Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENGERTIAN DAN WUJUD UNSUR KEBUDAYAAN

Dosen Pengampu: Dr. Jenny. Isp, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 6

1. Ami Nur Amini (K7120027)


2. Dyah Nur Hasanah (K7120086)
3. Harnanda Mita Anggar Sari (K7120118)
Kelas 3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 4

A. Peta Konsep ........................................................................................................... 4


B. Latar Belakang ....................................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah .................................................................................................. 5
D. Tujuan .................................................................................................................... 5
E. Manfaat ................................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 6

A. Pengertian Kebudayaan ......................................................................................... 6


B. Wujud Kebudayaan ................................................................................................ 7
C. Unsur-Unsur Kebudayaan ..................................................................................... 10
D. Penerapan Wujud dan Unsur Kebudayaan dalam Pembelajaran IPS ................... 19
E. Dampak Lunturnya Kebudayaan Bangsa.............................................................. 21
F. Solusi Mempertahankan Budaya Bangsa.............................................................. 22

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 27

A. Simpulan ............................................................................................................... 27
B. Saran ..................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 29

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Pengertian dan Wujud Unsur Kebudayaan” ini dapat tersusun
sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Dasar-
Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan tugas kepada kelompok kami dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Sukoharjo, 17 Oktober 2021

Kelompok 7

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Peta Konsep

Pengertian
Solusi

KEBUDAYAAN

Perwujudan
Dampak
Lunturnya

Unsur-Unsur Penerapan

B. Latar Belakang

Kebudayaan berasal dari kata budaya, sedangkan budaya adalah bentuk jamak dari
kata budi-daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari
bahasa Sansekerta buddayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal.
Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda
diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera. yaitu mengolah
atau mengerjakan atau dapat pula diartikan sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan merupakan faktor penting dalam kehikdupan manusia. Sebab


kebudayaan memberikan arah kepada tindakan dan karya manusia. Kebudayaan yang telah
ada akan tetap berjalan meski kadang-kadang wujudnya dapat berubah. Kebudayaan bukan
hanya kesenian dan benda-benda budaya, akan tetapi mencakup seluruh sendi kehidupan

4
manusia untuk menciptakan sebuah tatanan yang diharapkan. Kondisi Negara dengan
komposisi multi budaya rentan terhadap konflik dan kesenjangan sosial. Memang banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik tersebut, akan tetapi sebagai salah satu
unsur dasar dalam kehidupan sosial, budaya mempunyai peranan besar dalam memicu
konflik. Unsur-unsur yang mempengaruhi keberadaan budaya akan terus memberikan arah
bagaimana wujud dari kebudayaan itu untuk masa yang akan datang, maka dalam makalah ini
akan dibahas tentang unsur-unsur kebudayaan tersebut.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas adalah :

1. Apa saja wujud dan unsur-unsur dari kebudayaan ?


2. Bagaimanakah penerapan dari kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari?
3. Apa saja dampak dari lunturnya kebudayaan bangsa?
4. Bagimana solusi yang digunakan untuk mempertahankan budaya bangsa?

D. Tujuan
1. Untuk mengetahui wujud dan unsur kebudayaan
2. Untuk mengetahui penerapan dari kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari
3. Untuk mengetahui dampak dari lunturnya kebudayaan bangsa
4. Untuk mengetahui solusi yang digunakan untuk mempertahankan budaya bangsa

E. Manfaat

Berdasarkan tujuan makalah yang ingin dibahas, maka makalah ini diharapkan
mempunyai manfaat dalam penulis maupun pembaca yaitu sebgai berikut :

1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya materi tentang kebudayaan bagi


ppenulis maupun pembaca.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian materi untuk peserta didik
3. Sebagai referensi pada pembuatan makalah-makalah selanjurnya yang berkaitan
dengan kebudayaan supaya lebih baik lagi kedepannya.
4. Tersedianya sarana yang menarik dalam proses pengenalan dasar teori kebudayaan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata budaya, sedangkan budaya adalah bentuk jamak dari kata
budi-daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa
Sansekerta buddayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam
bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan
dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera.
Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).
Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau
kebudayaan dari beberapa ahli :
1) E.B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan yang
lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2) R. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang
dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya
didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
3) Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
4) Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa kebudayaan adalah
semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dalam definisi yang dikemukan oleh Selo sumarjan dan Soelaeman Soemardi ini,
dapatlah disimpulkan bahwa kebudayaan itu merupakan hasil dari usaha manusia
untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani agar hasilnya dapat digunakan untuk
keperluan masyarakat, misalnya :
a) karya (kebudayaan material) yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan
benda atau lainnya yang berwujud benda
b) Rasa, didalamnya termasuk agama, ideology, kebatinan, kesenian, dan semua
unsure ekspresi jiwa manusia yang mewujudkan nilai-nilai social dan norma-
norma social.

6
c) Cipta merupakan kemampuan mental dan berpikir yang menghasilkan ilmu
pengetahuan.
5) Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh
manusia.
Dengan demikian kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan
manusia baik material maupun non-material. Sebagian besar ahli yang mengartikan
kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan
evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang
dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.

B. Wujud Kebudayaan
Beberapa ilmuwan seperti Talcott Parson (Sosiolog) dan Al Kroeber (Antropolog)
menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan secara tajam sebagai suatu sistem.
Di mana wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas
manusia yang berpola. Demikian pula J.J. Hogmann dalam bukunya The World of Man
(1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu : ideas, activities, and artifact. Sejalan
dengan pikiran para ahli tersebut, Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan
itu dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud, yaitu :
1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan
peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak
dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga
masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal ini
disebut pula tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya ideal mempunyai
fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan
perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini
dapat disebut adat atau adat istiadat, yang sekarang banyak disimpan dalam arsip, tape
recorder,komputer.
Kesimpulannya, budaya ideal ini adalah merupakan perwujudan dan kebudayaan yang
bersifat abstrak.

