Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENGABDIAN

KEPADAMASYARAKAT

"DUKUNGAN KELUARGA DALAM PENDAMPINGAN IBU


POST PARTUM UNTUK MENCEGAH POST PARTUM BLUES
DI KELURAHAN WANGKANAPI KECAMATAN WOLIO
KOTA BAUBAU

TIM PELAKSANA

Ketua : Andi Tenri Angka, S.ST,M.K.es (0912118901) )


Anggota : Marlina SST.M.Kes (0917038701)
Nurhayati Ode AM.Keb (201302124 )
Sitti Rahayu Srisanti AM.Keb (20130212 )
Listy Noviar AM.Keb (20130212 )
Julhidjah AM.Keb (20130212 )

D IV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
2021
HALAMAN PENGESAHAN
JudulProgram :Dukungan keluarga dalam pendampingan ibu post partum untuk
mencegah postpartum blues diKelurahan Wangkanapi Kecamatan Wolio Kota
Baubau "
Pelaksana :
a. Nama : Andi Tenri AngkaS.ST.,M.Kes
b. NIDN/NIP : 0912118901
c. Pangkat/Golongan : Asisten ahli
d. Jurusan/Fakultas : D IV Bidan Pendidik/Keperawatan
e. PerguruanTinggi : Universitas IndonesiaTimur
f. BidangKeahlian : IlmuKebidanan
g. Telp/Faks/Email : 081358220768/eliztsuki13@gmail.com
1. AnggotaTimPelaksana : 4orang
a. AnggotaI/Keahlian : Marlina S.ST.M.Kes
b. AnggotaI/Keahlian : Nurhayati Ode/Kebidanan
c. AnggotaII/Keahlian : Sitti Rahayu Srisanti/ Kebidanan
d. AnggotaII/Keahlian : Listy Noviar / Kebidanan
e. Anggota III/keahlian : Julhidjah/ kebidanan
2. LokasiKegiatan/Mitra : Ruang Nifas RSUD kota Baubau
3. WilayahMitra(Kec./Des) : kelurahan Baadia
a. Kabupaten/Kota :Kota Baubau
b. Propinsi : Sulawesi Tenggara
4. Luaranyangdihasilkan :Jurnal
5. Jangkawaktupelaksanaan : 1 Hari
8. Perkiraanbiaya : Rp 4.500.000
-UIT : Rp 3.500.000
- Sumberlain(sebutkan) : Rp 1.000.000 (Mandiri)

Makassar, Agustus 2021


Mengetahui,

Ketua LPPM Ketua Tim Pelaksana

(Rahmawati, S.Pd.,M.Sc (Andi Elis.,SST.,M.Kes)


NIK. 02.009.305 NIDN : 0913088401

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada TYME, karena atas


rahmat dan karunianya, kami dapat menyelesaikan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat bertema.: Dukungan keluarga dalam
pendampingan ibu post partum untuk mencegah Postpartum Blues di
Kelurahan Wangakanapi Kecamatan Wolio Kota Baubau.
Pengabdian kepada masyarakat ini merupakan perwujudan salah
satu Tri Dharma Pergururan tinggi yang dilaksanakan oleh civitas
akademika Universitas Indonesia Timur. Kegiatan ini telah
dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2021 di kelurahan
wangkanapi.
Kegiatan ini dilakukan murupakan wujud dukungan kesehatan
Ibu dukungan keluarga dalam pendampingan ibu post partum untuk
mencegah post partum blues. Dalam kesempatan ini, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ketua
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas
Indonesia Timur yang telah memberikan kemudahan dalam
pelaksanaan pengabdian, 2.Lurah beserta staf dan masyarakat yang
telah membantu dalam pelaksanaa kegiatan.
Akhir kata semoga kegiatan pengabdian kepada masyarakat
ini dapat bermanfaat bagi masyarakat tentunya .

iii
DAFTAR ISI Hal.

HalamanJudul.................................................................................... i
HalamanPengesahan ........................................................................ ii
Kata Pengantar.................................................................................... iii
DaftarIsi............................................................................................... iv
DaftarLampiran...................................................................................... v
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B.Tujuan............................................................................................... 1
C.SasaranPengabdian....................................................................... 1
D. Waktu dan LokasiKegiatan.......................................................... 2
E. BentukKegiatan.............................................................................. 2
F. Kendala danPenanganannya ........................................................ 2
G. Kesimpulan danSaran................................................................... 3
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar hadir peserta penyuluhan pengabdian kepada


masyarakat

Lampiran 2. Daftar hadir peserta penyuluhan pengabdian kepada


masyarakat

Lampiran 3. SAP (Satuan acara penyuluhan)

Lampiran 4. Undangan

Lampiran 5. Dokumentasi penyuluhan

Lampiran 6. Materi penyuluhan

v
A. LatarBelakang

Postpartum (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah


plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pulih
seperti semula. Masa nifas ini terjadi dalam minggu-minggu pertama
setelah kelahiran (antara 4 sampai 6 minggu) (Kemenkes RI, 2015).
Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit mengganggu
ibu baru, walaupun komplikasi serius mungkin dapat terjadi. Selama
masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak
perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak memberikan
ketidaknyamanan pada awal postpartum, yang tidak menutup
kemungkinan untuk menjadi patologis bila tidak diikuti dengan
perawatan yang baik.

