Anda di halaman 1dari 38

PANDUAN

PERENCANAAN STRUKTURAL
DAN DESAIN SEISMIK STRUKTUR
BANGUNAN

Maret 2019

JICA Study Team


Daftar Isi

1. BAHAYA GEMPABUMI...................................................................................................................... 4

1.1. SUMBER GEMPA......................................................................................................................... 5

1.1.1. ZONA SUBDUKSI DAN PATAHAN AKTIF ............................................................. 5

1.1.2. MAGNITUDO DAN FREKUENSI ................................................................................ 7

1.1.3. PETA SUMBER GEMPA Di SULAWESI TENGAH (PuSGeN - 2017) ................. 9

1.1.4. GEMPA BUMI SULAWESI TENGAH (28 September 2018) ..................................10

1.2. ATENUASI ...................................................................................................................................14

1.3. KONDISI TANAH DAN EFEK AMPLIFIKASI TANAH ..............................................19

1.4. LIKUIFAKSI TANAH DAN PONDASI BANGUNAN ...................................................22

2. DESAIN GEMPABUMI .....................................................................................................................24

2.1. PETA POTENSI BAHAYA GEMPA INDONESIA TAHUN 2017 ...............................24

2.2. FAKTOR AMPLIFIKASI TANAH .........................................................................................26

2.3. MAXIMUM CONSIDERED EARTHQUAKE (mce) DAN DESAIN RESPON


SPEKTRA....................................................................................................................................................27

2.4. KOMBINASI BEBAN................................................................................................................27

3. KONSEP DASAR DESAIN SEISMIK............................................................................................29

3.1. FAKTOR KEUTAMAAN .........................................................................................................29

3.2. KEKUATAN DAN DAKTILITAS .........................................................................................30

3.2.1. FAKTOR DAKTILITAS STRUKTUR ..........................................................................31

3.3. KARATERISTIK STRUKTUR DAN PROSEDUR ANALISIS .......................................31

3.3.1. PROSEDUR GAYA LATERAL EKUIVALEN DAN BASE SHEAR .................33

3.4. STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) UNTUK DESAIN BANGUNAN .......33

2
4. PRAKTEK BAIK DESAIN GEMPA UNTUK STRUKTUR BANGUNAN .........................34

4.1. HINDARI KETIDAKBERATURAN (IRREGULARITY)................................................34

4.1.1. HINDARI PLAN (HORIZONTAL) IRREGULARITY ...........................................34

4.1.2. HINDARI ELEVATION (VERTIKAL) IRREGULARITY.....................................36

4.2. HINDARI DISKONTINUITAS ..............................................................................................36

4.3. HINDARI KONSENTRASI KEKUATAN GEMPA .........................................................37

3
1. BAHAYA GEMPABUMI

GAMBAR 1-1: BAHAYA GEMPABUMI

Bahaya gempabumi (seperti: getaran atau guncangan) merupakan fungsi gabungan dari 1) sumber
gempa, 2) atenuasi dan 3) amplifikasi tanah (soil amplification1). Guncangan yang dihasilkan dari sumber
gempa akan melemah seiring jarak yang dilalui, tetapi akan diperkuat akibat pengaruh kondisi tanah
permukaan setempat. Bangunan yang terletak di dekat sumber gempa umumnya akan mengalami
guncangan tanah yang lebih kuat. Selain itu, kondisi tanah yang lunak cenderung memperkuat
guncangan tanah. Oleh sebab itu, kondisi tanah harus diperhatikan secara cermat dalam merancang
dan membangun suatu bangunan. Survei investigasi tanah harus dilakukan jika informasi tanah
setempat tidak tersedia.

CATATAN:

Saat merancang dan membangun Bangunan

 Periksa daerah sekitar dari sumber gempa


 Periksa kondisi tanah. Tanah lunak akan memperkuat guncangan tanah.

1 Soil amplification: penguatan guncangan gempabumi yang terjadi akibat adanya perbedaan yang signifikan antar
lapisan tanah; gelombang gempa akan mengalami pembesaran apabila merambat pada medium yang lebih lunak
daripada medium yang telah dilaluinya.

4
1.1. SUMBER GEMPA

1.1.1. ZONA SUBDUKSI DAN PATAHAN AKTIF

Gempabumi adalah fenomena geologis dimana lempeng melepaskan tegangan atau energi yang telah
terakumulasi akibat pergerakan lempeng, yaitu lempeng tektonik. Satu sumber utama berasal dari
batas lempeng, yang disebut Inter-plate dan juga dikenal sebagai zona subduksi, dimana biasanya satu
lempeng menujam di bawah lempeng lainnya. Ketika sebuah lempeng mendorong dan menekan ke
bawah, lempeng lainnya akan terdorong ke bawah. Lempeng yang terdorong akan terlepas kembali
(terjadi gempabumi), apabila tegangan yang terakumulasi antara kedua lempeng tersebut melebihi
gaya gesek yang menahan mereka.

GAMBAR 1-2: SKEMA GAMBAR POTONGAN MELINTANG PADA ZONA SUBDUKSI

(SUMBER: USGS)

Gempabumi juga dapat menyebabkan tsunami, likuefaksi dan tanah longsor. Terutama gempabumi
besar di zona subduksi yang sering diikuti tsunami besar, karena mereka biasanya terletak di sepanjang
palung laut.

CATATAN:

 Gempabumi yang berasal dari "Zona Subduksi" sering memicu Tsunami (contoh:
Gempabumi Sumatra tahun 2004 dan Tsunami Samudra Hindia).