7
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena rnenyangkut tindakan dan
kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan
didokumentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia
yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam
masyarakat. Lebih jelasnya tampak dalam bentuk perilaku dan bahasa pada saat
mereka berinteraksi dalam pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat.
Kesimpulannya, sistem sosial ini merupakan perwujudan kebudayaan yang
bersifat konkret, dalam bentuk perilaku dan bahasa. Wujud kebudayaan sebagai benda-
benda hasil karya manusia.
3. Wujud yang terakhir ini disebut pula kebudayaan fisik.
Dimana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret dan
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto yang berujud
besar ataupun kecil.
Contohnya : candi Borobudur (besar), baju, dan jarum jahit (kecil), teknik
bangunan Misalnya cara pembuatan tembok dengan pondasi rumah yang berbeda
bergantung pada kondisi.
Kesimpulannya, kebudayaan fisik ini merupakan perwujudan kebudayaan
yang bersifat konkret, dalam bentuk materi/artefak.
Berdasarkan penggolongan wujud budaya, maka wujud kebudayaan dapat
dikelompokkan menjadi budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
1. Budaya yang bersifat Abstrak
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di
dalam pikiran manusia, sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Karena terwujud sebagai
ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan cita-cita. Dengan
demikian, budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari budaya. Ideal disini
berarti sesuatu yang seharusnya atau sesuatu yang diinginkan manusia sebagai anggota
masyarakat yang telah menjadi aturan main bersama.
2. Budaya yang bersifat Konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau perbuatan dan
aktivitas manusia di dalam masyarakat yang terlihat secara kasat mata. Sebagaimana

8
disebutkan Koentjaraningrat wujud budaya konkret ini dengan system social dan fisik,
yang terdiri dari : perilaku, bahasa dan materi.
a. Perilaku

Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkahlaku tertentu dalam situasi


tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola
perilaku (patterns of behavior) masyarakatnya. Pola-pola perilaku adalah cara
bertindak seluruh anggota suatu masyarakat yang mempunyai norma-norma dan
kebudayaan yang sama.

Manusia mempunyai aturan main tersendiri dalam hidupnya di masyarakat,


karena itu menurut Rapl Linton dalam mengatur hubungan antarmanusia diperlukan
design for living atau garis-garis petunjukdalam hidup sebagai bagian budaya,
misalnya :

1) apa yang baik dan buruk, benar-salah, sesuai-tidak sesuai dengan keinginan
(valuational elements)
2) bagaimana orang harus berlaku (priscriptrive elements)
3) perlu tidaknya diadakan upacara ritual adat atau kepercayaan, (cognitive
elements), misalnya : kelahiran, pernikahan, kematian.
b. Bahasa

Ralph Linton menyebutkan bahwa salah satu penyebab paling penting dalam
memperlambangkan budaya sampai mencapai tarafnya seperti sekarang ialah bahasa.
Bahasa berfungsi sebagai alat berfikir dan alat berkouminkasi. Tanpa berfikir dan
berkomunikasi kebudayaan sulit ada. Sebagaimana diketahui sebuah pepatah
mengatakan : bahasa menunjukkan bangsa, artinya bahasalah yang mempopulerkan
sebuah bangsa yang tentu saja termasuk didalamnya kebudayaan bangsa tersebut.
Melalui bahasa kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dikembangkan,
serta dapat diwariskan pada generasi mendatang.

Bahasa bermanfaat bagi manusia, bahasa dapat menjelaskan ketidak


mengertian manusia akan sesuatu hal. Dengan demikian bahasa dapat menambah
pengetahuan manusia, memperluas cakrawala pemikiran, melanggengkan
kebudayaan.

c. Materi

9
Budaya materi merupakan hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya manusia
dalam masyarakat. Bentuk materi ini berupa pakaian, alat-alat rumah tangga, alat
produksi, alat transportasi, alat komunikasi, dan sebagainya.
Klasifikasi unsur budaya dari yang kecil hingga yang besar adalah sebagai
berikut :

1) items, unsure yang paling kecil dalam budaya;


2) traits, merupakan gabungan beberapa unsure terkecil;
3) kompleks budaya, gabungan beberapa dari items dan trait;
4) aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa kompleks budaya.
Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya
menyeluruh (cultural universal). Terjadinya unsure budaya tersebut dapat melalui
discovery, yaitu penemuan yang terjadi secara tidak sengaja atau kebetulan, yang
sebelumnya tidak ada. dan invention, yaitu penemuan atau usaha yang disengaja untuk
memperoleh hal-hal baru.

C. Unsur-Unsur Kebudayaan

Mempelajari unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kebudayaan sangat penting


untuk memahami beberapa unsur kebudayaan manusia. Kluckhon dalam bukunya yang
berjudul Universal Categories of Culture membagi kebudayaan yang ditemukan pada
semua bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti masyarakat
pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat perkotaan.
Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau
disebut dengan kultural universal. Menurut Koentjaraningrat, istilah universal
menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di
dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur
kebudayaan tersebut adalah bahasa, sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem
peralatan hidup dan teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, sistem religi,
serta kesenian.

Kultural universal merupakan acuan bagi para antropolog dalam menyusun laporan
etnografi setelah kembali atau sebelum melakukan penelitian ke lapangan. Ketika seorang
antropolog hendak melakukan penelitian lapangan maka ia akan mulai mendeskripsikan
masyarakat yang diteliti melalui konsep kultural universal tersebut. Oleh karena itu,

10
deskripsi yang dihasilkan merupakan gambaran lengkap mengenai kehidupan suatu
masyarakat tertentu di dalam sistem bahasa, agama, organisasi sosial, sistem pengetahuan
teknologi, ekonomi, dan keseniannya. Selanjutnya, perhatian para antropolog hanya
berpusat pada salah satu unsur budaya masyarakat yang diteliti disertai dengan analisis
yang komprehensif. Berikut ini akan diuraikan setiap unsur kultural universal.

