Anda di halaman 1dari 68

MAKALAH PENILAIAN HASIL BELAJAR FISIKA

EVALUASI KURIKULUM, PROGRAM PENDIDIKAN DAN PROGRAM


PEMBELAJARAN

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

Mhd Arief Rahman Jalal (A1C319008)


Indah Dewi Permata Sari (A1C319013)
Suci Widya Ningsih (A1C319014)
Gea Desriani (A1C319015)
Bulan Ostari (A1C319035)

Dosen Pengampu :

Dwi Agus Kurniawan, S.Pd., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah konsep “Evaluasi Kurikulum, Program Pendidikan Dan
ProgramPembelajaran”ini tepat pada waktunya. Penulis berharap makalah ini
dapatmenambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan
tugas Penilaian Hasil Belajar Fisika. Tidak sedikit kendala yang kami hadapi
dalam menyelasaikan makalah ini, namun dengan motivasi dan dorongan yang
telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu,
kami mungucap terimakasih kepada:
1. Bapak Dwi Agus Kurniawan , selaku dosen pengampu mata kuliah
penilaian hasil belajar fisika.
2. Teman-teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang penulis buat
tentunyamasih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mohon maaf
dan mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
terkhususnya dalam merancang penelitian.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai setiap urusan kita. Amin.

Jambi, 2 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

1.2 Tujuan............................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

2.1 Kajian Pustaka..............................................................................................3

2.1.2 Konsep Evaluasi Progam Pendidikan Pembelajaran.......................14

2.1.3 Eksplorasi Hasil Evaluasi Kurikulum pada Negara-Negara ASEAN


untuk Mata Pelajaran Fisika/Sains.............................................................19

2.1.4 Eksplorasi Hasil Evaluasi Kurikulum di Negara-Negara Ocenia


Pada Mata Pelajaran Fisika/Sains..............................................................30

2.1.5 Eksplorasi Hasil Evaluasi Kurikulum di Negara-Negara Asia


Timur Pada Mata Pelajaran Fisika/Sains..................................................36

2.1.6 Eksplorasi Hasil Evaluasi Kurikulum Pada Negara-Negara Asia


Selatan untuk Mata Pelajaran Fisika/Sains...............................................45

2.2 Analisis Kritis.........................................................................................55

BAB III..................................................................................................................57

PENUTUP.............................................................................................................57

3.1 Kesimpulan..................................................................................................57

3.2 Saran............................................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................59

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan landasan dasar untuk mewujudkan sumber


daya manusia yang berkualitas. Namun, tidak semua orang dapat
memperoleh pendidikan yang seharusnya, hal tersebut di karenakan
mahalnya biaya pendidikan. Faktor tersebut melandasi terbentukya aturan
tentang pendidikan dalam amandemen UUD 1945. Pendidikan sebagai
salah satu elemen yang sangat penting dalam menciptakan generasi
penerus bangsa. Selain itu pendidikan merupakan hak bagi setiap warga
negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD RI
Tahun 1945 bahwa tujuan Negara yaitu “mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi Negara yaitu untuk
memfasilitasi seluruh rakyat Indonesia untuk memperoleh pendidikan
yang layak.

Sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki tenaga yang terdiri dari


kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga administratif, laboran,
pustakawan, dan teknisi sumber belajar, sarana dan prasarana yang
meliputi tanah, bangunan, laboratorium, perpustakaan, lapangan olahraga,
serta biaya yang mencakup biaya investasi. Hal yang mengatur bagaimana
sekolah tersebut melaksanakan kegiatan belajar adalah dengan adanya
kurikulum, program Pendidikan, dan programpembelajaran.

Untuk mengetahui kekurangan program pendidikan dan program


pembelajaran, perlu dilakukan ekplorasi. Menurut Koesoemadinata (
2000), Eksplorasi adalah kegiatan teknis ilmiah untuk mencari tahu suatu
area, daerah, keadaaan, ruang yang sebelumnya tidak diketahui
keberadaan akan isinya. Eksplorasi yang ilmiah akan memberikan
sumbangan terhadap khazanah ilmu pengetahuan. Eksplorasi tidak hanya
dilakukan disuatu daerah, dapat pula di kedalaman laut yang belum
pernah dijelajah, ruang angkasa, bahkan wawasan alam pikiran
(eksloration of the mind).Penjelajahan lapangan dengan tujuan

1
memperoleh pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan), terutama
sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu. Setelah di lakukan
penyelidikan selanjutnya di lakukan proses evaluasi terhadap kurikulum
dan program pendidikan serta program pembelajaran.

Evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang


harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum.
Evaluasi menjadi bagian dari sistem manajemen, yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Melalui evaluasi dapat
diketahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan,
pelaksanaan serta hasilnya.

Pendidikan dan program pembelajaran juga perlu dievaluasi agar


tercipta kegiatan belajar mengajar yang lebih efektif. Melalui evaluasi
pendidikan dan program pembelajaran akan diketahui hal-hal yang telah
dicapai serta hal yang tidak tercapai,. Setelah itu diambil keputusan
apakah program tersebut diteruskan, direvisi, dihentikan, atau dirumuskan
kembali sehingga dapat ditemukan tujuan, sasaran dan alternatif baru.

Berdasarkan pemaparan di atas penulis termotifasi untuk membuat


sebuah makalah dengan judul “ Konsep Evaluasi Kurikulum, Konsep
Evaluasi Program Pendidikan Dan Program Pembelajaran”.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:


1. Untuk mengetahui konsep evaluasikurikulum.
2. Untuk mengetahui konsep evaluasi programpendidikian dan program
pembelajaran fisika .
3. Untuk mengetahui eksplorasi hasil evaluasi kurikulum pada negara -negara
ASEAN untuk mata pelajaran fisika/sains.
4. Untuk mengetahui eksplorasi hasil evaluasi kurikulum pada negara -negara
oceania untuk mata pelajaran fisika/sains.
5. Untuk mengetahui eksplorasi hasil evaluasi kurikulum pada negara -negara
asia timur untuk mata pelajaran fisika/sains.

2
6. Untuk mengetahui eksplorasi hasil evaluasi kurikulum pada Negara-negara
asia selatan untuk mata pelajaran fisika/sains.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Konsep Evaluasi Kurikulum Berdasarkan Komponen-Komponennya

According Nababan (2017:29) Education curriculum change is a demand that must be done for
the improvement of the quality of human resources in a nation. The curriculum with all its
changes certainly can not be separated from the world of education. The role of the inner
curriculum Teaching and learning activities, student input, the competence of these
educators is as a giver of direction for the achievement of certain educational goals. The
enactment of a curriculum is basically a renewal in the education system. The existence of
a renewal in the system of change is based on changes in demands on aspects of life.
Sanjaya states that the demands of life can change because of changes in the social
culture of society that is changing lifestyle and social and political change

Terjemahan:

Menurut Nababan (2017:29) perubahan kurikulum pendidikan merupakan tuntutan yang harus
dilakukan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di suatu bangsa. Kurikulum
dengan segala perubahannya tentunya tidak lepas dari dunia pendidikan. Peran kurikulum
batin Kegiatan belajar mengajar, masukan siswa, kompetensi tenaga pendidik tersebut
adalah sebagai pemberi arahan untuk pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Diberlakukannya kurikulum pada dasarnya merupakan pembaharuan dalam sistem
pendidikan. Adanya pembaruan dalam sistem perubahan dilandasi oleh tuntutan perubahan
pada aspek kehidupan. Sanjaya menyatakan bahwa tuntutan hidup dapat berubah karena
adanya perubahan sosial budaya masyarakat yaitu perubahan gaya hidup dan perubahan
sosial politik.

According Andrian (2018:923-924) The local curriculum makes schools more confident and
improves school satisfaction in work. With learning activities, skill and teacher capacity
are better so that they are able to develop innovation in the local curriculum. The local
curriculum provides autonomy to schools especially teachers in improving professional

3
competence as teachers. The local curriculum offers an insight into schools to develop their
own characteristics and culture through the education system. Schools that implement local
curriculum can practice cultural characteristics in teaching and learning activities. The
local curriculum developed by the government should be evaluated so that the
shortcomings or weaknesses of the local curriculum can be detected. Problems in learning
activities can be detected by evaluating the curriculum.

Terjemahan:

Menurut Andrian (2018:923-924) Kurikulum lokal membuat sekolah lebih percaya diri dan
meningkatkan kepuasan sekolah dalam bekerja. Dengan kegiatan pembelajaran,
keterampilan dan kapasitas guru lebih baik sehingga mampu mengembangkan inovasi
dalam kurikulum local. Kurikulum daerah memberikan otonomi kepada sekolah khususnya
guru dalam meningkatkan kompetensi profesionalnya sebagai guru. Kurikulum lokal
menawarkan wawasan tentang sekolah untuk mengembangkan karakteristik dan budaya
mereka sendiri melalui sistem pendidikan. Sekolah yang menerapkan kurikulum lokal dapat
mempraktikkan karakteristik budaya dalam kegiatan belajar mengajar. Kurikulum daerah
yang dikembangkan oleh pemerintah harus dievaluasi agar dapat diketahui kekurangan atau
kekurangan kurikulum daerah. Masalah dalam kegiatan pembelajaran dapat dideteksi
dengan mengevaluasi kurikulum.

2.1.1.1. Pengertian Kurikulum


According Bahrvad (2010:72) Curriculum is defined as the sum of all experiences, which are to be
provided in an educational institution. Curriculum means the planned experiences offered
to the learners under the guidance of the school. Curriculum as the planned guided
learning experience and intended learning out-comes formulated through a systematic
reconstruction of knowledge and experiences under the auspices of the school for the
learner’s continuous and willful growth in academic,personal & social competence.
Terjemahan:
Menurut Bahrvad (2010:72) Kurikulum diartikan sebagai penjumlahan dari semua pengalaman yang
harus diberikan dalam suatu institusi pendidikan. kurikulum berarti pengalaman terencana
yang ditawarkan kepada peserta didik di bawah bimbingan sekolah. Kurikulum sebagai
pengalaman belajar terpandu yang direncanakan dan hasil belajar yang dimaksudkan
dirumuskan melalui rekonstruksi sistematis pengetahuan dan pengalaman di bawah
naungan sekolah untuk pertumbuhan berkelanjutan dan disengaja pelajar dalam akademik,
pribadi & kompetensi sosial.
Menurut Pardomuan (2010:29-31) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi/bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara

4
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan (1) peningkatan
iman dan taqwa; (2) peningkatan akhlak mulia; (3) peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik; (4) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (5) tuntutan
pembangunan daerah dan nasional; (6) tuntutan dunia kerja; (7) perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; (8) agama; (9) dinamika perkembangan global; dan (10)
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Menurut Adnan (2017:108) ada beberapa pengertian kurikulum sebagai berikut:
1. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
2. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta
metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan).
3. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di
perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa).
Menurut Achruh (2019:2-5) Pengertian kurikulum menurut pandangan lama adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta dididk untuk memperoleh ijazah.
Adapun Implikasi :
1. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran pada hakikatnya
adalah pengalama masa lampau..
2. Membentuk peseta didik menjadi manusia intelektualitis.

3. Pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada generasi muda.

4. Tujuannya adalah untukmemperoleh ijazah.

5. Keharusan bagi setiap peserta didik untuk mempelajari mata pelajaran yang sama.

6. System penyampaian adalah system penuangan.

5
Pendapat baru (modern) “Curriculum is interpreted to mean all of the
organized cources, activities, and experiences which pupils have under
direction of the school, wheter in the classroom or not.
1. Kurikulum tidak hanya terdiri atas mata pelajaran tetapi meliputi semua
kegiatan dan pengalaman.
2. Tidak ada pemisahan antara intra- dan extra kurikulum.
3. Pelaksanaan kurikulum, baik di dalam maupun di luar kelas.
4. Guru perlu menggunakan berbagai kegiatan belajar mengajar secara
berfariasi.
5. Tujuan pendidikan adalah membentuk pribadi dan elajar cara hidup.
Perbedaan antara kurikulum lama dan kurikulum baru:
1. Kurikulum lama berorientasi kepada masa lampau, sedangkan kurikulum baru
berorientasi pada masa sekarang.
2. Kurikulum lama tidak berdasarkan suatu filsafat pendididkan yag jelas,
sedangkan kurikulum baru berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas yang
dapat diajarkan kedalam serangkaian tindakan yang nyata.
3. Kurikulum lama berdasarkan tujuan pendidikan yang mengutamakan
perkembangan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan kurikulum baru
bretujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi peserta dididk agar
mampu hidup didalam masyarakat.
4. Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, sedangkan kurikulum baru
disusun berdasarkan masalah atau topik, dimana peserta didik belajar dengan
mengalami.

2.1.1.2 Komponen kurikulum


Menurut Hernawan (2015), ( Komponen pokok dari kurikulum meliputi: 1) tujuan, 2) materi/isi, 3)
strategi pembelajaran, dan 4) evaluasi. Sedangkan yang termasuk komponen penunjang
kurikulum adalah sistem administrasi dan supervisi, sistem bimbingan dan penyuluhan, dan
sistem evaluasi.
1. Tujuan
Tujuan dalam suatu kurikulum akan menggambarkan kualitas manusia yang diharapkan terbinadari
suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai
arah perubahan perilaku yang dicita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus
merupakan sesuatu yang final. Perhatikan juga pendapat berikut.

6
a. Tujuan memberikan pegangan mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana cara
melakukannya, dan merupakan patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu telah
dicapai.
b. Tujuan memegang peranan sangat penting, akan mewarnai komponen-komponen
lainnya dan akan mengarahkan semua kegiatan mengajar.
c. Tujuan kurikulum yang dirumuskan menggambarkan pandangan para pengembang

kurikulum mengenai pengetahuan, kemampuan, serta sikap yang ingin dikembangkan.

1. Materi/Isi
Komponen kedua setelah tujuan adalah isi atau materi kurikulum.
Pengkajian masalah isi kurikulum ini menempati posisi yang penting dan
turut menentukan kualitas suatu kurikulum lembaga pendidikan. Isi
kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjang
tercapainya tujuan kurikulum. Isi kurikulum meliputi fakta-fakta,
observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah, yang berasal
dari pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan
dalam bentuk gagasan (ideas), konsep (concept), generalisasi
(generalization), prinsip-prinsip (principles), dan pemecahan masalah
(solution). Isi/konten kurikulum ke dalam tiga elemen, yaitu
pengetahuan/knowledge (misalnya fakta-fakta, eksplanasi, prinsip-prinsip,
definisi), keterampilan dan proses (misalnya membaca, menulis,
menghitung, berpikir kritis, pengambilan keputusan, berkomunikasi), dan
nilai/values (misalnya keyakinan tentang baik-buruk, benar-salah, indah-
jelek). Secara umum sifat bahan/isi ke dalam beberapa kategori, yaitu:
fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan.
Ada empat kriteria dalam melakukan pemilihan isi/materi kurikulum,
yaitu sebagai berikut.
a. Isi kurikulum memiliki tingkat kebermaknaan yang tinggi (significance).
b. Isi kurikulum bernilai guna bagi kehidupan (utility).
c. Isi kurikulum sesuai dengan minat siswa (interest).
d. Isi kurikulum harus sesuai dengan perkembangan individu (human
development).
Dalam mengkaji isi atau materi kurikulum ini, kita sering dihadapkan
pada masalah scope dan sequence. Scope atau ruang lingkup isi kurikulum

7
dimaksudkan untuk menyatakan keluasan dan kedalaman bahan,
sedangkan sequence menyangkut urutan (order) isi kurikulum. pengurutan
bahan kurikulum tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Urutan secara kronologis, yaitu menurut terjadinya suatu peristiwa.
b. Urutan secara logis yang dilakukan menurut logika.
c. Urutan bahan dari sederhana menuju yang lebih kompleks.
d. Urutan bahan dari mudah menuju yang lebih sulit.
e. Urutan bahan dari spesifik menuju yang lebih umum.
f. Urutan bahan berdasarkan psikologi unsur, yaitu dari bagian-bagian
kepada keseluruhan.
g. Urutan bahan berdasarkan Psikologi Gestalt, yaitu dari keseluruhan
menuju bagian-bagian.
Berdasarkan beberapa sumber, mengungkapkan beberapa cara
menyusun sekuen bahan kurikulum sebagai berikut.
a. Urutan kronologis, yaitu untuk mengurutkan bahan ajar yang mengandung
urutan waktu, seperti peristiwa-peristiwa sejarah, penemuan-penemuan,
dan sebagainya.
b. Urutan kausal, yaitu urutan bahan ajar yang mengandung sebab-akibat.
c. Urutan struktural, yaitu urutan bahan ajar yang disesuaikan dengan
strukturnya.
d. Urutan logis dan psikologis, yaitu urutan bahan ajar yang disusun dari
yang sederhana kepada yang rumit/kompleks (logis) dan dari yang
rumit/kompleks kepada yang sederhana (psikologis).
e. Urutan spiral, yaitu urutan bahan ajar yang dipusatkan pada topik-topik
tertentu, kemudian diperluas dan diperdalam.
f. Urutan rangkaian ke belakang, yaitu urutan bahan ajar yang dimulai dari
langkah terakhir, kemudian mundur ke belakang.
g. Urutan berdasarkan hierarki belajar, yaitu urutan bahan yang
menggambarkan urutan perilaku yang mula-mula harus dikuasai siswa,
berturut-turut sampai perilaku terakhir.
Penetapan sekuen atau urutan mana yang akan dipilih tampaknya
sangat tergantung pada sifat-sifat materi/isi kurikulum sebagaimana telah

8
diungkapkan pada bagian terdahulu, juga harus memiliki konsistensi
dengan tujuan yang telah dirumuskan.
2. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sangat penting dikaji dalam studi tentang kurikulum,
baik secara makro maupun mikro. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan
masalah cara atau sistem penyampaian isi kurikulum (delivery system) dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Pengertian strategi
pembelajaran dalam hal ini meliputi pendekatan, prosedur, metode, model, dan
teknik yang digunakan dalam menyajikan bahan/isi kurikulum. Strategi
pembelajaran pada hakikatnya adalah tindakan nyata dari guru dalam
melaksanakan pembelajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan
lebih efisien. Dengan kata lain, strategi berhubungan dengan siasat atau taktik
yang digunakan guru dalam melaksanakan kurikulum secara sistemik dan
sistematik. Sistemik mengandung arti adanya saling keterkaitan di antara
komponen kurikulum sehingga terorganisasikan secara terpadu dalam mencapai
tujuan, sedangkan sistematik mengandung pengertian bahwa langkah-langkah
yang dilakukan guru harus berurutan sehingga mendukung tercapainya tujuan.
3. Evaluasi
Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-
tujuan yang telah ditentukan, serta menilai proses implementasi kurikulum
secara keseluruhan, termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri.
Hasil dari kegiatan evaluasi dapat dijadikan sebagai umpan balik
(feedback) untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan
pengembangan komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya hasil
evaluasi ini dapat berperan sebagai masukan bagi penentuan kebijakan-
kebijakan dalam pengambilan keputusan kurikulum khususnya, dan
pendidikan pada umumnya, baik bagi para pengembang kurikulum dan
para pemegang kebijakan pendidikan, maupun bagi para pelaksana
kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan (seperti guru dan kepala
sekolah).
Pada awal perkembangannya, konsep evaluasi banyak sekali
dipengaruhi secara dominan oleh konsep pengukuran (measurement).

