Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

DIVERSITAS MAHLUK HIDUP TINGKAT RENDAH


Tugas Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“EVOLUSI’’

Dosen Pengampu : Nasrul Hakim, M.Pd

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Dwi Lindawati (1901081007)


2. Lukcy Hari Santoso (1901082007)
3. Umi Saputi (1901080024)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
TADRIS PENDIDIKAN BIOLOGI (TPB)
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil ‘alamin segala puji bagi Allah SWT. Atas karinia dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Diversitas Mahluk Hidup Tingkat Rendah.
Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW beliaulah sang
motivator bagi umat Islam sepanjang jalan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas
makalah ini.
Terlepas dari itu semua, kami manyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
penulisan makalah maupun tata bahasanya yang masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dimasa yang akan
datang. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Metro,9 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar belakang......................................................................................1
B. Rumusan masalah.................................................................................1
C. Tujuan penulisan...................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................2
A. Asal Usul Organisme ...........................................................................5
B. Bagaiman Invasi Tumbuhan Ke Daratan..............................................9
C. Bagaimana Asal-Usul Invertebrata.......................................13

D. Bagaimana Evolusi Prokariota........................................14

E. Bagaimana Asal-Usul Sel Eukariotik.......................................15

BAB III PENUTUP.........................................................................................18


A. Kesimpulan...........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 

Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan


suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-
perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi,
dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang
diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam
suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai
sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi
ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang
bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh
rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme.
Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum
atau langka dalam suatu populasi (Wikipedia, 2012)

Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan
hanyutan genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan
sifat terwaris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi
organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang
merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu dengan sifat-
sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih
banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang
menguntungkan ini. Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui
kombinasi perubahan kecil sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak ini
dengan seleksi alam. Sementara itu, hanyutan genetik (Bahasa Inggris: Genetic
Drift) merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan acak pada
frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas
apakah suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan
bereproduksi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal usul organisme? 
2. Bagaiman Invasi tumbuhan ke daratan?
3. Bagaimana Asal-Usul Invertebrata?

4. Bagaimana Evolusi Prokariota?

5. Bagaimana Asal-Usul Sel Eukariotik?

C. Tujuan Penulisan 
1. Menjelaskan asal usul organisme
2. Menjelaskan Invasi tumbuhan ke daratan
3. Menjelaskan Asal-Usul Invertebrata
4. Menjelaskan Evolusi Prokariota
5. Menjelaskan Asal-Usul Sel Eukariotik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal usul organisme


Sejak zaman dahulu, beberapa ahli sudah mengeluarkan berbagai pendapat
mengenai asal usul makhluk hidup yang ada di bumi. Kita mulai dari teori yang
tertua ya, yaitu:
1. Teori Abiogenesis (generatio spontanea)
Teori abiogenesis adalah teori yang menyatakan bahwa makhluk hidup
berasal dari benda mati. Aneh, kan? Tapi, begitulah pandangannya di masa
lampau. Ini terjadi karena orang- orang pada zaman dulu mendapatkan fakta
dari hal yang dia lihat saja. Bagaimana orang pada masa itu menganggap ikan
dan katak berasal dari lumpur karena melihat makhluk itu “muncul dari
lumpur”. Bagaimana mereka berpikir bahwa cacing berasal dari tanah?
Seperti yang terlihat dari isi teorinya, penganut dari abiogenesis adalah
ilmuwan-ilmuwan di masa lampau seperti Aristoteles (384-322 SM) yang
kemudian, Antony an Leuwenhoek, seorang Belanda, pada tahun 1677 ikut
mendukungnya. Antony memerlihatkan, melalui mikroskopnya, bahwa makhluk
renik berasal dari jerami yang direndam. Lalu, pada abad ke-19, teori ini
disanggah.
2. Teori Biogenesis
Teori biogenesis adalah teori asal usul kehidupan yang menyatakan
bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup lain. Adapun para ilmuwan
yang mengemukakan teori ini Francesco Redi, Lazzaro Spallanzani, dan Louis
Pasteur. Mereka melakukan pengamatan tersendiri yang lebih terencana dan
terstruktur. Supaya lebih jelas, kita bahas saja, ya, pengamatan dari masing-
masing ilmuwan ini.

3
Gambar 1. Teori Biogenesis

Francesco Redi adalah orang pertama yang melakukan percobaan untuk


menyanggah teori abiogenesis. Redi membuat percobaan dengan memasukkan
daging ke dalam dua buah toples; toples tanpa penutup (terbuka) dan toples
dengan penutup.
Setelah beberapa hari diamati, muncul larva di daging dalam toples yang
terbuka. Sementara daging di toples yang tertutup bersih. Redi pun
berkesimpulan bahwa belatung tersebut berasal dari lalat-lalat yang masuk ke
dalam toples dan bertelur di sana. Tidak berhenti sampai di situ, Redi kembali
membuat percobaan untuk meyakinkan kesimpulannya.
Dia memodifikasi toples yang digunakan dengan membuat tutup yang
terbuat dari kain kassa. Hal ini dia lakukan agar udara dari luar bisa masuk dan
terjadi pembusukan daging, tetapi lalat tidak dapat masuk sehingga mencegah
munculnya telur lalat. Hasilnya? Daging tersebut membusuk, dan tidak ada
larva yang lahir. Hampir mirip dengan percobaan yang dilakukan oleh Redi,
Spallanzani berusaha membuktikan bahwa munculnya organisme berasal dari
organisme lain yang hidup. Spallanzani melakukan pengujian dengan
memanaskan air kaldu (rebusan daging) di dua tempat yang berbeda.

4
Gambar 2. percobaan lazzaro spallanzani
Hampir mirip dengan percobaan yang dilakukan oleh Redi,
Spallanzani berusaha membuktikan bahwa munculnya organisme berasal dari
organisme lain yang hidup. Spallanzani melakukan pengujian dengan
memanaskan air kaldu (rebusan daging) di dua tempat yang berbeda.
Setelah dipanaskan, masing-masing wadah diberikan kondisi yang
berbeda: wadah yang pertama diberi penutup, sementara wadah satunya
dibiarkan terbuka.
Setelah didiamkan beberapa hari, terlihat bahwa di wadah yang terbuka,
kondisi air kaldu menjadi keruh dan aromanya busuk. Di sisi lain, kondisi air
kaldu pada wadah yang tertutup tetap jernih. Kok bisa? Ini terjadi karena
adanya aktivitas mikroorganisme yang berasal dari udara bebas.

5
Gamabar 3. Percobaan Louis Pasteur

Meskipun sudah dilakukan penelitian oleh Redi dan Spallanzani, teori


abiogenesis tetap berdiri. Para pendukungnya menyangkal kesimpulan yang
dibuat oleh Spallanzani dan mengatakan bahwa mikroorganisme tidak tumbuh
karena tidak ada udara. Menurut mereka, udara dibutuhkan untuk menyokong
kehidupan.
Sampai akhirnya Louis Pasteur, ahli biokimia kebangsaan Perancis,
berhasil menyempurnakan percobaan Spallanzani. Sekaligus mematahkan teori
abiogenesis. Pasteur memodifikasi salah satu wadah yang digunakan
Spallanzani dengan wadah labu berleher panjang. Untuk apa? Leher panjang
ini berguna sebagai indikator yang memberitahukan bahwa masih ada
hubungan antara labu dan udara di luar (masih ada oksigen untuk
mikroorganisme hidup). Lalu bagaimana hasilnya?
Setelah dipanaskan dan didiamkan beberapa hari, ternyata air kaldu yang
ditempatkan di labu berleher panjang tetap jernih. Tetapi, di bagian ujung

6
lehernya muncul banyak debu dan kotoran. Sementara pada wadah yang
terbuka, mengandung mikroorganisme. Eksperimen ini pun mematahkan teori
abiogenesis dan menghasilkan teori baru dengan 3 isi sebagai berikut:

1. Omne vivum ex ovo: Semua makhluk hidup berasal dari telur


2. Omne ovum ex vivo: Semua telur berasal dari makhluk hidup
3. Omne vivum ex vivo: Semua makhluk hidup berasal dari makhluk hidup.

B. Invasi tumbuhan ke daratan

Species invasif dikenal sebagai species yang mengancam integritas lingkungan alam
maupun semi alam dan memberikan dampak yang luar biasa pada komunitas flora maupun
fauna alam kita. Species ivasif demikian ini akan menangkarkan diri dan menyebar terus
walaupun tidak ada lagi introduksi dan ekosistem tidak terganggu lagi. Dengan demikian
species invasif sungguh menjadi ancaman nyata pada keanekaragaman hayati, yang hanya
kalah dari kerusakan habitat. Invasi biologi menjadi isu internasional bagi konservasi
keragaman hayati, dimana pengendalian dan pengelolaannya memerlukan biaya yang sangat
besar.
Ketika sebagian besar tanaman introduksi di Indonesia berupa tanaman budidaya
seperti karet ( Hevea brasiliensis), kelapa sawit ( Elaeis guineensis), kakao ( Theobrama
cacao), kedelai ( Glysine max), jagung ( Zea mayz), bahkan ubi kayu ( Manihot uyilisima)
dan banyak lagi tanaan budidaya, memang beberapa tanaman yang diintroduksi ternyata
menjadi invasif seperti eceng gondok( Eichhornia crassepes), akasia arabika ( Acacia
nilotica), kirinyu ( Chromolaena odorata), sembung rambat ( Mikania micrantha).
Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan BIOTROP (2003), melaporkan
seidaknya ada 1936 tumbuhan asing, 336 species diantaranya adalah gulma dan beberapa
tumbuhan lainnya mungkin masih dalam kategori gulma yang tidur, karena itu penting untuk
memperhatikan tumbuhan asing seperti diatas untuk mengatasi masalah yang mungkin
timbul agar dapat meminimisasi atau menghilangkan dampak yang merugikan.

Banyak jalur yang dapat dilalui oleh species tumbuhan invasif masuk ke Indonesia,

7
A.nilotica, suatu tumbuhan asing invasif, misalnya, diimpor ke Indonesia pada zaman
kolonial dulu, dengan harapan Acacia arabica ini ( synonim A.nilotica) ditanam agar
menghasilkan getah “asam arabika” semacam getah sebagai bahan baku berbagai macam
obat-obatan. Harapan itu tidak terkabul karena A.nilotica menghasilkan hanya getah
berkualitas rendah dengan jumlah sedikit saja. Ternyata yang menghasilkan getah kulaitas
bagus dalam jumlah yang banyak adalah Acacia senegal bukan A.arabica atau A.nilotica.
Percobaan dengan A.nilotica itu lalu dihentikan tetapi bijinya dikirm ke P.Bali, Sulawesi,
dan sampai sekarang masih ditemukan pohon A.nilotica di kedua pulau itu bahkan juga di
berbagai tempat di P.Jawa dan Indonesia lainnya. Beberapa tumbuhan yang diimpor
dengan tujuan baik, seperti sembung rambat (Mikania micrantha), yang diimpor dan ditanam
dikebun raya Bogor sebagai tanaman obat, bunga kuning (Widelia trilobata), yang diimpor
sebagai tanaman hias, kirinyu besar (Austraeupatorium inulaefolium) untuk nengendalikan
alang-alang, menjadi invasif, sedang Erechtites valerianifolia datang ke Indonesia sebagai
kontaminan pada biji kopi yang diimpor dari Brasil.

Dampak species tumbuhan asing invasif pada habitat konservasi sungguh sangat
dahsyat. A. Nilotica, suatu tumbuhan asing invasif misalnya, sudah menginvasi areal lebih
dari 6000 ha dari total 10.000 ha savana di Taman Nasional Baluran. Jawa Timur.
( Setiabudi et.al 2013). A.nilotica ini merubah savana menjadi semak belukar, bukan saja
menaungi rumput savana sehingga menekan pertumbuhan rumput itu tetapi juga
menyebabkan gulma berdaun lebar banyak yang datang dan makin merubah padang rumput
menjadi semak belukar, yang lebih lanjut menurunkan produksi hijauan rumput makanan
satwa disitu. (Tjitrosoedirdjo et al, 2011). Apabila masalah tumbuhan invasif yang ada di
savanna tidak dikendalikan savana ini bisa hilang menjadi semak belukar. Ini akan
merupakan suatu kehilangan besar karena ekosistem savanna ini adalah satu2nya ekosistem
savanna di P. Jawa yang menjadi rumahnya satwa asli P.Jawa seperti banteng ( Bos
javanicus), ajag, ayam alas, berbagai burung dan merak. Di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan, daerah konservasi lainnya juga sedang menderita invasi dari tumbuhan invasif
Merremia peltata (mantangan). Tumbuhan ini sebetulnya tumbuhan lokal dan tidak invasif
sampai ketika hutan itu dibalak begitu rupa dan tidak dipelihara dengan menanam pohon
lagi dan hutan itu terbuka, memaparkan M.peltata pada cahaya yang melimpah. Kondisi ini

