Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HUBUNGAN INDUSTRIAL
“Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JK),
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)”

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Muhamad Abas, SH., MH.

Disusun oleh :
Kelompok 8 – Kelas HK20A

Ivan Hanafi 20416274201149


Muhamad Safei 20416274201003
Renalda Arma Sentia Putri 20416274201105

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
Hidayahnya, kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JK), Jminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP)” Adapun maksud penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hubungan Industrial. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dengan keterbatasan yang
kami miliki, oleh sebab itu saran dan kritikan senantiasa diharapkan demi
perbaikan pada makalah. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi para pembacanya.

Karawang, 7 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan .................................................................................................. 4

BAB II : PEMBAHASAN
1.1 Jaminan Sosial .................................................................................... 5
2.1 Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) ...................................... 7
a. Hakikat Jaminan Sosial Tenaga Kerja ..................................... 7
b. Landasan Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja ...................... 9
3.1 Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja ............................... 11
a. Jaminan Hari Tua (JHT) ........................................................... 12
b. Jaminan Kematian (JKP) .......................................................... 14
c. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) ...................................... 16

BAB III : PENUTUP


4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dalam hidupnya menghadapi ketidakpastian, baik ketidakpastian
yang sifatnya spekulasi maupun ketidakpastian murni yang selalu menimbulkan
kerugian. Ketidakpastian yang sifatnya murni disebut dengan resiko. Resiko
terdapat dalam berbagai bidang, dan dapat digolongkan dalam dua kelompok
utama, yaitu resiko fundamental dan resiko khusus. Resiko fundamental bersifat
kolektif dan dirasakan oleh seluruh masyarakat, seperti resiko politis, sosial-
ekonomis, hankam, dan internasional. Resiko khusus lebih bersifat individual
karena dirasakan oleh perorangan, seperti resiko terhadap harta benda, resiko
terhadap diri pribadi, dan resiko terhadap kegagalan usaha1. Begitu pula
buruh/pekerja menghadapi resiko-resiko. Setiap buruh/pekerja dan juga setiap
orang pasti pada suatu saat akan mencapai hari tua. Produktivitas kerja suatu
saat akan menurun, sehingga perlu diganti dengan buruh/pekerja yang lebih
muda, dengan demikian, buruh/pekerja tersebut akan diberhentikan dari
pekerjaannya, yang tentu hal ini membawa akibat penghasilannya berhenti pula.
Seorang buruh/pekerja juga dapat pula mengalami kecelakaan kerja
sehingga dapat mengganggu kelancaran penerimaan penghasilannya.
Buruh/pekerja juga dapat menderita sakit mulai dari yang ringan sampai yang
berat dan harus dirawat di rumah sakit, perawatan itu memerlukan pembiayaan
yang akan memberatkan gaji atau upahnya. Terlebih apabila seorang
buruh/pekerja sebagai pencari nafkah meninggal dunia, dan penghasilannya
dihentikan, maka keluarga yang ditinggalkan akan kehilangan sumber
penghasilannya. Oleh karena resiko-resiko di atas selalu dihadapi oleh setiap
buruh/pekerja dan bersifat universal, maka diperlukan suatu instrumen atau alat
yang dapat menanggulangi atau setidak-tidaknya dapat mencegah atau
mengurangi timbulnya resiko-resiko yang dialami oleh buruh/pekerja.

1
Zainal Asikin dk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan,(Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 2006), hlm
77

1
Instrumen atau alat yang ampuh dan tepat untuk menanggulangi resiko- resiko
sosial-ekonomis disebut dengan jaminan sosial.
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja menyatakan :

Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti
sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Jaminan sosial tenaga kerja
mempunyai beberapa aspek, antara lain:

a. memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup


minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya; dan
b. merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat
mereka bekerja.