5
Zona Subduksi utama yang berpengaruh di Indonesia dirangkum pada GAMBAR 1-3.

GAMBAR 1-3: ZONA SUBDUKSI DI INDONESIA (SUMBER: PETA SUMBER DAN BAHAYA

GEMPABUMI INDONESIA TAHUN 2017)

Patahan di dalam lempeng kerak bumi (Intra-plate), juga memicu terjadinya gempabumi. Terutama
yang berasal dari patahan di bagian dangkal lempeng benua (dikenal sebagai patahan aktif (Active
Faults)), yang merupakan sumber utama lain yang memicu gempabumi dengan dampak besar, karena
biasanya terletak dekat dengan daerah perkotaan. Ada dua jenis patahan aktif tergantung pada arah
patahan (fault slip), yaitu Strike-slip dan Dip-slip faults (Strike-slip yang dikategorikan menjadi Left-lateral
dan Right-lateral, serta Dip-slip yang terdiri dari Normal dan Reverse).

6
GAMBAR 1-4: JENIS PATAHAN (SUMBER: KEMENTRIAN PENDIDIKAN, BUDAYA,

OLAHRAGA, ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DI JEPANG )

CATATAN:

 "Patahan Aktif" mungkin berada di dekat area dengan kepadatan tinggi (populasi).
Gempabumi yang berasal dari " Patahan Aktif" dapat mengakibatkan kerusakan
bangunan yang signifikan, terutama jika bangunan tidak dirancang dan dibangun
dengan benar (mis. Gempabumi Yogyakarta, 2006).

1.1.2. MAGNITUDO DAN FREKUENSI

Frekuensi terjadinya gempabumi bermagnitudo kecil lebih banyak dibandingkan dengan gempabumi
yang bermagnitudo besar. Hal ini dikenal sebagai “Gutenberg–Richter Law”, yang menyatakan
hubungan antara magnitudo gempabumi dan frekuensinya.

7
Jumlah kejadian

GAMBAR 1-5: GUTENBERG RICHTER LAW BERDASARKAN CATATAN GEMPABUMI

SEPANJANG 1965-1974 DI JEPANG

Kendati gempabumi bermagnitudo besar jarang terjadi, ada terdapat sejumlah gempabumi besar yang
terjadi di Indonesia selama 20 tahun terakhir. Tabel 1-1 merangkum gempabumi terkenal yang
menyebabkan kerusakan besar di Indonesia sejak tahun 1990. Pelajaran yang diperoleh dari bencana-
bencana tersebut adalah bahwa jumlah rumah yang hancur bisa dihindari apabila dirancang dan
dibangun secara memadai agar tahan terhadap gempabumi.

TABEL 1-1: GEMPABUMI DAN TSUNAMI BESAR DI INDONESIA SETELAH 1990 (TIM

SURVEI JICA BERDASARKAN DATA NATURAL HAZARDS VIEWER ( NOAA ),

NATCATSERVICE (MUNICH RE) ETC.)

Ketinggian Nilai
Gempabumi/ Meninggal/ Korban Rumah Rumah
Tanggal Magnitudo Tsunami Kerusakan
Tsunami Hilang Luka Hancur Rusak
Max (USD juta)
Sulawesi
2018/09/28 M7.5 10.67m 4,340 4,438 68,451 912
Tengah
2018/07/29 M6.4 -
Lombok 2018/08/05 M7.0 0.13m 564 1,886 216,489? ?
2018/08/19 M7.0 -
Aceh 2016/12/07 M6.5 - 104 600 245 18,752 233
Aceh 2013/07/02 M6.1 - 42 2,500 20,401 ?
Samudera
2012/04/11 M8.6/8.2 1m 10 12 ? ? ?
Hindia
Mentawai 2010/10/25 M7.8 7m 431 ? 700 ? 300
Papua 2010/06/16 M7 - 17 ? 2,556 ?
Sumatera 2009/09/30 M7.5 0.27m 1,117 1,214 ? 181,665 2,200
Jawa barat 2009/09/02 M7 - 81 1,297 ? ? 250
Sumatera
2007/09/12 M8.4 1m 25 161 56,425 ?
(Bengkulu)
Sumatera 2007/03/06 M6.4 - 67 826 43,719 160
Jawa
2006/07/17 M7.7 10m 802 498 1,624 ? 55
(Pangandaran)

8
Ketinggian Nilai
Gempabumi/ Meninggal/ Korban Rumah Rumah
Tanggal Magnitudo Tsunami Kerusakan
Tsunami Hilang Luka Hancur Rusak
Max (USD juta)
Yogyakarta 2006/05/27 M6.3 - 5,749 38,568 127,000 451,000 3,100
Sumatera (Nias-
2005/03/28 M8.6 3m 1,303 340 300 ? 200
Simeulue)
Samudera
2004/12/26 M9.1 50.9m 167,540 ? ? ? 3,000
Hindia
Papua (Nabire) 2004/11/26 M7.1 - 32 130 328 ? 55
Kepulauan Alor 2004/11/11 M7.5 1-2m 34 400 781 16,712 ?
Papua (Nabire) 2004/02/05 M7 - 37 682 2678 ? ?
Enggano /
2000/06/04 M7.9 - 103 2,174 ? ? 6
Bengkulu
Sulawesi
2000/05/04 M7.6 6m 46 264 10,000 30
tengah
Biak 1996/02/17 M8.2 7.7m 164 423 5,043 4.2
Sumatera
1995/10/06 M6.8 - 84 1,868 17,600 ?
(Jambi)
Jawa 1994/06/03 M7.8 13.9m 238 423 1,500 ? 2.2
Liwa 1994/02/15 M6.9 - 207 2,000 6,000 170
Flores 1992/12/12 M7.8 26.2m 2,500 500 31,785 100

CATATAN:

 Indonesia adalah daerah rawan gempabumi. Bangunan harus didesain dan


dibangun supaya tahan Gempabumi.

