Anda di halaman 1dari 16

TERAPI KOMPLEMENTER

PADA LUKA GANGRENE MENGGUNAKAN MADU

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Nama NIM

Anisa Dwi Agustin 2019206203042


Ayu Putri Fatikhatun 2019206203044
Erni Sulistiowati 2019206203051
Fadhilah Tiara Putri 2019206203052
Muhammad Al-azziz 2019206203059
Naziatu Rohma Gunawan 2019206203062
Salsabilla Mega Safira 2019206203068
Vinci Putri Utami 2019206203073

FAKULTAS KESEHATAN

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

TAHUN 1443H/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kami, sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan oleh dosen pembimbing mata kuliah keperawatan
komunitas. Adapun tugas makalah ini yang berjudul “Terapi Komplementer Pada Luka
Gangrene Menggunakan Madu”.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
banyak kekurangn dari makalah ini, baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi
lainnya, tetapi kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pringsewu, 07 Juni 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I.................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.............................................................................................................3

A. Latar Belakang........................................................................................................3

B. Rumusan Masalah..................................................................................................4

BAB II...............................................................................................................................5

TINJAUAN TEORI...........................................................................................................5

A. Definisi Diabetes....................................................................................................5

B. Etiologi Diabetes....................................................................................................6

C. Patofisiologi Diabetes Mellitus..............................................................................7

D. Gejala Klinis Diabetes Mellitus..............................................................................7

E. Kompliksi dan Prognosis Diabetes Mellitus..........................................................9

F. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus......................................................................10

G. Definisi Terapi madu............................................................................................12

H. Efek Samping Madu.............................................................................................12

I. Cara Mengobati Luka Diabetes dengan Madu.....................................................13

BAB III............................................................................................................................15

PENUTUP.......................................................................................................................15

A. Kesimpulan...........................................................................................................15

B. Saran.....................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan bila ada
keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Secara epidemiologik diabetes seringkali
tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya adalah 7 tahun sebelum
diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus
yang tidak terdeteksi (Soegondo, et al., 2005).
Gangguan kesehatan akibat komplikasi Diabetes Mellitus dapat berupa
gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah
(vaskulopati) dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang paling sering muncul adalah
perubahan patologis pada anggota gerak (Irwanashari, 2008). Salah satu perubahan
patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah timbulnya luka. Luka yang tidak
dirawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangrene (Suyono, 2004).
Pada gangren, kulit dan jaringan disekitar luka akan berwarna kehitaman dan
menimbulkan bau. Luka gangrene yang telah meluas akan dilakukan amputasi
(pemotongan jari kaki) untuk mencegah infeksi luka menyebar ke bagian yang lain.
Penanganan luka gangren diabetes dapat dilakukan dengan terapi non
farmakologis. Madu merupakan terapi non farmakologis yang biasa diberikan
dalam perawatan luka diabetes mellitus (Suriadi, 2004). Berbagai penelitian ilmiah
membuktikan bahwa kandungan fiskal dan kimiawi dalam madu, seperti kadar
keasaman dan pengaruh osmotik, berperan besar membunuh kuman-kuman (Dixon,
2003). Madu memiliki sifat anti bakteri yang membantu mengatasi infeksi pada
luka dan anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi
yang berpengaruh pada proses penyembuhan (Hamad, 2008).
Diharapkan penggunaan pembalutan madu alami dapat menjadi salah satu
pilihan dalam pengobatan pada pasien yang mengalami luka kaki diabetes karena
bahan yang digunakan merupakan bahan alami sehingga efek samping dapat
diminimalisir.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh terapi madu terhadap luka diabetes mellitus?
b. Bagaimana efek samping dari terapi madu terhadap diabetes mellitus?
c. Bagimana Langkah-langkah terapi madu untuk pasien diabetes mellitus
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Definisi Diabetes
Mellitus Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Sudarth,
2002). Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat.Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit
vaskular mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Soegondo, 2002). Dapat disimpulkan bahwa Diabetes Melitus
adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