1. Sistem Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya
untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi,
studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut
Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan
pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan
mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan
demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.
Menurut Koentjaraningrat, unsur bahasa atau sistem perlambangan manusia
secara lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi adalah deskripsi tentang ciri-ciri
terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta
variasi-variasi dari bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku bangsa tersebut
dapat diuraikan dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi bahasa-bahasa
sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut
Koentjaraningrat menentukan batas daerah penyebaran suatu bahasa tidak mudah
karena daerah perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang sangat
intensif dalam berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi perkembangan
bahasa sering terjadi.
Selain mempelajari mengenai asal usul suatu bahasa tertentu ditinjau dari
kerangka bahasa dunia, dalam antropologi linguistik juga dipelajari masalah dialek
atau logat bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi antara berbagai masyarakat
yang tinggal di satu rumpun atau satu daerah seperti Jawa. Dalam bahasa Jawa
terdapat bahasa Jawa halus seperti bahasa Jawa dialek Solo dan Yogyakarta,
sedangkan dialek bahasa Jawa yang dianggap kasar seperti dialek bahasa Jawa Timur.
Perbedaan bahasa menurut lapisan sosial dalam masyarakat disebut tingkat sosial
bahasa atau social levels of speech.
2. Sistem Pengetahuan

11
Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem
peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan
berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena
mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam
kehidupannya. Namun, yang menjadi kajian dalam antropologi adalah bagaimana
pengetahuan manusia digunakan untuk mempertahankan hidupnya. Misalnya,
masyarakat biasanya memiliki pengetahuan akan astronomi tradisional, yakni
perhitungan hari berdasarkan atas bulan atau benda-benda langit yang dianggap
memberikan tandatanda bagi kehidupan manusia.
Masyarakat pedesaan yang hidup dari bertani akan memiliki sistem kalender
pertanian tradisional yang disebut sistem pranatamangsa yang sejak dahulu telah
digunakan oleh nenek moyang untuk menjalankan aktivitas pertaniannya. Menurut
Marsono pranatamangsa dalam masyarakat Jawa sudah digunakan sejak lebih dari
2000 tahun yang lalu. Sistem pranatamangsa digunakan untuk menentukan kaitan
antara tingkat curah hujan dengan kemarau. Melalui sistem ini para petani akan
mengetahui kapan saat mulai mengolah tanah, saat menanam, dan saat memanen hasil
pertaniannya karena semua aktivitas pertaniannya didasarkanpada siklus peristiwa
alam.
Menurut Koentjaraningrat, sistem pengetahuan pada awalnya belum menjadi
pokok perhatian dalam penelitian para antropolog karena mereka berasumsi bahwa
masyarakat atau kebudayaan di luar bangsa Eropa tidak mungkin memiliki sistem
pengetahuan yang lebih maju. Namun, asumsi tersebut itu mulai bergeser secara
lambat laun karena kesadaran bahwa tidak ada suatu masyarakat pun yang bisa hidup
apabila tidak memiliki pengetahuan tentang alam sekelilingnya dan sifat-sifat dari
peralatan hidup yang digunakannya. Pengetahuan tentang alam sekitar, berupa
pranatamangsa, musim, sifat-sifat gejala alam, dan perbintangan digunakan untuk
berburu, berladang, bertani, dan melaut. Pengetahuan tentang tumbuhan dan hewan
digunakan untuk melengkapi aktivitas mata pencaharian manusia. Pengetahuan
tentang sifat-sifat zat yang ada di lingkungan sekitar manusia berfungsi untuk
membuat peralatan dan teknologi bagi kebutuhan hidupnya. Pengetahuan tentang
tubuh manusia digunakan untuk kebutuhan pengobatan yang dilakukan dukun yang
mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan penyakit seseorang.
3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial

12
Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial merupakan
usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat
melalui berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok
masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai
berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari
hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu
keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain.
Kekerabatan berkaitan dengan pengertian tentang perkawinan dalam suatu
masyarakat karena perkawinan merupakan inti atau dasar pembentukan suatu
komunitas atau organisasi sosial. Perkawinan diartikan sebagai penyatuan dua orang
yang berbeda jenis kelamin untuk membagi sebagian besar hidup mereka bersama-
sama. Namun, definisi perkawinan tersebut bisa diperluas karena aktivitas tersebut
mengandung berbagai unsur yang melibatkan kerabat luasnya.
a. Jenis Perkawinan
Dilihat dari jenis perkawinan, Marvin Harris mengelompokkan perkawinan
menjadi beberapa macam, antara lain sebagai berikut.

1) Monogami, yakni menikah dengan satu orang saja.


2) Poligami, yakni menikah dengan beberapa orang.
3) Poliandri, yakni seorang perempuan menikahi beberapa orang laki-laki.
4) Poligini, yakni satu orang laki-laki menikahi beberapa orang perempuan.
5) Perkawinan kelompok (group marriage), yakni jenis perkawinan yang
memperbolehkan laki-laki dengan beberapa wanita dapat melakukan
hubungan seks satu sama lain.
6) Levirat, yakni perkawinan antara seorang janda dengan saudara laki-laki
suaminya yang sudah meninggal.
7) Sororat, yakni perkawinan antara seorang duda dengan saudara perempuan
istri yang sudah meninggal.
b. Prinsip Jodoh Ideal
Dalam sistem perkawinan masyarakat terdapat dua jenis pemilihan calon
pasangan yang dianggap sesuai menurut adat masyarakat setempat, antara lain
sebagai berikut.
1) Prinsip Endogami

13
Prinsip endogami adalah memilih calon pasangan dari dalam kerabatnya
sendiri. Hal ini bisa dilihat dalam masarakat Jawa kuno yang memilih sepupu
jauh sebagai jodoh ideal. Dalam masyarakat yang menganut sistem kasta
seperti masyarakat Bali prinsip ini dipegang teguh untuk menjaga kemurnian
darah kebangsawanan.
2) Prinsip Eksogami
Prinsip eksogami adalah memilih calon pasangan yang berasal dari luar
kerabat atau klannya. Masyarakat Batak mempraktikkan hal ini dengan konsep
dalihan na tolu, yakni menikahkan gadis antarkelompok kekerabatan yang
berbeda marga.
Prinsip keturunan dalam kekerabatan berkaitan dengan masalah perkawinan.
Terdapat jenis kekerabatan yang menganut prinsip patrilineal atau menganut garis
keturunan ayah atau pihak laki-laki dan prinsip matrilineal atau menganut garis
keturunan dari pihak ibu atau perempuan serta prinsipprinsip kombinasi seperti
kekerabatan ambilineal dan bilineal. Masyarakat yang bersifat patriarkal dapat
dijumpai di berbagai tempat karena mayoritas masyarakat mempraktikkan prinsip
keturunan ini. Masyarakat Jawa adalah contoh yang paling konkret dalam
mempraktikkan prinsip patrilineal. Sebaliknya, masyarakat Minangkabau
mempraktikkan prinsip keturunan matrilineal yang jarang sekali diterapkan dalam
masyarakat lainnya.
c. Adat Menetap
Adat menetap sesudah menikah juga termasuk dalam bahasan mengenai
kekerabatan. Dalam analisis antropologi Koentjaraningrat menyebutkan adanya
tujuh macam adat menetap sesudah menikah, antara lain sebagai berikut.
1) Utrolokal, yaitu kebebasan untuk menetap di sekitar kediaman kerabat suami
atau istri.
2) Virilokal, yaitu adat yang menetapkan pengantin harus tinggal di sekitar pusat
kediaman kaum kerabat suaminya.
3) Uxorilokal, yaitu adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di pusat
kediaman keluarga istri
4) Bilokal, yaitu adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal dalam sekitar
pusat kediaman kerabat suami dan istri secara bergantian.
5) Avunlokal, yaitu adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di sekitar
tempat kediaman saudara laki-laki dari suami ibu.

14
6) Natolokal, yaitu adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal terpisah dan
suami tinggal di rumah kerabatnya.
7) Neolokal, yaitu adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di kediaman
baru yang tidak mengelompok di rumah kerabat suami ataupun istri.
d. Keluarga Batih dan Keluarga Luas
Di dalam perkawinan terbentuklah keluarga batih atau keluarga inti yang
anggotanya terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga batih atau nuclear family
adalah kelompok sosial terkecil dalam masyarakat yang didasarkan atas adanya
hubungan darah para anggota. Dari beberapa keluarga inti akan terbentuk keluarga
luas (extended family).
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Menurut Koentjaraningrat, pada masyarakat tradisional terdapat delapan macam
sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang digunakan oleh kelompok manusia
yang hidup berpindah-pindah atau masyarakat pertanian, antara lain sebagai berikut.
a. Alat-Alat Produktif
Alat-alat produktif adalah alat-alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan berupa
alat sederhana seperti batu untuk menumbuk gandum atau untuk menumbuk padi
dan alat-alat berteknologi kompleks seperti alat untuk menenun kain. Berdasarkan
pemakaiannya, alat-alat produktif dapat dibedakan menurut fungsinya dan
menurut jenis peralatannya. Berdasarkan fungsinya, alat-alat produktif dapat
dibedakan berdasarkan jenis alat potong, alat tusuk, pembuat lubang, alat pukul,
alat penggiling, dan alat pembuat api. Berdasarkan jenis peralatannya, alat-alat
produktif dapat dibedakan menjadi alat tenun, alat rumah tangga, alat-alat
pertanian, alat penangkap ikan, dan jerat perangkap binatang.
b. Senjata
Sebagai alat produktif, senjata digunakan untuk mempertahankan diri atau
melakukan aktivitas ekonomi seperti berburu dan menangkap ikan. Namun,
sebagai alat produktif senjata juga digunakan untuk berperang. Berdasarkan
bahannya, senjata dibedakan menurut bahan dari kayu, besi, dan logam.
c. Wadah
Alat produktif berupa wadah dalam bahasa Inggris disebut container. Wadah
adalah alat untuk menyimpan, menimbun, dan memuat barang. Peralatan hidup
berupa wadah banyak dipakai pada zaman prasejarah pada saat manusia mulai
memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada zaman

15
prasejarah anyaman dari kulit atau serat kayu menjadi pilihan masyarakat.
Selanjutnya, terjadi perkembangan alat produksi dengan ditemukannya teknik
membuat gerabah (pottery) yang banyak dibuat dari bahan tanah liat. Seiring
dengan meningkatnya aktivitas ekonomi manusia maka bentuk dan jenis wadah
pun mulai berkembang. Misalnya, di dalam aktivitas pertanian menuntut suatu
tempat penyimpanan hasil pertanian sehingga dibuatlah wadah berupa lumbung
padi permanen.
d. Alat-Alat Menyalakan Api
Masyarakat zaman prasejarah membuat teknologi untuk menyalakan api dengan
menggesek-gesekkan dua buah batu. Dengan ditemukannya bahan bakar minyak
dan gas maka pembuatan api menjadi lebih mudah dan efisien. Api merupakan
unsur penting dalam kehidupan manusia sehingga pembuatannya menuntut
teknologi yang semakin maju.
e. Makanan, Minuman, dan Jamu-jamuan
Di dalam antropologi jenis-jenis dan bahan makanan tertentu memberikan arti
atau simbol khusus bagi masyarakat tertentu atau dikaitkan dengan konsepsi
keagamaan tertentu. Misalnya, babi dan katak adalah binatang yang diyakini
haram oleh kaum muslim sehingga tidak boleh dimakan. Sebaliknya, dalam
masyarakat Papua, babi menjadi simbol makanan penting karena merupakan
binatang yang dijadikan mahar dalam pesta perkawinan. Dalam kajian antropologi
masyarakat kontemporer, pembahasan mengenai makanan dan minuman disebut
dengan istilah kuliner (culinair).
f. Pakaian dan Tempat Perhiasan
Pakaian merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melindungi diri dari
perubahan cuaca. Pembahasan fungsi pakaian sebagai alat produktif dalam
antropologi adalah pada bagaimana teknik pembuatan serta cara-cara menghias
pakaian dan tempat perhiasan. Dalam suatu masyarakat pakaian seolah menjadi
bagian dari tradisi atau adat istiadat sehingga setiap negara atau suku bangsa
memiliki pakaian adat atau kebesarannya sendiri. Di dalam masyarakat Indonesia
yang sangat majemuk setiap suku bangsa memiliki pakaian adatnya masing-
masing yang berfungsi sebagai simbol-simbol budaya tertentu yang
merepresentasikan adat istiadat dan nilai-nilai suku bangsa tersebut.
g. Tempat Berlindung dan Perumahan