1.1.3. PETA SUMBER GEMPA DI SULAWESI TENGAH (PUSGEN - 2017)

Upaya signifikan telah dilakukan untuk menyusun Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia. Peta
Sumber dan Peta Bahaya terbaru dikeluarkan pada tahun 2017 oleh PuSGeN (Pusat Studi Gempa
Nasional). Ini adalah hasil kajian PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Assessment) yang komprehensif
dengan tujuan untuk membuat dasar bagi desain seismik untuk setiap struktur sipil dan bangunan.
Peta ini memuat banyak sumber gempa (baik "Zona Subduksi" maupun "Patahan Aktif") serta
penilaian kemungkinan dari masing-masing sumber (hubungan antara Magnitudo dengan Frekuensi).

GAMBAR 1-6 menunjukkan sumber gempa di Sulawesi. Di utara Pulau Sulawesi, ada Megathrust
Sulawesi Utara ("Zona Subduksi"). Gempabumi Sulawesi Tengah tahun 2018 sendiri diperkirakan
berasal dari segmen Patahan Palu-Koro ("Patahan Aktif"). Sulawesi adalah daerah rawan gempabumi
dan tsunami.

9
GAMBAR 1-6: SUMBER SEISMIK DI SEKITAR SULAWESI

(SUMBER: PETA SUMBER DAN BAHAYA GEMPA INDONESIA TAHUN 2017)

CATATAN:

 Sulawesi juga daerah rawan gempabumi. Bangunan harus dirancang dan


dibangun agar tahan gempabumi.

1.1.4. GEMPA BUMI SULAWESI TENGAH (28 SEPTEMBER 2018)

Gempabumi Sulawesi Tengah pada tanggal 28 September 2018 dengan kekuatan 7,5M terjadi di
sepanjang zona Patahan Palu-Koro (lihat GAMBAR 1-7 and GAMBAR 1-8). Mengingat tingkat
slip rate tahunan (annual slip rate) pada Patahan Palu-Koro sekitar 40mm/tahun, maka periode ulang
gempa ini diperkirakan sekitar 100 tahun.

10
GAMBAR 1-7: DETAIL PADA GEMPABUMI 28 SEPTEMBER 2018 (SUMBER: USGS )

GAMBAR 1-8: FAULT SLIP MODEL PADA GEMPABUMI 28-09-2018 (SUMBER: USGS )

Seismometer BMKG di Palu yang baru dipasang sebelum gempabumi (dengan bantuan JICA)
mencatat strong motion gempabumi (GAMBAR 1-9). Percepatan puncak di batuan dasar (peak ground
acceleration) yang teramati adalah 281 gal di arah Timur-Barat.

11
Percepatan (cm/detik/detik)

Waktu (detik)
Percepatan (cm/detik/detik)

Waktu (detik)

GAMBAR 1-9: DATA GERAKAN GEMPABUMI KUAT PADA 2018 (DI ATAS: ARAH EW ,

BELOW: ARAH NS )

Walaupun nilai guncangan gempa yang teramati termasuk besar, tapi secara umum nilai ini tidak
melebihi level desain yang telah tercantum dalam kode seismik (SNI 1726: 2012) (lihat GAMBAR
1-10). Jika bangunan dirancang dan dibangun sesuai dengan kode seismik, seharusnya tidak ada
kerusakan yang signifikan.
Respons Percepatan (g)

Perioda (detik)

GAMBAR 1-10: PERBANDINGAN RESPON SPEKTRA (DESAIN DASAR DENGAN REKAMAN

KEJADIAN GEMPABUMI DI PALU)

12
Wilayah Sulawesi Tengah telah dipengaruhi oleh aktivitas seismik di zona Patahan Palu-Koro, karena
itu daerah ini adalah daerah rawan gempabumi.

GAMBAR 1-11: GEMPABUMI BESAR LEBIH DARI M5 DI SEKITAR PALU (SUMBER: USGS )

GAMBAR 1-12: GEMPABUMI DI SEPANJANG PATAHAN PALU-KORO (SUMBER: PETA

SUMBER DAN BAHAYA GEMPA INDONESIA TAHUN 2017)

13
CATATAN:

 Palu, Sigi dan Donggala terletak atau di dekat daerah Patahan Palu-Koro.
Bangunan harus didesain dan dibangun sesuai dengan standar tahan gempabumi
(SNI 1726).

1.2. ATENUASI

Pusat gempa Pelemahan intensitas guncangan sesuai jarak

GAMBAR 1-13: PELEMAHAN INTENSITAS GUNCANGAN UNTUK JARAK


TERTENTU

“Magnitudo” gempabumi menunjukkan kekuatan gempabumi. Satu gempa bumi biasanya memiliki
satu pusat gempa dan satu Magnitudo (mis. 7,5 M). Intensitas guncangan menunjukkan tingkat
guncangan tanah di lokasi tersebut. Terdapat banyak skala intensitas yang berbeda yang digunakan di
dunia (mis. MMI = VII, PGA = 200 gal, Intensitas JMA = 5 Lower). Satu gempabumi menyebabkan
beberapa intensitas guncangan di berbagai lokasi yang terkena dampak gempabumi. Intensitas
guncangan biasanya lebih kuat di daerah dekat pusat gempa, dan akan semakin berkurang (melemah)
setelah jarak tertentu dari pusat gempa.

