Kelompok 1 Perbedaan Pandangan Dikalangan Filosof Dan Sufi Mengenai Tuhan, Manusia, Dan Alam
Kelompok 1 Perbedaan Pandangan Dikalangan Filosof Dan Sufi Mengenai Tuhan, Manusia, Dan Alam
Oleh:
Imroatul Islami 17630005
Siti Fauziyah 17630020
Agnes Sandy 17630041
Erlina Novita 17630077
Pengertian Filosof dan Sufi
01
Perbedaan Filosof dan Sufi
Hubungan Tuhan, Manusia, dan Alam
Menurut Filosof
02
Al Kindi
Al Ghazali
Al Farabi
Ibnu Rusyd
Ibnu Thufail
Menurut Sufi
03 Ibnu Arabi
Syamsuddin ibn Abi ’Abdullahas-Sumatrani
Al-Ghazali
Secara Umum Filsafat atau Filosof itu berasal dari kata Yunani, yaitu
philosophia, terdiri dari kata philos yang berarti cinta atau sahabat dan kata
sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan. Jadi,
philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran,
dalam hal ini kebenaran ilmu pengetahuan.
PENGERTIAN SUFI
Sufi adalah penyebutan untuk orang-orang yang mendalami sufisme atau ilmu tasawwuf.
Secara umum istilah "sufi" dikatakan berasal dari kata suf ,yang artinya kain wol,
merujuk kepada jubah atau khirqah yang biasa dikenakan para Sufi di masa awal. Namun
tidak semua Sufi mengenakan jubah, sehingga ada juga yang berpendapat bahwa kata ini
berasal dari kata saf, yakni barisan dalam sholat. Pendapat lain mengatakan kata ini
berasal shafa yang berarti "kemurnian". Hal ini menaruh penekanan pada sufisme pada
kemurnian hati dan jiwa.
*Sebenarnya banyak sekali pendapat mengenai pengertian filsafat dan sufi itu sendiri, namun terlalu banyak jika
semuanya dimasukkan dalam slide ini
Pada dasarnya filsafat dan sufi adalah jalan untuk menemukan kebenaran, untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Mungkin perbedaan antara keduanya adalah jika filsafat mengambil pendekatan rasio
maka sufisme mengambil pendekatan hati. Berikut beberapa perbedaannya :
Penciptaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi yang jelas dan
pasti. Ada tiga misi yang bersifat given yang diemban manusia, yaitu misi utama
untuk beribadah (az-Zariyat:56). Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Misi fungsional sebagai khalifah dan misi oprasional untuk memakmurkan
bumi (Hud:61). Allah menyatakan akan menjadikan khalifah di muka bumi, secara
harfiah kata khalifah berarti wakil/pengganti dengan demikian misi utama manusia
di muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Jika Allah sang pencipta seluruh jagat
raya ini maka manusia sebagai khalifah-Nya berkewajiban untuk memakmurkan jagat
raya utamanya bumi dan seluruh isinya, serta menjaganya dari kerusakan.
Terakhir mengenai Alam, alam semesta adalah media pendidikan sekaligus
sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses
pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan
“mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta
saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang
lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan
memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana
berinteraksi dengan manusia lainnya.
Dari penjelasan di atas terdapat hubungan yang erat
antara Tuhan, Manusia dan Alam semesta. Hubungan tersebut
dinamakan trilogi hubungan yang terpola dalam hubungan dua
arah yaitu Hubungan dengan Tuhan sebagai makhluk ciptaannya.
Yaitu Hubungan dengan masyarakat sebagai makhluk sosial dan
Hubungan dengan alam semesta sebagai mahkluk Allah yang
mengatur, memanfaatkan kekayaan alam.
Konsep Sufi Tentang Tuhan
Terdapat tiga hal yang mendasari proses pemahaman manusia tentang Tuhan
Tuhan Transenden
dan Tuhan
Imanen
01 03 02
Tuhan yang Eksoteris
Tuhan obyektif
dan Tuhan yang dan Tuhan
Esoteris. subyektif
1. Tuhan Transenden dan Tuhan Imanen
Tuhan adalah transenden, yang tak terbatas atas semua wujud yang
ada. Disini, Tuhan merupakan Dzat Yang Mutlak. Artinya, dalam ke-Maha Esa-
an-Nya secara mutlak adalah di atas segala sifat-sifat keseluruhannya yang
disifatkan kepada-Nya, karenanya Ia tidak menerima pembagian. Tetapi, di sisi
lain ia adalah imanen, yang “menyatu” dengan wujud ciptaan-Nya. Dengan
demikian keberadaan segala yang ada, tidak terlepas dari keberadaan Wujud
yang mengadakannya.
