Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERKEMBANGAN KOGNITIF

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Perkembangan Peserta Didik

Dosen Pengampu : Dr. Lutfi Fauzan S.Pd, M.Pd

Disusun oleh:

1. A'idah Nabilah (210431620906)


2. Akmal Maulana Irva (210151601773)
3. Bintang Setiawan (210121600508)
4. M. Roihan Assalafi (210311624824)
5. Mukhammad Refyan Taufikur S (210121600485)

FAKULTAS ILMU PENDIDKAN


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan
rahmat dan nikmat-Nya, baik nikmat sehat maupun nikmat kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi pengetahuan
bagi pembaca, khususnya bagi penulis serta dapat diterima oleh Bapak Lutfi Fauzan selaku
dosen Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik.

Wassalamualaikum, wr.wb.

Malang, Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 1

Tujuan Penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN 2

Pengenalan Hakikat Perkembangan Kognitif 2

Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Kognitif dan Problematikanya 3

Tahapan Perkembangan Kognitif 6

BAB III PENUTUP 12

Kesimpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam teori kognitif, individu dapat membangun sendiri ilmu pengetahuan dalam
dirinya melalui suatu proses interaksi dengan lingkungan. Teori perkembangan kognitif
ini menekankan kesadaran pikiran-pikiran individu. Jika ditinjau dari tahap-tahap
perkembangannya, salah satu tokoh yang berkiprah dalam teori kognitif adalah Jean
Piaget. Perkembangan kognitif mempunyai peran penting dalam proses belajar karena
pada dasarnya merupakan proses psikis atau mental. Proses tersebut merupakan
perkembangan kemampuan penalaran secara logis. Piaget menyatakan bahwa berpikir
secara logis dalam proses mental jauh lebih penting daripada sekedar memahami. Pada
proses perkembangannya, jika usia individu semakin bertambah, maka keterampilan
berpikir juga akan meningkat karena semakin kompleksnya susunan sel syaraf.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang diperoleh antara
lain :

1. Bagaimanakah pengenalan dari hakikat perkembangan kognitif ?


2. Apa saja problematika dan faktor yang memengaruhi perkembangan kognitif ?
3. Bagaimanakah tahapan-tahapan dalam perkembangan kognitif ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu antara lain :

1. Memaparkan pengenalan dari hakikat perkembangan kognitif.


2. Memaparkan problematika dan faktor-faktor yang dapat memengaruhi
perkembangan kognitif.
3. Memaparkan tahapan-tahapan yang ada dalam perkembangan kognitif.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengenalan Hakikat Perkembangan Kognitif


Menurut Rita Izzaty, dkk (2008: 4) bahwa perkembangan bersifat kualitatif dan berkaitan
dengan kematangan fungsi organ. Menurut Baharuddin (2014: 69) perkembangan berarti
perubahan secara kualitatif dan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis oleh organ-organ
fisik.

Sedangkan menurut Monks (dalam Sunarto, 39: 2008) perkembangan merupakan proses
yang kekal menuju tingkat integrasi yang lebih tinggi berdasarkan proses pertumbuhan,
kematangan, dan belajar.

Dari beberapa pendapat tokoh diatas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan
merupakan hal yang berkaitan dengan kematangan fungsi organ fisik dan bersifat kualitatif
sehingga siap untuk belajar. Agar pertumbuhan dan perkembangan dapat berjalan seimbang
maka perlu adanya stimulasi maupun zat gizi yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan
dan perkembangan anak.

Perkembangan kognitif berkaitan dengan perkembangan kemampuan pemahaman dan


analisa. Slamet Suyanto (2005: 53) memaparkan bahwa perkembangan kognitif menggambarkan
bagaimana pikiran berkembang dan dapat digunakan untuk berpikir. Sedangkan menurut Piaget
(dalam Slamet Suyanto, 2005: 94) bahwa perubahan akibat belajar dari perkembangan kognitif
yaitu kemampuan anak untuk berpikir tentang lingkungan sekitar.

Dari beberapa teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif yaitu
perkembangan yang berkaitan erat dengan fungsi otak yang digunakan untuk berpikir tentang
apa aja yang ada di lingkungannya. Apabila fungsi dalam otak berkembang dengan baik maka
proses berpikir seseorang juga akan baik. Proses berpikir digunakan untuk memahami
pembelajaran maupun untuk melakukan hal-hal yang membutuhkan pemikiran.
B. Faktor - Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Kognitif dan Problematikanya.

