malaysia has come a long way
from being a diversified non-formal system to a unified formal and forward- looking
system. This evolution has taken place within a complete historical and multi-racial
context. At times the country‟s educational goals and objectives have been just a pale
imitation of the British school curriculum. The Razak Report (1956) provided a turning
point in the history of the Malaysian educational system. Its recommendations became the
catalyst to a comprehensive system of education designed to meet the current and future
demands of a developing country where the overriding concern was to create a unified
education for all people regardless of race and creed. Once unity among the population
had been attained, and democratisation of education established, the next function of
reform was to meet the demands of a newly independent country. As the nation progressed
22
scientifically and technologically, there came a need to expand the vocational and technical
education of the children.
Terjemahan:
Menurut Osman (2009: 2573-2574) Sistem pendidikan di Malaysia telah jauh berubah dari sistem
non-formal yang beragam menjadi sistem formal dan berwawasan ke depan. Evolusi ini
telah terjadi dalam konteks historis dan multi-rasial yang lengkap. Kadang-kadang tujuan
dan sasaran pendidikan negara tersebut hanyalah tiruan pucat dari kurikulum sekolah
Inggris. Laporan Razak (1956) memberikan titik balik dalam sejarah sistem pendidikan
Malaysia. Rekomendasi-rekomendasinya menjadi katalisator bagi sistem pendidikan
komprehensif yang dirancang untuk memenuhi tuntutan negara berkembang saat ini dan di
masa depan di mana perhatian utamanya adalah menciptakan pendidikan terpadu bagi
semua orang tanpa memandang ras dan keyakinan. Begitu persatuan di antara populasi telah
tercapai, dan demokratisasi pendidikan terbentuk, fungsi reformasi selanjutnya adalah untuk
memenuhi tuntutan negara yang baru merdeka. Ketika negara berkembang secara ilmiah
dan teknologi, muncul kebutuhan untuk memperluas pendidikan kejuruan dan teknis anak-
anak.
23
seperti itu telah mendorong kurikulum sains Malaysia untuk terus-
menerus dalam keadaan fluks; terus berkembang untuk massa kritis
populasi, selain memenuhi permintaan sains dan kemajuan teknologi saat
ini. Berbagai insentif pemerintah seperti kebijakan Sains dan Teknologi
Malaysia untuk abad ke-21 dan kebijakan Sains dan Teknologi Nasional
Kedua telah dirumuskan untuk menetapkan arah dan menavigasi
perubahan program pendidikan sains. Selain menyediakan lingkungan
belajar sains yang kondusif untuk penanaman pemikiran kritis dan kreatif,
pengajaran sains sekarang dilakukan dengan menggunakan bahasa Inggris
sebagai media pengajaran. Teknologi juga dibenamkan sebagai bagian
dari kehidupan siswa dengan integrasi Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) dalam pengajaran dan pembelajaran sains.
2.1.3.4 Myanmar
24
great many of the current problems being experienced by the education
system in Myanmar. Because salaries for teachers, particularly for primary
school teachers, are relatively unattractive, capable graduates are less
inclined to pursue a careerin teaching. Male graduates seem especially
wary of becoming teachers because the salary levels for teachers are widely
viewed as being insufficient to enable them to assume the role of sole
provider for a family. In the absence of better salaries, teachers have a
strong incentive to provide fee-based private tutoring classes, mostly
delivering exactly the same material as they would have delivered in their
regular classes, but with more of an eye on the needs of individual students.
And, because of insufficient funds, schools, colleges and universities are
typically in a very poor physical condition, with inadequate or even non-
existent library and laboratory resources. Teachers must also manage large
classes, though less so in the more remote regions of the country where
schools must be provided by the national government even though student
enrolment numbers arelow.
Terjemahan:
25
untuk guru sekolah dasar, relatif tidak menarik, lulusan yang cakap cenderung tidak
mengejar karir dalam mengajar. Lulusan laki-laki tampaknya sangat waspada untuk
menjadi guru karena tingkat gaji guru secara luas dianggap tidak mencukupi untuk
memungkinkan mereka mengambil peran sebagai penyedia tunggal untuk keluarga. Dengan
tidak adanya gaji yang lebih baik, guru memiliki insentif yang kuat untuk menyediakan
kelas les privat berbasis biaya, sebagian besar memberikan materi yang persis sama dengan
yang akan mereka berikan di kelas reguler mereka, tetapi dengan lebih memperhatikan
kebutuhan siswa secara individual. Dan karena dana yang tidak mencukupi, sekolah,
perguruan tinggi dan universitas biasanya dalam kondisi fisik yang sangat buruk, dengan
sumber daya perpustakaan dan laboratorium yang tidak memadai atau bahkan tidak ada.
Guru juga harus mengelola kelas besar, meskipun kurang begitu di daerah yang lebih
terpencil di negara di mana sekolah harus disediakan oleh pemerintah nasional meskipun
jumlah pendaftaran siswa rendah.
2.1.3.5 Vietnam
According to Hang ( 2017: 5-6 ) Primary science education in Vietnam is integrated into primary
education that emphasizes the mission of training students to be future labourers who have
the necessary knowledge, skills, and attitudes to cope with the rapid changes of modern
times and to contribute to the industrialisation of the country. The primary science
curriculum in Vietnam is centralised and authorised by the Ministry of Education and
Training. The current curriculum has been in use since the curriculum reform began in the
year 2000. Science is a compulsory subject taught in all levels of primary education from
Grade 1 (students aged 6) to Grade 5 (students aged 10). From Grade 1 to Grade 3,
science is integrated into the subject called Nature and Society. From Grade 4 to Grade 5,
science stays separate in the subject named Science. Science lessons are planned to last
around 35 min. They are often taught by class teachers who have to teach most of the
subject areas. Despite the curriculum reform and calls for innovating teaching and learning
methods, it was found that the implementation of a social constructivist approach remains a
low extent in primary science education in Vietnam (Hằng et al. 2015). This can be
described shortlyas: Teaching and learning was textbook-based andteacher-centred;
Lessons were focused on factual knowledge; Reproduction of knowledge directly taught by
theteacher; Hands-on complex tasks wereabsent; Students‟ personal aspects were
discounted; and Hierarchical interactions remained science classroom practices. These
are considered as the problems that need to address in order to enhance the quality of
primary science education in Vietnam.
Terjemahan:
26
Menurut Hang (2017: 5-6) Pendidikan sains primer di Vietnam diintegrasikan ke dalam pendidikan
dasar yang menekankan misi melatih siswa untuk menjadi pekerja masa depan yang
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk mengatasi perubahan
cepat zaman modern dan untuk berkontribusi pada industrialisasi negara. Kurikulum sains
primer di Vietnam dipusatkan dan disahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Pelatihan.
Kurikulum saat ini telah digunakan sejak reformasi kurikulum dimulai pada tahun 2000.
Sains adalah mata pelajaran wajib yang diajarkan di semua tingkat pendidikan dasar dari
Kelas 1 (siswa berusia 6) hingga Kelas 5 (siswa berusia 10). Dari Kelas 1 hingga Kelas 3,
sains diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang disebut Alam dan Masyarakat. Dari
Kelas 4 hingga Kelas 5, sains tetap terpisah dalam mata pelajaran bernama Sains. Pelajaran
sains direncanakan berlangsung sekitar 35 menit. Mereka sering diajarkan oleh guru kelas
yang harus mengajar sebagian besar bidang studi. Terlepas dari reformasi kurikulum dan
seruan untuk menginovasi metode pengajaran dan pembelajaran, ditemukan bahwa
penerapan pendekatan konstruktivis sosial tetap rendah dalam pendidikan sains primer di
Vietnam (Hằng et al. 2015). Ini dapat digambarkan sebagai berikut: Mengajar dan belajar
berbasis buku dan berpusat pada guru; Pelajaran difokuskan pada pengetahuan faktual;
Reproduksi pengetahuan yang diajarkan langsung oleh guru; Tidak ada tugas kompleks
yang dilakukan; Aspek pribadi siswa didiskon; dan Interaksi hierarkis tetap dalam praktik
kelas sains. Ini dianggap sebagai masalah yang perlu diatasi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan sains primer di Vietnam.
