PERKEMBANGAN KOGNITIF
Disusun oleh:
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan
rahmat dan nikmat-Nya, baik nikmat sehat maupun nikmat kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi pengetahuan
bagi pembaca, khususnya bagi penulis serta dapat diterima oleh Bapak Lutfi Fauzan selaku
dosen Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik.
Wassalamualaikum, wr.wb.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
Kesimpulan 12
Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam teori kognitif, individu dapat membangun sendiri ilmu pengetahuan dalam
dirinya melalui suatu proses interaksi dengan lingkungan. Teori perkembangan kognitif
ini menekankan kesadaran pikiran-pikiran individu. Jika ditinjau dari tahap-tahap
perkembangannya, salah satu tokoh yang berkiprah dalam teori kognitif adalah Jean
Piaget. Perkembangan kognitif mempunyai peran penting dalam proses belajar karena
pada dasarnya merupakan proses psikis atau mental. Proses tersebut merupakan
perkembangan kemampuan penalaran secara logis. Piaget menyatakan bahwa berpikir
secara logis dalam proses mental jauh lebih penting daripada sekedar memahami. Pada
proses perkembangannya, jika usia individu semakin bertambah, maka keterampilan
berpikir juga akan meningkat karena semakin kompleksnya susunan sel syaraf.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang diperoleh antara
lain :
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Sedangkan menurut Monks (dalam Sunarto, 39: 2008) perkembangan merupakan proses
yang kekal menuju tingkat integrasi yang lebih tinggi berdasarkan proses pertumbuhan,
kematangan, dan belajar.
Dari beberapa pendapat tokoh diatas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan
merupakan hal yang berkaitan dengan kematangan fungsi organ fisik dan bersifat kualitatif
sehingga siap untuk belajar. Agar pertumbuhan dan perkembangan dapat berjalan seimbang
maka perlu adanya stimulasi maupun zat gizi yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Dari beberapa teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif yaitu
perkembangan yang berkaitan erat dengan fungsi otak yang digunakan untuk berpikir tentang
apa aja yang ada di lingkungannya. Apabila fungsi dalam otak berkembang dengan baik maka
proses berpikir seseorang juga akan baik. Proses berpikir digunakan untuk memahami
pembelajaran maupun untuk melakukan hal-hal yang membutuhkan pemikiran.
B. Faktor - Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Kognitif dan Problematikanya.
1. Hereditas/Kematangan
Hereditas maksudnya tidak hanya menyediakan fasilitas untuk anak agar menyesuaikan
dengan dunianya. Namun juga untuk mengelola waktu jalannya perkembangan di masa
depan. Hal tersebut merupakan faktor kematangan internal yang mempunyai peran
penting pada perkembangan kognitif.
2. Pengalaman Fisik/Lingkungan
Dasar perkembangan struktur kognitif adalah pengalaman dengan realitas fisik. Piaget
membagi pengalaman menjadi dua bentuk. Pertama pengalaman fisik yaitu pengalaman
yang melibatkan objek kemudian membatasi abstraksi dari objek tersebut. Kedua
pengalaman logika matematis yaitu pengalaman diabstraksikan bukan dari objek tapi dari
efek tindakan objek (abstrasksi reflektif).
3. Transmisi Sosial
4. Ekuilibrasi
Pada hal ini setiap individu akan terdapat proses ekuilibrasi yang mengintegrasikan
ketiga faktor sebelumnya, yaitu hereditas, pengalaman, dan transmisi sosial. Alasan yang
memperkuat adanya ekuilibrasi yaitu anak secara aktif berinteraksi dengan lingkungan.
Akibat dari interaksi, anak berhadapan dengan gangguan atau kontradiksi, yaitu apabila
situasi pada pola penalaran yang lama tidak dapat menanggapi stimulus. Kontradiksi ini
menimbulkan keadaan menjadi tidak seimbang, dalam keadaan ini individu secara aktif
mengubah pola penalarannya agar dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan
stimulus baru yang disebut ekuilibrasi.
1. Faktor Hereditas/Keturunan
Teori hereditas pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer yang
berpendapat bahwa manusia lahir dengan membawa potensi tertentu yang tidak dapat
dipengaruhi lingkungan. Berdasar teori tersebut, faktor lingkungan tidak begitu
berpengaruh karena taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak lahir.
