Anda di halaman 1dari 43

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN TINGKATAN STRESS

TERHADAP KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA REMAJA DI


PUSKESMAS BABAKAN KABUPATEN CIREBON

OLEH :

TENGKU RAFLI.M
4201.0119.A068

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes ) CIREBON
CIREBON
2023

1
DAFTAR ISI

BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................................8
1.4 Ruang Lingkup..........................................................................................................................8
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................................................9
BAB II................................................................................................................................................11
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................11
2.1 Konsep Pola Makan.................................................................................................................11
2.2 Stress.........................................................................................................................................14
2.3 Remaja......................................................................................................................................21
BAB III...............................................................................................................................................26
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL...................................26
3.1 Kerangka Konsep....................................................................................................................26
3.2 Hipotesis...................................................................................................................................26
3.3 Definisi Operasional................................................................................................................26
BAB IV...............................................................................................................................................30
METODE PENELITIAN..................................................................................................................30
4.1 Rencana Penelitian..................................................................................................................30
4.2 Variabel Penelitian..................................................................................................................30
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian..............................................................................................30
4.4 Instrumen Penelitian...............................................................................................................32
4.5 Metode Pengumpulan Data.....................................................................................................33
4.6 Pengolahan Data......................................................................................................................34
4.7 Analisa Data.............................................................................................................................35
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................................................37
4.9 Etika Penelitian........................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................39

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit gastritis ditimbulkan karena adanya peningkatan asam

lambung yang berlebihan. Nyeri pada gastritis timbul karena pengikisan mukosa

yang dapat menyebabkan kenaikan mediator kimia seperti prostaglandin dan

histamine pada lambung yang ikut berperan dalam merangsang reseptor nyeri.

Nyeri akibat penyakit gastritis bila tidak ditangani sedini mungkin atau dibiarkan

maka berakibat semakin parah dan akhirnya asam lambung akan membuat luka-

luka (ulkus) yang dikenal dengan tukak lambung, selain itu bisa terjadi komplikasi

seperti penyempitan kerongkongan hingga sulit menelan, esofagus barret, atau

terpapar asam lambung pada kerongkongan, hingga 'bocornya' asam lambung

hingga usus halus (1) .

Penyakit gastritis adalah suatu penyaakit luka atau lecet pada mukosa

lambung. Seseorang penderita penyakit gastritis akan mengalami keluhan nyeri

pada lambung, mual, muntah, lemas, kembung, dan terasa sesak, nyeri pada ulu

hati, tidak ada nafsu makan, wajah pucat, suhu badan naik,keringat dingin, pusing

atau bersendawa serta dapat juga terjadi perdarahan saluran cerna.Tujuan :

Diketahuinya gambaran tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

penyakit gastritis di wilayah kerja puskesmas Barombong Kota Makassar(2).

Gastritis akut adalah kelainan mukosa ditandai dengan anoreksia,

mual dan muntah-muntrah, biasanya penyakit ini berlangsung singkat. Secara

histologis, walaupun ada gejala namun lambung menunjukkan kondisi normal

3
(Daldiyono, 1989). Gastritis akut ditandai dengan rasa tidak enak pada perut

bagian atas, misalnya rasa perut selain penuh, mual, panas pada perut, pedih

sebelum atau sesudah makan dan sebagainya(3).

Gastritis atau secara umum dikenal dengan penyakit maag

merupakan suatu keadaan peradangan mukosa lambung yang bersifat kronis dan

akut . Walaupun begitu, masyarakat masih sering menganggap remeh terhadap

penyakit ini. Padahal jika dibiarkan dapat menyebabkan tukak lambung(4).

Gastritis didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai mukosa

lambung. Peradangan dapat mengakibatkan pembengkankan mukosa lambung

sampai terlepasnya epitel mukosa supersial yang menjadi penyebab terpenting

dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya

proses inflamasi pada lambung(5).

Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.

Peradangan ini dapat mennyebabkan pembengkakan pada mukosa lambung

sampai terlepasnya epitel gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan

merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung(6).

Gastritis atau dyspepsia atau istilah yang di kenal oleh masyarakat

sebagai maag atau penyakit lambung adalah kumpulan gejala yang di rasakan

sebagai nyeri terutama di ulu hati,orang yang terserang penyakit ini biasanya

sering mual,muntah, rasa penuh dan rasa tidak nyaman. Penyebab gastritis adalah

pemakaian obat antiinflamasi nonstrerois seperti aspirin, asam mafenamat, dalam

jumlah besar, konsumsi alcohol berlebih, banyak merokok, pemeriksaan

kemotrapi, stress berat, konsumsi kimia peroral yang bersifat asam basa dan

4
iskemik syok. Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan pasien tentang perawatan gastritis (maag)(7).

Pada usia lansia, lapisan mukosa lambung akan mengalami penipisan

dan melemah, kondisi inilah yang menyebabkan gastritis lebih sering terjadi pada

lansia dibandingkan orang yang berusia muda, lebih parah dan beragam. Lansia

dengan beberapa kondisi kronis memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami

penyakit gastritis, peningkatan berat badan yang sering terjadi pada lansia juga

menjadi salah satu faktor lemak yang menumpuk diperut dapat menekan lambung.

Gangguan ini tidak hanya di Indonesia bahkan insiden ini terjadi di dunia dari

semua kalangan usia, hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Antara lain:

pengaruh obat-obatan, jenis kelamin, jenis makanan, stress, usia, dan penyebab

utama adalah pola makan yang tidak teratur(8).

Pembangunan kesehatan di era globalisasi saat ini dihadapkan

dengan permasalahan kesehatan penyakit tidak menular (PTM) yang semakin

meningkat. Peningkatan PTM ini salah satunya karena perubahan gaya hidup yang

kurang sehat sehingga dapat mengalami kejadian gastritis(9).

Gastritis merupakan proses inflamasi pada lambung yang memberi

sensasi panas pada dada seperti dada terbakar, mual dan muntah sehingga dapat

mengakibatkan mukosa lambung terlepas serta terjadi pembengkakan Hal ini

apabila terus dibiarkan akan menimbulkan dampak yang cukup serius(10).

Menjaga kesehatan lambung sangat penting karena jika

mengalami penyakit gastritis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari

namun tingkat kesadaran pada masyarakat Indonesia masih tergolong

rendah. World Health Organization(WHO) menyatakan persentase dari kejadian

5
gastritis di Indonesia sejumlah 40,8%, dan beberapa daerah di

Indonesia tercatat angka kejadian di Indonesia cukup tinggi yaitu 274,396

kasus [9]. Dari 10 penyakit utama terbanyak, yang menempati urutan kedua

pada Kota Kupang Nusa Tenggara Timur yaitu Penyakit gastritis sebesar

12,5% atau setara dengan 21.760 kasus(11).

Data pasien rawat jalan tahun 2010, di rumah sakit seluruh Indonesia

menyebutkan bahwa dispepsia berada pada urutan ke 6 dari 10 penyakit terbanyak

di rumah sakit di seluruh Indonesia dengan data jumlah kunjungan sebanyak

163.428. Data pasien rawat inap tahun 2010 tidak jauh berbeda dengan pasien

rawat jalan, dispepsia masuk pada urutan ke-5 dari 10 penyakit terbanyak di

rumah sakit Indonesia(12).

Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit

“maag” atau sakit ulu hati ialah peradangan pada dinding lambung terutama pada

selaput lendir lambung. Gastritis merupakan gangguan yang paling sering ditemui

diklinik karena diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis. Keadaan ini dapat

diakibatkan makanan yang mengiritasi mukosa lambung, pengeluaran mukosa

lambung yang berlebihan oleh sekret lambung sendiri dan kadang-kadang karena

peradangan bakteri(13).

Menurut World Health Organization (WHO), insiden gastritis di

dunia sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahunnya, di Inggris (22%),

China (31%), Jepang (14,5%), Kanada (35%), dan Perancis (29,5%). Di Asia

Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya.Gastritis

biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal

dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan seseorang. Persentase dari angka

6
kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%, dan angka kejadian

gastritis di beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396

kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk(14).

Penyakit gastritis sering terjadi pada remaja, orang-orang yang

stress, karena stress dapat meningkatkan asam lambung, bahkan juga terjadi pada

anak-anak. Gejala yang timbul pada penyakit gastritis adalah rasa tidak enak pada

perut, perut kembung, sakit kepala, dan mual.Selain itu penyakit gastritis bisa

disebabkan oleh bakteri Hellikobacter pylori(15).

Masyarakat Indonesia mayoritas masih memiliki tingkat kesadaran

yang rendah mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal gastritis

atau sakit maag akan sangat menganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja

maupun orang dewasa. Gastritis atau dikenal dengan sakit maag merupakan

peradangan(pembekakan) dari mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor

iritasi dan infeksi. Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus fungsi

lambung dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga

menyebabkan kematian. . Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan sakit

pada penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat dari gastritis fungsional, yaitu

mencapai 70-80% dari seluruh kasus(16).

Badan kesehatan dunia mengadakan sebuah tinjauan terhadap 8

negara didunia untuk mengambil sebuah hasil presentase angka penyakit maag di

dunia. Negara-negara tersebut seperti USA, India, Inggris, China, Jepang, Kanada,

Prancis dan Indonesia. Indonesia menempati urutan ke 3 dengan 40,85%.Kota

Medan merupakan kota dengan tingkat penyakit Gastritis yang sangat tinggi

7
dimana persentase sebesar 91,6%. Penyakit maag di Puskesmas masuk kedalam

10 penyakit terbesar di Seluruh Puskesmas yang ada di Sumatera Utara.(17).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang diangkat dari penelitian ini

adalah “Hubungan pola makan dan tingkatan stress terhadap kekambuhan gastritis pada

remaja di puskesmas babakan kabupaten Cirebon”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pola makan dan tingkatan stress

terhadap kekambuhan gastritis pada remaja di puskesmas babakan

kabupaten Cirebon.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi hubungan pola makan dan tingkatan stress terhadap

kekambuhan gastritis pada remaja di puskesmas babakan kabupaten

Cirebon.

2. Mengidentifikasi perilaku pola makan terhadap kekambuhan gastritis

pada remaja di puskesmas babakan kabupaten Cirebon.

3. Menganalisis hubungan tingkat stress terhadap kekambuhan gastritis

pada remaja di puskesmas babakan kabupaten Cirebon.

8
1.4 Ruang Lingkup

Penelitian ini akan dilakukan oleh mahasiswa program studi ilmu

keperawatan STIKes Cirebon yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

pola makan dan tingkatan stress pada kekambuhan gastritis pada remaja di

puskesmas babakan kabupaten Cirebon. Penelitian ini yaitu menggunakan

penelitian deskriptif analitik, dengan menggunakan pendekatan Cross

Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia di puskesmas

babakan kabupaten cirebon.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Manfaat bagi ilmu keperawatan

Semoga dapat membantu menyajikan informasi yang bermanfaat

khususnya untuk bahan masukan atau sumber bagi profesi untuk

meningkatkan pengetahuan, mengenai hubungan pola makan dan

tingkatan stress pada kekambuhan gastritis pada remaja di puskesmas

babakan kabupaten Cirebon.

2. Manfaat bagi STIKes Cirebon Bagi sekolah tinggi ilmu kesehatan

(STIKes) Cirebon bermanfaat sebagai masukan untuk mengembangkan

kurikulum khususnya bagi ilmu keperawatan.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai referensi perpustakaan dan masukan

bagi mahasiswa/mahasiswi yang sedang mempelajari tentang hubungan

9
pola makan dan tingkatan stress pada kekambuhan gastritis pada remaja di

puskesmas babakan kabupaten Cirebon.

2. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini merupakan sumber data bagi penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan hubungan pola makan dan tingkatan

stress pada kekambuhan gastritis pada remaja di puskesmas babakan

kabupaten Cirebon.

3. Bagi Responden Meningkatkan wawasan dan pengetahuan terhadap

masalah pola makan dan tingkatan stress terhadap kekambuhan gastritis

pada remaja di puskesmas babakan kabupaten Cirebon.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pola Makan

2.1.1 Definisi Pola Makan

Pola makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu terdiri

dari frekuensi makan, jenis makanan, dan porsi makan. Menu seimbang

perlu dimulai dan dikenal dengan baik sehingga akan terbentuk kebiasaan

makan-makanan seimbang dikemudian hari. Kebiasaan makan adalah

istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku

yang berhubungan dengan pengaturan pola makan. Pola makan yang tidak

teratur dan tidak baik dapat menyebabkan gangguan di sistem pencernaan.


(18)

jumlah dan frekuensi makan perlu diperhatiakan untuk

meringankan pekerjaan saluran penceraan dimana sebaiknya makan tiga

kali sehari dalam porsi kecil. Jenis makanan merangsang perlu di

perhatikan agar tidak merusak lapisan mukosa lambung (19).

2.1.2 Komponen Pola Makan

Secara umum, ada 3 komponen penting yaitu :

11
1. Jenis makan

Jenis makanan adalah bahan makan yang bervariasi yang jika dimakan,

dicerna, dan diserap menghasilkan susunan menu yang sehat dan

seimbang.

Jenis makanan yang di konsumsi harus variatif dan kaya nutrisi.

Diantaranya mengandung nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh yaitu

karbohidrat, protein, vitamin, lemak, dan mineral (20).

2. Jumlah porsi makan

Makanan sehat itu jumlahnya harus disesuaikan dengan ukuran

yang dikonsumsi. Bagi yang memiliki berat badan yang ideal, maka

mengosumsi makanan yang sehat tidak perlu menambahkan maupun

mengurangi porsi makanan cukup yang sedang-sedang saja. Sedangkan,

bagi pemilik berat badan lebih gemuk, jumlah makanan sehat harus

dikurangi. Jumlah atau porsi makan merupakan suatu ukuran makan yang

di konsumsi pada setiap kali makan(21).

3. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan sehari-hari. Secara

alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai

dari mulut

sampai usus halus .(22)

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Makan

Menurut Sulistyoningsih, (2011) Faktor pola makan yang

terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan makan seseorang setiap

12
harinya. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya

pola makan seseorang adalah faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor

agama, faktor pendidikan, dan faktor lingkungan.

1. Faktor ekonomi

Faktor Ekonomi mencangkup dalam peningkatan peluang untuk

daya beli pangan dengan kualitas dan kuantitas dalam pendapatan

menurun dan meningkatnya daya beli pangan secara kualitas maupun

kuantitas masyarakat.(23)

Pendapatan yang tinggi dapat mencangkup kurangnya daya beli

dengan

kurangnya pola makan masyarakat sehingga pemilihan suatu bahan

makanan yang lebih di dasarkan dalam pertimbangan selera dibandingkan

aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor.(24)

2. Faktor sosial budaya

Faktor sosial budaya merupakan faktor yang memepengaruhi

dari budaya, pantangan mengkomsumsi jenis makanan dapat di pengaruhi

oleh faktor sosial budaya dalam kepercayaan budaya adat daerah yang

menjadi kebiasaan atau adat daerah. Kebudayaan di suatu masyarakat

memiliki cara mengkonsumsi pola makan dengan cara sendiri.(25)

3. Faktor agama.

13
Faktor agama pola makan mempunyai suatu cara dan bentuk

makan dengan baik dan benar. Dalam budaya mempunyai suatu cara

bentuk

macam pola makan seperti bagaimana cara makan, bagaimana

pengolahannya, bagaimana Persipan makanan, dan bagaimana penyajian

makannya. (26)

4. Faktor Pendidikan

Faktor pendidikan pola makan adalah salah satu pengetahuan

yang di pelajari dan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang

akan di makan dan pengetahuan tentang gizi.(27)

5. Faktor lingkungan

Dalam faktor lingkungan pola makan berpengaruh terhadap

pembentukan perilaku makan, dalam lingkungan keluarga melalui adanya

promosi, media elektronik, dan media cetak(28)

2.2 Stress

2.2.1 Definisi Stress

Stress adalah reaksi fisik maupun psikis terhadap suatu tuntutan

yang menimbulkan ketegangan dan dapat mengganggu stabilitas

kehidupan serta mempengaruhi sistem hormonal tubuh.(29)

Stress adalah respon nonspesifik generalisata tubuh terhadap

setiap faktor yang mengalahkan, atau mengancam untuk mengalahkan

kemampuan kompesensi tubuh untuk mempertahankan hemeostatis.(30)

14
2.1.2 Tahapan Stress

Gejala-gejala stress pada diri seseorang sering kali perjalanan

awal tahapan stress timbul secara lambat. Dan, baru dirasakan bila mana

tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari

hari baik dirumah, di tempat kerja ataupun di pergaulan lingkungan

sosialnya. Dr.Robert .Van

Amberg dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stress sebagai

berikut:

1. Stres Tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan, dan

biasanya

disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:

a. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).

b. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana mestinya

c. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; namun

tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup

yang berlebihan pula.

d. Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah

semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

2. Stres tahap II

15
Dalam tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan”

sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul

keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup

sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat

dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan

cadangan energi yang mengalami defisit. Analogi dengan hal ini adalah

misalnya handpone (HP) yang sudah lemah harus kembali di isi ulang (di

charger) agar dapat digunakan lagi dengan baik. Keluhan-keluhan yang

sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II

adalah sebagai berikut:

a. Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.

b. Merasa mudah lelah sesudah makan siang.

c. Lekas merasa capai menjelang sore hari.

d. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort)

e. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).

f. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.

g. Tidak bisa santai.

h. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan

apa penyebabnya.

3. Stres tahap III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya

tanpa

16
menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stress tahap II

tersebut di atas, maka yang bersangkutan akan menurunkan keluhan

keluhan yang semakin nyata dan mengganggu yaitu:

a. Gangguan lambung dan usus semakin nyata: misalnya keluhan “maag”

(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).

b. Ketegangan otot-otot semakin terasa.

c. Perasaan ketidak tenangan dan ketegangan emosional semakin

meningkat.

d. Gangguan tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur

(middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/dini hari dan tidak dapat

kembali tidur (late insomnia).

e. Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa lemas dan serasa mau

pingsan).

Pada tahap ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter

untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stress hendaknya dikurangi

dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah

suplai energi yang mengalami defisit.

4. Stres tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksa diri kedokter

sehubungan dengan keluhan-keluhan stress tahap III di atas, oleh dokter

dinyatakan tidak sakit. Karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik

17
pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus

memaksakan diri untuk bekerja tanpa megenal istirahat, maka gejala stres

tahap IV akan muncul :

a. Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.

b. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah

diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.

c. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan

untuk merespon secara memadai (adequate).

d. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.

e. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan.

f. Seringkali menolak ajakan (negativisme) karena tiada semangat dan

kegairahan.

g. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.

h. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan

apa penyebabnya.

5. Stres tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V

yang ditandai dengan hal-hal berikut:

a. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and

psychological exhaustion).

b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerajan sehari-hari yang

ringan dan sederhana.

18
c. Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intensial disorder).

d. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat,

mudah bingung dan panik.

6. Stres tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan

panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang

mengalami stress tahap VI ini berulang kali dibawa ke Unit Gawat Darurat

bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak

ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stress tahap VI ini adalah

sebagai berikut:

a. Debaran jantung teramat keras.

b. Susah bernafas (sesak dan megap-megap).

c. Sekujur tubuh terasa gemetar,dingin,dan keringat bercucuran.

d. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan.

e. Pingsan atau kolaps (collapse).

Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana

digambarkan diatas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang

disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat

stress psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk

mengatasinya.(31)

2.1.3 Klasifikasi Stres

Stress diklarifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu:

19
1. Stres ringan

Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari

dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana

mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Stres ini tidak

merusak aspek fisiologi seseorang. Pada respon psikologi didapatkan

merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa

disadari cadangan energi semakin menipis. Pada respon perilaku

didapatkan semangat kerja yang terlalu berlebihan, merasa mudah lelah

dan tidak bisa santai. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali

jika dihadapi terus menerus. (32)

2. Stres sedang

Pada tingkat stres ini individu lebih memfokuskan hal penting

saat ini dan menyampaikan yang lain sehingga mempersempit lahan

persepsinya. Respon fisiologis dari tingkat stres ini didapatkan gangguan

pada lambung

dan usus misalnya maag, buang air besar tidak teratur, ketegangan pada

otot, berbebar-debar, gangguan pola tidur dan mulai terjadi gangguan

siklus dan pola menstruasi. Respon psikologis dapat berupa perasaan

ketidaktenangan dan ketenangan emosional semakin meningkat,

merasa aktivitas menjadi membosankan dan terasa lebih sulit, serta timbul

perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa

penyebabnya. Pada respon perilaku sering merasa badan terasa akan jatuh

dan serasa mau pingsan, kehilangan respon tanggap terhadap situasi,

ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari, daya

20
konsentrasi dan daya ingat menurun. Keadaan ini bisa terjadi beberapa jam

hingga beberapa hari.(33)

3. Stres Berat

Pada tingkat ini, persepsi individu sangat menurun dan

cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal ini. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan

perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan. Pada

tingkat stres ini juga mempengaruhi aspek fisiologi yang didapatkan

seperti, gangguan pencernaan semakin berat, tidak teraturan pada siklus

menstruasi, debaran jantung semakin keras, sesak napas dan sekujur tubuh

terasa gemetar. Pada respon psikologik didapatkan, merasa kelelahan fisik

semakin mendalam, timbul perasaan takut, cemas yang semakin

meningkat, mudah bingung dan panik. Respon perilaku dapat terjadi tidak

menyelesaikan tugas sehari-hari.(34)

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang

berarti to grow. Remaja merupakan masa perkembangan individu yang

sangat penting. Hord alberty mengemukakan bahwa masa remaja

merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang

terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa

dewasa.

21
Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi

dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan

hormonal, fisik, prikologis maupun sosial. Perubahan ini terjadi dengan

sangat cepat dan kadang tanpa kita sadari. Perubahan fisik yang menonjol

adalah perkembangan tanda-tanda seks sekunder, terjadinya pacu tubuh,

serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan lingkungannya.

Perubahan-perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan maupun

penyakit tertentu bila tidak diperhatikan dengan seksama. (35)

Masa remaja menurut WHO merupakan suatu fase

perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Berlangsung

antara usia 10 sampai 19 tahun. Pada masa remaja banyak terjadi

perubahan biologis, psikologis maupun sosial. Masa remaja merupakan

masa periode perubahan dan perkembangan berbagai hal baik perubahan

hormonal, fisik, psikologis maupun sosial. Hal ini harus selalu dipantau

karena jika diabaikan perkembangan remaja bisa terpengaruh oleh

lingkungan sekitar yang beresiko buruk. Sedangkan menurut pendapat

para ahli psikologi digambarkan oleh Y Singgih D Gunarso bahwa 30

pengertian remaja adalah perubahan fisik yang di dahului dengan

kematangan seksual.(36)

2.3.2 Batasan Usia dan Tahap Perkembangan Remaja

Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi

hingga masa tua akhir, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni

masa remaja awal, masa remaja akhir, dan masa remaja dewasa, adapun

kriteria tentang batasan remaja dari berbagai sumber, seperti nasional

22
center health statistics (NCHS) mengklasifikasikan remaja menurut

kelompok umur menjadi: remaja awal umur 10-14 tahun, remaja akhir

umur 15-19 tahun, remaja dewasa umur 20-24 tahun.(37)

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap

perkembangan remaja yaitu:

1. Remaja Awal (Early Adolescence) Pada tahap ini remaja masih bingung

akan perubahan-peruahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan

dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran

baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang.

2. Remaja Madya ( Middle Adolescence) Pada tahap ini remaja sangat

membutuhkan teman. Ia merasa senang apabila banyak teman yang

menyukainya dan terdapat kecenderungan narsistik yaitu mencintai diri

sendiri dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat yang sama

dengan dirinya. Selain itu, berada dalam kodisi kebingungan karena ia

tidak tahu harus memilih yang sama peka 31 atau tidak peduli, ramai-

ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialistis dan

sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipoes complex

(perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanakkanak) dengan

mempererat hubungan kawan dari lain jenis.

3. Remaja akhir (late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai

dengan pencapaian 5 hal berikut:

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

23
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam

pengalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) di ganti

dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

e. Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya dengan masyarakat

umum. Menurut freud, seksualitas pada remaja dimulai dengan perubahan-

perubahan tubuh yang menimbulkan tujuan baru dari dorongan seksual

reproduksi. Tahap ini disebutnya tahap tahap fase genital. Fase genital

merupakan perkembangan terakhir dari tahap-tahap sebelum dan bertujuan

reproduksi.(38)

Perubahan biologis adalah percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal,

dan kematangan seksual yang datang dengan pubertas. Perubahan fisik

yang sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan jiwa remaja adalah

32 pertumbuhan tinggi badan yang semakin tinggi, berfungsinya alat-alat

reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada

lakilaki), dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh. Perubahan fisik

tersebut dapat menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya,

sehingga dapat berpengaruh pada perubahan psikologi remaja tersebut.(39)

Remaja Pola Makan Stress

1. ekonomi
24
2. sosial budaya

3. agama
1. Lingkungan Gastritis
2. Kognitif

3. kepribadian

4.sosial budaya

2.1 kerangka teori hubungan pola makan dan tingkatan stress terhadap kekambuhan gastritis
pada remaja (35) (18) (29) (1)

25
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep yang satu dengan konsep lainnya

dari masalah yang di teliti dibangun berdasarkan hasil studi empiris terdahulu sebagai sesuai

apa yang telah diuraikan pada tinjauan Pustaka

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN TINGKATAN STRESS TERHADAP

KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA REMAJA

Pola Makan Tingkatan Stress Kekambuhan


Gastritis

Gambar 3.1 kerangka konsep pola makan dan tingkatan stress terhadap kekambuhan gastritis
pada remaja.
3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti. Dihasilkan dari

kajian teoritik/deduktif dan diambil dari kesimpulankesimpulan deduktif setiap nomor pada

26
kerangka pikir. Dirumuskan secara naratif. Hipotesis pada penelitian ini adalah: Ada

hubungan tingkat stress dengan perilaku merokok pada remaja.

3.3 Definisi Operasional

Defenisi Operasional adalah definisii berdasarkan karakteristik yang diamati

dari suatu yang didefinisikan tersebut.

Tabel 3.1 Definisi Operasional hubungan pola makan dan tingkatan stress terhadap

kekambuhan gastritis pada remaja.

N Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

o Operasional

1 Variable Jenis Kuesioner Formular 0= pola makan Nomin

Independen makanan FFQ (food tidak sesuai PUGS al

t (pola yang di frequensi (pedoman Umum

makan) konsumsi questionnair Gizi Seimbang)

terdiri dari e) 1 = pola makan

makanan sesuai PUGS

pokok ,lauk (makanan pokok

pauk, 3-8 porsi/hari,

sayur,dan lauk-pauk 2-3

buah yang di porsi/hari, sayur-

konsumsi(40) sayuran 2-3

porsi/hari, dan

buah 3-5

porsi/hari)

27
(Depkes, 2008)

2 Stress adalah Kuisoner Angket Normal 0-14 Ordinal


Variable
reaksi fisik DASS Ringan 15-18
Independen
maupun Sedang 19-25
t (tingkatan
psikis Berat 26-33
stress)
terhadap Sangat Berat >34

suatu

tuntutan

yang

menimbulka

keteganggan

dan dapat

mengganggu

stabilitas

kehidupan

serta

mempengaru

hi sistem

hormonal

tubuh.(41)

3 Variable Pasien Lembar wawancara Menurut Nomin

Dependent datang pengumpul (Notoadmodjo, al

(kekambuh kedokter an data 2012) di dalam

an gastritis) karena rasa buku Metode

28
nyeri dan PPSDMK 2018

panas seperti Pengukuran

terbakar tingkat

pada perut pengetahuan

bagian terbagi 3 yaitu :

atas(42) 1.Baik : dikatakan

jika responden

dapat menjawab

pertanyaan 16-20

dengan benar 76%

– 100 %.

2.Cukup :

dikatakan jika

responden dapat

menjawabpertanya

an 12 -14 dengan

benar 56% - 75%.

3.Kurang :

dikatakan jika

responden dapat

menjawab

pertanyaan <55%.

29
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rencana Penelitian

Rencana Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan menggunakan

metode survey analitik. Penelitian ini mencari korelasi hubungan pola makan dan

tingkat stress pada kekambuhan gastritis pada remaja di puskesmas babakan

kabupaten Cirebon.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Cross

30
sectional, dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan

pada data variabel independen dan dependen (sekali waktu)(43)

4.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah sebagai atribut dari sekelompok orang atau subjek

yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok, yang

terdiri dari variabel independen dan variabel dependen.(44)

4.2.1 Variabel bebas (independen)

Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.

Variabel independent dalam penelitian ini adalah stress.(45)

4.2.2 Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitin

ini adalah penyebab kekambuhan gastritis.(46)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti .
(47)

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh remaja di puskesmas babakan

kabupaten Cirebon sebanyak 164 orang.

4.3.2 Sampel

31
penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi Teknik sampling dalam penelitian

ini di hitung menggunakan rumus dari Taro Yamane dengan tingkat persis yang

ditetapkan sebesar 0,1 (10%)(48)

N
n= 2
N . d +1

Dimana :

n = jumlah sempel

N = jumlah populasi

d2 = presisi (ditetapkan 10%)

164
n=
164 x 0,12 +1

164
n=
1,64 +1

164
n= =62,12
2,64

dapat di bulatkan menjadi 63 orang.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode purposive sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.(49)

1. Kriteria Inklusi

32
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.(50)

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Sehat jasmani dan rohani

b. Remaja usia 12 tahun sampai 18 tahun

c. Remaja perokok

d. Bersedia menjadi responden

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan sebagian subjek yang

memenuhi inklusi dari penelitian karena berbagai sebab(51)

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Remaja yang saat pengambilan data tidak ada ditempat saat penelitian

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data yang disusun

dengan hajat untuk memperoleh data yang sesuai baik data kualitatif maupun data

kuantitatif.(52)

Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, yaitu: kuesioner bagian pertama adalah

biodata responden, sedangkan bagian kedua adalah kuesioner untuk

mengidentifikasi hubungan pola makan dan tingkatan stress pada kekambuhan

gastritis remaja di puskesmas babakan kabupaten Cirebon.

33
4.5 Metode Pengumpulan Data

Alur pada pengumpulan data akan dilakukan di Desa Cibeureum

Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan dengan proses sebagai berikut :

1. Peneliti mengajukan surat ijin kepada institusi untuk melakukan penelitian.

2. Kemudian peneliti mengajukan ijin kepada Kepala Desa Cibereum Kecamatan

cilimus kabupaten kuningan.

3. Setelah mendapatkan ijin, peneliti langsung melaksanakan penelitian di tempat

tersebut.

4. Sebelum pengisian kuesioner peneliti memberikan informasi singkat tentang

tujuan, manfaat dan peran serta responden dalam penelitian.

5. Bagi remaja yang bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangani

lembar persetujuan menjadi responden.

6. Peneliti meminta kepada responden yang setuju dalam penelitian ini untuk

mengisi seluruh pertanyaan yang tersedia dalam kuesioner.

7. Peneliti menunggu pengisian kuesioner sampai selesai.

8. Peneliti memeriksa kelengkapan data di tempat pengambilan data yang

bertujuan agar bila ada kekurangan dapat segera dilengkapi

4.6 Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Editing

34
Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan. Apabila

ada data-data yang belum lengkap, jika memungkinkan perlu dilakukan

pengambilan data ulang untuk melengkapi data-data tersebut. Tetapi apabila tidak

memungkinkan, maka data yang tidak lengkap tersebut tidak diolah 44 atau

dimasukkan dalam pengolahan “data missing”. Editing adalah tahap dimana

peneliti memeriksa kembali daftar pernyataan yang telah diserahkan kembali oleh

responden dan memeriksa kelengkapan jawaban satu persatu apakah checklist

sudah diisi sesuai petunjuk yang telah ditentukan yang meliputi:

a. Mengecek kelengkapan identitas pengisian.

b. Setelah lengkap baru menyelesaikan kodenya.

c. Mengecek masing-masing kekurangan isian data.

2. Coding

Pemberian kode atau tanda pada setiap data yang telah terkumpul untuk

mempermudah memasukkan data ke dalam tabel komputer.

3. Scoring

Scoring adalah penelitian jumlah ekor dalam penelitian. Pada penelitian ini

menggunakan skala ordinal dan ordinal, dengan pemberian skor sebagai berikut :

Penyekoran ordinal ordinal perilaku merokok pada remaja awal :

1) Penyataan positif

Selalu (S) : 5

Sering (Sr) : 4

35
Jarang (J) : 3

Pernah (P) : 2

Tidak Pernah (TP) : 1

2) Pernyataan negative

Selalu (S) : 1

Sering (Sr) : 2

Jarang (J) : 3

Pernah (P) : 4

Tidak Pernah (TP) : 5

4. Tabulating

Tabulating adalah memasukkan data atau penyusunan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi(53). Pada penelitian ini peneliti mentabulasi hasil penelitian

dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

4.7 Analisa Data

4.7.1 Analisis Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

setiap variabel penelitian(54). Analisa univariat ini untuk mengetahui rata-rata

36
tingkat stres saat menyusun skripsi. Pada analisa data ini untuk mengetahui

distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, maka menggunakan rumus:

𝑃 = 𝐹 𝑁 100% 46

Keterangan :

P = Presentase

F = Jumlah data yang diperoleh

N = Jumlah total data

4.8.2 Analisa Bivariat

Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau

berkorelasi(55), yaitu tingkat stress dengan perilaku merokok pada remaja. Analisa

bivariat dilakukan untuk mengetahui ada Hubungan tingkat stress dengan perilaku

merokok pada remaja.

Dalam menganalisis data secara bivariat sebelumnya dilakukan uji

normalitas data untuk mengetahui apakah data yang berdistribusi normal atau

tidak normal sehingga peneliti mampu menentukan rumus bivariat yang tepat.

Pada penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah Chi Square karena

jumlah responden >40 . Rumus hitung Chi Square, sebagai berikut:

b k
x 2 hitung=∑ ❑ ∑ ❑ ¿ ¿ ¿
i=1 j=1

Keterangan :

b : jumlah baris

37
k : jumlah kolom

Oij : frekuensi observasi

Eij : frekuensi harapan Rumus menghitung

E : 𝐸𝑖𝑗 = 𝑓𝑖 𝑥 𝑓𝑗 𝑛

fix f j
Eij
n

4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di puskesmas babkab kabupaten cirebon. Waktu

penelitian direncanakan bulan Desember 2021 sampai Januari 2022

4.9 Etika Penelitian

4.9.1 Informed Consent ( persetujuan penelitian)

Informed consent merupakan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas

dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang dilakukan terhadap dirinya serta

resiko yang berkaitan denganya. Lembar persetujuan diedarkan sebelum

penelitian dilakukan agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian.

Jika responden bersedia diteliti maka responden harus menandatangani lembar

persetujuan tetapi jika responden tidak menyetujui maka peneliti harus

menghormati hak hak responden.

4.9.2 Autonomy (Otonomi)

38
Prinsip otonomi didasari pada keyakinan bahwa wujud individu mampu berfikir

logis dan memutuskan sendiri, memilih, dan memiliki berbagai keputusan atau

pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi adalah bentuk respack 48 terhadap

seseorang juga dipadang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara

rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang

menuntut pembedaan diri.

4.9.3 Privacy

Identitas responden tidak akan diketahui oleh orang lain dan mungkin oleh

peneliti sendiri sehingga responden dapat secara bebas menentukan pilihan

jawaban dan kuesioner tanpa takut di intimidasi oleh orang lain(56)

DAFTAR PUSTAKA

39
1. Nur MP. Penerapan Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Gastritis Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman. Alauddin Sci J Nurs. 2021;2(2):75–83.
2. Mulat TM. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Penyakit Gastritis di
Wilayah Kerja Puskesmas Barombong Kota Makassar. J Ilm Kesehat Sandi Husada.
2016;3(1):30–7.
3. Anindhita PA, Ismahmudi R. Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien
Gastritis dengan Perbaikan Kualitas Keluhan Gastritis Akut Menggunakan Akupunktur
Titik Zulianli dan Titik Diji di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Abdul Wahab
Sjahranie. 2015;
4. Tarigan SBR. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Terhadap Kejadian
Gastritis pada Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam di RSU Mitra Sejati Tahun
2018. 2019;
5. Megawati A, Nosi H, Syaipuddin S. Beberapa faktor yang berhubungan dengan
kejadian gastritis pada pasien yang dirawat di RSUD Labuang Baji Makassar. J Ilm
Kesehat Diagnosis. 2014;4(6):709–15.
6. Solikha B. Peran Keluarga Dalam Pengaturan Kepatuhan Diet Pada Pasien Gastritis.
University of Muhammadiyah Malang; 2019.
7. Siregar IS. Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Perawatan Gastritis di RS Umum
Bangkatan Binjai Tahun 2016. J Ris Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan.
2016;1(2):105–9.
8. Hidayanto DK, Rosid R, Ajijah AHN, Khoerunnisa Y. Pengaruh Kecanduan Telpon
Pintar (Smartphone) pada Remaja (Literature Review). J Publisitas. 2021;8(1):73–9.
9. Noer RM, Syamsul M, Ningrum PT, Syarifah S, Yermi Y, Perwiraningrum DA, et al.
Strategi dalam Menghadapi Tantangan Kesehatan Pasca Pandemi Covid-19. Penerbit
Insania; 2021.
10. Asih LRR, Nisak R, Sandi YDL. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Dukungan
Keluarga terhadap Perilaku Pencegahan Gastritis pada Remaja di Dusun Gebang Desa
Walikukun Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi. e-Journal Cakra Med.
2022;9(1):1–7.
11. Mandala MS, Inandha LV, Hanifah IR. Hubungan Tingkat Pendapatan dan Pendidikan
dengan Perilaku Masyarakat Melakukan Swamedikasi Gastritis di Kelurahan Nunleu
Kota Kupang: Relationship of Income and Education Level with the Decision of the
Community to Self-Medicate Gastritis in Nunleu Villa. J Sains dan Kesehat.
2022;4(1):62–70.
12. Sari A, Anggaraini RS, Prasetyo RB. Upaya Pencegahan Dispepsia Menggunakan
Bahan Alami sebagai Obat Herbal serta Kegiatan Penanaman Toga (Tanaman Obat
Keluarga) Kota Batam 2022. PUNDIMAS Publ Kegiat Abdimas. 2022;1(1):29–36.
13. AFISKA S. GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT
GASTRITIS DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU. Poltekkes Kemenkes Riau; 2015.

40
14. Khusna LU, Nur F, Faizah Betty R, Kep A. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan
Upaya Pencegahan Kekambuhan Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak
Sukoharjo. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2016.
15. Prabandari YB. Asuhan Keperawatan Pada An. T Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan: Gastritis Di Bangsal Flamboyan RSUD Sukoharjo. Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2012.
16. Janah M. UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN POLA MAKAN PADA
PENDERITA GASTRITIS MELALUI MEDIA BOOKLET.
UNIVERSITAS’AISYIYAH SURAKARTA; 2021.
17. HASIBUAN MH. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Tindakan
Swamedikasi Penyakit Gastritis Di Desa Parapat Kecamatan Sosa Kabupaten Padang
Lawas. 2020;
18. Tussakinah W, Masrul M, Burhan IR. Hubungan Pola Makan dan Tingkat Stres
terhadap Kekambuhan Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Tarok Kota Payakumbuh
Tahun 2017. J Kesehat Andalas. 2018;7(2):217–25.
19. Handayani M, Thomy TA. Hubungan Frekuensi, Jenis Dan Porsi Makan Dengan
Kejadian Gastritis Pada Remaja. J Kesehat Saelmakers PERDANA. 2018;1(2):40–6.
20. MANURUNG M. SKRIPSI LITERATURE REVIEW: HUBUNGAN POLA
MAKAN YANG BURUK TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG
KORONER. 2021;
21. Diatsa B, Abi Muhlisin SKM, Kep M, Yulian V. Hubungan Pola Makan Dengan
Kejadian Gastritis Pada Remaja di Pondok AL-Hikmah, Trayon, Karanggede,
Boyolali. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2016.
22. Rihiantoro T, Widodo M. Hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian
hipertensi di kabupaten tulang bawang. J Ilm Keperawatan Sai Betik. 2018;13(2):159–
67.
23. Susanti LL. Analisis Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani Karet di Kecamatan
Batin Xxiv Kabupaten Batanghari. J Ilm Sosio-Ekonomika Bisnis. 2012;15(2).
24. Idrus S, Gede IP, Par M, Damayanti SP. KLINIK KULINER KHAS LOMBOK
BERBASIS KOMPETENSI Langkah Solutif Memberikan Edukasi Keterampilan Bagi
Masyarakat Lokal dan Perempuan Putus Sekolah. Literasi Nusantara; 2021.
25. Nurti Y. Kajian makanan dalam perspektif antropologi. J Antropol isu-isu Sos budaya.
2017;19(1):1–10.
26. Arifin Z. Gambaran pola makan anak usia 3-5 tahun dengan gizi kurang di pondok
bersalin Tri Sakti Balong Tani kecamatan Jabon–Sidoarjo. J Kebidanan Midwiferia.
2016;1(1):16–29.
27. Fitriani NL, Andriyani S. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap anak usia
sekolah akhir (10-12 Tahun) tentang makanan jajanan di SD Negeri II Tagog Apu
Padalarang Kabupaten Bandung Barat tahun 2015. J Pendidik Keperawatan Indones.
2015;1(1):7–26.
28. Mufidah NL. Pola konsumsi masyarakat perkotaan: studi deskriptif pemanfaatan
foodcourt oleh keluarga. J Biokultur. 2012;2:157–78.