8
direspon oleh M.pelata dengan pertumbuhan yang hebat, dengan daun lebar ( sampai lebar
45 cm) memberikan nilai LWR (leaf weight ratio) dan SLA (specific leaf area) tinggi,
yang mendukung pertumbuhan cepat dari M.peltata (Tjitrosoedirdjo et al, 2015), walaupun
berbeda dengan Mikania micrantha, dimana kecepatan pertumbuhan yang tinggi disebabkan
karena laju fotosintesis yang tinggi. ( Dang et al 2004). Invasi M.peltata mendominasi
vegetasi disitu, mengganggu integritas ekosistem, dengan mencegah regenerasi species lokal
karena itu menurunkan keragaman hayati (Master, 2013). Menurunnya keragaman hayati
juga disertai dengan menurunnya populasi makanan satwa asli disitu seperti gajah dan badak
sumatera; sehingga memaksa satwa itu bermigrasi mencari makan ke utara bertemu dengan
pemukiman penduduk dan menciptakan konflik yang buruk.
Invasi M.micrantha misalnya membelit serta mematahkan dan mematikan semai
Shorea leprosula, yang ditanam dalam program Silvikultur Intensif, sehingga meningkatkan
biaya penanaman penyulaman, penyiangan dan pemeliharaan semai tersebut sebelum
menjadi setidak taraf pancang atau tihang. Dalam perkebunan karet dan kelapa sawit
M.micrantha memperpanjang masa sebelum panen karena itu meningkatkan biaya
pemeliharaan tanaman muda sebelum dapat dipanen.

Tumbuhan asing invasif di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, seperti


Cestrum aurantiacum, Austroeuphatorium inulaefolium, Barlettina sordida, Brugmansia
suaviolens, Chimonobambusa quadrangularis, Montanoa grandiflora mengikuti jalur
invasinya dari Kebun Raya Cibodas, sedang Meysopsis emanii dari cerita masyarakat dulu
ditanam oleh Perhutani, dan menyebar ke Taman Nasional Gunung Gede dan Pangrango.
Hasil analisis tahun 2009 terdeteksi bahwa Saurauia bracteosa sebuah pohon tropika asli TN
Gunung Gede Pangrango tidak tercantum dalam daftar pohon walaupun pohon itu masih
terdapat dalam daftar dari analisis vegetasi tahun 1959, dan posisinya digantikan oleh pohon
baru yang invasif, C.aurantiacum dari tingkat semai, sampai pohon (Zuhri & Mutaqien,
2011). Turunnya populasi species pohon lokal dan dominasi species asing invasif pada
daerah konservasi seperti ini sangat mengancam hidrologi ekosistem; dengan mengurangi
tegakan pohon digantikan oleh tegakan perdu atau semak atau pohon kecil invasif seperti
C.aurantiacum akan mengurangi daya infiltrasi air, dan daya tampung air dihutan
konservasi tersebut, sehingga meningkatkan aliran permukan dan menyebabkan banjir

9
didaerah bawah alirannya.