2. Faktor Lingkungan
Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke yang berpendapat bahwa
manusia dilahirkan suci atau tabularasa. Beliau juga berpendapat bahwa perkembangan
manusia sangat ditentukan oleh lingkungannya. Akibatnya taraf intelegensi sangat
dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan dari lingkungan hidupnya.
3. Kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai
kesanggupan menjalankan fungsi masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan
usia kronologis.
4. Pembentukan
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan dari
perbuatan itu. Sedangkan bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi
yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud.
6. Kebebasan
Perkembangan kognitif anak harus selalu dibimbing oleh orang tua dan orang-orang
dewasa disekitarnya untuk mencapai perkembangan yang optimal. Namun, pada kenyataannya
banyak orang tua yang kurang mengetahui problematika anak dalam perkembangan terutama
kognitifnya. Adapun problematika yang dimaksud antara lain sebagai berikut ;
1. Keterlambatan Berbicara
Gangguan ini sering terjadi pada anak yang kurang berinteraksi dengan orang
disekitarnya, pada masa ini gangguan cukup sering terjadi akibat adanya gadget yang
dimainkan anaknya sehingga mengurangi waktu berinteraksi. Teori Piaget menjelaskan
anak di usia 2-7 tahun tugas perkembangannya adalah menambah kosa kata. Cara yang
tepat untuk menghindari keterlambatan berbicara adalah sering mengajaknya
berinteraksi.
2. Gangguan Berpikir
Gangguan ini terjadi apabila si anak kurang imajinatif, biasanya karena kurangnya respon
dari orang-orang sekitarnya mengenai imajinasinya sehingga ia takut untuk berimajinasi
lagi. Walaupun kelihatannya sepele, namun perkembangan berpikir merupakan
perkembangan yang bertahap jika salah satu tahap dilalui dengan kurang tepat maka
kemungkinan ditahapan seterusnya anak itu akan mengalami kesulitan dalam berpikir.
3. Gangguan Kebiasaan
Kebiasaan merupakan salah satu dari tugas dari perkembangan anak. Namun jika ia
sudah waktunya untuk tidak melakukan kebiasaan tersebut tetapi tetap melakukannya,
maka hal ini perlu diperhatikan. Contohnya saat bayi menghisap jempolnya di usia 0-24
bulan itu merupakan hal yang menjadi salah satu perkembangannya, ada yang
mengatakan bahwa itu dapat merangsang tumbuhnya gigi, namun jika terus dibiarkan
hingga ia berusia 8 tahun maka ini dapat menjadi gangguan karena kebiasaannya.
4. Gangguan Psikologis
Gangguan ini meliputi perilaku, kinerja mental, emosi, dan fungsi fisiknya. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor seperti trauma, tidak mampu menahan
beban psikologis, dan hal lainnya.
5. Gangguan Tidur
Gangguan tidur terlalu banyak, terlalu singkat atah tidur di waktu yang tidak seharusnya
akan menyebabkan perkembangan kognitifnya kurang normal. Misalnya saja ketika
orang tua membiarkan anaknya tidur larut malam ketika liburan maka anak akan
kesuulitan untuk mengatur jam tidurnya saat masuk sekolah tiba, atau mungkin
mengakibatkan tidurnya tidak dapat terkontrol seperti insomnia, hipersomnia atau bahkan
sleepwalking.
6. Gangguan Kecemasan
Rasa cemas yang berlebihan sampai tidak bisa tidur dan lain-lain disebut dengan
gangguan kecemasan, akan tetapi bila rasa cemas tersebut terbilang normal maka hal
tersebut dapat dianggap wajar. Peran orang tua dan orang-orang dewasa disekitar sangat
diperlukan jika anak terlihat cemas, mereka membutuhkan dukungan agar dapat
mengontrol dan tidak berlarut-larut dalam rasa cemasnya. Penyebab munculnya rasa
cemas bisa terjadi karena berbagai hal seperti trauma dan lain-lain.
Jean Piaget membagi tahap perkembangan kognitif menjadi 4 tahap penjelasannya sebagai
berikut :
1. Tahap Sensori-motor (0-2 tahun)
Pemikiran bayi termasuk ke dalam pemikiran sensoris motorik, tahap sensoris motorik
berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira berumur 2 tahun.