2.1.3.6 Singapura
According to Tan ( 2006 : 4 ) the curriculum in Singapore schools is generally presented in clearly
structured forms where there is a right and wrong answer for almost everything.
Knowledge is gained mainly from standard textbooks, and students are accustomed to
seekonly "correct‟ answers from the teacher sand prescribed books.
Terjemahan:
Menurut Tan (2006: 4) kurikulum di sekolah-sekolah Singapura umumnya disajikan dalam bentuk
yang terstruktur dengan jelas di mana ada jawaban benar dan salah untuk hampir semua hal.
Pengetahuan diperoleh terutama dari buku teks standar, dan siswa terbiasa mencari hanya
jawaban 'benar' dari guru dan buku resep.
2.1.3.7 Laos
According to Dorner ( 2011:6-8) We begin our overview of the local context by providing a brief
description of the education system and the realities of teaching and learning in Laos. We
then analyse data gathered from site visits to the schools and interviews with available
teachers. In our analysis of the interview data, we employ four of Hofstede's dimensions of
27
culture to identify various contextual issues that reflect norms embedded within the
educational system. We also examine our data and identify examples of the types of
indigenous knowledge that can be used to inform the promotion and planning of culturally
sensitive information literacy education programmes that can contribute to
globalunderstanding.
Terjemahan :
Menurut Dorner (2011: 6-8) Kami memulai tinjauan kami tentang konteks lokal dengan memberikan
deskripsi singkat tentang sistem pendidikan dan realitas pengajaran dan pembelajaran di
Laos. Kami kemudian menganalisis data yang dikumpulkan dari kunjungan lapangan ke
sekolah dan wawancara dengan guru yang tersedia. Dalam analisis kami terhadap data
wawancara, kami menggunakan empat dimensi budaya Hofstede untuk mengidentifikasi
berbagai masalah kontekstual yang mencerminkan norma-norma yang tertanam dalam
sistem pendidikan. Kami juga memeriksa data kami dan mengidentifikasi contoh-contoh
jenis pengetahuan asli yang dapat digunakan untuk menginformasikan promosi dan
perencanaan program pendidikan literasi informasi yang sensitif secara budaya yang dapat
berkontribusi pada pemahaman global.
28
2.1.3.8 Kamboja
Program Pendidikan dari CCF ini memberikan siswa seragam sekolah, bahan studi dan biaya
universitas dan transportasi. CCF bekerjasama langsung dengan sekolah-sekolah umum,
tenaga pengajar untuk memastikan tingkat kehadiran para siswa dan hasil akademis yang
tinggi. CCF menyediakan jalur pendidikan dengan menyediakan kelas tambahan atau kelas
29
khusus dimana para murid menghabiskan setengah hari untuk menghadiri sekolah negeri
dan kemudian mengikuti kelas tambahan atau kelas khusus (Awaliyah, 2019).
2.1.3.9 Filiphina
Penerapan konsep kurikulum terintegrasi (integrated curriculum) pada sekolah dasar di Filipina,
berbeda dengan penerapan di Indonesia. Di Indonesia, konsep tematik integrative
diterapkan mulai dari kelas I-VI SD. Akan tetapi, mulai kelas IV-VI ada dua mata pelajaran
yang diajarkan berbasis subject matter, yaitu matematika dan pendidikan jasmani, olah raga
dan kesehatan (PJOK) (Laconi, 2017).
30
pemerintah Brunei Darussalam lebih mengutamakan pada penciptaan
SDM yang berakhlak, beragama dan menguasai teknologi.10 Pendidikan
formal di Brunei dimulai tahun1912 dengan mulai dibukanya Sekolah
Melayu di Bandar Brunei (Bandar Seri Begawan sekarang). Kemudian
diikuti dengan pembukaan sekolah-sekolah lainnya di wilayah Brunei
Muara, Kuala Belait dan Tutong. Sebelumnya pada 1916, masyarakat
Tionghoa telah mendirikan sekolah sendiri di Bandar Seri. Pada tahun
1966, sekolah Melayu pada tingkat pendidikan menengah dibuka di
Belait. Tahun 1979 pendidikan TK yang merupakan bagian tingkat dasar
mulai diterapkan di Brunei. Sedangkan Universiti Brunei Darussalam
didirikan pada tahun 1985 sebagai lembaga tertinggi di bidang
pendidikan.12 Sejak tahun 1984 kurikulum pendidikan nasional
mewajibkan para siswa untuk menguasai dwi bahasa yaitu bahasa Melayu
dan Inggris. Bahasa Melayu digunakan untuk mengajar mata pelajaran
bahasa Melayu, pengetahuan Agama Islam, pendidikan jasmani, lukisan
dan pertukangan tangan. Sedangkan bahasa Inggris digunakan untuk
mengajar mata pelajaran seperti Sains, Matematik, Geografi, Sejarah dan
Bahasa Inggris itu sendiri.
Dengan demikian pemerintah Brunei Darussalam merumuskan model pendidikan yang objektif yaitu
pendidikan sebagai wadah untuk melahirkan rakyat yang taat beragama dimana mereka
akan menjadi pelita umat yang mempunyai pemahaman dan pegangan yang benar. Kearah
itulah, maka pemerintahan Brunei Darussalam turut berharap supaya manusia yang
dirancang dan akan lahir yaitu menjadi manusia Brunei yang berilmu, mahir dan beramal
salih (Abduh, 2011).
31
Learning Areas at the back. The focus is on whatmakes a successful learner, and what
needs to be done differently to prepare students for the 21st Century.The back half of the
NZC contains a one to two page „essence‟ statement for each of the eight Essential
Learning Areas along with generic sections on effective pedagogy, assessment and
curriculum design. The NZC is permissive in nature in the sense that it gives teachers the
freedom and authority to decide the shape the curriculum takes in the classroom. Schools
and teachers are given the power and responsibility to design learning that is responsive to
perceived student needs, within the broad conceptual curriculum guidelines.
Terjemahan:
Menurut Fashier (2013 : 243) kurikulum selandia baru adalah dokumen masa depan yang terfokus,
dengan perkataan yang ketat, yang menggabungkan teks dari delapan area miring esensial
ke dalam satu buklet tunggal. Sebagai kerangka kerja, NZC memberikan rasa arah nasional
untuk pengambilan keputusam di masa depan. Secara struktual dibagi menjadi dua bagian.
Babak pertama bersifat generic dan menguraikan visi, prinsip, nilai dan kompetensi utama.
Ini ditempatkan secara strategis di bagian depan kurikulum dan menentukan kerangka
kerja untuk delapan area belajar esensial di bagian belakang. Fokusnya adalah pada apa
yang menjadikan pelajar sukses, dan apa yang perlu dilakukan secara berbeda untuk
mempersiapkan siswa menghadapi abad 21. Setengah bagian belakang NZC berisi
pernyataan esensi satu hingga dua halaman untuk masing-masing dari delapan area
pembelajaran essentiai bersama dengan bagian umum tentang pedagogi, penilaian, dan
desain kurikulum yang efektif. NZC bersifat permisif dalam pengertian bahwa hal itu
memberi guru kebebasan dan wewenang untuk memutuskan bentuk kurikulum di ruang
kelas, sekolah, dan guru diberikan kekuatan dan tanggung jawab untuk merancang
pembelajaran yang responsive terhadap kebutuhan siswa yang dirasakan dalam pedoman
kurikulum konseptual yang luas.