16
Rumah atau tempat berlindung merupakan wujud kebudayaan yang mengandung
unsur teknologi. Masyarakat Eskimo yang tinggal di daerah kutub utara membuat
rumahnya dari susunan balok-balok es untuk menahan serangan dingin.
Masyarakat Minangkabau membuat bentuk rumah panggung untuk
menghindarkan diri dari binatang buas. Dalam masyarakat Jawa dibuat rumah
berarsitektur jendela besar karena suhu udara yang tropis dan lembab.
Berdasarkan bangunannya, semua bentuk rumah dalam setiap kelompok
masyarakat harus disesuaikan dengan kondisi alam sekitarnya.
h. Alat-Alat Transportasi
Menurut fungsinya alat-alat transpor yang terpenting adalah sepatu, binatang, alat
seret, kereta beroda, rakit, dan perahu. Masyarakat saat ini sudah menggantungkan
kebutuhan transportasinya pada mobil, kereta api, kapal laut, kapal terbang, atau
motor dan meninggalkan alat transportasi binatang, seperti kuda, anjing, atau
lembu karena dianggap tidak praktis dan efisien. Pada saat ini kuda atau keledai
yang dahulu dijadikan alat transportasi atau pengangkut barang sudah lama
digantikan dengan truk-truk dan mobil yang dianggap lebih cepat, ekonomis, dan
efisien. Sebelum ditemukannya roda, alat transportasi masih banyak menggunakan
alas kaki atau alat seret yang diikatkan pada hewan seperti pada alat angkut orang
Indian di Amerika.
5. Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian
penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji
bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem
perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada
masyarakat tradisional, antara lain

a. berburu dan meramu;


b. beternak;
c. bercocok tanam di ladang;
d. menangkap ikan;
e. bercocok tanam menetap dengan sistem irigasi.

Pada masa praaksara, mata pencaharian manusia pun mengalami perubahan dari jenis
mata pencaharian yang sederhana ke jenis mata pencaharian yang kompleks. Pada
saat sistem bercocok tanam mulai berhasil diterapkan dan kontak sosial antarindividu

17
semakin sering maka lahirlah sistem pertukaran barang pertama yang dilakukan oleh
manusia yang disebut dengan sistem barter. Sistem barter adalah menukarkan
sebagian hasil produksi dengan hasil produksi yang dihasilkan oleh orang lain.
Misalnya, orang yang tinggal di daerah pegunungan menukarkan sayur mayur hasil
produksi ladangnya dengan ikan atau garam yang dihasilkan penduduk daerah pesisir
pantai. Dikenalnya mata uang dalam sistem ekonomi, mengubah prinsip pertukaran
barter yang didasarkan atas uang sebagai nilai tukarnya sehingga terbentuklah sistem
pasar.
6. Sistem Religi
Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi
dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada
adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada
manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan
mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut. Dalam
usaha untuk memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal
mula religi tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku bangsa di
luar Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat
manusia pada zaman dahulu ketika kebudayaan mereka masih primitif.
Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus dipahami selain emosi
keagamaan, yakni sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, dan umat yang
menganut religi itu. Secara evolusionistik, religi manusia juga berkembang dari
bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks. Perhatian utama para ahli
antropologi pada awalnya adalah mengenai bentuk religi atau keyakinan yang bersifat
alami. Misalnya, kepercayaan menyembah pada suatu kekuatan gaib di luar diri
manusia, berupa gunung, angin, hutan, dan laut. Kepercayaan tersebut berkembang
pada tingkatan yang lebih tinggi, yakni kepercayaan kepada satu dewa saja
(monotheism) dan lahirnya konsepsi agama wahyu, seperti Islam, Hindu, Buddha, dan
Kristen.
Salah satu unsur religi adalah aktivitas keagamaan di mana terdapat beberapa aspek
yang penting untuk dilakukan dalam aktivitas tersebut. Unsur tersebut, antara lain
sebagai berikut.

a. Tempat dilakukannya upacara keagamaan, seperti candi, pura, kuil, surau, masjid,
gereja, wihara atau tempat-tempat lain yang dianggap suci oleh umat beragama.

18
b. Waktu dilakukannya upacara keagamaan, yaitu hari-hari yang dianggap keramat
atau suci atau melaksanakan hari yang memang telah ditentukan untuk
melaksanakan acara religi tersebut.
c. Benda-benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara keagamaan, yaitu
patung-patung, alat bunyi-bunyian, kalung sesaji, tasbih, dan rosario.
d. Orang yang memimpin suatu upacara keagamaan, yaitu orang yang dianggap
memiliki kekuatan religi yang lebih tinggi dibandingkan anggota kelompok
keagamaan lainnya. Misalnya, ustad, pastor, dan biksu. Dalam masyarakat yang
tingkat religinya masih relatif sederhana pemimpin keagamaan adalah dukun,
saman atau tetua adat.
7. Kesenian
Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi
mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang
dikumpulkan dalam penelitian tersebutberisi mengenai benda-benda atau artefak yang
memuat unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Berdasarkan jenisnya, seni
rupa terdiri atas seni patung, seni relief, seni ukir, seni lukis, dan seni rias. Seni musik
terdiri atas seni vokal dan instrumental, sedangkan seni sastra terdiri atas prosa dan
puisi. Selain itu, terdapat seni gerak dan seni tari, yakni seni yang dapat ditangkap
melalui indera pendengaran maupun penglihatan. Jenis seni tradisional adalah
wayang, ketoprak, tari, ludruk, dan lenong. Sedangkan seni modern adalah film, lagu,
dan koreografi.

