Anda di halaman 1dari 3

Puasa seperti disyariatkan oleh Allah swt kepada hamba-Nya dapat

mengubah diri kita menjadi pribadi bertaqwa.

َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬


َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa,” (QS. Al-Bqrh: 183)

Imam At-Thabari menafsirkan ayat ini: “Maksudnya adalah agar kalian


bertakwa (menjauhkan diri) dari makan, minum dan berjima’ dengan
wanita ketika puasa.

Dalam kitab Tafsir Jalalain dijelaskan dengan ringkas: “Maksudnya, agar


kalian bertakwa dari maksiat. Sebab puasa dapat mengalahkan syahwat
yang merupakan sumber maksiat.” (Tafsir Al–Jalalain, 1/189)

Inilah yang menjadi prestasi seorang hamba.

“Taqwa ini merupakan harapan, dalam artian, dengan puasa kita menjadi
bertaqwa, bukan hanya ketika berpuasa, tapi secara terus menerus, untuk
bulan-bulan dan tahun-tahun berikutnya. Taqwa juga merupakan predikat
yang harus diupayakan tiap hamba”.

1. Al-Khaufu minal-Jalil, merasa takut kepada Allah Swt yang


mempunyai sifat Maha Agung.
2. Al-‘Amalu bi At-Tanzil, beramal dengan apa yang diwahyukan oleh
Allah Swt.
3. Ar-Ridha bil-Qalil, merasa cukup dan ridha dg pemberian Allah Swt,
meskipun hanya sedikit
4. Al-Isti`dadu li Yaumir-Rahil, yaitu sentiasa mempersiapkan bekal
untuk menghadapi kematian dan kembali menghadap Allah.

4 Indikator Taqwa

Pertama, al-khawf minal Jalīl (rasa takut kepada Allah Yang Maha Luhur
lagi Mulia).
Khouf adl rasa muroqobah, selalu diawasi, kapan pun dan dimanapun.

Meresapi makna Al-Jalil berarti memandang dan menempatkan Allah


dalam kehidupan dunia ini.

Urusan agama Allah adalah di atas segalanya. Keyakinan dan segala


sikap perilaku harus bersandar pada ketentuan Allah. Tidak ada
perbuatan kecil, jika diterima oleh Allah yang Maha Luhur dan Maha
Besar.

Seseorang yang meyakini Allah Yang Maha Luhur dan Maha Besar berarti
mencintai Allah di atas segalanya. Ia akan lebih mengutamakan ibadah
kepada Allah daripada sibuk dengan pekerjaannya. Ia akan
mendahulukan urusan Allah dan Hari Akhir ketimbang dunianya. Dan, ia
tidak akan memperbudak dirinya untuk sekedar urusan dunia.

Indikator ini menunjukkan bahwa puasa menghendaki peningkatan


keimanan, khususnya prinsip Tauhid.

Kedua, al-‘Amal bi-t-tanzīl (beramal sesuai tuntunan Syari’ah). Disebut


bertaqwa jika seseorang itu menjalankan apa yang menjadi perintah Allah
swt, dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Puasa inilah latihan
utama dalam menerapkannya.

Ustadz Dr. Syamsuddin Arif menyebut, hal ini sesuai dengan fungsi
pertama dari puasa; fungsi konfirmatif. “Jangan mengaku orang Islam
dan beriman kalau tidak puasa pada bulan suci Ramadhan tanpa alasan
yang dibenarkan. Berpuasa merupakan bukti pengukuh keislaman dan
keimanan Anda”.

Indikator ketiga, ar-Ridhā bil qalīl (ridha dengan yang sedikit). Jiwa
manusia menghendaki yang banyak, obsesi tinggi, namun seringkali tidak
dibarengi dengan ridha atas ketetapan Allah swt. Dengan puasa, kita
diajarkan untuk menerima walaupun sedikit, bersyukur dengan apa yang
didapat, serta berkeyakinan penuh bahwa Allah swt telah menciptakan
segala sesuai dengan kadarnya.
Rasulullah bersabda: “Unzuruu ilaa man asfala minkum. Walaa tanzuru
ila man huwa fauqakum

hendaknya kita selalu melihat ke bawah untuk hal-ihwal duniawi, dan


melihat ke atas untuk perkara ukhrawi. Ketika kita punya mobil, bersyukur
karena betapa banyak di sekeliling kita hanya punya motor, sepeda dan
begitu seterusnya. Melihat teman lebih alim dan shalih, kita termotivasi
untuk berbuat lebih. Ia mampu bersedekah, kita pun berazam untuk
melakukan yang serupa atau lebik baik darinya.

Indikator terakhir, al-isti’dād liyawmi-r-rahīl (menyiapkan untuk


kehidupan akhirat). Ya, disebut bertaqwa jika seseorang itu memberikan
prioritas untuk kehidupan yang kekal. Seperti yang digambarkan dalam
sekian banyak ayat al-Qur’ān dan Hadis Nabi.

Tentu kita ingat adagium/pepatah masyhur, man ‘arafa bu’da as-safari


ista’adda, barangsiapa yang tahu jauhnya perjalanan, maka ia akan
bersiap dengan bekal cukup. Akhirat adalah perjalanan spiritual, yang
harus kita siapkan dengan sebaiknya untuk mengahadapinya.

kita seringkali berpikir bagaimana hidup dengan baik-enak-nyaman, tapi


kita lupa bagaimana mati dengan baik.

Beruntungnya Orang Berpuasa dan Bertaqwa

Sungguh beruntung siapa yang mendapatkan predikat indikator tersebut.

Begitulah puasa mendidik kita. Ibadah spesial yang memberikan banyak


pelajaran kepada siapapun yang mau mengambilnya.

Anda mungkin juga menyukai