Mingkatnya trasportasi perdagangan internasional, touris dan travel lainnya juga


meningkatkan peluang gerakan species invasif diseluruh dunia (Alpert, 2006).
Meningkatnya peluang perpindahan species invasif akan mengancam keragaman hayati,
ekosistem dan kesehatan masyarakat umumnya.
A.nilotica pada awalnya dilaporkan ditanam pada tahun 1969 sebagai ilaran api
untuk mencegah api dari savanna agar tidak masuk kedalam hutan jati. Usaha untuk
mencegah api tidak masuk kedalam hutan jati berhasil, tetapi A.nilotica menyebar ke
seluruh savanna. Ini terjadi karena polong A.nilotica ini dimakan satwa herbivora disitu,
(pada musim kemarau, semua rumput kering pada saat itu polong A.nilotica masak dan
jatuh dibawah pohon, polong masak itulah yang dimakan satwa herbivora pada musim
kering itu ). Polong masak, berwarna coklat kehitaman itu adalah makanan bernutrisi tinggi,
kadar air, protein, lemak serta kabohidrat tinggi. Walaupun demikian biji dalam polong itu
tidak rusak dalam proses pencernaan banteng, kerbau maupun rusa, dan biji A.nilotica
dikeluarkan bersama kotoran satwa, tersebar keseluruh savanna dimana satwa itu bergerak.
Biji ini justru memperoleh media tumbuh yang sangat baik, Pengendalian A.nilotica dimulai
tahun 1980, dengan memotong pohon A.nilotica . Pendekatan pengendalian dengan
memotong pohon tanpa mematikan adalah tidak pas, karena batang yang dipotong akan
tumbuh kembali dengan trubusan lebih banyak sehingga menciptakan A. Nilotica dengan
batang banyak, dan membentuk kanopi tajuk yang rapat. Kanopi demikian dari citra satelit
nampak seperti karpet hijau seragam karena itu menghambat ketersediaan cahaya dari
rumput savana, dan sangat menekan produksi hijauan bagi satwa.

Oleh karena itu sangat penting, untuk mempunyai rencana pengelolaan yang rinci
dan efektif untuk mengelola tumbuhan invasif ini dan mengembalikan fungsi ekosisten
savanna sebagai rumah bagi satwa asli disitu.

C. Asal-Usul Invertebrata

Semua hewan yang tidak memiliki tulang belakang dikelompokkan dalam

10
Invertebrata (avertebrata). Hewan invertebrata ada yang tersusun oleh satu sel
(uniselluler) dimana seluruh aktivitas kehidupannya dilakukan oleh sel itu
sendiri. Sedangkan hewan invertebrata yang tersusun oleh banyak sel
(multiselluler/metazoa) sel selnya mengalami deferensisasi dan spesialisasi
membentuk jaringan dan organ tubuh dan aktivitasnya semakin komplek.

Invertebrata atau sering disebut juga avertebrata diartikan sebagai


binatang- binatang yang tidak bertulang belakang. Binatang-binatang yang
masuk dalam kelompok ini mempunyai variasi yang sangat luas tanpa
memperhatikan ukuran, bentuk, ciri-ciri morfologi dan hubungan
phylogenetisnya. Sehingga contoh-contoh hewan seperti cacing, belalang,
sponge, koral, kepiting, bintang laut, satu sama lain tidak mempunyai kesamaan
struktur yang spesifik, tetapi meskipun demikian semuanya termasuk
invertebrata.

Invertebrata mencakup sekitar 95 % dari seluruh hewan yang masih


hidup. Dengan jumlah yang sangat banyak tentunya keragamannya juga sangat
tinggi. Ukurannya mulai dari yang kecil (mikroskopis) contohnya beberapa jenis
vermes sampai yang berukuran besar (makroskopis) contohnya pada Phyllum
Mollusca dari classis Cephalopoda misalnya yang mempunyai ukuran sangat
besar yaitu cumi-cumi raksasa (Architeuthis) terdapat di Atlantik utara dengan
panjang total 16,5 meter. Keragaman invertebrata juga dapat kita temukan pada
bentuk tubuh, simetri tubuh dan tingkatan organisasi tubuh. Perkembangan
embrio hewan metazoa melalui tahap tahap tertentu. Secara embriologi, hewan
ada yang memiliki dua lapisan kulit, hewan demikian dinamakan diploblastik.
Untuk hewan yang memiliki tiga lapisan kulit dalam tubuhnya dinamakan
triploblastik. Struktur tubuh, dan sistem sistem yang ada pada hewan,
invertebrata berbeda beda, makin tinggi tingkatannya semakin komplek struktur dan
sistem tubuhnya.

