Anda di halaman 1dari 49

Perbedaan pandangan di kalangan

Filosof dan Sufi mengenai Tuhan,


Manusia, dan Alam

Oleh:
Imroatul Islami 17630005
Siti Fauziyah 17630020
Agnes Sandy 17630041
Erlina Novita 17630077
Pengertian Filosof dan Sufi
01
 Perbedaan Filosof dan Sufi
 Hubungan Tuhan, Manusia, dan Alam

Menurut Filosof
02
 Al Kindi
 Al Ghazali
 Al Farabi
 Ibnu Rusyd
 Ibnu Thufail

Menurut Sufi
03  Ibnu Arabi
 Syamsuddin ibn Abi ’Abdullahas-Sumatrani
 Al-Ghazali

Tabel Perbedaan Pandangan keduanya


04
 Kesimpulan
Pengertian Filosof

Secara Umum Filsafat atau Filosof itu berasal dari kata Yunani, yaitu
philosophia, terdiri dari kata philos yang berarti cinta atau sahabat dan kata
sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan. Jadi,
philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran,
dalam hal ini kebenaran ilmu pengetahuan.
PENGERTIAN SUFI

Sufi adalah penyebutan untuk orang-orang yang mendalami sufisme atau ilmu tasawwuf.
Secara umum istilah "sufi" dikatakan berasal dari kata suf ,yang artinya kain wol,
merujuk kepada jubah atau khirqah yang biasa dikenakan para Sufi di masa awal. Namun
tidak semua Sufi mengenakan jubah, sehingga ada juga yang berpendapat bahwa kata ini
berasal dari kata saf, yakni barisan dalam sholat. Pendapat lain mengatakan kata ini
berasal shafa yang berarti "kemurnian". Hal ini menaruh penekanan pada sufisme pada
kemurnian hati dan jiwa.

*Sebenarnya banyak sekali pendapat mengenai pengertian filsafat dan sufi itu sendiri, namun terlalu banyak jika
semuanya dimasukkan dalam slide ini
Pada dasarnya filsafat dan sufi adalah jalan untuk menemukan kebenaran, untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Mungkin perbedaan antara keduanya adalah jika filsafat mengambil pendekatan rasio
maka sufisme mengambil pendekatan hati. Berikut beberapa perbedaannya :

Pembeda Filsafat Sufi

Instuisi atau Ilham, Inspirasi


Rasional (logika dan
Metodologi yang datang dari Tuhan
matematika)
(Riyadah/ Uji diri

Dasar Argumentasi Dasar Logika Dzauq (kehadiran hati)

Sains (kealaman, sosial,


humaniora) Praktis/ sunni/ akhlaki/
Pertumbuhan Ilmu
Filsafat (klasik, pertengahan, teoritis/ falsafi
modern)
Memberi kepuasan kepada
Mengajak kepada orang yang
orang yang telah melepaskan
mempunyai rasio secara
Manfaat Aspek Aksiologi rasionya secara bebas karena
prima untuk mengenal tuhan
tidak memperoleh apa yang
secara bebas
ingin dicarinya.
Hubungan Tuhan, Manusia, dan Alam
Fazlur Rahman dalam Major Themes of the Qur’an menjelaskan bahwa Tuhan dalam Islam adalah Allah.
Disebutkan dalam Al-Qur’an lebih dari 2500 kali, di luar penyebutan tentang subtansi-Nya seperti al-Rabb atau al-
Rahman. Al-Jurjani dalam kitab al-Ta‟rifat mendefinisaikan kata “Allah” sebagai nama yang merujuk kepada
Tuhan yang sebenarnya (al-Ilah al-haqq), yang merupakan kumpulan makna bagi seluruh nama-nama-Nya yang
baik ( al-asma al-husna).
Toshihiko Izutsu secara semantik menjelaskan bahwa “Allah” merupakan kata fokus tertinggi dalam
sistem Al-Qur’an. Pandangan Teosentrik Al-Qur’an ini telah membuat konsep tentang Allah menjadi mengusai
keseluruhan kandungan Al-Qur’an. Hingga masa nabi Muhammad berdakwah, orang-orang Arab Pagan
mengkabaikan kepercayaan terhadap Allah sebagai Tuhan tertinggi.
Pada masa ini, kata “Allah” merupakan makna dasar ketuhanan. Kata ini kemudian dibawa masuk oleh
sistem islam sehingga Al-Qur’an menggunakannya sebagai nama Tuhan dalam wahyu Islam. Tuhan dalam
konteks ini dipahami sebagai dimensi-dimensi lain. Dia memberikan arti dalam kehidupan kepada setiap sesuatu.
Dia serba meliputi. Dia adalah tak terhingga, dan hanya Dialah yang tak terhingga.
Misi Penciptaan Manusia

Penciptaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi yang jelas dan
pasti. Ada tiga misi yang bersifat given yang diemban manusia, yaitu misi utama
untuk beribadah (az-Zariyat:56). Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Misi fungsional sebagai khalifah dan misi oprasional untuk memakmurkan
bumi (Hud:61). Allah menyatakan akan menjadikan khalifah di muka bumi, secara
harfiah kata khalifah berarti wakil/pengganti dengan demikian misi utama manusia
di muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Jika Allah sang pencipta seluruh jagat
raya ini maka manusia sebagai khalifah-Nya berkewajiban untuk memakmurkan jagat
raya utamanya bumi dan seluruh isinya, serta menjaganya dari kerusakan.
Terakhir mengenai Alam, alam semesta adalah media pendidikan sekaligus
sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses
pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan
“mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta
saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang
lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan
memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana
berinteraksi dengan manusia lainnya.
Dari penjelasan di atas terdapat hubungan yang erat
antara Tuhan, Manusia dan Alam semesta. Hubungan tersebut
dinamakan trilogi hubungan yang terpola dalam hubungan dua
arah yaitu Hubungan dengan Tuhan sebagai makhluk ciptaannya.
Yaitu Hubungan dengan masyarakat sebagai makhluk sosial dan
Hubungan dengan alam semesta sebagai mahkluk Allah yang
mengatur, memanfaatkan kekayaan alam.
Konsep Sufi Tentang Tuhan