Jaminan sosial merupakan hak dari buruh/pekerja untuk mendapatkan


perlindungan dan merupakan kewajiban dari pengusaha untuk memberikan
perlindungan kepada buruh/pekerja. Bahkan hak atas jaminan sosial di dunia
internasional merupakan hak asasi manusia yang tercantum dalam Deklarasi
Hak-Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dimana disebutkan
bahwa setiap orang berhak atas perlindungan dan jaminan pada waktu
mengalami sakit, cacat, hari tua, meninggal dunia, dan menganggur. Oleh karena
itu, ILO (International Labour Organization) dalam Konvensi Nomor 102 Tahun
1952 tentang Standar Minimum Jaminan Sosial menyebutkan setidak-tidaknya
tiga dari sembilan cabang program jaminan sosial yang secara minimum harus
diberikan kepada buruh/pekerja, yaitu jaminan hari tua, jaminan kecelakaan
kerja, dan jaminan pemeliharaan kesehatan.
Di lingkup nasional, hak atas jaminan sosial tersirat di dalam Pasal 27 ayat
(2) dan Pasal 28 H ayat (3) perubahan kedua UUD 1945. Pasal 27 ayat (2)
merumuskan bahwa: ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, sedangkan Pasal 28 H ayat (3)

2
perubahan kedua UUD 1945 merumuskan: “Setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat”. Oleh karena penghidupan yang layak dan jaminan sosial
merupakan hak tiap warga negara, khusus di bidang jaminan sosial tenaga kerja,
maka peraturan pelaksanaan lebih lanjut dari Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 telah
terbentuk, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja beserta peraturan pelaksanaan lainnya. Menurut Undang-Undang
No. 3 Tahun 1992, jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi
tenaga tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia (Pasal 1 angka 1).

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa jaminan sosial tenaga kerja


sebagai alat yang ampuh dan tepat bagi perlindungan buruh/pekerja dalam
menanggulangi resiko-resiko sosial-ekonomis maka pengaturannya pun telah
mengalami perkembangan yang panjang dari masa ke masa, yaitu dimulai dari
zaman penjajahan pemerintahan Hindia Belanda sampai zaman kemerdekaan
Republik Indonesia baik era awal kemerdekaan maupun diera reformasi.
Meskipun sekarang telah memperoleh dasar hukum pengaturan yang kuat
melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja beserta peraturan pelaksanaannya, namun tidak lepas dari sejarah
perkembangannya, bahkan sekarang telah berlaku pula Undang- undang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (U pekerja ndang-Undang No. 40 Tahun 2004) dan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 40 Tahun
2004. Oleh karena itu, perlu dikaji perkembangan pengaturan jaminan sosial
tenaga kerja dalam rangka perlindungan buruh/pekerja, dan dengan demikian
tulisan ini akan membahas atau mengkaji perkembangan pengaturan jaminan
sosial tenaga kerja dalam rangka perlindungan buruh.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Jaminan Sosial !
2. Apa yang dimaksud dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja !
3. Apa yang dimaksud dengan Jaminan Hari Tua (JHT) !
4. Apa yang dimaksud dengan Jaminan Kematian (JK) !
5. Apa yang dumaksdu dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) !

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Jaminan Sosial.
2. Untuk memahami maksud Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. Untuk mengetahui Jaminan Hari Tua (JHT).
4. Untuk mengetahui Bagaimana Jaminan Kematian (JK)
5. Untuk mengetahui Bagaimana Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

4
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Jaminan Sosial.


Jaminan sosial secara luas dapat dijumpai dalam undang-undang
Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial,
pasal 2 ayat (4) sebagai berikut: “jaminan sosial sebagai perwujudan sekuritas
sosial adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan
sosial bagi warga negara yang di selenggarakan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial.” Kemudian kenneth
thomson, seorang tenaga ahli pada sekretariat jenderal international security
assosiation (issa), dalam kuliahnya pada regional training issa, seminar
tanggal 16 dan 17 juni 1980 di jakarta, mengemukakan perumusan jaminan
sosial sebagai berikut2: “jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan
yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko
atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk
menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat
mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan
untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap
konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk
tunjangan keluarga dan anak. adapun peristiwa-peristiwa yang biasanya
dijaminkan oleh jaminan sosial adalah :
a. Kebutuhan akan pelayanan medis;
b. Tertundanya, hilangnya, atau turunnya sebagian penghasilan yang
disebabkan :
1. Sakit;
2. Hamil;
3. Kecelakaan kerja dan penyakit.
4. Hari tua;
5. Cacat;