9
Proses evaluasi merupakan proses yang sangat esensial guna mengetahui
apakah tujuan (objectives) secara nyata telah terealisasikan. Secara
prinsipil yang menjadi fokus dari evaluasi adalah tingkatan di mana siswa
mencapai tujuan. Pengertian-pengertian evaluasi tersebut lebih diarahkan
atau berorientasi kepada perubahan perilaku, dan lebih mementingkan
hasil atau produk belajar, kurang memperhatikan proses dan kondisi-
kondisi belajar yang mempengaruhi hasil belajar. Evaluasi seperti itu
sudah dianggap tidak lagi memenuhi makna evaluasi yang sesungguhnya.
Perkembangan selanjutnya dari konsep evaluasi ini, berpegang pada
satu konsep dasar, yaitu adanya pertimbangan (judgement). Dengan
pertimbangan inilah ditentukan nilai (worth/merit) dari sesuatu yang
sedang dievaluasi. Tanpa pemberian pertimbangan bukanlah suatu
kegiatan evaluasi. Dengan demikian, pengertian evaluasi harus diarahkan
pada suatu proses pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti dari
sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan tersebut
bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu kesatuan tertentu.
Pemberian pertimbangan tersebut haruslah berdasarkan kriteria tertentu,
baik dari penilai itu sendiri maupun dari luar penilai. Dari pengertian
tersebut, evaluasi lebih dianggap sebagai suatu proses, bukan suatu hasil
(produk).
Konsep evaluasi kurikulum dapat dipandang secara luas, yaitu
mencakup evaluasi terhadap seluruh komponen dan kegiatan pendidikan,
tetapi dapat pula dibatasi secara sempit yang hanya ditekankan pada hasil-
hasil atau perilaku yang dicapai siswa. Luas atau sempitnya suatu evaluasi
kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Jadi, dalam hal ini yang
menjadi penentu adalah faktor tujuan yang diharapkan. Orientasi terhadap
tujuan merupakan salah satu syarat atau karakteristik dari evaluasi.
Karakteristik lainnya, yaitu: dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai (values
and valuing), mencakup keseluruhan (comprehensiveness), berkelanjutan
(continuity), memiliki nilai diagnostik dan kesahihan (diagnostic worth
and validity) dan evaluasi tersebut harus terintegrasi atau utuh, bukan
sesuatu yang lepas-lepas (integration).

10
2.1.1.3 Peranan Kurikulum
Menurut Hernawan (2015) apabila dirinci secara lebih mendetail peranan kurikulum sangat penting
dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan, paling tidak terdpat tiga peranan yang dinilai
sangat penting, yaitu sebagai berikut:
1. Peranan konserfatif. Tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan warisan
sosial kepada generasi muda.
2. Peranan kritis atau evaluatif. Lembaga pendidikan tidak hanya mewariskan
kebudayaan yang ada, tetapi juga menilai dan memilih unsur-unsur kebudayaan yang
akan diwariskan. Kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan
menekankan unsur berpikir kritis.
3. Peranan kreatif. Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif,
dalm arti menciptakan dan menyususn sesuatuyang baru sesuai dengan kebutuhan
masa sekarang dan masa mendatang didalam masyarakat.

2.1.1.4 Fungsi Kurikulum


Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa, dalam literatur lain,
mengemukakan enam fungsi kurikulum sebagai berikut.
1. Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function) mengandung
makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted, yaitu mampu
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
2. Fungsi integrasi (the integrating function) mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-
pribadi yang utuh. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian
yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan
masyarakatnya.
3. Fungsi diferensiasi (the differentiating function) mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan
pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki

11
perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai dan
dilayani dengan baik.
4. Fungsi persiapan (the propaedeutic function) mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa
untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu,
kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup
dalam masyarakat seandainya ia karena sesuatu hal, tidak dapat
melanjutkan pendidikannya.
5. Fungsi pemilihan (the selective function) mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan
kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya
dengan fungsi diferensiasi karena pengakuan atas adanya perbedaan
individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut
untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk
mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih
luas dan bersifat fleksibel (luwes/lentur).
6. Fungsi diagnostik (the diagnostic function) mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan
mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan
(potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu
memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada
dirinya maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri
potensi/kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-
kelemahannya.
Keenam fungsi yang sudah dikemukakan harus dimiliki oleh suatu
kurikulum lembaga pendidikan secara menyeluruh (komprehensif).
Dengan demikian kurikulum dapat memberikan pengaruh bagi
pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam rangka pencapaian tujuan
pendidikan.

2.1.1.5 Pendekatan Studi Kurikulum

12
Menurut achruh (2019:4) ada empat pendekatan studi kurikum sebagai
berikut:
1. Pendekatan mata pelajaran.
2. Pendekatan interdisipliner
3. Pendekatan integrative atau pendekatan terpadu
4. Pendekatan system.

2.1.1.6 Pengertian Evaluasi Kurikulum


According Afidah (2020) Evaluation in education is very broad since it includes various activities
such as student assessment, measurement, testing, program evaluation, school personnel
evaluation, school accreditation, and curriculum evaluation. Evaluation has an important
role in every research as well as in academic studies. Moreover, important points in the
evaluation must meet the values that underlie the curriculum, pedagogy, and results which
are the main focus in educational values. Evaluation conducted by the teacher to students is
done to find out how the abilities and knowledge of students in understanding the subject
matter that has been studied to assess, correct, and improve a program systematically.
From the definition of evaluation, it is found the definition in curriculum evaluation, which
is, scientific research conducted systematically to improve the curriculum applied in
education.
Terjemahan:
Menurut Afidah (2020) Evaluasi dalam pendidikan sangat luas karena meliputi berbagai kegiatan
seperti penilaian siswa, pengukuran, pengujian, evaluasi program, evaluasi personel
sekolah, akreditasi sekolah, dan evaluasi kurikulum. Evaluasi memiliki peran penting dalam
setiap penelitian maupun studi akademis. Selain itu, poin-poin penting dalam evaluasi harus
memenuhi nilai-nilai yang mendasari kurikulum, pedagogi, dan hasil yang menjadi fokus
utama dalam nilai-nilai pendidikan.. Evaluasi yang dilakukan oleh guru kepada siswa
dilakukan untuk mengetahui bagaimana kemampuan dan pengetahuan siswa dalam
memahami materi pelajaran yang telah dipelajari untuk menilai, mengoreksi, dan
memperbaiki suatu program secara sistematis. Dari pengertian evaluasi ditemukan
pengertian evaluasi kurikulum, yaitu penelitian ilmiah yang dilakukan secara sistematis
untuk menyempurnakan kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan.

2.1.1.7 Aspek-Aspek Evaluasi Kurikulum


Menurut Adnan ( 2017:112) ada beberapa aspek dalam kurikulum yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Keterkaitan Antara Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum.

13
Evaluasi Kurikulum dan Sistem Kurikulum Secara fungsional evaluasi
kurikulum merupakan bagian dari sistem kurikulum. sistem kurikulum ini mempunyai
tiga fungsi pokok, yaitu pengembangan kurikulum, pleaksanaan kurikulum, dan
evaluasi efek sistem kurikulum.
Kurikulum minimal berfokus pada empat bidang, yaitu evaluasi terhadap
penggunaan kurikulum, desain kurikulum, hasil dari siswa, dan sistem kurikulum. efek
dari evaluasi akan memulihkan kinerja dari berbagai bagian dari sistem kurikulum.
seleksi dan pengorganiisasian pihak-pihak pengambang kurikulum, prosedur
penyususnan, pengaturan dan pelaksanaan kurikulum, fugsi koordinator dalam tim
penyusunan, pengaruh tingkat guru dan kondisi pengajaran terhadap kurikulum,
semuanya perlu dievaluasi dan hasilnya dapat memperbaiki sistem kurikulum secara
keseluruhan.
b. Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum.
Pengembangan kurikulum ialah proses yang meliputi kegiatan untuk
melaksanakan percobaan evaluasi, sehingga kekurangan yang ditemukan dapat
diperbaiki untuk hasil yang lebih baik evaluasi dalam penyusunan dan perancangan
kurikulum sangat sulit dan tidak memiliki kriteria yang sama.
Adapun prinsip-prinsip dalam evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut:
a. Tujuan tertentu, maksudnya yaitu setiap program evaluasi kurikulum itu terarah
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan
itu pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses pelaksanaan evaluasi
kurikulum.
b. Bersifat objektif, maksudnya harus sesuai dengan kenyataan yang ada bersumber dari
data yang ada nyata dan akurat yang diperoleh dari instrument yang benar.
c. Bersifat komperhensif, yaitu mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat
dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus mendapat
perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum diadakan pengambilan
keputusan.
d. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan, plaksanaan dan keberhasilan
program evaluasi itu adaah tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terkait dan
saling terlibat dalam proses pendidikan seperti, guru, kepala sekolah, penilik, orang
tua, dan juga siswa itu sendiri. disamping tanggung jawab utama lembaga penelitian
dan pengembangan.
e. Efisien, maksudnya efisien dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan
yang menjadi penunjang. sehingga hasil evaluasi harus diupayakan lebih tinggi atau
seimbang dengan materi yang digunakan.
f. Berkesinambungan, hal ini berkaitan dengan adanya perbaikan kurikulum. sehingga
peran guru dan kepala sekolah sangat penting, karena merekalah yang mengtahui
pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan dari kurikulum yang diterapkan.

14
2.1.2 Konsep Evaluasi Progam Pendidikan Pembelajaran

2.1.2.1 Pengertian Evaluasi Program Pendidikan

Menurut Lazwardi (2017) Evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan hasil belajar, namun konsep
evaluasi mempunyai makna yang sangat luas. Evaluasi adalah suatu proses yang
menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Rumusan evaluasi
pendidikan sebagai berikut: ”Educational evaluation is the process of delineating,
obtaining and providing usefull information forjudging decision alternatives”. Menurut
rumusan ini evaluasi pendidikan merupakan proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan
menyajikan informasi yang berguna untuk menentapkan alternatif keputusan. Evaluasi
program adalah upaya mengumpulkan informasi mengenai suatu program, kegiatan atau
proyek. Informasi tersebut berguna untuk mengambil keputusan, antara lain untuk
memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu
kegiatan atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan.
Evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakan
ada selisih.Berdasarkan beberapa pembahasan tentang teori evaluasi maka dapat
disimpulkan bahawa evaluasi adalah suatu kegiatan mengumpulkan informasi yang berguna
untuk mengambil keputusan dan sebagai tolak ukur sejauhmana tujuan dapat dicapai.

Menurut Munthe (2015) evaluasi program dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk penelitian, yaitu
penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam pembicaraan evaluasi program, pelaksana
berpikir dan menentukan langkah-langkah sebagaimana melaksanakan penelitian. Evaluasi
program pendidikan adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada
lembaga secara keseluruhan. Supervisi sekolah yang diartikan sebagai evaluasi program
dapat disama artikan dengan validasi lembaga dan akreditasi.

Menurut Tyler (1967) menyatakan bahwa program pendidikan dikarakteristikkan oleh tujuan, isi,
lingkungan, metode, dan perubahannya membawa. Biasanya ada pesan yang ingin
disampaikan, hubungan-kapal yang akan diperagakan, konsep untuk dilambangkan,
pemahaman dan keterampilan yang harus diperoleh. Evakuasi rumit karena setiap
karakteristik yang banyak membutuhkan perhatian khusus. Tujuan dari evaluasi pendidikan
adalah ekspositori: untuk berkenalan dengan audiens dengan pekerjaan pendidik dan
pemimpin mereka.

Menurut Hogan (2017) evaluasi program dimanfaatkan oleh organisasi untuk menilai proses,
prosedur, dan hasil mereka secara berkala. Bidang evaluasi program menyediakan proses
dan alat yang dapat diterapkan oleh pendidik dan pengembang tenaga kerja data yang valid,
andal, dan kredibel untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kinerja program. Evaluasi
program sering diartikan sebagai “menilai nilai atau manfaat sesuatu atau produk dari

15
proses ”. Evaluasi adalah proses sistematis yang digunakan untuk menentukan manfaat atau
nilai program, kurikulum, atau strategi tertentu dalam konteks tertentu. Terlepas dari
fungsinya yang esensial, evaluasi program mungkin yang paling luas aktivitas yang salah

dimengerti, dihindari, dan ditakuti oleh praktisi.

2.1.2.2 Model Evaluasi

Munurut Lazwardi (2017) model evaluasi program mencakul lebih dari 50 jenis yang telah dan
sedang digunakan dalam evaluasi program. Sebagian model berupa rancangan teoritis yang
disusun para pakar, sebagian dikembangkan dari pengalaman evaluasi dilapangan dan
sebagian lagi berupa konsep, pedoman dan petunjuk teknis untuk menyelengarakan evaluasi
program.

Model-model evaluasi program dapat dikelompokkan kedalam


enam kategori yaitu:

a. Model evaluasi yang terfokus pada pengambilan keputusan.


Evaluasi program sebagai masukan bagi pengambilan keputusan digunakan
untuk menjawab pertanyaan : jenis keputusan apa yang akan dilakukan terhadap
program dan jenis keputusan apa yang akan diambil sewaktu penyusunan dan
pelaksanaan program.
b. Model evaluasi terhadap unsur-unsur program

Evauasi program dalam kategori ini dilakukan untuk menjawab


pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: bagian-bagian mana dalam suatu
program yang sistemik yang harus dievaluasi, sejauh mana bagian-bagian
itu saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan semuanya
membentuk suatu kesatuan? Dan sejauh mana sitem mempengaruhi
bagian-bagian atau keseluruhan program.

c. Model evaluasi terhadap jenis/tipe kegiatan program

Model evaluasi yang termasuk kedalam kategori ini terfokus pada


upaya mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut: jenis
data apa yang diperlukan dalam evaluasi program? dan jenis-jenis
kegiatan mana yang dilakukan dalam evaluasi program? Model ini
mencakup jenis-jenis data dan tipe-tipe kegiatan yang digunakan yang

16
digunakan dalam evaluasi program, serta meliputi model kelayakan
evaluasi, model peranan sistem, model hirarki antara proses dan tujuan
serta model kontinuitas kerja mandiri.

d. Model evaluasi terhadap proses pelaksanaan program

Model evaluasi ini membantu para penyusun program dan para


evaluator untuk memahami proses pelaksanaan program dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: bagaimana cara melakukan
evaluasi terhadap pelaksanaan program? Kegiatan-kegiatan apa yang
terjadi dalam proses pelaksanaan program? Dan model-model apa yang
digunakan dalam evaluasi pelaksanaan program. Enam model yang
termasuk adalah model appraisal, pengelolaan data, model proses secara
alamiah, evaluasi monitoring, evaluasi perkembangan dan evaluasi
transaksi.

e. Model evaluasi terhadap pencapaian tujuan program

Model evaluasi yang berkaitan dengan pengujian hasil-hasil sebagai


pencapaian tujuan-tujuan paling sering dilakukan dalam hampir semua
model evaluasi. Perbedaannya dapat dikategorikan kedalam model yang
mengutamakan hasil pembelajaran (perubahan tingkah laku) dan yang
terfokus pada tujuan khusus program. Adapun model-model tersebut
adalah model tylerian, model evaluasi pembelajaran, model tujuan khusus
program.

f. Model evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program

Evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program berkaitan dengan


kegiatan untuk mengetahui hasil-hasil program pendidikan baik yang
diantisipasi maupun yang tidak diantisipasi, untuk menilai hasil program
yang langsung/tidak langsung serta konsekuensinya baik yang
menguntungkan maupun tidak. Sebagian model berkaita dengan hakikat
hasil program dan sebagian lagi berhubungan dengan prosedur pengujian
hasil program.

