Hubungan Industrial Kel. 8
Hubungan Industrial Kel. 8
HUBUNGAN INDUSTRIAL
“Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JK),
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)”
Disusun oleh :
Kelompok 8 – Kelas HK20A
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
Hidayahnya, kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JK), Jminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP)” Adapun maksud penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hubungan Industrial. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dengan keterbatasan yang
kami miliki, oleh sebab itu saran dan kritikan senantiasa diharapkan demi
perbaikan pada makalah. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi para pembacanya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan .................................................................................................. 4
BAB II : PEMBAHASAN
1.1 Jaminan Sosial .................................................................................... 5
2.1 Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) ...................................... 7
a. Hakikat Jaminan Sosial Tenaga Kerja ..................................... 7
b. Landasan Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja ...................... 9
3.1 Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja ............................... 11
a. Jaminan Hari Tua (JHT) ........................................................... 12
b. Jaminan Kematian (JKP) .......................................................... 14
c. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) ...................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam hidupnya menghadapi ketidakpastian, baik ketidakpastian
yang sifatnya spekulasi maupun ketidakpastian murni yang selalu menimbulkan
kerugian. Ketidakpastian yang sifatnya murni disebut dengan resiko. Resiko
terdapat dalam berbagai bidang, dan dapat digolongkan dalam dua kelompok
utama, yaitu resiko fundamental dan resiko khusus. Resiko fundamental bersifat
kolektif dan dirasakan oleh seluruh masyarakat, seperti resiko politis, sosial-
ekonomis, hankam, dan internasional. Resiko khusus lebih bersifat individual
karena dirasakan oleh perorangan, seperti resiko terhadap harta benda, resiko
terhadap diri pribadi, dan resiko terhadap kegagalan usaha1. Begitu pula
buruh/pekerja menghadapi resiko-resiko. Setiap buruh/pekerja dan juga setiap
orang pasti pada suatu saat akan mencapai hari tua. Produktivitas kerja suatu
saat akan menurun, sehingga perlu diganti dengan buruh/pekerja yang lebih
muda, dengan demikian, buruh/pekerja tersebut akan diberhentikan dari
pekerjaannya, yang tentu hal ini membawa akibat penghasilannya berhenti pula.
Seorang buruh/pekerja juga dapat pula mengalami kecelakaan kerja
sehingga dapat mengganggu kelancaran penerimaan penghasilannya.
Buruh/pekerja juga dapat menderita sakit mulai dari yang ringan sampai yang
berat dan harus dirawat di rumah sakit, perawatan itu memerlukan pembiayaan
yang akan memberatkan gaji atau upahnya. Terlebih apabila seorang
buruh/pekerja sebagai pencari nafkah meninggal dunia, dan penghasilannya
dihentikan, maka keluarga yang ditinggalkan akan kehilangan sumber
penghasilannya. Oleh karena resiko-resiko di atas selalu dihadapi oleh setiap
buruh/pekerja dan bersifat universal, maka diperlukan suatu instrumen atau alat
yang dapat menanggulangi atau setidak-tidaknya dapat mencegah atau
mengurangi timbulnya resiko-resiko yang dialami oleh buruh/pekerja.
1
Zainal Asikin dk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan,(Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 2006), hlm
77
1
Instrumen atau alat yang ampuh dan tepat untuk menanggulangi resiko- resiko
sosial-ekonomis disebut dengan jaminan sosial.
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja menyatakan :
Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti
sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Jaminan sosial tenaga kerja
mempunyai beberapa aspek, antara lain:
2
perubahan kedua UUD 1945 merumuskan: “Setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat”. Oleh karena penghidupan yang layak dan jaminan sosial
merupakan hak tiap warga negara, khusus di bidang jaminan sosial tenaga kerja,
maka peraturan pelaksanaan lebih lanjut dari Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 telah
terbentuk, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja beserta peraturan pelaksanaan lainnya. Menurut Undang-Undang
No. 3 Tahun 1992, jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi
tenaga tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia (Pasal 1 angka 1).
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Jaminan Sosial !
2. Apa yang dimaksud dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja !
3. Apa yang dimaksud dengan Jaminan Hari Tua (JHT) !
4. Apa yang dimaksud dengan Jaminan Kematian (JK) !
5. Apa yang dumaksdu dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) !
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Jaminan Sosial.