Persalinan dan menjadi seorang ibu merupakan peristiwa dan


pengalaman penting dalam kehidupan seorang wanita. Namun,
sebagaimana tahap transisi lain dalam fase kehidupan, peristiwa itu
dapat pula menimbulkan stres, sehingga respons yang terjadi dapat
berupa kebahagiaan, maupun sebaliknya. Hal ini juga bisa
menyebabkan kecemasan (Pusdiknakes, 2003).

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan


menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya (Stuart, 2006). Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik. Respon yang timbul karena kecemasan yaitu khawatir,
gelisah, tidak tenang, dan dapat disertai dengan keluhan fisik. Kondisi
dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal (Riyadi and Purwanto, 2009). Kecemasan postpartum
atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak
ditangani dengan baik. Insiden postpartum blues dan tingkat
kecemasan post partum jumlah kasus adalah 500-800 kasus dari
1.000 kelahiran atau sekitar 50-80% diberbagai Negara (Agustina, dkk
2014). Angka kejadian kecemasan postpartum berdasarkan laporan
WHO (2009) diperkirakan wanita yang melahirkan dan mengalami
kecemasan ringan berkisar 10 per 100 kelahiran hidup dan kecemasan
postpartum sedang atau berat berkisar 30 sampai 200 per 1000
kelahiran hidup (Lestari, 2017).

Pada saat setelah persalinan ibu sangat membutuhkan


dukungan serta motivasi untuk mendukung segala aktivitas dan peran
barunya. Sehingga itu ibu pasca bersalin membutuhkan perhatian lebih
dari keluarga, orang sekitar terutama oleh suaminya. Pada masa ini
ibu sangat membutuhkan perhatian, pengertian dan kasih sayang yang
lebih spesifik jika tidak maka akan terjadi gagal koping pada ibu
postpartum tersebut yang mengakibatkan kecemasan pada masa post
partum. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka
sendiri tidak benarbenar mengetahui apa yang sedang terjadi. Para ibu
yang mengalami kecemasan postpartum membutuhkan pertolongan
yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis
seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi (Rukiyah,
2010).

Periode-periode awal postpartum merupakan masa genting


untuk kesehatan dan survive ibu maupun bayinya.
Sebelumnya WHO melaporkan bahwa periode postpartum dan
postnatal kurang mendapat perhatian dari tenaga kesehatan
dibandingkan masa kehamilan dan persalinan (Carrigan, 2015).

Perubahan yang mendadak pada ibu postpartum penyebab


utamanya adalah kekecewaan emosional, rasa sakit pada masa nifas
awal, kelelahan karena kurang tidur selama persalinan, kecemasan
pada kemampuannya untuk merawat bayinya, dan rasa takut tidak
menarik lagi bagi suaminya. Perasaan emosi terutama 3 emosi selama
minggu pertama menjadi labil dan perubahan suasana hatinya dalam 3
- 4 hari pertama, masa ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
begitu banyak faktor, maka penekanan utama adalah pendekatan
asuhan dengan memberikan bantuan, simpati dan dorongan semangat
(Kirana, 2015).

Kondisi psikologis yang tidak nyaman pada perempuan pasca


persalinan disebut depresi postpartum seperti sedih, menangis, cepat
tersinggung, dan cemas. Gejala ini akan muncul setelah persalinan
bahkan dapat berkembang menjadi lebih berat. Hal tersebut
merupakan penyakit yang  sangat serius dan semua gejala depresi
postaprtum dialami oleh mereka yang menderita postpartum psikoksis
serta bisa sampai melukai diri sendiri, bahkan membunuh anak-
anaknya. Untuk itu, orang tua perlu mempunyai keterampilan  dalam
merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan pengasuhan,
mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk
memenuhi kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat
terhadap tanda-tanda bahaya dari depresi post partum.

Wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial tentunya


akan lebih mudah merasa dirinya tidak berharga dan kurang
diperhatikan oleh keluarga, sehingga wanita yang kurang
mendapatkan dukungan sosial pada masa postpartum lebih mudah
mengalami depresi.

Bagi keluarga terutama suami dan lingkungan sekitarnya, hasil


penelitian menunjukkan dukungan sosial berkategori sangat tinggi
sehingga perlu dipertahankan pada masa yang akan datang karena
dukungan sosial yang tinggi telah menekan angka depresi postpartum
pada ibu primipara.

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kecenderungan


depresi postpartum pada ibu primipara antara lain: faktor
konstitusional, faktor fisik, faktor psikologis ataupun faktor psikososial
lain

Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam


mengahadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-
minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik tetapi
sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami
gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma
yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blus.

Post-partum blus. Sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage


pada tahun 1875 telah menulis refrensi di literature kedokteran
mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca salin yang disebut
sebagai milk fewer karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan
dengan laktasi. Dewasa ini post-partum blues (PPB) atau serig juga
disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu
sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu
petama setelh persalinan dan ditandai dengan gejala-gejala
seperti :reaksi deprsi/sedih/disforia, menangis , mudah tersinggung
(iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri
sendiri , gangguan tidur dan gangguan nafsu makan . Gejala-gejala ini
muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang
dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari . Namun
pada beberapa kasus gejala-gejala tersebut terus bertahan dan baru
menghilang setelah beberapa hari. Minggu atau bulan kemudian
bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.