17
2.1.2.3. Tujuan Evaluasi

Menurut Munthe (2015) Tujuan evaluasi program adalah sebagai


berikut:

1. Menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang tindak lanjut suatu program di


masa depan,
2. Penundaan pengambilan keputusan,
3. Penggeseran tanggung jawab,
4. Pembenaran/justifikasi program,
5. Memenuhi kebutuhan akreditasi,
6. Laporan akutansi untuk pendanaan,
7. Menjawab atas permintaan pemberi tugas, informasi yang diperlukan,
8. Membantu staf mengembangkan program,
9. Mempelajari dampak/akibat yang tidak sesuai dengan rencana,
10. Mengadakan usaha perbaikan bagi program yang sedang berjalan,
11. Menilai manfaat dari program yang sedang berjalan,
12. Memberikan masukan bagi program baru.

Menurut Ananda (2017) tujuan evaluasi program adalah:

1. Membantu perencanaan untuk pelaksanaan program.


2. Membantu dalam penentuan keputusan penyempurnaan atau perubahan
program
3. Membantu dalam penentuan keputusan keberlanjutan atau
penghentianprogram.
4. Menemukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap program.
5. Memberikan sumbangan dalam pemahaman proses psikologis,
sosial,politik dalam pelaksanaan program serta faktor-faktor yang mem-
pengaruhi program.

2.1.2.4 Manfaat Evaluasi

Menurut Munthe (2015) manfaat dari evaluasi program adalah:

1. memberikan masukan apakah suatu program dihentikan atau diteruskan,

18
2. memberitahukan prosedur mana yang perlu diperbaiki,
3. memberitahukan stategi, atau teknik yang perlu dihilangkan/diganti,
4. memberikan masukan apakah program yang sama dapat diterapkan di
tempat lain,
5. memberikan masukan dana harus dialokasikan ke mana,
6. memberikan masukan apakah teori/pendekatan tentang program dapat
diterima/ditolak.

2.1.2.5. Evaluasi Program Pembelajaran

Menurut Aloysius (2018) menyatakan bahwa Evaluasi dapat berperan dalam mengantisipasi dan
mencegah terjadinya kegagalan proses pembelajaran. Dengan evaluasi, itu benar diharapkan
membuat pembelajaran menjadi lebih baik dan kurangnya pembelajaran bisa ditingkatkan.
Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.Evaluasi merupakan bagian dari rangkaian
pembelajaran selainperencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

Menurut Idrus (2019) Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai belajar dan
pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian atau pengukuran
belajar dan pembelajaran. Sedangkan pengertian pengukuran dalam kegiatan pembelajaran
adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan belajar dan pembelajaran dengan
ukuran keberhasilan belajar dan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif,
sementara pengertian penilaian belajar dan pembelajaran adalah proses pembuatan
keputusan nilai keberhasilan belajar dan pembelajaran secara kualitatif.

Menurut Gunawan (2010) Evaluasi program pembelajaran adalah pemberian estimasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran untuk menentukan keefektifan dan kemajuan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Memperoleh gambaran yang komprehensif tentang
keefektifan program pembelajaran, terdapat tiga komponen yang perlu dijadikan obyek
evaluasi, yaitu: (a) desain program pembelajaran; (b) implementasi program pembelajaran;
dan (c) hasil program pembelajaran yang dicapai.

Menurut Florentinus (2017) Menyatakan bahwa Untuk mengetahui level pencapaian, perlu untuk
mengevaluasi program yang telah dilaksanakan. Evaluasi juga harus multidimensi (luas).
Sehingga akan diketahui apa masih harus ditingkatkan, dikembangkan dan lanjutan.
Program evaluasi merupakan evaluasi yang sangat erat kaitannya untuk kegiatan
pendidikan, termasuk kurikulum, sumber daya manusia, infrastruktur,.

19
2.1.3 Eksplorasi Hasil Evaluasi Kurikulum pada Negara-Negara ASEAN
untuk Mata Pelajaran Fisika/Sains

2.1.3.1 Indonesia

Karakteristik dari pembelajaran IPA pada dasarnya mendukung


pelaksaan kurikulum 2013. Secara umum, IPA (SAINS) merupakan
gabungan dari beberapa disiplin ilmu alam yang saling melengkapi mulai
dari ilmu fisika, kimia, biologi, ilmu bumi, hingga ilmu astronomi.
Penerapan ini sebagai langkah untuk menemukan jawaban yang lebih
komprehensif mengenai fenomena alam yang kajiannya tidak hanya
melalui satu disiplin ilmu saja tetapi memahami hubungan masing-masing
disiplin ilmu alam hingga membentuk satu kesatuan yang utuh.

Pembelajaran IPA dapat dilaksanakan secara terpadu sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun
2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam melaksanakan proses
pembelajaran IPA di SMP, kurikulum 2013 mengamanatkan agar dilaksanakan
pembelajaran terpadu yang melibatkan antardisiplin ilmu dan antarkompetensi yang ada
pada satu jenjang tertentu. Konsep keterpaduan dapat ditunjukkan dalam kompetensi inti
(KI) dan kompetensi dasar (KD) pembelajaran IPA yakni di dalam satu KD sudah
memadukan konsep-konsep IPA dari bidang ilmu biologi, fisika, dan ilmu pengetahuan
bumi dan antariksa. Selain itu, pembelajaran IPA diharapkan berorientasi pada kemampuan
aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan
pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam
serta dapat mengenalkan lingkungan biologi dan alam sekitarnya serta dapat mengenalkan
berbagai keunggulan wilayah nusantara (Susbiyanto, 2016: 87- 91).

Recording to Ashadi (2018: 80) The evaluation of the curriculum for teacher education is important
for achieving national development. It needs to adjust the learning outcomes to the
requirements of the job market, which are related to the acceleration of the nasional vision.
Development programs became a guide to developing the curriculum so that it matches the
needs of the job market and can meet these needs with the human resources produced. In
the twenty- first century, teacher are required to be able to skillfuly and capably teach
students to obtain further benefits, either for the job marker or for their career. Education
policy should accommodate the necessity of curriculum evaluationevaluation, especially
the parts related to a teacher's scope, which can produce teachers that are able to educate
the next generation to meet the needs of national development. Curriculum development
needs to adjust to the developments and changes in the global era.

20
Terjemahan:

Menurut Ashadi (2018: 80) Evaluasi kurikulum pendidikan guru penting untuk pencapaian
pembangunan nasional. Hasil pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja
yang terkait dengan percepatan visi kebangsaan. Program pengembangan menjadi pedoman
untuk mengembangkan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan dapat
memenuhi kebutuhan tersebut dengan sumber daya manusia yang dihasilkan. Pada abad
kedua puluh satu ini, guru dituntut untuk mampu mendidik siswa secara terampil dan cakap
guna memperoleh manfaat lebih lanjut, baik untuk penanda pekerjaan maupun untuk karir
mereka. Kebijakan pendidikan hendaknya mengakomodir kebutuhan evaluasi evaluasi
kurikulum, khususnya bagian-bagian yang berkaitan dengan ruang lingkup guru, sehingga
dapat menghasilkan guru yang mampu mendidik generasi penerus untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional. Pengembangan kurikulum perlu menyesuaikan dengan
perkembangan dan perubahan di era global..

2.1.3.2 Thailand

According to Pavinee ( 2013 : 81-82 ) Thai curriculum after reform in the end of the 1980s. In that
reform, the process approach was emphasised. The next reform in 1999 focused on
scientific literacy: “Thai science education emphasizes the scientific knowledge, the nature
of science, and the relationship between science technology and society”. The definition of
scientific literacy in the Thai science education context focuses on citizens who are to be
able to: (1) perceive questions and problems that could be verified through the scientific
method, (2) identify evidence or data for inquiry, (3) give reasonable explanations related
to empirical data or evidence, (4) communicate or explain issues related to science, and (5)
understand scientific principles and concepts. Science is a com pulsory topic for Thai
students in every grade from the primary level to the upper-secondary level. The time
allocated to science instruction is 80 lessons per year at all primary levels. The duration of
a lesson is 50 minutes. Altogether, there are 480 lessons allocated in grades 1–6 in Thai
schools.

In general, the purpose of science teaching in Thailand is describedas follows :Science teaching
should help the students (1) understand basic principles and theories of science; (2)
understand the limitations and nature of science; (3) gain skills of investigation, scientific
and technological formulation; (4) develop the process of thinking and imagination, and the
ability of problem solution and management, communication skill, and ability for decision;
(5) recognize the relation among science, technologies, human beings, and environments in
terms of influence and affectation; (6) apply the knowledge of science and technology for
making the usefulness to society and living; and (7) have a scientific mind, ethics, and value
in the use of science and technology originally.

21
Terjemahan:

Menurut Pavinee (2013: 81-82) kurikulum Thailand setelah reformasi pada akhirnya tahun 1980-an.
Dalam reformasi itu, pendekatan proses ditekankan. Reformasi berikutnya pada tahun 1999
berfokus pada literasi ilmiah: "Pendidikan sains Thailand menekankan pengetahuan ilmiah,
sifat sains, dan hubungan antara teknologi sains dan masyarakat". Definisi literasi ilmiah
dalam konteks pendidikan sains Thailand berfokus pada warga negara yang dapat: (1)
memahami pertanyaan dan masalah yang dapat diverifikasi melalui metode ilmiah, (2)
mengidentifikasi bukti atau data untuk penyelidikan, (3) memberikan penjelasan yang
masuk akal terkait dengan data atau bukti empiris, (4) mengomunikasikan atau menjelaskan
masalah yang berkaitan dengan sains, dan (5) memahami prinsip dan konsep ilmiah. Sains
adalah topik wajib bagi siswa Thailand di setiap kelas dari tingkat dasar hingga tingkat
menengah atas. Waktu yang dialokasikan untuk pengajaran sains adalah 80 pelajaran per
tahun di semua tingkat dasar. Durasi pelajaran adalah 50 menit. Secara keseluruhan, ada
480 pelajaran yang dialokasikan dikelas 1–6 disekolah-sekolah Thailand.

Secara umum, tujuan pengajaran sains di Thailand digambarkan sebagai berikut: Pengajaran sains
harus membantu siswa (1) memahami prinsip dasar dan teori sains; (2) memahami
keterbatasan dan sifat sains; (3) memperoleh keterampilan investigasi, formulasi ilmiah dan
teknologi; (4) mengembangkan proses berpikir dan imajinasi, dan kemampuan solusi
masalah dan manajemen, keterampilan komunikasi, dan kemampuan untuk mengambil
keputusan; (5) mengenali hubungan antara sains, teknologi, manusia, dan lingkungan dalam
hal pengaruh dan pengaruh; (6) menerapkan pengetahuan sains dan teknologi untuk
membuat manfaat bagi masyarakat dan kehidupan; dan (7) memiliki pikiran ilmiah, etika,
dan nilai dalam penggunaan sains dan teknologi pada awalnya.

2.1.3.3 Malaysia

According to Osman ( 2009 : 2573-2574 ) The educational system in Malaysia has come a long way
from being a diversified non-formal system to a unified formal and forward- looking
system. This evolution has taken place within a complete historical and multi-racial
context. At times the country‟s educational goals and objectives have been just a pale
imitation of the British school curriculum. The Razak Report (1956) provided a turning
point in the history of the Malaysian educational system. Its recommendations became the
catalyst to a comprehensive system of education designed to meet the current and future
demands of a developing country where the overriding concern was to create a unified
education for all people regardless of race and creed. Once unity among the population
had been attained, and democratisation of education established, the next function of
reform was to meet the demands of a newly independent country. As the nation progressed

22
scientifically and technologically, there came a need to expand the vocational and technical
education of the children.

In approaching the 21st century, the world scenario is mainly


transformed by rapid science and technological advancement. Such
situation has induced the Malaysian science curriculum to be constantly
in a state of flux; continously expanding for the critical mass of the
population, besides fulfiling the demand of current science and
technological advancement. Numerous govenmental incentives such as
the Malaysian Science and Technology policy for the 21st century and
Second National. Science and Technology policy have been formulated to
set direction and navigate changes of the science education programmes.
Besides providing science learning environment which is conducive for
critical and creative thinking inculcation, the teaching of science is now
being conducted using English as the medium of instruction. Technology
was also immersed as part of the students‟ life with the integration of
Information and Communication Technology (ICT) in science teaching
and learning.

Terjemahan:

Menurut Osman (2009: 2573-2574) Sistem pendidikan di Malaysia telah jauh berubah dari sistem
non-formal yang beragam menjadi sistem formal dan berwawasan ke depan. Evolusi ini
telah terjadi dalam konteks historis dan multi-rasial yang lengkap. Kadang-kadang tujuan
dan sasaran pendidikan negara tersebut hanyalah tiruan pucat dari kurikulum sekolah
Inggris. Laporan Razak (1956) memberikan titik balik dalam sejarah sistem pendidikan
Malaysia. Rekomendasi-rekomendasinya menjadi katalisator bagi sistem pendidikan
komprehensif yang dirancang untuk memenuhi tuntutan negara berkembang saat ini dan di
masa depan di mana perhatian utamanya adalah menciptakan pendidikan terpadu bagi
semua orang tanpa memandang ras dan keyakinan. Begitu persatuan di antara populasi telah
tercapai, dan demokratisasi pendidikan terbentuk, fungsi reformasi selanjutnya adalah untuk
memenuhi tuntutan negara yang baru merdeka. Ketika negara berkembang secara ilmiah
dan teknologi, muncul kebutuhan untuk memperluas pendidikan kejuruan dan teknis anak-
anak.

Dalam mendekati abad ke-21, skenario dunia terutama


ditransformasikan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Situasi

23
seperti itu telah mendorong kurikulum sains Malaysia untuk terus-
menerus dalam keadaan fluks; terus berkembang untuk massa kritis
populasi, selain memenuhi permintaan sains dan kemajuan teknologi saat
ini. Berbagai insentif pemerintah seperti kebijakan Sains dan Teknologi
Malaysia untuk abad ke-21 dan kebijakan Sains dan Teknologi Nasional
Kedua telah dirumuskan untuk menetapkan arah dan menavigasi
perubahan program pendidikan sains. Selain menyediakan lingkungan
belajar sains yang kondusif untuk penanaman pemikiran kritis dan kreatif,
pengajaran sains sekarang dilakukan dengan menggunakan bahasa Inggris
sebagai media pengajaran. Teknologi juga dibenamkan sebagai bagian
dari kehidupan siswa dengan integrasi Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) dalam pengajaran dan pembelajaran sains.

2.1.3.4 Myanmar

According to Hayden ( 2013:50-51 ) The education system is grossly underfunded –


a state of affairs that has existed for a very long time. The underfunding is
related to Myanmar‟s status as a poor country, but, more importantly, it
has occurred because, under military rule, the importance of the education
system was deliberately undervalued. Recent national budget figures for
2013-14 indicate a 4.4% allocation of the national government‟s budget to
the education system – an improvement on previous years, but well short of
the allocation of 20.8% being made to support the military. Furthermore, an
allocation of only 4.4% of the national government‟s budget to education
compares poorly with the proportions allocated to education by
governments in the Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), to
which Myanmar belongs. Vietnam, which allocates almost 20% of its
national government budget to education, stands out as a leader, but there
are other countries, including Malaysia, that are not far behind. Not
surprisingly, total expenditure on education as a proportion of Myanmar‟s
GDP is also low. In 2012-13, it was only 1.7%, compared with an ASEAN
average of 3.5% (World Bank, 2013). By comparison, the OECD average in
2009 was 5.1%. The lack of sufficient public funds rests at the heart of a

24
great many of the current problems being experienced by the education
system in Myanmar. Because salaries for teachers, particularly for primary
school teachers, are relatively unattractive, capable graduates are less
inclined to pursue a careerin teaching. Male graduates seem especially
wary of becoming teachers because the salary levels for teachers are widely
viewed as being insufficient to enable them to assume the role of sole
provider for a family. In the absence of better salaries, teachers have a
strong incentive to provide fee-based private tutoring classes, mostly
delivering exactly the same material as they would have delivered in their
regular classes, but with more of an eye on the needs of individual students.
And, because of insufficient funds, schools, colleges and universities are
typically in a very poor physical condition, with inadequate or even non-
existent library and laboratory resources. Teachers must also manage large
classes, though less so in the more remote regions of the country where
schools must be provided by the national government even though student
enrolment numbers arelow.

Terjemahan:

Menurut Hayden (2013: 50-51) Sistem pendidikan benar-benar kekurangan


dana - keadaan yang sudah ada sejak lama. Kekurangan dana terkait dengan status
Myanmar sebagai negara miskin, tetapi, yang lebih penting, itu terjadi karena, di bawah
pemerintahan militer, pentingnya sistem pendidikan sengaja diremehkan. Angka-angka
anggaran nasional terbaru untuk 2013-14 menunjukkan alokasi 4,4% dari anggaran
pemerintah nasional untuk sistem pendidikan - peningkatan pada tahun-tahun sebelumnya,
tetapi jauh dari alokasi 20,8% yang dibuat untuk mendukung militer. Lebih jauh, alokasi
hanya 4,4% dari anggaran pemerintah nasional untuk pendidikan sebanding dengan
proporsi yang dialokasikan untuk pendidikan oleh pemerintah dalam Asosiasi Bangsa
Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang menjadi milik Myanmar. Vietnam, yang
mengalokasikan hampir 20% dari anggaran pemerintah nasional untuk pendidikan,
menonjol sebagai pemimpin, tetapi ada negara lain, termasuk Malaysia, yang tidak jauh di
belakang.Tidak mengherankan, total pengeluaran untuk pendidikan sebagai bagian dari
PDB Myanmar juga rendah. Pada 2012-13, hanya 1,7%, dibandingkan dengan rata-rata
ASEAN 3,5% (Bank Dunia, 2013). Sebagai perbandingan, rata-rata OECD pada tahun 2009
adalah 5,1%. Kurangnya dana publik yang cukup terletak di jantung banyak masalah yang
sedang dialami oleh sistem pendidikan di Myanmar. Karena gaji untuk guru, terutama

25
untuk guru sekolah dasar, relatif tidak menarik, lulusan yang cakap cenderung tidak
mengejar karir dalam mengajar. Lulusan laki-laki tampaknya sangat waspada untuk
menjadi guru karena tingkat gaji guru secara luas dianggap tidak mencukupi untuk
memungkinkan mereka mengambil peran sebagai penyedia tunggal untuk keluarga. Dengan
tidak adanya gaji yang lebih baik, guru memiliki insentif yang kuat untuk menyediakan
kelas les privat berbasis biaya, sebagian besar memberikan materi yang persis sama dengan
yang akan mereka berikan di kelas reguler mereka, tetapi dengan lebih memperhatikan
kebutuhan siswa secara individual. Dan karena dana yang tidak mencukupi, sekolah,
perguruan tinggi dan universitas biasanya dalam kondisi fisik yang sangat buruk, dengan
sumber daya perpustakaan dan laboratorium yang tidak memadai atau bahkan tidak ada.
Guru juga harus mengelola kelas besar, meskipun kurang begitu di daerah yang lebih
terpencil di negara di mana sekolah harus disediakan oleh pemerintah nasional meskipun
jumlah pendaftaran siswa rendah.

2.1.3.5 Vietnam

According to Hang ( 2017: 5-6 ) Primary science education in Vietnam is integrated into primary
education that emphasizes the mission of training students to be future labourers who have
the necessary knowledge, skills, and attitudes to cope with the rapid changes of modern
times and to contribute to the industrialisation of the country. The primary science
curriculum in Vietnam is centralised and authorised by the Ministry of Education and
Training. The current curriculum has been in use since the curriculum reform began in the
year 2000. Science is a compulsory subject taught in all levels of primary education from
Grade 1 (students aged 6) to Grade 5 (students aged 10). From Grade 1 to Grade 3,
science is integrated into the subject called Nature and Society. From Grade 4 to Grade 5,
science stays separate in the subject named Science. Science lessons are planned to last
around 35 min. They are often taught by class teachers who have to teach most of the
subject areas. Despite the curriculum reform and calls for innovating teaching and learning
methods, it was found that the implementation of a social constructivist approach remains a
low extent in primary science education in Vietnam (Hằng et al. 2015). This can be
described shortlyas: Teaching and learning was textbook-based andteacher-centred;
Lessons were focused on factual knowledge; Reproduction of knowledge directly taught by
theteacher; Hands-on complex tasks wereabsent; Students‟ personal aspects were
discounted; and Hierarchical interactions remained science classroom practices. These
are considered as the problems that need to address in order to enhance the quality of
primary science education in Vietnam.

Terjemahan:

26
Menurut Hang (2017: 5-6) Pendidikan sains primer di Vietnam diintegrasikan ke dalam pendidikan
dasar yang menekankan misi melatih siswa untuk menjadi pekerja masa depan yang
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk mengatasi perubahan
cepat zaman modern dan untuk berkontribusi pada industrialisasi negara. Kurikulum sains
primer di Vietnam dipusatkan dan disahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Pelatihan.
Kurikulum saat ini telah digunakan sejak reformasi kurikulum dimulai pada tahun 2000.
Sains adalah mata pelajaran wajib yang diajarkan di semua tingkat pendidikan dasar dari
Kelas 1 (siswa berusia 6) hingga Kelas 5 (siswa berusia 10). Dari Kelas 1 hingga Kelas 3,
sains diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang disebut Alam dan Masyarakat. Dari
Kelas 4 hingga Kelas 5, sains tetap terpisah dalam mata pelajaran bernama Sains. Pelajaran
sains direncanakan berlangsung sekitar 35 menit. Mereka sering diajarkan oleh guru kelas
yang harus mengajar sebagian besar bidang studi. Terlepas dari reformasi kurikulum dan
seruan untuk menginovasi metode pengajaran dan pembelajaran, ditemukan bahwa
penerapan pendekatan konstruktivis sosial tetap rendah dalam pendidikan sains primer di
Vietnam (Hằng et al. 2015). Ini dapat digambarkan sebagai berikut: Mengajar dan belajar
berbasis buku dan berpusat pada guru; Pelajaran difokuskan pada pengetahuan faktual;
Reproduksi pengetahuan yang diajarkan langsung oleh guru; Tidak ada tugas kompleks
yang dilakukan; Aspek pribadi siswa didiskon; dan Interaksi hierarkis tetap dalam praktik
kelas sains. Ini dianggap sebagai masalah yang perlu diatasi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan sains primer di Vietnam.

2.1.3.6 Singapura

According to Tan ( 2006 : 4 ) the curriculum in Singapore schools is generally presented in clearly
structured forms where there is a right and wrong answer for almost everything.
Knowledge is gained mainly from standard textbooks, and students are accustomed to
seekonly "correct‟ answers from the teacher sand prescribed books.

Terjemahan:

Menurut Tan (2006: 4) kurikulum di sekolah-sekolah Singapura umumnya disajikan dalam bentuk
yang terstruktur dengan jelas di mana ada jawaban benar dan salah untuk hampir semua hal.
Pengetahuan diperoleh terutama dari buku teks standar, dan siswa terbiasa mencari hanya
jawaban 'benar' dari guru dan buku resep.

2.1.3.7 Laos

According to Dorner ( 2011:6-8) We begin our overview of the local context by providing a brief
description of the education system and the realities of teaching and learning in Laos. We
then analyse data gathered from site visits to the schools and interviews with available
teachers. In our analysis of the interview data, we employ four of Hofstede's dimensions of

27
culture to identify various contextual issues that reflect norms embedded within the
educational system. We also examine our data and identify examples of the types of
indigenous knowledge that can be used to inform the promotion and planning of culturally
sensitive information literacy education programmes that can contribute to
globalunderstanding.

The general education system, including policy and programme


development, is under the direction of the Ministry of Education. The
education system consists of pre-school education (crèche and
kindergarten), primary education (five years with students between the
ages of 5 and 11 years), lower secondary education (three years with
students between 12 and 14 years) and upper secondary education (three
years - with students between the ages of 15 and 18). Private schools and
colleges have been encouraged since 1990.

Terjemahan :

Menurut Dorner (2011: 6-8) Kami memulai tinjauan kami tentang konteks lokal dengan memberikan
deskripsi singkat tentang sistem pendidikan dan realitas pengajaran dan pembelajaran di
Laos. Kami kemudian menganalisis data yang dikumpulkan dari kunjungan lapangan ke
sekolah dan wawancara dengan guru yang tersedia. Dalam analisis kami terhadap data
wawancara, kami menggunakan empat dimensi budaya Hofstede untuk mengidentifikasi
berbagai masalah kontekstual yang mencerminkan norma-norma yang tertanam dalam
sistem pendidikan. Kami juga memeriksa data kami dan mengidentifikasi contoh-contoh
jenis pengetahuan asli yang dapat digunakan untuk menginformasikan promosi dan
perencanaan program pendidikan literasi informasi yang sensitif secara budaya yang dapat
berkontribusi pada pemahaman global.

Sistem pendidikan umum, termasuk pengembangan kebijakan dan


program, berada di bawah arahan Kementerian Pendidikan. Sistem
pendidikan terdiri dari pendidikan pra sekolah (crche dan taman kanak-
kanak), pendidikan dasar (lima tahun dengan siswa berusia antara 5 dan
11 tahun), pendidikan menengah bawah (tiga tahun dengan siswa antara
12 dan 14 tahun) dan pendidikan menengah atas (tiga tahun - dengan
siswa berusia antara 15 dan 18). Sekolah dan perguruan tinggi swasta
telah didorong sejak tahun 1990.

28
2.1.3.8 Kamboja

Pada tahun 1975, Kamboja dipimpin oleh rezim Khmer dimana


pendidikan tidak lagi diutamakan. Rezim Khmer ini hanya berfokus pada
kekuatan militer dan menutup seluruh sekolah di Kamboja untuk
dijadikan markas militer dan penjara bagi masyarakat yang menentang
kepemimpinan Pol Pot. Berakhirnya masa kepemimpinan rezim Khmer,
Kamboja dipimpin oleh Heng Samrin dan membangun kembali sistem
pendidikan yang ada. Namun setelah konstitusi pembebasan Kamboja
tahun 1993, sistem pendidikan kemudian dirubah kembali dengan dimulai
dari pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan perguruan
tinggi. Pola wajib belajar 6+3+3 dengan arti 12 tahun untuk
menyelesaikan pendidikan umum yang dibagi dengan enam tahun untuk
pendidikan dasar kelas 1-6 dan enam tahun pendidikan menengah umum
dari kelas 7-12. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kamboja belum
bisa menangani permasalahan pendidikan di Kamboja. Tingginya tingkat
kemiskinan dan kesenjangan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat
memaksa anak-anak untuk memilih bekerja daripada pergi bersekolah
untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga mereka. Beberapa keluarga
tidak mampu membayar biaya pendidikan di sekolah. Untuk
meningkatkan dan memperbaiki permasalahan pendidikan di Kamboja,
pemerintah bekerjasama dengan beberapa IGO dan INGO yang bergerak
dibidang pendidikan dimana salah satunya adalah Cambodian Children’s
Fund (CCF). Cambodian Children’s Fund (CCF) didirikan oleh Scott
Neeson seorang pemimpin dari Hollywood Sony Pictures Entertainment
sejak tahun 2004 dan berpusat di tempat pembuangan sampah di Steung
Meanchey yang terletak di bagian tenggara Phnom Phen. Program
pendidikan ini fokus pada pengembangan bahasa Inggris, Khmer,
matematika, ilmu pengetahuan, seni dan keterampilan keaksaraan digital.

Program Pendidikan dari CCF ini memberikan siswa seragam sekolah, bahan studi dan biaya
universitas dan transportasi. CCF bekerjasama langsung dengan sekolah-sekolah umum,
tenaga pengajar untuk memastikan tingkat kehadiran para siswa dan hasil akademis yang
tinggi. CCF menyediakan jalur pendidikan dengan menyediakan kelas tambahan atau kelas

29
khusus dimana para murid menghabiskan setengah hari untuk menghadiri sekolah negeri
dan kemudian mengikuti kelas tambahan atau kelas khusus (Awaliyah, 2019).

2.1.3.9 Filiphina

Reformasi kurikulum di Filipina pada tahun 2013 ditandai dengan


adanya gerakan literasi. Dalam gerakan literasi ini, bahasa ibu dijadikan
sebagai bahasa pengantar di sekolah untuk siswa kelas I sampai dengan
kelas III SD. Pada empat bulan pertama, semua mata Sebelum reformasi
kurikulum tahun 2013, bahasa pengantar di sekolah adalah Bahasa
Filipino dan Bahasa Inggris. Pertanyaannya, mengapa pada kurikulum
2013 materi diajarkan dalam bahasa ibu? Bukankah ini sebuah
kemunduran dalam sistem pendidikan di Philipina, sementara di negara
lain, orang mulai mengajarkan bahasa nasional dan bahasa internasional
(Inggris) sejak Taman Kanan-Kanak dan SD? Dalam kajiannya, Dr.
Rosalina J. Vilaneza yang gigih memperjuangkan perlunya diajarkan
bahasa ibu pada siswa SD, menemukan bahwa ketika guru mengajar
murid kelas I SD dengan bahasa Filipino, banyak siswa yang diam, tidak
mau berbicara atau berpartisipasi di kelas. Mereka nampak pasif, bahkan
bingung dengan apa yang diucapkan oleh guru. Tetapi ketika materi
diajarkan dengan bahasa ibu, mereka sangat aktif, komunikatif, senang,
dan cepat menangkap pesan yang disampaikan guru. Di samping itu juga,
ada prinsip yang harus diakomodir oleh pendidikan, yaitu pendidikan
untuk semua orang, termasuk di kota dan di pedalaman.

Penerapan konsep kurikulum terintegrasi (integrated curriculum) pada sekolah dasar di Filipina,
berbeda dengan penerapan di Indonesia. Di Indonesia, konsep tematik integrative
diterapkan mulai dari kelas I-VI SD. Akan tetapi, mulai kelas IV-VI ada dua mata pelajaran
yang diajarkan berbasis subject matter, yaitu matematika dan pendidikan jasmani, olah raga
dan kesehatan (PJOK) (Laconi, 2017).

2.1.3.10 Brunei Darussalam

Brunei Darussalam merupakan salah satu negara di Asia Tenggara


yangsangat makmur. Brunei Darussalam dipimpin oleh seorang sultan
yang sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Dalam bidang pendidikan,

30
pemerintah Brunei Darussalam lebih mengutamakan pada penciptaan
SDM yang berakhlak, beragama dan menguasai teknologi.10 Pendidikan
formal di Brunei dimulai tahun1912 dengan mulai dibukanya Sekolah
Melayu di Bandar Brunei (Bandar Seri Begawan sekarang). Kemudian
diikuti dengan pembukaan sekolah-sekolah lainnya di wilayah Brunei
Muara, Kuala Belait dan Tutong. Sebelumnya pada 1916, masyarakat
Tionghoa telah mendirikan sekolah sendiri di Bandar Seri. Pada tahun
1966, sekolah Melayu pada tingkat pendidikan menengah dibuka di
Belait. Tahun 1979 pendidikan TK yang merupakan bagian tingkat dasar
mulai diterapkan di Brunei. Sedangkan Universiti Brunei Darussalam
didirikan pada tahun 1985 sebagai lembaga tertinggi di bidang
pendidikan.12 Sejak tahun 1984 kurikulum pendidikan nasional
mewajibkan para siswa untuk menguasai dwi bahasa yaitu bahasa Melayu
dan Inggris. Bahasa Melayu digunakan untuk mengajar mata pelajaran
bahasa Melayu, pengetahuan Agama Islam, pendidikan jasmani, lukisan
dan pertukangan tangan. Sedangkan bahasa Inggris digunakan untuk
mengajar mata pelajaran seperti Sains, Matematik, Geografi, Sejarah dan
Bahasa Inggris itu sendiri.
Dengan demikian pemerintah Brunei Darussalam merumuskan model pendidikan yang objektif yaitu
pendidikan sebagai wadah untuk melahirkan rakyat yang taat beragama dimana mereka
akan menjadi pelita umat yang mempunyai pemahaman dan pegangan yang benar. Kearah
itulah, maka pemerintahan Brunei Darussalam turut berharap supaya manusia yang
dirancang dan akan lahir yaitu menjadi manusia Brunei yang berilmu, mahir dan beramal
salih (Abduh, 2011).

2.1.4 Eksplorasi Hasil Evaluasi Kurikulum di Negara-Negara Ocenia Pada


Mata Pelajaran Fisika/Sains

2.1.4.1 New Zealand


According to Fashier (2013 : 243) The New Zealand Curriculum is a future focused, tightly worded,
slimmed down document that incorporates the text of eight Essential Learning Areas into
one single booklet. As a framework NZC provides a sense of national direction for future
decision making. Structurally it is divided into two sections. The first half is generic in
nature and outlines thecurriculum and determine the framework for the eight Essential

31
Learning Areas at the back. The focus is on whatmakes a successful learner, and what
needs to be done differently to prepare students for the 21st Century.The back half of the
NZC contains a one to two page „essence‟ statement for each of the eight Essential
Learning Areas along with generic sections on effective pedagogy, assessment and
curriculum design. The NZC is permissive in nature in the sense that it gives teachers the
freedom and authority to decide the shape the curriculum takes in the classroom. Schools
and teachers are given the power and responsibility to design learning that is responsive to
perceived student needs, within the broad conceptual curriculum guidelines.

Terjemahan:

Menurut Fashier (2013 : 243) kurikulum selandia baru adalah dokumen masa depan yang terfokus,
dengan perkataan yang ketat, yang menggabungkan teks dari delapan area miring esensial
ke dalam satu buklet tunggal. Sebagai kerangka kerja, NZC memberikan rasa arah nasional
untuk pengambilan keputusam di masa depan. Secara struktual dibagi menjadi dua bagian.
Babak pertama bersifat generic dan menguraikan visi, prinsip, nilai dan kompetensi utama.
Ini ditempatkan secara strategis di bagian depan kurikulum dan menentukan kerangka
kerja untuk delapan area belajar esensial di bagian belakang. Fokusnya adalah pada apa
yang menjadikan pelajar sukses, dan apa yang perlu dilakukan secara berbeda untuk
mempersiapkan siswa menghadapi abad 21. Setengah bagian belakang NZC berisi
pernyataan esensi satu hingga dua halaman untuk masing-masing dari delapan area
pembelajaran essentiai bersama dengan bagian umum tentang pedagogi, penilaian, dan
desain kurikulum yang efektif. NZC bersifat permisif dalam pengertian bahwa hal itu
memberi guru kebebasan dan wewenang untuk memutuskan bentuk kurikulum di ruang
kelas, sekolah, dan guru diberikan kekuatan dan tanggung jawab untuk merancang
pembelajaran yang responsive terhadap kebutuhan siswa yang dirasakan dalam pedoman
kurikulum konseptual yang luas.

According to Vanier (2012) In science, students explore how both


the natural physical world and science itself work so that they can
participate as critical, informed, and responsible citizens in a society in
which science plays a significant role.”