Terdapat tiga hal yang mendasari proses pemahaman manusia tentang Tuhan

Tuhan Transenden
dan Tuhan
Imanen
01 03 02
Tuhan yang Eksoteris
Tuhan obyektif
dan Tuhan yang dan Tuhan
Esoteris. subyektif
1. Tuhan Transenden dan Tuhan Imanen
Tuhan adalah transenden, yang tak terbatas atas semua wujud yang
ada. Disini, Tuhan merupakan Dzat Yang Mutlak. Artinya, dalam ke-Maha Esa-
an-Nya secara mutlak adalah di atas segala sifat-sifat keseluruhannya yang
disifatkan kepada-Nya, karenanya Ia tidak menerima pembagian. Tetapi, di sisi
lain ia adalah imanen, yang “menyatu” dengan wujud ciptaan-Nya. Dengan
demikian keberadaan segala yang ada, tidak terlepas dari keberadaan Wujud
yang mengadakannya.
Wujud Mutlak Tuhan merupakan sumber hakiki dari segala kejadian
atau wujud yang kepribadiannya serupa dengan esensinya dan mutlak
diperlukan. Sehingga jika Ia tidak ada maka wujud yang lain pun tidak ada.
Namun bukan berarti dengan tidak adanya wujud yang lain, kemudian Wujud
Mutlak sebagai wajib al-wujud tidak ada, sebab Ia ada bukanlah dari wujud
yang lain, melainkan dari Diri-Nya sendiri ( Ibn „Arabi berdasarkan sebuah
hadits qudsi).
Ibn ‘Arabi sebenarnya tidak mengidentikkan Tuhan dengan alam atau
manusia, yang sering disebut sebagai paham pantheisme. Karena pandangan Ibn ‘Arabi
tentang Tuhan jelas menekankan akan imanensi dan transendensi Tuhan. Sebab
pantheisme menghilangkan perbedaan antara Tuhan dan manusia, sementara Ibn ‘Arabi
mengakui perbedaan atas keduanya, dan pantheisme tidak mengakui akan transendensi
Tuhan, sedangkan Ibn ‘Arabi mempertahankan akan transendensi Tuhan. Jika dilihat dari
sisi tasybih, Tuhan adalah identic dan serupa dengan alam, meskipun keduanya tidak
setara, karena Allah melalui asma-asma-Nya menampakkan Diri-Nya dalam alam. Tetapi
jika dilihat dari sisi tanzih, Tuhan sama sekali berbeda dengan alam, karena Dia adalah
Dzat Mutlak yang tidak terbatas, dan berada di luar alam nisbi yang terbatas.
Pandangan serupa juga ditegaskan oleh Syamsuddin Sumatrani, bahwa
Keesaan Wujud Tuhan berarti tidak ada sesuatu pun yang memiliki wujud hakiki kecuali
Tuhan.Sementara alam atau segala sesuatu selain Tuhan keberadaannya adalah karena
diwujudkan (maujud) oleh Tuhan. Karena itu dilihat dari segi keberadaannya dengan
dirinya sendiri, alam itu tidak ada (ma’dum); tetapi jika dilihat dari segi ‘keberadaannya
karena wujud Tuhan” itu ada (maujud). Dengan demikian martabat Tuhan sangat
berbeda dengan martabat alam.
2. Tuhan obyektif dan Tuhan subyektif
Tuhan dipahami dalam pengetahuan, konsep,
penangkapan atau persepsi manusia, sebab Tuhan telah ber-
tajalli kesemua ciptaan-Nya. Disini Tuhan dipahami melalui
penggambaran manusia tentang Tuhan, sehingga setiap
manusia mempunyai persepsi sendiri-sendiri dalam
mendekati, mencintai, dan beribadah kepada-Nya. Maka
pluralitas dalam ber-Tuhan menjadi sebuah keniscayaan
memahami Tuhan sebagai Wujud yang Mutlak, Tuhan yang
mengatasi dan jauh berada di atas persepsi manusia sendiri
yang serba nisbi (subyektif). Ibn ‘Arabi, Inayat Khan, Hamzah
Fansuri, dan tokoh sufi lainnya menegaskan bahwa sangat
mustahil mengetahui esensi Tuhan, karena Tuhan tidak dapat
diasosiasikan dengan apapun (obyektif).
3. Tuhan yang Eksoteris dan Tuhan yang Esoteris.

Memahami Tuhan, secara baik dan benar tidak akan mungkin


bertemu pada jalur, eksoteris. Karena yang tampak di
permukaan adalah realitas pluralitas agama, seperti
dipresentasikan oleh kehadiran agama Yahudi, Kristen, Islam,
dan seterusnya itu. Tetapi, titik temu agama-agama itu hanya
mungkin terealisasi pada level esoteris (kata Huston Smith),
esensial (kata Baghavan Das), atau transenden (kata Frithjof
Schuon).
Konsep Sufi Tentang Manusia
Dalam sufisme manusia adalah tujuan
utama proses tajalli Tuhan. Ia adalah
tujuan dari penciptaan-Nya. Ibn al-‘Arabî
menampilkan beberapa bagian yang
menjelaskan konsep manusia. Menurutnya
konsep manusia dapat diterangkan melalui
beberapa bagian, yaitu: tajalli al-Haqq,
kejadian manusia, makna sebagian tubuh
manusia, macam manusia dan insan
kamil.
Manusia dalam perspektif tasawuf al-Ghazali
Manusia merupakan individu yang terdiri dari unsur hati, hati
nurani, ruh, nafsu, syahwat dan akal. Dari semua unsur ini
menentukan status manusia sebagai individu yang beruntung
atau merugi, yang taqwa atau yang fujur, jiwa yang
muthmainnah, lawwamah atau ammarah.