B. Tujuan

Adapun tujuan dilaksanakannya pengabdian kepada


masyarakat ini adalah:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga/ibu nifas tentang post
partum dan gangguan psikologi ibu nifas
2. Memberi penjelasan kepada masyarakat tentang peranan dan
dukungan keluarga untuk mencegah postpartum blues
C. Sasaran Pengabdian
Sasaran dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah ibu
nifas,suami atau keluarga terfokus pada keluarga yang memiliki ibu
nifas
D. Waktu danTempat
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini dilaksanakan pada
24 agustus 2021.
E. BentukKegiatan
Adapun bentuk dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah
pendataan ibu nifas,dan memberkan penyuluhan pada ibu nifas dan
keluargannya
F. Kendala danPenanganannya
Dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini,
beberapa kendala yang dihadapi misalnya jarak yang berjauhan dan
adanya aktifitas lain dari masyarakat sehingga beberapa datang
terlambat namun kami selaku tim pelaksana dengan tetap antusias
melakukan kegiatan pengabdian ini sebagai wujud dari tri darma
perguruan tinggi.
G. Kesimpulan dan saran

1. Kesimpulan
Dari Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yang telah
dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar keluarga
belum mengetahui tentang gangguan apa saja yang terjadi pada ibu
nifas dan bagaimana peranan mereka dalam mencegah terjadinya
post partum blues.
2. Saran
a. Melakukan edukasi dan sosialisasi yang melibatkan sektor atau
lembaga masyarakat tentang pentingnya dukungan keluarga
untuk mencegah terjadinya post partum blues
b. Keluarga memberikan perhatian pada ibu nifas dan jika terjadi
gangguan psikologis segera hubungi bidan
c. Bidan harus lebih meningkatkan kunjungan nifas
d. Selalu menjagakesehatan ibu nifas
2
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil.Jakarta :


Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat; 2009

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011.Pedoman Pelaksanaan


Kelas Ibu Hamil. Jakarta: Kemenkes RI.

Pusat Data dan Informasi Kemeneks RI. Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2019. Online:
file:///C:/Users/DEVTEK.ID/Downloads/Profil-Kesehatan-indonesia-
2019.pdf, diakses tanggal 22 April 2021.

World Health Organization. System thinking for strengthening health


policy. France: WHO Library Cataloguing–in–Publication Data.
2009 (diunduh 22 April 2021). Tersedia dari: URL: HYPERLINK
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241
563895_eng.pdf
LAPORAN KEUANGAN PENGABDIAN
MASYARAKAT

NO Jenis Volume Satuan Jumlah


. Pengeluaran
1 Kertas HVS 1 Rim @ Rp 40.000 Rp 40.000
2 Pulpen 2 bungkus @ Rp 30.000 Rp 60.000
3 Spanduk 1 lembar @ Rp250.000 Rp 250.000

4 Bingkisan untuk 25 orang @ Rp50.000 Rp 1.250.000


peserta
5 Biaya transport survei 1 x PP @ Rp250.000 Rp 500.000
lokasi
6 Biaya transport 1 x PP @ Rp250.000 Rp 500.000
pelaksanaan
7 Komsumsi 35 orang @ Rp15.000 Rp 525.000

8 Biaya Publikasi 1x @ Rp450.000 Rp 450.000

9 Biaya jilid 3 rangkap @ Rp25.000 Rp 75.000

10 Honor pendamping 3 orang @ Rp250.000 Rp 750.000

11 Biaya pulsa 1x @ Rp100.000 Rp100.000

TOTAL Rp4.500.000

Makassar,April 2021

Mengetahui,
Ketua TimPelaksana Ketua LPPM

Andi Tenri Angka,S.ST.,M.Kes Rahmawati,S.Pd.,M.Sc


NIDN : 0912118901 NIK.02.099.305
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Dukungan keluarga dalam pendampingan ibu post partum


untuk mencegah postpartum blues diKelurahan Wangkanapi Kecamatan Wolio
Kota Baubau "
Waktu : 60 Menit
Sasaran : Ibu nifas dan keluarga
Hari/tanggal : Rabu / 23 Agustus 2021
Penyaji :Andi Tenri Angka, S.ST.M.Kes
Marlina SST.M.Kes
Nurhayati Ode AM.Keb
Sitti Rahayu Srisanti AM.Keb
Listy Noviar AM.Keb
Julhidjah AM.Keb
Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan dukungan kepada keluarga dalam pendampingan ibu
post partum untuk mencegah postpartum blues.
2. Tujuan khusus
a. Keluarga mendapatkan pendidikan kesehatan tentang perubahan
fisiiologis,psikologis dan gangguan psikologis yang terjadi pada ibu
nifas
b. Keluarga dapat mengetaui peranan mereka dan hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya post partum blues.
3. Pokok bahasan
Menjelaskan peran keluarga dalam mencegah terjadinya post partum
blues pada ibu nifas.
4. Sub pokok bahasan
a. Memberikan penjelasan masa nifas
b. Memberikan penjelasan perubahan yang terjdi pada masa nifas
c. Memberikan penjelasan gangguan psikologis pada masa nifas
termasuk post partum blues
d. Memberikan penjelasan peran keluarga dalam menncegah post
partum blues
e. Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan jika ada
keluarga yang mengalami post partum blues
5. Metode
a. Ceramah
b. Demonstrasi
c. Diskusi
6. Media
a. Leaflet
b. Laptop
c. LCD
d. Speaker
7. Pelaksanaan kegiatan