2. Untuk memahami maksud Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. Untuk mengetahui Jaminan Hari Tua (JHT).
4. Untuk mengetahui Bagaimana Jaminan Kematian (JK)
5. Untuk mengetahui Bagaimana Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
4
BAB II
PEMBAHASAN
2
Kenneth Thompson, “Introduction to the Social Scurity” Dipetik dari Sentance Kertonegoro,
Jaminan Sosial Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Penerbit Permata, Jakarta, 1986, hlm 29
5
6. Kematian pencari nafkah;
c. Tanggung jawab untuk keluarga dan anak-anak. berkaitan dengan
masalah hubungan kerja, jaminan sosial bagi pekerja/buruh diartikan
secara sempit dapat dijumpai dalam berbagai kepustakaan hukum
ketenagakerjaan bidang hubungan kerja. pengertian jaminan sosial
secara sempit dapat dijumpai dalam bukunya iman soepomo yang
merumuskan bahwa: “jaminan sosial adalah pembayaran yang
diterima pihak buruh dalam hal buruh diluar kesalahannya tidak
melakukan pekerjaannya, jadi menjamin kepastian pendapatan
(income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan
di luar kehendaknya.” 3
3
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1983, hlm 136
6
1.2 Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
a. Hakikat Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan
keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang
hilang. Di samping itu, program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai
beberapa aspek, yaitu ;4
4
Abdullah Sulaiman, Jaminan Sosial Tenaga Kerja, (Jakarta; Program Magiter Ilmu Hukum Pasca
Sarjana Universitas Islam Jakarta, 2011), hlm 181
7
penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 1977
tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang
mewajibkan setiap pemberi kerja pengusaha swasta dan BUMN untuk
mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No. 34 Tahun 1977 tentang
pembentukan wadah penyelenggara ASTEK, yaitu Perum Astek. Tonggak
penting berikutnya adalah lahirnya UndangUndang No. 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Melalui PP No. 36
Tahun1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara
Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja
dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus
penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau
seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan
perubahan pada Pasal 34 ayat (2), di mana Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini berbunyi:
"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan
rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam
meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja. Berdasarkan ketentuan
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992,
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Dengan
demikian jaminan sosial tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja,
sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam
8
hubungan kerja terjadi risiko-risiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua,
dan lainnya.
9
usaha produktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pembentukan
koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku. Upaya-upaya untuk
menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah. Perlindungan,
pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan yang berbentuk Program
Jaminan Tenaga Kerja yang dicanangkan oleh pemerintah dan wajib
dilaksanakan oleh pengusaha, apabila di dalam pelaksanaannya telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan, yaitu mempunyai pekerja sebanyak
10 (sepuluh) orang atau lebih dan juga mengeluarkan uang untuk menggaji
pekerjaannya sebesar 1 (satu) juta rupiah untuk setiap bulannya.
Adapun pada dasarnya Program Jaminan Tenaga Kerja ini menekankan
pada perlindungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan
yang lebih lemah. Oleh karena itu, pengusaha memikul tanggung jawab
utama dan secara moral pengusaha mempunyai kewajiban untuk
meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja. Berdasarkan
hal di atas, program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) mempunyai
landasan yang berisikan dasar pertimbangan sebagai berikut: bahwa pada
tanggal 17 Februari 1992, telah dikeluarkan Undang-Undang No. 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kemudian UndangUndang No.
3 Tahun 1992 tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 14 dan penjelasannya diumumkan dalam Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3468. Adapun pertimbangan dari dikeluarkannya
UndangUndang No. 3 Tahun 1992 tersebut antara lain dengan adanya
pembangunan nasional dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata,
baik materiil maupun spiritual guna memberikan bagi pekerja yang
melaksanakan pekerjaannya, baik dalam hubungan kerja maupun di luar
hubungan kerja. Untuk mencapai maksud tersebut perlu ditetapkar
undangundang yang mengatur pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja.
10
Dasar-dasar hukum program jaminan sosial tenaga kerja berlandaskan
pada;
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-
Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan
berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948
Nomor 23 dar Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 195 Nomor 4).
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
KetentuanKetentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 5 Tambahan Lembaran Negara Nomor
2912).
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2918).
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981
Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara No. 32 01).
11
sosial berupa peristiwa yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau
hilangnya penghasilan. Oleh karena itu, perlu, adanya peningkatan
perlindungan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang
bertujuan untuk memberikan ketenangan bekerja dan menjamin
kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.
Usia pensiun, yaitu 55 tahun atau cacat total tetap dapat mengakibatkan
terputusnya upah karena tidak mampu lagi bekerja. Akibat terputusnya upah
12
tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi pekerja dan mempengaruhi
pekerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi mereka yang
penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerima
penghasilan yang dibayar sekaligus atau berkala pada saat pekerja mencapai
usia lima 55 (lima puluh lima) tahun atau memenuhi persyaratan tersebut.
Pembayarannya dilakukan sekaligus atau berkala atau sebagian dan berkala
pada pekerja, karena telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau
cacat total tetap setelah ditetapkan dokter. Dalam hal pekerja meninggal
dunia, jaminan hari tua dibayarkan kepada janda atau duda, atau anak yatim
piatu. Iuran Program Jaminan Hari Tua ditanggung Perusahaan = 3,7% dan
ditanggung Tenaga Kerja = 2%. Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah
sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua
akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah
dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja :
13
perusahaan sebelum usia 55 tahun telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun
telah melewati masa tunggu 6 (enam) bulan terhitung sejak tenaga kerja yang
bersangkutan berhenti bekerja, dilampiri dengan fotokopi surat keterangan
berhenti bekerja dari perusahaan dan surat pernyataan belum bekerja lagi.