Ada beberapa Skala Intensitas Guncangan yang digunakan di dunia. GAMBAR 1-14 dan GAMBAR
1-15 menunjukan Skala Intensitas Seismik JMA. Tabel 1-2 dan GAMBAR 1-16 adalah Skala Modified
Mercali Intensity (MMI), yang umumnya digunakan di negara-negara lain, termasuk Indonesia.
GAMBAR 1-17 menunjukkan Skala Gempa Indonesia yang diusulkan oleh BMKG.

14
GAMBAR 1-14: SKALA INTENSITAS SEISMIK JMA (BADAN METEOROLOGI JEPANG)

15
GAMBAR 1-15: INTENSITAS SEISMIK JMA DIAMATI PADA 14-04-2016 GEMPABUMI

KUMAMOTO (7,3 M) DI JEPANG (SUMBER: BADAN METEOROLOGI JEPANG)

TABEL 1-2: SKALA MMI ( MODIFIED MERCALLI INTENSITY ) (SUMBER: BMKG)

MMI I: Getaran tidak dirasakan MMI VII: Tiap-tiap orang


kecuali dalam keadaan keluar rumah. Kerusakan
luarbiasa oleh beberapa orang ringan pada rumah-
rumah dengan bangunan
dan konstruksi yang baik.
Sedangkan pada
bangunan yang
konstruksinya kurang baik terjadi retak-retak bahkan
hancur, cerobong asap pecah. Terasa oleh orang
yang naik kendaraan.
MMI II: Getaran MMI VIII: Kerusakan ringan
dirasakan oleh beberapa pada bangunan dengan
orang, benda-benda konstruksi yang kuat. Retak-
ringan yang digantung retak pada bangunan degan
bergoyang. konstruksi kurang baik,
dinding dapat lepas dari
rangka rumah, cerobong
asap pabrik dan monumen-
monumen roboh, air menjadi keruh.

16
MMI III: Getaran dirasakan MMI IX: Kerusakan pada
nyata dalam rumah. Terasa bangunan yang kuat,
getaran seakan-akan ada truk rangka-rangka rumah
berlalu. menjadi tidak lurus,
banyak retak. Rumah
tampak agak berpindah
dari pondamennya. Pipa-
pipa dalam rumah putus.
MMI IV: Pada siang hari MMI X: Bangunan dari kayu
dirasakan oleh orang banyak yang kuat rusak,rangka rumah
dalam rumah, di luar oleh lepas dari pondamennya, tanah
beberapa orang, gerabah terbelah rel melengkung, tanah
pecah, jendela/pintu berderik longsor di tiap-tiap sungai dan
dan dinding berbunyi. di tanah-tanah yang curam.

MMI V: Getaran dirasakan MMI XI: Bangunan-


oleh hampir semua bangunan hanya sedikit
penduduk, orang banyak yang tetap berdiri.
terbangun, gerabah pecah, Jembatan rusak, terjadi
barang-barang terpelanting, lembah. Pipa dalam
tiang-tiang dan barang tanah tidak dapat dipakai
besar tampak bergoyang, sama sekali, tanah
bandul lonceng dapat berhenti. terbelah, rel melengkung sekali.
MMI VI: Getaran dirasakan MMI XII: Hancur sama
oleh semua penduduk. sekali, Gelombang tampak
Kebanyakan semua terkejut pada permukaan tanah.
dan lari keluar, plester Pemandangan menjadi
dinding jatuh dan cerobong gelap. Benda-benda
asap pada pabrik rusak, terlempar ke udara.
kerusakan ringan.

17
GAMBAR 1-16: PETA GUNCANGAN (PERKIRAAN GERAKAN TANAH) PADA 28-09-2018

GEMPABUMI SULAWESI TENGAH (SUMBER: BMKG)

18
GAMBAR 1-17: SKALA GEMPABUMI DI INDONESIA: SKALA INTENSITAS GEMPABUMI

(SIG) BMKG (SUMBER: BMKG)

CATATAN:

 Gempa Bumi “Magnitudo (mis. 7,5 M)” menunjukkan ukuran gempa bumi,
sedangkan “Intensitas (mis. MMI VII)” menunjukkan tingkat goncangan tanah di
masing-masing lokasi.
 Bangunan yang terletak dekat sumber gempa dapat mengalami tingkat goncangan
tanah yang lebih besar sehingga harus dirancang dan dibangun dengan perhatian
khusus.

1.3. KONDISI TANAH DAN EFEK AMPLIFIKASI TANAH

Seperti dijelaskan sebelumnya, guncangan tanah atau intensitas guncangan akan melemah (berkurang)
sesuai dengan jarak dari pusat gempa. GAMBAR 1-18 menunjukkan berkurangnya intensitas
guncangan pada Gempa Kumamoto 2016 di Jepang. Namun, di daerah dengan kondisi tanah lunak,
intensitas guncangan mengalami amplifikasi (yaitu meningkat menjadi JMA Intensitas 4)
dibandingkan dengan daerah dengan kondisi tanah keras (JMA Intensitas 2-3), meskipun mereka
berada di jarak yang sama dari pusat gempa.

19
GAMBAR 1-18: EFEK AMPLIFIKASI GERAKAN TANAH DIAMATI PADA 14-04-2016 PADA

GEMPABUMI KUMAMOTO (7,3 M)

“Standard Penetration Test (SPT)” adalah tes pemboran tanah yang paling sering digunakan di seluruh
dunia. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi profil tanah, dan untuk mengukur kekuatan setiap
lapisan tanah dengan menggunakan indikator yang dikenal sebagai nilai-N (N-value). Nilai N yang
tinggi menunjukkan tanah yang terpadatkan dengan baik serta memiliki kerapatan tinggi. Sedangkan
nilai N rendah menunjukkan tanah gembur atau lunak.