Status ini sangat tergantung kepada kemampuan diri


dalam mengelola unsur-unsur jiwa tersebut agar berjalan secara
seimbang agar menjadi seorang ma‟rifatullah.Oleh karena itu,
agar menjadi seorang ma‟rifatullah maka harus melaksanakan
tasawuf.
Tasawuf itu adalah jalan untuk membersihkan jiwa
dan raga agar bahagia. Melalui ilmu dan amal berupa latihan-
latihan jiwa dengan mempertinggi sifat-sifat yang terpuji
(mahmudah) dan menahan dorongan nafsu dari sifat-sifat yang
tercela (mazmumah) sehingga menjadi bersihlah jiwa atau
dengan amalan takhalli, tahalli, dan tajalli. Hati yang bersih
itulah yang dapat mendekati Tuhan, apalagi jika senantiasa
dihasi dengan dzikir yaitu menyebut asma Allah SWT.
a) Konsep Tajalli Tuhan
Tajalli Tuhan yang pada akhirnya
memanifestasikan segenap sifat dan asmaNya
Ibn al- „Arabî menerangkan,
pada insan kamil adalah sebagai proses tajalli
bahwa insan kamil
yang mengantarkan dari tajalli kurang sempurna
merupakan puncak proses
pada tajalli yang sempurna. Manusia yang
tajalli Tuhan. Ia adalah
tercipta sesuai dengan kejadiannya dalam konsep
makhluk yang paling spesial.
Ibn al- „Arabî tidak disebutkan memiliki tujuh
unsur seperti yang disebutkan Ranggawarsita.
Tetapi pada kesempatan lain Ibn al-„Arabî
mengatakan, bahwa di dalam diri insan kamil
terdapat essensi Tuhan yang tertergambar
dengan jiwanya sebagai gambaran universal,
tubuhnya mencerminkan „arsy, pengetahuannya
Dalam konsep tajalli Ibn al- „Arabî mencerminkan pengetahuan Tuhan, hatinya
insan kamil diartikan sebagai berhubungan dengan bait almakmur,
manusia sempurna yang memiliki kemampuan mental spiritualnya terkait dengan
asma‟- asma‟ dan sifat Tuhan, malaikat, daya ingatnya dengan saturnus
tetapi hanya bersifat potensial. (zuhal), daya inteleknya dengan jupiter (al-
Jadi tidak semua manusia musytari).
dinamakan insan kamil.
b) Kejadian Manusia

Menurut Ibn al-„Arabî manusia


diciptakan berdasarkan nama-
nama Tuhan, yaitu sifat-sifat
jamal dan jalal-Nya, sehingga Ibn al-„Arabî menjelaskan, bahwa manusia memiliki
manusia merupakan makhluk dimensi lahir dan batin. Dimensi lahir termanifestasi
yang paling sempurna, yaitu pada bentuk raga, sedangkan dimensi batin
makhluk yang dapat termanifestasi pada makna bentuk raga seperti
menyatukan kedua kategori menurutnya, Allah menciptakan Adam as. dalam
nama Tuhan. Dua hal ini bentuk nama Muhammad saw. oleh karenanya kepala
menunjukkan pemikian Ibn al- Adam bulat seperti bulatnya huruf mim pertama,
„Arabî mengacu pada kualitas sedangkan tangan dan lambungnya seperti huruf ha.
spiritual, bukan pada fisik atau Perutnya seperti huruf mim kedua, dan kedua
kejadian jasamani. kakinya merenggang seperti huruf dal. Adapun
dimensi batinnya menunujukkan, bahwa manusia
adalah makhluk terpuji, seperti arti dari kata
Muhammad, dan kata Muhammad adalah lambang
dari kesempurnaan, maka dari itu manusia diciptakan
dengan nama Muhammad yang berarti makhluk yang
sempurna.
Selanjutnya dalam struktur tubuh manusia Ibn Al-
‟Arabi menerangkan hakikat struktur tubuh. Ia
menjelaskan, bahwa Allah menjadikan lima jari
jemari kaki sebelah kanan sebagai isyarat yang
mengingatkan shalat lima waktu yang diwajibkan
kepada manusia, sehingga manusia dapat
melaksanakannya dengan berdiri di atas telapak
kakinya. Sementara lima jari jemari sebelah kiri
memberi isyarat tentang kewajiban nishab zakat,
yakni lima dirham. Maka perintah shalat selalu
dibarengi dengan perintah zakat, sehingga kedua
telapak kaki manusia memberi isyarat tentang shalat
dan zakat. Kedua isyarat ini realisasi dari simbol lima
jari jemari kaki dengan arti, manusia harus
mengaplikasikan hablum min Allâh dan hablum mi
annâs.
c) Macam-macam Manusia
Ibn al- ‘Arabî membagi manusia dalam
dua macam, insan kamil dan insan
hayawan. Insan kamil adalah manusia
yang dapat mengaktualisasikan
akhlak Allah sehingga nama-nama-
Nya termanifestasi padanya. Ia
disebut sebagai ‘ârif, yaitu orang yang
dapat mengetahui esensi alam
berdasarkan pengetahuan intuitif
(kasyf) atau makrifat. Ia juga disebut Di lain kesempatan Ibn al-
hamba tuan. Sedangkan insan ‘Arabî membagi manusia pula
hayawan (manusia hewan) adalah dalam tiga bagian. Pertama
manusia yang tidak dapat manusia ‘ârif, yaitu manusia
mengaktualisasikan nama-nama seperti yang telah dijelaskan
Tuhan dan dia tidak bisa berakhlak di atas. Kedua, manusia yang
dengan akhlak Tuhan. Ia juga disebut memiliki kategori ahli iman
hewan yang dapat berpikir (al- atau muslim mu’min. Ketiga,
hayawân al-nâtiq) atau hamba nalar. manusia yang memiliki
kategori pemilik pikiran.
d) Insan Kamil

Insan kamil dalam perspektif Ibn al-‘Arabî hanya


dapat dicapai seseorang melalui penjalanan syari’at
secara kaffah. Ia harus menjalankan semua perintah
Ibn al-‘Arabî mengatakan, berupa kewajiban sebagai aplikasi dari
bahwa insan kamil adalah ketundukannya. Ia pun harus meninggalkan semua
manusia ’ârif sebagai larangan Tuhan sebagai aplikasi dari ketakutannya.
pengejawantahan tajalli Tuhan Dan ia harus melaksanakan semua amalan sunah
secara sempurna. Ia berakhlak secara intensif dan konsekuen sebagai aplikasi dari
dengan akhlak Allah dan ia kecintaannya. Karena menurut Ibn al-‘Arabî syari’at
adalah khalifah Allah di bumi, adalah timbangan dan pemimpin. Dengan demikian
sehingga ia dapat seseorang yang ingin mencapai derajat insan kamil
mengartikulasikan nama- harus melaksanakan pendekatan diri kepada Tuhan
nama, sifat dan af’al-Nya. secara intensif dengan melaksanakan ritual-ritual
yang dapat mendekatkan dirinya kepada Tuhan,
seperti riyadhah. Ia akan mengalami berbagai
anugerah psikisberupa ahwal yang sebelumnya
melewati beberapa stasion-stasion psikologis
(maqamat).
Konsep Sufi Tentang Alam
Dalam pandangan/perspektif sufi, alam tidak akan pernah menjadi
semata objek-objek yang mati untuk mengabdi manusia. Alam adalah sebuah
wujud hidup yang mampu mencinta dan dicinta dan antara keduanya
(manusia dan alam) dapat muncul cinta dan pemahaman timbal balik.