This rationale for the study of science conveys that it is more than
a body of knowledge to be learned. It is a discipline that we use to
navigate society and understand the modern world around us. Science is
one of the eight learning areas in the 2007 NZC, and it is described by
five strands:

32
 The Nature of Science,
 The Living World,
 Planet Earth and Beyond,
 The Physical World
 The Material World.
 The Nature of Science, which was reshaped in the 2007 NZC, focuses on
what science is and what scientists do. It provides contexts for learning in
the four other content strands. The NZC achievement objectives describe
the Nature of Science under four broad categories:
 Understanding about science,
 Investigating in science,
 Communicating in science, and
 Participating and contributing.
The Nature of Science overarches and unifies the four other science
strands and potentially connects with the values and key competencies that reach
across all subject areas. Its communication, language, and societal aspects are
also evident in the learning areas of English, social sciences, and mathematics
and statistics. In fact, the 2007 NZC specifically recommends that all learning
“make use of the natural connections that exist between learning areas and that
link learning areas to the values and key competencies. Many Nature of Science
components (communicating and participating, thinking, using language,
symbols, and texts) are evident in both the front end and back end of the NZC.
With the overarching Nature of Science in place, the vision from the NZC is that
students should learn science by experiencing what scientists do. Furthermore,
students should understand what makes science a unique approach towards
making sense of the world around us.
Terjemahan :
Menurut Vanier (2012) dalam sains, siswa mengeksplorasi
bagaimana dunia fisik alami dan sains itu sendiri bekerja sehingga
mereka dapat berpartisipasi sebagai warga Negara yang kritis,
berpengetahuan , dan bertanggung jawab dalam suatu masyarakat social
dimana sains memainkan peran penting.
33
Dasar pemikiran untuk studi sains ini menyatakan bahwa lebih
dari sekedar tubuh pengetahuan yang harus di pelajarin. Ini adalah
disiplin yang kami gunakan untuk menavigasi masyarakat dan memahami
dunia modern di sekitar kita. Sains adalah salah satu dari delapan bidang
pembelajaran dalam NZC 2007, dan dijelaskan oleh lima kategori:
 The Nature of Science,
 The Living World,
 Planet Earth and Beyond,
 The Physical World
 The Material World.
 Sifat Sains, yang dibentuk kembali pada NZC 2007 berfokus pada apa
sains itu dan apa yang di lakukan para ilmuwan. Ini berarti memberikan
konteks untuk belajar di empat kategori lainnya. Tujuan pencapaian NZC
mrnggambarkan sifat ilmu pengetahuan dalam empat kategori besar yaitu:
 Memahami tentang sains
 Investigasi dalam sains
 Berkomunikasi dalam sains
 Berpartisipasi dan berkomunikasi
Sifat sains memayungi dan menyatukan empat kategori sains lainnya dan
berpotensi menghubungkan dengan nilai-nilai dan kompetensi utama yang
menjangkau semua bidang studi. Aspek komunikasi,bahasa,dan sosialnya juga
terbukti dalam bidang pembelajaran bahas inggris, ilmu sosial, matematika, dan
statistik. Bahkan NZC 2017 secara khusus merekomendasikan bahwa semua
pembelajaran “Memanfaatkan koneksi alami yang ada antara bidang pembelajaran
dan menghubungkan bidang pembelajaran dengan nilai kompetensi utama.
Dengan sifat ilmu pengetahuan yang menyeluruh, visi dari NCZ adalah bahwa
siswa harus belajar sains dengan mengalami apa yang dilakukan para ilmuwan.
Selain itu siswa harus memahami apa yang membuat sains pendekatan unik untuk
memahami dunia di sekitar kita.

2.1.4.2 Australia
Sistem pendidikan Australia berstandar tertinggi dan menikmati
34
pengakuan internasional. Sekolah adalah wajib di seluruh Australia, yang
memberikan sumbangsih pada tingkat melek huruf 99 persen. Sekolah-
sekolah mengembangkan keterampilan dan membangun kepercayaan diri
para pelajar; lulusan universitas Australia unggul pada penelitian dan
inovasi terdepan; serta pendidikan kejuruan dan teknik memajukan sektor
industri yang sedang berkembang pesat.17 Australia juga salah satu
penyelenggara pendidikan dan pelatihan terdepan di dunia bagi pelajar
internasional, termasuk pelatihan bahasa Inggris.Lebih dari 400,000
pelajar dari sekitar 200 negara menerima pendidikan Australia setiap
tahun.Kursus ditawarkan baik di Australia maupun di luar negeri. Di
Australia, sekolah dimulai dengan kindergarten (taman kanak-kanak) dan
dilanjutkan dari kelas 1 sampai kelas 12. Pada dasarnya sistem
pendidikan di Australia dapat digolongkan menjadi lima strata
(tingkatan), yaitu: a. Sekolah Dasar (Primary School); taman kanak-kanak
sampai kelas 6 atau kelas 7. b. Sekolah Menengah (Secondary or High
School); kelas 7 atau 8 sampai kelas 10. c. Pendidikan Kejuruan dan
Pelatihan (Vocational Education and Training) dan senior high school/
senior secondary school/college (sekolah menengah atas); kelas 11
sampai kelas 12.d. Pendidikan Tinggi (University).
Kurikulum Australia sains menganut aksioma visi 1, meskipun kelompok penasihat
berusaha untuk menggunakan aksioma visi 2 untuk menentukan konten dari untaian
pemahaman sains. Dalam sains di kurikulum 2013, para penulis Indonesia , mungkin secara
tidak sengaja , membuat beberapa terobosan kedalam pertimbangan visi 2 dengan mencoba
memasukan ilmu integratif dan konteks dunia nyata dalam kurikulum sekolah menengah
pertama.Inisiatif ini tidak didukung dalam kurikulum sains sekolah menengah yang kembali
menjadi berbasis disiplin. Beberapa fitur muncul di ACS yang tidak muncul di kurikulum
2013 seperti ikhtisar termasuk alasan, tujuan, dan ide-ide kunci. ACARA (2015)
menyatakan bahwa ada enam ide utama dalam kurikulum sains: Pola, Ketertiban dan
Organisasi, bentuk dan fungsi, stabilitas dan perubahan, skala dan pengukuran, materi dan
energi dan sistem. IPA memiliki empat tema : Material ,Sistem, perubahan dan interaksi.
Dua set ide ini hampir mirip. ACS memiliki tiga kategori yang paling terkait yaitu:
pemahaman sains, sains sebagai upaya manusia, dam keterampilan penyelidikan sains.
Pemahaman sains selanjutnya dibagi menurut disiplin ilmu yaitu : sains biologi, sains
kimia, sains fisika, dan sains bumi dan luar angkasa, pemahaman sains mirip dengan
kompetensi inti 3 dalam kurukulum 2013 (Isri, 2015: 36-37).

35
2.1.4.3 Papua New Guinea
According to Kekeya (2014:101) , The PNG national curriculum has two goals that guide teaching
and learning. The first goal, entitled „integral human development,‟ which prescribes the
empowerment of every student‟s „cognitive, emotional, spiritual, physical, moral, cultural
and social‟ development (Papua New Guinea Department of Education, 2003). The PNG
national outcomes-based curriculum provides direction for the development of appropriate
cultural and traditional values to be integrated into the micro-curriculum in school and
classroom situations for students to experience (Papua New Guinea Department of
Education, 2003). Additionally, the PNG national curriculum places stronger emphasis on
teachers to plan and deliver these values in the form of knowledge, skills, attitudes and
values to achieve quality student learning in PNG contexts. This emphasis points to
teachers as key players in making the curriculum goals become reality by crafting and
implementing varied meaningful learning experiences for students (Papua New Guinea
Department of Education, 2003). The second goal of the PNG national curriculum is called
„our ways of life.‟ This goal seeks to capture the PNG indigenous knowledge in teaching
and learning, by redeveloping, retaining, reviving and expanding the appropriate
indigenous knowledge, skills, attitudes and values that are believed to have been alienated
by Western ideas and influences (Matane, 1986; Papua New Guinea Department of
Education, 2002). The indigenous knowledge of PNG refers to such things as: the rich 800
plus local languages; the cultural practices, rituals, initiations, and belief systems of
indigenous people; different organic ways of farming; family raising practices; art making;
dance and drama; food catering, hunting; fishing and building.‟

Terjemahan:

Menurut Kekeya (2014:101) kurikulum nasional PNG memiliki dua tujuan yang membimbing
pengajaran dan pembelajaran. Tujuan pertama, berjudul 'pembangunan manusia integral,
"yang mengatur pemberdayaan perkembangan kognitif, emosional, spiritual, fisik, moral,
budaya, dan sosial setiap siswa. PNG Kurikulum berbasis hasil nasional memberikan
arahan untuk pengembangan nilai-nilai budaya dan tradisional yang sesuai untuk
diintegrasikan ke dalam kurikulum mikro di sekolah dan situasi kelas bagi siswa. Selain itu,
kurikulum nasional PNG menempatkan penekanan yang lebih kuat pada guru untuk
merencanakan dan memberikan nilai-nilai ini dalam bentuk pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai untuk mencapai pembelajaran siswa yang berkualitas dalam konteks
PNG.Penekanan ini menunjuk pada guru sebagai pemain kunci dalam membuat tujuan
kurikulum menjadi kenyataan dengan membuat dan mengimplementasikan beragam
pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Tujuan kedua Kurikulum nasional PNG
disebut 'cara hidup kita. Tujuan ini berupaya untuk menangkap pengetahuan asli PNG

36
dalam proses belajar mengajar, dengan membangun kembali, mempertahankan,
menghidupkan kembali, dan memperluas pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai
adat yang sesuai yang diyakini telah diasingkan oleh gagasan dan pengaruh Barat.
Pengetahuan asli tentang PNG mengacu pada hal-hal seperti: yang kaya 800 ditambah
bahasa lokal; praktik budaya, ritual, inisiasi, dan sistem kepercayaan masyarakat adat;
berbagai cara pertanian organik; praktik membesarkan keluarga; pembuatan seni; tarian
dan drama; katering makanan, berburu; memancing dan membangun, untuk beberapa nama.

2.1.5 Eksplorasi Hasil Evaluasi Kurikulum di Negara-Negara Asia Timur


Pada Mata Pelajaran Fisika/Sains

2.1.4.2 Jepang

Menurut Miliyawati (2016:5) bangsa Jepang, walaupun sudah maju diberbagai bidang kehidupan
termasuk di bidang pendidikan tetapi dalam rangka mempersiapkan diri secara lebih baik
lagi, maka pengembangan kurikulum terus ditingkatkan demi kemajuan-kemajuan kualitas
pendidikan di negara Jepang itu sendiri. Kurikulum di Jepang disusun oleh bagian
perencanaan kurikulum yang terdapat dalam Kementrian Pendidikan. Penyusunan
kurikulum Jepang lebih ditekankan pada sistem pendidikan di sekolah, bukan pada
perubahan mata pelajaran atau metode mengajar. Sifatnya fleksibel dan responsive dalam
konteks penerapan kurikulumnya memungkinkan para pendidik untuk melakukan
pengembangan dan penyesuaian-penyesuaian pada tataran implementatif di dalam kelas.

Kurikulum Jepang pertama kali dikeluarkan pada tahun 1947,


bertepatan dengan lahirnya UU pendidikan di Jepang, selanjutnya berkali-
kali mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1951, 1956, 1961, 1971,
1980,1992, 2002, dan 2011. Hal-hal yang ditegaskan oleh Kementerian
Pendidikan Jepang terkait dengan menyusun kurikulum adalah:

1) standar kurikulum nasional,


2) mengutamakan keharmonisan pertumbuhan jasmani dan rohani siswa,
3) menyesuaikan dengan lingkungan sekitar,
4) memperhatikan step perkembangan siswa, dan
5) memperhatikan karakteristik course pendidikan/jurusan pada level SMA

According to Tan (2018: 50) the education system in japan followa a six-three-three pattern: 6 years
or primary education ( International standard classification of education [ISCED] 1), 3

37
years of lower secondary education ( ISCED2) and 3 years of upper secondary education
(ISCED3). For primary and lower secondary education, which are compulsory, almost all
children aged 6-15 are enrolled in school. In public elementary schools, there is no official
policy on within-school streaming nor are public primary students tracked. From the 3rd
grade of primary education, a compulsory program of science is taught to all students in
mixed –ability classes or schools for students with special needs, a speciallu adapted
curriculum is available.

The Japanese national curricula are know as “course of study” . the


course of study for elementary schools (COSES) accommodates the
national curiiculum for primary education, while the course of study for
junior high schools caters for lower secondary education. The primary
science curriculum is included in the COSES, and it has been revised
eight times since its implementation in 1947. The course of study for
science started as a “ tentative plan” in 1947 and was regarded as
guidance for teachers conducting research. The goal of science education
and teaching described in the 1947 course of study was „‟ for children
and pupils to foster the following three qualities related to problems in
their environment so that everyone can have a rational life style and a
better living.‟‟ The three qualities refer to :

1. Abilities to observe, think about, and theat things scientifically.


2. Knowledge about the principles and applications of science.
3. Attitudes of seeking truth and being willing to create new things.

Terjemahan:

Menurut Tan (2018:50) sistem pendidikan di Jepang mengikuti pola enam-tiga-tiga: 6 tahun
pendidikan dasar (Klasifikasi Standar Internasional Pendidikan [ISCED] 1), 3 tahun
pendidikan menengah bawah (ISCED2), dan 3 tahun pendidikan menengah atas (ISCED3).
Untuk pendidikan dasar dan menengah, yang bersifat kom- pulsasi, hampir semua anak
berusia 6-15 tahun terdaftar di sekolah. Di sekolah dasar negeri, tidak ada kebijakan resmi
tentang streaming di dalam sekolah dan tidak ada siswa sekolah dasar negeri yang dilacak.
Dari kelas 3 pendidikan dasar, program wajib ilmu pengetahuan diajarkan kepada semua
siswa di kelas kemampuan campuran di mana kurikulum yang sama ditentukan untuk
semua siswa, Untuk kelas atau sekolah untuk siswa dengan kebutuhan khusus, tersedia
kurikulum yang diadaptasi secara khusus.

38
Seperti diketahui secara luas, mayoritas penduduk di negara ini
adalah orang Jepang, dan bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa
Jepang. Di beberapa daerah, memiliki komunitas Brasil, pendidikan
disediakan baik dalam bahasa Jepang dan Portugis, misalnya, kursus Studi
Kurikulum nasional Jepang dikenal sebagai "Program Studi." Kursus
Studi untuk Sekolah Dasar (COSES) mengakomodasi kurikulum nasional
untuk pendidikan dasar, sedangkan Kursus Studi untuk Sekolah
Menengah Pertama melayani pendidikan menengah bawah. Kurikulum
sains primer termasuk dalam COSES. dan telah direvisi delapan kali sejak
penerapannya pada tahun 1947. Kursus Studi Ilmu Pengetahuan dimulai
sebagai "rencana sementara" pada tahun 1947 dan dianggap sebagai
pedoman bagi para guru yang melakukan penelitian. Tujuan pendidikan
sains dan pengajaran yang dijelaskan dalam Kursus Studi 1947 adalah
"untuk anak-anak dan siswa untuk memupuk tiga kualitas berikut terkait
dengan masalah di lingkungan mereka sehingga setiap orang dapat
memiliki gaya hidup yang rasional dan kehidupan yang lebih baik." Tiga
kualitas merujuk pada:

1. Kemampuan untuk mengamati, memikirkan, dan memperlakukan hal-


hal secara ilmiah
2. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan aplikasi sains
3. Sikap mencari kebenaran dan bersedia untuk menciptakan hal-hal
baru
2.1.4.3 China

Kurikulum di Cina mengalami reformasi 8 kali. Reformasi I pada


tahun 1949-1952. Pada saat ini, hubungan Cina dengan Rusia sangat erat
sekali, sehingga dampaknya adalah seluruh mata pelajaran di Cina adalah
sama dengan yang ada Rusia. Reformasi ke II di Cina diadakan pada
tahun 1953 – 1957. Di sini terlihat kendala yaitu kurikulum berubah
terlalu cepat sehinggasekolah-sekolah tidak dapat mengikuti perubahan
tersebutReformasi ke III pada tahun 1957 – 1963. Pada bulan Februari
1957, Mao Tse Dong seorang tokoh Cina Baru menyatakan bahwa tujuan

39
dari pendidikan di Cina adalah harus mendidik anak-anak dalam moral,
pengetahuan, dan olah raga berdasarkan ideologi sosialis. Stuktur yang
pertama adalah moral kemudian pengetahuan lalu olah raga.

Reformasi ke IV pada tahun 1964 – 1976 menghasilkan bahwa


semua kurikulum dan mata pelajaran harus diubah semua secara
total.Reformasi ke V di Cina adalah pada tahun 1977- 1980. Pada tahun
1976, Deng Xiao Ping menyatakan Cina terbuka untuk dunia. Pada masa
ini, pemerintah mengubah sistem pendidikan yaitu (1) tingkatan sekolah
dasar adalah 5 tahun dan sekolah menengah adalah 5 tahun (terdiri dari
SMP dan SMA), (2) Departemen Pendidikan mengembangkan sistem
pendidikan sentralisasi, dan (3) pemerintah membuat buku-buku materi
ajar.

Reformasi ke VI adalah tahun 1981-1984. Pada masa ini, Deng menyatakan bahwa Cina harus
mengembangkan sekolah-sekolah terbaik untuk tingkatan sekolah dasar dan menengah.
Reformasi ke VII pada tahun 1985-1998, menghasilkan kompulsori pendidikan 9 tahun.
Reformasi ke VIII adalah tahun 1999 – sampai sekarang. Pada masa ini fokus kurikulum
adalah inovasi dan implementasi dari kemampuan siswa. Istilah kurikulum di Cina sudah
ada sejak zaman Dinasti Tang yaitu Ke Ceng. Ke artinya satu mata pelajaran. Di masa lalu,
kurikulum di Cina terdiri dari 4 buku dan 5 kitab yang harus dihafal oleh setiap orang.
Empat buku tersebut dibagi menjadi beberapa topik yaitu belajar tinggi (the great learning),
analitik dari Confusius, pekerjaan dari Mencius (murid dari Kong Fu Tse), dan doktrin
tentang pengertian. Lima kitab terbagi atas topik-topik: buku tentang lagu; buku tentang
pekerjaan; buku tentang perubahan; serta buku tentang tahunan ritual, musim semi, dan
musim gugur. Empat buku ini berdasarkan masa Dinasti Song dan lima kitab berdasarkan
Dinasti Han ( Hasnul,2011:46).