TABEL 1-3: HUBUNGAN NILAI- N ( N-VALUE ) DAN INDEKS KERAPATAN ( DENSITY

INDEX) (MITCHELL AND KATTI, 1981)

Nilai-N SPT Indeks kerapatan (%) Tingkat pemadatan

0–4 0 – 15 Sangat lepas


4 – 10 15 – 35 Lepas
10 – 30 35 – 65 Medium
30 – 50 65 – 85 Padat
> 50 85 – 100 Sangat Padat
Hasil SPT tercantum dalam Soil Boring Log (lihat contoh pada GAMBAR 1-19). Dalam contoh ini,
lapisan tanah 10 meter teratas adalah lunak dan lapisan tanah di bawahnya relatif padat. Lapisan tanah
teratas mungkin dapat menopang beban ringan, misalnya gedung bertingkat rendah (di bawah 2
lantai) jika fondasi bangunan dirancang dan dibangun dengan tepat (misalnya pelat lantai

20
menggunakan beton bertulang yang kaku). Bangunan berat, seperti Gedung bertingkat tinggi harus
didukung oleh pondasi tiang pancang, yang dibor hingga lapisan tanah yang padat.

GAMBAR 1-19: SPT SOIL BORING LOG

CATATAN:

 Pada saat merancang dan membangun sebuah bangunan, periksa kondisi tanah di
sekitar lokasi, karena kondisi tanah lunak akan mengamplifikasi guncangan gempa
secara signifikan.
 "Standard Penetration Test (SPT)" harus dilakukan ketika membangun sebuah
bangunan dengan 2 lantai atau lebih.
 Bangunan harus dirancang sesuai dengan kode seismik (SNI 1726), dengan
mempertimbangkan kondisi tanah dan efek amplifikasi tanah.
 Untuk jenis pondasi harus mempertimbangkan kondisi tanah setempat.

21
1.4. LIKUIFAKSI TANAH DAN PONDASI BANGUNAN

Lapisan tanah pasir lunak atau lepas dengan tingkat permukaan air tanah yang tinggi sangat rentan
terhadap likuefaksi. Guncangan tanah yang kuat dapat menyebabkan likuefaksi, karena partikel tanah
di tanah jenuh akan cenderung kehilangan kekuatan dan kekakuan mereka karena guncangan yang
kuat. Bangunan di tanah likuifaksi dapat kehilangan dukungan dan tenggelam, miring atau bahkan
terbalik karena tanah yang tidak rata atau karena bergeraknya tanah, jika fondasi tidak dirancang
dengan benar.

GAMBAR 1-20: LIKUEFAKSI TANAH (SUMBER: PEMERINTAH METROPOLITAN TOKYO)

Saat membangun di tanah likuifaksi, kondisi tanah harus diperbaiki atau menggunakan jenis fondasi
yang sesuai (mis. pondasi tiang pancang).

GAMBAR 1-21: TINDAKAN PENANGGULANGAN TANAH LIKUEFAKSI

22
CATATAN:

 Penanggulangan yang memadai harus dilakukan ketika membangun bangunan di


tanah yang rentan likuefaksi.

23
2. DESAIN GEMPABUMI

GAMBAR 2-1: PROSEDUR UMUM UNTUK DESAIN PERGERAKAN TANAH (SNI 1726)

GAMBAR 2-1 Ilustrasi proses penentuan desain pergerakan tanah untuk bangunan yang sesuai
dengan Kode Desain Seismik Indonesia, yaitu SNI 1726: 2012. Setiap langkah dalam proses ini
dijelaskan lebih lanjut di bagian berikut.

2.1. PETA POTENSI BAHAYA GEMPA INDONESIA TAHUN 2017

Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) menerbitkan buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa
Indonesia tahun 2017, yang mengumpulkan hasil penelitian terbaru tentang tektonik, zona subduksi,
patahan aktif dan background earthquake (gempabumi tanpa informasi sumber yang jelas). Penilaian
sebagian besar didasarkan pada Probabilistic Seismik Hazard Analysis (PSHA), dan persamaan prediksi
guncangan tanah, yang disebut New Generation Attenuation (NGA), digunakan untuk analisis potensi
bahaya seismik ini. Peta Bahaya Gempa Indonesia 2017 mencakup beberapa jenis peta bahaya untuk
tujuan yang berbeda. Terkait desain seismik struktur bangunan, dua peta bahaya untuk periode
getaran yang berbeda (0,2 dan 1,0 detik) pada batuan dasar harus dirujuk (GAMBAR 2-2 dan
GAMBAR 2-3). Nilai percepatan respon spektra dalam peta ini akan digunakan untuk
mengembangkan desain respon spektra (lihat Bagian 2.3).

24
GAMBAR 2-2: PERCEPATAN RESPON SPEKTRA PADA 0,2 DETIK DENGAN 5% DAMPING

RATIO PADA BATUAN DASAR (SB) UNTUK KEMUNGKINAN MELEBIHI 2% DALAM 50


TAHUN (SUMBER: PETA SUMBER DAN BAHAYA GEMPA INDONESIA TAHUN 2017)

GAMBAR 2-3: PERCEPATAN RESPON SPEKTRA PADA 1,0 DETIK DENGAN 5% DAMPING

RATIO PADA BATUAN DASAR (SB) UNTUK KEMUNGKINAN MELEBIHI 2% DALAM 50

TAHUN (SUMBER: PETA SUMBER DAN BAHAYA GEMPA INDONESIA TAHUN 2017)

25
2.2. FAKTOR AMPLIFIKASI TANAH

Seperti yang dijelaskan di Bab 1.3, tanah di atas lapisan dasar dapat memperbesar guncangan yang
berasal dari batuan dasar. Hal ini disebut dengan Faktor Amplifikasi tanah (Soil Amplification Factors)
(Fa dan Fv) dalam SNI 1726.