2
Kenneth Thompson, “Introduction to the Social Scurity” Dipetik dari Sentance Kertonegoro,
Jaminan Sosial Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Penerbit Permata, Jakarta, 1986, hlm 29

5
6. Kematian pencari nafkah;
c. Tanggung jawab untuk keluarga dan anak-anak. berkaitan dengan
masalah hubungan kerja, jaminan sosial bagi pekerja/buruh diartikan
secara sempit dapat dijumpai dalam berbagai kepustakaan hukum
ketenagakerjaan bidang hubungan kerja. pengertian jaminan sosial
secara sempit dapat dijumpai dalam bukunya iman soepomo yang
merumuskan bahwa: “jaminan sosial adalah pembayaran yang
diterima pihak buruh dalam hal buruh diluar kesalahannya tidak
melakukan pekerjaannya, jadi menjamin kepastian pendapatan
(income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan
di luar kehendaknya.” 3

Kata “pembayaran” dalam definisi Iman Soepomo di atas mengandung


makna bahwa pengertian yang dikemukakan oleh beliau sangatlah “sempit”;
jauh dari apa yang sesungguhnya berkembang dalam praktik pemberian
jaminan sosial di indonesia saat ini. dalam perkembangannya sekarang,
jaminan sosial bagi pekerja/buruh bukan hanya berupa pembayaran saja tetapi
juga berupa pelayanan, bantuan dan lain sebagainya.
Oleh karena itu dalam pedoman pelaksanaan hubungan industrial
pancasila (hip), dirumuskan pengertian jaminan sosial secara luas sebagai
berikut: "jaminan sosial adalah jaminan kemungkinan hilangnya pendapatan
pekerja sebagian atau seluruhnya atau bertambahnya pengeluaran karena
risiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia atau risiko sosial ya.”
selanjutnya dalam pasal 1 ke-1 uu nomor 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial
tenaga kerja, pengertian jaminan sosial tenaga kerja dirumuskan sebagai
berikut: “jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dalam pelayanan sebagai akibat
peristiwa yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

3
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1983, hlm 136

6
1.2 Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
a. Hakikat Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan
keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang
hilang. Di samping itu, program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai
beberapa aspek, yaitu ;4

1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup


minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;
2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan
tempatnya bekerja.

Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung


jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial
ekonomi kepada masyarakat Indonesia, mengembangkan program jaminan
sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai
oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang
panjang, dimulai dari Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 jo. Undang-
Undang No. 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan Kerja, Peraturan Menteri
Perburuhan (PMP) No. 48 Tahun 1952 jo. PMP No. 8 Tahun 1956 tentang
Pengaturan Bantuan untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, PMP
No. 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.
5 Tahun 1964 tentang Pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS),
diberlakukannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok
Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja
semakin transparan. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik
menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara

4
Abdullah Sulaiman, Jaminan Sosial Tenaga Kerja, (Jakarta; Program Magiter Ilmu Hukum Pasca
Sarjana Universitas Islam Jakarta, 2011), hlm 181

7
penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 1977
tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang
mewajibkan setiap pemberi kerja pengusaha swasta dan BUMN untuk
mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No. 34 Tahun 1977 tentang
pembentukan wadah penyelenggara ASTEK, yaitu Perum Astek. Tonggak
penting berikutnya adalah lahirnya UndangUndang No. 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Melalui PP No. 36
Tahun1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara
Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja
dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus
penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau
seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan
perubahan pada Pasal 34 ayat (2), di mana Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini berbunyi:
"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan
rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam
meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja. Berdasarkan ketentuan
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992,
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Dengan
demikian jaminan sosial tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja,
sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam

8
hubungan kerja terjadi risiko-risiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua,
dan lainnya.