According to Guo (2013 : 90) In early 1980s, Chinese Governmental Officials made
a historic decision to shift China‟ economic system from a planned economy to a market
economy. The dramatic change of the economic system initiated consequential changes in
the political system toward decentralization and democracy. The rapid social, economic,
and political development in China called for fundamental changes in education. To
improve the educational system and its quality as well as to prepare citizens with the
knowledge and skills for an increasingly globalized world, the Ministry of Education in
China released the Basic Education Curriculum Reform Outline in June 2001 and officially
started the most unprecedented basic education reform in Chinese modern education
history: the New Curriculum Reform (NCR).

40
The philosophy underpinning the new curriculum is for each
individual student‟s development. Basic Education Curriculum Reform
Outline (2001), the national policy issued by Ministry of Education in
China specifies the following six objectives of this large-scale curriculum
change:

1. Develop a comprehensive and harmonious basic education system.


Change the function of curriculum from knowledge transmission to
helping students become active lifelong learners;
2. Construct new curriculum structure. Change the subject-centered
curriculum structure into a balanced, integrated, and optional curriculum
structure to meet the diverse needs of schools and students;
3. Reflect modern curriculum content. Reduce the difficulty and complexity of
the old curriculum content and reflect the new essential knowledge, skills
and attitudes that students need to be lifelong learners. Strengthen the
relevance of the curriculum content to students‟ lives;
4. Promote constructivist learning. Change the passive learning and rote
learning styles into active and problem-solving learning styles to improve
students‟ overall abilities of information processing, knowledge
acquisition, problem solving, and cooperative learning;
5. Form appropriate assessment and evaluation rationales. Curriculum
assessment and evaluation shifts from its selective purpose to improving
the quality of teaching and learning. A combination of formative and
summative evaluation approaches is required in the new curriculum; and
6. Promote curriculum democracy and adaptation. Curriculum
administration is decentralized toward a joint effort of central government,
local governments, and schools to strengthen the relevance of the
curriculum to local situations”

Terjemahan:

Menurut Guo (2013:90) pada awal 1980-an, Pejabat Pemerintah Tiongkok membuat keputusan
bersejarah untuk bergeser sistem ekonomi Tiongkok dari ekonomi terencana ke ekonomi
pasar. Perubahan dramatis dari sistem ekonomi dimulai konsekuensi perubahan sistem

41
politik menuju desentralisasi dan demokrasi. Perkembangan sosial, ekonomi, dan politik
yang pesat di Cina menyerukan perubahan mendasar dalam pendidikan. Untuk
meningkatkan sistem pendidikan dan kualitasnya serta untuk mempersiapkan warga negara
dengan pengetahuan dan keterampilan untuk suatu dunia yang semakin mengglobal,
Departemen Pendidikan di Cina merilis Garis Besar Kurikulum Reformasi Pendidikan
Dasar pada Juni 2001 dan secara resmi dimulai reformasi pendidikan dasar paling baru
dalam pendidikan modern Tiongkok sejarah: Reformasi Kurikulum Baru (NCR).

Filosofi yang mendasari kurikulum baru adalah untuk setiap individu


pengembangan siswa Pendidikan Dasar Kurikulum Reformasi Garis Besar
(2001), kebijakan nasional yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan
Indonesia Pendidikan di Tiongkok menetapkan enam tujuan berikut dari
skala besar ini perubahan kurikulum:

1. Mengembangkan sistem pendidikan dasar yang komprehensif dan


harmonis. Perubahan fungsi kurikulum dari transmisi pengetahuan hingga
membantu siswa menjadi pembelajar seumur hidup yang aktif;
2. Membangun struktur kurikulum baru. Ubah subjek yang berpusat struktur
kurikulum menjadi kurikulum yang seimbang, terintegrasi, dan opsional
struktur untuk memenuhi beragam kebutuhan sekolah dan siswa;
3. Mencerminkan konten kurikulum modern. Mengurangi kesulitan dan
kompleksitas konten kurikulum lama dan mencerminkan pengetahuan,
keterampilan, dan keterampilan dasar yang baru dan sikap yang siswa
butuhkan untuk menjadi pembelajar seumur hidup. Memperkuat relevansi
konten kurikulum dengan kehidupan siswa;
4. Promosikan pembelajaran konstruktivis. Ubah pembelajaran pasif dan
hafalan gaya belajar menjadi gaya belajar aktif dan pemecahan masalah
untuk ditingkatkan kemampuan keseluruhan siswa dalam pemrosesan
informasi, perolehan pengetahuan, pemecahan masalah, dan pembelajaran
kooperatif;
5. Bentuk dasar penilaian dan evaluasi yang tepat. Kurikulum penilaian dan
evaluasi bergeser dari tujuan selektif ke peningkatan kualitas pengajaran
dan pembelajaran. Kombinasi formatif dan pendekatan evaluasi sumatif
diperlukan dalam kurikulum baru; dan

42
6. Mempromosikan demokrasi dan adaptasi kurikulum. Administrasi
kurikulum didesentralisasi ke arah upaya bersama pemerintah pusat,
daerah pemerintah, dan sekolah untuk memperkuat relevansi kurikulum
situasi lokal.

According To Tan (2018: 85), In 2001 the “Primary Science Curriculum Standards”
was issued. Although new junior middle school science curriculum standards were revised
and implemented in 2011, the revised primary science curriculum standards have been
delayed. Hence , the science curriculum in china has followed the 2011 version, and its
basic teaching ideas and aims are listed as follows :

a. Science education for all, it means that every student possesses equal rights and chances
to study science in the curriculum. The curriculum, teaching materials, teaching, and
assessment are modified taking into account student differences.
b. Priority given to students‟ interests in science learning. This clearly defines the role of
the teacher in organizing students‟ science learning activities , namely, teachers play the
role of facilitator and director in te science classroom, as well as partners in learning.
During science learning, students must be given full rein to develop intiative to solve
problems by themselves.
c. Science inquiry for learning activities , science inquiry is not the only goal of learning
science but also the content matter of science. The learning style advocated in science
learning requires that students must actively engange in practical activities. Modeling
how scientists investigate is one major goal of student learning in science.
d. science teacing for both the needs of society and student development. Science content for
teaching should he close to children‟s daily life as much as possible and prepare for
future developments in society.
e. flexibility as special characteristic of the science curriculum.
f. science teaching for scientific literacy.

Terjemahan:

Menurut Tan (2018:25) pada tahun 2001, standar kurikulum ilmu pengetahuan
dasar” dikeluarkan meskipun standar kurikulum sains SMP baru direvisi dan diterapkan
pada tahun 2011, standar kurikulum sains primer yang di revisi telah di tunda. Oleh karena
itu, kurikulum siswa di China telah mengikuti versi tahun 20011, dan gagasan serta tujuan
dasarnya tercantum sebagai berikut:

a. Pendidikan sains untuk semua siswa memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
belajar sains dalam kurikulum. Kurikulum , bahan ajar, pengajar, dan penilaian di
modifikasi dengan mempertimbangkan perbedaan siswa.
43
b. Prioritas di berikan pada minat siswa dalam pelmbelajaran sains, ini jelas mendefinisikan
peran guru dalam mengatur kegiatan belajar sains siswa,yaitu guru memainkan peran
fasilitator dan direktur dikelas sains , serta mitra dalam pembelajaran. Selama
pembelajaran sains siswa harus mengembangkan inisiatif, untuk menyelesaikan masalah
sendiri.
c. Ilmu inquiry untuk kegiatan belajar, penyelidikan sains bukan satu-satunya tujuan
pembelajaran sains tetapi juga materi sains yang saling terkait. Gaya belajar dalam
pembelajaran sains mengharuskan siswa harus aktif terlibat dalam kegiatan praktikum.
Pemodelan bagaimana para ilmuwan menyelidiki adalah salah satu tujuan utama
pembelajaran sains.
d. Pengajaran sains untuk kebutuhan masyarakat dan pengembangan siswa.
e. Fleksibilitas sebagai karakter khusus dari kurikulum.
f. Pengajaran sains untuk literasi ilmiah.

2.1.4.4 Korea Utara


According to Hong (2014) North Korea's education focuses on establishing socialism and fostering
human resources who obey their leader racher than on individuals self-development lts
goal under the DPRK Educarion Law is to ''nuture reliable people equipped with sound
ideology, profound knowledge in science and technology, and physical strength" .This is no
exception in home discipline. North Korea highly regards discipline and education at home
and often emphasizes that 'mothers are the foremost persons responsible for their children's
education and raising children well so that they will contribute to the establishment of a
strong and prosperous nation is a mother's "duty. With the general implementation of 11
year compulsory education in 1972, North Kerea declared that the conditions for people to
receive general secondary education.

Terjemahan:

Menurut Hong (2014) Pendidikan Korea Utara berfokus pada membangun sosialisme dan membina
sumber daya manusia yang mematuhi pemimpin mereka daripada pada tujuan
pengembangan diri individu . Tujuannya di bawah UU Educarion DPRK adalah untuk ''
memelihara orang-orang yang dapat di andalkan yang dilengkapi dengan ideology yang
kuat, pengetahuan mendalam dalam sains dan teknologi, serta kekuatan fisik". Ini tidak
terkecuali dalam disiplin rumah. Korea Utara sangat menghargai disiplin dan pendidikan di
rumah dan sering menekankan bahwa 'para ibu adalah orang-orang terkemuka yang
bertanggung jawab untuk pendidikan anak- anak mereka dan membesarkan anak-anak
dengan baik sehingga mereka akan berkontribusi pada pembentukan yang kuat dan bangsa
yang makmur adalah "tugas seorang ibu. Dengan pelaksanaan umum wajib belajar 11 tahun

44
pada tahun 1972, Korea Utara menyatakan bahwa syarat bagi orang untuk menerima
pendidikan menengah umum.

A major goal of education in North Korea is to stabilize the North


Korean regime through fostering the young generation's loyalty to the
ruling Kim dynasty and glorification of the Juche ideology. Note that the
political phi-losophy of Juche developed by Kim Il-sung is defincd as
political, economic military independence, The Juche ideology teaches
independence from other countries, trying to justify the dictatorship of the
Kim dynasty. Namely. North Korean students have been thoroughly
brainwashed that admiring the Kim dynasty and Juche ideology can keep
the country strong and independent from other countries. Humanities and
social sciences (e.g., history) subjects do not provide the truth about the
outside world to North Korean students. Since their curriculum is full of
lies and deceptions., North Korea has remained the most tightly sealed-off
country in the world to prevent the truth about the world from flowing in
the country. Namely, in a closed society, North Korean students do not
have opportunities to learn about life outside North Korea and the values
of freedom, democracy, and the capitalist economic system. Thus, it is not
surprising that young defectors struggle with adjusting to the curriculum
and educational environments in South Korea. In addition, acquiring
forcign vocabularies in South Korea's classrooms can be challenging, as
these stu- dents did not acquire such literacy skills in North Korea's
classrooms. The significant differences in the curriculum between the
North and the South are a substantial barrier for defectors who go to
college and pursue postsecondary education, in spite of the advantages
offered to defectors who enter college (i.c., free tuition and special
screening process for college entrance).

Terjemahan:

Tujuan utama pendidikan di Korea Utara adalah untuk


menstabilkan rezim Korea Utara dengan menumbuhkan kesetiaan
generasi muda terhadap dinasti Kim yang berkuasa dan memuliakan

45
ideologi Juche. Perhatikan bahwa filosofi politik Juche yang
dikembangkan oleh Kim Il-sung tidak sesuai dengan politik, kemandirian
militer ekonomi, idola Juche mengajarkan kemerdekaan dari negara lain,
mencoba membenarkan kediktatoran dinasti Kim. Yaitu para siswa Korea
Utara telah dicuci otak secara menyeluruh bahwa mengagumi dinasti Kim
dan ideologi Juche dapat membuat negara itu kuat dan mandiri dari negara
lain. Mata pelajaran Humaniora dan ilmu sosial (misal Sejarah) tidak
memberikan kebenaran tentang dunia luar kepada siswa Korea Utara.
Karena kurikulum mereka penuh dengan lelucon dan penipuan, Korea
Utara tetap menjadi negara yang tertutup rapat di dunia untuk mencegah
kebenaran tentang dunia agar tidak mengalir di negara itu. Yaitu, dalam
masyarakat tertutup siswa Korea Utara tidak memiliki kesempatan untuk
belajar tentang kehidupan di luar Korea Utara dan nilai-nilai kebebasan,
demokrasi, dan sistem ekonomi kapitalis. Dengan demikian, tidak
mengherankan bahwa para pembelot muda berjuang dengan
menyesuaikan diri dengan kurikulum dan lingkungan pendidikan di Korea
Selatan. Selain itu, memperoleh kosa kata forcign di ruang kelas Korea
Selatan bisa jadi menantang, karena siswa ini tidak memperoleh
keterampilan membaca seperti itu di ruang kelas Korea Utara. Perbedaan
signifikan dalam kurikulum antara Utara dan Selatan adalah penghalang
besar bagi pembelot yang pergi ke perguruan tinggi dan mengejar
pendidikan pasca- sekolah, terlepas dari keuntungan yang ditawarkan
kepada para penyerang yang masuk perguruan tinggi (ic, biaya kuliah
gratis dan proses penyaringan khusus untuk masuk perguruan tinggi).

2.1.6 Eksplorasi Hasil Evaluasi Kurikulum Pada Negara-Negara Asia Selatan


untuk Mata Pelajaran Fisika/Sains.

Pengembangan program dalam konteks pengembangan kurikulum akan berkenaan pada dua hal,
yaitu: pengembangan suatu bidang studi/mata kuliah/mata pelajaran (course); dan
pengembangan kurikulum pendidikan secara menyeluruh (curriculum). Keduanya (course
dan curriculum) memiliki kontribusi untuk saling berhubungan, saling mempengaruhi, dan
saling bergantungan. Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum,

46
yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial-budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi.
Landasan tersebut dihasilkan melalui pemikiran dan penelitian yang bersifat mendalam dan
komprehensif, yang pada hakikatnya berupa bahan pertimbangan terhadap faktor-faktor
yang harus diperhatikan oleh para pengembang kurikulum dalam mengembangkan
kurikulum pada lembaga pendidikan, baik secara makro maupun mikro (Purwadhi, 2019).

Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai
komponen yang saling terkait dalam suatu sistem pendidikan, kurikulum itu sifatnya
dinamis serta harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan agar dapat mengikuti
perkembangan dan tantangan zaman. Meskipun demikian perubahan dan pengembangannya
harus dilakukan secara sistematis dan terarah tidak asal berubah titik perubahan dan
pengembangan kurikulum tersebut harus memiliki visi dan arah yang jelas mau dibawa
kemana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut (Ansyar,2015:85).

Dalam penyusunannya, kurikulum mempunyai komponen-komponen yang saling mendukung satu


sama lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan titik komponen komponen tersebut
berupa komponen tujuan komponen isi dan struktur program atau materi komponen media
atau sarana dan prasarana komponen strategi belajar mengajar, komponen proses belajar
mengajar, dan komponen evaluasi atau penilaian (Kusumawati dan Rulviana, 2017:75).

Ketika proses pembelajaran dipandang sebagai proses perubahan


tingkah laku siswa, peran evaluasi dan penilaian dalam proses
pembelajaran menjadi sangat penting. Penilaian dalam proses
pembelajaran merupakan suatu proses untuk mengumpulkan, menganalisa
dan menginterpretasi informasi untuk mengetahui tingkat pencapaian
tujuan pembelajaran. untuk mengetahui apakah proses yang dilakukan itu
sudah sesuai dengantujuannya maka harus dilakukan umpan balik.

Setiap program, kegiatan-kegiatan atau sesuatu yang lain yang direncanakan selalu diakhiri dengan
suatu evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program atau
kegiatan telah sesuai dengan perencanaan atau belum. Dari kegiatan evaluasi akan diketahui
halhal yang telah dan akan dicapai sudahkah memenuhi kriteria yang ditentukan.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kemudian diambil keputusan apakah program tersebut
akan diteruskan ataukah direvisi atau bahkan diganti seluruhnya (Adnan,2017:108).

Ada beberapa ciri evaluasi dalam pendidikan seperti, penilaian


dilakukan secara tidak langsung. Sebagai contoh mengetahui tingkat
inteligen seorang anak, akan mengukur kepandaian melalui ukuran

47
kemampuan menyelesaikan soal-soal. Dengan acuan bahwa tanda-tanda
anak yang inteligen adalah anak yang mempunyai:

a. Kemampuan untuk bekerja dengan bilangan.


b. Kemampuan untuk menggunakan bahasa yang baik.
c. Kemampuan untuk menanggap sesuatu yang baru (cepat mengikuti
pembicaraan orang lain).
d. Kemampuan untuk mengingat-ingat.
e. Kemampuan untuk memahami hubungan (termasuk menangkap kelucuan).
f. Kemampuan untuk berfantasi.

According to Smith (2009:3), every program, activity or something else plannedalways ends with an
evaluation. Evaluation is meant to seereturn whether a program or activity is in
accordance with the plan ornot yet. From the evaluation activities will be known things that
have been and will be achievedhas met the specified criteria. Based on the results of the
evaluationthen a decision is made on whether the program willcontinue or notrevised or
even completely replace).