Guncangan di tanah permukaan:

SMS = Fa * SS

SM1 = Fv * S1

Dimana SS adalah parameter percepatan respons spektral untuk periode 0,2 detik yang dinyatakan
pada GAMBAR 2-2; S1 adalah parameter percepatan respons spektral untuk periode 1,0 detik yang
dinyatakan pada is GAMBAR 2-3; Fa dan Fv yang masing-masing dinyatakan pada Tabel 2-1 dan
Tabel 2-2.

TABEL 2-1: AMPLIFIKASI TANAH UNTUK S S : FA

TABEL 2-2: AMPLIFIKASI TANAH UNTUK S 1 : FV

Dimana SA: batuan keras; SB: batuan; SC: tanah keras, sangat padat dan batuan lunak; SD: tanah
sedang; SE: tanah lunak; SF: tanah khusus, yang membutuhkan geoteknik spesifik dan analisis respons
spesifik situs.

26
2.3. MAXIMUM CONSIDERED EARTHQUAKE (MCE) DAN DESAIN
RESPON SPEKTRA

MCE percepatan respon spektra dihitung melalui langkah-langkah di atas. Desain percepatan respon
spektra dihitung menggunakan persamaan berikut. Diketahui dari pengalaman gempabumi
sebelumnya di berbagai negara, percepatan guncangan tanah tidak sepenuhnya ditransfer ke struktur
bangunan karena berbagai alasan, seperti hubungan antara tanah dan struktur bangunan.

Desain Ground Motion:

SDS = 2/3 * SMS

SD1 = 2/3 * SM1

Kemudian, desain respon spektra dibuat dengan menggunakan SDS dan SD1 ().

GAMBAR 2-4: BATAS BAWAH UNTUK DESAIN RESPON SPEKTRA

2.4. KOMBINASI BEBAN

Kombinasi beban yang dibutuhkan sesuai SNI 1726 adalah sebagai berikut.

Desain tekanan (stress design) yang diijinkan:

(1+0.14SDS)DL+0.7ρQE+H+F

27
Kekuatan ultimit rencana (Ultimate Strength Design)

(1+0.2SDS)DL+ρQE+LL

Dimana QE: Pengaruh gaya gempa horizontal

28
3. KONSEP DASAR DESAIN SEISMIK

Bab ini menjelaskan konsep dasar pada desain seismik berdasarkan standar desain di Indonesia.

3.1. FAKTOR KEUTAMAAN

Bangunan penting harus dirancang dengan perhatian khusus dan kekuatan gempa yang lebih tinggi,
untuk menjamin agar bangunan tersebut tetap berfungsi jika terjadi gempabumi besar.

Sesuai dengan intensitas guncangan tanah dan pentingnya bangunan (disebut Kategori Risiko dalam
SNI 1726), persyaratan desain yang berbeda ditetapkan sebagai Kategori Desain Seismik A hingga E.
Untuk "A" pada Tabel 3-1, desain seismik elemen non-struktural tidak diperlukan; untuk "C" dan
lebih, diperlukan laporan investigasi geoteknik, termasuk ketidakstabilan lereng, likuifaksi, dll..

TABEL 3-1: KATEGORI DESAIN SEISMIK

Nilai SDS / SD1 / S1 Kategori Bahaya


I or II or III IV
SDS < 0,167 or SD1 < 0,067 A A
0,167 ≤ SDS <0,33 or 0,067 ≤ SD1 <0,133 B C
0,33 ≤ SDS <0,50 or 0,133 ≤ SD1 <0,20 C C
0,50 ≤ SDS or 0,20 ≤ SD1 D D
0,75 ≤ S1 E F

Kategori Risiko dalam SNI 1726 adalah sesuai dengan tabel berikut:

TABEL 3-2: DEFINISI KATEGORI RISIKO

Kategori Definisi
Risiko
I Gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia, yaitu:
 Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan
 Fasilitas sementara, Gudang penyimpanan, dll.
II Semua bangunan kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I, III dan
IV, seperti:
 Perumahan, ruko, rumah kantor,mal, bangunan industri, dll.
III Bangunan yang memiliki risiko tinggi bagi jiwa manusia, seperti:
 Bioskop, gedung pertemuan, stadion, fasilitas penitipan anak,
penjara, dll.
IV Bangunan yang ditujukan sebagai fasilitas penting, seperti:
 Sekolah, rumah sakit, fasilitas pemadam kebakaran, fasilitas
tanggap darurat, dll.

29
Faktor keutamaan gempa di definisikan mengacu ke Kategori Risiko di bawah ini, supaya bangunan
penting di desain dengan kekuatan gempa lebih besar. Penggunaan faktor penting akan dijelaskan
dalam Bab 3.3.1.

TABEL 3-3: KATEGORI RISIKO DAN FAKTOR KEUTAMAAN GEMPA

Kategori Risiko Faktor keutamaan gempa (Ie)


I or II 1.0
III 1.25
IV 1.5

3.2. KEKUATAN DAN DAKTILITAS

Kekuatan (Strength) menunjukkan struktur bangunan tahan terhadap energi gempa dengan elemen
struktur yang kaku, sedangkan Daktilitas (Ductility) menunjukkan struktur tahan dengan elemen
struktur yang flexible. Strength adalah tingkat kekuatan ketika struktur bangunan mulai rusak (titik
yield point). Setelah melampaui titik ini, struktur akan mengalami deformasi plastis. Struktur non-daktil
sendiri tidak dapat mengakomodasi deformasi plastis dan akan langsung hancur apabila sudah
melampaui titik ini.