N WAKT KEGIATAN RESPON METODE MEDI


O U PENYULUH PENYULUH A
1 5 Pembukaan : Memperhatik Ceramah Leafl
menit 1. Mengucapkan an dan et
salam mendengar
2. Memperkenalkan
nama
3. Kontrak waktu
4. Menjelaskan
tujuan
penyuluhan
2 40men Pelaksanaan Memperhatik Ceramah Leafl
it 1. Menjelaskan an dan dan et
tentang masa mendengar demonstra
nifas si
2. Menjelaskan
perubahan yang
terjadi pada
masa nifas
3. Memberikan
penjelasan
gangguan
psikologis pada
masa nifas
4. Memberikan
penjelasan
tentang post
partum blues
5. Memberikan
penjelasan peran
keluarga dalam
mencegah post
partum blues
6. Memberikan
penjelasan
tentang apa yang
harus dilakukan
dalam
menghadapi ibu
nifas dengan
postpartum blues
3 15 Evaluasi : Memperhatik Diskusi Leafl
menit 1. Mengajukan a, et
pertanyaan mendengar
tentang materi dan
penyuluhan menjawab
2. Memberikan serta
kesempatan bertanya
kepada peserta
untuk bertanya
4 15 Penutup :
menit 1. Menyampaikan
hasil penyuluhan
2. Mengakhiri
dengan salam
Lampiran Materi :
“Dukungan keluarga dalam pendampingan ibu post partum untuk
mencegah Postpartum Blues di ruang nifas RSUD kota Baubau” .
A. Masa Nifas
1. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti prahamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Sofian, 2011).
Masa nifas (puerperium dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alatalat kandungan kembali sperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun
secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan (Kemenkes RI,
2015).
2. Perubahan yang terjadi pada masa nifas
a) Perubahan fisiologis

 Perubahan sistem reproduksi.Selama masa nifas, alat-alat


interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali   keadaan
sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genitalia ini disebut
involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya,
perubahan-perubahan yang terjadi antara lain yaitu pada uterus
dimana terjadi proses involusi uterusnvolusi uterus atau
pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil kurang lebih berlangsung
selama 6 minggu,pengeluaran lokhia dari jalan lahir dan
perubahan pada vagina dan perineum.
 Perubahan sistem pencernaan. Sistem gastrointestinal
selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan
melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar
progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus
memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
 Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang
dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan
kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos.
Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun.
Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk
kembali normal.
 Perubahan Tanda-tanda Vital
 Perubahan Sistem kardiovaskuler Selama kehamilan, volume
darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang
meningkat, yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah
uteri. Penarikan kembali esterogen menyebabkan dieresis yang
terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma
kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam
pertama setelah kelahiran bayi. Selam masa ini, ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya
progesterone membantu mengurangi retensi cairan yang
melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut
selama kehamilan bersama-sama dengan trauma
masa persalinan. Pada persalinan vagina kehilangan darah
sekitar 200-500 ml, sedangkan pada persalinan dengan SC,
pengeluaran dua kali lipatnya. Perubahan terdiri dari volume
darah dan kadar Hmt (Haematokrit).
 Perubahan  Sistem Hematologi.Pada minggu-minggu
terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post
partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun
tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
 Perubahan Sistem Endokrin terjadi perubahan pada sistem
endokrin antara lain yaitu Hormon placentaHormon placenta
menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG (Human
Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan
sebagai omset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum,
Hormone pituitary,Hypotalamik pituitary ovarium.
b) Perubahan psikologis ibu dalam masa nifas
 Perubahan Peran

Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah


kelahiran anak. Sebenarnya suami dan istri sudah mengalami
perubahan peran mereka sejak masa kehamilan. Perubahan
peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak. Contoh,
bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu
kepada bayinya saat masih berada dalam kandungan adalah
dengan cara memelihara kesehatannya selama masih hamil,
memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat,
berolah raga, dan sebagainya.Selanjutnya, dalam periode
postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab
baru, disertai dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan
tingkah laku ini akan terus berkembang dan selalu mengalami
perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung
mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan.Pada awalnya, orang
tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar
mengenal orang tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya.
Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan bayinya
akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan
perlindungan.Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi
dengan keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa
konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-
ibu, orang tua anak, dan anak-anak).
Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru
muncul dan kebiasaan lamaperlu diubah atau ditambah dengan
yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali hubungan
mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan
dan sosialisasi. Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran
yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini
bervariasi, tetapi biasanya berlangsung selama kira-kira empat
minggu.Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk
bersama-sama membangun kesatuan keluarga. Periode waktu
meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara)
orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi
dalam menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih
sensitif terhadap makna perilaku bayi.