41
29. Resti IB. Teknik relaksasi otot progresif untuk mengurangi stres pada penderita asma.
J Ilm Psikol Terap. 2014;2(1):1–20.
30. Aji PT, Ns MK. Modul Praktikum Klinik Keperawatan Medikal Bedah II. 2019;
31. Erliana F. Perbedaan bentuk reaksi stres mahasiswa dan anggota militer pada peserta
ekspedisi NKRI 2013 koridor Sulawesi Sub Korwil-01 Kepulauan Sangihe.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim; 2013.
32. Puspitaningsih D. Stres Mahasiswa Saat Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Poltekkes
Majapahit Mojokerto. Hosp Majapahit (JURNAL Ilm Kesehat Politek Kesehat
MAJAPAHIT MOJOKERTO). 2015;7(1).
33. KARTINI S. THE ASSOCIATION BETWEEN STRESS LEVEL TO SLEEP
QUALITY ON STUDENTS OF FACULTY MEDICINE UNIVERSITY OF
MUHAMMADIYAH MAKASSAR.
34. Zakaria D. Tingkat stres mahasiswa ketika menempuh skripsi. University of
Muhammadiyah Malang; 2017.
35. Batubara JRL. Adolescent development (perkembangan remaja). Sari Pediatr.
2016;12(1):21–9.
36. Saputro KZ. Memahami ciri dan tugas perkembangan masa remaja. Apl J Apl Ilmu-
ilmu Agama. 2017;17(1):25–32.
37. RIZKY DWIO. EFEKTIVITAS SENAM LANSIA DAN SENAM ERGONOMIS
TERHADAP PERUBAHAN SKALA INSOMNIA PADA LANSIA DI UPT
PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA MAGETAN. STIKES BHAKTI HUSADA
MULIA; 2018.
38. Fauzian R. Pengantar Psikologi Perkembangan. CV Jejak (Jejak Publisher); 2020.
39. Muri’ah DRHS, Wardan K. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Literasi
Nusantara; 2020.
40. Utami P. Tanaman obat untuk mengatasi diabetes mellitus. AgroMedia; 2003.
41. Saleh LM, Russeng SS, Tadjuddin I. Manajemen Stres Kerja (Sebuah Kajian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dari Aspek Psikologis Pada ATC). Deepublish;
2020.
42. Edi DO. PENATALAKSANAAN PADA WANITA USIA 76 TAHUN DENGAN
OSTEOARTHRITIS DAN DISPEPSIA MELALUI PENDEKATAN KEDOKTERAN
KELUARGA. J Heal Sci Physiother. 2022;4(1):32–43.
43. Tarru RO. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Pemberian Kolostrum pada
Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kelurahan Bombongan Makale Tahun 2012. 2013;
44. Supangkat AH, Supriyatin S. Pengaruh citra merek, kualitas produk, harga terhadap
keputusan pembelian tas di intako. J Ilmu dan Ris Manaj. 2017;6(9).
45. Widiawati F, Amboningtyas D, Rakanita AM, Warso MM. Pengaruh Beban Kerja,
Stress Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan PT Geogiven
Visi Mandiri Semarang. J Manage. 2017;3(3).
46. Subhan M, ketut Marjani N. HUBUNGAN DAN PENGARUH STRES DAN POLA

42
MAKAN DENGAN KEJADIAN KEKAMBUHAN GASTRITIS. Mot J Ilmu
Kesehat. 2022;17(1):1–7.
47. Hapnita W. Faktor internal dan eksternal yang dominan mempengaruhi hasil belajar
menggambar dengan perangkat lunak siswa kelas XI teknik gambar bangunan SMK N
1 Padang tahun 2016/2017. CIVED (Journal Civ Eng Vocat Educ. 2018;5(1).
48. Nasta’in KU. PENGARUH KOMUNIKASI GURU-SISWA TERHADAP HASIL
BELAJAR BAHASA INDONESIA DAN IPA KELAS V SDN 1 JENANGAN
PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2020/2021. IAIN Ponorogo; 2020.
49. Sulaiman H. Aktivitas matematika berbasis budaya pada masyarakat pesisir di pasar
ikan gebang kabupaten cirebon. Mapan J Mat dan Pembelajaran. 2019;7(1):61–73.
50. Triswanti N, Wibawa FS, Adha GAR. Karakteristik Pasien Otitis Media Akut. J Ilm
Kesehat Sandi Husada. 2021;10(1):7–11.
51. Kurniati D. Risiko Tinggi Kehamilan Terhadap Komplikasi Persalinan di Rumah
Bersalin Tri Tunggal Jakarta Utara. J Ilmu dan Budaya. 2018;41(58).
52. Lubis MS. Metodologi penelitian. Deepublish; 2018.
53. RENY R, Putri RA. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERAN KADER
KESEHATAH TERHADAP PELAYANAN POSYANDU LANSIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MANGGALA TAHUN 2020. Universitas Ngudi Waluyo;
2021.
54. Anggraeni R. Pengaruh penyuluhan manfaat mobilisasi dini terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini pada pasien pasca pembedahan laparatomi. Syntax Lit J Ilm Indones.
2018;3(2):107–21.
55. Setiadi HA. Analisis faktor berpengaruh terhadap kepuasan penghuni rumah susun
sewa studi kasus rumah susun sewa Kemayoran. J Permukim. 2015;10(1):19–36.
56. SUutopo B. Pengaruh Senam Otak (Brain Gym) Terhadap Tingkat Kejenuhan Siswa di
SMPN 3 Jombang Kelas VIII. STIKes Insan Cendekia Medika Jombang; 2018.

43

Anda mungkin juga menyukai