Menurut Piaget dalam penjelasannya ada 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan


kognitif seseorang yaitu hereditas/kematangan, pengalaman fisik/lingkungan, transmisi sosial,
dan ekuilibrasi.

1. Hereditas/Kematangan

Hereditas maksudnya tidak hanya menyediakan fasilitas untuk anak agar menyesuaikan
dengan dunianya. Namun juga untuk mengelola waktu jalannya perkembangan di masa
depan. Hal tersebut merupakan faktor kematangan internal yang mempunyai peran
penting pada perkembangan kognitif.

2. Pengalaman Fisik/Lingkungan

Dasar perkembangan struktur kognitif adalah pengalaman dengan realitas fisik. Piaget
membagi pengalaman menjadi dua bentuk. Pertama pengalaman fisik yaitu pengalaman
yang melibatkan objek kemudian membatasi abstraksi dari objek tersebut. Kedua
pengalaman logika matematis yaitu pengalaman diabstraksikan bukan dari objek tapi dari
efek tindakan objek (abstrasksi reflektif).

3. Transmisi Sosial

Transmisi sosial berfungsi untuk merepresentasikan pengaruh budaya terhadap pola


berfikir anak. Beberapa bentuk dari transmisi sosial adalah pengetahuan dari buku,
meniru, dan penjelasan dari guru. Anak dapat menerima transmisi sosial apabila berada
dalam keadaan mampu menerima informasi itu. Untuk dapat menerima informasi,
terlebih dahulu anak harus memiliki struktut kognitif yang memungkinkan anak dapat
mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi tersebut.

4. Ekuilibrasi

Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Menurut Piaget


ekuilibrasi adalah tendensi bawaan untuk mengorganisasikan pengalaman agar
mendapatkan adaptasi yang maksimal. Ekuilibrasi secara sederhana didefinisikan sebagai
dorongan terus-menerus ke arah keseimbangan atau akuilibrasi.

Pada hal ini setiap individu akan terdapat proses ekuilibrasi yang mengintegrasikan
ketiga faktor sebelumnya, yaitu hereditas, pengalaman, dan transmisi sosial. Alasan yang
memperkuat adanya ekuilibrasi yaitu anak secara aktif berinteraksi dengan lingkungan.
Akibat dari interaksi, anak berhadapan dengan gangguan atau kontradiksi, yaitu apabila
situasi pada pola penalaran yang lama tidak dapat menanggapi stimulus. Kontradiksi ini
menimbulkan keadaan menjadi tidak seimbang, dalam keadaan ini individu secara aktif
mengubah pola penalarannya agar dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan
stimulus baru yang disebut ekuilibrasi.

Adapun menurut Yuliani Nurani Sujiono, faktor-faktor yang mempengaruhi


perkembangan kognitif adalah sebagai berikut :

1. Faktor Hereditas/Keturunan

Teori hereditas pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer yang
berpendapat bahwa manusia lahir dengan membawa potensi tertentu yang tidak dapat
dipengaruhi lingkungan. Berdasar teori tersebut, faktor lingkungan tidak begitu
berpengaruh karena taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak lahir.

2. Faktor Lingkungan

Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke yang berpendapat bahwa
manusia dilahirkan suci atau tabularasa. Beliau juga berpendapat bahwa perkembangan
manusia sangat ditentukan oleh lingkungannya. Akibatnya taraf intelegensi sangat
dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan dari lingkungan hidupnya.

3. Kematangan

Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai
kesanggupan menjalankan fungsi masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan
usia kronologis.

4. Pembentukan

Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi


perkembangan intelegensi.

5. Minat dan Bakat

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan dari
perbuatan itu. Sedangkan bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi
yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud.

6. Kebebasan

Kebebasan merupakan kebebasan manusia berfikir divergen (menyebar) yang bermakna


bahwa manusia dapat mempunyai metode-metode tertentu untuk menyelesaikan masalah.

Perkembangan kognitif anak harus selalu dibimbing oleh orang tua dan orang-orang
dewasa disekitarnya untuk mencapai perkembangan yang optimal. Namun, pada kenyataannya
banyak orang tua yang kurang mengetahui problematika anak dalam perkembangan terutama
kognitifnya. Adapun problematika yang dimaksud antara lain sebagai berikut ;
1. Keterlambatan Berbicara

Gangguan ini sering terjadi pada anak yang kurang berinteraksi dengan orang
disekitarnya, pada masa ini gangguan cukup sering terjadi akibat adanya gadget yang
dimainkan anaknya sehingga mengurangi waktu berinteraksi. Teori Piaget menjelaskan
anak di usia 2-7 tahun tugas perkembangannya adalah menambah kosa kata. Cara yang
tepat untuk menghindari keterlambatan berbicara adalah sering mengajaknya
berinteraksi.

2. Gangguan Berpikir

Gangguan ini terjadi apabila si anak kurang imajinatif, biasanya karena kurangnya respon
dari orang-orang sekitarnya mengenai imajinasinya sehingga ia takut untuk berimajinasi
lagi. Walaupun kelihatannya sepele, namun perkembangan berpikir merupakan
perkembangan yang bertahap jika salah satu tahap dilalui dengan kurang tepat maka
kemungkinan ditahapan seterusnya anak itu akan mengalami kesulitan dalam berpikir.

3. Gangguan Kebiasaan

Kebiasaan merupakan salah satu dari tugas dari perkembangan anak. Namun jika ia
sudah waktunya untuk tidak melakukan kebiasaan tersebut tetapi tetap melakukannya,
maka hal ini perlu diperhatikan. Contohnya saat bayi menghisap jempolnya di usia 0-24
bulan itu merupakan hal yang menjadi salah satu perkembangannya, ada yang
mengatakan bahwa itu dapat merangsang tumbuhnya gigi, namun jika terus dibiarkan
hingga ia berusia 8 tahun maka ini dapat menjadi gangguan karena kebiasaannya.

4. Gangguan Psikologis

Gangguan ini meliputi perilaku, kinerja mental, emosi, dan fungsi fisiknya. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor seperti trauma, tidak mampu menahan
beban psikologis, dan hal lainnya.

5. Gangguan Tidur

Gangguan tidur terlalu banyak, terlalu singkat atah tidur di waktu yang tidak seharusnya
akan menyebabkan perkembangan kognitifnya kurang normal. Misalnya saja ketika
orang tua membiarkan anaknya tidur larut malam ketika liburan maka anak akan
kesuulitan untuk mengatur jam tidurnya saat masuk sekolah tiba, atau mungkin
mengakibatkan tidurnya tidak dapat terkontrol seperti insomnia, hipersomnia atau bahkan
sleepwalking.

6. Gangguan Kecemasan

Rasa cemas yang berlebihan sampai tidak bisa tidur dan lain-lain disebut dengan
gangguan kecemasan, akan tetapi bila rasa cemas tersebut terbilang normal maka hal
tersebut dapat dianggap wajar. Peran orang tua dan orang-orang dewasa disekitar sangat
diperlukan jika anak terlihat cemas, mereka membutuhkan dukungan agar dapat
mengontrol dan tidak berlarut-larut dalam rasa cemasnya. Penyebab munculnya rasa
cemas bisa terjadi karena berbagai hal seperti trauma dan lain-lain.

