Anda di halaman 1dari 34

EFEK ANTIINFLAMSI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA

MERAH (Hylocereus polyrhizus) PADA TIKUS


PUTIH JANTAN

PROPOSAL

PAZRI YUNA
203307042005

PROGRAM STUDI
MAGISTER SAINS BIOMEDIS
FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI,
DAN KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Efek Antiinflamsi Ekstrak Kulit Buah Naga Merah


(Hylocereus polyrhizus) pada Tikus Putih Jantan
Nama : Pazri Yuna
NIM : 203307042005
Program Studi : Magister Sains Biomedis

Tesis ini telah diuji dan dipertahankan di depan sidang panitia ujian
proposal Magister Sains Biomedis pada Program Studi Biomedis Fakultas
Kedokteran Universitas Prima Indonesia dan dinyatakan lulus pada tanggal

Menyutujui
1.Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

NIDN NIDN

Mengetahui,
Ketua Program Studi

NIDN
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Pazri Yuna
NIM : 203307042005
Judul : efek antiinflamsi ekstrak kulit buah naga merah (hylocereus
polyrhizus) pada tikus putih jantan

Dengan ini menyatakan bahwa :


1. Karya tulis saya (tesis) adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/ atau doctor), baik di
Program Studi Universitas Prima Indonesia, maupun diperguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing dan masukan tim
penelaah/ tim penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasi orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam
daftar pustaka.
4. Pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan nomor yang berlaku di
perguruan tinggi ini.

Medan,
Yang membuat pernyataan

Pazri Yuna
203307042005
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Inflamasi merupakan respon protektif jaringan yang disebabkan oleh


cedera atau pengrusakan jaringan yang berfungsi menghancurkan, mengurangi
atau mengurung agen yang menyebabkan cedera maupun jaringan yang
mengalami cedera. Proses inflamasi dimulai setelah terjadinya jejas akibat
stimulus yang bisa disebabkan oleh mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat
kimia dan pengaruh fisika (Sundari, Ilmiawan and Rahmayanti, 2021).
Obat antiinflamasi yang umumnya digunakan terbagi menjadi dua
kelompok besar yaitu antiinflamasi golongan steroid dan antiinflamasi golongan
nonsteroid. Namun, kedua golongan obat tersebut memiliki efek samping yang
cukup serius pada penggunannya. Karena banyaknya efek samping dari obat-
obatan antiinflamasi yang umum digunakan saat ini, maka semakin banyak
dikembangkan antiinflamasi yang berasal dari tanaman (Andayani, Suprihartini
and Astuti, 2018).
Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS) adalah golongan obat yang
digunakan untuk mengobati beberapa jenis peradangan. Adapun contoh
penyakitnya seperti reumatoid artritis, osteoartritis, dan meredakan nyeri. Obat
golongan ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa
obat ada yang berbeda secara kimia (Amrulloh and Utami, 2016). Meskipun
memiliki efek antiinflamasi, OAINS juga memiliki efek samping seperti
perdarahan, ulkus lambung, memperburuk gejala asma dan dapat menyebabkan
kerusakan ginjal (Putri and Anita, 2017).
Berbagai penelitian telah mengeksplor efek antiinflamasi dari beberapa
jenis fitokimia, salah satu diantaranya adalah flavonoid. Flavonoid dapat
menghambatan siklooksigenase atau lipooksigenase dan menghambat akumulasi
leukosit di daerah inflamasi. Oleh karena itu, tanaman herbal berpotensi untuk
menjadi obat herbal, namun penggunaan obat herbal masih memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk mengoptimalkan penggunaan obat herbal di masyarakat. Karena
masyarakat memiliki spekulasi bahwa obat herbal lebih aman dengan efek
samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat sintetik (Ramadhani and
Sumiwi, 2013).
Salah satu tanaman yang mengandung flovanoid adalah buah naga. Buah
Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) atau dapat disebut buah pitaya merupakan
tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis kering dan menjadi popular di
Indonesia yang memiliki warna yang menarik serta rasa yang enak dan manis.
Buah naga juga dimanfaatkan sebagai pewarna makanan alami, kosmetik dan
industri farmasi (Kaul et al., 2020).
Masyarakat luas hanya memanfaatkan buah naga untuk konsumsi,
sementara itu kulit buah naga menjadi limbah yang cenderung tidak dimanfaatkan
sehingga nilai guna dan manfaat dari kulit buah naga masih terbatas (Paramita et
al., 2015; Niah and Baharsyah, 2018). Pada kulit buah naga memiliki kandungan
pigmen berupa betalanin (pigmen larut air yang memberi warna pada bunga dan
buah). Pigmen betalain dibagi menjadi dua kelompok, yaitu betasianin yang
menghasilkan warna merah keunguan dan betaxantin yang menghasilkan warna
kuning-orange. Pigmen warna tersebut juga terkandung dalam kulit buah yang
biasanya hanya dibuang sebagai sisa makanan dan belum dimanfaatkan secara
optimal. Hal ini sangat disayangkan karena buah dari buah naga sendiri memiliki
beberapa keunggulan (Hendra et al., 2020).
Kandungan fitokimia berkhasiat lainnya pada kulit buah naga adalah
betacyanin, flavonoid, dan phenol. Betacyanin yang memberikan warna pada kulit
dan buah naga, melindungi sel-sel tubuh dan jaringan dari kerusakan yang
disebabkan oleh adanya radikal bebas dan spesies oksigen reaktif, dan sebagai
analgesik karena dapat melindungi dari kerusakan sel-sel tubuh dan jaringan
(Kartikawati, Deswati and Pramudita, 2020). Flavonoid untuk menghambat enzim
siklooksigenase yang mana enzim ini dapat menekan dan menurunkan sintesis
postaglandin dan vasodilatasi. Migrasi sel radang pada area radang akan menurun
flavonoid juga selain berefek antiinflamasi, juga diduga dapat berefek sebagai
analgetik dan phenol (Kaul et al., 2020).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, kulit buah naga merah
mengandung berbagai kandungan fitokimia salah satunya adalah senyawa fenol
seperti flavonoid dan tannin yang memiliki efek anti-inflamasi. Sehingga, peneliti
tertarik untuk mengeksplorasi potensi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhyzus) sebagai anti-inflamasi secara in vivo dan in vitro pada tikus putih
wistar jantan (rattus norvegicus).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
a. Apakah kandungan fitokimia yang dimiliki oleh ekstrak metanol kulit buah
naga (Hylocereus polyrhizus) sebagai anti-inflamasi?
b. Bagaimanakah efek dari ekstrak metanol kulit buah naga (Hylocereus
polyrhizus) sebagai anti-inflamasi secara in vitro?
c. Bagaimanakah efek dari ekstrak metanol kulit buah naga (Hylocereus
polyrhizus) sebagai anti-inflamasi secara in vivo?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak
kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) memiliki efek anti-inflamasi pada tikus
putih jantan

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui kandungan fitokimia dari ekstrak metanol kulit buah naga
(Hylocereus polyrhizus).
b. Untuk mengetahui efek anti-inflamasi dari ekstrak kulit buah naga
(Hylocereus polyrhizus) melalui nilai persen inhibisi denaturasi protein secara
in vitro.
c. Untuk mengetahui efek anti-inflamasi dari ekstrak kulit buah naga
(Hylocereus polyrhizus) dosis 500 mg/kgBB pada tikus wistar jantan.
d. Untuk mengetahui efek anti-inflamasi dari ekstrak kulit buah naga
(Hylocereus polyrhizus) dosis 750 mg/kgBB pada tikus wistar jantan.
e. Untuk mengetahui efek anti-inflamasi dari ekstrak kulit buah naga
(Hylocereus polyrhizus) dosis 1000 mg/kgBB pada tikus wistar jantan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Masyarakat


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat dalam menggunakan bahan-bahan alami untuk pengobatan anti-
inflamasi.

1.4.2. Bagi Penulis


Sebagai ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan jika hasil penelitian pada
ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) dapat berperan sebagai anti-
inflamasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Anti-Inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh
kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang
merusak, atau zat mikrobiologik. Inflamasi berfungsi untuk menghancurkan,
mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen yang merusak maupun
jaringan yang rusak. Tanda terjadinya inflamasi adalah pembengkakan/edema,
kemerahan, panas, nyeri, dan perubahan fungsi.(Agustina and Miladiyah, 2018).
Obat antiinflamasi yang biasa digunakan dibagi menjadi dua, yaitu antiinflamasi
steroid dan antiinflamasi nonsteroid. Namun kedua golongan obat tersebut
memiliki banyak efek samping. Antiinflamasi steroid dapat menyebabkan tukak
peptik, penurunan imunitas terhadap infeksi, osteoporosis, atropi otot dan jaringan
lemak, meningkatkan tekanan intra okular, serta bersifat diabetik, sedangkan
antiinflamasi nonsteroid dapat menyebabkan tukak lambung hingga pendarahan,
gangguan ginjal, dan anemia.(Ramadhani and Sumiwi, 2013). Obat antiinflamasi
kimia banyak digunakan masyarakat karena mempunyai efek yang cepat dalam
menghilangkan inflamasi tetapi juga mempunyai resiko efek samping yang
berbahaya, antara lain gangguan pada saluran cerna, darah, pernafasan, proses
metabolik, hipersensitivitas, dan sindrom reye (Anastasia Setyopuspito
Pramitaningastuti, 2017).
NSAIDs berkhasiat analgetis, antipiretis serta antiradang (antiflogistis) dan
banyak digunakan untuk menghilangkan gejala penyakit rema seperti A.R.,
artrosis dan spondylosis. Obat ini juga efektif terhadap peradangan lain akibat
trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau
pada memar akibat olahraga. Juga digunakan untuk mencegah pembengkakan bila
diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi. Selanjutnya NSAIDs
juga berdaya terhadap kolik saluran empedu dan kemih, serta keluhan tulang
pinggang dan nyeri haid (dysmenorroe). Akhirnya NSAIDs berguna pula untuk
nyeri kanker akibat metastase tulang. Yang banyak digunakan untuk kasus ini
adalah zat-zat dengan efek samping relatif sedikit, yakni ibuprofen, naproksen dan
diklofenak (Drs. Tan Hoan Tjay, 2008).
Penggolongan. Secara kimiawi, obat-obat ini biasanya dibagi dalam
beberapa kelompok, yaitu:salisilat: asetosal, benorilat dan diflunisal. asetat:
diklofenac, indometasin dan sulindac (Clinoril). Indometasin termasuk obat yang
terkuat daya antiradangnya, tetapi lebih sering menyebabkan keluhan lambung-
usus. propionat: ibuprofen, ketoprofen, flurbiprofen, naproksen dan tiaprofenat.
loxicam. pirazolon: (oksi) fenilbutazon dan azapropazon (Prolixan). lainnya:
mefenaminat, benzidamin dan bufexamac (Parfenac). Benzidamin berkhasiat
antiradang agak kuat, tetapi kurang efektif pada gang- Penggunaan lokal.
Sejumlah NSAID digunakan topikal dalam krem atau gel, misalnya piroxicam
0,5%, naproxen 10% (gel), niflumic acid dan diklofenac (dietil-amonium) 1%,
juga benzidamin dan bufexamac (krem 5%.) (Drs. Tan Hoan Tjay, 2008).
Asam mefenaminat: mefenanic acid, Menin,Ponstan Derivat-
anthranilat(=o-aminobenzoat) ini (1956) memiliki daya antiradang sedang, kira-
kira 50% dari khasiat fenilbutazon. Banyak sekali digunakan sebagai obat
antinyeri dan anti-rema, walaupun dapat menimbulkan gangguan lambung-usus,
terutama dispepsia dan diare pada orang-orang yang sensitif. Tidak dianjurkan
untuk anak-anak. Dosis: pada nyeri akut, permula 500 mg d.c./p.c., kemudian 3-4
dd 250 mg selama maks. 7 hari (Drs. Tan Hoan Tjay, 2008).

Buah Naga
Deskripsi Umum
Buah naga juga dikenal sebagai pitaya atau pitahaya (Hylocereus)
merupakan buah tropis yang populer di dunia karena penampilannya yang
menarik berwarna merah dan bersisik, rasanya yang manis dan berair serta nilai
gizinya yang tinggi (Li et al., 2022). Letak buah pada umumnya mendekati ujung
cabang atau batang. Biji buah naga berbentuk bulat berukuran kecil dan berwarna
hitam, setiap buah terdapat sekitar 1.200 – 2.300 biji. Berat kulit buah naga
menyumbang 30–35% dari keseluruhan buah, dan dibuang dalam pemrosesan
buah yang mengakibatkan pemborosan sumber daya dan pencemaran lingkungan
(Li et al., 2022).
Taksonomi Buah Naga
Buah naga dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu Hylocereus undatus
dengan kulit buah berwarna merah dan daging buah putih, Hylocereus polyrhizus
dengan kulit buah berwarna merah muda dengan daging buah merah, Selenicereus
megalanthus dengan kulit buah kuning dan daging buah putih, serta Hylocereus
costaricensis dengan kulit buah berwarna merah dan daging buah super merah
(Putri, 2017). Taksonomi buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cactales
Family : Cactaceae
Subfamili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Buah naga yang telah ditemukan adalah sekitar 14 spesies Hylocereus spp
namun di seluruh dunia hanya empat spesies seperti H. undatus, H. monocanthus
(Syn. H. polyrhizus), H. costariscensis dan H. megalanthus (Syn. Selenicereus
megalanthus) sebagian besar dibudidayakan di berbagai belahan dunia.
Jenis-Jenis Buah Naga
a. Hylocereus undatus
Buahnya sangat dekoratif, dengan kulit merah cerah, bertatahkan sisik
hijau. Buahnya berwarna merah kemerahan (panjang: 15–22 cm; berat: 300–800
g) berbentuk bujur dan ditutupi dengan sisik besar dan panjang, merah dan hijau
di ujungnya Dagingnya berwarna putih dengan banyak biji kecil berwarna hitam.
Memiliki batang yang panjang dan hijau, kurang lebih bertanduk di sela-sela
umurnya. Bunganya sangat panjang (hingga 29 cm), luar berwarna hijau (atau
kuning-hijau) dan segmen perianth bagian dalam berwarna putih bersih. Sejak
akhir abad kedua puluh telah banyak ditanam dalam skala komersial sebagai
tanaman buah-buahan di banyak dibudidayakan di negara bagian India seperti
Tamil Nadu, Andhra Pradesh, Karnataka, Maharashtra, Punjab dan Benggala
Barat.

Gambar 2. 1 Hylocereus undatus


b. Hylocereus monocanthus
Memiliki bunga yang sangat panjang (25–30 cm) dengan tepi, lobus
stigma agak pendek dan kekuningan. Buahnya yang berwarna merah tua (panjang:
10-15 cm; berat: 200-400 g) berbentuk bujur dan ditutupi sisik yang ukurannya
bervariasi, dagingnya berwarna merah dengan banyak biji kecil berwarna hitam.

Gambar 2. 2 Hylocereus monocanthus


c. Hylocereus costariscensis
Batang berwarna putih lilin dan bunganya berpinggiran, bagian luar
berwarna kemerahan, terutama di ujungnya; dan lobus stigma agak pendek dan
kekuningan. Buahnya yang merah tua (diameter: 10-15 cm; berat: 250-600 g)
berbentuk bulat telur dan ditutupi dengan sisik yang ukurannya bervariasi.
Dagingnya berwarna merah ungu dengan banyak biji kecil berwarna hitam.
Gambar 2. 3. Hylocereus costariscensis
d. Hylocereus megalanthus
Memiliki batang yang panjang, ramping dan berwarna hijau, tidak
bertanduk. Buahnya berwarna kuning (diameter: 7–9 cm; berat: 120–250 g)
berbentuk bujur, ditutupi dengan kelompok duri gugur, biji hitam.

Gambar 2. 4.Hylocereus megalanthus


Kandungan Buah Naga
Berdasarkan hasil pengujian fitokimia kandungan buah naga diantaranya
flavonoid, polifenol dan vitamin C yang bermanfaat sebagai antioksidan
(Khuzaimah and Millati, 2022). Dalam penelitian lain didapatkan bahwa kulit
buah memiliki senyawa polifenol dengan aktivitas antioksidan, kulitnya
mengandung betasianin, flavonoid, dan fenol. Selain itu, kulit buah naga juga
mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, terpenoid, flavonoid, tiamin,
niasin, piridoksin, cobalamin, fenolik, karoten, dan fitoalbumin yang diduga
memiliki manfaat antioksidan dan juga berpotensi sebagai antioksidan untuk
aktivitas antimikroba (Hendra et al., 2019).
Manfaat Kulit Buah Naga
Pada umumnya, kulit buah naga dapat digunakan dalam produksi industri
pangan, seperti sebagai pewarna alami. Kulit buah naga bagian yang sering
dibuang begitu saja. Sebagian masyarakat hanya memanfaatkan daging buahnya
saja untuk dikonsumsi. Tidak banyak yang mengetahui kandungan kulit buah
naga. Dalam dunia farmakologi kulit buah naga dapat dijadikan sebagai obat
herbal alami yang dapat bermanfaat sebagai antioksidan (Winahyu, Candra
Purnama and Yevi Setiawati, 2019). Kulit buah naga juga memiliki manfaat
sebagai formulasi lipstik untuk mempercantik bibir dan menambahkan sentuhan
glamor pada kosmetik (Afandi et al., 2017). Buah naga merah dipercaya memiliki
aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan buah naga putih dengan
komposisi ORAC 7,6 ± 0,1 µM TE/g puree (Widianingsih, 2016).

1.5. Teknik Ekstraksi


Penelitian tentang tanaman obat dimulai dengan pra-ekstraksi dan
prosedur ekstraksi, yang merupakan langkah penting dalam pengolahan
konstituen bioaktif dari bahan tanaman. Metode tradisional seperti maserasi dan
ekstraksi Soxhlet biasanya digunakan pada pengaturan penelitian kecil atau di
tingkat Small Manufacturing Enterprise (SME). Kemajuan signifikan telah dibuat
dalam pengolahan tanaman obat seperti metode ekstraksi modern; microwave-
assisted (MAE), ekstraksi ultrasound-assisted (UAE) dan ekstraksi cairan
superkritis (SFE), di mana kemajuan ini bertujuan untuk meningkatkan hasil
dengan biaya lebih rendah. Selain itu, modifikasi pada metode terus
dikembangkan. Dengan berbagai metode yang ada, pemilihan metode ekstraksi
yang tepat membutuhkan evaluasi yang sangat teliti (Azwanida, 2015). Parameter
dasar yang mempengaruhi kualitas ekstrak adalah:
a. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan awal
b. Pelarut digunakan untuk ekstraksi
c. Prosedur ekstraksi (Pandey and Tripathi, 2014)
Beragam metode ekstraksi yang digunakan akan mempengaruhi kuantitas
dan komposisi metabolit sekunder dari ekstrak, dipengaruhi oleh:
a. Jenis ekstraksi
b. Waktu ekstraksi
c. Suhu
d. Sifat pelarut
e. Konsentrasi pelarut
f. Polaritas (Pandey and Tripathi, 2014)
Untuk keberhasilan penentuan dari senyawa aktif biologis dari bahan
tanaman sebagian besar tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam
prosedur ekstraksi. Ciri-ciri dari pelarut yang baik dalam ekstraksi tanaman
meliputi:
a. Toksisitas rendah
b. Kemudahan penguapan pada suhu rendah
c. Promosi penyerapan fisiologis yang cepat dari ekstrak
d. Aktivitas mengawetkan
e. Ketidakmampuan untuk menyebabkan ekstrak menjadi kompleks atau
berdisosiasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan pelarut adalah:
a. Jumlah phytochemical yang akan diekstraksi
b. Laju ekstraksi
c. Keanekaragaman senyawa berbeda yang diekstraksi
d. Keanekaragaman senyawa penghambatan proses ekstraksi
e. Kemudahan penanganan selanjutnya dari ekstrak
f. Toksisitas dari pelarut dalam proses bioassay
g. Potensi bahaya kesehatan ekstraktan
Kualitas ekstrak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, bagian tanaman
digunakan sebagai bahan awal, pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, prosedur
ekstraksi, dan rasio bahan tanaman: pelarut. dll. Dari skala laboratorium hingga
skala perintis semua parameter dioptimalkan dan dikontrol selama ekstraksi.
Teknik ekstraksi memisahkan metabolit tumbuhan yang dapat larut melalui
penggunaan pelarut secara selektif (Gupta et al., 2012).

Tabel 2. 1 Polaritas Beberapa Jenis Pelarut


Pelarut Polaritity
n-Hexane 0.009
Petroleum ether 0.117
Dietil eter 0.117
Etil asetat 0.228
Klorofom 0.259
Diklorometan 0.309
Aseton 0.355
n-Butanol 0.586
Etanol 0.654
Metanol 0.762
Air 1.000
Sumber: (Rabiu and Haque, 2020)

Sistem pelarut yang berbeda tersedia untuk mengekstrak senyawa bioaktif


dari produk alami. Ekstraksi senyawa hidrofilik menggunakan pelarut polar
seperti metanol, etanol atau etil asetat. Untuk ekstraksi lebih banyak senyawa
lipofilik, digunakan diklorometana atau campuran diklorometana / metanol dalam
rasio 1:1. Dalam beberapa contoh, ekstraksi dengan heksana digunakan untuk
menghilangkan klorofil (Sasidharan et al., 2011).

Kerangka Konsep
Polifenol (Tanin,
Kuantitatif
flavonoid, dan fenol)
Fitokimia
Alakloid, tannin, saponin,
Kualitatif flavonoid, fenol, dan
steroid/triterpenoid
Ekstrak Metanol Kulit
Buah Naga
In Vitro: Protein % Inhibition of
Denaturation Assay Denaturation
Anti-Inflamasi
In Vivo: Carrageenan-
Number of WBC in
Induced Granuloma
Exudate
Pouch Model

Kerangka Konsep

Hipotesis Penelitian
H0 : Tidak efek antiinflamsi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) pada tikus putih jantan
Ha : Efek antiinflamsi ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) pada tikus putih jantan
BAB 3
METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan
desain post-test control group design.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas Prima
Indonesia yang dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2022.

Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu: penelitian secara in vitro
untuk menilai efek antiinflmasi yang dimiliki oleh ekstrak metanol kulit buah
naga dengan metode protein denaturation assay dengan pengulangan secara
triple. Sementara itu penelitian ini juga menilai efek antiinflamasi dari ekstrak
metanol kulit buah naga secara in vivo dengan menggunakan hewan uji berupa
tikus wistar jantan yang dibagi dalam 5 kelompok berbeda. Sehingga, untuk
menentukkan jumlah tikus yang digunakan pada masing-masing kelompok
dihitung dengan memnggunakan rumus federer:
(r-1) (t-1) ≥ 15
Keterangan:
r: Jumlah sampel pada masing-masing kelompok perlakuan
t: Jumlah kelompok perlakuan
(r-1)(5-1) ≥ 15
4(r-1) ≥ 15
r-1 ≥ 15/4
r ≥ 3.75 +1
r ≥ 4.75 ~ 5
Berdasarkan perhitungan dengan rumus federer di atas didapati jumlah
total tikus yang digunakan dalam penelitian ini setidaknya adalah 25 ekor tikus
dengan 5 ekor tikus pada setiap kelompok perlakuan.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi variabel dependent (terikat)
dan variabel independent (bebas). Variabel terikat pada penelitian ini efek
antiinflamasi secara in vitro dan in vivo sedangkan variabel bebas pada penelitian
ini adalah konsentrasi dari ekstrak metanol kulit buah naga dan dosis ekstrak
metanol kulit buah naga.
Definisi Operasional
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Konsentrasi Ekstrak Labu ukur dan 25 µg/ ml Ordinal
Metanol Kulit Buah Naga timbangan 50 µg/ ml
75 µg/ ml
100 µg/ ml
Persen Inhibisi dari Spektrofotometr % Rasio
Denaturasi Protein i Uv-Vis
Dosis ekstrak kulit buah Labu ukur dan Kontrol Ordinal
naga sonde Standard
500 mg/ kg BB
750 mg/ kg BB
1,000 mg/ kg BB
Volume Eksudat Spuit 3 cc Ml Rasio
Jumlah Leukosit pada Hemositometer x 106 Sel/ mm3 Rasio
Eksudat

Alat dan Bahan Penelitian


Alat
Pisau, maserator, blender, gelas ukur, beaker glass, labu ukur, rotary evaporator,
timbangan analitik digital, tabung reaksi, rak tabung reaksi, waterbath, pipet tetes,
mikropipet, pH meter, Spektrofotometri UV-Vis, alu dan lumpang, sonde, dan
hemositometer.

Bahan
Kulit buah naga, metanol 98%, aquadest, HCl, serbuk magnesium, amil alcohol,
pereaksi mayer, pereaksi bouchardat, pereaksi dragendorff, pereaksi besi (III)
klorida, asam sulfat, etanol 95%, timbal (II) asetat, isopropanol, kloroform,
pereaksi Molisch, pereaksi Lieberman-Bourchard, asam asetat, BSA (Bovine
Serum Albumin), Natrium Klorida (NaCl), Tris Base, Natrium diklofenak, Na-
CMC, carrageenan (karagenan), pewarna giemsa, dan ketamin.

Prosedur Penelitian
Alur Penelitian

Identifikasi Sampel Tanaman


Pembuatan ekstrak dilakukan dengan mengumpulkan sampel buah naga
dari salah satu pasar tradisional di Kota Medan, yang kemudian diidentifikasi di
Herbarium Medanense di FMIPA Universitas Sumatera Utara. (Mutia and
Chiuman, 2019)
Pembuatan Serbuk Simplisia
Kulit buah naga dibersihkan dengan menggunakan air mengalir, kemudian
dipotong menjadi potongan yang kecil, lalu dikeringkan di wadah yang sudah
dialasi dengan koran dan diletakkan di bawah kipas angin selama beberapa hari
sampai kering. Setelah kering simplisia diblender sampai halus dan diayak, dan
dapat dimasukkan ke dalam kantong plastik yang bersih dan kering. (Mutia, 2019)
Proses Ekstraksi
Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan menggunakan
pelarut metanol 98%. Sebanyak 500 gram serbuk simplisia kulit buah naga
dimasukkan ke dalam wadah kaca, dituang 1.5 liter metanol 98%, ditutup, biarkan
selama 3 hari terlindungi dari cahaya sambil sering diaduk. Setelah 3 hari,
rendaman tersebut disaring dan dimaserasi ulang dengan jumlah pelarut yang
sama, sementara itu filtrat dari maserasi pertama dikumpulkan dalam bejana dan
disimpan. Proses remaserasi dilakukan sebanyak 2 kali. Filtrat dari hasil merasi
dan remaserasi kemudian dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator pada
suhu 40-50oC sampai sebagian besar pelarut menguap dan dilanjutkan proses
penguapan di atas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental (Chiuman et al.,
2021; Puspita, 2021). Setelah proses pemekatan selesai kemudian dihitung
rendemen ekstrak dengan menggunakan rumus berikut:

Massa Ekstrak Kulit Buha Naga


Rendemen (%) = x 100%
Masa Sampel Kulit Buah Naga

Pemeriksaan Kandungan Fitokimia pada Ekstrak


Uji fitokimia pada ekstrak meliputi pemeriksaan senyawa golongan
flavonoid, alkaloid, saponin, tannin, glikosida, dan steroid/triterpenoid yang
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif (Widowati et al., 2017; Depari et al.,
2021).
a. Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, dididihkan
selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh
kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat
dan 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika
terjadi warna merah kekuningan atau jingga pada lapisan amil alkohol.
b. Pemeriksaan Alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1
ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloid:
1) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan
terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.
2) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat
akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.
3) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff
akan terbentuk warna merah atau jingga.
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit
dua dari tiga percobaan di atas.
c. Pemeriksaan Saponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok
kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan satu tetes asam klorida
2 N menunjukkan adanya saponin.
d. Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu
disaring, filtratnya diencerkan sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2
ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna
biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
e. Pemeriksaan Glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 gram, lalu disari dengan 30 ml
campuran etanol 95% dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks
selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml
air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu
disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3),
dilakukan berulang kali sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada
temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan
sisa dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa
ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch. Kemudian ditambahkan 2 ml
asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu
pada batas kedua cairan menunjukkan glikosida.
f. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan eter 20 ml selama 2
jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan
2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-
Bourchard), diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji. Apabila terbentuk
warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid sedangkan warna merah,
merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid.

Evaluasi Aktivitas Anti-Inflamasi secara In Vitro


Evaluasi aktivitas anti-inflamasi secara In vitro dilakukan dengan metode
protein denaturation assay dari protein BSA (Bovine Serum Albumin)
(Rahmawati, Widiastuti and Sulistya, 2020).
Pembuatan Larutan TBS (Tris Buffer Saline)
Sebanyak 0.87 gram Natrium Klorida (NaCl) dan 0.121 gram Tris Base
dilarutkan dalam 100 ml aquadest dengan menggunakan labu ukur. Kemudian,
larutan TBS ini diukur pH dengan menggunakan pH meter. Lakukan penyesuaian
(Adjust) dengan asam asetat glasial sampai pH mencapai 6.2-6.5 (Rahmawati,
Widiastuti and Sulistya, 2020).
Pembuatan 0.2% BSA (Bovine Serum Albumin)
Sebanyak 0.2 gram BSA dilarutkan dengan menggunakan larutan TBS
hingga 100 ml menggunakan labu ukur (Rahmawati, Widiastuti and Sulistya,
2020).
Pembuatan larutan kontrol, standard, dan uji
Sebanyak 50 µL pelarut metanol ditambahkan dengan larutan 0.2% BSA
ke labu ukur hingga 5 ml dan larutan ini disebut sebagai larutan kontrol.
Sedangkan larutan standard dibuat dengan mencampurkan 125 mg Natrium
Diklofenak dilarutkan dengan metanol hingga 25 ml menggunakan labur ukur dan
larutan ini dsebut sebagai larutan induk standard dengan konsentrasi 5000 ppm,
kemudian larutan ini dipipetkan sebanyak 0.1 ml, 0.2 ml, 0.4 ml, 0.8 ml, dan 1.6
ml kedalam 5 ml larutan metanol dengan menggunakan labu ukur sehingga
didapati larutan dengan variasi konsentrasi sebesar 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm,
800 ppm, dan 1600 ppm. Sedangkan larutan uji dibuat dengan membuat larutan
induk uji dengan konsentrasi 2000 ppm (200 mg ekstrak kulit buah naga dalam 10
ml metanol) yang diencerkan menjadi 1000 ppm, 2000 ppm, 4000 ppm, 8000
ppm, dan 16000 ppm (Abidin, Putri and Widiastuti, 2019; Rahmawati, Widiastuti
and Sulistya, 2020).
Pengukuran Aktivitas Antiinflamasi
Sebanyak 50 µL dari larutan kontrol, standard, dan uji ditambahkan
sebanyak 5 ml larutan 0.2% BSA menggunakan labu ukur. Kemudian diinkubasi
pada suhu ruangan selama 30 menit kemudian dipanaskan selama 45 menit pada
suhu 100oC, lalu didiamkan selama 25 menit pada ruangan. Setelah dingin, larutan
divortex dan dilakukan pengukuran absorbansi dengan Spektrofotometri UV-Vis
dengan Panjang gelombang 660 nm. Pengukuran aktivitas antiinflamasi dilakukan
sebanyak tiga kali (Abidin, Putri and Widiastuti, 2019; Rahmawati, Widiastuti
and Sulistya, 2020). Aktivitas denaturasi protein diukur dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
|.|Kontrol−|.|Uji
% Inhibisi: x 100 %
|.|Kontrol

Pembuatan Suspensi Oral


Sebelum dilakukan evaluasi aktivitas anti-inflamasi secara in vivo baik
natrium diklofenak maupun ekstrak disuspensi ke dalam medium pendispersi
berupa Na-CMC.
a. Pembuatan Suspensi Na CMC 0.5%
Sebanyak 0.5 gram Na CMC ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air
suling panas sebanyak 10 mL. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa
yang transparan, digerus hingga terbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air
suling, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 100 mL, ditambah air suling
sampai batas tanda. Suspensi ini digunakan sebagai pembawa ekstrak dan natrium
diklofenak.
b. Suspensi Ekstrak Kulit Buah Naga
Sebanyak 1 gram ekstrak kulit buah naga dimasukkan ke dalam lumpang
dan ditambahkan suspensi Na CMC 0.5% sedikit demi sedikit sambil digerus
sampai homogen lalu dimasukkan ke labu tentukur 10 mL. Volume dicukupkan
dengan suspensi Na CMC 0.5% sampai garis tanda.
c. Pembuatan Suspensi Natrium Diklofenak
Sebanyak 100 mg natrium diklofenak digerus didalam lumpang hingga
menjadi serbuk, kemudian ditambahkan suspensi Na CMC 0.5% lalu dimasukkan
ke dalam labu tentukur 10 mL. Volume dicukupkan dengan suspensi Na CMC
0.5% sampai garis tanda.

Evaluasi Aktivitas Anti-Inflamasi secara In Vivo


Evaluasi aktivitas anti-inflamasi secara in vivo dilakukan dengan
Carrageenan induced air-pouch model. Sebanyak 25 ekor tikus dikelompokkan
menjadi 5 kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.
Sebanyak 20 ml udara disuntikkan secara subcutan pada airea intrascapular
punggung dibawah pengaruh anastesi, kemudian tambahan udara sebanyak 10 ml
udara diinjeksikan Kembali setelah 3 dan 6 hari untuk menjaga celah terus
terbuka. Pada hari ke 6, sebanyak 2 ml larutan 1% karagenan yang dilarutkan
dengan normal salin disuntikkan kedalam kantong yang telah terbentuk untuk
menginduksi respon inflamasi. Seluruh tikus dari masing-masing kelompok akan
mendapat perlakuan dengan obat standar, vehikulum, maupun ekstrak 2 jam
sebelum injeksi karagenan sesuai dengan kelompok perlakuan:
a. Kontrol: Tikus pada kelompok ini diberikan 1 ml Na-CMC 0.5%.
b. Standard (100 mg/kgBB): Tikus pada kelompok ini diberikan suspensi oral
natrium diklonefak 10 ml/ kgBB.
c. Ekstrak Kulit Buah Naga-1 (500 mg/kgBB): Tikus pada kelompok ini
diberikan suspensi oral ekstrak kulit buah naga dengan dosis 5 ml/kgBB.
d. Ekstrak Kulit Buah Naga-2 (750 mg/kgBB): Tikus pada kelompok ini
diberikan suspensi oral ekstrak kulit buah naga dengan dosis 7.5 ml/kgBB.
e. Ekstrak Kulit Buah Naga-3 (1000 mg/kgBB): Tikus pada kelompok ini
diberikan suspensi oral ekstrak kulit buah naga dengan dosis 10 ml/kgBB.
Pemberian obat standard vehikulum, maupun ekstrak diulang Kembali
setelahh 24 jam. Selanjutnya, setelah 48 jam suntikan karagenan dilakukan insisi
kecil pada kantung yang diisi karagenan untuk diaspirasi sebagai suatu eksudat.
Kemudian volume eksudat diukur dan lebih lanjut dilakukan hitung jumlah total
dan jenis leukosit dari eksudat dengan menggunakan hemositometer dan diwarnai
dengan pewarna giemsa (Paschapur et al., 2009).

Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan software IBM SPSS
25. Seluruh data hasil penelitian meliputi: hasil skrining fitokimia, berat badan
tikus, persen inhibisi denaturasi protein, volume eksudat, dan jumlah leukosit
pada eksudat dianalisa dengan analisa statistik deskriptif. Kemudian, analisa
dilanjutkan dengan analisa statistik inferensial sesuai dengan hasil uji normalitas
data dengan menggunakan Shapiro-wilk. Jika data terdistribusi normal maka
dilakukan analisa statistic parametrik berupa one-way ANOVA sedangkan jika
data terdistribusi tidak normal maka dilakukan transformasi data. Namun, jika
data masih terdistribusi tidak normal, maka dilakukan uji alterbatif dengan analisa
statistic non-parametrik berupa Kruskal-Wallis.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., Putri, U. A. and Widiastuti, H. (2019) ‘Potensi Anti-inflamasi Fraksi


Etil Asetat Ranting Patah Tulang (Euphorbia tirucalli L.) dengan Uji
Penghambatan Denaturasi Protein’, Journal of Pharmaceutical Sciences, 2(2), pp.
49–54. doi: 10.24252/djps.v2i2.11549.
Afandi, A. et al. (2017) ‘Antibacterial properties of crude aqueous Hylocereus
polyrhizus peel extracts in lipstick formulation against gram-positive and negative
bacteria’, Malaysian Applied Biology, 46(2), pp. 29–34.
Agustina, T. and Miladiyah, I. (2018) ‘Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Karagenin’, Jkki, pp. 47–58.
Amrulloh, F. M. and Utami, N. (2016) ‘Hubungan Konsumsi OAINS terhadap
Gastritis The Relation of NSAID Consumption to Gastritis’, Majority, 5, pp. 18–
21.
Anastasia Setyopuspito Pramitaningastuti, E. N. A. (2017) ‘Jurnal Ilmiah Farmasi
Vol. 13 No. 1 Tahun 2017 UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK
ETANOL DAUN SRIKAYA (’, Jurnal Ilmah Farmasi, 13(1), pp. 9–14.
Andayani, D., Suprihartini, E. and Astuti, M. (2018) ‘Efek Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Krokot (Portulaca oleracea, L.) pada Udema Tikus yang di Induksi
Karagenin’, JPSCR : Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research,
3(1), p. 43. doi: 10.20961/jpscr.v3i1.15108.
Azwanida, N. N. (2015) ‘A Review on the Extraction Methods use in Medicinal
Plants,Principles,Strength and Limitation’, Medicinal aromatic plants. doi:
doi:10.4172/2167-0412.1000196.
Chiuman, L. et al. (2021) ‘Improvement of Liver Function from Lemon Pepper
Fruit Ethanol Extract in Streptozotocin-Induced Wistar Rats’, in 2021 IEEE
International Conference on Health, Instrumentation & Measurement, and
Natural Sciences (InHeNce). Medan, Indonesia: IEEE.
Depari, S. A. F. et al. (2021) ‘Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Sunkist
(Citrus sinensis ( L .) Osbeck) Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Wistar (Rattus
norvegicus) Dengan Hiperkolestrolemia’, Biospecies, 14(1), pp. 1–9.
Drs. Tan Hoan Tjay, D. K. (2008) Obat-Obat Penting KHASIAT,
PENGGUNAAN, DAN EFEK-EFEK SAMPINGNYA.
Gupta, A. et al. (2012) ‘Modern extraction methods for preparation of bioactive
plant extracts’, International Journal of Applied and Natural Sciences.
Hendra, R. et al. (2019) ‘Antibacterial Activity of Red Dragon Peel (Hylocereus
polyrhizus) Pigment’, Journal of Physics: Conference Series, 1351(1). doi:
10.1088/1742-6596/1351/1/012042.
Hendra, R. et al. (2020) ‘Red dragon peel (Hylocereus polyrhizus) as antioxidant
source’, AIP Conference Proceedings, 2243(June), pp. 2–7.
Kartikawati, E., Deswati, D. A. and Pramudita, B. (2020) ‘Uji efek analgetik
ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica L.) pada mencit putih jantan
galur swiss webster’, Jurnal Sabdariffarma, 1(2), pp. 11–18.
Kaul, D. R. et al. (2020) ‘Antifungal Activity of Red Dragon Peel (Hylocereus
polyrhizus)’, Jurnal Sabdariffarma, 21(1), pp. 124–128.
Khuzaimah, S. and Millati, N. (2022) ‘Pengaruh Jumlah Ekstraksi Bertingkat
Terhadap Yield Antosianin Pada Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus
Polyrhizus)’, Jurnal Ilmiah Teknik Kimia, 6. doi:
http://dx.doi.org/10.32493/jitk.v6i1.13199.
Li, X. et al. (2022) ‘Improvement of Betalains Stability Extracted from Red
Dragon Fruit Peel by Ultrasound-assisted Microencapsulation with Maltodextrin’,
Ultrasonics Sonochemistry, 82, p. 105897. doi: 10.1016/j.ultsonch.2021.105897.
Mutia, M. S. (2019) ‘Histology Study of Liver Changes Paracetamol-Induced
Wistar Rats Treated with Sunkist (Citrus sinensis L . Osbeck) Extract’, American
Scientific Research Journal for Engineering, Technology, and Science, 59(1), pp.
1–7.
Mutia, M. S. and Chiuman, L. (2019) ‘Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Citrus
sinensis L . Osbeck pada Tikus yang Diinduksi Parasetamol [Hepatoprotective
Effect of Citrus sinensis ( L .) Osbeck Ethanol Extract in Paracetamol-Induced
Rats]’, Majalah Kedokteran Bandung, 51(4), pp. 189–193.
Niah, R. and Baharsyah, R. N. (2018) ‘Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol
Kulit Buah Naga Merah Super (Hyclocereus costaricencis)’, Jurnal
Pharmascience, 5(1), pp. 14–21. doi: 10.20527/jps.v5i1.5781.
Pandey, A. and Tripathi, S. (2014) ‘Concept of Standarization, Extraction and Pre
Phytochemical Screening Strategies for Herbarl Drug’, Journal of
Pharmacognosy and Phytochemestry.
Paramita, V. et al. (2015) ‘Emulsifikasi Ekstrak Kulit Dan Buah Naga Merah
Menggunakan Xanthan Gum: Analisis Kadar Fenolik, Kadar Flavonoid Dan
Kestabilan Emulsi’, Metana, 11(02). doi: 10.14710/metana.v11i02.14753.
Paschapur, M. S. et al. (2009) ‘Influence of Ethanolic Extract of Borassus
flabellifer L. Male Flowers (inflorescences) on Chemically Induced Acute-
Inflammation and Poly Arthritis in Rats’, Journal of Medicinal Plants Research,
3(49–54), pp. 551–556.
Puspita, R. (2021) ‘UJI AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN
SENGGANI (Melastoma malabathricum L.) PADA TIKUS JANTAN YANG DI
INDUKSI OLEUM RICINI’.
Putri, A. B. and Anita, A. (2017) ‘Efek Anti Inflamasi Enzim Bromelin Nanas
Terhadap Osteoartritis’, Jurnal Kesehatan, 8(3), p. 489. doi:
10.26630/jk.v8i3.681.
Putri, T. T. (2017) UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH NAGA MERAH
(Hylocereus polyrhizus) DAN SIMVASTATIN TERHADAP PENURUNAN
KADAR KOLESTEROL TOTAL MENCIT JANTAN (Mus musculus L.)
HIPERKOLESTEROLEMIA.
Rabiu, A. R. and Haque, M. (2020) ‘Preparation of Medicinal Plants : Basic
Extraction and Fractionation Procedures for Experimental Purposes’, Journal of
Pharmacy & Bioallied Sciences, 12(1), pp. 1–10. doi: 10.4103/jpbs.JPBS.
Rahmawati, R., Widiastuti, H. and Sulistya, E. (2020) ‘In Vitro Anti-
Inflammatory Assay of Bitter Melon (Momordica charantia L.) Ethanol Extract’,
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 7(3), pp. 1–4. doi: 10.33096/jffi.v7i3.655.
Ramadhani, N. and Sumiwi, S. A. (2013) ‘Aktivitas Antiinflamasi Berbagai
Tanaman Diduga Berasal dari Flavonoid’, Farmaka, 14(2), pp. 111–123.
Sasidharan, S. et al. (2011) ‘Extraction, isolation and characterization of bioactive
compounds from plants’ extracts’, African Journal of Traditional,
Complementary and Alternative Medicines, 8(1), pp. 1–10.
Sundari, Ilmiawan, M. I. and Rahmayanti, S. (2021) ‘Uji Efek Antiinflamasi
Kombinasi Astaxanthin dan Ekstrak Etanol 70% Daun Sirsak (Annona muricata
L.) Terhadap Hitung Jenis Neutrophil pada Tikus Putih Galur Wistar yang
diberikan Karagenin’, majalah kedokteran andalas, 44(2), pp. 86–92.
Widianingsih, M. (2016) ‘Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metano Buah Naga
Merah (Hylocereus polyrhizus (F.A.C Weber) Britton & Rose) Hasil Maserasi
dan Dipekatkan dengan Kering Angina’, Jurnal Wiyata, 3(2), pp. 146–150.
Widowati, W. et al. (2017) ‘Antioxidant and antiaging assays of Hibiscus
sabdariffa extract and its compounds’, Natural Product Sciences, 23(3), pp. 192–
200. doi: 10.20307/nps.2017.23.3.192.
Winahyu, D. A., Candra Purnama, R. and Yevi Setiawati, M. (2019) ‘Uji
Aktivitas Antioksidan pada Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus
polyrhizus) dengan Metode DPPH’, Jurnal Analis Farmasi, 4(2), pp. 117–121.

Anda mungkin juga menyukai