This rationale for the study of science conveys that it is more than
a body of knowledge to be learned. It is a discipline that we use to
navigate society and understand the modern world around us. Science is
one of the eight learning areas in the 2007 NZC, and it is described by
five strands:
32
The Nature of Science,
The Living World,
Planet Earth and Beyond,
The Physical World
The Material World.
The Nature of Science, which was reshaped in the 2007 NZC, focuses on
what science is and what scientists do. It provides contexts for learning in
the four other content strands. The NZC achievement objectives describe
the Nature of Science under four broad categories:
Understanding about science,
Investigating in science,
Communicating in science, and
Participating and contributing.
The Nature of Science overarches and unifies the four other science
strands and potentially connects with the values and key competencies that reach
across all subject areas. Its communication, language, and societal aspects are
also evident in the learning areas of English, social sciences, and mathematics
and statistics. In fact, the 2007 NZC specifically recommends that all learning
“make use of the natural connections that exist between learning areas and that
link learning areas to the values and key competencies. Many Nature of Science
components (communicating and participating, thinking, using language,
symbols, and texts) are evident in both the front end and back end of the NZC.
With the overarching Nature of Science in place, the vision from the NZC is that
students should learn science by experiencing what scientists do. Furthermore,
students should understand what makes science a unique approach towards
making sense of the world around us.
Terjemahan :
Menurut Vanier (2012) dalam sains, siswa mengeksplorasi
bagaimana dunia fisik alami dan sains itu sendiri bekerja sehingga
mereka dapat berpartisipasi sebagai warga Negara yang kritis,
berpengetahuan , dan bertanggung jawab dalam suatu masyarakat social
dimana sains memainkan peran penting.
33
Dasar pemikiran untuk studi sains ini menyatakan bahwa lebih
dari sekedar tubuh pengetahuan yang harus di pelajarin. Ini adalah
disiplin yang kami gunakan untuk menavigasi masyarakat dan memahami
dunia modern di sekitar kita. Sains adalah salah satu dari delapan bidang
pembelajaran dalam NZC 2007, dan dijelaskan oleh lima kategori:
The Nature of Science,
The Living World,
Planet Earth and Beyond,
The Physical World
The Material World.
Sifat Sains, yang dibentuk kembali pada NZC 2007 berfokus pada apa
sains itu dan apa yang di lakukan para ilmuwan. Ini berarti memberikan
konteks untuk belajar di empat kategori lainnya. Tujuan pencapaian NZC
mrnggambarkan sifat ilmu pengetahuan dalam empat kategori besar yaitu:
Memahami tentang sains
Investigasi dalam sains
Berkomunikasi dalam sains
Berpartisipasi dan berkomunikasi
Sifat sains memayungi dan menyatukan empat kategori sains lainnya dan
berpotensi menghubungkan dengan nilai-nilai dan kompetensi utama yang
menjangkau semua bidang studi. Aspek komunikasi,bahasa,dan sosialnya juga
terbukti dalam bidang pembelajaran bahas inggris, ilmu sosial, matematika, dan
statistik. Bahkan NZC 2017 secara khusus merekomendasikan bahwa semua
pembelajaran “Memanfaatkan koneksi alami yang ada antara bidang pembelajaran
dan menghubungkan bidang pembelajaran dengan nilai kompetensi utama.
Dengan sifat ilmu pengetahuan yang menyeluruh, visi dari NCZ adalah bahwa
siswa harus belajar sains dengan mengalami apa yang dilakukan para ilmuwan.
Selain itu siswa harus memahami apa yang membuat sains pendekatan unik untuk
memahami dunia di sekitar kita.
2.1.4.2 Australia
Sistem pendidikan Australia berstandar tertinggi dan menikmati
34
pengakuan internasional. Sekolah adalah wajib di seluruh Australia, yang
memberikan sumbangsih pada tingkat melek huruf 99 persen. Sekolah-
sekolah mengembangkan keterampilan dan membangun kepercayaan diri
para pelajar; lulusan universitas Australia unggul pada penelitian dan
inovasi terdepan; serta pendidikan kejuruan dan teknik memajukan sektor
industri yang sedang berkembang pesat.17 Australia juga salah satu
penyelenggara pendidikan dan pelatihan terdepan di dunia bagi pelajar
internasional, termasuk pelatihan bahasa Inggris.Lebih dari 400,000
pelajar dari sekitar 200 negara menerima pendidikan Australia setiap
tahun.Kursus ditawarkan baik di Australia maupun di luar negeri. Di
Australia, sekolah dimulai dengan kindergarten (taman kanak-kanak) dan
dilanjutkan dari kelas 1 sampai kelas 12. Pada dasarnya sistem
pendidikan di Australia dapat digolongkan menjadi lima strata
(tingkatan), yaitu: a. Sekolah Dasar (Primary School); taman kanak-kanak
sampai kelas 6 atau kelas 7. b. Sekolah Menengah (Secondary or High
School); kelas 7 atau 8 sampai kelas 10. c. Pendidikan Kejuruan dan
Pelatihan (Vocational Education and Training) dan senior high school/
senior secondary school/college (sekolah menengah atas); kelas 11
sampai kelas 12.d. Pendidikan Tinggi (University).
Kurikulum Australia sains menganut aksioma visi 1, meskipun kelompok penasihat
berusaha untuk menggunakan aksioma visi 2 untuk menentukan konten dari untaian
pemahaman sains. Dalam sains di kurikulum 2013, para penulis Indonesia , mungkin secara
tidak sengaja , membuat beberapa terobosan kedalam pertimbangan visi 2 dengan mencoba
memasukan ilmu integratif dan konteks dunia nyata dalam kurikulum sekolah menengah
pertama.Inisiatif ini tidak didukung dalam kurikulum sains sekolah menengah yang kembali
menjadi berbasis disiplin. Beberapa fitur muncul di ACS yang tidak muncul di kurikulum
2013 seperti ikhtisar termasuk alasan, tujuan, dan ide-ide kunci. ACARA (2015)
menyatakan bahwa ada enam ide utama dalam kurikulum sains: Pola, Ketertiban dan
Organisasi, bentuk dan fungsi, stabilitas dan perubahan, skala dan pengukuran, materi dan
energi dan sistem. IPA memiliki empat tema : Material ,Sistem, perubahan dan interaksi.
Dua set ide ini hampir mirip. ACS memiliki tiga kategori yang paling terkait yaitu:
pemahaman sains, sains sebagai upaya manusia, dam keterampilan penyelidikan sains.
Pemahaman sains selanjutnya dibagi menurut disiplin ilmu yaitu : sains biologi, sains
kimia, sains fisika, dan sains bumi dan luar angkasa, pemahaman sains mirip dengan
kompetensi inti 3 dalam kurukulum 2013 (Isri, 2015: 36-37).