D. Evolusi Prokariota

11
Bahan dasar pembentuk sel purba adalah protobion atau progenot.
Progenot merupakan cikal bakal universal semua jenis sel yang ada sekarang.
Progenot merupakan cikal bakal universal semmua jenis sel yang ada sekarang.
Progenot berkembang menjadi kelompok sel prokariotik purba, seperti:
1. Archaebacteria.
Archaebacteria merupakan bakteri yang beradaptasi terhadap suhu
sekitar 100C, kadar garam tinggi, atau kadar asam tinggi. Bersifat anaerob,
memiliki dinding sel yang tersusun dari berbagai jenis protein, memiliki
pigmen fotosintetik berupa bakteriorodopsin, dan mampu menghasilkan ATP
sendiri.
2. Eubacteria.
Eubacteria merupakan bakteri yang hidup pada kondisi lingkungan yang
tidak seekstrim kondisi tempat hidup Archaebacteria. Ada yang bersifat
anaerob dan aerob, memiliki dinding sel yang tersusun dari peptidoglikan,
memiliki pigmen fotosintetik berupa bekterioklorofil, dna mampu
menghasilkan ATP secara lebih efisien karena sistem transport elektronnya
lebih berkembang.
Sel prokariotik merupakan sel yang memiliki struktur lebih sederhana
dibandingkan dengan sel eukariotik. Oleh karena itu, para ahli menduga bahwa
makhluk hidup yang pertama kali muncul merupakan prokariot.

Gambar 4. Sel prokariotik


Kehidupan tidak muncul secara spontan dari materi yang tidak hidup
dan tidak berwujud seperti yang ada sekarang ini. Namun, kondisi bumi
sekarang sangat berbeda dengan kondisi bumi saat baru berusia satu juta tahun.

12
Kondisi atmosfernya berbeda (misalnya kondisi oksigen yang minimal),
banyak petir, aktivitas gunung berapi, hantaman-hantaman meteor, serta
raidasi UV sangat tinggi dibandingkan dengan keadaan bumi saat ini. Oleh
karenanya, lingkungan pada kondisi dulu memungkinkan bermulanya
kehidupan ini. Namun, masih banyak perdebatan mengenai asal-usul
kehidupan di bumi.

E. Asal-Usul Sel Eukariotik

Gambar 5. sel eukariotik

Sampai dengan sekitar tahun 1970, diyakini bahwa sel-sel eukariotik


berevolusi dari sel-sel prokariotik melalui suatu proses evolusi perlahan-lahan,
yaitu organel pada sel prokariotik perlahan-lahan berkembang menjadi lebih
kompleks. Konsep ini berubah setelah penemuan Lynn Margulis dari
Universitas Boston. Margulis membuktikan teori yang sebelumnya diabaikan,
yaitu organel-organel tertentu pada sel eukariotik, terutama mitokondria dan
kloroplas berasal dari prokariotik yang berukuran kecil. Sel prokariotik tersebut
menempati sitoplasma sel inang yang berukuran lebih besar sehingga terbentuk
sel eukariotik. Hipotesis ini disebut sebagai teori endosimbiotik. Teori

13
endosimbiotik bermakna bahwa sel tunggal yang kompleks berevolusi dari dua
atau lebih sel yang lebih sederhana, yang hidup simbiotik dengan sel inangnya.
Sel eu kariotik sederhana berevolusi menjadi tumbuhan atau hewan. Tahapannya
adalah:

a. Evolusi Tumbuhan

Berdasarkan dugaan bergabungnya endosimbion, terutama


Cyanobacteria, diperkirakan nenek moyang tumbuhan merupakan konversi
organism eukariot heterotrof. Sel eukariotik yang bagian flagelnya menghilang
dan membentuk kloroplas akan membentuk tumbuhan. Dari bentuk ini
berkembang menjadi Algae. Kebanyakan Algae (ganggang) merupakan
organism perairan. Beberapa ganggang bertalus dan berfilamen. Jenis
ganggang ini menutupi danau atau rawa. Pada awal periode Silurian, ganggang
secara periodic mengalami genangan dan kekeringan. Pada saat kering yang
panjang, ganggang rawa atau laut dangkal mulai beradaptasi untuk
melangsungkan hidupnya di darat. Cara beradaptasi yang mungkin dilakukan
adalah dengan membentuk organ berkutikula tebal dan bermanterl, untuk
melindungi sel gamet dari kekeringan. Diduga jenis-jenis ganggang ini
berevolusi menjadi tumbuhan lamut dan paku, dan pada evolusi tahap lanjut
menjadi tumbuhan berpembuluh.