b. Landasan Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


Berdasarkan ketentuan Pasal 99 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003,
setiap pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
Pelaksanaannya diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Jaminan sosial
tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992
merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban
dari majikan. Ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembangunan
sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan
dengan pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila dan
pelaksanaan UUD 1945.
Di samping itu, ketenagakerjaan diarahkan pada peningkatan harkat,
martabat, dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri
dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur, baik
materiil maupun spiritual. Berdasarkan ketentuan Pasal 100 Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas
kesejahteraan. Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan
pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan. Ketentuan mengenai
jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan
pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 101 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003,
yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh, dibentuk koperasi
pekerja/buruh dan usaha-usaha produktif di perusahaan. Pemerintah,
pengusaha, dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh berupaya
menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh, dan mengembangkan

9
usaha produktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pembentukan
koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku. Upaya-upaya untuk
menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah. Perlindungan,
pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan yang berbentuk Program
Jaminan Tenaga Kerja yang dicanangkan oleh pemerintah dan wajib
dilaksanakan oleh pengusaha, apabila di dalam pelaksanaannya telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan, yaitu mempunyai pekerja sebanyak
10 (sepuluh) orang atau lebih dan juga mengeluarkan uang untuk menggaji
pekerjaannya sebesar 1 (satu) juta rupiah untuk setiap bulannya.
Adapun pada dasarnya Program Jaminan Tenaga Kerja ini menekankan
pada perlindungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan
yang lebih lemah. Oleh karena itu, pengusaha memikul tanggung jawab
utama dan secara moral pengusaha mempunyai kewajiban untuk
meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja. Berdasarkan
hal di atas, program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) mempunyai
landasan yang berisikan dasar pertimbangan sebagai berikut: bahwa pada
tanggal 17 Februari 1992, telah dikeluarkan Undang-Undang No. 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kemudian UndangUndang No.
3 Tahun 1992 tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 14 dan penjelasannya diumumkan dalam Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3468. Adapun pertimbangan dari dikeluarkannya
UndangUndang No. 3 Tahun 1992 tersebut antara lain dengan adanya
pembangunan nasional dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata,
baik materiil maupun spiritual guna memberikan bagi pekerja yang
melaksanakan pekerjaannya, baik dalam hubungan kerja maupun di luar
hubungan kerja. Untuk mencapai maksud tersebut perlu ditetapkar
undangundang yang mengatur pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja.

10
Dasar-dasar hukum program jaminan sosial tenaga kerja berlandaskan
pada;
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-
Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan
berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948
Nomor 23 dar Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 195 Nomor 4).
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
KetentuanKetentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 5 Tambahan Lembaran Negara Nomor
2912).
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2918).
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981
Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara No. 32 01).

1.3 Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1992 ruang lingkup program Jamsostek meliputi:
1. Jaminan kecelakaan kerja.
2. Jaminan kematian.
3. Jaminan hari tua.
4. Jaminan pemeliharaan kesehatan.
Pengembangan program jaminan sosial tenaga kerja di atas diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengal-
jaminan sosial tenaga kerja dalam rangka meningkatkan perlindungan
kesejahteraan tenaga kerja itu sendiri, beserta keluarganya. Jaminan sosial
tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diperuntukkan bagi tenaga
kerja. Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, setiap saat menghadapi risiko

11
sosial berupa peristiwa yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau
hilangnya penghasilan. Oleh karena itu, perlu, adanya peningkatan
perlindungan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang
bertujuan untuk memberikan ketenangan bekerja dan menjamin
kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.

a. Jaminan Hari Tua (JHT).


Program Jaminan Sosial adalah program perlindungan yang bersifat
dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan
kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana
penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya
akibat dari terjadinya risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau
oleh pengusaha dan tenaga kerja. Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi
oleh program tersebut terbatas pada saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit,
hamil, bersalin, cacat, hari tua, dan meninggal dunia. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau
membutuhkan perawatan medis Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial ini
menggunakan mekanisme Asuransi Sosial. Jaminan hari tua diberikan kepada
tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun. Jaminan
hari tua dapat diberikan kepada tenaga kerja yang putus hubungan kerja
dengan minimal masa kepersertaan 5 (lima) tahun terhitung dari masa
pendaftaran. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, yaitu :

1) Jaminan hari tua dibayarkan secara sekaligus, atau berkuasa atau


sebagian. dan berkala, kepada tenaga kerja karena:
• Telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun.
• Cacat total tetap setelah ditetapkan oleh dokter.
2) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, jaminan hari tua
dibayarkan kepada janda atau duda atau anak yatim piatu.

Usia pensiun, yaitu 55 tahun atau cacat total tetap dapat mengakibatkan
terputusnya upah karena tidak mampu lagi bekerja. Akibat terputusnya upah

12
tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi pekerja dan mempengaruhi
pekerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi mereka yang
penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerima
penghasilan yang dibayar sekaligus atau berkala pada saat pekerja mencapai
usia lima 55 (lima puluh lima) tahun atau memenuhi persyaratan tersebut.
Pembayarannya dilakukan sekaligus atau berkala atau sebagian dan berkala
pada pekerja, karena telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau
cacat total tetap setelah ditetapkan dokter. Dalam hal pekerja meninggal
dunia, jaminan hari tua dibayarkan kepada janda atau duda, atau anak yatim
piatu. Iuran Program Jaminan Hari Tua ditanggung Perusahaan = 3,7% dan
ditanggung Tenaga Kerja = 2%. Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah
sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua
akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah
dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja :

1. Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total


tetap;
2. Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurangkurangnya 5
tahun dengan masa tunggu 6 bulan.
3. Pergi ke luar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/ABRI.

Setiap pernyataan JHT, tenaga kerja harus mengisi dan


menyampaikan formulir 5 Jamsostek kepada kantor Jamsostek setempat
dengan melampirkan Kartu peserta Jamsostek (KPJ) asli dan Kartu Identitas
diri KTP/SIM (fotokopi). Permintaan pembayaran. JHT bagi tenaga kerja
yang mengalami cacat total dilampiri Surat, Keterangan, Dokter. Permintaan
pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggalkan wilayah Republik
Indonesia dilampiri dengan pernyataan tidak bekerja lagi Indonesia, fotokopi
Paspor, dan fotokopi VISA. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja
yang meninggal dunia sebelum usia 55 tahun dilampiri Surat keterangan
kematian dari rumah sakit/ kepolisian/ kelurahan dan fotokopi kartu keluarga.
Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang berhenti bekerja dari

13
perusahaan sebelum usia 55 tahun telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun
telah melewati masa tunggu 6 (enam) bulan terhitung sejak tenaga kerja yang
bersangkutan berhenti bekerja, dilampiri dengan fotokopi surat keterangan
berhenti bekerja dari perusahaan dan surat pernyataan belum bekerja lagi.
Permintaan pembayaran JHT, bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri
Sipil ABRI. Selambat-lambatnya 30 hari setelah pengajuan tersebut PT
Jamsostek (persero) melakukan pembayaran JHT.

b. Jaminan Kematian (JK).


Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja; yang
menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja.
Jaminan kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga,
baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
Pengusaha wajib menanggung. Program Jaminan Kematian sebesar 0,3%
dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp.7,5 Juta terdiri atas Rp6
juta santunan kematian dan Rp.1,5 juta uang pemakaman (Berdasarkan
ketentuan PP Namor 64 Tahun 2005) dan santunan berkala. Jaminan
kematian diberikan kepada tenaga kerja yang meninggal dunia. Santunan
kematian diberikan langsung kepada keluarga yang ditinggalkan tenaga kerja,
Pasal 12 UndangUndang Nomor 3 Tahun 1992:

1) Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan


keluarganya berhak atas jaminan kematian.
2) Jaminan kematian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
a. Biaya pemakaman
b. Santunan berupa uang.

