Anda di halaman 1dari 10

MACAM MACAM ANAK BERKEBUHAN

KHUSUS

pendidikan jasmani adaptif


sesi 202120860233

OLEH

DESY MONICA PUTRI

2008637

PENDIDIKAN OLAHRAGA

DOSEN PEMBIMBING

WILLADI RASYID,M.Pd
Indri wulandari,S.Pd,M.Pd

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF BAGI
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak berkebutuhan khusus memiliki masalah dalam sensorisnya, motoriknya, belajarnya,
dan tingkah lakunya. Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal ini
karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon rangsangan yang diberikan
lingkungan untuk melakukan gerak, meniru gerak dan bahkan ada yang memang fisiknya
terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar
Pernyataan di atas menggambarkan akan pentingnya gerak dalam perkembangan seorang
individu, apabila seorang inividu memiliki kemampuan gerak yang baik maka perkembangan
fisiknya akan baik pula. Dengan begitu gerak memiliki fungsi lain bagi ABK, yaitu membantu
perkembangan fisik, melatih untuk merespon rangsangan dari lingkungan dan membiasakan
gerakan agar terarah dengan benar. Dengan kata lain melakukan gerakan bagi ABK sama dengan
melatih motorik halus dan kasar mereka untuk mengurangi hambatan geraknya. Selain itu gerak
juga dapat digunakan sebagai media untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan dari
lingkungan. Oleh karena itu pendidikan jasmani bagi ABK sangatlah penting,  walaupun
demikian program yang di berikan harus di sesuaikan dengan kebutuhan dan hambatan ABK itu
sendiri agar hasilnya dapat optimal. Apabila program pembelajaran yang di berikan oleh guru
tidak berorientasi kepada kebutuhan dan hambatan ABK, di khawatirkan perkembangan fisik
ABK tidak berkembang dengan baik dan bahkan bisa saja menjadi masalah baru baginya.

1.  Pengertian Pendidikan Jasmani Adaptif


Pendidikan jasmani adaptif menurut Sherril dalam Sriwidati dan Murtadlo (2007:3) adalah
sebagai berikut:
   Pendidikan jasmani adaptif didefinisikan sebagai satu sistem penyampaian pelayan yang
komprehensif yang dirancang untuk mengidentifikasi, dan memecahkan masalah dalam ranah
psikomotor. Pelayanan tersebut mencakup penilaian, program pendidikan individual (PPI),
pengajaran bersifat pengembangan dan/atau yang disarankan, konseling dan koordinasi dari
sumber atau layanan yang terkait untuk memberikan pengalaman pendidikan jasmani yang
optimal kepada semua anak dan pemuda. 

Menurut Winnick dalam Sriwidati dan Murtadlo (2007:3) ‘Pendidikan Jasmani Adapif itu
adalah suatu program yang dibuat secara individual berupa kegiatan perkembangan, latihan,
permainan, ritme, dan olahraga yang dirancang memenuhi kebutuhan pendidikan jasmani untuk
individu-individu yang unik’.
Syarifuddin, & Muhadi dalam Sriwidati dan Murtadlo (2007:4) mengemukakan bahwa:
   Pendidikan jasmani adaptif adalah suatu proses mendidik melalui aktivitas gerak untuk laju
pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis dalam rangka pengoptimalan seluruh
potensi kemampuan, keterampilan jasmani yang disesuaikan dengan kemampuan dan
keterbatasan anak, kecerdasan , kesegaran jasmani, sosial, kultural, emosional, dan rasa
keindahan demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya

Dari beberapa definisi di atas menggambarkan bahwa pendidikan jasmani adaptif adalah
suatu program pembelajaran dalam memenuhi kebutuhan psikomotor anak yang dirancang
sedemikian rupa sesuai dengan keunikan anak tersebut
2. Tujuan Pendidikan Jasmani Adaptif
Crowe dalam Abdoellah (1996;4) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan jasmani adaptif
bagi anak berkebutuhan khusus sebagai berikut:
(1) Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki; (2) untuk membantu
siswa melindungi diri sendiri dari kondisi apapun yang memperburuk keadaannya melalui
pendidikan jasmani tertentu;(3) untuk memberikan kesempatan pada siswa mempelajari dan
berpartisipasi dalam sejumlah macam olahraga dan aktivitas jasmani, waktu luang yang bersifat
rekreasi;(4) untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya;
(5) untuk membantu siswa melakukan penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan
memiliki arga diri;(6) untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan apresiasi
terhadap mekanika tubuh yang baik;(7) untuk menolong siswa memahami dan menghargai
macam olahraga yang dapat diminatinya sebagai penonton.