35
2.1.4.3 Papua New Guinea
According to Kekeya (2014:101) , The PNG national curriculum has two goals that guide teaching
and learning. The first goal, entitled „integral human development,‟ which prescribes the
empowerment of every student‟s „cognitive, emotional, spiritual, physical, moral, cultural
and social‟ development (Papua New Guinea Department of Education, 2003). The PNG
national outcomes-based curriculum provides direction for the development of appropriate
cultural and traditional values to be integrated into the micro-curriculum in school and
classroom situations for students to experience (Papua New Guinea Department of
Education, 2003). Additionally, the PNG national curriculum places stronger emphasis on
teachers to plan and deliver these values in the form of knowledge, skills, attitudes and
values to achieve quality student learning in PNG contexts. This emphasis points to
teachers as key players in making the curriculum goals become reality by crafting and
implementing varied meaningful learning experiences for students (Papua New Guinea
Department of Education, 2003). The second goal of the PNG national curriculum is called
„our ways of life.‟ This goal seeks to capture the PNG indigenous knowledge in teaching
and learning, by redeveloping, retaining, reviving and expanding the appropriate
indigenous knowledge, skills, attitudes and values that are believed to have been alienated
by Western ideas and influences (Matane, 1986; Papua New Guinea Department of
Education, 2002). The indigenous knowledge of PNG refers to such things as: the rich 800
plus local languages; the cultural practices, rituals, initiations, and belief systems of
indigenous people; different organic ways of farming; family raising practices; art making;
dance and drama; food catering, hunting; fishing and building.‟
Terjemahan:
Menurut Kekeya (2014:101) kurikulum nasional PNG memiliki dua tujuan yang membimbing
pengajaran dan pembelajaran. Tujuan pertama, berjudul 'pembangunan manusia integral,
"yang mengatur pemberdayaan perkembangan kognitif, emosional, spiritual, fisik, moral,
budaya, dan sosial setiap siswa. PNG Kurikulum berbasis hasil nasional memberikan
arahan untuk pengembangan nilai-nilai budaya dan tradisional yang sesuai untuk
diintegrasikan ke dalam kurikulum mikro di sekolah dan situasi kelas bagi siswa. Selain itu,
kurikulum nasional PNG menempatkan penekanan yang lebih kuat pada guru untuk
merencanakan dan memberikan nilai-nilai ini dalam bentuk pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai untuk mencapai pembelajaran siswa yang berkualitas dalam konteks
PNG.Penekanan ini menunjuk pada guru sebagai pemain kunci dalam membuat tujuan
kurikulum menjadi kenyataan dengan membuat dan mengimplementasikan beragam
pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Tujuan kedua Kurikulum nasional PNG
disebut 'cara hidup kita. Tujuan ini berupaya untuk menangkap pengetahuan asli PNG
36
dalam proses belajar mengajar, dengan membangun kembali, mempertahankan,
menghidupkan kembali, dan memperluas pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai
adat yang sesuai yang diyakini telah diasingkan oleh gagasan dan pengaruh Barat.
Pengetahuan asli tentang PNG mengacu pada hal-hal seperti: yang kaya 800 ditambah
bahasa lokal; praktik budaya, ritual, inisiasi, dan sistem kepercayaan masyarakat adat;
berbagai cara pertanian organik; praktik membesarkan keluarga; pembuatan seni; tarian
dan drama; katering makanan, berburu; memancing dan membangun, untuk beberapa nama.
2.1.4.2 Jepang
Menurut Miliyawati (2016:5) bangsa Jepang, walaupun sudah maju diberbagai bidang kehidupan
termasuk di bidang pendidikan tetapi dalam rangka mempersiapkan diri secara lebih baik
lagi, maka pengembangan kurikulum terus ditingkatkan demi kemajuan-kemajuan kualitas
pendidikan di negara Jepang itu sendiri. Kurikulum di Jepang disusun oleh bagian
perencanaan kurikulum yang terdapat dalam Kementrian Pendidikan. Penyusunan
kurikulum Jepang lebih ditekankan pada sistem pendidikan di sekolah, bukan pada
perubahan mata pelajaran atau metode mengajar. Sifatnya fleksibel dan responsive dalam
konteks penerapan kurikulumnya memungkinkan para pendidik untuk melakukan
pengembangan dan penyesuaian-penyesuaian pada tataran implementatif di dalam kelas.
According to Tan (2018: 50) the education system in japan followa a six-three-three pattern: 6 years
or primary education ( International standard classification of education [ISCED] 1), 3
37
years of lower secondary education ( ISCED2) and 3 years of upper secondary education
(ISCED3). For primary and lower secondary education, which are compulsory, almost all
children aged 6-15 are enrolled in school. In public elementary schools, there is no official
policy on within-school streaming nor are public primary students tracked. From the 3rd
grade of primary education, a compulsory program of science is taught to all students in
mixed –ability classes or schools for students with special needs, a speciallu adapted
curriculum is available.
Terjemahan:
Menurut Tan (2018:50) sistem pendidikan di Jepang mengikuti pola enam-tiga-tiga: 6 tahun
pendidikan dasar (Klasifikasi Standar Internasional Pendidikan [ISCED] 1), 3 tahun
pendidikan menengah bawah (ISCED2), dan 3 tahun pendidikan menengah atas (ISCED3).
Untuk pendidikan dasar dan menengah, yang bersifat kom- pulsasi, hampir semua anak
berusia 6-15 tahun terdaftar di sekolah. Di sekolah dasar negeri, tidak ada kebijakan resmi
tentang streaming di dalam sekolah dan tidak ada siswa sekolah dasar negeri yang dilacak.
Dari kelas 3 pendidikan dasar, program wajib ilmu pengetahuan diajarkan kepada semua
siswa di kelas kemampuan campuran di mana kurikulum yang sama ditentukan untuk
semua siswa, Untuk kelas atau sekolah untuk siswa dengan kebutuhan khusus, tersedia
kurikulum yang diadaptasi secara khusus.
38
Seperti diketahui secara luas, mayoritas penduduk di negara ini
adalah orang Jepang, dan bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa
Jepang. Di beberapa daerah, memiliki komunitas Brasil, pendidikan
disediakan baik dalam bahasa Jepang dan Portugis, misalnya, kursus Studi
Kurikulum nasional Jepang dikenal sebagai "Program Studi." Kursus
Studi untuk Sekolah Dasar (COSES) mengakomodasi kurikulum nasional
untuk pendidikan dasar, sedangkan Kursus Studi untuk Sekolah
Menengah Pertama melayani pendidikan menengah bawah. Kurikulum
sains primer termasuk dalam COSES. dan telah direvisi delapan kali sejak
penerapannya pada tahun 1947. Kursus Studi Ilmu Pengetahuan dimulai
sebagai "rencana sementara" pada tahun 1947 dan dianggap sebagai
pedoman bagi para guru yang melakukan penelitian. Tujuan pendidikan
sains dan pengajaran yang dijelaskan dalam Kursus Studi 1947 adalah
"untuk anak-anak dan siswa untuk memupuk tiga kualitas berikut terkait
dengan masalah di lingkungan mereka sehingga setiap orang dapat
memiliki gaya hidup yang rasional dan kehidupan yang lebih baik." Tiga
kualitas merujuk pada:
39
dari pendidikan di Cina adalah harus mendidik anak-anak dalam moral,
pengetahuan, dan olah raga berdasarkan ideologi sosialis. Stuktur yang
pertama adalah moral kemudian pengetahuan lalu olah raga.
Reformasi ke VI adalah tahun 1981-1984. Pada masa ini, Deng menyatakan bahwa Cina harus
mengembangkan sekolah-sekolah terbaik untuk tingkatan sekolah dasar dan menengah.
Reformasi ke VII pada tahun 1985-1998, menghasilkan kompulsori pendidikan 9 tahun.
Reformasi ke VIII adalah tahun 1999 – sampai sekarang. Pada masa ini fokus kurikulum
adalah inovasi dan implementasi dari kemampuan siswa. Istilah kurikulum di Cina sudah
ada sejak zaman Dinasti Tang yaitu Ke Ceng. Ke artinya satu mata pelajaran. Di masa lalu,
kurikulum di Cina terdiri dari 4 buku dan 5 kitab yang harus dihafal oleh setiap orang.