 Adaptasi psikologis ibu pada masa nifas

Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis


yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari
psikisnya. Ia mengalami stimulasi kegembiraan yang luar biasa,
menjalani proses eksplorasi dan asimilasi terhadap bayinya,
berada dibawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran
yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan
perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar
biasa sekarang untuk menjadi seorang ibu.
Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan
perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa
rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran.
Ada tiga fase dalam masa adaptasi peran pada masa
nifas, antara lain adalah :
1.        Periode “Taking In” atau “Fase dependent”
Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan,
ketergantungan ibu sangat menonjol. Pada saat ini ibu
mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi oleh
orang lain. Rubin (1991) menetapkan periode beberapa
hari ini sebagai fase menerima yang disebut
dengan taking in phase. Dalam penjelasan klasik Rubin,
fase menerima ini berlangsung selama 2 sampai 3 hari.
Ia akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin
dan melahirkan. Pada saat ini, ibu memerlukan istirahat
yang cukup agar ibu dapat menjalan masa nifas
selanjutnya dengan baik. Membutuhkan nutrisi yang lebih,
karena biasanya selera makan ibu menjadi bertambah.
Akan tetapi jika ibu kurang makan, bisa mengganggu
proses masa nifas. Periode ini terjadi selama 2-3 hari
sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan
tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan
tubuhnya.Ia mungkin akan mengulang-ulang
menceritakan pengalamannya waktu melahirkan.Tidur
tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi
gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.Peningkatan
nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan
penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi
aktif.Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat
memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada tahap ini,
bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu
menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan
mental atau apresiasi atas hasil perjuangan ibu sehingga
dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat
menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu
dapat dengan leluasa dan terbuka mengemukakan
permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini,
sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan
yang dilakukan oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya
hanya karena kurangnya jalinan komunikasi yang baik
antara pasien dan bidan.
2.      Periode “Taking Hold” atau “Fase independent”
Pada ibu-ibu yang mendapat perawatan yang memadai
pada hari-hari pertama setelah melahirkan, maka pada
hari kedua sampai keempat mulai muncul kembali
keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas sendiri. Di
satu sisi ibu masih membutuhkan bantuan orang lain
tetapi disisi lain ia ingin melakukan aktivitasnya sendiri.
Dengan penuh semangat ia belajar mempraktekkan cara-
cara merawat bayi. Rubin (1961) menggambarkan fase ini
sebagai fase taking hold.
Pada fase taking hold, ibu berusaha keras untuk
menguasai tentang ketrampilan perawatan bayi, misalnya
menggendong, menyusui, memandikan dan memasang
popok. Pada masa ini ibu agak sensitive dan merasa tidak
mahir dalam melakukan hal-hal tersebut, cenderung
menerima nasihat bidan atau perawat karena ia terbuka
untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat
pribadi. Pada tahap ini Bidan penting memperhatikan
perubahan yang mungkin terjadi. Periode ini berlangsung
pada hari ke 2-4 post partum.ibu menjadi perhatian pada
kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan
meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi. Ibu
berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya,
BAB,BAK, serta kekuatan dan ketahanan tubuhnya. Ibu
berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan
bayi, misalnya menggendong, memandikan, memasang
popok, dan sebagainya.Pada masa ini, ibu biasanya agak
sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal
tersebut.Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap
kemungkinan perubahan yang terjadi.Tahap ini
merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk
memberikan bimbingan cara perawatan bayi, namun
harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan
sampai menyinggung perasaan atau membuat perasaan
ibu tidak nyaman karena ia sangat sensitif. Hindari kata
“jangan begitu” atau “kalau kayak gitu salah” pada ibu
karena hal itu akan sangat menyakiti perasaannya dan
akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti bimbingan
yang bidan berikan.
3.      Periode “Letting Go”
Periode atau Fase Mandiri (letting go) dimana masing-
masing individu mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri,
namun tetap dapat menjalankan perannya dan masing-
masing harus berusaha memperkuat relasi sebagai orang
dewasa yang menjadi unit dasar dari sebuah keluarga. 
Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang kerumah.
Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan
perhatian yang diberikan oleh keluarga.ibu mengambil
tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus
beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat
tergantung padanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya
hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial. Depresi post
partum umumnya terjadi pada periode ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi
kemasa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain:
 Respon dan dukungan keluarga dan teman
Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang pertama kali
melahirkan akan sangat membutuhkan dukungan orang-orang
terdekatnya karena ia belum sepenuhnya berada pada kondisi
stabil, baik fisik maupun psikologisnya. Ia masih sangat asing
dengan perubahan peran barunya yang begitu fantastis terjadi
dalam waktu yang begitu cepat, yaitu peran sebagai seorang
ibu.Dengan respon positif dari lingkungan, akan mempercepat
proses adaptasi peran ini sehingga akan memudahkan bagi
bidan untuk memberikan asuhan yang sehat,.
 Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan
aspirasi
Hal yang dialami oleh ibu ketika melahirkan akan sangat
mewarnai alam perasaannya terhadap perannya sebagai ibu. Ia
akhirnya menjadi tahu bahwa begitu beratnya ia harus berjuang
untuk melahirkan bayinya dan hal tersebutakan memperkaya
pengalaman hidupnya untuk lebih dewasa. Banyak kasus
terjadi, setelah seorang ibu melahirkan anaknya yang pertama,
ia akan bertekad untuk lebih meningkatkan kualitas
hubungannya dengan ibunya.
 Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
Walaupun kali ini adalah bukan lagi pengalamannya yang
pertama melahirkan bayinya, namun kebutuhan untuk
mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya tidak
berbeda dengan ibu yang baru melahirkan anak pertama.
Hanya perbedaannya adalah teknik penyampaian dukungan
yang diberikan lebih kepada support dan apresiasi dari
keberhasilannya dalam melewati saat-saat sulit pada
persalinannya yang lalu.
 Pengaruh budaya
Adanya adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga
sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam
melewati saat transisi ini.  Apalagi jika ada hal yang tidak
sinkron antara arahan dari tenaga kesehatan dengan budaya
yang dianut. Dalam hal ini, bidan harus bijaksana dalam
menyikapi, namun tidak mengurangi kualitas asuhan yang
harus diberikan. Keterlibatan keluarga dari awal dalam
menentukan bentuk asuhan dan perawatan yang harus
diberikan pada ibu dan bayi akan memudahkan bidan dalam
pemberian asuhan.
B. Post Partum Blues
Dewasa ini, postpartum blues atau sering juga disebut
maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma
gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama
setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan
memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam
rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan
setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu sekitar
dua hari hingga 0 hari sejak kelahiran bayinya.
Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, namun banyak
faktor yang diduga berperan dapat menyebabkan post partum blues,
diantaranya :
 Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar
estrogen, progesterone, prolaktin dan ekstradiol. Penurunan
kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada
gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki
efek supresi aktivitas enzim monoamine aksidase yaitu suatu
enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan depresi.
 Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
 Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
 Latar belakang psikososial ibu, seperti ; tingkat pendidikan,
status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat
gangguan jiwa sebelumnya, social ekonomi serta keadekuatan
dukungan social dari lingkungan ( suami, keluarga dan teman ).
Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami,
keluarga dan teman memberikan dukungan moril ( misalnya
dengan membantu pekerjaan rumah tangga selama atau
berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah ) selama
ibu menjalani kehamilannya atau timbul permasalahan misalnya
suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri
maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan
orangtua dan mertua, problem dengan si sulung.
 Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya. Ada
beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa postpartum blues
tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau
kekurangan gizi. Antara 8 % sampai 12 % wanita tidak dapat
menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat
tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain
para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi postpartum
jika mereka tertekan secara sosial dan emosional serta baru
saja mengalami peristiwa kehidupan yang menekan.

Gejala-gejala post partum blues, sebagai berikut :


 Cemas tanpa sebab.
 Menangis tanpa sebab.
 Tidak percaya diri.
 Tidak sabar.
 Sensitif, mudah tersinggung.
 Merasa kurang menyayangi bayinya.
 Tidak memperhatikan penampilan dirinya.
 Kurangnya menjaga kebersihan dirinya.
 Gejala fisiknya seperti : kesulitan bernafas, ataupun
perasaan yang
 berdebar-debar.
Ibu merasa kesedihan, kecemasan yang berlebihan.
 Ibu merasa kurang diperhatikan oleh suami
atauapun keluarga

C. Peran keluarga dalam pendampingan ibu Post Partum dalam


mencegah Post Partum Blues
Dalam kebidanan, proses penyesuaian peran seorang wanita yang
menjadi ibu baru setelah melahirkan tidak selalu sama seperti pada
gambaran seorang ibu yang menatap wajah bayinya penuh cinta dan
bahagia. Ada pula kasus dimana seorang ibu setelah melahirkan
menolak melihat, menyentuh bahkan tidak mau berkontak dengan bayi
yang telah dilahirkannya.
Bahkan ada pula yang menjadi benci pada suaminya, merasa tidak
percaya diri, cemburu dan rasa ditinggalkan,ada pula seorang ibu
yang merasa bersaing dengan kehadiran bayi baru diantara ia dan
suaminya. Postpartum blues adalah salah satu bentuk perubahan
perilaku dan respon psikologis terhadap perubahan peran menjadi
seorang ibu. Beberapa kasus postpartum blues tidak hanya ditemukan
pada kelahiran pertama kali, namun dapat pula terjadi pada kasus
persalinan kedua atau berikutnya.
Berbagai pencetus timbulnya postpartum blues ini dalam salah satu
literatur kebidanan disebutkan akibat perubahan hormon,
ketidaksiapan mental akibat kelahiran yang tidak diinginkan, tekanan
ekonomi, tuntutan atas jenis kelamin tertentu dalam suatu adat
masyarakat, korban perkosaan, kurang dukungan suami dan keluarga,
kecemasan berlebihan menjadi calon ibu, dan perubahan fisik yang
menjadi kecemasan setelah melahirkan.
Ibu dengan gangguan postpartum blues ditemukan gejalanya pada
beberapa hari setelah melahirkan dan pada umumnya tidak
berlangsung lama setelah ada proses penerimaan diri dan
pendampingan yang cukup baik dari suami maupun keluarga. Post
partum blues akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 10 hingga
14 hari pascapartum. Kurangnya pemahaman para suami tentang
keadan postpartum blues (baby blues) seringkali menimbulkan
kesalahpahaman keluarga baru.
Berikut ini dapat dikenali beberapa ciri atau tanda seorang ibu pasca
partum mengalami gangguan psikologis postpartum blues. Ibu mudah
tersinggung, menangis tanpa sebab yang jelas, enggan merawat bayi,
merasa keletihan yang sangat, gelisah, menarik diri dari lingkungan,
menolak menyusui bayi dan tidak ingin menyentuh bayi.
Bila suami dan keluarga menemukan adanya tanda-tanda seorang ibu
pascapartum mengalami keluhan demikian, hendaknya tidak
menyikapi dengan mendikte dan menganggap perubahan situasi
kejiwaan itu sebagai penolakan fungsi dan peran sebagai ibu baru dari
sang istri, perasaan manja, dan sebagainya. Namun sebaliknya,
seorang suami hendaknya memberikan dukungan mental dan
membesarkan hati istri agar perlahan-lahan mampu menerima
perubahan baru dalam kehidupannya sebagai seorang ibu.
Membantu merawat bayi dan memberikan waktu tidur istirahat yang
cukup selama masa postpartum blues berlangsung. Kurangnya waktu
istirahat bagi ibu setelah bersalin akan menambah beban mental dan
ketegangan psikologis. Pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan,
baik akibat perkosaan atau kehamilan yang tidak terencana, dukungan
mental keluarga menjadi hal terpenting bagi seorang ibu pascapartum.
Bilamana memungkinkan perawatan bayi dapat diambil alih, misalnya
dilakukan persetujuan adopsi dan atas kerelaan seorang ibu yang
melahirkan bayi tersebut. Hubungan yang harmonis dan
pendampingan mental sangat menentukan apakah seorang ibu
pascabersalin akan mampu melewati masa postpartum blues tersebut
dengan aman.
Masa-masa awal pendampingan mencegah postpartum blues dapat
dimulai segera setelah melahirkan. Kehadiran suami selama proses
persalinan, kesediaan suami membantu proses perlekatan ibu dan
bayi pertama kali saat menyusui, membantu mengatur posisi menyusui
bayi yang nyaman bagi istri, membantu bergantian melakukan
perawatan bayi, bergantian berjaga saat merawat bayi terutama
malam hari agar istri mendapat waktu cukup untuk beristirahat,
menanyakan keadaan kesehatan istri dan bayi saat suami di kantor,
dan ketika ada waktu senggang membantu meringankan keluhan
ringan akibat keletihan melewati proses persalinan dengan pijatan
ringan dibahu dan punggung.