Alam, bagi Ibn „Arabi, adalah bagian dari Tuhan sebagai Sang
Pencipta. Alam adalah copy (salinan) Tuhan, karena alam adalah pancaran
dari sumber cahaya yaitu Tuhan. Oleh karenanya, jika kita menyakiti alam,
sesungguhnya kita telah menyakiti Tuhan. Alam merupakan manifestasi dari
entitas wujud yang satu. Analogi hubungan antara alam dan wujud
digambarkan melalui „wajah‟ dengan „gambar‟ wajah dalam beberapa
cermin. Wajah yang satu itu dapat terpantul melalui seribu satu cermin.
Cermin „sempurna‟ yang dapat menggambarkan „Wajah‟ Tuhan secara utuh
adalah manusia sempurna (insǎn al-kǎmil.) Konsep insǎn al-kǎmil ini
kemudian selanjutnya diuraikan oleh al-Jili.
Dalam pemahaman para sufi wahdah al- wujud,
termasuk Syamsuddin Sumatrani, kata „alam‟ mengacu kepada
dua kategori yaitu: pertama, segala yang dapat diindra oleh
pancaindra lahir manusia. Kata itu mengacu kepada pengertian
yang lebih luas, yang biasanya dirumuskan dengan ungkapan
“apa saja selain Allah” (mǎ siwǎ Allah.) Allah adalah satu-
satunya Tuhan, sedangkan apa saja selain Allah atau selain
Tuhan adalah termasuk dalam kategori alam. Alam yang dapat
ditangkap oleh pancaindra lahir manusia, baik alam itu berada
di bumi ini ataupun berada di langit, disebut alam syahǎdah
(alam yang disaksikan.) Kedua, alam yang tidak dapat ditangkap
oleh pancaindra lahir, seperti para malaikat, jin (termasuk iblis
dan setan), dan ruh-ruh (arwah) manusia, di manapun mereka
berada; ini semua disebut alam gaib.
Ibn „Arabi menjelaskan tentang proses penciptaan alam.
Menurutnya Allah adalah Pencipta alam semesta. Ada 5 tingkatan
dalam proses penciptaan alam ini, dengan melalui tajalli atau
tanazzul Zat Tuhan, yaitu: pertama, tajalli Zat Tuhan dalam
bentuk al-a‘yǎn al- sǎbitah, yang disebut juga dengan istilah ‘ǎlam
al-ma‘ǎni. Kedua, tanazzul Tuhan dari ‘ǎlam al-ma‘ǎni kepada
realitas-realitas ruhaniah, yang disebut dengan istilah ‘ǎlam al-
arwǎh.. Ketiga, tanazzul Tuhan dalam bentuk rupa realitas-realitas
al-nafsiyyah yang disebut dengan ‘ǎlam al-nufus al- nǎt.iqah.
Keempat, tanazzul Zat Tuhan dalam bentuk-bentuk jasad tanpa
materi, yang disebut ‘ǎlam al-mitsǎl. Kelima, tanazzul Zat Tuhan
dalam bentuk jasad bermateri, yang disebut pula dengan ‘ǎlam al-
ajsǎm al-mǎdiyyah, dan disebut pula ‘ǎlam al-h.iss atau ‘ǎlam al-
syahǎdah.
Dalam penjelasannya, Ibn „Arabi mengemukakan
bahwa tingkatan pertama sampai keempat merupakan
martabat ghaib (alam metafisik), sedangkan tingkatan
kelima (terakhir) adalah alam fisik atau alam materi.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa alam ini tidak bisa
dipisahkan dari ajarannnya tentang haqiqah
Muhammadiyyah, atau Nur Muhammad, yang adalah
sesuatu yang pertama wujud (menitis) dari Nur Ilahi.
Dalam konteks Tuhan dan alam (atau Wujud dan
maujud), tasauf memiliki empat teori yakni: teori
iluminasi (isyrǎqi), teori manifestasi (tajalli), teori
hikmah muta„ǎliyyah, dan teori atomistik.
1. Teori iluminasi (isyrǎqi) 2.Teori manifestasi (tajalli)
Teori iluminasi (isyrǎqi) berpandangan bahwa Teori manifestasi (tajalli) berpandangan bahwa
alam ini diciptakan melalui penyinaran atau alam yang beraneka ragam merupakan manifestasi
iluminasi. Kosmos ini terdiri dari susunan dari entitas Wujud Yang Satu. Perumpamaan
bertingkat-tingkat berupa pancaran cahaya. hubungan antara alam dan Wujud digambarkan
Cahaya yang tertinggi dan sumber dari segala seperti ‘wajah’ dan ‘gambar’ wajah dalam beberapa
cahaya itu dinamakan Nur al-Anwǎr: inilah cermin. Wajah yang satu itu dapat terpantul melalui
Tuhan. Manusia berasal dari Nur al-Anwǎr yang seribu satu cermin. ‘Wajah’ sempurna yang dapat
menciptakannya melalui pancaran cahaya dengan menggambarkan ‘Wajah’ Tuhan secara utuh adalah
proses yang hampir serupa dengan teori ‘manusia sempurna’ (insǎn kǎmil.) Konsep ini
emanasi. Oleh karenanya paham ini menegaskan dipopulerkan oleh al-Jili, dan tiga abad sebelumnya
bahwa hubungan manusia dan Tuhan seperti pernah diuraikan oleh al-Ghazǎli walaupun dengan
hubungan arus bolak-balik. Maknanya adalah ada istilah yang berbeda. Al-Ghazǎli menyebutnya
hubungan dari atas ke bawah dan dari bawah ke dengan al-wasil dan al-mutǎ‘, atau dikenal dengan
atas, yang kemudian terjadi ittih.ǎd (kesatuan.) sebutan khalifah Allah.
3. Teori hikmah muta‘ǎliyyah
Dalam pandangan hikmah muta‘ǎliyyah, gerakan
Teori hikmah muta‘ǎliyyah berpandangan bahwa wujud
substansial dalam konteks manusia terjadi
atau ada merupakan konsep sederhana yang secara
melalui hubungan subyek dengan obyek. Subyek
langsung bisa dimengerti tanpa perantara konsep lain di sini adalah ruh, jiwa atau akal, sementara
(badǎh.ah mafhum al-wujud.) Wujud merupakan konsep obyek adalah pengetahuan yang dicerapnya (‘ilm.)
yang berlaku secara umum atas segala sesuatu dengan Jadi, pertumbuhan ruh manusia ditentukan oleh