D. Penerapannya Wujud dan Unsur Kebudayaaan dalam Pembelajaran IPS


Dalam konteks pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki hubungan kaitan
yang erat dengan nilai sosial seperti yang ada pada kebudayaan. Pembelajaran IPS
berbasis kebudyaan berhubungan erat dengan pembelajaran seperti indiginasi.
Pembelajaran indiginasi merupakan pembelajaran yang memfokuskan peserta didik untuk
kegiatan yang berbasis “learning from experience” yang memiliki arti bahwa
pembelajaran IPS terintegrsi di sekolah dan di lingkungan sekitar berupa adat yang ada
dilingkungan tersebut (Harrison, 2008). Selain itu model pembelajaran indiginasi yang
digunakan pada pembelajaran IPS merupakan sebuah bentuk dari pembelajaran
kontekstual yang berbasis kebudayaan (Komalasari, 2010:45).

19
Pembelajaran IPS yang berhubungan dengan wujud kebudayaan dan unsur
kebudayaan merupakan sebuah rangkaian dalam pendidikan untuk menciptakan
lingkungan pelajar dengan merancang sebuah perancangan pengalaman belajar yang
menghubungkan budaya sebagai bagian sebuah proses pembelajaran yang di dapatkan di
sekolah maupun di luar lingkungan sekolah seperti lingkungan masyarakat (Pannem,
2005:89). Selain itu, pembelajaran berbasis kebudayaan memiliki macam-macam
pembelajaran yang berbeda seperti, belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan
belajar melalui budaya (Goldbreg, 2000). Adanya pembelajaran IPS berhubungan dengan
kebudayaan akan menciptakan sebuah interaksi antara peserta didik dengan guru maupun
antara peserta didik dengan individu lainnya. Dalam interaksi, perlu ada sebuah pedoman
dan aturan yang dapat mengatur sikap individu mengenai apa yang seharusnya dilakukan
dan apa yang tidak sepantasnya untuk dilakukan seseorang sebagai bentuk dari sebuah
interaksi (Abbas, 2013).
Pembelajaran IPS di sekolah yang berkaitan dengan kebudayaan diharapkan memiliki
dampak diantaranya:
1. Peserta didik dapat memiliki pengetahuan serta wawasan mengenai berbagai konsep-
konsep dasar dari Ilmu Sosial dan Humaniora
2. Untuk membentuk karakter pada peserta didik dalam mempertahankan atau
memahami bentuk dari wujud kebudayaan.
3. Pembelajaran IPS memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di
lingkungan masyarakat serta memiliki keterampilan dalam mengkaji dan
memecahkan masalah sosial seperti permasalahan sosial berupa wujud kebudayaan
yang diklaim oleh bangsa lain dan lain sebagainya (Al Muchtar, 2007).
4. Pembelajaran IPS menekankan pada aspek pendidikan yang diharapkan agar peserta
didik dapat memiliki pemahaman mengenai konsep dan pengembangan terhadap
sikap, nilai, moral dan keterampilan yang berdasarkan pada konsep yang telah
diajarkan pada pembelajaran IPS.
5. Pembelajaran IPS juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungan
masyarakat yang memiliki wujud kebudayaan yang berbeda-beda dan membuat
peserta didik akan dihadapkan pada berbagai permasalahan daari lingkungan serta
harus memahami berbagai kebudayaan yang ada pada setiap lingkungannya (Buchari,
2015).

E. Dampak Lunturnya Kebudayaan Bangsa


20
Budaya Bangsa Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada
dimasyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagainilai
(values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat
terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek
kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini
menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi
oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil
pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari.

Perkembangan transportasi, telekomunikasi, dan teknologi mengkibatkan


berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri. Derasnya arus informasi
dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap
memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Saat ini, ketika teknologi semakin maju,
ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah di Indonesia semakin lenyap di masyarakat,
bahkan hanya dapat disaksikan di televisi. Adapun dampak lunturnya kebudayaan
diantaranya sebagai berikut:

1. Ada pertukaran budaya atau pengakuan budaya Indonesia oleh negara lain misalnya
budaya Indonesia yaitu tari pendet yang diakui oleh negara Malaysia, ini tentu sangat
merugikan bangsa Indonesia.
2. Bangsa Indonesia lebih mengadopsi nilai-nilai yang dianut bangsa Barat. Ini
mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan jati dirinya karena budaya Barat tidak
sesuai dengan ideologi Negara Indonesia yaitu Pancasila.
3. Terjadi alkulturasi kebudayaan antara budaya barat dan budaya timur. Misalnya
dalam gaya hidup, cara berpakaian makanan dan lain-lain. Ini tentu saja sangat
merugikan karena kebanyakan budaya barat tidak sesuai dengan norma-norma yang
berlaku di Indonesia.
4. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya.
Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana
difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih
beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati
berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan
mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang kini tampak sepi.

F. Solusi Mempertahankan Budaya Bangsa

21
Sebagaimana lontaran Gramsci yang terkenal dengan teori hegemoninya mengatakan
bahwa untuk melepaskan diri dari cengkeraman budaya asing, diperlukan partisipasi
keikutsertaan para intelektual organik kaum inteletual yang harus menyadarkan masyarakat,
terutama generasi muda, bukan kaum inteletual tradisional yang justru lebih melegitimasikan
budaya-budaya asing tersebut (Gramsci dalam Bocock : 2007). Adapun beberapa solusi
dalam mempertahankan budaya bangsa sebagai berikut:

1. Melestarikan budaya Indonesia


Pelestarian sebagai kegiatan atau yang dilakukan secara terus menerus, terarah
dan terpadu guna mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu
yang tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes, dan selektif.Pelestarian budaya adalah
upaya untuk mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan
mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan
berkembang.Widjaja (1986) mengartikan pelestarian sebagai kegiatan atau yang
dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan tujuan tertentu
yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes dan
selektif (Widjaja dalam Ranjabar, 2006:56).
Menjaga dan melestarikan budaya Indonesia dapatdilakukan dengan berbagai
cara. Ada dua cara yang dapat dilakukan masyarakat khususnya sebagai generasi
muda dalam mendukung kelestarian budaya dan ikut menjaga budaya lokal (Sendjaja,
1994: 286). yaitu :
a. Culture Experience
Culture Experience Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan
cara terjun langsung kedalam sebuah pengalaman kultural. contohnya, jika
kebudayaan tersebutberbentuk tarian, maka masyarakat dianjurkan untuk belajar
dan berlatih dalam menguasai tarian tersebut, dan dapat dipentaskan setiap tahun
dalam acara-acara tertentu atau diadakannya festival-festival. Dengan demikian
kebudayaan lokal selalu dapat dijaga kelestariannya.
b. Culture Knowledge
Culture Knowledge Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan
cara membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat
difungsionalisasi ke dalam banyak bentuk. Tujuannya adalah untuk edukasi
ataupun untuk kepentingan pengembangan kebudayaan itu sendiri dan potensi