Terjemahan:

Menurut Smith (2009:3) setiap program, kegiatan atau hal lain yang direncanakan selalu berakhir
dengan evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program atau
kegiatan sudah sesuai dengan rencana atau belum. Dari kegiatan evaluasi akan diketahui
hal-hal yang telah dan akan dicapai telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Berdasarkan
hasil evaluasi maka keputusan dibuat apakah program akan berlanjut atau tidak direvisi atau
bahkan sepenuhnya diganti.

Menurut Widiaastuti (2004:56), melihat pentingnya peranan pemerintah di bidang pendidikan, bisa
kita lihat dari segi penawaran dan segi pemerintahan. Keseluruhan jasa dan fasilitas di
bidang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah dari segi penawaran biasanya dibatasi
oleh kemampuan dari suatu negara yang bersangkutan melalui anggaran yang disediakan

untuk sektor pendidikan.

Sedangkan kalau dilihat dari segi pemerintahan, hal ini berkaitan


dengan individu yang menjelaskan titik adanya dua hal yang diharapkan
dari pihak individu dari apa yang ditawarkan selama ini oleh pemerintah,
dan hal itu merupakan faktor yang paling mendasar antara lain:

48
1. Harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan asumsi
nantinya mendapatkan penghasilan yang tinggi di masa yang akan datang.
2. Biaya biaya pendidikan sekolah yang ditanggung selama ini nantinya
mendapatkan timbal balik sesuai yang sudah dikeluarkan.

Asia selatan terdiri dari bebrapa negara yang memiliki sistem


pendidikan masing – masing, adapun negara – negara asia selatan yaitu
sebagai berikut :

2.1.6.1. Negara India

According to Munsi (2014:96), In India there is one year B. Ed. programme for preparing teachers at
secondary level of school education where the knowledge domain appropriate for a
particular age group are only included. The National Curriculum Framework2005 was
framed for the secondary level of Indian school education and accordingly National
Curriculum Framework for Teacher Education-2009 was formulated, keeping close liaison
with national secondary school education and global need of the time. NCFTE considered
subject knowledge, pedagogical knowledge, and competence to implement the knowledge in
specific contexts of teaching in structuring the secondary teacher education programme in
India. But in operationalisation of the same, the NCFTE viewed that certain courses in the
curriculum may be kept as optional in the secondary level which may be effectively
implemented through cocurricular and curricular activities.

Terjemahan:

Menurut Munsi (2014:96) di India ada program satu tahun untuk mempersiapkan guru di tingkat
sekolah menengah pendidikan di mana domain pengetahuan yang sesuai untuk kelompok
umur tertentu hanya dimasukkan. Kerangka Kurikulum Nasional2005 dibingkai untuk
tingkat sekolah menengah pendidikan India dan Kerangka Kurikulum Nasional untuk
Pendidikan Guru-2009 dirumuskan, menjaga hubungan erat dengan pendidikan sekolah
menengah nasional dan kebutuhan global saat itu. NCFTE mempertimbangkan pengetahuan
mata pelajaran, pengetahuan pedagogis, dan kompetensi untuk mengimplementasikan
pengetahuan dalam konteks pengajaran tertentu dalam penataan program pendidikan guru
menengah di India. Tetapi dalam operasionalisasi yang sama, NCFTE memandang bahwa
mata pelajaran tertentu dalam kurikulum dapat disimpan sebagai pilihan di tingkat sekunder
yang dapat diterapkan secara efektif melalui kegiatan kurikuler.

2.1.6.2. Negara Pakistan

49
According to Halai (2008 :115), through a huge effort Pakistan has enhanced its education sector,
and there are now more than 100 institutions of higher education (Isani, 2002) and a
literacy rate of more than 50% (World Bank, 2007). From the outset, science and
technology were seen as a way to allow the young Muslim state to enter the twentieth
century, and a concerted effort was made to improve the teaching and learning in science
through the use of innovative strategies (Warwick & Reimers, 1995). Until the 1950s
science was taught only in post-secondary institutions, and very little science was taught at
the primary and secondary school levels (Iqbal & Mamood, 2000). The topic nature study
was introduced into primary classes in 1959 and, in principle, general science and
mathematics were compulsory forGrades 1 to 8. But the implementation of science
remained difficult, and the thrust of education in general focused more on the liberal arts.

Terjemahan:

Melalui upaya besar yang dimiliki Pakistan meningkatkan sektor pendidikannya, dan sekarang ada
lebih dari 100 institusi di Indonesia pendidikan tinggi dan tingkat melek huruf lebih dari
50% (Bank Dunia, 2007). Sejak awal, sains dan teknologi dipandang sebagai cara untuk
memungkinkan negara Muslim muda untuk memasuki abad kedua puluh, dan upaya
bersama dilakukan untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran dalam sains melalui
penggunaan inovatif strategi. Sampai tahun 1950-an sains diajarkan hanya di lembaga-
lembaga pasca-sekolah menengah, dan sangat sedikit ilmu yang diajarkan di tingkat
sekolah dasar dan menengah. Topik studi alam diperkenalkan ke dalam kelas primer di
Indonesia 1959 dan, pada prinsipnya, sains umum dan matematika adalah wajib untuk
Kelas 1 hingga 8. Tetapi penerapan sains tetap sulit, dan dorongan pendidikan pada
umumnya lebih berfokus pada seni liberal.

According to Saeed (2007 : 45) of Education, Curriculum Wing, Islamabad. In each province there is
a Curriculum Bureau or Curriculum Research and Development Centre (CRDC) which
provides academic support to the Ministry of Education, Islamabad. Curriculum
formulation is a lengthy process, as the ministry has to take expert opinions from all
regions of the country. The curriculum draft is finalized by the National Curriculum Review
Committee, Islamabad. Thus Saeed 47 uniform curriculum of each subject is followed all
over the country; although textbooks in different subjects may vary across the provincial
text book boards (PTB). The higher education curriculum in Pakistan is the function of the
respective departments of the universities or colleges. The title of courses and broader
framework are usually discussed in the faculty, and then each teacher plans in his/her own
way to impart instructions in the classrooms.

Terjemahan:

50
Menurut Saaed (2007 : 45) di Pakistan, kurikulum sekolah untuk kelas 1-12 adalah tanggung jawab
sekolah Departemen Pendidikan, Sayap Kurikulum, Islamabad. Di setiap provinsi ada Biro
Kurikulum atau Pusat Penelitian dan Pengembangan Kurikulum (CRDC) yang memberikan
dukungan akademik kepada Departemen Pendidikan, Islamabad. Perumusan kurikulum
adalah proses yang panjang, karena kementerian harus mengambil pendapat ahli dari semua
wilayah negara. Draf kurikulum diselesaikan oleh Komite Peninjauan Kurikulum Nasional,
Islamabad. Dengan demikian kurikulum yang seragam dari setiap mata pelajaran diikuti di
seluruh negeri, meskipun buku teks dalam mata pelajaran yang berbeda dapat bervariasi di
seluruh papan buku teks provinsi (PTB). Kurikulum pendidikan tinggi di Pakistan adalah
fungsi dari masing-masing departemen universitas atau perguruan tinggi. Judul program
dan kerangka kerja yang lebih luas biasanya dibahas di fakultas, dan kemudian masing-
masing guru berencana dengan caranya sendiri untuk memberikan instruksi di ruang kelas.

2.1.6.3. Negara Bangladesh

According to Shohel (2011:5), the Bangladeshi education system is heterogeneous and very complex
in nature as many forms of education have been permitted to develop and co-exist.
Mainstream formal education takes three forms - Bangla medium general education,
English medium British education and religion-base education. Along with these three,
there is another form of formal education called vocational education. Formal education is
divided into three tiers- primary, secondary and higher education. In parallel with formal
primary education, non-government organisations (NGOs) have developed a nonformal
primary education subsystem to promote access to education for disadvantaged young
children in Bangladesh.

Terjemahan:

Menurut Shohel (2011:5) Sistem pendidikan Bangladesh bersifat heterogen dan sangat kompleks
karena banyak bentuk pendidikan diizinkan untuk berkembang dan hidup berdampingan.
Pendidikan formal arus utama mengambil tiga bentuk - pendidikan umum menengah ,
pendidikan bahasa Inggris menengah Inggris dan pendidikan berbasis agama. Seiring
dengan ketiganya, ada bentuk lain dari pendidikan formal yang disebut pendidikan
kejuruan. Pendidikan formal dibagi menjadi tiga tingkatan - pendidikan dasar, menengah
dan tinggi. Sejalan dengan pendidikan dasar formal, organisasi non-pemerintah (LSM) telah
mengembangkan sub-sistem pendidikan dasar nonformal untuk mempromosikan akses ke

pendidikan untuk anak-anak muda yang kurang beruntung di Bangladesh.

Acording to Noor (2010:8) the education sector in Bangladesh is divided into four different segments
namely Primary Level (years 1 to 5), Secondary Level (years 6 to 10), Higher Secondary
Level, (years 11 and 12), Tertiary Level. There are a total of 80397 numbers of primary

51
school, 13224 numbers of Secondary school and 125 institutes at tertiary level . This
necessitates different requirements of educational resources (hardware, software, study
materials etc) for each of these levels of users. Recently the government is giving maximum
priority to human resource development through education and tries to percolate education
for all people over the country.

Although the government of Bangladesh allocates maximum


budget for the development of its educational arena in the recent decades
but still the literacy rate is not increasing commensurately. The main
reason is the improper distribution of educational resources such as
teaching tools, teaching stuffs and lack of monitoring as well as inefficient
8 IJCSNS International administrative procedure. In addition this is not
an easy way to implement the governmental policy in regard of
educational course curriculum due to lack of communication. As cloud
computing technology binds the resources into a single domain, we
believe this technology can be a prominent solution for solving the
educational problems in Bangladesh.

Terjemahan:

Menurut Noor (2010:8) Sektor pendidikan di Bangladesh dibagi menjadi empat segmen yang berbeda
yaitu Tingkat Dasar (tahun 1 hingga 5), tingkat Menengah (tahun 6 hingga 10), Tingkat
Menengah Lebih Tinggi, (tahun 11 dan 12), Tingkat Tersier. Ada total 80397 angka sekolah
dasar, 13224 angka. Sekolah menengah pertama dan 125 institut di tingkat tersier. Ini
memerlukan persyaratan pendidikan yang berbeda sumber daya (perangkat keras, perangkat
lunak, bahan studi, dll.) untuk masingmasing level pengguna ini. Baru-baru ini pemerintah
memberikan prioritas maksimum untuk pengembangan sumber daya manusia melalui

pendidikan dan mencoba meresap pendidikan untuk semua orang di seluruh negeri.

Meskipun pemerintah Bangladesh mengalokasikan anggaran


maksimum untuk pengembangan arena pendidikannya dalam beberapa
dekade terakhir tapi tetap saja tingkat melek aksinya tidak meningkat
sepadan. Alasan utama adalah distribusi yang tidak tepat sumber daya
pendidikan seperti alat pengajaran, pengajaran barang-barang dan
kurangnya pemantauan serta tidak efisien 8 IJCSNS prosedur
administrasi. Selain itu ini tidak mudah cara untuk menerapkan kebijakan

52
pemerintah dalam hal kurikulum pendidikan karena kurangnya
komunikasi. Sebagai teknologi komputasi awan mengikat sumber daya ke
dalam satu domain, kami percaya teknologi ini bisa menjadi solusi yang
menonjol untuk menyelesaikan pendidikan masalah di Bangladesh.

2.1.6.4. Negara Sri Langka

According to Liftle (2011:502), in the international development community Sri Lanka has been
hailed for her achievements in literacy, educational enrolment and equality of educational
opportunity. In the run-up to, and in the years following, independence in 1948 access to
education was high, in comparison with other countries in Asia, and it Journal of
Education Policy 501 CE: SL QA: PM 5 has continued to increase. Major policies for EFA
have been introduced periodically throughout Sri Lanka‟s history, even if they have been
labelled with different terms.

In the 1940s the Free Education Bill was based on the concept of
the right to education and enacted tuitionfree education from basic
education to university. With its focus on the entire education system the
bill was more inclusive than the interna10 tional declarations of EFA at
Jomtien and Dakar, which have tended to focus more on basic education.
From the 1980s, policies for free textbooks, school uniforms, meals and
transport have made Sri Lanka‟s education one of the most, if not the
most, accessible in the developing world. And although a net enrolment
rate of 97% in Grade 1 for boys and girls and completion rates of 81%
and 84%, respec15 tively at the end of Grade 9 (World Bank 2005)
suggest that EFA has already been achieved in Sri Lanka, challenges
remain: in inter alia, the retention of all children through the compulsory
stage of education (Grades 1–9) and in the provision of equitable
opportunities for good-quality teaching and learning experiences.

Terjemahan:

Dalam komunitas pembangunan internasional, Sri Lanka dipuji untuka prestasinya dalam melek
huruf, pendaftaran pendidikan dan kesetaraan pendidikan. Menjelang, dan pada tahun-tahun
berikutnya, kemerdekaan pada 1948 akses ke pendidikan tinggi, dibandingkan dengan
negara-negara lain di Asia, dan itu terus meningkat. Kebijakan utama untuk PUS telah

53
diperkenalkan secara berkala sepanjang sejarah Sri Lanka, bahkan jika mereka telah diberi
label dengan istilah yang berbeda.

Pada 1940-an, RUU Pendidikan Gratis didasarkan pada konsep


hak atas pendidikan dan memberlakukan pendidikan bebas biaya kuliah
dari pendidikan dasar hingga universitas. Dengan fokusnya pada
keseluruhan sistem pendidikan RUU ini lebih inklusif daripada deklarasi
internasional PUS di Jomtien dan Dakar, yang cenderung lebih fokus
tentang pendidikan dasar. Dari tahun 1980-an, kebijakan untuk buku teks
gratis, seragam sekolah, makanan dan transportasi telah menjadikan
pendidikan Sri Lanka salah satu yang paling baik dari sebagian besar,
dapat diakses di negara berkembang dan meskipun tingkat pendaftaran
bersih sebesar 97% di Kelas 1 untuk anak laki-laki dan perempuan dan
tingkat penyelesaian 81% dan 84%, masingmasing pada akhir Kelas 9
(Bank Dunia 2005) menunjukkan bahwa EFA telah Diraih di Sri Lanka,
tantangan tetap ada di antaranya, retensi semua anak melalui tahap wajib
pendidikan (Kelas 1-9) dan dalam ketentuan peluang yang adil untuk
pengalaman belajar mengajar yang berkualitas baik.

2.1.6.5 Negara Nepal

According to Munsi (2014:96), teacher Education Programme started its journey in Nepal in 1948
with the set up of Basic Teacher Training Centre. In 1997 Curriculum Development Centre
(CDC) was established in Nepal to design the curriculum, text books and different
instructional materials in order to achieve national goals of education. On behalf of
Ministry of Education (MoE), CDC framed the National Curriculum Framework-2005
(which was revised in 2007) for professional development of teachers. A Teacher Education
Project (2002-2008) was also administered by the MoE for betterment of professional
teaching in the country. Provisions of life skill-based education are kept in the secondary
curriculum and corresponding teacher preparing curriculum. They may be integrated in a
specificsubject.

Terjemahan:

Menurut Musi (2014:9 6), Program Pendidikan Guru memulai perjalanannya di Nepal pada tahun
1948 dengan didirikannya Pusat Pelatihan Eacher Dasar. Pada tahun 1997 Pusat
Pengembangan Kurikulum (CDC) didirikan di Nepal untuk merancang kurikulum, buku
teks dan bahan pengajaran yang berbeda untuk mencapai tujuan nasional pendidikan. Atas

54
nama Departemen Pendidikan (KLH), CDC membingkai Kerangka Kerja Kurikulum
Nasional-2005 (yang direvisi pada 2007) untuk pengembangan profesional guru. Proyek
Pendidikan Guru (2002-2008) juga dikelola oleh Kementerian Pendidikan untuk perbaikan
pengajaran profesional di negara ini. Ketentuan pendidikan berbasis kecakapan hidup
disimpan dalam kurikulum sekunder dan kurikulum persiapan guru yang sesuai. Mereka
dapat diintegrasikan dalam subjek tertentu.

2.1.6.6 Negara Maladewa

According to Munsi (2014:96), In 1978 Maldives saw the major historical development in the field of
education with the decision to move to a unified national educational system and to
promote more equitable distribution of facilities throughout the atolls. Ministry of
Education, Maldives has formulated their Education Strategic Action Plan (2004-2006). A
New Education Master Plan (2006-2015) was proposed in 2008. The new Government of
Maldives has also prepared a National Development Plan (2009-2013) keeping pace with
the modern global educational progress in all level. Institute for Teacher Education (ITE)
and Educational Development Centres (EDCs) have shared the responsibility of Teacher
Education in Maldives over the years which have been working within the newly
established Maldives College of Higher Education since 1999.

Terjemahan:

Menurut Musi (2014:9 6), Pada tahun 1978 Maladewa melihat perkembangan sejarah utama di
bidang pendidikan dengan keputusan untuk pindah ke sistem pendidikan nasional terpadu
dan untuk mempromosikan distribusi fasilitas yang lebih adil di seluruhnya. Departemen
Pendidikan, Maladewa telah merumuskan Rencana Aksi Strategis Pendidikan mereka
(2004-2006). Sebuah Master Plan Pendidikan Baru (2006-2015) diusulkan pada tahun
2008. Pemerintah baru Maladewa juga telah menyiapkan Rencana Pembangunan Nasional
(2009-2013) sejalan dengan kemajuan pendidikan global modern di Indonesia semua level.
Institut Pendidikan Guru (ITE) dan Pusat Pengembangan Pendidikan (EDC) telah berbagi
tanggung jawab Pendidikan Guru di Maladewa selama bertahun-tahun yang telah bekerja di
kalangan yang baru mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Maladewa sejak 1999.