Santunan kematian yang diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan


akan digunakan untuk keperluan biaya pemakaman dan lain-lain. Keluarga
yang dimaksud dalam hal ini adalah istri atau suami, keturunan sedarah dari
tenaga kerja menurut garis lurus kebawah dan ke atas, dihitung sampai derajat
kedua, termasuk anak yang disahkan. Apabila keturunan dalam garis lurus ke

14
bawah atau ke atas tidak ada, maka diambil garis ke samping dan mertua.
Apabila tenaga kerja tidak mempunyai ahli waris; hak atas jaminan kematin
dibayarkan kepada pihak yang mendapatkan surat wasiat dari aenaga kerja
bersangkutan atau perusahaan pemakaman.5
Jika pekerja yang meninggal adalah magang atau murid, atau mereka
yang memborong pekerjaan dan narapidana, bukan karena kecelakaan kerja
maka keluarga yang ditinggalkan berhak atas jaminan kematian. Biaya
pemakaman seperti diatur dalam Pasal 12 ayat (2) a. Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1992 meliputi:
1. Pembelian kain.
2. Peti mayat.
3. Kain kafan,
4. Transportasi, dan lain-lain yang bersangkutan dengan tata cara
pemakaman sesuai adat istiadat, agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta kondisi daerah masing-masing tenaga
kerja yang bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992,


urutan penerimaan yang diutamakan dalam pembayaran santunan kematian
sebagai berikut:
1. Janda atau duda,
2. Anak,
3. Orang tua,
4. Cucu,
5. Saudara kandung,
6. Mertua.

Pekerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan


mengakibatkan terputusnya penghasilan dan sangat berpengaruh pada
kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu,
diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga,

5
Darwan Prinst, Op, Cit, hlm 159.

15
baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 PP Nomor 64 Tahun 2005, jaminan
kematian dibayar sekaligus kepada janda atau duda atau anak, yang
meliputi:

1. Santunan kematian diberikan sebesar Rp6.000.000,- (enam juta


rupiah).
2. Santunan berkala sebesar Rp200.000,- (dua ratus ribu rupiah)
diberikan selama 24 (dua puluh empat) bulan.
3. Biaya pemakaman sebesar Rp1.500.000,- (satu juta lima ratus
ribu rupiah).

Apabila pekerja yang meninggal dunia disebabkan oleh kecelakaan atau


penyakit akibat kerja, tenaga kerja tersebut berhak mendapatkan jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian yang diberikan keluarga yang
ditinggalkan. Pengusaha/keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia
mengisi dan mengirim form 4 kepada PT. Jamsostek (Persero) disertai
bukti-bukti, yakni :

1. Kartu peserta,
2. Surat keterangan kematian dari rumah
sakit/kepolisian/kelurahan.
3. Identitas ahli waris (fotokopi KTP/SIM dan kartu keluarga).

c. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).


JKP merupakan jaminan yang diberikan oleh pemerintah kepada
pekerja/buruh yang mengalami phk. jaminan tersebut berupa uang tunai,
akses informasi, dan program pelatihan. Dengan tujuan untuk memberikan
kehidupan yang layak bagi pekerja yang ter-phk dan mempersiapkan mereka
untuk mendapatkan pekerjaan yang baru. JKP diselenggarakan berdasarkan
prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk mempertahankan derajat
kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan.