C. Tahapan Perkembangan Kognitif

Jean Piaget membagi tahap perkembangan kognitif menjadi 4 tahap penjelasannya sebagai
berikut :
1. Tahap Sensori-motor (0-2 tahun)
Pemikiran bayi termasuk ke dalam pemikiran sensoris motorik, tahap sensoris motorik
berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira berumur 2 tahun.
Selama tahap ini perkembangan mental ditandai dengan perkembangan pesat dengan
kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui
gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Pada tahap ini dari lahir hingga berusia dua
tahun, bayi belajar mengenal diri mereka sendiri dan dunia melalui indera yang sedang
berkembang dan melalui aktivitas motoric.
Aktivitas kognitif pada tahap ini terpusat pada alat dria (sensori) dan gerak (motor), yang
artinya dalam tahap ini, anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan
melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi
perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses
penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. (Mohd.Surya,
2003: 57). Tahap sensori-motor ini terbagi menjadi 6 sub-tahap, yakni :
a. Sub-tahap 1
Modifikasi dari refleks-refleks (0-1 bulan)
Ketika dilahirkan seorang bayi sudah langsung dapat memperlihatkan refleks Contohnya
bayi refleks untuk mengarahkan kepala pada sumber rangsang secara lebih tepat dan
terarah.
b. Sub-tahap 2
Reaksi pengulangan pertama (1-4 tahun)
Pada masa ini, kalau bayi menggerak-gerakkan tubuhnya dan secara sengaja memperoleh
kenikmatan atau sesuatu yang menarik, ia akan berusaha mengulangi gerakannya.
c. Sub-tahap 3:
Reaksi pengulangan kedua (4-10 bulan)
Sebagai kelanjutan reaksi pengulangan pertama reaksi pengulangan kedua terjadi pada
waktu bayi menemukan hal-hal atau objek-objek di luar dirinya yang menarik
perhatiannnya dan ia ingin mengulangnya.meskipun belum dapat dikatakan bahwa
perbuatan-perbuatannya benar-benar mempunyai tjuan yang jelas.
d. Sub-tahap 4
Koordinasi reaksi-reaksi sekunder(10-12 bulan)
Gerak-gerik yang dilakukan anak sudah lebih jauh. Anak mulai dapat mengkoordinasi
dua skema yang terpisah untuk memperoleh sesuatu. Contohnya bayi akan mendorong ke
samping suatu objek untuk tujuan meraih sesuatu di belakangnya.
e. Sub-tahap 5
Reaksi pengulangan yang ketiga(12-18 bulan)
Pada sub-tahap 5 ini beberapa perbuatan dapat dilakukandengan hasil yang berbeda-beda.
Hal yang baru terlihat pada sub-masa ini ialah adanya kemajuan pada si anak untuk
mencari dan mencapai sesuatu yang baru. Anak bukan lagi mencoba-coba tanpa sengaja,
melainkan mulai dapat mengubah gerak-geriknya untuk mencapai sesuatu hasil. Gerak
coba-cobanya dilakukan sudah dengan suatu tujuan yang lebih jelas, meskipun hasilnya
berbeda dengan apa yang menjadi tujuannya.
f. Sub-tahap 6
Permulaan berpikir (18-24 bulan)
Pada sub-tahap ini anak mulai dapat “berpikir” dari dalam (internal), tidak hanya
terhadap sesuatu yang secara fisik nyata. Contohnya dapat dilihat pada anak-anak yang
meniru gerak atau teriakan anak-anak lain. Anak ini memperlihatkan ada hal-hal yang
simboliktersimpan dalam ingatannya. Melalui gerak-gerik lunakdan sedikit dari otot-
otonya ketika ia melihat kejadian itu,si anak menanamkan dasar untuk menirunya pada
waktuyang lain. Pada sub-masa ini berkembanglah kemampuan khusu yaitu kemampuan
dalam mempersepsikan ketetapan objek (object permanence).
2. Tahap pra-operasional (2-7 tahun)
Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai
hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang teroganisasikan.
Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda-tanda
dan simbol. Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak
konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri, sebagai berikut.
a. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif
tetapi tidak logis.
b. Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab
akibat secara tidak logis.
c. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya.
d. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia.
e. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau
di dengar.
f. Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan
jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
g. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling
menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya.