2.1.6.7 Negaran Bhutan

According to Munsi (2014:95) Bhutan has broadly followed India in structuring their
formal and innovative education system. A considerable portion of teachers from
neighboring countries particularly from India are still there at the secondary and higher
levels. A Strategic Plan (2004-2012) was framed by the Royal University of Bhutan and a
National Education Framework 2010 was set up by the Ministry of Education (MoE), Royal
Government of Bhutan to direct the educational system of the country in right way. Now

55
National Curriculum 2010, based on the National Education Framework-2010 is followed
in the country. The current status of secondary teacher education has been marked out in
the 10th Five Year Plan (2008-2013). 6 Now in the secondary school curriculum, areas
related to personal development, including value education, scouts programme, career
guidance and orientation to vocational skills, physical education, and games and sports are
being expanded and strengthened. Accordingly, stresses have been given in the initial
teacher education programmes on mastery of different life skills education along with
mastery in the core subjects.

Terjemahan:

Menurut Munsi (2014:95) Bhutan secara luas mengikuti India dalam menyusun sistem
pendidikan formal dan inovatif mereka. Sebuah sebagian besar guru dari negara-negara
tetangga terutama dari India masih ada di sekolah menengah dan tingkat yang lebih tinggi.
Rencana Strategis (2004-2012) dibingkai oleh Royal University of Bhutan dan National
Kerangka Kerja Pendidikan 2010 dibentuk oleh Departemen Pendidikan (KLH),
Pemerintah Kerajaan Bhutan untuk mengarahkan sistem pendidikan negara dengan cara
yang benar. Sekarang Kurikulum Nasional 2010, berdasarkan Nasional Kerangka
Pendidikan-2010 diikuti di negara ini. Status pendidikan guru menengah saat ini adalah
ditandai dalam Rencana Lima Tahun ke 10 (2008-2013). 6 Sekarang dalam kurikulum
sekolah menengah, bidang yang berkaitan dengan pengembangan pribadi, termasuk
pendidikan nilai, program pramuka, bimbingan dan orientasi karier keterampilan kejuruan,
pendidikan jasmani, dan permainan serta olahraga sedang diperluas dan diperkuat.
Demikian,tekanan telah diberikan dalam program pendidikan guru awal tentang penguasaan
pendidikan keterampilan hidup yang berbeda bersama dengan penguasaan dalam mata
pelajaran inti.

2.2 Analisis Kritis

Kurikulum adalah rangkaian perencanaan pendidikan yang


mencakup pengalaman seorang anak dalam lembaga pendidikan,
keseluruhan pengalaman di kelas yang dir-encanakan dan diperankan
dosen, keseluruhan pengalaman yang disediakan untuk mahasiswa
sehingga mereka dapat memperoleh keterampilan dan pengetahuan dalam
berbagai konteks pembelajaran. Evaluasi kurikulum merupakan suatu
tindakan atau proses menilai suatu kurikulum baik yang telah
dilaksanakan ataupun yang sedang dilaksanakan. Secara umum, evaluasi
kurikulum dilakukan untuk meneliti kembali atau mengecek suatu

56
kurikulum apakah kurikulum tersebut telah berjalan sesuai rencana atau
diluar rencana. Selain itu, tujuan dilakukan evaluasi kurikulum adalah
untuk mengetahui keberhasilan ataupun kegagalan yang terjadi pada
proses pelaksanaan kurikulum, yang dalam hal ini bisa dikatakan sebagai
kekurangan dari kurikulum itu sendiri.

Pengembangan kurikulum yang menekankan isi, membutuh kan


waktu mempersiapkan situasi belajar dan menyatukan nya dengan tujuan
pendidikan yang cukup lama. Kurikulum yang menekankan situasi, waktu
untuk mempersiapkan nya lebih pendek, sedangkan kurikulum yang
menenkankan organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan
kurikulum yang menekankan isi. Meskipun demikian perhatian harus
cukup banyak dipusatkan pada struktur konsep yang tidak tampak (covert)
dari pada analisis tujuan yang tampak (overt)

Evaluasi program pembelajaran merupakan upaya mengumpulkan


informasi mengenai suatu program, kegiatan atau proyek pembelajaran.
Yang nantinya informasi tersebut berguna untuk mengambil keputusan,
antara lain untuk memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan
program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan atau menyebarluaskan
gagasan yang mendasari suatu program pembelajaran. Evaluasi program
pembelajaran meliputi evaluasi pada desain program pembelajaran. Maka
hal yang perlu untuk dievaluasi adalah kompetensi dasar yang akan
dikembangkan, strategi pembelajaran yang akan diterapkan, dan isi
program pembelajaran. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui
kemajuan belajar peserta didik setelah ia menyadari pendidikan selama
jangka waktu tertentu, dan untuk mengetahui tingkat efisien metode-
metode pendidikan yang dipergunakan pendidikan selama jangka waktu
tertentu.

Pada bidang pengembangan kurikulum, pemerintah pusat masih tetap


memandang perlu tentang adanya standar nasional guna mempertahankan
proses integrasi bangsa dan pencapaian pemerataan dan peningkatan mutu
pendidikan (Suparman,2020).

57
58
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan perhatian


besar pada analisi pengetahuan baru yang ada, konsep situasi menurut
penilian secara rinci tentang lingkungan belajar, dan konsep organisasi
memberi perhatian besar pada struktur dan sekuens belajar. Perbedaan-
perbedaan dalam rancangan tersebut mempengaruhi langkah selanjutnya.
Komponen pokok dari kurikulum meliputi: tujuan, materi/isi,
strategi pembelajaran, dan evaluasi. Sedangkan yang termasuk komponen
penunjang kurikulum adalah sistem administrasi dan supervisi, sistem
bimbingan dan penyuluhan, dan sistem evaluasi. Fungsi kurikulum dalam
proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan kurikulum memiliki
bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya
secara baik. Bagian-bagian ini disebut komponen.
Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan pendidikan yang
bersifat umum dan luas yang hendak dicapai dalam jangka waktuyang
lama karena tujuan ini merupakan tujuan akhir dalam pendidikan.Tujuan
nasional merupakan landasan bagi semua tujuan pendidikan dari semua
institusi pendidikan, baik pendidikan formal, informal, maupun
nonformal, serta berlaku di seluruh wilayah negara.Tujuan umum
pendidikan nasional adalah membimbing warga negara Indonesia menjadi
manusia Pancasila yang berpribadi, berkesadaran keituhan, berkesadaran
mastarakat, dan mampu membudayakan alam sekitarnya.
Evaluasi program adalah upaya mengumpulkan informasi
mengenai suatu program, kegiatan atau proyek. Informasi tersebut
berguna untuk mengambil keputusan, antara lain untuk memperbaiki
program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan
suatu kegiatan atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu
program atau kegiatan. Evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan
59
suatu standar untuk mengetahui apakan ada selisih.Berdasarkan beberapa
pembahasan tentang teori evaluasi maka dapat disimpulkan bahawa
evaluasi adalah suatu kegiatan mengumpulkan informasi yang berguna
untuk mengambil keputusan dan sebagai tolak ukur sejauhmana tujuan
dapat dicapai.

Evaluasi program pembelajaran adalah pemberian estimasi


terhadap pelaksanaan pembelajaran untuk menentukan keefektifan dan
kemajuan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Memperoleh
gambaran yang komprehensif tentang keefektifan program pembelajaran,
terdapat tiga komponen yang perlu dijadikan obyek evaluasi, yaitu: (a)
desain program pembelajaran; (b) implementasi program pembelajaran;
dan (c) hasil program pembelajaran yang dicapai.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis sudah berusaha semaksimal


mungkin untuk memaparkan serta menjelaskan materi yang telah di
berikan. Dimana evaluasi kurikulum sangat bermanfaat dalam program
pendidikan.

Evaluasi kurikulum sendiri bertujuan untuk menilai pencapaian


tujuan melalui pengumpulan dan analisis data yang berguna untuk
membuat keputusan dari suatu program. Untuk itu ada baiknya kurikulum
dan program pendidikan harus di evaluasi agar dapat menyempurnakan
kegiatan program pendidikan. Selain itu penulis juga berharap agar
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis memohon maaf
apabila dalam penulisan terdapat kesalahan

60
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, H. 2011. Perbandingan Pendidikan Di Negara Brunei Darussalam dan


Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Jurnal Pendidikan" Vol 2(7) :1-
22.

Achruh, A. 2019. Komponen dan model pengembangan kurikulum. Jurnal


Universitas islam negeri alauddin makassar. Vol 8. No 1.
Adnan.M. 2017. Evaluasi kurikulum sebagai kerangka acuan pengembangan
pendidikan islam. Jurnal Al-idoroh. Vol 1. No 2.

Afidah, I.N., jaedun, A. 2020. Curriculum evaluation of French learning in senior


high school. REiD (Research and Evaluation in Education). ISSN :
2460-6995. Vol 6. No 1.
Aloysius Mering, Ismail. 2018. Evaluation Of Elearning Outcome Assement
System In Health
Ananda, Rusydi. 2017. Pengantar Evaluasi Program Pendidikan. Medan :
Perdana Publishing.

Andrian,D., Kartowagiran, B., Hadi, S. 2018. The instrument development to


evaluate Local Curriculum in Indonesia. International Journal of
Instruction. e-ISSN: 1308-1470. Vol 11. No 4.
Ansyar, Mohammad. 2015. Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain Dan
Pengembangan. Jakarta : Kencana.

Ashadi, dkk. 2018. "Charcter Education For 21st Century Global Citizens:
Proceedings Of the 2nd". London: Routledge.

Awaliyah, E. N. 2019. Peran Cambodian Children's Fund (CCC) Dalam


Meningkatkan Kualitas Pendidikan Di Kamboja. "Jurnal Ilmu
Hubungan Nasional" Vol 7(3) : Hal 1147-1160.

Bahrvad, A.J. 2010. CURRICULUM EVALUATION. International Research


Journal. ISSN- 0975-3486. Vol 1. Issue 12.

61
Dorner,G.Daud Gorman.E.G.2011.Contextual Factors Affecting Learning In Laos
And The Implications For Information Literacy Education. Journal Of
Science Education.Vol.16.No.2.

Fashier,Murray.2013.Curriculum Development In New Zealand New


Direction,Opportunites And Challenges For School Geography.
Journal Of Rigeo. Vol.3.No.3.
Florentinus, TS. 2018. The Evaluation Off The CIPP Model In The
Implementation Of Caracter Education At Junior High Scool. Journal
Of Curriculum And Education Teghnology. 7(2).
Gunawan, Imam. 2010. Evaluasi Program Pembelajaran. Jurnal Pendidikan. 1(1).
Guo,Linguan.2013.New Curriculum Reform In China And Its Impact On Teacher.
Journal Of Teaching Ander Chinas Mamet Economy. Vol.41.No.2.

Halai, Nelofer. 2008. Curriculum Reform In Science Education In Pakistan.


Journal Of Science Education. Vol.39. No.1.

Hang,T.V.N.,Bulte,W.M.A Pilot.A.2017.Interaction Of Vietnamase Teacher With


A Social Constructivism-Based Primary Science Curriculum In A
Frameworn Appropriate For A Confucian Heritage Culture. “Jurnal Of
Asia-Pasific Science Education” .Vol.3.No.2.

Hasnul, Nirsanto. 2011. Kurikulum Internasional Pendidikan. Jurnal Perspektif


Ilmu Pendidikan. Vol.23. No.14.

Hayden,Martin And Martin,Richard.2013.Recovery Of The Education System In


Myanmar. “Journal Of International And Comparative Education”.
Vol.2.No.2.

Hernawan, A.H. 2015. Pengertian, Fungsi Kurikulum, dan Komponen Kurikulum.


Yogyakarta : Penerbit Deepublish.
Hogan, R. 2007. The Historical Development Of Program Evaluation: Exploring
The Past And Present. Journal Of Workforce And Development. 2(4).
Hong,Won,Kim.2014.Women Of North Korea:A Closer Look At Everyday Life.

62
Idrus, L. 2019. Evaluasi Dalam Proses Pemnelajaran. Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam. 9(2).
Isri,Saifullah.2015.Konsep Pendidikan Jerman Dan Australia:Kajian Komparatif
Dan Aplikatif.Terhadap Mutu Pendidikan Indonesia. Jurnal Pendidikan
Islam.Vol.4.No.1.
Kekeya,L.Joleph.2014.Curriculum Development And Implimentation In Papua
New Guinea. Dwu Research Journal.Vol.21.
Kusumawati,N,Dan Rulviana.V.2017. Pengembangan Kurikulum Disekolah
Dasar. Jawa Timur:Cv.Ae Media Grafika.

Laconi, E. B. 2017. "Penguatan Pendidikan Meneng ah Kejuruan, International


Conference On Effective Practices For Curriculum Reform In Asia"
Jakarta: BSNP.

Lazwardi, Dedi. 2017. Implementasi Evaluasi Program Pendidikan Di Tingkat


Sekolah Dasar Dan Menengah. Jurnal Kependidikan Islam. 7(2).
Liftle,W.A.2011.Education Policy Reform In Srilanna:The Double Edged Sword
Of Political Will. Journal Of Education Policy.Vol.26.No.4.

Michie,Micheal.2017.Comparing The Indonesian Kurikulum 2013 With The


Australian Curriculum:Focusing On Science For Junior Secondary
Schools. The International Education Journal.Vol.16.No.2.
Miliyawati,Beti.2016.Kurikulum Dan Pembelajaran Matematika Dijepang Serta
Perbandingannya Dengan Diindonesia. Journal Pendidikan
Matematika. Vol.1. No.1.

Munthe,A.P. 2015. Pentingnya Evaluasi Program Institusi Pendidikan: Sebuah


Pengantar, Pengertian, Tujuan Dan Manfaat. Jurnal Scolaria. 5(2).
Munsi, K, Dan Guha, Debjani. 2014. Status Of Life Skill Education In Teacher
Education Curriculum Of Saarc Countries:A Comparative Evaluation.
Journal Of Education And Social Policy.Vol.1.No.1.

Nababan, B.O., Wau, Y., Purba, S. 2017. Evaluation of Implementation of


Curriculum 2013, In Public Senior High School 7 Binjai, North

63
Sumatera. International Journal of Sciences: Basic and Applied
Research (IJSBAR). ISSN 2307-4531. Vol 35. No 1.
Noor, A.N., Mustofa,G.,Chowdhury,A.S.Hossain,Z.M.,Jargirdar,T.F. 2010. A
Broposed Arthitecture Of Cloud Computing For Education System In
Bangladesh And The Impact On Current Education System. Journal Of
Computer Science And Network Security.Vol.10.N0.1.

Osman,K.,Hamid,A.H.S.,Hassan.A.2009. Standard Setting:Inserting Domain Of


The 21 Ceurury Thingking Skills Into The Existing Science Curriculum
In Malaysia. Journal Of Procedia Social And Behavior Science.Vol.1.

Pardomuan. 2010. Kurikulum tingkat satuan pendidikan ( kajian teoritis tentang


evaluasi kurikulum dalam pembelajaran). Jurnal Generasi kampus. Vol
3. No 1.
Pavinne. 2013. A Spritual Perspective On Learnibg In the Worplace. "Journal Of
Managerial Psychology". Vol 17(8): Hal 78-120.

Purwadhi. 2019. Pengembangan Kurikulum dalam Pembelajaran Abad XXI.


Jurnal Indonesia Untuk Kajian Pendidikan. ISSN 2527-3868. Vol 4.
No 2.

Saeed,Mohammmad.2007.Education System Of Pakistan And The


Uk:Comparisoas In Context To Inter Provincial And Inter Countries
Reflection. Journal Bulletin Of Education And Research.Vol.29.No.2.

Sasmita, Anggit.,Suciati Dan Maridi.Analisis Potensi Bahan Ajar Biologi Kelas


XI Pada Kurikulum 2013 Dalam Memberdayakan Kemampuan
Berkomunisasi Siswa. Jurnal Pendidikan Sains.Vol.6.No.2.
Shohel,C.M.M And Howes,J,A.2011. Model Of Education For Sustarnable
Development And Nonformal Education:A Bangladesh Perspective.
Journal Of Education For Sustainable Development.Vol.5.No.1.

Smith, Alan. 2009. Education And Conflict. UNESCO : Education For All Global
Monitoring Report.

64
Susbiyanto Dan Wilujeng,Lusih.2016.Pengembangan Perangkat Ipa Berbasis
Kurikulum 2013 Untuk Meningkatkan Keterampilan
Proses,Kejujuran,Dan Tanggung Jawab. Jurnal Pendidikan
Karakter.Vol.6.No.1.
Suparman, Tarpan. 2020. “Kurikulum Dan Pembelajaran”. Jawa Tengah:
CV.Sarnu Untung.
Tan,Charlale.2006.Creating Thingking Schools Through”Knowledge And
Luquiry”:The Curriculum Challenges For Singapore. The Curriculum
Journal.Vol.17/No.1.

Tyler, R., Robert Gagne. 1967. Persfectives Of Curriculum Evaluation.


Washington D.C : Rand Mc. Naily & Company.
Vannier,M.David.2012. Primary And Secondary School Education In New
Zealand(Aotearoa)-Policies And Practices For A Better Future.
Newzealand : Fullbright.

Widiaastuti, Anna. 2004. Pendidikan Diindonesia Dan Negara Berkembang


Lainnya. Jurnal Dinamica Economi Dan Bisnis.Vol.1.No.1.

65

Anda mungkin juga menyukai