Wujud Mutlak Tuhan merupakan sumber hakiki dari segala kejadian
atau wujud yang kepribadiannya serupa dengan esensinya dan mutlak
diperlukan. Sehingga jika Ia tidak ada maka wujud yang lain pun tidak ada.
Namun bukan berarti dengan tidak adanya wujud yang lain, kemudian Wujud
Mutlak sebagai wajib al-wujud tidak ada, sebab Ia ada bukanlah dari wujud
yang lain, melainkan dari Diri-Nya sendiri ( Ibn „Arabi berdasarkan sebuah
hadits qudsi).
Ibn ‘Arabi sebenarnya tidak mengidentikkan Tuhan dengan alam atau
manusia, yang sering disebut sebagai paham pantheisme. Karena pandangan Ibn ‘Arabi
tentang Tuhan jelas menekankan akan imanensi dan transendensi Tuhan. Sebab
pantheisme menghilangkan perbedaan antara Tuhan dan manusia, sementara Ibn ‘Arabi
mengakui perbedaan atas keduanya, dan pantheisme tidak mengakui akan transendensi
Tuhan, sedangkan Ibn ‘Arabi mempertahankan akan transendensi Tuhan. Jika dilihat dari
sisi tasybih, Tuhan adalah identic dan serupa dengan alam, meskipun keduanya tidak
setara, karena Allah melalui asma-asma-Nya menampakkan Diri-Nya dalam alam. Tetapi
jika dilihat dari sisi tanzih, Tuhan sama sekali berbeda dengan alam, karena Dia adalah
Dzat Mutlak yang tidak terbatas, dan berada di luar alam nisbi yang terbatas.
Pandangan serupa juga ditegaskan oleh Syamsuddin Sumatrani, bahwa
Keesaan Wujud Tuhan berarti tidak ada sesuatu pun yang memiliki wujud hakiki kecuali
Tuhan.Sementara alam atau segala sesuatu selain Tuhan keberadaannya adalah karena
diwujudkan (maujud) oleh Tuhan. Karena itu dilihat dari segi keberadaannya dengan
dirinya sendiri, alam itu tidak ada (ma’dum); tetapi jika dilihat dari segi ‘keberadaannya
karena wujud Tuhan” itu ada (maujud). Dengan demikian martabat Tuhan sangat
berbeda dengan martabat alam.
2. Tuhan obyektif dan Tuhan subyektif
Tuhan dipahami dalam pengetahuan, konsep,
penangkapan atau persepsi manusia, sebab Tuhan telah ber-
tajalli kesemua ciptaan-Nya. Disini Tuhan dipahami melalui
penggambaran manusia tentang Tuhan, sehingga setiap
manusia mempunyai persepsi sendiri-sendiri dalam
mendekati, mencintai, dan beribadah kepada-Nya. Maka
pluralitas dalam ber-Tuhan menjadi sebuah keniscayaan
memahami Tuhan sebagai Wujud yang Mutlak, Tuhan yang
mengatasi dan jauh berada di atas persepsi manusia sendiri
yang serba nisbi (subyektif). Ibn ‘Arabi, Inayat Khan, Hamzah
Fansuri, dan tokoh sufi lainnya menegaskan bahwa sangat
mustahil mengetahui esensi Tuhan, karena Tuhan tidak dapat
diasosiasikan dengan apapun (obyektif).
3. Tuhan yang Eksoteris dan Tuhan yang Esoteris.
Alam, bagi Ibn „Arabi, adalah bagian dari Tuhan sebagai Sang
Pencipta. Alam adalah copy (salinan) Tuhan, karena alam adalah pancaran
dari sumber cahaya yaitu Tuhan. Oleh karenanya, jika kita menyakiti alam,
sesungguhnya kita telah menyakiti Tuhan. Alam merupakan manifestasi dari
entitas wujud yang satu. Analogi hubungan antara alam dan wujud
digambarkan melalui „wajah‟ dengan „gambar‟ wajah dalam beberapa
cermin. Wajah yang satu itu dapat terpantul melalui seribu satu cermin.
Cermin „sempurna‟ yang dapat menggambarkan „Wajah‟ Tuhan secara utuh
adalah manusia sempurna (insǎn al-kǎmil.) Konsep insǎn al-kǎmil ini
kemudian selanjutnya diuraikan oleh al-Jili.