Permintaan pembayaran JHT, bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri
Sipil ABRI. Selambat-lambatnya 30 hari setelah pengajuan tersebut PT
Jamsostek (persero) melakukan pembayaran JHT.
14
bawah atau ke atas tidak ada, maka diambil garis ke samping dan mertua.
Apabila tenaga kerja tidak mempunyai ahli waris; hak atas jaminan kematin
dibayarkan kepada pihak yang mendapatkan surat wasiat dari aenaga kerja
bersangkutan atau perusahaan pemakaman.5
Jika pekerja yang meninggal adalah magang atau murid, atau mereka
yang memborong pekerjaan dan narapidana, bukan karena kecelakaan kerja
maka keluarga yang ditinggalkan berhak atas jaminan kematian. Biaya
pemakaman seperti diatur dalam Pasal 12 ayat (2) a. Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1992 meliputi:
1. Pembelian kain.
2. Peti mayat.
3. Kain kafan,
4. Transportasi, dan lain-lain yang bersangkutan dengan tata cara
pemakaman sesuai adat istiadat, agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta kondisi daerah masing-masing tenaga
kerja yang bersangkutan.
5
Darwan Prinst, Op, Cit, hlm 159.
15
baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 PP Nomor 64 Tahun 2005, jaminan
kematian dibayar sekaligus kepada janda atau duda atau anak, yang
meliputi:
1. Kartu peserta,
2. Surat keterangan kematian dari rumah
sakit/kepolisian/kelurahan.
3. Identitas ahli waris (fotokopi KTP/SIM dan kartu keluarga).
16
Presiden Joko Widodo telah menerbitkan aturan resmi mengenai
penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi
pekerja/buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) pada
22 Februari 2021. Ketentuan yang dimaksud adalah program terbaru dalam
BPJS Ketenagakerjaan, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang
telah tertuang dan disahkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan
Pekerjaan. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berdasarkan kebijakan ini, pemerintah
memberikan jaminan sosial kepada pekerja/buruh yang mengalami PHK
dalam bentuk uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja
melalui program JKP yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan
(Pasal 2 ayat 1 PP 37/2021).
Manfaat diberikan ke peserta yang mengalami PHK untuk hubungan
kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu maupun tidak tertentu asal
peserta mau bekerja lagi di tempat lain setelah pemutusan. Manfaat bisa
diambil bila peserta sudah menyelesaikan iuran paling sedikit 12 bulan dalam
24 bulan atau setidaknya sudah membayar iuran enam bulan berturut-turut
sebelum terjadi PHK. Manfaat JKP tak bisa diterima pekerja/buruh bila yang
bersangkutan mengundurkan diri sendiri, cacat total tetap, pensiun, hingga
meninggal dunia. Pekerja/buruh akan langsung menerima manfaat program
bila sudah di-PHK sebelum kontrak perjanjian kerja selesai. syarat pencairan
manfaat, yaitu bukti diterimanya PHK oleh pekerja/buruh, tanda terima lapor
PHK dari dinas ketenagakerjaan kabupaten/kota, perjanjian bersama yang
telah didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial, akta bukti pendaftaran
perjanjian bersama, hingga petikan putusan pengadilan.
Selanjutnya, manfaat diberikan dalam tiga bentuk. Pertama, uang tunai
paling banyak enam bulan yang diberikan setiap bulan. Terbagi atas 45 persen
dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya.
Bila upah yang diterima tidak sesuai dengan yang sebenarnya, sehingga ada
kekurangan pembayaran manfaat uang tunai, maka pengusaha wajib
membayar kekurangan manfaat uang tunai ke pekerja/buruh secara sekaligus.
17
Kedua, manfaat dalam bentuk akses informasi pasar kerja berupa informasi
dan bimbingan jabatan oleh petugas antarkerja melalui sistem informasi
ketenagakerjaan. Informasi pasar kerja berupa lowongan, sedangkan
bimbingan dalam bentuk asesmen atau konseling karir. Ketiga, manfaat
pelatihan kerja. Manfaat diberikan secara online maupun offline melalui
lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta, atau perusahaan yang
sudah terverifikasi oleh sistem informasi ketenagakerjaan. Lembaga
pelatihan dapat bekerja sama dengan lembaga sertifikasi profesi untuk uji
kompetensi yang berlisensi dari badan nasional sertifikasi profesi. Manfaat
ini dilaksanakan oleh pemerintah di bidang ketenagakerjaan.
18
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan
keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang
hilang, berdasarkan ketentuan Pasal 99 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003,
setiap pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
Pelaksanaannya diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Jaminan sosial tenaga
kerja yang diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 merupakan hak
setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan.
19
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku :
B. Peraturan Perundangan-Undangan :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945.
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya
Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dar
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun
195 Nomor 4).
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang KetentuanKetentuan
Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor
5 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912).
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918).
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor
39, Tambahan Lembaran Negara No. 32).
C. Website :
http//:www.jamsostek.co.id
http//:www.jamsosindonesia.com
20