3. Tahap Operasional Konkrit (7-11 tahun)


Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untukmenggunakan pemikiran logika atau
operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah
hilang kecenderungan terhadap animism dan articialisme. Egosentris berkurang dan
kemampuan dalam tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik
dihadapan mereka, anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami
kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. (Matt Jarvis, 2011:149-150).
Piaget menjelaskan masa anak-anak pada tahap operasional konkrit, mereka dapat
melakukan tugas-tugas konservasi dengan baik, karena anak-anak pada tahap ini telah
mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi yaitu, sebagai
berikut.
a. Negasi
Pada masa ini anak hanya melihat atau memperhatikan keadaan permulaan dan keadaan
akhir pada deretan benda yaitu pada awalnya terlihat sama dan pada akhirnya menjadi
tidak sama. Anak tidak melihat apa yang terjadi disekelilingnya.
b. Hubungan timbal balik (Resiprokasi)
Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui
bahwa deretan benda benda bertambah panjang tetapi tidak rapat lagi dibandingkan
dengan deret yang lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal balik antara panjang
dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi lebih rapat, maka anak tahu pula
bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama.
c. Identitas
Anak pada masa operasional konkrit ini sudah dapat mengenal satu-persatu benda-benda
yang ada pada deretan itu. Anak dapat menghitung, sehingga meskipun benda benda
dipindahkan, anak mengetahui bahwa jumlah tetap sama. Apa yang dapat dipikirkan oleh
anak masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan sesuatu yang konkrit
suatu realitas secara fisik, benda-benda yang benar-benar nyata titik benda-benda atau
kejadian-kejadian yang tidak ada hubungannya secara jelas dan konkret dengan realitas,
masih sulit dipikirkan oleh anak.
4. Tahap Operasional Formal (11-dewasa)
Pada tahap ini anak dapat mengembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir abstrak
dan hipotesis. Kemudian, anak ini dapat memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin
terjadi, sesuatu yang abstrak dan menduga apa yang terjadi, dan dapat mengambil
kesimpulan dari suatu pernyataan. Pada masa operasional formal, mereka sudah dapat
berpikir sistematik, dengan melakukan bermacam-macam penggabungan dan dilihat
hasilnya, sehingga berhasil juga apa yang ditugaskan.
Piaget mendeskripsikan yaitu berhubungan dengan berfikir reflektif atau penalaran
abstrak tingkat tinggi, dan pemikiran pascaformal yang mengkombinasikan pengalaman
emosi dan prkatis dalam pemecahan masalah yang ambigu. Berfikir reflektif adalah jenis
berifkir logis yang mungkin muncul pada masa dewasa, melibatkan evaluasi terhadap
informasi dan keyakinan secara berkesinambungan dan aktif dengan mempertimbangkan
bukti dan implikasi. Kemampuan untuk berfikir reflektif diperkirakan mucul antara usia
20 dan 25 tahun.
Berdasarkan tahap operasional formal Piaget, pemikir reflektif meciptakan
sistemintelektual yang rumit mempertemukan ide-ide atau pertimbangan yang saling
bersebrangan. Contohnya menggabungkan berbagai teori fisika modern atau
perkembangan manusia menjadi satu teori menyeluruh yang dapat menjelaskan berbagai
tingkah laku. Tahap lebih tinggi pada kognisi orang dewasa disebut pemikiran
pascaformal. Pemikiran pascaformal adalah jenis berfikir matang yang bergantung pada
pengalaman subyektif dan intuisi, serta logika, yang berguna dalam menghadapi
ambiguitas, ketidakpastian, inkonsisten, kontradiksi, ketidaksempurnaan, dan kompromi.
Hasil penelitian Jan Sinott (dalam Papalia, Old dan Feldman, 2013) menjelaskan ada
beberapa kriteria pemikiran pascaformal, sebagai berikut :
a. Shifting gears.
Kemampuan berfikir paling tidak dua sistem logika yang berbeda serta saling bergantian
antara penalaran abstrak dan pertimbangan yang praktis dan realistis.
b. Problem definition.
Kemampuan mendefinisikan suatu masalah dengan memasukkannya ke dalam satu kelas
atau kategori problem logis, dan mendefinisikan cakupannya.
c. Process-product shift.
Kemampuan melihat bawah sebuah masalah dapat diselesaikan baik melalui proses
dengan penerapan umum dari masalah serupa atau melalui produk, solusi kongkret
terhadap masalah khusus.
d. Pragmatism.
Kemampuan memilih yang terbaik darisolusi logis yang mungkin dan mengenali kriteria
pemilihan.
e. Multiple solutions.
Kesadaran bahwa kebanyakanmasalah memiliki lebih dari satu penyebab, bahwa orang
memiliki tujuan yang berbeda-beda, dan bahwa berbagai metode dapat digunakan untuk
mendapatkan lebih dari satu solusi.
f. Awareness of paradox.
Pengenalan bahwa suatu masalah atau solusi berkaitan dengan konflik bawaan.
g. Self-referential thought.
Kesadaran seseorang bahwa ia harus menjadi hakim dari logika mana yang harus ia
gunakan, dengan kata lain, ia menggunakan pemikiran pascaformal.
Berbeda dengan Vygotsky, dia membagi tahap perkembangan kognitif menjadi 3,
sebagai berikut.
a. Zone of Proxymal Development
Zone of Proxymal Development atau biasa disingkat sebagai ZPD adalah serangkaian
tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai oleh manusia atau anak-anak secara sendirian,
akan tetapi kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bantuan dari orang dewasa atau teman
sebaya yang lebih mampu darinya yang dapat membantunya. ZPD sendiri dibagi menjadi
dua batas yaitu yang pertama tingkat perkembangan aktual adalah berupa pemecahan
masalah secara mandiri, yang kedua tingkat perkembangan potensial yaitu berupa
pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih ahli.
b. Scaffolding
Scaffolding adalah sebuah teknik untuk mengubah level dukungan selama sesi
pengajaran dengan orang yang lebih ahli misalnya guru atau teman sebaya yang lebih
mampu. Scaffolding juga dapat disebut sebagai memberikan sejumlah bantuan kepada
seorang manusia atau anak selama tahap awal pembelajaran.
c. Bahasa dan Fikiran
Manusia menggunakan bahasa bukan hanya untuk komunikasi sosial, tetapi jugauntuk
membantu mereka menyelesaikan tugas. Konsep bahasa dan pikiran menurut Vygotsky
ada dua macam yaitu private speech dan inner speech.
1) Private Speech (percakapan sendiri/bergumam) yang merupakan kebiasaan anak
berbicara dengan keras pada dirinya sendiri tanpa bermaksud berbicara dengan
orang lain, dan itu adalah hal yang normal terjadi ketika kita anak usia 3-5 tahun.
2) Inner Speech, adalah anak yang menggunakan kemampuan berbicara sendiri tidak
untuk interaksi dengan orang disekitar saja, melainkan untuk merencanakan dan
mengendalikan perilakunya, dan ini dinamakan “pembicaraan batin”. Inner
speech ini akan terbawa sampai manusia dewasa bahkan sampai saat ini dan
sering digunakan sebagai kontrol fikiran, tindakan dalam berencana, ingatan dan
memori.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi Perkembangan kognitif adalah tahapan-tahapan Perubahan yangterjadi dalam