Empat buku tersebut dibagi menjadi beberapa topik yaitu belajar tinggi (the great learning),
analitik dari Confusius, pekerjaan dari Mencius (murid dari Kong Fu Tse), dan doktrin
tentang pengertian. Lima kitab terbagi atas topik-topik: buku tentang lagu; buku tentang
pekerjaan; buku tentang perubahan; serta buku tentang tahunan ritual, musim semi, dan
musim gugur. Empat buku ini berdasarkan masa Dinasti Song dan lima kitab berdasarkan
Dinasti Han ( Hasnul,2011:46).
According to Guo (2013 : 90) In early 1980s, Chinese Governmental Officials made
a historic decision to shift China‟ economic system from a planned economy to a market
economy. The dramatic change of the economic system initiated consequential changes in
the political system toward decentralization and democracy. The rapid social, economic,
and political development in China called for fundamental changes in education. To
improve the educational system and its quality as well as to prepare citizens with the
knowledge and skills for an increasingly globalized world, the Ministry of Education in
China released the Basic Education Curriculum Reform Outline in June 2001 and officially
started the most unprecedented basic education reform in Chinese modern education
history: the New Curriculum Reform (NCR).
40
The philosophy underpinning the new curriculum is for each
individual student‟s development. Basic Education Curriculum Reform
Outline (2001), the national policy issued by Ministry of Education in
China specifies the following six objectives of this large-scale curriculum
change:
Terjemahan:
Menurut Guo (2013:90) pada awal 1980-an, Pejabat Pemerintah Tiongkok membuat keputusan
bersejarah untuk bergeser sistem ekonomi Tiongkok dari ekonomi terencana ke ekonomi
pasar. Perubahan dramatis dari sistem ekonomi dimulai konsekuensi perubahan sistem
41
politik menuju desentralisasi dan demokrasi. Perkembangan sosial, ekonomi, dan politik
yang pesat di Cina menyerukan perubahan mendasar dalam pendidikan. Untuk
meningkatkan sistem pendidikan dan kualitasnya serta untuk mempersiapkan warga negara
dengan pengetahuan dan keterampilan untuk suatu dunia yang semakin mengglobal,
Departemen Pendidikan di Cina merilis Garis Besar Kurikulum Reformasi Pendidikan
Dasar pada Juni 2001 dan secara resmi dimulai reformasi pendidikan dasar paling baru
dalam pendidikan modern Tiongkok sejarah: Reformasi Kurikulum Baru (NCR).
42
6. Mempromosikan demokrasi dan adaptasi kurikulum. Administrasi
kurikulum didesentralisasi ke arah upaya bersama pemerintah pusat,
daerah pemerintah, dan sekolah untuk memperkuat relevansi kurikulum
situasi lokal.
According To Tan (2018: 85), In 2001 the “Primary Science Curriculum Standards”
was issued. Although new junior middle school science curriculum standards were revised
and implemented in 2011, the revised primary science curriculum standards have been
delayed. Hence , the science curriculum in china has followed the 2011 version, and its
basic teaching ideas and aims are listed as follows :
a. Science education for all, it means that every student possesses equal rights and chances
to study science in the curriculum. The curriculum, teaching materials, teaching, and
assessment are modified taking into account student differences.
b. Priority given to students‟ interests in science learning. This clearly defines the role of
the teacher in organizing students‟ science learning activities , namely, teachers play the
role of facilitator and director in te science classroom, as well as partners in learning.
During science learning, students must be given full rein to develop intiative to solve
problems by themselves.
c. Science inquiry for learning activities , science inquiry is not the only goal of learning
science but also the content matter of science. The learning style advocated in science
learning requires that students must actively engange in practical activities. Modeling
how scientists investigate is one major goal of student learning in science.
d. science teacing for both the needs of society and student development. Science content for
teaching should he close to children‟s daily life as much as possible and prepare for
future developments in society.
e. flexibility as special characteristic of the science curriculum.
f. science teaching for scientific literacy.
Terjemahan:
Menurut Tan (2018:25) pada tahun 2001, standar kurikulum ilmu pengetahuan
dasar” dikeluarkan meskipun standar kurikulum sains SMP baru direvisi dan diterapkan
pada tahun 2011, standar kurikulum sains primer yang di revisi telah di tunda. Oleh karena
itu, kurikulum siswa di China telah mengikuti versi tahun 20011, dan gagasan serta tujuan
dasarnya tercantum sebagai berikut:
a. Pendidikan sains untuk semua siswa memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
belajar sains dalam kurikulum. Kurikulum , bahan ajar, pengajar, dan penilaian di
modifikasi dengan mempertimbangkan perbedaan siswa.
43
b. Prioritas di berikan pada minat siswa dalam pelmbelajaran sains, ini jelas mendefinisikan
peran guru dalam mengatur kegiatan belajar sains siswa,yaitu guru memainkan peran
fasilitator dan direktur dikelas sains , serta mitra dalam pembelajaran. Selama
pembelajaran sains siswa harus mengembangkan inisiatif, untuk menyelesaikan masalah
sendiri.
c. Ilmu inquiry untuk kegiatan belajar, penyelidikan sains bukan satu-satunya tujuan
pembelajaran sains tetapi juga materi sains yang saling terkait. Gaya belajar dalam
pembelajaran sains mengharuskan siswa harus aktif terlibat dalam kegiatan praktikum.
Pemodelan bagaimana para ilmuwan menyelidiki adalah salah satu tujuan utama
pembelajaran sains.
d. Pengajaran sains untuk kebutuhan masyarakat dan pengembangan siswa.
e. Fleksibilitas sebagai karakter khusus dari kurikulum.
f. Pengajaran sains untuk literasi ilmiah.
Terjemahan:
Menurut Hong (2014) Pendidikan Korea Utara berfokus pada membangun sosialisme dan membina
sumber daya manusia yang mematuhi pemimpin mereka daripada pada tujuan
pengembangan diri individu . Tujuannya di bawah UU Educarion DPRK adalah untuk ''
memelihara orang-orang yang dapat di andalkan yang dilengkapi dengan ideology yang
kuat, pengetahuan mendalam dalam sains dan teknologi, serta kekuatan fisik". Ini tidak
terkecuali dalam disiplin rumah. Korea Utara sangat menghargai disiplin dan pendidikan di
rumah dan sering menekankan bahwa 'para ibu adalah orang-orang terkemuka yang
bertanggung jawab untuk pendidikan anak- anak mereka dan membesarkan anak-anak
dengan baik sehingga mereka akan berkontribusi pada pembentukan yang kuat dan bangsa
yang makmur adalah "tugas seorang ibu. Dengan pelaksanaan umum wajib belajar 11 tahun
44
pada tahun 1972, Korea Utara menyatakan bahwa syarat bagi orang untuk menerima
pendidikan menengah umum.
Terjemahan:
45
ideologi Juche. Perhatikan bahwa filosofi politik Juche yang
dikembangkan oleh Kim Il-sung tidak sesuai dengan politik, kemandirian
militer ekonomi, idola Juche mengajarkan kemerdekaan dari negara lain,
mencoba membenarkan kediktatoran dinasti Kim. Yaitu para siswa Korea
Utara telah dicuci otak secara menyeluruh bahwa mengagumi dinasti Kim
dan ideologi Juche dapat membuat negara itu kuat dan mandiri dari negara
lain. Mata pelajaran Humaniora dan ilmu sosial (misal Sejarah) tidak
memberikan kebenaran tentang dunia luar kepada siswa Korea Utara.