GAMBAR 3-1: KONSEP KEKUATAN DAN DAKTILITAS

Struktur dapat dirancang agar cukup kaku sehingga dapat menahan gaya seismik (misalnya dengan
menggunakan banyak shear wall atau bracing), dan/atau cukup fleksibel dan daktil untuk
mengakomodasi dan menyerap gaya atau energi seismik (misalnya menggunakan moment frame tanpa
shear wall atau bracing). Total energi yang bisa diakomodasi akan sama (tingkat kapasitas seismik serupa),
terlepas dari strategi atau filosofi yang akan dipakai saat desain. Tentunya dengan kondisi bahwa
struktur dirancang secara benar.

30
GAMBAR 3-2: STRATEGI DESAIN KEKUATAN DAN DUKTILITAS

3.2.1. FAKTOR DAKTILITAS STRUKTUR

SNI 1726 mengizinkan pengurangan beban desain seismik, dengan mempertimbangkan deformasi
elastis struktur bangunan daktil (sampai terjadi kegagalan) sebagai berikut. Penerapan Faktor
Daktilitas Struktur dijelaskan dalam Bab 3.3.1.

TABEL 3-4: FAKTOR MODIFIKASI RESPONS

Tipe Struktur Faktor Modifikasi Respons


B. Sistem rangka
1. Rangka baja dengan bresing eksentris 8
2. Rangka baja dengan bresing eksentris khusus 6
3. Rangka baja dengan bresing eksentris biasa 3.25
4. Dinding geser beton bertulang khusus 6
5. Dinding geser beton bertulang biasa 5
6. Dinding geser beton polos detail 2
7. Dinding geser beton polos biasa 1.5
8. Dinding geser pracetak menengah 5
9. Dinding geser pracetak biasa 4
16. Dinding geser batu bata bertulang khusus 5.5
17. Dinding geser batu bata bertulang menengah 4
18. Dinding geser batu bata bertulang biasa 2

3.3. KARATERISTIK STRUKTUR DAN PROSEDUR ANALISIS

Berdasarkan kategori desain seismik pada Tabel 3-1 dan karakteristik struktur, terdapat 3 metode
analisis atau prosedur yang dinyatakan pada SNI 1726.

31
TABEL 3-5: PROSEDUR ANALISIS YANG BERLAKU
Analisis Analisis Prosedur
Kategori
gaya spektral riwayat
desain Karakteristik struktur
lateral respons respons
seismik
ekuivalen ragam seismik
B, C Bangunan dengan Kategori Risiko I atau II dari I I I
konstruksi rangka ringan dengan ketinggian
tidak melebihi 3 tingkat
Bangunan lainnya dengan Kategori Risiko I I I I
atau II, dengan ketinggian tidak melebihi 2
tingkat
Semua struktur lainnya I I I
D, E, F Bangunan dengan Kategori Risiko I atau II dari I I I
konstruksi rangka ringan dengan ketinggian
tidak melebihi 3 tingkat
Bangunan lainnya dengan Kategori Risiko I I I I
atau II, dengan ketinggian tidak melebihi 2
tingkat
Struktur beraturan dengan T < 3.5Ts dan I I I
semua struktur dari konstruksi rangka ringan
Struktur tidak beraturan dengan T < 3.5Ts dan I I I
mempunyai hanya ketidakberaturan horizontal
dari "Ketidakberaturan sudut dalam",
"Ketidakberaturan diskontuinitas diafragma",
"Ketidakberaturan pergeseran melintang
terhadap bidang atau " Ketidakberaturan
sistem non-paralel", atau Ketidakberaturan
vertikal ‘’Diskontinuitas arah bidang dalam
ketidakberaturan elemen penahan gaya lateral
vertikal’’, ‘’Diskontinuitas dalam
ketidakberaturan kuat lateral tingkat”
atau“Diskontinuitas dalam ketidakberaturan
kuat lateral tingkat yang berlebihan”
Semua struktur lainnya TI I I
CAT: I: Diijinkan, TI: Tidak Diijinkan

"Prosedur gaya lateral ekivalen/equivalent lateral force procedure" didasarkan pada perhitungan Base Shear.
"Prosedur spektral respons ragam/various response spectrum procedure" dapat dilakukan dengan analisis
modal menggunakan respon spektra desain. “Prosedur riwayat respons seismik/earthquake history
response procedure” membutuhkan pengembangan sejarah gempa dan analisis respons struktural yang
dinamis. Untuk sebagian besar bangunan yang perhitungan strukturalnya diperlukan "prosedur
spektral respons ragam/various response spectrum procedure" akan direkomendasikan dengan
menggunakan perangkat lunak analisis struktural seperti ETABS atau SAP2000.

32
GAMBAR 3-3: CONTOH MODEL ANALISA STRUKTURAL UNTUK “PROSEDUR SPEKTRAL

RESPONS RAGAM/ VARIOUS RESPONSE SPECTRUM PROCEDURE ”

3.3.1. PROSEDUR GAYA LATERAL EKUIVALEN DAN BASE SHEAR

Pada “prosedur gaya lateral ekuivalen”, Desain Base Shear dijelaskan sebagai berikut.

V = Cs * W

Cs = SDS * Ie / R

Dimana V: desain geser/base shear, W: beban bangunan; Cs: koefisien base shear; Ie: faktor
keutamaan; R: faktor modifikasi respons.