B. Etiologi Diabetes
Mellitus Diabetes Mellitus dapat dibagi menjadi, diabetes mellitus tipe I,
diabetes mellitus tipe II, diabetes gestasional dan diabetes dengan tipe spesifik lain.
Diabetes tipe I adalah disebabkan sel beta pankreas yang dirosakkan secara
permanen akibat proses autoimun. Diabetes mellitus tipe II mempunyai prevalensi
yang lebih tinggi dan merupakan akibat dari resistensi insulin. Diabetes gestasional
pula merupakan diabetes yang didapat sewaktu hamil dan yang terakhir adalah
diabetes dengan tipe spesifik yang lain. Diabetes ini terjadi akibat sekunder dari
penyakit-penyakit lain, contohnya sindrom Cushing’s, pankreatitis dan akromegali
(NIH, 2008).
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik

C. Patofisiologi Diabetes Mellitus


Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hipereglikemiapuasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi,
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan untuk
mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
tipe II.

D. Gejala Klinis Diabetes Mellitus


Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
1. Gejala awal pada penderita DM adalah
a. Poliuria (peningkatan volume urine)
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar
dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel
mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat
pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic
hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
2. Gejala lain yang muncul:
a. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,
gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes
kronik.
b. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal,
lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
c. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
d. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan
akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.
Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
e. Kelemahan tubuh
f. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses
glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
g. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan
dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein
banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang
diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
h. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas
menurun karena kerusakan hormon testosteron.
i. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia.

E. Kompliksi dan Prognosis Diabetes Mellitus


Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner,
1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangrene
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,
yaitu:
 Derajat 0: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw, callus”.
 Derajat I: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
 Derajat II: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
 Derajat III: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
 Derajat IV: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
 Derajat V: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

F. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Tujuan utama terapi diabetes adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah untuk mengurangi komplikasi yang ditimbulkan akibat DM. Caranya
yaitu, menjaga kadar glukosa dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia serta
memelihara kualitas hidup yang baik. Ada empatpilar dalam penatalaksanan
diabetes yaitu terapi nurtrisi (diet), latihan fisik, terapi farmakologi, dan pendidikan.
a. Manajemen diet
Tujuan utama penatalaksanaan diet pasien DM antara lain: mencapai dan
mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid mendekati normal, mencapai
dan mempertahankan berat badan dalam batas-batas normal atau ± 10% dari
berat badan
idaman, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan kualitas
hidup (Suyono, 2009).
b. Latihan fisik
(Olahraga) Olahraga mengaktivasi ikatan insulin dan reseptor insulin
dimembran plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Latihan
fisik yang rutin memelihara berat badan normal dengan indeks massa tubuh
(BMI) ≤ 25 (Adisa, Alutundu, & Fakeye, 2009: Casey, De Civita & Dasgupta,
2010). Manfaat latihan fisik adalah munurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin, memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar lemak
darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar
kolesterol total serta trigliserida (Sudoyo, et al. 2009).
c. Terapi famakologi
Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau mendekati
normal. Pada DM tipe II, insulin terkadang diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan diet, latihan fisik
dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) tidak dapat menjaga gula darah rentang
normal. Pada pasien DM tipe II kadang membutuhkan insulin secara temporer
selama mengalami sakit, infeksi kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian
stress lainnya (Smeltzer, et al. 2008). Obat-obatan seperti, metformin, glitazone,
dan akarbose adalah obat-obatan kelompok pertama. Mereka bekerja pada hati,
otot dan jaringan lemak, usus.Singkatnya mereka bekerja ditempat dimana
terdapat insulin yang mengatur glukosa darah. Sulfonil, repaglinid, nateglinid
meningkatkan pelepasan insulin yang disuntikkan menambah kadar insulin
disirkulasi darah. Mekanisme kerja dari obat-obat tersebut diatas berbeda.
Berdasarkan cara kerja, OHO dibagi menjadi 3 golongan:
 Memicu produksi insulin: Sulfonilurea, golongan glinid (Meglitinide,
Repaglinid, Nateglinid)
 Meningkatkan kerja insulin (sensitivitas terhadap insulin): Biguard
(Metformin adalah satu-satunya biguard yang tersedia saat ini. Metformin
dapat dikombinasi dengan sulfonylurea), Tiazolidinedion (rosiglitazone dan
pioglitazone), Rosiglitanzone (Avandia)
 Penghambat enzim alfa glukosidase: Akarbose