pengertian tunggal (mafhum al-wujud musy- tarak obyek-obyek pengetahuan yang dicerapnya,
persis sebagaimana pertumbuhan tubuh
ma‘nawi.) Wujud adalah ungkapan bagi realitas secara
ditentukan oleh gizi yang dimakannya. Makin
mutlak yang mau tak mau pasti diakui keberadaannya.
tinggi nilai obyek-obyek pengetahuannya, makin
Wujud yang mutlak itu merupakan kenyataan atau
subur dan ‘sehat’ ruh itu. Sebaliknya, makin
realitas yang bertingkat-tingkat, yang mengalami proses rendah nilai obyek- obyek pengetahuannya, makin
evolusi yang terus- menerus dalam suatu gerakan lemah, ‘sakit,’ dan surut ruh itu. Inilah prinsip
substansial. Perlu dicatat bahwa dalam wacana falsafat, yang dalam falsafat hikmah disebut dengan

gerak (h.arakah) diartikan sebagai proses aktualisasi ittih.ǎd al- ‘ǎqil bi al-ma‘qul.

potensi (khuruj al-quwwah ilǎ al- fi‘l.) Inilah prinsip yang


disebut dengan al- h.arakah al-jawhariyyah.
4. Teori atomistik (teori Nur Muhammad)

Teori atomistik (teori Nur Muhammad)


berpandangan bahwa segala sesuatu selain Allah (mǎ siwǎ
Allah) adalah baru dan diciptakan. Oleh karena itu Allah
adalah hakikat segala yang ada. Lebih lanjut dijelaskan,
ada dua kelompok wujud: pertama, yaitu wujud universal
yang terdiri dari wujud haqiqi (atau wujud dzati) dan
wujud fi al-zann. Kedua, wujud simbolis, terdiri dari
wujud fi al-lafaz. dan wujud fi al-kitǎbah. Keempat wujud
tersebut bersifat hirarkis.
Filosof Muslim dan Pemikirannya

Al-Kindi Al-Farabi Ibnu Rusyd


Abu Yūsuf Yaʻqūb Merupakan filsuf filosof yang berhasil
ibn ʼIsḥāq aṣ- Islam pertama yang memasukkan pikiran dalam
Ṣabbāḥ al-Kindī berhasil diskursus syariat. Ia
dikenal sebagai filsuf mempertalikan serta menjembatani perdebatan
pertama yang lahir menyelaraskan tentang ijma’ dengan
dari kalangan islam. filsafat politik Yunani argumentasi filsafati yang
klasik dengan Islam memberikan kemudahan
dalam istinbath hukum
Islam.
AL-KINDI

Hakikat Tuhan

Tuhan menurut Al-Kindi adalah wujud yang haq (benar)


yang bukan asalnya tidak ada kemudian ada. Ia selalu
mustahil tidak ada. Ia selalu ada dan akan selalu ada. Oleh
karenanya Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak
didahului wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak
ada wujud kecuali dengan-Nya.
Sifat-sifat Tuhan

Tuhan adalah keesaan belaka, tidak ada lain


kecuali keesaaan itu semata. Maksudnya Ia
adalah Zat yang menciptakan, tetapi bukan
diciptakan, menciptakan segala sesuatu dari
Sehingga dijuluki Filosof Arab pertama dalam dunia
tiada. Ia adalah Zat yang menyempurnakan,
islam dimana ia mengemukakan sejumlah dalil
tetapi bukan disempurnakan. Dalam kitab Fi’al-
tentang adanya Allah yang umumnya didasarkan
Falsafah al Ula dan juga dalam kitab Fi
pada pengamatan empiris terhadap kenyataan-
Wahdaniyyati L-lahi Watanahi Fijirmil-‘Alam Al-
kenyataan indrawi. Dan ini pada hakikatnya sejalan
Kindi telah membahas tentang adanya Allah,
dengan tuntutan Al-Qur’an yang dalam berbagai
sifat dan dzat-Nya.
ayat-Nya telah menghimbau manusia untuk
mengamati, memperhatikan dan memikirkan segala
kenyataan di sekelilingnya dan juga dalam dirinya
Dalil yang dikemukakan oleh Al Kindi
a. Dalil Barunya Alam
Menurut Al-Kindi bahwa segala sesuatu dalam alam ini
dengan sendirinya ada yang mendahului. Dengan demikian
alam ini ada sebab bagi adanya. Hal ini berarti alam ini ada
permulaannya baik dari segi gerak maupun dari segi zaman.
c. Dalil pengendalian Alam
Sehingga barunya alam itu karena terdapat pencipta-Nya.
Adanya pengaturan dan pengendalian
yang terdapat dalam alam ini sebagai
gejala dan bukti atas kepastian adanya
pengatur dan pengendali (Tuhan).
b. Dalil Keragaman dan Kesatuan
Menurut Al-Kindi tidak mungkin adanya sesuatu secara
aktual tanpa akhir. Dengan demikian tentunya dalam
keragaman dan kesatuan ada suatu zat yang lebih tinggi dan
luhur serta lebih mendahului adanya karena sebab itu harus
mendahului musabab, dan itu adalah Allah.
Zat dan sifat Tuhan