16
Presiden Joko Widodo telah menerbitkan aturan resmi mengenai
penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi
pekerja/buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) pada
22 Februari 2021. Ketentuan yang dimaksud adalah program terbaru dalam
BPJS Ketenagakerjaan, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang
telah tertuang dan disahkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan
Pekerjaan. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berdasarkan kebijakan ini, pemerintah
memberikan jaminan sosial kepada pekerja/buruh yang mengalami PHK
dalam bentuk uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja
melalui program JKP yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan
(Pasal 2 ayat 1 PP 37/2021).
Manfaat diberikan ke peserta yang mengalami PHK untuk hubungan
kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu maupun tidak tertentu asal
peserta mau bekerja lagi di tempat lain setelah pemutusan. Manfaat bisa
diambil bila peserta sudah menyelesaikan iuran paling sedikit 12 bulan dalam
24 bulan atau setidaknya sudah membayar iuran enam bulan berturut-turut
sebelum terjadi PHK. Manfaat JKP tak bisa diterima pekerja/buruh bila yang
bersangkutan mengundurkan diri sendiri, cacat total tetap, pensiun, hingga
meninggal dunia. Pekerja/buruh akan langsung menerima manfaat program
bila sudah di-PHK sebelum kontrak perjanjian kerja selesai. syarat pencairan
manfaat, yaitu bukti diterimanya PHK oleh pekerja/buruh, tanda terima lapor
PHK dari dinas ketenagakerjaan kabupaten/kota, perjanjian bersama yang
telah didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial, akta bukti pendaftaran
perjanjian bersama, hingga petikan putusan pengadilan.
Selanjutnya, manfaat diberikan dalam tiga bentuk. Pertama, uang tunai
paling banyak enam bulan yang diberikan setiap bulan. Terbagi atas 45 persen
dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya.
Bila upah yang diterima tidak sesuai dengan yang sebenarnya, sehingga ada
kekurangan pembayaran manfaat uang tunai, maka pengusaha wajib
membayar kekurangan manfaat uang tunai ke pekerja/buruh secara sekaligus.

17
Kedua, manfaat dalam bentuk akses informasi pasar kerja berupa informasi
dan bimbingan jabatan oleh petugas antarkerja melalui sistem informasi
ketenagakerjaan. Informasi pasar kerja berupa lowongan, sedangkan
bimbingan dalam bentuk asesmen atau konseling karir. Ketiga, manfaat
pelatihan kerja. Manfaat diberikan secara online maupun offline melalui
lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta, atau perusahaan yang
sudah terverifikasi oleh sistem informasi ketenagakerjaan. Lembaga
pelatihan dapat bekerja sama dengan lembaga sertifikasi profesi untuk uji
kompetensi yang berlisensi dari badan nasional sertifikasi profesi. Manfaat
ini dilaksanakan oleh pemerintah di bidang ketenagakerjaan.

18
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan
keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang
hilang, berdasarkan ketentuan Pasal 99 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003,
setiap pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
Pelaksanaannya diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Jaminan sosial tenaga
kerja yang diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 merupakan hak
setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan.

a. Jaminan Hari Tua (JHT).


Merupakan program penghimpunan dana yang ditujukan sebagai
simpanan yang dapat dipergunakan oleh peserta, terutama jika
penghasilan yang bersangkutan terhenti karena berbagai sebab,
seperti meninggal dunia, cacat total atau telah mencapai usia 55
tahun.
b. Jaminan Kematian (JK).
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja
peserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal dunia bukan karena
kecelakaan kerja. JK diperluka untuk membantu meringankan beban
keluarga dalam bentuk biaya pemakaman dan uang santunan.
c. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
JKP merupakan jaminan yang diberikan oleh pemerintah kepada
pekerja/buruh yang mengalami phk. jaminan tersebut berupa uang
tunai, akses informasi, dan program pelatihan. Dengan tujuan untuk
memberikan kehidupan yang layak bagi pekerja yang ter-phk dan
mempersiapkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang baru.

19
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

Abdullah Sulaiman, Andi Walli (2009, Maret), Hukum


Ketenagakerjaan/Perburuhan,: Yayasan Pendidikan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (YPPSDM Jakarta).
Zaeni Asyhadie, Rahmawati Kusuma (2019, Hukum Ketenagakerjaan Dalam Teori
dan Praktik Di Indonesia, Prenamedia Group : Jakarta).
Zainal Asikin dk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: RadjaGrafindo
Persada, 2006)

B. Peraturan Perundangan-Undangan :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945.
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya
Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dar
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun
195 Nomor 4).
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang KetentuanKetentuan
Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor
5 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912).
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918).
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor
39, Tambahan Lembaran Negara No. 32).

C. Website :
http//:www.jamsostek.co.id
http//:www.jamsosindonesia.com

20

Anda mungkin juga menyukai