22
kepariwisataan daerah.Dengan demikian para Generasi Muda dapat memperkaya
pengetahuannya tentang kebudayaanya sendiri. Selain dilestarikan dalam dua
bentuk diatas, kebudayaan lokal juga dapat dilestarikan dengan cara mengenal
budaya itu sendiri. Dengan demikian, setidaknya dapat diantisipasi pembajakan
kebudayaan yang dilakukan oleh negaranegara lain. Persoalan yang sering terjadi
dalam masyarakaat adalah terkadang tidak merasa bangga terhadap produk atau
kebudayaannya sendiri. Kita lebih bangga terhadap budaya-budaya impor yang
sebenarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagai orang Timur. Budaya
lokal mulai hilang dikikis zaman, Oleh sebab masyarakat khususnya generasi
muda yang kurang memiliki kesadaran untuk melestarikannya. Akibatnya kita
baru bersuara ketika negara lain sukses dan terkenal, dengan budaya yang mereka
ambil secara diam-diam. Oleh karaena itu peran pemerintah dalam melestarikan
budaya bangsa juga sangatlah penting. Bagaimanapun juga pemerintah memiliki
peran yang sangat besar dalam upaya pelestarian kebudayaan lokal di tanah air.
Masyarakat wajib memahami dan mengetahui berbagai macam kebudayaan yang
dimiliki.Pemerintah juga dapat lebih memusatkan perhatian pada pendidikan muatan
lokal kebudayaan daerah.Selain hal-hal tersebut diatas, masih ada cara lain dalam
melestarikan budaya lokal ( Yunus: 2014: 123) yaitu:
a. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memajukan budaya lokal.
b. Mendorong masyarakat untuk memaksimalkan potensi budaya lokal beserta
pemberdayaan danpelestariannya.
c. Berusaha menghidupkan kembali semangat toleransi, kekeluargaan,
keramahtamahan dan solidaritas yang tinggi.
d. Selalu mempertahankan budaya Indonesia agar tidak punah. Mengusahakan agar
masyarakat mampu mengelola keanekaragaman budaya lokal.

2. Meningkatkan daya tahan budaya lokal dalam menghadapi arus globalisasi


Tidak dapat dibantah, arus globalisasi yang berjalan dengan cepat menjadi
ancaman bagi eksistensi budaya lokal. Penggerusan nilai-nilai budaya lokal
merupakan resiko posisi Indonesia sebagai bagian dari komunitas global. Globalisasi
adalah keniscayaan yang tidak dapat dicegah, tetapi efeknya yang mampu mematikan
budaya lokal tidak boleh dibiarkan begitu saja. Budaya lokal perlu memperkuat daya
tahannya dalam menghadapi globalisasi budaya asing.

23
Ketidakberdayaan dalam menghadapinya sama saja dengan membiarkan
pelenyapan atas sumber identitas lokal yang diawali dengan krisis identitas lokal.
Memang, globalisasi harus disikapi dengan bijaksana sebagai hasil positif dari
modenisasi yang mendorong masyarakat pada kemajuan. Namun, para pelaku budaya
lokal tidak boleh lengah dan terlena karena era keterbukaan dan kebebasan itu juga
menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya bangsa. Menolak
globalisasi bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti menghambat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Karena itu, yang dibutuhkan adalah strategi untuk
meningkatkan daya tahan budaya lokal dalam menghadapinya. Berikut ini adalah
strategi yang bisa dijalankan.
a. Pembangunan Jati Diri Bangsa
Upaya-upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk di
dalamnya penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas
sosial, kekeluargaan dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar.
Budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit
ditemukan, sementara itu budaya global lebih mudah merasuk. Selama ini yang
terjaring oleh masyarakat hanyalah gaya hidup yang mengarah pada
westernisasi, bukan pola hidup modern.
Pembangunan budaya yang berkarakter pada penguatan jati diri
mempunyai karakter dan sifat interdependensi atau memiliki keterkaitan lintas
sektoral, spasial, struktural multidimensi, interdisipliner, bertumpu kepada
masyarakat sebagai kekuatan dasar dengan memanfaatkan potensi sumber daya
pemerataan yang tinggi. Karakter pembangunan budaya tersebut secara efektif
merangkul dan menggerakkan seluruh elemen dalam menghadapi era globalisasi
yang membuka proses lintas budaya (transcultural) dan silang budaya (cross
cultural) yang secara berkelanjutan akan mempertemukan nilai-nilai budaya satu
dengan lainnya (Saptadi 2008).
b. Pemahaman Falsafah Budaya
Sebagai tindak lanjut pembangunan jati diri bangsa melalui revitalisasi
budaya daerah, pemahaman atas falsafah budaya lokal harus dilakukan.
Langkah penting untuk melakukannya adalah dengan meningkatkan kualitas
pendidik dan pemangku budaya secara berkelanjutan. Pendidik yang
berkompeten dan pemangku budaya yang menjiwai nilai-nilai budayanya adalah
aset penting dalam proses pemahaman falsafah budaya. Pemangku budaya