Adapun tentang hakekat Allah Al-Kindi menjelaskan bahwa Allah


wujud yang hak (Al Inaiyyah, Al Haqqah) yang tidak ada ketiadaan
selama-lamanya yang senantiasa dan akan selalu demikian oleh
wujud apapun. Wujud-Nya tak berakhir dan tak ada wujud sesuatu
tanpa wujud-Nya. Dalam masalah sifat Allah Al-Kindi tampaknya
telah memilih mazhab Mu‟tazilah yang menafsirkan tauhid sebagai
kesatuan zat dan sifat. Oleh karena itu Al-Kindi memandang ke-
Esaa-an itu suatu sifat Allah yang khas. Jadi Allah adalah Esa dalam
bilangan dan Esa dalam Zat. Untuk membuktikan wujud Tuhan, Al-
Kindi berbijak adanya gerak, keanekaan, dan keteraturan alam
sebagaimana argumentasi yang sering dikemukakan oleh filosof
Yunani. Dengan demikian, alam ini adalah baru, ada permulaan
dalam waktu; demikian pula ada akhirnya.
Alam Manusia

Menurut Al-Kindi bahwa alam itu Apakah sesungguhnya manusia itu? Manusia adalah
temporal dan berkomposisi yang hewan yang berbicara, demikianlah Aristoteles. Dia
karenanya ia membutuhkan pencipta membagi “jiwa” dalam tiga golongan dalam makhluk
yang menciptakannya. Yang Esa yang hidup, di dalam wujud ini, yaitu : jiwa tumbuh-
hak adalah yang pertama yang tumbuhan, jiwa kehewanan, dan jiwa berakal (An-
menahan segala yang diciptakan”, Nafsun-qilah). Karena manusia digolongkan hewan
sehingga seseuatu yang tidak mendapat yang berakal maka ia merupakan jenis lain dari
pertahanan dan kekuatan pasti akan golongan yang disebut hewan. Al-Kindi berpendapat
hancur. bahwa keutamaan manusia tidak lain adalah budi
pekerti manusia yang terpuji.
Al Farabi
Sebelum membicarakan tentang hakekat Tuhan dan sifat sifat-Nya, Al-Farabi terlebih dahulu membagi wujud yang ada
kepada dua bagian :

b. Wujud Yang Nyata dengan sendirinya


a. Wujud yang Mumkin atau wujud yang
nyata karena lainnya Hakikat Tuhan Allah adalah wujud yang sempurna
dan yang ada tanpa suatu sebab, karena kalau ada sebab bagi-
Seperti wujud cahaya yang tidak ada, Nya berarti ia tidak sempurna, sebab tergantung kepadanya. Ia
kalau sekiranya tidak ada matahari. Cahaya itu adalah wujud yang paling mulia dan yang paling dahulu adanya.
sendiri menurut tabiatnya bisa wujud dan bisa tidak Karena itu Tuhan adalah Zat yang azali (tanpa permulaan) dan
berwujud. Atau dengan kata lain, cahaya adalah yang selalu ada.
wujud yang mumkin. Akan tetapi karena matahari Al Kindi mengatakan Tuhan yang jauh dari
telah wujud, maka cahaya tersebut menjadi wujud makhlukNya dan Ia tidak dapat dicapai kecuali dengan jalan
yang nyata (wajib) karena matahari. Wujud yang renungan dan amalan serta pengalamanpengalaman
mumkin tersebut menjadi bukti adanya Sebab Yang (pengalaman batin). Al-Farabi juga mengatakan bahwa Tuhan
Pertama (Tuhan) tidak mengetahui alam dan tidak memikirkannya pula, yakni
tidak menjadikan alam sebagai objek pemikiran Tuhan.
Demikianlah keadaan wujud yang pertama (Tuhan). Jadi
dari apa yang telah diterangkan di atas kita mengetahui
bahwa Al-Farabi berusaha keras untuk menunjukkan ke-
Esaan Tuhan dan ketunggala-Nya, dan bahwa sifat-sifat-
Nya tidak lain adalah zat-Nya sendiri. Dari segi ini yakni
kesatuan sifat dengan zat maka AlFarabi sependapat
dengan golongan Mu’tazilah.
Dari masalah penciptaan alam ini Ibnu Sina dan juga Al-
Farabi sebelumnya telah mengemukakan dua dasar, yaitu :

 Keqadiman alam, yakni alam ini qadim dari segi zaman,


karena alam tersebut keluar dari pencipta yang qadim.

 Emanasi (al-faidh), bahwa Yang Esa itu esa dari segala


segi, tunggal tidak mengandung pluralitas apapun. Jadi
dari-Nya hanya satu yang keluar dengan cara melimpah
dan yang satu ini keluar yang lainnya. Sehingga selesailah
wujud alam ini dengan segala tingkatnya

Sehingga menurut Al-Farabi Allah menciptakan alam dapat


dibuktikan dengan teori emanasi (pelimpahan). Teori
pelimpahan ini bermula dari zat Allah sebagai wujud yang
kedua yang berfikir tentang dirinya sendiri
Menurut Al-Farabi hakekat manusia itu adalah gabungan dari roh dan jiwa mempunyai jasad
sebagai wadahnya. Jiwa adalah materi sedang roh adalah form (bentuk), yang keduanya adalah
abstrak, keduanya memiliki sifat tetap/abadi sedang jasad sebagai tempat roh dan jiwa itu akan
berakhir. Sehingga menurut Al-Farabi terdapat pekerjaan sendiri-sendiri antara jiwa dan jasad
tadi. Membahas mengenai manusia Al-Farabi tidak bisa lepas dari konsepnya tentang akal. Akal
menurut Al-Farabi ada dua kelompok : akal praktis, yaitu yang menyimpulkan apa mesti
dikerjakan, dan teoritis, yaitu yang membantu menyempurnakan jiwa. Sedangkan jiwa manusia
menurut Al-Farabi mempunyai kekuatan gerak, daya, dan berfikir.
Al Ghazali

Menurut Al-Ghazali, ilmu adalah suatu tambahan/


pertalian dengan zat, artinya lain dari pada zat. Kalau
terjadi perubahan pada tambahan tersebut, maka zat Tuhan
tetap dalam keadaannya yang biasa, sebagaimana halnya
kalau ada orang disebelah kiri kita kemudian ia berpindah
kesebelah kanan kita, maka yang berubah sebenarnya dia,
bukan kita.