Selama tahap ini perkembangan mental ditandai dengan perkembangan pesat dengan
kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui
gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Pada tahap ini dari lahir hingga berusia dua
tahun, bayi belajar mengenal diri mereka sendiri dan dunia melalui indera yang sedang
berkembang dan melalui aktivitas motoric.
Aktivitas kognitif pada tahap ini terpusat pada alat dria (sensori) dan gerak (motor), yang
artinya dalam tahap ini, anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan
melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi
perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses
penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. (Mohd.Surya,
2003: 57). Tahap sensori-motor ini terbagi menjadi 6 sub-tahap, yakni :
a. Sub-tahap 1
Modifikasi dari refleks-refleks (0-1 bulan)
Ketika dilahirkan seorang bayi sudah langsung dapat memperlihatkan refleks Contohnya
bayi refleks untuk mengarahkan kepala pada sumber rangsang secara lebih tepat dan
terarah.
b. Sub-tahap 2
Reaksi pengulangan pertama (1-4 tahun)
Pada masa ini, kalau bayi menggerak-gerakkan tubuhnya dan secara sengaja memperoleh
kenikmatan atau sesuatu yang menarik, ia akan berusaha mengulangi gerakannya.
c. Sub-tahap 3:
Reaksi pengulangan kedua (4-10 bulan)
Sebagai kelanjutan reaksi pengulangan pertama reaksi pengulangan kedua terjadi pada
waktu bayi menemukan hal-hal atau objek-objek di luar dirinya yang menarik
perhatiannnya dan ia ingin mengulangnya.meskipun belum dapat dikatakan bahwa
perbuatan-perbuatannya benar-benar mempunyai tjuan yang jelas.
d. Sub-tahap 4
Koordinasi reaksi-reaksi sekunder(10-12 bulan)
Gerak-gerik yang dilakukan anak sudah lebih jauh. Anak mulai dapat mengkoordinasi
dua skema yang terpisah untuk memperoleh sesuatu. Contohnya bayi akan mendorong ke
samping suatu objek untuk tujuan meraih sesuatu di belakangnya.
e. Sub-tahap 5
Reaksi pengulangan yang ketiga(12-18 bulan)
Pada sub-tahap 5 ini beberapa perbuatan dapat dilakukandengan hasil yang berbeda-beda.
Hal yang baru terlihat pada sub-masa ini ialah adanya kemajuan pada si anak untuk
mencari dan mencapai sesuatu yang baru. Anak bukan lagi mencoba-coba tanpa sengaja,
melainkan mulai dapat mengubah gerak-geriknya untuk mencapai sesuatu hasil. Gerak
coba-cobanya dilakukan sudah dengan suatu tujuan yang lebih jelas, meskipun hasilnya
berbeda dengan apa yang menjadi tujuannya.
f. Sub-tahap 6
Permulaan berpikir (18-24 bulan)
Pada sub-tahap ini anak mulai dapat “berpikir” dari dalam (internal), tidak hanya
terhadap sesuatu yang secara fisik nyata. Contohnya dapat dilihat pada anak-anak yang
meniru gerak atau teriakan anak-anak lain. Anak ini memperlihatkan ada hal-hal yang
simboliktersimpan dalam ingatannya. Melalui gerak-gerik lunakdan sedikit dari otot-
otonya ketika ia melihat kejadian itu,si anak menanamkan dasar untuk menirunya pada
waktuyang lain. Pada sub-masa ini berkembanglah kemampuan khusu yaitu kemampuan
dalam mempersepsikan ketetapan objek (object permanence).
2. Tahap pra-operasional (2-7 tahun)
Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai
hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang teroganisasikan.
Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda-tanda
dan simbol. Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak
konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri, sebagai berikut.
a. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif
tetapi tidak logis.
b. Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab
akibat secara tidak logis.
c. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya.
d. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia.
e. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau
di dengar.
f. Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan
jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
g. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling
menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya.
A. Kesimpulan
B. Saran
Simon, Irene Maya dkk. (2021). Perkembangan Peserta Didik. Kota Malang: Lembaga
Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang.