Anda di halaman 1dari 11

Setio Budi, Implementasi Syarat-syarat Mufassir di Era Digital

IMPLEMENTASI SYARAT-SYARAT MUFASSIR DI ERA


DIGITAL

Setio Budi

Abstrak
Syarat-syarat mufassir merupakan seperangkat aturan atau kode etik
bagi mereka yang ingin menafsirkan kandungan al-Qur’an. Syarat
tersebut berkenaan pada pribadi seseorang maupun penguasaan disiplin
ilmu, khususnya disiplin ilmu tafsir. Hadirnya teknologi digital dewasa
ini membuat kajian tafsir mengalami perkembangan begitu pesat, karena
kajian tafsir tidak lagi melalui kajian, diskusi, halaqah serta pengajian-
pengajian di Masjid, melainkan berubah menjadi kajian digital. Tulisan
ini ingin menjelaskan lebih dalam bagaimana implementasi syarat-
syarat-syarat mufassir di era digital, apakah syarat tersebut bisa
diterapkan di era digital atau justru bertolak belakang, dengan
menggunakan analisis-deskriptif menggunakan data kepustakaan. Hasil
penelitian menunjukan bahwa implementasi syarat-syarat mufassir di
era digital ini sama dengan kualifikasi syarat mufassir yang dirumuskan
oleh ulama pada umumnya, ditambah kemampuan “melek teknologi”
temasuk teknologi digital.
Kata Kunci: Syarat Mufassir, Era

P
erkembangan ilmu pengetahuan keilmuan. Tulisan ini ingin mengetahui
membawa kemajuan begitu penerapan atau implementasi syarat-syarat
pesat bagi peradaban manusia. mufasir di era digital, artinya bahwa
Salah satunya dengan hadirnya keberadaan teknologi digital oleh sebagian
teknologi digital; laptop, komputer, manusia digunakan untuk media
smartphone dsb. Keberadaan teknologi di menafsirkan al-Qur’an dengan cepat dan
atas nampaknya banyak dimanfaatkan mudah tanpa harus mempunyai syarat
manusia demi kepentingan masing-masing, tertentu. Hal ini berbanding terbalik dengan
mulai dari ekonomi, sosial, hingga konten zaman dahulu, bahwa orang yang tidak

41
Jurnal Samawat. Volume 05 Nomor 01 Tahun 2021

mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang itu juga para sahabat menanyakan langsung
mumpuni dilarang menafsirkan al-Qur’an, kepada Rasulullah. Selepas Rasulullah tidak
Selain itu menafsirkan al-Qur’an merupan ada lagi kemana mereka mengadu tentang
tugas dan amanah yang berat, karena objek persoalan-persoalan mereka menegenai
yang di kaji adalah kalam illahi.1 pemahaman kitab suci, dari sinilah timbul
Sedangkan menjadi seorang mufassir perbedaan-perbedaan pemahaman
sangatlah sulit karena banyaknya syarat- sehingga menghasilkan ragam penafsiran
syarat yang harus dipenuhi, serta al-Qur’an.
mempunyai keahlian khusus mengenai Ibnu Abbas misalanya, salah satu
ilmu-ilmu tafsir. Syarat tersebut digunakan sahabat dekat Nabi yang paling mengetahui
karena akan berdampak pada hasil isi al-Qur’an, membagi tafsir menjadi empat
penafsiran. Namun terlapas dari itu syarat di bagian. Pertama, tafsir yang diketahui oleh
atas hanya berlaku kepada penafsir yang masyarakat Arab dengan menggunakan
ingin menafsirkan secara keseluruhan ayat bahasa Arab. Kedua, tafsir yang diketahui
al-Qur’an. Perlu diketahui bahwa syarat- oleh semua manusia pada umumnya, maka
syarat penafsiran ini lahir setelah adanya dari itu semua manusia tidak ada alasan
karya tafsir al-Qur’an, artinya bahwa di untuk memahaminya. Ketiga, tafsir yang
zaman dahulu aturan ini tidak berlaku diketahui hanya oleh para ulama, ulama
terlalu ketat, kemudian barulah ilmu tafsir disini yaitu ahli tafsir. Keempat, tafsir yang
berkembang dan berdiri sendiri pada massa diketahui hanya oleh Allah SWT, berkenaan
sahabat. Berangkat dari latar belakang ayat-ayat yang samar untuk dipahami.2 Dari
tersebut, tulisan ini secara khusus penjelasan di atas setidaknya dapat
menanyakan bagaimana syarat-syarat ditemukan pembatasan, pertama
mufassir di era digital, dengan hadirnya era pembatasan materi ayat. Kedua pembatasan
digital apakah ada keharusan menguasai mengenai syarat-syarat mufassir. Dari segi
syarat-syarat tersebut. Selain itu bagaimana ayat, bahwa tidak semua ayat bisa dipahami
implementasi syarat-syarat mufasir di era kecuali oleh Allah dan Rasulnya, seperti
digital. huruf mukhathaah, muhkam mutasyabih
Kualifikasi Syarat-Syarat Mufassir yang terdapat di surat Ali Imra>n ayat 7.3
Penjelasan mengenai syarat-syarat
Al-Qur’an telah memberi peringatan
muafassir sebenarnya sudah banyak
atau rambu-rambu kepada orang yang tidak
dijelaskan, namun disini penulis ingin
memperhatikan isi kandungannya. Hal ini
menghadirkan syarat-syarat muafassir
juga pernah dialami oleh para sahabat Nabi,
secara umum dan singkat sebagai bahan
mereka berbeda pendapat atau sering kali
analisis. al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi
tidak mengetahui artinya, namun hal
Muhammad saw. Adapun ayat-ayatnya
tersebut bisa diselesaikan karena pada saat
1Jani
Arni, Metodologi Penelitian Tafsir, (Pekanbaru: 3Jalal
al-Din al-Suyuti, al-Itqan Fi ‘Ulum al-Quran,
Daulat Riau, 2013), 28. (Mesir: al-Azhar, 1318 H), 3.
2Badr al-Din al-Zarkasi, al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran,

(Mesir: al-Halabi, 1957), 167.

42
Setio Budi, Implementasi Syarat-syarat Mufassir di Era Digital

semua mengandung makna yang sangat ruhaniyah ataupun keseharianya. Dari


luas, maka dari itulah penggunaan bahasa aspek inilah bahwa dasar seorang mufassir
Arab yang tidak mustahil menjadi sebab bisa menjelaskan maksud-maksud firman
pilihan menjadi bahasa Aquran ketimbang Allah dan tidak terkungkung dari niat jelek
bahasa lainnya. Perlu diketahui ketika dari hawa nafsunya, sehingga pesan kitab
seorang mufassir hendak menafsirkan al- suci bisa dipahami kepada seluruh manusia.
Qur’an harus memenuhi syarat-syarat dan Ulama terdahulu (ahli tafsir) menempatkan
adab yang berlaku, seorang mufassir harus ahlak al-Karimah ini sebagai salah satu
menguasai banyak disiplin ilmu tentang adab-adab muafassir.
cara menafsirkan al-Qur’an. Salah satunnya Sementara itu Imam al-Thabari
dengan menguasai ilmu tafsir. Ilmu tafsir dalam tafsirnya memberikan pedoman
merupakan ilmu yang wajib dipelajari adab-adab seoarang mufasir sebagai
sebagai dasar untuk menafasirkan al- berikut “ hal yang harus diketahui diantara
Qur’an, mustahail seseorang mampu sekian syarat mufassir yaitu mempunyai
menafsirkan al-Qur’an apabila tidak aqidah yang lurus serta mempunyai
mengetahui ilmu tafsir. kesungguhan terhadap agamanya.5
1. Syarat-Syarat Berkenaan Pada Pribadi Imam Jalaluddin al-Suyuti dalam
Seorang Penafsir tafsirnya juga mengatakan “perlu diketahui
bahwa seseorang tidak akan bisa
Syarat-syarat berkenaan pada
memahami isi kandungan al-Qur’an serta
pribadi seorang penafsir diantaranya yaitu;
rahasia dibaliknya, sementara di dalam
mempunyai keribadian yang baik, jujur,
hatinya masih ada rasa sombong, cinta
lapang dada, tekun beribadah,
dunia, banyak melakukan maksiat, selalu
kesehariannya dihiasi dengan membaca al-
mengikuti hawa nafsunya serta imannya
Qur’an serta mempunyai aqidah yang baik.
lemah, kemudian sering menggikuti
Selain itu mempunyai semangat dan niat
pendapat penafsir yang tidak memiliki ilmu
yang lurus hanya kepada Allah. Bersikap
yang mengarah kepada akalnya. Hal inilah
hati-hati ketika menjelaskan ayat sekiranya
yang menjadi penghalang (tabir) dalam
sulit untuk dipahami. Mempunyai
mengungkap rahasia makna al-Qur’an”.6
pengetahuan dan wawasan yang luas
Dari perkataan Imam Jalaluddin al-
tentang ilmu agama, selain itu harus
Suyuti tersebut, Ahmad Bazawy al-Dhwy
menguasai tehnik penulisan, tata bahasa,
membuat pedomann singkat mengenai
agar terhindar dari kesalahan yang tidak
adab-adab seorang mufassir yaitu; Pertama,
diinginkan.4
niat yang lurus semata karena Allah. Kedua,
Adapun aspek lainya berkenaan
mempunyai aqidah yang kokoh. Tiga, tidak
kepada kepribadian soarang mufassir yaitu
mengikuti hawa nafsunya. Empat, bersikap
mempunyai ahlak al-Karimah, baik secara
tawadu dan tidak sombong. Lima, tidak

4Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Alquran, 5Moch Tolchah, Aneka Pengkajian Studi Alquran,
Terj. Mudzakir, cet 14, (Bogor:Pustaka Lintera Antar (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2016), 158.
Nusa, 2011), 245. 6Moch Tolchah, Aneka Pengkajian…, 158.

43
Jurnal Samawat. Volume 05 Nomor 01 Tahun 2021

cinta dunia, Enam, sikap hati-hati terhadap menyandarkan bahwa itu maksud Allah,
perkara yang tidak jelas, baik perkara yang tetapi tidak disertai dalil. Maka hal ini sangat
mengarah ke syariat ataupun keseharian. dilarang oleh syariat Agama.8
Tujuh, tidak mengikuti pendapat yang lemah 2. Macam-Macam Syarat Disiplin Ilmu
serta pendapat yang dibuat-buat (bid’ah) Untuk Menafsirkan al-Qur’an
dalam menafsirkan al-Qur’an. Delapan, tidak
Sesuai pembangian syarat mufassir,
menggunakan akalnya dalam menjelaskan
penulis menyimpulkan apabila seseorang
ayat-ayat al-Qur’an serta menjadikan al-
ingin menafsirkan kandungan ayat al-
Qur’an sebagai panutannya.7
Qur’an secara keseluruhan maka
Manna Khalil al-Qathan dalam
dibutuhkan syarat-syarat sebagai berikut;
kitabnya yang dikutip Amin Suma
Pertama, menguasai ilmu bahasa arab dan
menyebutkan pedoman yang harus
cabang-cabangya. Kedua, menguasai ilmu al-
diperhatikan oleh mufassir dalam
Qur’an serta cabang-cabangya, menguasai
menafsirkan al-Qur’an yaitu; Pertama
ilmu hadis dan ilmu ushul fiqih. Ketiga,
terlalu berani menjelaskan ayat-ayat al-
mempunyai pemahaman agama yang
Qur’an, padahal tidak mempunyai dasar-
mendalam. Keempat apabila syarat-syarat
dasar pokok ilmu yang harus dikuasainya,
di atas belum terpenuhi maka tidak
baik ilmu tafsir serta ilmu pendukung
diperbolehkan untuk menafsirkan al-
lainnya. Kedua terlalu berani menjelaskan
Qur’an.
ayat-ayat mutasyabihat, padahal ayat
Kemudian Imam Jalaluddin al-Suyuti
tersebut tidak bisa diketahui kecuali oleh
dalam kitabnya al-Itqan fi< Ulum Qura>n
Allah SWT, serta terlalu berani menjelaskan
menyebutkan syarat-syarat mufassir
hal ghaib tidak bisa dinalar oleh manusia.
sebagai berikut: pertama menguasai ilmu
Maka dari itu hendaknya mufassir lebih
bahasa Arab berserta aspeknya. Kedua
berhati-hati berkaitan dengan hal tersebut.
menguasai ilmu gramatikal Arab (nahwu-
Ketiga terlalu mengikuti hawa nafsu yang
sharaf). Ketiga menguasai ilmu ma>ani,
berlebihan, dominan mengunakan
bayan dan badi’. Keempat, menguasai ilmu
pendapatnya padahal hal tersebut sangatlah
qiroat, baik qiroat sab’ah maupun asyarah.
fatal. Keempat menjelaskan ayat hanya
Kelima, menguasai ilmu ushul al-Di>n atau
untuk mendukung kepentingan kelompok
ilmu agama dengan sempurna. Keenam,
madzabnya, maka hal ini sangat dilarang
menguasai ilmu ushul fiqih. Ketujuh,
karena al-Qur’an bersifat universal untuk
menguasai ilmu asbab al-Nuzul. Kedelapan,
seluruh manusia. Selain itu seorang
menguasai ilmu nasih dan mansukh.
mufassir pasti akan berusaha sekuat tenaga
Kesembilan, Menguasai ilmu fikih dan
mencari makna ayat dengan segala cara
hukum Islam. Kesebelas, menguasai hadis-
demi membela madzbnya. Kelima,
hadis Nabi berkenaan penafsiran suatu ayat.
menjelaskan ayat al-Qur’an dengan
Terakhir, mendapatkan ‘ilmu al-mawbihah,

7Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran, (Jakarta: PT 8Manna al-Qathan, Mabahis fi Ulum Alquran, (Beirut:
Raja Grafindo Persada, 2013), 402-403. Masyurat al-Ashr al-Hadis, 1973), 332.

44
Setio Budi, Implementasi Syarat-syarat Mufassir di Era Digital

yaitu ilmu yang diberikan oleh Allah kepada mempunyai pemahaman yang baik serta
hamba yang dikehendaki sehingga bisa mempunyai pengetahuan yang luas.11
berpotensi menjadi seorang mufassir.9 Kemudian pada abad berikutnya
Selanjutnya Ibnu Taimiyah membuat sebagaian ulama berpendapat; bahwa setiap
satu subab mengenai syarat-syarat mufassir orang boleh menafsirkan ayat-ayat al-
yang diberi nama Adwat al-Tafsir Qur’an selama orang tersebut menguasai
(perangkat penafsiran). Ibnu Taimiyah syarat-syarat ilmu yang telah ditetapkan,
membagi syarat-syarat mufassir menjadi diantaranya yaitu; ilmu nahwu-sharaf, ilmu
lima belas bagian yang harus dikuasai asbabun nuzul, ilmu qiroat, ilmu nasih
seorang penafsir, diantaranya; ilmu bahasa mansuhk, ilmu balagah dan lain sebaianya.12
arab, ilmu gramatikal arab (nahwu-sharaf), Semantara itu Quraish Shihab
ilmu ushul fiqih, ilmu qiroat, ilmu ishtiqaq, memberikan penekanan terhadap orang
ilmu maani, ilmu bayan, ilmu badi’, ilmu al- yang hendak menafsirkan al-Qur’an, yaitu;
‘aqidah, ilmu asbab al-Nuzul, ilmu al-qisas, menafsirkan ayat al-Qur’an berbeda dengan
hadis, fiqih, nasih mansukh, serta ilmu al berdakwah atau ceramah. Seseorang yang
mawbihah.10 tidak mempunyai kapasitas dan kapabilitas
Kriteria syarat-syarat mufassir yang mengenai syarat-syarat mufasir tentu saja
telah ditetapkan oleh Ibnu Taimiyah juga boleh menyampaikan ayat-ayat al-Qur’an,
diikuti oleh Imam Jalaluddin al-Suyuti dalam selama penjelasan tersebut masih
kitabnya al-Tahir fi Ulu>m al-Tafsi>r. menggunakan pemahaman para ahli tafsir.
Sementara itu, Abd al-Mun’im al-Namr juga Lanjut Quraish shihab; faktor-faktor
memberikan syarat yang sama sesuai syarat yang menjadi penyebab kekeliruan dalam
yang ditentukan oleh Imam Ibnu Taimiyah, memahami dan menafsirkan ayat
hanya saja tidak memasukan fiqih, hadis, diataranya; pertama, terlalu memaksakan
nasih mansuhk, ilmu ushul al-Din dan ilmu pendapatnya untuk memahami suatu ayat
mawbihah. atau peran akal lebih dominan. Kedua,
Sedangkan Imam al-Dzahabi dalam kesalah dalam menggunakan metodologi
kitabnya yang berjudul al-Tafsir wa al- serta kaidah penafsiran. Ketiga, tidak
Mufassirun menulis beberapa syarat-syarat menguasai ilmu bahasa dan gramatikal arab
muafsir menurut pendapat para sahabat, (nahwu-sharaf). Keempat, kesulitan dalam
yaitu; pertama, memahami ilmu bahasa arab menjelaskan makan ayat, sehingga tidak
seluruh aspeknya, karena dengan ilmu bisa mengetahui makna tersebut secara
tersebutlah seseorang bisa memahami utuh. Kelima, dalam menjelaskan ayat al-
makna ayat secara baik dan benar. Kedua, Qur’an tidak melihat konteks asba>b al-
Nuzu>l, munasabah ayat, serta konteks

9Muhammad Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, 11Ibid, 224.


(Tanggerang: Lentera Hati, 2013), 396. 12Ibid, 225.
10Alfurqon, “Kaidah Kualifikasi Intelektual Mufasir

dan Urgensinya”, Muttawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir


Hadis Vol. 1 No. 2, (Desember 2011), 222.

45
Jurnal Samawat. Volume 05 Nomor 01 Tahun 2021

sosial yang ada di masyarakat. Keenam, bisa mengkases informasi dengan bebas
tidak mengetahui konteks pembicaraan, serta menjadi gaya hidup, namun terlepas
baik pembicaraan serta tujuan dari itu di era digital ini juga mempunyai
pembicaraan.13 dampak positif dan negatif. Dampak positif
Implementasi Syarat-Syarat mufassir di di era digital diantaranya; manusia semakin
era Digital mudah mengakses informasi, tumbuhnya
Implementasi dapat diartikan kreatifitas dan inovasi keilmuan dengan
sebagai pelaksanaan atau penerapan. 14 Hal media digital, meningkatkan sumber daya
ini senada dalam kamus besar bahasa manusia dengan pemanfaatan teknologi,
indonesia, bahwa implementasi dimaknai tersedianya media dan bahan belajar secara
penerapan. Dari sekian banyak literatur cepat. Adapun dampak negatif di era digital
implementasi juga dimaknai penerapan yang harus diantisipasi dan dihindari
atau operasional sesuai aktivitas guna anatara lain; ancaman dari plagiarisme,
mencapai tujuan atau sasaran, dalam menyebabkan manusia berfikir instan
konteks ini yaitu penerapan syarat-syarat dengan mengandalkan internet tanpa mau
mufasir di era digital. berfikir kritis, banyak manusia yang
Perkembangan teknologi yang menyalahgunakan media dengan kegiatan
mengarah ke era digital atau digitalisasi yang tidak berguna.
sudah menjadi “kebudayaan”, dimana Tantangan Kajian tafsir di Era Digital
manusia menginginkan sebuah metode atau Hadirnya teknologi digital sebagai
cara yang kompleks bagaimana merubah alat untuk mendapatkan suatu informasi
sistem yang sulit menjadi gampang, dari nampaknya mampu memberi warna baru
sistem manual ke otomatis, dari hal yang dalam kajian keislaman, khususnya kajian
rumit menjadi mudah. Selain itu keberadaan tafsir; maktabah syamilah, tafsir web,
era digital merupakan sebuah konsekuensi tafsiralqura.id, dsb. Munculnya media ini
yang tidak bisa ditolak, maka dari itu tidak nampaknya mampu menjawab kebutuhan
ada pilihan untuk menghindar dari era masyarakat modern.16 Masyarakat semakin
digital. Manusia harus mengambil peran enggan membaca kitab-kitab klasik dalam
sebaik mungkin agar memberikan banyak bentuk buku. Maka hadirnya media tafsir di
manfaat bagi manusia.15 era digital ini bagi masyarakat sudah
Kita tahu bahwa tren era digital ini dipandang cukup untuk menjawab suatu
membawa perubahan yang sangat besar, persoalan.
salah satunya ilmu pengetahuan. Manusia Berangkat dari sini sudah suatu
serba dimudahkan, kapan saja, dimana saja, keharusan seyogyanya kajian tafsir harus

13Muhammad Quraish Shihab, Membumikan 15Wawan setiawan, “Era Digital dan Tantanganya,
Alquran; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Seminar Nasional Pendidikan”, (eprints.ummi.ac.id.
Masyarakat, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998), 79. 2017), 1.
14Afrida Firdiyanti, Implementasi Manajemen 16Ahmad Rifai, “Tafsir Web; Digitalization Of Quranic

Berbasis Sekolah, (Yogyakarta: CV Gre Publising, Interpretation And Democration Of Religious Scour
2018, 19. In Indonesia”, Jurnal At-Tibyan Ilmu Alquran dan
Tafsir Vol 5 No 2, (Desember 2020), 162.

46
Setio Budi, Implementasi Syarat-syarat Mufassir di Era Digital

dikembangkan secara masif di era digital , disebabkan karena media yang sifatnya
guna menjaga-melestarikan pesan-pesan bebas serta tidak ada aturan yang berlaku,
ilahi sesuai konteks zaman, sehingga kajian maka untuk meminimalisir terjadinya
al-Qur’an atau tafsir ini tetap eksis dengan penyimpangan tersebut dibutuhkan aturan,
semangat perubahan, tidak abai termakan salah satunya dengan menetapkan syarat-
perubahan zaman. 17 Keberadaan syarat mufassir sabagai aturan pokok yang
cendekiawan, mufassir atau tokoh agama wajib dipelajari.
diarapkan bisa ikut andil dalam mengambil Setelah memaparkan syarat-syarat
peran kajian tafsir di era digital. Karena mufassir di atas maka dapat diambil benang
tuntutan perubahan zaman dan budaya merah; bahwa implementasi syarat-syarat
masyarakat modern atas perubahan era mufasir di era digital itu sama dengan
digital maka produksi serta konsumsi tafsir syarat-syarat mufasir yang telah
bisa digitalisasi. dirumuskan oleh ulama pada umumnya,
Namun terlepas dari itu bahwa khususnya ulama ahli tafsir. Artinya syarat-
kajian tafsir di era digital mempunyai syarat tersebut merupakan suatu kewajiban
banyak kekurangan. Adapun kekurangan yang harus dimiliki seorang mufassir,
kajian tafsir di era digital yaitu; pertama, meskipun konteks sekarang berkenaan
manusia bebas menafsirkankan al-Qur’an, pada era digital, apabila seorang yang
padahal orang tersebut tidak mempunyai hendak menafsirkan al-Qur’an namun tidak
kapasitas keilmuan tentang al-Qur’an, mempunyai syarat tersebut, maka orang
terutama ilmu tafsir. Kedua, banyaknya tersebut dilarang menafsirkan al-Qur’an,
kasus pendakwah ataupun tokoh agama karena berakibat fatal kesalahan pada
yang berani menjelaskan suatu ayat penafsirannya.
berdasarkan pemahamanya sendiri atau Kaitannya dengan era digital maka
ngawur, tanpa merujuk pendapat ahli tafsir. dibutuhkan kemampuan “melek teknologi”.
Ketiga, kualifikasi mengenai syarat-syarat Melek teknologi adalah paham serta mampu
mufassir tidak berlaku secara ketat. menggunakan teknologi dengan baik,
Sehingga hal tersebut sangat berbahaya jika termasuk melek teknologi digital. Namun
menjadi konsumsi bagi masyarat, maka perlu diketahui bahwa kemampuan “melek
seyogyanya masyarakat harus selektif teknologi” tidak termasuk sebagai syarat-
dalam hal keilmuan. syarat mufassir, maka dari itu untuk
Analisis Implementasi syarat-syarat menerapkan melek teknologi bisa
Mufassir di Era digital berkolaborasi dengan ahli teknologi (IT).
Kemajuan teknologi membawa Adanya kolaborasi tersebut diharapkan
perubahan besar bagi kajian tafsir di era pesan-pesan alquran bisa dikemas dan bisa
digital, hal ini tidak menutup kemungkinan disajikan lewat bentuk digital. Maka dapat
terjadinya penyimpangan-penyimpangan, disimpulkan bahwa era digital merupakan

17M Fajar Mubarok dan Moh Fanji Romdhoni, Indonesia, Journal Iman dan Spiritualis, Vol 1 No 1,
“Digitalisasi Alquran dan Tafsir Media Sosial di (Januari-Maret 2021), 110.