24
tentunya juga harus mengembangkan kesenian tradisional. Penggalakan pentas-
pentas budaya di berbagai wilayah mutlak dilakukan. Penjadwalan rutin kajian
budaya dan sarasehan falsafah budaya juga tidak boleh dilupakan. Tetapi, semua
itu tidak akan menimbulkan efek meluas tanpa adanya penggalangan jejaring
antarpengembang kebudayaan di berbagai daerah. Jejaring itu juga harus
diperkuat oleh peningkatan peran media cetak, elektronik dan visual dalam
mempromosikan budaya lokal. Dalam melakukan itu, semua pihak harus
dilibatkan. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok
masyarakat, pemerhati budaya, akademisi, dan pengusaha harus menyinergikan
diri untuk bekerja sama secara konstruktif dalam pengembangan budaya.
Mereka yang berjasa besar harus diberikan apresiasi sebagai penghargaan atas
dedikasinya.
c. Penerbitan Peraturan Daerah
Budaya lokal harus dilindungi oleh hukum yang mengikat semua elemen
masyarakat. Pada dasarnya, budaya adalah sebuah karya. Di dalamnya ada ide,
tradisi, nilai-nilai kultural, dan perilaku yang memperkaya aset kebangsaan.
Tidak adanya perlindungan hukum dikhawatirkan membuat budaya lokal mudah
tercerabut dari akarnya karena dianggap telah ketinggalan zaman.
Untuk memperkuat daya saing budaya, pemerintah perlu membangun
pusat informasi gabungan untuk pertunjukan seni, pendirian dan pengelolaan
promosi pertunjukan seni, pengembangan tenaga ahli khusus untuk
membesarkan anak yang berbakat seni, menggiatkan sumbangan pengusaha di
bidang seni, penghargaan untuk pertunjukan seni budaya, peningkatan kegiatan
promosi tentang produk budaya.
d. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Budaya lokal yang khas dapat menjadi suatu produk yang memiliki nilai
tambah tinggi apabila disesuaikan dengan perkembangan media komunikasi dan
informasi. Harus ada upaya untuk menjadikan media sebagai alat untuk
memasarkan budaya lokal ke seluruh dunia. Jika ini bisa dilakukan, maka daya
tarik budaya lokal akan semakin tinggi sehingga dapat berpengaruh pada daya
tarik lainnya, termasuk ekonomi dan investasi. Untuk itu, dibutuhkan media
bertaraf nasional dan internasional yang mampu meningkatkan peran
kebudayaan lokal di pentas dunia.
3. Melakukan langkah antisipatif mencegah pudarnya budaya daerah

25
Di bawah ini ada beberapa alternatif untuk mencegah pudarnya rasa cinta pada
budaya daerah:
a. Diadakannya festival budaya secara berkala
b. Diadakannya pertunjukan kesenian daerah seperti wayang kulit, atau seni budaya
lain di sekolah.
c. Diadakannya Fashion Show baju baju adat.
d. Memahami budaya dan bentukbentuk lain yang meningkatkan kecintaan pada
budaya kita sendiri.
e. Menambahkan budaya daerah sebagai muatan lokal di sekolah.

26
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan

Kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik


material maupun non-material. Wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu rangkaian
tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Mempelajari unsur-unsur yang terdapat dalam
sebuah kebudayaan sangat penting untuk memahami beberapa unsur kebudayaan manusia
terdiri dari bahasa, sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan
teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, sistem religi, serta kesenian.
Pembelajaran IPS terintegrsi di sekolah dan di lingkungan sekitar berupa adat yang ada
melalui model pembelajaran indiginasi. Perkembangan transportasi, telekomunikasi, dan
teknologi mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri.

Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah


kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Teori
hegemoni Gramsci mengatakan bahwa untuk melepaskan diri dari cengkeraman budaya
asing, diperlukan partisipasi keikutsertaan para intelektual organik kaum inteletual yang
harus menyadarkan masyarakat, terutama generasi muda, bukan kaum inteletual tradisional
yang justru lebih melegitimasikan budaya-budaya asing tersebut.

B. Saran

Berdasarkan beberapa subbab yang sudah kami papaekan di atas mengenai pengertian,
wujud, dan unsur kebudayaan ada beberapa solusi yang dapat kita terapkan dalam mengatasi
lunturnya kebudayaan bangsa sebagai wujud saran dalam makalah yang sudah disusun,
diantaranya sebagai berikut:

1. Kita harus dapat memanfaatkan kemajuan dan hadirnya media massa secara benar.
2. Sebagai masyarakat Indonesia yang setia terhadap bangsanya, kita tidak boleh
terpengaruh arus globalisasi yang dapat merugikan kita.
3. Kita harus menjaga kredibilitas dan jati diri bangsa Indonesia, agar bangsa Indonesia
tidak kehilangan jati dirinya.
4. Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan
pergeseran budaya bangsa.

27
5. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing
khususnya dan budaya bangsa pada umumnya.
6. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita,
hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya.
7. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga
budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative.
8. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga
pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang
merupakan jati diri bangsa kita.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, E. W. (2015). Pendidikan IPS Berbasis Kearifan Lokal. WAHANA Jaya Abadi.

Budaya, U. (n.d.). Unsur-unsur budaya. 53–76.

Fauzan, R., & Nashar, N. (2017). “Mempertahankan Tradisi, Melestarikan Budaya” (Kajian
Historis dan Nilai Budaya Lokal Kesenian Terebang Gede di Kota Serang). Jurnal
Candrasangkala Pendidikan Sejarah, 3(1), 1.
https://doi.org/10.30870/candrasangkala.v3i1.2882

Koentjaraningrat. (2010). “Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia.” Djambatan, Semester 5,


390.

Komalasari, K., & Maftuh, B. (2014). Model Pembelajaran Indiginasi dalam IPS untuk
pengembangan Wawasan Multikultur Mahasiswa. Edusentri, 1(1), 39-53.

Mubah, A. S. (2011). Nomer 4 Hal. Tahun, 24(031), 302–308.

Nahak, H. M. . (2019). Upaya Melestarikan Budaya Indonesia Di Era Globalisasi. Jurnal


Sosiologi Nusantara, 5(1), 65–76. https://doi.org/10.33369/jsn.5.1.65-76

Pendahuluan, A. (2012). Dampak Globalisasi Terhadap Eksistensi Budaya Daerah. II(1),


307–321.

Subhan Widiansyah, H. (2018). Dampak Perubahan Global terhadap Nilai-Nilai Budaya


Lokal dan Nasional (Kasus pada Masyarakat Bugis-Makasar). Hermeneutika :
Jurnal Hermeneutika, 4(1), 39–48.
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/Hermeneutika

29

Anda mungkin juga menyukai