Dalam buku Tahafut al-falasihah ia mengatakan bahwa zat


yang pertama tidak bisa dibagi-bagi secaga genus dan
species dan Tuhan adalah wujud sederhana tanpa substansi.
Zat dan Sifat
Menurut Al-Ghazali, ilmu yang sangat tinggi martabatnya
ialah mengenal Allah (Ma’rifatul’l-lah) dengan mengetahui
zat, sifat dan af’alNya (perbuatan). Oleh karen zat Allah
tidak dapat terjangkau oleh pengetahuan manusia, maka
mereka tidak diwajibkan mengetahuinya. Dalam hal ini,
mereka cukup mengetahui sifat-sifat dan perbuatan-Nya
saja.

Maksudnya adalah perbuatan Allah yang berwujud


penciptaan segala sesuatu di alam ini. Karena itu Allah
disebut al-khaliq atau ash-Shani’ (Pencipta, Pembuat).
Adapun pandangan Al-Ghazali tentang manusia sebagai berikut:

A
Wujud manusia terdiri dari jiwa dan badan, tetapi esensinya
adalah jiwa.

Daya-daya yang dimiliki manusia pada hakikatnya tidak efektif.

Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan akhirat yaitu mengenal Tuhan


sepenuhnya
Ibnu Thufail
Menurut Ibnu Thufail Tuhan adalah penyebab awal dari
segala penyebab. Ia Maha Kuasa, Maha Mengetahui
terhadap perbuatan-Nya, serta Maha Bebas dalam segala
kehendak-Nya.

Tuhan adalah pemberi wujud kepada semua mahluk. Tetapi Ia


tidak mungkin dirasai dan dikhayalkan, karena khayalan hanya
mungkin mengenai hal-hal indrawi. Ia adalah keseragaman dan
keanekaragaman dan kekuatan yang tersembunyi dan yang ganjil,
suci dan tidak trelihat. Dialah “Sebab Pertama” atom “Pencipta
Dunia”
Menurut Ibnu Thufail, alam dan Tuhan sama-sama kekal.
Tetapi Ia juga membedakan kekekalan dalam essensi dan
kekekalan dalam waktu. Ibnu Thufail percaya bahwa Tuhan
ada sebelum adanya alam dalam hal essensi, tetapi tidak
dalam hal waktu. Alam bukanlah sesuatu yang lain dari
Tuhan, dan sebagai penampakan diri dari essensi Tuhan.
Karena itu alam tidak akan hancur pada hari penentuan.
Kehancuran alam berupa keberalihan kepada pihak lain, dan
bukan merupakan kehancuran sepenuhnya. Alam terus
berlangsung dalam suatu bentuk lain. Alam juga bersifat
qadim, karena tidak mungkin alam diciptakan dari sesuatu
yang tidak ada.
Ibn Thufail dia mengemukakan bahwa gagasan mengenai
kemaujudan sebelum ketidakmaujudan tidak dapat dipahami
tanpa anggapan bahwa waktu itu ada sebelum dunia itu ada,
tapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak
terpisahkan dari dunia, dan karena itu yang diciptakan pasti
membutuhkan pencipta
Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd dalam buku Tahafut at-Tahafut dan Manhij al Adillah membahas
tentang filsafat. Pembahasan filsafat berkisar sekitar wujud Tuhan, sifatsifat-Nya,
dan hubungan-Nya dengan alam. Sesudah mengemukakan segi-segi kelemahan
golongan-golongan Islam, kemudian ia menerangkan tentang dalil-dalil wujud
Tuhan menurut syara‟ yang meyakinkan, yaitu dalil „inyah (pemeliharaan) dalil
ikhtir‟ (penciptaan), yang keduaduanya terdapat dalam Al Qur‟an.
Dalil Inyah dan Dalil Ihktir, menyatakan apabila alam ini
Yang menggerakkan itu adalah Tuhan Al-Muharrik yaitu
merupakan akal yang murni, bahkan merupakan akal yang kita akan mengetahui apa yang ada di dalamnya sesuai
setinggi-tingginya. Oleh karena itu pengetahuan dari akal sekali dengan kehidupan manusia dan makhluk-makhluk
yang tertinggi itu haruslah merupakan pengetahuan yang yang lain. Persesuaian ini bukan terjadi secara kebetulan,
tertinggi pula agar ada persesuaian antara yang mengetahui tetapi menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan
dan yang diketahui. teratur yang didasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan
sebagaimana yang ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan
Dalil gerak atau dalil penggerak pertama yang diambil drai modern. Adanya siang dan malam, matahari dan bulan,
Aristoteles. Dalil tersebut menyatakan bahwa alam semesta ini empat musim, hewan tumbuh-tumbuhan dan hujan,
bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini
kesemuanya ini sesuai dengan kehidupan manusia, seakan-
mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak
akan itu dijadikan untuk manusia.
dan tidak berbenda yaitu Tuhan.
ALAM
Teori Ibnu Rusyd mengenai alam lebih dekat kepada teori Aristoteles.
Bahwa alam semesta semesta dan benda-benda alam yang bersifat
partikulas yang terdiri dari materi dan bentuk (matter dan forms) yakni
dari dua prinsip yang berlawanan.
Dalam membahas tentang manusia Ibnu Rusyd dipengaruhi
Aristoteles. Sebagai bagian dari alam, manusia terdiri dari dua unsur
materi dan forma. Jasad adalah materi dan jiwa adalah forma seperti
halnya Aristoteles, Ibnu Rusyd membuat definisi jiwa sebagai
“kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis” Definisi tersebut
digunakan untuk membedakan dengan kesempurnaan lain yang
merupakan pelengkap darinya, seperti yang terdapat dalam berbagai
perbuatan. Sedangkan yang disebut organis untuk menunjukkan
kepada jisim yang terdiri dari anggota-anggota.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penjelasan diatas yaitu sebagai berikut :