b. Evolusi Hewan

Hewan berevolusi dari Protista (kelompok ganggang) berflagel


menjadi organisme kelompok Protozoa, seperti Trypanosoma dan Protozoa
bersilia. Pada evolusi hewan, yang terjadi selanjutnya adalah perubahan hewan
bersel satu menjadi hewan bersel banyak (multiseluler). Hewan bersel banyak
ini diperkirakan pada mulanya berbentuk bola berongga yang terdiri dari satu
lapis sel (blastea).
Beberapa hewan invertebrate laut melakukan adaptasi untuk dapat
hidup di darat. Adaptasi yang dilakukan berupa penyesuaian alat pernapasan
untuk menghirup oksigen dari udara, dan alat gerak agar dapat bergerak di

14
darat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejak zaman dahulu, beberapa ahli sudah mengeluarkan berbagai pendapat
mengenai asal usul makhluk hidup yang ada di bumi. Kita mulai dari teori yang
tertua ya, yaitu:
1. Teori Abiogenesis (generatio spontanea)
teori yang menyatakan bahwa mahluk hidup berasal dari benda mati.
2. Teori Biogenesis
teori yang menyatakan bahwa mahluk hidup berasal dari mahluk hidup lain.
Kemudian nvasi tumbuhan ke daratan Species invasif dikenal sebagai
species yang mengancam integritas lingkungan alam maupun semi alam dan
memberikan dampak yang luar biasa pada komunitas flora maupun fauna alam
kita. Species ivasif demikian ini akan menangkarkan diri dan menyebar terus
walaupun tidak ada lagi introduksi dan ekosistem tidak terganggu lagi. Dengan
demikian species invasif sungguh menjadi ancaman nyata pada
keanekaragaman hayati, yang hanya kalah dari kerusakan habitat. Invasi biologi
menjadi isu internasional bagi konservasi keragaman hayati, dimana

15
pengendalian dan pengelolaannya memerlukan biaya yang sangat besar.

Asal-Usul Invertebrata Semua hewan yang tidak memiliki tulang


belakang dikelompokkan dalam Invertebrata (avertebrata). Hewan invertebrata
ada yang tersusun oleh satu sel (uniselluler) dimana seluruh aktivitas
kehidupannya dilakukan oleh sel itu sendiri. Sedangkan hewan invertebrata
yang tersusun oleh banyak sel (multiselluler/metazoa) sel selnya mengalami
deferensisasi dan spesialisasi membentuk jaringan dan organ tubuh dan
aktivitasnya semakin komplek.
Sampai dengan sekitar tahun 1970, diyakini bahwa sel-sel eukariotik
berevolusi dari sel-sel prokariotik melalui suatu proses evolusi perlahan-lahan,
yaitu organel pada sel prokariotik perlahan-lahan berkembang menjadi lebih
kompleks. Konsep ini berubah setelah penemuan Lynn Margulis dari
Universitas Boston.

16
Daftar Pustaka

Tjitrosoedirdjo, S. T.Setyawati, R. Irianto, dan A.Subiyakto. 2011. The efficacy


of triclopyr to control savanna weeds in Baluran National Park, East Java,
Indonesia ( In Indonesian). Baluran Buletion Edisi Januari April, 2011 : 25 –35.

Deng,X., Ye, W.H., Yang, Q.H., Cao, H.L. 2004. Gas exchange characteristics of the
invasive species Mikania micrantha and its endogenous congener M.cordata
(Asteraceae) in South Shina. Bot.Bull Acad Sinica.45 : 213 – 220.
Irnaningtyas. (2018). Biologi untuk SMA/MA Kelas XII Kurikulum 2013
Revisi. Jakarta: Erlangga.

Master, J. 2013. Negative impact of Merremia peltata (l.) Merrill invasion on plant
diversity in Bukit Barisan Selatan National Park. Thesis submitted to to the
School of Post Graduate, Bogor Agricultural University, to obtain her Magister
degree.

Zuhri , M. , Z. Mutaqie. 2013. The spread of non - native plant species collection of
cibodas botanical garden into mt. Gede Pangrango National Park. Journal of
Tropical Life Science, 3 (2) : 74-82

Foto 'Franesco Redi' [daring] Tautan:https://www.timetoast.com/timelines/scientists-


contributions-to-the-origins-of-life

17
18

Anda mungkin juga menyukai