Karena kurikulum mereka penuh dengan lelucon dan penipuan, Korea
Utara tetap menjadi negara yang tertutup rapat di dunia untuk mencegah
kebenaran tentang dunia agar tidak mengalir di negara itu. Yaitu, dalam
masyarakat tertutup siswa Korea Utara tidak memiliki kesempatan untuk
belajar tentang kehidupan di luar Korea Utara dan nilai-nilai kebebasan,
demokrasi, dan sistem ekonomi kapitalis. Dengan demikian, tidak
mengherankan bahwa para pembelot muda berjuang dengan
menyesuaikan diri dengan kurikulum dan lingkungan pendidikan di Korea
Selatan. Selain itu, memperoleh kosa kata forcign di ruang kelas Korea
Selatan bisa jadi menantang, karena siswa ini tidak memperoleh
keterampilan membaca seperti itu di ruang kelas Korea Utara. Perbedaan
signifikan dalam kurikulum antara Utara dan Selatan adalah penghalang
besar bagi pembelot yang pergi ke perguruan tinggi dan mengejar
pendidikan pasca- sekolah, terlepas dari keuntungan yang ditawarkan
kepada para penyerang yang masuk perguruan tinggi (ic, biaya kuliah
gratis dan proses penyaringan khusus untuk masuk perguruan tinggi).
Pengembangan program dalam konteks pengembangan kurikulum akan berkenaan pada dua hal,
yaitu: pengembangan suatu bidang studi/mata kuliah/mata pelajaran (course); dan
pengembangan kurikulum pendidikan secara menyeluruh (curriculum). Keduanya (course
dan curriculum) memiliki kontribusi untuk saling berhubungan, saling mempengaruhi, dan
saling bergantungan. Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum,
46
yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial-budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi.
Landasan tersebut dihasilkan melalui pemikiran dan penelitian yang bersifat mendalam dan
komprehensif, yang pada hakikatnya berupa bahan pertimbangan terhadap faktor-faktor
yang harus diperhatikan oleh para pengembang kurikulum dalam mengembangkan
kurikulum pada lembaga pendidikan, baik secara makro maupun mikro (Purwadhi, 2019).
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai
komponen yang saling terkait dalam suatu sistem pendidikan, kurikulum itu sifatnya
dinamis serta harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan agar dapat mengikuti
perkembangan dan tantangan zaman. Meskipun demikian perubahan dan pengembangannya
harus dilakukan secara sistematis dan terarah tidak asal berubah titik perubahan dan
pengembangan kurikulum tersebut harus memiliki visi dan arah yang jelas mau dibawa
kemana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut (Ansyar,2015:85).
Setiap program, kegiatan-kegiatan atau sesuatu yang lain yang direncanakan selalu diakhiri dengan
suatu evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program atau
kegiatan telah sesuai dengan perencanaan atau belum. Dari kegiatan evaluasi akan diketahui
halhal yang telah dan akan dicapai sudahkah memenuhi kriteria yang ditentukan.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kemudian diambil keputusan apakah program tersebut
akan diteruskan ataukah direvisi atau bahkan diganti seluruhnya (Adnan,2017:108).
47
kemampuan menyelesaikan soal-soal. Dengan acuan bahwa tanda-tanda
anak yang inteligen adalah anak yang mempunyai:
According to Smith (2009:3), every program, activity or something else plannedalways ends with an
evaluation. Evaluation is meant to seereturn whether a program or activity is in
accordance with the plan ornot yet. From the evaluation activities will be known things that
have been and will be achievedhas met the specified criteria. Based on the results of the
evaluationthen a decision is made on whether the program willcontinue or notrevised or
even completely replace).
Terjemahan:
Menurut Smith (2009:3) setiap program, kegiatan atau hal lain yang direncanakan selalu berakhir
dengan evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program atau
kegiatan sudah sesuai dengan rencana atau belum. Dari kegiatan evaluasi akan diketahui
hal-hal yang telah dan akan dicapai telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Berdasarkan
hasil evaluasi maka keputusan dibuat apakah program akan berlanjut atau tidak direvisi atau
bahkan sepenuhnya diganti.
Menurut Widiaastuti (2004:56), melihat pentingnya peranan pemerintah di bidang pendidikan, bisa
kita lihat dari segi penawaran dan segi pemerintahan. Keseluruhan jasa dan fasilitas di
bidang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah dari segi penawaran biasanya dibatasi
oleh kemampuan dari suatu negara yang bersangkutan melalui anggaran yang disediakan
48
1. Harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan asumsi
nantinya mendapatkan penghasilan yang tinggi di masa yang akan datang.
2. Biaya biaya pendidikan sekolah yang ditanggung selama ini nantinya
mendapatkan timbal balik sesuai yang sudah dikeluarkan.
According to Munsi (2014:96), In India there is one year B. Ed. programme for preparing teachers at
secondary level of school education where the knowledge domain appropriate for a
particular age group are only included. The National Curriculum Framework2005 was
framed for the secondary level of Indian school education and accordingly National
Curriculum Framework for Teacher Education-2009 was formulated, keeping close liaison
with national secondary school education and global need of the time. NCFTE considered
subject knowledge, pedagogical knowledge, and competence to implement the knowledge in
specific contexts of teaching in structuring the secondary teacher education programme in
India. But in operationalisation of the same, the NCFTE viewed that certain courses in the
curriculum may be kept as optional in the secondary level which may be effectively
implemented through cocurricular and curricular activities.
Terjemahan:
Menurut Munsi (2014:96) di India ada program satu tahun untuk mempersiapkan guru di tingkat
sekolah menengah pendidikan di mana domain pengetahuan yang sesuai untuk kelompok
umur tertentu hanya dimasukkan. Kerangka Kurikulum Nasional2005 dibingkai untuk
tingkat sekolah menengah pendidikan India dan Kerangka Kurikulum Nasional untuk
Pendidikan Guru-2009 dirumuskan, menjaga hubungan erat dengan pendidikan sekolah
menengah nasional dan kebutuhan global saat itu. NCFTE mempertimbangkan pengetahuan
mata pelajaran, pengetahuan pedagogis, dan kompetensi untuk mengimplementasikan
pengetahuan dalam konteks pengajaran tertentu dalam penataan program pendidikan guru
menengah di India. Tetapi dalam operasionalisasi yang sama, NCFTE memandang bahwa
mata pelajaran tertentu dalam kurikulum dapat disimpan sebagai pilihan di tingkat sekunder
yang dapat diterapkan secara efektif melalui kegiatan kurikuler.
49
According to Halai (2008 :115), through a huge effort Pakistan has enhanced its education sector,
and there are now more than 100 institutions of higher education (Isani, 2002) and a
literacy rate of more than 50% (World Bank, 2007). From the outset, science and
technology were seen as a way to allow the young Muslim state to enter the twentieth
century, and a concerted effort was made to improve the teaching and learning in science
through the use of innovative strategies (Warwick & Reimers, 1995). Until the 1950s
science was taught only in post-secondary institutions, and very little science was taught at
the primary and secondary school levels (Iqbal & Mamood, 2000). The topic nature study
was introduced into primary classes in 1959 and, in principle, general science and
mathematics were compulsory forGrades 1 to 8. But the implementation of science
remained difficult, and the thrust of education in general focused more on the liberal arts.
Terjemahan:
Melalui upaya besar yang dimiliki Pakistan meningkatkan sektor pendidikannya, dan sekarang ada
lebih dari 100 institusi di Indonesia pendidikan tinggi dan tingkat melek huruf lebih dari
50% (Bank Dunia, 2007). Sejak awal, sains dan teknologi dipandang sebagai cara untuk
memungkinkan negara Muslim muda untuk memasuki abad kedua puluh, dan upaya
bersama dilakukan untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran dalam sains melalui
penggunaan inovatif strategi. Sampai tahun 1950-an sains diajarkan hanya di lembaga-
lembaga pasca-sekolah menengah, dan sangat sedikit ilmu yang diajarkan di tingkat
sekolah dasar dan menengah. Topik studi alam diperkenalkan ke dalam kelas primer di
Indonesia 1959 dan, pada prinsipnya, sains umum dan matematika adalah wajib untuk
Kelas 1 hingga 8. Tetapi penerapan sains tetap sulit, dan dorongan pendidikan pada
umumnya lebih berfokus pada seni liberal.