Selain itu Tarigan (2000:10), menyatakan bahwa:


   tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan adaptif bagi anak berkebutuhan khusus adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani, keterampilan gerak, sosial, dan
intelektual. Disamping itu, proses pendidikan itu penting untuk menanamkan nilai-nilai dan
sikap positif terhadap keterbatasan kemampuan baik dari segi fisik maupun mentalnya sehingga
mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri

Sedangkan menurut Furqon dalam Sukardin (2006;5) manfaat pendidikan jasmani bagi anak
berkebutuhan khusus adalah:
  Dapat membantu mengenali kelainannya dan mengarahkannya pada individu-individu atau
lembaga-lembaga yang terkait; (2) dapat member kebahagiaan bagi anak dengan kebutuhan
khusus, member pengalaman bermain yang menyenangkan; (3) dapat membantu siswa mencapai
kemampuan dan latihan fisik sesuai dengan keterbatasannya;(4) dapat member banyak
kesempatan mempelajari keterampilan yang sesuai dengan orang-orang yang memiliki kelainan
untuk meraih sukses;(5) pendidikan jasmani dapat berperan bagi kehidupan yang lebih produktif
bagi anak dengan kebutuhan khusus dengan mengembangkan kualitas fisik yang diperlukan
untuk memenuhi tuntutan kehidupan sehari-hari

MACAM MACAM ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

1. Tunanetra
Dimata masyarakat umum, tunanetra atau yang lebih dikenal dengan buta adalah seseorang yang
tidak bisa melihat atau seseorang yang telah kehilangan fungsi penglihatannya, padahal
pengertian tunanetra tidak sesempit itu, karena anak yang hanya mampu melihat dengan
keterbatasan (low vision) juga disebut tunanetra, Seperti yang didefinisikan oleh Somantri
(1996:54)anak tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan penglihatan, baik sebagian atau
menyeluruh yang menyebabkan proses penerimaan informasi kurang optimal.

Gangguan penglihatan atau kebutaan karena kerusakan/kelainan pada mata seseorang,


menyebabkan kemampuan indera penglihatan seseorang tidak dapat berfungsi dengan baik atau
bahkan tidak dapat berfungsi sama sekali. Penyebab kerusakan/kelainan itu bisa terjadi saat di
dalam kandungan dan bisa juga terjadi setelah lahir. Karena tunanetra memiliki keterbatasan
dalam hal penglihatan, maka dalam proses pembelajarannya lebih menekankan pada alat indera
yang lain yaitu indera perabaan dan pendengaran.

Karakteristik anak tunanetra menurut Somantri (2012: 66), yaitu:Dikatakan tunanetra bila
ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu
membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas/normal dapat dibaca pada jarak 21
meter yang diukur dengan tessnellen card.Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra
dikelompokan menjadi 2 macam, yaitu:

1.    Buta jika anak tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0).

2.    Low vision jika anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membacaheadline pada suarat kabar.

Indra penglihatan memiliki peran yang sangat penting dalam penerimaan informasi dan
pengalaman, seseorang yang mengalami gangguan penglihatan baik sebagian ataupun
menyeluruh sama-sama mengalami hambatan dan keterbatasan dalam pengalaman, kemampuan
bergerak dalam lingkungan serta interaksi dalam lingkungan.

2. Tunarungu

Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya rusak atau cacat dan rungu
artinya pendengaran, seseorang dapat dikatakan tunarungu apabila ia memiliki
kerusakan/kelainan pada organ pendengarannya yang menyebabkan ia tidak dapat mendengar
atau kurang mampu mendengar suara yang seharusnya mampu didengar orang normal.
“Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh
kerusakan seluruh alat pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa
sehingga memerlukan bimbingan dan pelayanan khusus”. ( Salim,1984 : 8)Dikalangan
masyarakat umum, tunarungu lebih dikenal dengan kata tuli, yaitu seseorang yang tidak mampu
mendengar atau memiliki kerusakan pada organ dengarnya. Namun istilah tuli dimasyarakat 
kadang lebih sering menuju kearah mengejek atau mencaci.

Tunarungu bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari dalam kandungan ataupun benturan
keras yang menyebabkan kerusakan pada organ pendengaran. Klasifikasi lain
dikemukakanolehStreng yang dikutipSomaddanHernawati( 1997 : 28-31 ) sebagaiberikut:

 Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang  memiliki ciri- ciri :

1. Sukar mendengar percakapan yang lemah.


2. Menuntut sedikit perhatian  khususdari sistem sekolah tentang kesulitannya.
3. Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan penguasaan
perbendaharaan kata.

 Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 30-40 dB yang memiliki ciri-


ciri sebagai berikut :

1. Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.

2. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran padajarak normal dan 


kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap percakapan
kelompok.

3. Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata yang
terbatas.

4. Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca, penggunaan


alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan perhatian dalam
perkembangan perbendaharaan kata.

  Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang   memiliki ciri-


ciri sebagai berikut :
1. Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.

2. Perbendaharaan kata terbatas

 yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-ciri :

Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya klakson mobil dan
lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untu kanak-anak tunarungu. Diperlukan
latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat mengembangkan bahasa dan bicaradari guru
kelas khusus.

 Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas. Memiliki ciri :

Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak mendengar
walaupun menggunakan alat bantu dengar.

3. Tunagrahita

Sebagian besar masyarakat menganggap anak-anak tunagrahita adalah anak yang bodoh, lemot,
lelet, idiot dan lain sebagainya. Anggapan itu membuat anak tunagrahita dipandang sebelah mata
oleh masyarakat. Anggapan itu juga membuat masyarakat menjauhi serta mengucilkan anak
tunagrahita. Padahal anggapan yang beredar luas dimasyarakat adalah anggapan yang tidak tepat,
darisudut bahasa atau istilah tunagrahita berasal dari kata “tuna” dan “grahita” tuna artinya rusak
atau cacat dan grahita artinya berfikir. Definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan
utama ialah definisi yang dirumuskan oleh Grossman yang secara resmi digunakan AAMD
(American Association of Mental Deficiency) yaitu ketunagrahitaan mengacu pada fungsi
intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan
dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung pada masa
perkembangan. Tunagrahita adalah seseorang yang mengalami hambatan fungsi kecerdasan
intelektual dan adaptasi tingkah laku yang terjadi pada masa perkembangannya dan juga
menyebabkan kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.

Klasifikasi anak tunagrahita menurut AAMD (American Assosiation on Mental Deficiency) dan
PP No. 72 tahun 1991 dalam Amin (1995:22-24) klasifikasi anak tunagrahita terbagi menjadi
tiga kelompok sebagai berikut :

 Tunagrahita ringan
Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya
terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran
akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja.

 Tunagrahita sedang

Anak tunagrahita sedang memiliki kemampuan intelektual umum dan adaptasi perilaku di bawah
tunagrahita ringan. Mereka dapat belajar keterampilan sekolah untuk tujuan-tujuan fungsional,
mencapai suatu tingkat “tanggung jawab sosial” dan mencapai penyesuaian sebagai pekerja
dengan bantuan.

 Tunagrahita berat dan sangat berat

Anak yang tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir tidak memiliki kemampuan
untuk di latih mengurus diri sendiri melakukan sosialisasi dan bekerja. Di antara mereka (sampai
batas tertentu) ada yang dapat mengurus diri sendiri dan dapat berkomunikasi secara sederhana
serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang sangat terbatas.

4. Down Sindrom

Down Sindrom adalah gangguan genetika paling umum yang menyebabkan perbedaan
kemampuan belajar dan ciri-ciri fisik tertentu yang disebabkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom.Down Sindrom disebut juga penyakit genetik karena gangguan
kromosom dengan ciri khas wajah universal (wajah mongoloid). Dimasyarakat sendiri, Down
Sindrom lebih dikenal dengan anak seribu wajah, bukan karena wajah anak down sindrom ada
seribu, melainkan karena ada banyak anak down sindrom dan wajah anak-anak down sindrom itu
sama, down sindrom tidak bisa disembuhkan, namun dengan dukungan, perhatian dan kasih
sayang, anak-anak dengan down sindrom bisa tumbuh dengan maksimal.

Anak-anak dengan down sindrom sangat membutuhkan bimbingan jauh melebihi anak normal
lainnya. Perkembangan mereka dalam berbagai aspek memerlukan waktu, dan mereka akan
menjalaninya bertahap, sesuai dengan kemampuan mereka.

5. Tunadaksa

Ketika kita bergaul dengan teman atau masyarakat sekitar sesekali kita akan bertemu dengan
orang yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, seperti berjalan menggunakan bantuan kursi
roda karena tidak memiliki kaki ataupun memiliki kaki yang tidak mampu menopang berat
tubuhnya, tidak dapat memegang gelas karena bentuk tangan yang tidak normal dan lain
sebagainya. Seseorang yang seperti itu disebut dengan tunadaksa.

Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna” dan “daksa”, tuna yang berarti rusak atau cacat dan
“daksa” yang berarti tubuh. Menurut Sutjihati Somantri tunadaksa adalah suatu keadaan yang
terganggu atau rusak sebagai akibat dari gangguan bentuk atau hambatan pada otot, sendi dan
tulang dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kecelakaan, penyakit atau
juga bisa disebabkan karena pembawaan sejak lahir.

Dimasyarakat sendiri istilah tunadaksa masih belum terlalu familiar, masyarakat menyebut
tunadaksa dengan kata cacat atau cacat tubuh. Padahal kata cacat adalah kata yang kurang baik
untuk di ucapkan, apalagi untuk anak berkebutuhan khusus.Tunadaksa yang dialami seseorang
dapat terjadi karena bawaan dari lahir ataupun disebabkan oleh penyakit dan kecelakaan.

Klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari sistem kelainanya. Pada dasarnya kelainan pada anak
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) Kelainan pada sistem
serebral (cerebral system), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal
system)

1)      Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders)

Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelompok kelainan sistem serebral didasarkan pada letak
penyebab kelainan yang terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial,
karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup
manusia. Didalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat
sensoris dan lain sebagainya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah cerebral palsy.

2)      Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)

 Sistem otot dan rangka adalah bagian-bagian atau jaringan-jaringan yang membentuk    gugusan
otot dan rangka sehingga terjadi koordinasi yang normal dan fungsional dalam menjalankan
tugasnya.antara lain meliputi:

a). Poliomyelitis
b). Muscle dystrophy

c). Spina Bifida

3)      Kelainan tunadaksa karena bawaan (congenital deformities)

Kelainan tunadaksa atau cacat ortopedi dapat terjadi karena faktor bawaan yang disebabkan oleh
faktor endogeen (gen) dari ayah, ibu, dari kedua-duanya, sehingga sel-sel pertama yang tumbuh
menjadi bayi telah mengalami cacat, Kelainan ini terjadi karena faktor exogen, yaitu pada awal-
awal pertumbuhan sel

6. Tunalaras

Saat di sekolah, kita pasti melihat anak yang sering melakukan pelanggaran, baik melanggar
peraturan sekolah, peraturan kelas, peraturan guru dan lain sebagainya. Anak-anak yang
melakukan pelanggaran dan sering dihukum oleh guru akan di cap nakal oleh teman-temannya.
Anak-anak tersebut bisa disebut dengan tunalaras.

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. Tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai
dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor
internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

1. Berkesulitan Belajar/lamban belajar

Seseorang dapat dikatakan berkesulitan belajar atau lamban belajar jika ia memiliki IQ normal
namun jika dibandingkan dengan teman sebaya ia mengalami keterlambatan dalam proses
pemahaman belajarnya.

7. Autis

Autis adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks yang gejalanya sudah terlihat
sebelum anak berusia tiga tahun. Seseorang yang mengalami autisme memiliki gangguan dan
masalah dalam berinteraksi dengan orang lain, kadang anak autisme terlihat sangat linglung,
terkucil, terasing, tidak mau melakukan kontak mata dengan orang lain, tidak mau bermain
bersama teman-temannya, sering mengulang gerakan-gerakan secara terus menerus dan
berlebihan. Akibat gangguan ini seseorang yang mengidap gangguan autis sulit unutk belajar
berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dan menyebabkan seolah-olah ia
hidup dalam dunianya sendiri.

Menurut Yatim (2002) dalam YAI, anak autis dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

 Autisme persepsi: dianggap autisme yang asli kerana kelainan sudah timbul sebelum
lahir. Ketidak mampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi terhadap
rangsangan dari luar, begitu juga kemampuan anak bekerjasama dengan orang lain,
sehinggaanak bersikap masa bodaoh.

 Autisme reaksi: terjadi karena beberapa permasalahan yang di menimbulkan kecemasan


seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/sekolah dan sebagainya. Autisme
ini akan memuncukan gerakan-gerakan tertentu berulang – ulang, kadang-kadang disertai
kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih besar enam sampai tujuh tahun sebelum
anak memasuki tahapan berfikir logis.

 Autisme yang timbul kemudian: terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan
jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit dalam hal
pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah
melekat.

Anda mungkin juga menyukai