Berdasarkan pada konsensus Perkeni (2006), indikasi penggunaan insulin pada


DM tipe II adalah:

 Ketoasidosis, koma hyperosmolar dan asidosis laktat.


 Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar)
 Berat badan yang menurun dengan cepat
 Kehamilan atau DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan
makan
 Tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada kontra indikasi
dengan OHO (Soegondo, Soewondo & Subekti, 2009).

d. Pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan pada pasien DM diperlukan karena


penatalaksanaan DM memerlukan prilaku penanganan yang khusus seumur
hidup. Pasien tidak hanya belajar ketrampilan untuk merawat diri sendiri guna
menghindari fluktuasi kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus
memiliki prilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi
diabetik jangka panjang. Pasien harus mengerti mengenai nutrisi, manfaat dan
efek samping terapi, latihan, perkembangan penyakit, strategi pencegahan,
teknik pengobatan gula darah dan penyesuaian terhadap terapi (Smeltzer, et al.
2009).

G. Definisi Terapi madu


Terapi madu untuk kesembuhan luka diabetes merupakan terapi terapi
komplementer dalam keperawatan luka. Di Indonesia, terdapat peraturan terapi
koplementer yang berlaku seperti pengobatan komplementer alternative
berdasarkan Permenkes RI, nomor: 1109/menkes/per/2007 sebagai berikut:
1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions): hipnoterapi,
mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga.
2. Sistem pelayanan pengobatan alternative: akupuntur, akupresur, naturopati,
homeopati, aromaterapi, dan ayurveda. Madu telah digunakan sebagai obat sejak
jaman kuno. Ayurveda (pengobatan India) mendefinisikan madu sebagai sari
kehidupan dan merekomendasikan penggunaannya sebagai pengobatan. Papyrus
bahasa dari mesir kuno menyebutkan pengobatan luka bakar menggunakan
madu. Tentara Rusia dan tentara Cina juga menggunakan madu untuk mengobati
luka pada Perang Dunia I. Madu telah digunakan untuk Mengobati luka bakar
dan ulkus untuk mengurangi dan mempercepat penyembuhan luka. Dalam
sebuah penelitian di India disebutkan bahwa madu memiliki kemampuan yang
lebih cepat dalam menyembuhkan luka bakar derajat II dibandingkan cara
konvensional atau terapi lainnya.

H. Efek Samping Madu


Madu dengan cepat dapat membersihkan infeksi dari luka. Kemampuan madu
sangat efektif bahkan untuk strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Madu
tidak memiliki sifat seperti antiseptik atau antibiotik, sehingga madu tidak
menyebabkan kerusakan pada proses penyembuhan luka melalui efek samping
(Johnson, 1999). Jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan madu dalam perawatan
luka tidak memiliki efek samping apapun.