3.4. STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) UNTUK DESAIN


BANGUNAN

Desain dan perhitungan setiap elemen bangunan harus dilakukan mengacu ke standard desain
terkait sesuai dengan jenis bangunan.

TABEL 3-6: KODE DESAIN BANGUNAN DI INDONESIA

Kode Desain Isi


SNI 1729:2015 Spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural
SNI 2847:2013 Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung
SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu

Berhubung kode desain SNI disusun berdasarkan standard Amerika Serikat, SNI biasanya
menggunakan desain kekuatan ultimit (ultimate strength design) daripada desain tekanan yang diijinkan
(allowable stress design).

33
4. PRAKTEK BAIK DESAIN GEMPA UNTUK STRUKTUR
BANGUNAN

Pada saat perencanaan dan desain struktur bangunan, hal-hal berikut harus diperhatikan:

 Hapus jalur beban (mis. pahami beban seismik dan distribusi gaya dalam struktur)
 Sistem penangkal gaya-seismik yang seimbang (tidak ada ketidakberaturan, tidak ada
diskontinuitas, tidak ada konsentrasi gaya seismik yang berlebihan)
 Pastikan daktilitas untuk menghindari kegagalan tiba-tiba atau runtuhnya struktur
➢ Perkuatan yang cukup untuk gaya geser pada struktur beton bertulang
➢ Kolom lemah (Balok Kuat) menyebabkan keruntuhan mendadak, dan oleh karena itu
struktur harus direncanakan sebagai Kolom Kuat (Balok lemah)

Kolom
kuat
Kolom
lemah

4.1. HINDARI KETIDAKBERATURAN (IRREGULARITY)

Setiap ketidakberaturan yang signifikan dalam struktur bangunan, baik horisontal maupun vertikal,
akan membuat konsentrasi kekuatan gempa bumi mengarah kepada struktur tersebut, yang
kemungkinan akan mengalami kerusakan pada saat terjadi gempabumi. Ketidakberaturan ini dapat
dihindari dengan membuat perencanaan dan desain struktural yang didesain dengan baik.

4.1.1. HINDARI PLAN (HORIZONTAL) IRREGULARITY

Plan atau horizontal irregularity dapat menimbulkan gaya puntir (torsional force) yang tidak diinginkan pada
struktur bangunan karena adanya ketidakseimbangan antara pusat gravitasi (atau berat) dan pusat
kekakuan (stiffness).

34
Eccentricity
Torsion Eccentricity distance
force Gravity center
Earthquake point Earthquake
Torsion Force
Force
force

Gravity center
point

Rigidity center Reaction Rigidity center


point point Reaction force

GAMBAR 4-1: RESPON TORSI KARENA PLAN IRREGULARITY

Hal ini dapat dihindari dengan membagi struktur bangunan menjadi beberapa bagian (block) dan
menghubungkan mereka dengan sambungan muai (expansion joints).

GAMBAR 4-2: DESAIN BAGIAN BANGUNAN (SUMBER: PANDUAN BANGUNAN NON-

ENGINEERING TAHAN GEMPA, UNESCO)

35
4.1.2. HINDARI ELEVATION (VERTIKAL) IRREGULARITY

Elevation atau vertical irregularity dapat menyebabkan efek soft-story (structure weak point damage) dan
konsentrasi gaya gempa yang berlebihan pada tingkat (lantai) tertentu karena terjadinya perubahan
kekakuan dari lantai tersebut secara mendadak.

GAMBAR 4-3: TAMPAK DEPAN BANGUNAN YANG MENUNJUKKAN KETIDAKBERATURAN

VERTIKAL, DENGAN PANAH YANG MENGARAH PADA TITIK LEMAH (SUMBER:

FEMA154 )

Ketidakberaturan ini dapat dihindari dengan perencanaan dan desain struktural yang dipertimbangkan
dengan baik.

GAMBAR 4-4: CONTOH METODE UNTUK MENGHINDARI VERTIKAL IRREGULARITIES

4.2. HINDARI DISKONTINUITAS

Setiap diskontinuitas merupakan sumber potensi kerusakan dalam struktur karena konsentrasi
kekuatan gempa yang berlebihan. Diskontinuitas struktural harus dihindari sebisa mungkin. Apabila
tidak dapat dihindari, elemen struktural dan bagian di mana konsentrasi kekuatan gempa diperkirakan
akan terjadi harus dirancang untuk dapat menahan kekuatan dan tekanan tersebut.

36
GAMBAR 4-5: DISKONTUINITAS STRUKTURAL

4.3. HINDARI KONSENTRASI KEKUATAN GEMPA

Ada beberapa kemungkinan lain yang dapat menyebabkan terjadinya konsentrasi gaya gempa yang
tidak diinginkan, seperti karena adanya short columns dan short span girders/beams. Kolom dan balok yang
menjadi lebih pendek karena adanya struktur tambahan seperti dinding samping, dinding gantung
atau dinding partisi, akan mengalami tingkat tegangan geser yang tinggi dan kemungkinan akan rusak
terutama jika dinding partisi tersebut tidak dirancang dengan baik dalam model analisis struktural
(dinding partisi biasanya dianggap sebagai dinding non-struktural sehingga tidak termasuk dalam
model analisis struktural).

GAMBAR 4-6 SHORT COLUMNS DAN SHORT BEAMS

Dinding partisi harus dipisahkan dari kolom dan/atau balok dengan structural slits untuk menghindari
terjadinya konsentrasi gaya gempa yang tidak diinginkan.

37
Structural Slits untuk memisahkan dinding partisi

GAMBAR 4-7: STRUCTURAL SLITS UNTUK MENGHINDARI SHORT COLUMNS/BEAMS

38

Anda mungkin juga menyukai