Dalam pemahaman para sufi wahdah al- wujud,
termasuk Syamsuddin Sumatrani, kata „alam‟ mengacu kepada
dua kategori yaitu: pertama, segala yang dapat diindra oleh
pancaindra lahir manusia. Kata itu mengacu kepada pengertian
yang lebih luas, yang biasanya dirumuskan dengan ungkapan
“apa saja selain Allah” (mǎ siwǎ Allah.) Allah adalah satu-
satunya Tuhan, sedangkan apa saja selain Allah atau selain
Tuhan adalah termasuk dalam kategori alam. Alam yang dapat
ditangkap oleh pancaindra lahir manusia, baik alam itu berada
di bumi ini ataupun berada di langit, disebut alam syahǎdah
(alam yang disaksikan.) Kedua, alam yang tidak dapat ditangkap
oleh pancaindra lahir, seperti para malaikat, jin (termasuk iblis
dan setan), dan ruh-ruh (arwah) manusia, di manapun mereka
berada; ini semua disebut alam gaib.
Ibn „Arabi menjelaskan tentang proses penciptaan alam.
Menurutnya Allah adalah Pencipta alam semesta. Ada 5 tingkatan
dalam proses penciptaan alam ini, dengan melalui tajalli atau
tanazzul Zat Tuhan, yaitu: pertama, tajalli Zat Tuhan dalam
bentuk al-a‘yǎn al- sǎbitah, yang disebut juga dengan istilah ‘ǎlam
al-ma‘ǎni. Kedua, tanazzul Tuhan dari ‘ǎlam al-ma‘ǎni kepada
realitas-realitas ruhaniah, yang disebut dengan istilah ‘ǎlam al-
arwǎh.. Ketiga, tanazzul Tuhan dalam bentuk rupa realitas-realitas
al-nafsiyyah yang disebut dengan ‘ǎlam al-nufus al- nǎt.iqah.
Keempat, tanazzul Zat Tuhan dalam bentuk-bentuk jasad tanpa
materi, yang disebut ‘ǎlam al-mitsǎl. Kelima, tanazzul Zat Tuhan
dalam bentuk jasad bermateri, yang disebut pula dengan ‘ǎlam al-
ajsǎm al-mǎdiyyah, dan disebut pula ‘ǎlam al-h.iss atau ‘ǎlam al-
syahǎdah.
Dalam penjelasannya, Ibn „Arabi mengemukakan
bahwa tingkatan pertama sampai keempat merupakan
martabat ghaib (alam metafisik), sedangkan tingkatan
kelima (terakhir) adalah alam fisik atau alam materi.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa alam ini tidak bisa
dipisahkan dari ajarannnya tentang haqiqah
Muhammadiyyah, atau Nur Muhammad, yang adalah
sesuatu yang pertama wujud (menitis) dari Nur Ilahi.
Dalam konteks Tuhan dan alam (atau Wujud dan
maujud), tasauf memiliki empat teori yakni: teori
iluminasi (isyrǎqi), teori manifestasi (tajalli), teori
hikmah muta„ǎliyyah, dan teori atomistik.
1. Teori iluminasi (isyrǎqi) 2.Teori manifestasi (tajalli)
Teori iluminasi (isyrǎqi) berpandangan bahwa Teori manifestasi (tajalli) berpandangan bahwa
alam ini diciptakan melalui penyinaran atau alam yang beraneka ragam merupakan manifestasi
iluminasi. Kosmos ini terdiri dari susunan dari entitas Wujud Yang Satu. Perumpamaan
bertingkat-tingkat berupa pancaran cahaya. hubungan antara alam dan Wujud digambarkan
Cahaya yang tertinggi dan sumber dari segala seperti ‘wajah’ dan ‘gambar’ wajah dalam beberapa
cahaya itu dinamakan Nur al-Anwǎr: inilah cermin. Wajah yang satu itu dapat terpantul melalui
Tuhan. Manusia berasal dari Nur al-Anwǎr yang seribu satu cermin. ‘Wajah’ sempurna yang dapat
menciptakannya melalui pancaran cahaya dengan menggambarkan ‘Wajah’ Tuhan secara utuh adalah
proses yang hampir serupa dengan teori ‘manusia sempurna’ (insǎn kǎmil.) Konsep ini
emanasi. Oleh karenanya paham ini menegaskan dipopulerkan oleh al-Jili, dan tiga abad sebelumnya
bahwa hubungan manusia dan Tuhan seperti pernah diuraikan oleh al-Ghazǎli walaupun dengan
hubungan arus bolak-balik. Maknanya adalah ada istilah yang berbeda. Al-Ghazǎli menyebutnya
hubungan dari atas ke bawah dan dari bawah ke dengan al-wasil dan al-mutǎ‘, atau dikenal dengan
atas, yang kemudian terjadi ittih.ǎd (kesatuan.) sebutan khalifah Allah.