According to Saeed (2007 : 45) of Education, Curriculum Wing, Islamabad. In each province there is
a Curriculum Bureau or Curriculum Research and Development Centre (CRDC) which
provides academic support to the Ministry of Education, Islamabad. Curriculum
formulation is a lengthy process, as the ministry has to take expert opinions from all
regions of the country. The curriculum draft is finalized by the National Curriculum Review
Committee, Islamabad. Thus Saeed 47 uniform curriculum of each subject is followed all
over the country; although textbooks in different subjects may vary across the provincial
text book boards (PTB). The higher education curriculum in Pakistan is the function of the
respective departments of the universities or colleges. The title of courses and broader
framework are usually discussed in the faculty, and then each teacher plans in his/her own
way to impart instructions in the classrooms.
Terjemahan:
50
Menurut Saaed (2007 : 45) di Pakistan, kurikulum sekolah untuk kelas 1-12 adalah tanggung jawab
sekolah Departemen Pendidikan, Sayap Kurikulum, Islamabad. Di setiap provinsi ada Biro
Kurikulum atau Pusat Penelitian dan Pengembangan Kurikulum (CRDC) yang memberikan
dukungan akademik kepada Departemen Pendidikan, Islamabad. Perumusan kurikulum
adalah proses yang panjang, karena kementerian harus mengambil pendapat ahli dari semua
wilayah negara. Draf kurikulum diselesaikan oleh Komite Peninjauan Kurikulum Nasional,
Islamabad. Dengan demikian kurikulum yang seragam dari setiap mata pelajaran diikuti di
seluruh negeri, meskipun buku teks dalam mata pelajaran yang berbeda dapat bervariasi di
seluruh papan buku teks provinsi (PTB). Kurikulum pendidikan tinggi di Pakistan adalah
fungsi dari masing-masing departemen universitas atau perguruan tinggi. Judul program
dan kerangka kerja yang lebih luas biasanya dibahas di fakultas, dan kemudian masing-
masing guru berencana dengan caranya sendiri untuk memberikan instruksi di ruang kelas.
According to Shohel (2011:5), the Bangladeshi education system is heterogeneous and very complex
in nature as many forms of education have been permitted to develop and co-exist.
Mainstream formal education takes three forms - Bangla medium general education,
English medium British education and religion-base education. Along with these three,
there is another form of formal education called vocational education. Formal education is
divided into three tiers- primary, secondary and higher education. In parallel with formal
primary education, non-government organisations (NGOs) have developed a nonformal
primary education subsystem to promote access to education for disadvantaged young
children in Bangladesh.
Terjemahan:
Menurut Shohel (2011:5) Sistem pendidikan Bangladesh bersifat heterogen dan sangat kompleks
karena banyak bentuk pendidikan diizinkan untuk berkembang dan hidup berdampingan.
Pendidikan formal arus utama mengambil tiga bentuk - pendidikan umum menengah ,
pendidikan bahasa Inggris menengah Inggris dan pendidikan berbasis agama. Seiring
dengan ketiganya, ada bentuk lain dari pendidikan formal yang disebut pendidikan
kejuruan. Pendidikan formal dibagi menjadi tiga tingkatan - pendidikan dasar, menengah
dan tinggi. Sejalan dengan pendidikan dasar formal, organisasi non-pemerintah (LSM) telah
mengembangkan sub-sistem pendidikan dasar nonformal untuk mempromosikan akses ke
Acording to Noor (2010:8) the education sector in Bangladesh is divided into four different segments
namely Primary Level (years 1 to 5), Secondary Level (years 6 to 10), Higher Secondary
Level, (years 11 and 12), Tertiary Level. There are a total of 80397 numbers of primary
51
school, 13224 numbers of Secondary school and 125 institutes at tertiary level . This
necessitates different requirements of educational resources (hardware, software, study
materials etc) for each of these levels of users. Recently the government is giving maximum
priority to human resource development through education and tries to percolate education
for all people over the country.
Terjemahan:
Menurut Noor (2010:8) Sektor pendidikan di Bangladesh dibagi menjadi empat segmen yang berbeda
yaitu Tingkat Dasar (tahun 1 hingga 5), tingkat Menengah (tahun 6 hingga 10), Tingkat
Menengah Lebih Tinggi, (tahun 11 dan 12), Tingkat Tersier. Ada total 80397 angka sekolah
dasar, 13224 angka. Sekolah menengah pertama dan 125 institut di tingkat tersier. Ini
memerlukan persyaratan pendidikan yang berbeda sumber daya (perangkat keras, perangkat
lunak, bahan studi, dll.) untuk masingmasing level pengguna ini. Baru-baru ini pemerintah
memberikan prioritas maksimum untuk pengembangan sumber daya manusia melalui
pendidikan dan mencoba meresap pendidikan untuk semua orang di seluruh negeri.
52
pemerintah dalam hal kurikulum pendidikan karena kurangnya
komunikasi. Sebagai teknologi komputasi awan mengikat sumber daya ke
dalam satu domain, kami percaya teknologi ini bisa menjadi solusi yang
menonjol untuk menyelesaikan pendidikan masalah di Bangladesh.
According to Liftle (2011:502), in the international development community Sri Lanka has been
hailed for her achievements in literacy, educational enrolment and equality of educational
opportunity. In the run-up to, and in the years following, independence in 1948 access to
education was high, in comparison with other countries in Asia, and it Journal of
Education Policy 501 CE: SL QA: PM 5 has continued to increase. Major policies for EFA
have been introduced periodically throughout Sri Lanka‟s history, even if they have been
labelled with different terms.
In the 1940s the Free Education Bill was based on the concept of
the right to education and enacted tuitionfree education from basic
education to university. With its focus on the entire education system the
bill was more inclusive than the interna10 tional declarations of EFA at
Jomtien and Dakar, which have tended to focus more on basic education.
From the 1980s, policies for free textbooks, school uniforms, meals and
transport have made Sri Lanka‟s education one of the most, if not the
most, accessible in the developing world. And although a net enrolment
rate of 97% in Grade 1 for boys and girls and completion rates of 81%
and 84%, respec15 tively at the end of Grade 9 (World Bank 2005)
suggest that EFA has already been achieved in Sri Lanka, challenges
remain: in inter alia, the retention of all children through the compulsory
stage of education (Grades 1–9) and in the provision of equitable
opportunities for good-quality teaching and learning experiences.
Terjemahan:
Dalam komunitas pembangunan internasional, Sri Lanka dipuji untuka prestasinya dalam melek
huruf, pendaftaran pendidikan dan kesetaraan pendidikan. Menjelang, dan pada tahun-tahun
berikutnya, kemerdekaan pada 1948 akses ke pendidikan tinggi, dibandingkan dengan
negara-negara lain di Asia, dan itu terus meningkat. Kebijakan utama untuk PUS telah
53
diperkenalkan secara berkala sepanjang sejarah Sri Lanka, bahkan jika mereka telah diberi
label dengan istilah yang berbeda.
According to Munsi (2014:96), teacher Education Programme started its journey in Nepal in 1948
with the set up of Basic Teacher Training Centre. In 1997 Curriculum Development Centre
(CDC) was established in Nepal to design the curriculum, text books and different
instructional materials in order to achieve national goals of education. On behalf of
Ministry of Education (MoE), CDC framed the National Curriculum Framework-2005
(which was revised in 2007) for professional development of teachers. A Teacher Education
Project (2002-2008) was also administered by the MoE for betterment of professional
teaching in the country. Provisions of life skill-based education are kept in the secondary
curriculum and corresponding teacher preparing curriculum. They may be integrated in a
specificsubject.