47
Jurnal Samawat. Volume 05 Nomor 01 Tahun 2021

jalan atau wadah sebagai terobosan kajian penjelasan sugi nur di atas sangat
tafsir bisa diterima oleh masyarakat luas melenceng serta menyalahi aturan, maka
sesuai perkembangan zaman, namun tidak apabila menjadi konsumsi masyarakat
lepas dari aturan dan kode etik yaitu sangat berbahaya.
menerapkan syarat-syarat mufassir sebagai Muhammad Quraish Shihab, di dalam
acuan utama. tafsirnya Al-Misbah memberikan penafsiran
dan maksud surat fathir ayat 28 yaitu;
Contoh Studi Kasus Penafsiran yang setidaknya di dalam surat fathir ayat 28 ini
Melenceng di Media Sosial mempunyai dua maksud. Pertama, bahwa
Penjelasan surat
َ fatir ayat 28 ayat ini berbicara mengenai keberagaman
َ َّ َ َ َ ُ ُ َ ْ ٌ َ ْ ُ َ َْ ْ َّ َّ
‫ام مخت ِلف ألوانه كذ ِلك ِإنما‬ ِ ‫اب َوالأنع‬ ِ ‫اس َوالد َو‬ ِ ‫َو ِم َن الن‬ dalam kehidupan. Ini bisa dilihat
َ َ ْ ْ َ
)28( ‫ور‬ َ َّ ‫اء إَّن‬
ٌ ‫اَّلل َعز ٌيز غ ُف‬ ُ ‫اَّلل م ْن ع َباده ال ُعل َم‬َ َّ ‫يخ َش‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ى‬ bahwasanya diantara manusia, binatang
“Dan demikian pula di antara manusia, melata, binatang ternak; kambing, sapi, yang
makhluk bergerak yang bernyawa dan beragam bentuknya, baik ukuran, jenis serta
hewan-hewan ternak ada yang bermacam- warnyanya. Keberagaman inilah yang
macam warnanya (dan jenisnya). Diantara menjadi dasar bahwa yang bisa memahami
hamba-hamba Allah yang takut kepadanya, adalah ulama atau orang yang berilmu. Kata
hanyalah para ulama. Sungguh Allah maha ulama sendiri secara bahasa berasal dari
perkasa , Maha pengampun”.18 kata ‘ulama> jamak dari kata ‘a>lim. Jadi
ulama disini mempunyai pengertian makna
Kasus pertama mengenai Sugik Nur mengetahui atau memahami secara secara
ketika menjelaskan kandungan surat fathir jelas.
ayat 28. Hal ini bisa di lihat di laman you Kedua, bahwasanya orang yang
tube “karebada” yang dipublikasikan pada mempunyai pemahaman serta pengamatan
tanggal 26 februari 2020. Sebelum terhadap kebaragaman baik alam maupun
menjelaskan ayat tersebut Nur terlebih sosial itu hanya dimiliki oleh ulama. Hal ini
dahulu bertanya mengenai definisi ulama kemudian menghasilkan khasyat. Lebih
kepada jamaahnya. Kemudian Nur lanjut Qurasih Shihab mengutip pendapat
membacakan surat fathir ayat 28, al-Asfahani bahwasanya yang dimaksud
bahwasannya diantara manusia dan khasyat adalah rasa takut yang keluar
binatang adalah ulama. Lanjut menurut Nur setelah terjadinya pengamatan atau
dalam penjelasnya yang diamaksud ulama pemahaman, hal inilah tidak lain yang
adalah bisa ular, kambing, ayam bahkan memiliki hanya ulama selain itu tidak
gunung sekalipun yang penting takut termasuk. Kemudian ayat ini ditutup dengan
kepada Allah. Jadi menurut sugi nur sifat-sifat Allah maha perkasa serta maha
semuanya berpotensi menjadi ulama pengampun. Ini bertujuan untuk bahwa
asalkan takut kepada Allah. Jelas bahwa Allah tidak butuh kepada hambanya yang

18Kementerian Agama RI, Alquran dan Terjemahnya


(MQ Tebu Ireng, 2017), 60.

48
Setio Budi, Implementasi Syarat-syarat Mufassir di Era Digital

tidak beriman dan mesyirikanya, namun maksiat, perbuatan yang tidak terpuji.
terlepas itu Allah masih membuka jalan bagi Lanjut Qurais Shihab menyimpulkan kata
mereka yang menghendaki kebaikan.19 dhalan bermakna segala sesuatu yang tidak
Penjelasan surat Adh-Dhuha ayat 7 mengantarkanya kepada kebaikan atau
َ َ ًّ َ َ َ َ
)7( ‫َو َوجدك ضالا ف َهدى‬ setiap tindakan atau perbuatan yang tidak
“Dan Dia mendapatimu mendapatimu sesuai dengan kebenaran adalah dhalan.
seorang yang bingung, lalu Dia memberikan Apabila ingin mengetahui kata dhalan yang
petunjuk”20 cocok dengan ayat di atas maka bisa dilihat
dalam surah ayat Ash-Syu>ra> ayat 52.21
Kasus kedua mengenai penjelasan Pelajaran yang bisa di ambil dari
evie effendi mengenai surat adh-Dhuha ayat contoh di atas adalah; pertama, dalam hal
7 yang sudah tersebar di media sosial, keilmuan khususnya ilmu Agama kita harus
bahwasanya; “setiap manusia adalah sesat, selektif mana yang bisa kita jadikan
termasuk Nabi Muhammad”. Lanjut evi panutan, apalagi di era serba digital. Miris
bahwasanya ketika ada orang yang ketika melihat orang yang tidak mempunyai
merayakan maulid Nabi berarti itu ilmu dengan seenaknya menyampaikan
merayakan kesesatan Nabi Muhammad. kandungan ayat al-Qur’an dengan
Sebagai klarifikasi hal tersebut maka pemahamannya sendiri, mereka bebas
penulis menggambil penafsiran Quraish mengemukakan pendapatnya lewat media
Shihab pada tafsir Al-Misbah. Dijelaskan, sosial. Kedua, sebagai kontrol keilmuan atas
bahwa secara bahasa kata dhalan berasal kasus tersebut hendaknya para mufassir,
dari kata dhalan-yadhillu yang artinya orang tokoh agama, atau orang berpengaruh
yang kehilangan jalan atau kebingungan mengambil peran agar kesempatan orang-
dalam mengetahui arah. Kemudian kata ini orang seperti itu semakin “sempit” tidak ada
berkemabang menjadi binasa, terkubur, atau celah sedikitpun. Apabila orang-orang
secara immateri bermakna sesat dalam hal seperti itu dibiarkan maka akan berakibat
kebajikan. Dari pengertian tersebut fatal, mereka menjelaskan kandungan al-
nampaknya banyak orang salah memahami Qur’an tanpa didasari ilmu.
inti surat Adh-Dhuha ayat 7, bahwasanya Kesimpulan
“didapati Nabi Muhammad dalam keadaan Seseorang ketika ingin menafsirkan
sesat dan tidak mempunyai agama. ayat al-Qur’an secara keseluruhan maka
Kemudian Allah memberinya petunjuk dibutuhkan syarat-syarat sebagai berikut;
lewat jalan Agama. Namun hal ini terlihat Pertama, menguasai ilmu bahasa arab
jelas bahwa pengertian tersebut sangat berserta cabang-cabangnya. Kedua,
bertentangan dengan sifat Nabi yang umi menguasai ilmu al-Qur’an beserta cabang-
serta maksum, terjaga dari segala dosa, cabangnya, menguasai ilmu hadis dan ilmu