3. Teori hikmah muta‘ǎliyyah
Dalam pandangan hikmah muta‘ǎliyyah, gerakan
Teori hikmah muta‘ǎliyyah berpandangan bahwa wujud
substansial dalam konteks manusia terjadi
atau ada merupakan konsep sederhana yang secara
melalui hubungan subyek dengan obyek. Subyek
langsung bisa dimengerti tanpa perantara konsep lain di sini adalah ruh, jiwa atau akal, sementara
(badǎh.ah mafhum al-wujud.) Wujud merupakan konsep obyek adalah pengetahuan yang dicerapnya (‘ilm.)
yang berlaku secara umum atas segala sesuatu dengan Jadi, pertumbuhan ruh manusia ditentukan oleh
pengertian tunggal (mafhum al-wujud musy- tarak obyek-obyek pengetahuan yang dicerapnya,
persis sebagaimana pertumbuhan tubuh
ma‘nawi.) Wujud adalah ungkapan bagi realitas secara
ditentukan oleh gizi yang dimakannya. Makin
mutlak yang mau tak mau pasti diakui keberadaannya.
tinggi nilai obyek-obyek pengetahuannya, makin
Wujud yang mutlak itu merupakan kenyataan atau
subur dan ‘sehat’ ruh itu. Sebaliknya, makin
realitas yang bertingkat-tingkat, yang mengalami proses rendah nilai obyek- obyek pengetahuannya, makin
evolusi yang terus- menerus dalam suatu gerakan lemah, ‘sakit,’ dan surut ruh itu. Inilah prinsip
substansial. Perlu dicatat bahwa dalam wacana falsafat, yang dalam falsafat hikmah disebut dengan
gerak (h.arakah) diartikan sebagai proses aktualisasi ittih.ǎd al- ‘ǎqil bi al-ma‘qul.
Hakikat Tuhan
Menurut Al-Kindi bahwa alam itu Apakah sesungguhnya manusia itu? Manusia adalah
temporal dan berkomposisi yang hewan yang berbicara, demikianlah Aristoteles. Dia
karenanya ia membutuhkan pencipta membagi “jiwa” dalam tiga golongan dalam makhluk
yang menciptakannya. Yang Esa yang hidup, di dalam wujud ini, yaitu : jiwa tumbuh-
hak adalah yang pertama yang tumbuhan, jiwa kehewanan, dan jiwa berakal (An-
menahan segala yang diciptakan”, Nafsun-qilah). Karena manusia digolongkan hewan
sehingga seseuatu yang tidak mendapat yang berakal maka ia merupakan jenis lain dari
pertahanan dan kekuatan pasti akan golongan yang disebut hewan. Al-Kindi berpendapat
hancur. bahwa keutamaan manusia tidak lain adalah budi
pekerti manusia yang terpuji.
Al Farabi
Sebelum membicarakan tentang hakekat Tuhan dan sifat sifat-Nya, Al-Farabi terlebih dahulu membagi wujud yang ada
kepada dua bagian :
A
Wujud manusia terdiri dari jiwa dan badan, tetapi esensinya
adalah jiwa.
Al Farabi Hakikat Tuhan Allah adalah wujud Hakekat manusia itu adalah gabungan dari Allah menciptakan alam dapat
yang sempurna dan yang ada roh dan jiwa mempunyai jasad sebagai dibuktikan dengan teoriemanasi
tanpa suatu sebab. Ia adalah wujud wadahnya. Jiwa adalah materi sedang roh (pelimpahan). Teori pelimpahan
yang paling mulia dan yang paling adalah form (bentuk), yang keduanya adalah ini bermula dari zat Allah sebagai
dahulu adanya. Karena itu Tuhan abstrak, keduanya memiliki sifat tetap/abadi wujud yang kedua yang berfikir
adalah Zat yang azali (tanpa sedang jasad sebagai tempatroh dan jiwa itu tentang dirinya sendiri
permulaan) dan yang selalu ada akan berakhir
Tokoh Filosof Tuhan Manusia Alam
Al Ghazali Tuhan adalah wujud sederhana Hakikat manusia ialah jiwanya (an-nafs) -
tanpa substansi. Zat Allah tidak yaitu substansi yang tersendiri, yang
dapat terjangkau oleh pengetahuan mempunyai daya mengetahui, bergerak
manusia, maka mereka tidak dengan kemauannya dan penyempurna
diwajibkan mengetahuinya. lainnya. Manusia memiliki tujuan yang
jelas yaitu tercapainya kebahagiaan di
dunia dan akhirat
Ibnu Rusyid Tuhan adalah penggerak yang tidak Manusia terdiri dari dua unsur materi Alam semesta ini bergerak dengan
bergerak, Dia maha Penggerak dan dan forma. Jasa adalah materi dan jiwa suatu gerakan yang abadi, dan
menyebabkan penggerak- adalah forma gerakan ini mengandung adanya
penggerak selanjutnya. penggerak pertama yang tidak
bergerak dan tidak berbenda yaitu
Tuhan.