Tokoh Filosof Tuhan Manusia Alam


Al Kindi wujud yang haq (benar) yang Manusia adalah hewan yang berbicara Menurut Al-Kindi bahwa segala
bukan asalnya tidak ada kemudian Karena digolongkan hewan yang berakal sesuatu dalam alam ini dengan
ada. Ia selalu ada dan akan selalu maka ia merupakan jenis lain dari golongan sendirinya ada yang mendahului.
ada (Sifat wujud) yang disebut hewan. AlKindi berpendapat Alam itu temporal dan
bahwa keutamaan manusia tidak lain adalah berkomposisi yang karenanya ia
budi pekerti manusia yang terpuji membutuhkan pencipta yang
menciptakannya

Al Farabi Hakikat Tuhan Allah adalah wujud Hakekat manusia itu adalah gabungan dari Allah menciptakan alam dapat
yang sempurna dan yang ada roh dan jiwa mempunyai jasad sebagai dibuktikan dengan teoriemanasi
tanpa suatu sebab. Ia adalah wujud wadahnya. Jiwa adalah materi sedang roh (pelimpahan). Teori pelimpahan
yang paling mulia dan yang paling adalah form (bentuk), yang keduanya adalah ini bermula dari zat Allah sebagai
dahulu adanya. Karena itu Tuhan abstrak, keduanya memiliki sifat tetap/abadi wujud yang kedua yang berfikir
adalah Zat yang azali (tanpa sedang jasad sebagai tempatroh dan jiwa itu tentang dirinya sendiri
permulaan) dan yang selalu ada akan berakhir
Tokoh Filosof Tuhan Manusia Alam
Al Ghazali Tuhan adalah wujud sederhana Hakikat manusia ialah jiwanya (an-nafs) -
tanpa substansi. Zat Allah tidak yaitu substansi yang tersendiri, yang
dapat terjangkau oleh pengetahuan mempunyai daya mengetahui, bergerak
manusia, maka mereka tidak dengan kemauannya dan penyempurna
diwajibkan mengetahuinya. lainnya. Manusia memiliki tujuan yang
jelas yaitu tercapainya kebahagiaan di
dunia dan akhirat

Ibnu Thufail Tuhan adalah pemberi wujud - -


kepada semua mahluk. Ia adalah
keseragaman dan keanekaragaman
dan kekuatan yang tersembunyi dan
yang ganjil, suci dan tidak terlihat.
Dialah “Sebab Pertama” atom
“Pencipta Dunia”

Ibnu Rusyid Tuhan adalah penggerak yang tidak Manusia terdiri dari dua unsur materi Alam semesta ini bergerak dengan
bergerak, Dia maha Penggerak dan dan forma. Jasa adalah materi dan jiwa suatu gerakan yang abadi, dan
menyebabkan penggerak- adalah forma gerakan ini mengandung adanya
penggerak selanjutnya. penggerak pertama yang tidak
bergerak dan tidak berbenda yaitu
Tuhan.
Tokoh Sufi Tuhan Manusia Alam
Ibn Arabi Menekankan akan imanensi dan Menurutnya konsep manusia dapat Bagian dari Tuhan sebagai Sang
transendensi Tuhan diterangkan melalui beberapa bagian, Pencipta. Alam adalah copy (salinan)
yaitu: tajalli al-Haqq, kejadianmanusia, Tuhan,karena alam adalah pancaran
makna sebagian tubuh manusia, macam dari sumber cahaya yaituTuhan.
manusia dan insan kamil.
Syamsuddin ibn Abi Keesaan Wujud Tuhan berarti Mengacu kepada dua kategori yaitu:
‟Abdullahas-Sumatrani tidak ada sesuatu pun yang pertama, segala yang dapat diindra oleh
memiliki wujud hakiki kecuali pancaindra lahir manusia. Kedua, alam
Tuhan. Sementara alam atau yang tidak dapat ditangkap oleh panca
segala sesuatu selain Tuhan indra lahir, seperti para malaikat, jin
keberadaannya adalah karena - (termasuk iblis dan setan), dan ruh-ruh
diwujudkan (maujud) oleh
(arwah) manusia, di manapun mereka
Tuhan.
berada; ini semua disebut alam gaib.
Al-Ghazali Individu yang terdiri dari unsur hati, hati
nurani, ruh, nafsu, syahwat dan akal.
Dari semua unsur ini menentukan status
- manusia sebagai individu yang -
beruntung atau merugi, yang taqwa atau
yang fujur, jiwa yang muthmainnah,
lawwamah atau ammarah
DAFTAR PUSTAKA

Asmaya, Enung. 2018. Hakikat Manusia dalam Tasawuf Al-Ghazali. KOMUNIKA: Jurnal Dakwah dan Komunikasi. Vol. 12, No. 1.
Hanafi, I., Hasbullah, dan Yusuf Ahmad. 2016. Basis Teologis Untuk Pluralisme Beragama; Menimbang Pandangan Kaum Sufi dalam Memahami
Tuhan. TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama Vol. 8, No. 1
Irawan, Bambang. 2018. KEARIFAN EKOLOGIS DALAM PERSPEKTIF SUFI. Conference Proceedings Annual International Conference on Islamic
Studies (AICIS XII). IAIN Sumut
https://www.uin-malang.ac.id/r/131101/mengenal-filosuf-muslim-dan-pemikirannya-a-filsafatketuhanan.html https://www.uin-
malang.ac.id/r/131101/mengenal-filosuf-muslim-dan-pemikirannya-a-filsafatketuhanan.html
https://taufikrahmatullah.wordpress.com/2012/12/20/perbedaan-mendasar-ilmu-kalam-filsafat-islam-dan-tasawu
Poedjiadi, A. (1987). Filsafat dan Sejarah Sains. Jakarta: PPLPTK.
Sajaroh, Wiwi Siti. 2014. Wahdah Al-Wujud dan Pelestarian Alam: Kajian Tasauf tentang Lingkungan Hidup. Ilmu Ushuluddin. Vol 2, No 1.
Sultan Amai Gorontalo. Volume 14 Nomor 1 Halaman 28-42.
Tita Rostitawati. 2018. Tuhan, Manusia Dan Alam Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam. Jounal Institut Agama Islam Negeri Ubaidillah,
Muhammad Luthfi. 2016. Konsep Ibn Al-„arabĭ Dan Ranggawarsita Tentang Manusia (Sebuah Perbandingan Antara Sufisme Dan Kebatinan).
Misykah. Vol.1, No.1
Terimakasih 

Anda mungkin juga menyukai