19M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, 21M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan,
dan Keserasian Alquran cet 1, (Ciputat: 2017), 62. dan Keserasian Alquran cet 1, (Ciputat: 2017), 62.
20Kementerian Agama RI, Alquran dan Terjemahnya 389
(MQ Tebu Ireng, 2017), 595.

49
Jurnal Samawat. Volume 05 Nomor 01 Tahun 2021

ushul fiqih. Ketiga, mempunyai pemahaman Kemudian ditambah kemampuan “melek


agama yang kuat dan mendalam. Keempat teknologi”, termasuk melek teknologi digital.
apabila syarat-syarat di atas belum Namun, melek teknologi disini tidak
terpenuhi maka tidak diperkenankan termasuk dalam syarat-syarat mufassir.
menafsirkan al-Qur’an. Hadirnya era digital dalam kajian tafsir
Impelementasi syarat-syarat mufasir merupakan wadah dan jalan, agar cakupan
di era digital ini sama saja dengan kualifikasi kajian tafsir semakin luas. Selain itu untuk
syarat-syarat mufassir yang telah menerapakan teknologi digital maka perlu
dirumuskan oleh ulama terdahulu. adanya kolaborasi dengan ahli IT.

Bibliography

Alfurqon, “Kaidah Kualifikasi Intelektual Mufasir dan Urgensinya”, Muttawatir: Jurnal


Keilmuan Tafsir Hadis Vol. 1 No. 2. (Desember 2011).

al-Qathan, Manna Khalil. Mabahis fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Masyurat al-Ashr al-Hadis,
1973.

al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Terj. Mudzakir, cet 14. Bogor:Pustaka
Lintera Antar Nusa, 2011.

al-Suyuti, Jalal al-Din. al-Itqan Fi ‘Ulum al-Quran. Mesir: al-Azhar, 1318 H.

al-Zarkasi, Badr al-Din. al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran. Mesir: al-Halabi, 1957.

Amin Suma, Muhammad. Ulumul Quran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Arni, Jani. Metodologi Penelitian Tafsir. Pekanbaru: Daulat Riau, 2013.

Firdiyanti, Afrida. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Yogyakarta: CV Gre Publising,


2018.

Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya. MQ Tebu Ireng, 2017.

M Fajar Mubarok dkk. “Digitalisasi al-Qur’an dan Tafsir Media Sosial di Indonesia, Journal
Iman dan Spiritualis, Vol 1 No 1. (Januari-Maret 2021).

Quraish Shihab, Muhammad. Kaidah Tafsir. Tanggerang: Lentera Hati, 2013.

Quraish Shihab, Muhammad. Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Penerbit Mizan, 1998.

Rifai, Ahmad. “Tafsir Web; Digitalization Of Quranic Interpretation And Democration Of


Religious Scour In Indonesia”, Jurnal At-Tibyan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Vol 5 No 2,
(Desember 2020).

50
Setio Budi, Implementasi Syarat-syarat Mufassir di Era Digital

Setiawan, Wawan “Era Digital dan Tantanganya, Seminar Nasional Pendidikan”,


(eprints.ummi.ac.id. 2017).

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an cet 1. Ciputat:
2017.

Tolchah, Moch. Aneka Pengkajian Studi al-Qur’an. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2016.

51

Anda mungkin juga menyukai