Tokoh Sufi Tuhan Manusia Alam
Ibn Arabi Menekankan akan imanensi dan Menurutnya konsep manusia dapat Bagian dari Tuhan sebagai Sang
transendensi Tuhan diterangkan melalui beberapa bagian, Pencipta. Alam adalah copy (salinan)
yaitu: tajalli al-Haqq, kejadianmanusia, Tuhan,karena alam adalah pancaran
makna sebagian tubuh manusia, macam dari sumber cahaya yaituTuhan.
manusia dan insan kamil.
Syamsuddin ibn Abi Keesaan Wujud Tuhan berarti Mengacu kepada dua kategori yaitu:
‟Abdullahas-Sumatrani tidak ada sesuatu pun yang pertama, segala yang dapat diindra oleh
memiliki wujud hakiki kecuali pancaindra lahir manusia. Kedua, alam
Tuhan. Sementara alam atau yang tidak dapat ditangkap oleh panca
segala sesuatu selain Tuhan indra lahir, seperti para malaikat, jin
keberadaannya adalah karena - (termasuk iblis dan setan), dan ruh-ruh
diwujudkan (maujud) oleh
(arwah) manusia, di manapun mereka
Tuhan.
berada; ini semua disebut alam gaib.
Al-Ghazali Individu yang terdiri dari unsur hati, hati
nurani, ruh, nafsu, syahwat dan akal.
Dari semua unsur ini menentukan status
- manusia sebagai individu yang -
beruntung atau merugi, yang taqwa atau
yang fujur, jiwa yang muthmainnah,
lawwamah atau ammarah
DAFTAR PUSTAKA
Asmaya, Enung. 2018. Hakikat Manusia dalam Tasawuf Al-Ghazali. KOMUNIKA: Jurnal Dakwah dan Komunikasi. Vol. 12, No. 1.
Hanafi, I., Hasbullah, dan Yusuf Ahmad. 2016. Basis Teologis Untuk Pluralisme Beragama; Menimbang Pandangan Kaum Sufi dalam Memahami
Tuhan. TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1
Irawan, Bambang. 2018. KEARIFAN EKOLOGIS DALAM PERSPEKTIF SUFI. Conference Proceedings Annual International Conference on Islamic
Studies (AICIS XII). IAIN Sumut
https://www.uin-malang.ac.id/r/131101/mengenal-filosuf-muslim-dan-pemikirannya-a-filsafatketuhanan.html https://www.uin-
malang.ac.id/r/131101/mengenal-filosuf-muslim-dan-pemikirannya-a-filsafatketuhanan.html
https://taufikrahmatullah.wordpress.com/2012/12/20/perbedaan-mendasar-ilmu-kalam-filsafat-islam-dan-tasawu
Poedjiadi, A. (1987). Filsafat dan Sejarah Sains. Jakarta: PPLPTK.
Sajaroh, Wiwi Siti. 2014. Wahdah Al-Wujud dan Pelestarian Alam: Kajian Tasauf tentang Lingkungan Hidup. Ilmu Ushuluddin. Vol 2, No 1.
Sultan Amai Gorontalo. Volume 14 Nomor 1 Halaman 28-42.
Tita Rostitawati. 2018. Tuhan, Manusia Dan Alam Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam. Jounal Institut Agama Islam Negeri Ubaidillah,
Muhammad Luthfi. 2016. Konsep Ibn Al-„arabĭ Dan Ranggawarsita Tentang Manusia (Sebuah Perbandingan Antara Sufisme Dan Kebatinan).
Misykah. Vol.1, No.1
Terimakasih