I. Cara Mengobati Luka Diabetes dengan Madu


Berhasil dan tidaknya pengobatan luka diabetes menggunakan madu dipengaruhi
cara dan tahapan penggunaan madu dan hal-hal yang terkait dengan perawatan
luka. Untuk itu, Anda perlu mengetahui cara dan tahapan mengobati luka diabetes
menggunakan madu berikut ini:
1. Persiapkan Kebutuhan Hal paling utama yang perlu dilakukan adalah
mempersiapkan perlengkapan untuk mengobati luka. Anda perlu
mempersiapkan benda-benda yang Anda butuhkan seperti madu murni, air
hangat/cairan infus, sarung tangan, kain kasa (pembalut luka lainnya), plester,
dan gunting.
2. Pastikan Kebersihan Diri Sebelum membersihkan luka, basuhlah tangan Anda
dengan bersih. Anda dapat menggunakan sabun cair (usahakan yang
mengandung antiseptik). Kebersihan tangan Anda sangat penting agar luka
terhindar dari berbagai kuman yang mungkin ada pada tangan Anda. Untuk
memudahkan pergerakan Anda, disarankan menggunakan sarung tangan agar
terhindar dari infeksi.
3. Bersihkan Luka
Untuk menghindari tercampurnya madu dengan zat buruk yang terbentuk akibat
luka, bersihkan luka terlebih dahulu. Anda dapat menggunakan air hangat yang
sudah dicampur antiseptik, air rebusan daun jambu biji, atau cairan infus NaCl.
4. Keringkan Luka Setelah dibersihkan dengan air, kemungkinan masih terdapat
area luka yang basah. Untuk itu Anda perlu mengeringkan luka menggunakan
kain yang mudah menyerap kelembapan, seperti kain kasa. Gunakan kain kasa
yang bersih dan kering, lalu keringkan luka dengan perlahan dan hati-hati.
5. Beri Madu pada Luka Setelah area luka benar-benar kering, berikan madu pada
luka. Jika luka bersifat kering, Anda hanya perlu mengoleskan madu secukupnya
di atas luka. Namun, jika luka bersifat basah, bahkan hingga membentuk
kedalaman luka, berikan madu sebanyak cairan yang keluar pada luka atau
hingga memenuhi kedalaman luka. Ingat, jangan terlalu banyak memberikan
madu pada luka.
6. Tutup Luka dengan Balutan Setelah memastikan madu sudah merata pada luka,
tutup luka dengan balutan kasa atau dressing pad lainnya. Pastikan luka tertutup
secara menyeluruh. Lalu, rekatkan balutan menggunakan plester agar balutan
tidak berpindah tempat.
7. Bersihkan Diri Kembali Setelah melakukan pengobatan luka diabetes, Anda
sangat perlu untuk membersihkan tangan. Berishkan tangan Anda menggunakan
sabun antiseptik atau cairan steril lainnya agar Anda terhindar dari infeksi
bakteri atau kuman yang mungkin terbawa ketika menangani luka.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu.
Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Terapi madu untuk
kesembuhan luka diabetes merupakan terapi komplementer dalam keperawatan
luka. Madu telah digunakan sebagai obat sejak jaman kuno. Ayurveda (pengobatan
India) mendefinisikan madu sebagai sari kehidupan dan merekomendasikan
penggunaannya sebagai pengobatan. Madu banyak mengandung glukosa, fruktosa,
air, asam amino, vitamin biotin, asam nikotinin, asam folit, asam pentenoik,
proksidin, tiamin, kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, dan kalium. Madu juga
mangandung zat antioksidan dan H2O2. Madu sangat efektif digunakan sebagai
terapi topical pada luka melalui peningkatan jaringan granulasi dan kolagen serta
periode epitelisasi secara signifikan (Aljady et al., 2000). Madu dengan cepat dapat
membersihkan infeksi dari luka. Kemampuan madu sangat efektif bahkan untuk
strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Madu tidak memiliki sifat seperti
antiseptik atau antibiotik, sehingga madu tidak menyebabkan kerusakan pada
proses penyembuhan luka melalui efek samping (Johnson, 1999).

B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i dapat memahami dan
mengetahui tentang trend dan issue terapi madu terhadap luka diabetik sehingga
mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan masalah yang dialami
pasien diabetes mellitus dengan luka diabetik

Anda mungkin juga menyukai