Terjemahan:
Menurut Musi (2014:9 6), Program Pendidikan Guru memulai perjalanannya di Nepal pada tahun
1948 dengan didirikannya Pusat Pelatihan Eacher Dasar. Pada tahun 1997 Pusat
Pengembangan Kurikulum (CDC) didirikan di Nepal untuk merancang kurikulum, buku
teks dan bahan pengajaran yang berbeda untuk mencapai tujuan nasional pendidikan. Atas
54
nama Departemen Pendidikan (KLH), CDC membingkai Kerangka Kerja Kurikulum
Nasional-2005 (yang direvisi pada 2007) untuk pengembangan profesional guru. Proyek
Pendidikan Guru (2002-2008) juga dikelola oleh Kementerian Pendidikan untuk perbaikan
pengajaran profesional di negara ini. Ketentuan pendidikan berbasis kecakapan hidup
disimpan dalam kurikulum sekunder dan kurikulum persiapan guru yang sesuai. Mereka
dapat diintegrasikan dalam subjek tertentu.
According to Munsi (2014:96), In 1978 Maldives saw the major historical development in the field of
education with the decision to move to a unified national educational system and to
promote more equitable distribution of facilities throughout the atolls. Ministry of
Education, Maldives has formulated their Education Strategic Action Plan (2004-2006). A
New Education Master Plan (2006-2015) was proposed in 2008. The new Government of
Maldives has also prepared a National Development Plan (2009-2013) keeping pace with
the modern global educational progress in all level. Institute for Teacher Education (ITE)
and Educational Development Centres (EDCs) have shared the responsibility of Teacher
Education in Maldives over the years which have been working within the newly
established Maldives College of Higher Education since 1999.
Terjemahan:
Menurut Musi (2014:9 6), Pada tahun 1978 Maladewa melihat perkembangan sejarah utama di
bidang pendidikan dengan keputusan untuk pindah ke sistem pendidikan nasional terpadu
dan untuk mempromosikan distribusi fasilitas yang lebih adil di seluruhnya. Departemen
Pendidikan, Maladewa telah merumuskan Rencana Aksi Strategis Pendidikan mereka
(2004-2006). Sebuah Master Plan Pendidikan Baru (2006-2015) diusulkan pada tahun
2008. Pemerintah baru Maladewa juga telah menyiapkan Rencana Pembangunan Nasional
(2009-2013) sejalan dengan kemajuan pendidikan global modern di Indonesia semua level.
Institut Pendidikan Guru (ITE) dan Pusat Pengembangan Pendidikan (EDC) telah berbagi
tanggung jawab Pendidikan Guru di Maladewa selama bertahun-tahun yang telah bekerja di
kalangan yang baru mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Maladewa sejak 1999.
According to Munsi (2014:95) Bhutan has broadly followed India in structuring their
formal and innovative education system. A considerable portion of teachers from
neighboring countries particularly from India are still there at the secondary and higher
levels. A Strategic Plan (2004-2012) was framed by the Royal University of Bhutan and a
National Education Framework 2010 was set up by the Ministry of Education (MoE), Royal
Government of Bhutan to direct the educational system of the country in right way. Now
55
National Curriculum 2010, based on the National Education Framework-2010 is followed
in the country. The current status of secondary teacher education has been marked out in
the 10th Five Year Plan (2008-2013). 6 Now in the secondary school curriculum, areas
related to personal development, including value education, scouts programme, career
guidance and orientation to vocational skills, physical education, and games and sports are
being expanded and strengthened. Accordingly, stresses have been given in the initial
teacher education programmes on mastery of different life skills education along with
mastery in the core subjects.
Terjemahan:
Menurut Munsi (2014:95) Bhutan secara luas mengikuti India dalam menyusun sistem
pendidikan formal dan inovatif mereka. Sebuah sebagian besar guru dari negara-negara
tetangga terutama dari India masih ada di sekolah menengah dan tingkat yang lebih tinggi.
Rencana Strategis (2004-2012) dibingkai oleh Royal University of Bhutan dan National
Kerangka Kerja Pendidikan 2010 dibentuk oleh Departemen Pendidikan (KLH),
Pemerintah Kerajaan Bhutan untuk mengarahkan sistem pendidikan negara dengan cara
yang benar. Sekarang Kurikulum Nasional 2010, berdasarkan Nasional Kerangka
Pendidikan-2010 diikuti di negara ini. Status pendidikan guru menengah saat ini adalah
ditandai dalam Rencana Lima Tahun ke 10 (2008-2013). 6 Sekarang dalam kurikulum
sekolah menengah, bidang yang berkaitan dengan pengembangan pribadi, termasuk
pendidikan nilai, program pramuka, bimbingan dan orientasi karier keterampilan kejuruan,
pendidikan jasmani, dan permainan serta olahraga sedang diperluas dan diperkuat.
Demikian,tekanan telah diberikan dalam program pendidikan guru awal tentang penguasaan
pendidikan keterampilan hidup yang berbeda bersama dengan penguasaan dalam mata
pelajaran inti.
56
kurikulum apakah kurikulum tersebut telah berjalan sesuai rencana atau
diluar rencana. Selain itu, tujuan dilakukan evaluasi kurikulum adalah
untuk mengetahui keberhasilan ataupun kegagalan yang terjadi pada
proses pelaksanaan kurikulum, yang dalam hal ini bisa dikatakan sebagai
kekurangan dari kurikulum itu sendiri.
57
58
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
60
DAFTAR PUSTAKA
Ashadi, dkk. 2018. "Charcter Education For 21st Century Global Citizens:
Proceedings Of the 2nd". London: Routledge.
61
Dorner,G.Daud Gorman.E.G.2011.Contextual Factors Affecting Learning In Laos
And The Implications For Information Literacy Education. Journal Of
Science Education.Vol.16.No.2.
62
Idrus, L. 2019. Evaluasi Dalam Proses Pemnelajaran. Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam. 9(2).
Isri,Saifullah.2015.Konsep Pendidikan Jerman Dan Australia:Kajian Komparatif
Dan Aplikatif.Terhadap Mutu Pendidikan Indonesia. Jurnal Pendidikan
Islam.Vol.4.No.1.
Kekeya,L.Joleph.2014.Curriculum Development And Implimentation In Papua
New Guinea. Dwu Research Journal.Vol.21.
Kusumawati,N,Dan Rulviana.V.2017. Pengembangan Kurikulum Disekolah
Dasar. Jawa Timur:Cv.Ae Media Grafika.
63
Sumatera. International Journal of Sciences: Basic and Applied
Research (IJSBAR). ISSN 2307-4531. Vol 35. No 1.
Noor, A.N., Mustofa,G.,Chowdhury,A.S.Hossain,Z.M.,Jargirdar,T.F. 2010. A
Broposed Arthitecture Of Cloud Computing For Education System In
Bangladesh And The Impact On Current Education System. Journal Of
Computer Science And Network Security.Vol.10.N0.1.
Smith, Alan. 2009. Education And Conflict. UNESCO : Education For All Global
Monitoring Report.
64
Susbiyanto Dan Wilujeng,Lusih.2016.Pengembangan Perangkat Ipa Berbasis
Kurikulum 2013 Untuk Meningkatkan Keterampilan
Proses,Kejujuran,Dan Tanggung Jawab. Jurnal Pendidikan
Karakter.Vol.6.No.1.
Suparman, Tarpan. 2020. “Kurikulum Dan Pembelajaran”. Jawa Tengah:
CV.Sarnu Untung.
Tan,Charlale.2006.Creating Thingking Schools Through”Knowledge And
Luquiry”:The Curriculum Challenges For Singapore. The Curriculum
Journal.Vol.17/No.1.
65