rentang kehidupan manusia untuk memahami,mengolah informasi, memecahkan masalah
dan mengetahui sesuatu. Jean Piaget adalah salah satu tokoh yang menelititentang
perkembangan kognitif dan mengemukakan tahapantahapanperkembangan koginitif.
Tahapan-tahapan tersebutadalah tahap sensory motorik (0–2 tahun), pra-operasional (2–
7tahun), operasional konkret (7–11 tahun) dan operasional formal(11–15 tahun). Dalam
memahami dunia secara aktif, anak menggunakan skema, asimilasi, akomodasi,
organisasi danequilibrasi. Pengetahuan anak terbentuk secara berangsur sejalandengan
pengalaman tentang informasi-informasi yang ditemui.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil pembahasan di atas, maka dapat disampaikan


beberapa saran agar pembaca dapat menggunakan teori perkembangan kognitif dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah dasar. Hal ini bertujuan agar pembelajaran yang
diberikan tepat sasaran dan dapat dilaksanakan secara maksimal. Lebih lanjut bagi
penulis, diharapkan bisa melengkapi agar makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyana, Laksmiati Martha. (2018). Mengembangkan Kemampuan Kognitif Anak Melalui


Media Papan Flanel Di Taman Kanak-Kanak Kasih Bunda Kampung Kalipapan Kecamatan
Negeri Agung Kabupaten Way Kanan. (Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, 2018).

Simon, Irene Maya dkk. (2021). Perkembangan Peserta Didik. Kota Malang: Lembaga
Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang.

Simon, Irene. 2021. Perkembangan Peserta Didik. Malang


Sit, Masganti. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Medan
Wijayanti, Dwi. (2015). Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an. ANALISIS PENGARUH TEORI
KOGNITIF JEAN PIAGET TERHADAP PERKEMBANGAN MORAL SISWA SEKOLAH DASAR
MELALUI PEMBELAJARAN IPS, 1(2), 83-92.

Anda mungkin juga menyukai