Pijatan ringan dan sentuhan fisik ini selain memberi kontak fisik dan
menjalin kedekatan suami istri ketika istri sedang menyusui bayinya,
juga memberi efek melancarkan ASI. Suami juga dapat menyiapkan
dan menyuapkan makanan atau minuman bergisi saat istri sedang
menyusui bayi, menemani istri senam nifas dan memberi pujian bagi
istri. Kontak fisik dan mental yang erat dan harmonis ini akan
membangun rasa percaya diri seorang ibu baru.
D. Hal-hal yang dilakukan keluarga dalam menghadapi ibu nifas
dengan Postpartum Blues
Sebagian besar wanita, akan merasakan setidaknya sedikit gejala dari
sindrom baby blues setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan hormon secara tiba-tiba setelah proses persalinan,
ditambah dengan stres, kurang tidur, kelelahan dan kesepian yang
dirasakan.
Bagi sebagian wanita, gejala sindrom baby blues bisa mereda pada
minggu kedua setelah persalinan. Namun bagi beberapa wanita
lainnya, gejala ini bertahan dan bertambah parah. Sehingga, sindrom
baby blues yang dialami, bisa berkembang menjadi depresi pasca
melahirkan.
Salah satu faktor yang bisa memperparah kondisi baby blues, hingga
bisa berkembang menjadi depresi adalah kurangnya dukungan
keluarga serta lingkungan sekitar. Kebiasaan mengkritisi dan
membandingkan segala hal yang dilakukan oleh ibu baru lainnya, bisa
membuat sang ibu tertekan.
Sebagai pasangan, keluarga, atau teman dari ibu yang baru
melahirkan, Anda perlu mengenali risiko gangguan mental yang bisa
muncul pada ibu. Pasalnya, peran lingkungan sekitar dari ibu,
merupakan salah satu faktor paling berpengaruh pada kondisi ini.
Depresi pasca persalinan, bisa muncul beberapa hari hingga beberapa
bulan setelah proses persalinan. Ibu akan merasakan hal yang sama
dengan sindrom baby blues, hanya saja perasaan-perasaan tersebut
akan dirasa lebih kuat dan terjadi lebih lama. Depresi juga membuat
ibu tidak bisa melakukan kegiatan sehari-harinya dengan baik.
Bahkan, gangguan ini juga memengaruhi kondisi fisik.
Seorang ibu bisa terkena depresi pasca melahirkan karena faktor
perubahan biologis di tubuh dan faktor psikologis. Faktor biologis
berkaitan dengan perubahan hormon. Sementara itu faktor psikologis,
dapat berkaitan dengan kurangnya dukungan yang diterima, merasa
kesepian dan hidup sendiri, hingga konflik pernikahan.
Tekanan yang datang dari teman, keluarga, atau bahkan pasangan,
kepada ibu baru mengenai tuntutan peran sebagai ibu yang baik, cara
mengurus anak, hingga komentar seputar penampilan fisik ibu setelah
melahirkan, bisa memicu stres yang kemudian dapat berkembang
menjadi depresi pasca persalinan.
Di Indonesia, sudah bukan hal baru, orang di sekitar ibu yang baru
melahirkan, justru berperan menjadi pemicu depresi pasca persalinan.
Komentar-komentar bagi ibu, yang mungkin bagi sebagian orang
dianggap sebagai ramah tamah, justru bisa berperan sebagai pemicu
depresi.
Sebab, komentar-komentar tersebut, yang umumnya cenderung
mempertanyakan kemampuan ibu baru, membuat ibu merasa
kekurangan dukungan secara emosional. Maka dari itu, alih-alih
mengomentari cara ibu dalam mengurus anaknya, berikanlah
dukungan yang dibutuhkannya. Jika dukungan tidak kunjung diberikan,
maka munculnya depresi pasca persalinan, akan sulit untuk dicegah.
Anda perlu mengenali gejala depresi pasca persalinan. Sehingga,
ketika gejala tersebut mulai muncul, Anda dapat segera membantu ibu
yang baru melahirkan anak, untuk mengatasi kondisi ini.
Jangan sampai, saat gejala tersebut muncul, Anda justru mengkritik
perilaku ibu, dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak sesuai
dengan standar pengasuhan anak atau standar perilaku ibu yang baik
menurut Anda. Gejalan depresi pasca melahirkan yang perlu dikenali
di antaranya merasa sedih terus-menerus, lebih sering menangis
tanpa alasan tertentu, terlalu cemas terhadap segala hal, mudah
marah, terlalu lama tidur atau justru tidak bisa tidur, meski bayi sedang
terlelap.
Gejala lainnya sulit berkonsenterasi serta mengingat dan memutuskan
sesuatu, sering pusing, sakit perut, dan nyeri otot. Tidak tertarik
melakukan hal yang sebelumnya dianggap menyenangkan. Tidak
nafsu makan atau justru nafsu makannya meningkat dengan sangat
drastis. Tidak ingin bertemu dengan teman atau keluarga, dan menarik
diri dari lingkungan sosialnya. Bahkan kesulitan membangun ikatan
emosional dengan bayi, terus-menerus meragukan kemampuannya
dalam mengurus anak dan berpikir untuk menyakiti diri sendiri atau
anaknya.
Apabila istri, teman, keluarga, atau anak Anda baru saja melahirkan,
dan menunjukkan tanda dan gejala yang mengarah pada depresi
pasca persalinan, maka Anda perlu memberikan dukungan yang tepat.
Berikut ini, langkah yang bisa Anda lakukan untuk mendukung ibu
yang baru melahirkan:
1. Kenali gejalanya
Pasangan dan keluarga, sebagai orang-orang terdekat dari ibu,
biasanya menjadi yang pertama menyadari munculnya gejala depresi
pasca melahirkan Dengan memahami berbagai gejalanya, Anda bisa
segera memberikan pertolongan kepada ibu, agar kondisinya tidak
bertambah parah.
2. Jadilah pendengar yang baik
Jadilah pendengar yang baik, saat ibu menceritakan kesulitannya
menghadapi masa-masa setelah persalinan. Tunjukkan kepada ibu,
bahwa Anda peduli dengan kondisi kesehatannya, dan bahwa
kesehatan ibu tidak kalah penting dari kesehatan bayi. Dengarkan
keluh kesahnya, dan jangan meremehkan kesulitan yang sedang ia
rasakan. Buat ibu merasa aman dan nyaman untuk bercerita dengan
Anda, agar bisa mengurangi beban pikirannya.
3. Berikan dukungan
Beritahu ibu, bahwa ia tidak sendiri dalam menjalani masa-masa ini.
Tawarkan bantuan, agar ia bisa beristirahat sejenak dari rutinitas
mengurus Si Kecil. Biarkan ia meluangkan sedikit waktu untuk bertemu
dengan teman. Selain itu, tawarkan juga bantuan untuk
menggantikannya melakukan pekerjaan rumah seperti berbelanja
keperluan, memasak, atau membersihkan rumah.
4. Tawarkan bantuan
Ibu yang menunjukkan tanda-tanda depresi, mungkin akan enggan
untuk mencari bantuan profesional yang bisa membantu meringankan
kondisinya. Karena itu, Anda bisa menawarkan bantuan untuk mencari
psikolog atau psikiater.
DAFTAR PUSTAKA

https://amp.kompas.com/lifestyle/read/2012/10/12/09521565/pendampingan-
suami-cegah-quotpostpartum-bluesquot
https://cantik.tempo.co/read/1224262/pentingnya-dukungan-keluarga-untuk-atasi-
depresi-pasca-melahirkan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011.Pedoman Pelaksanaan
Kelas Ibu Hamil. Jakarta: Kemenkes RI.
Sofian,A.2011.Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri
Fisiologi,Obstetri Patologi, Ed. 3, Jilid I. EGC. Jakarta.
Marmi. (2014). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Peuperium
Care”.Yogyakarta: Pustaka Belajar
Sastrawati, ira. (2014). Hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan
kejadian postpartum blues di RSUD Surakarta. Digilib UNS
Pieter, H.Z. & Lubis, N.L. (2010). Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan.
Jakarta: Kencana.
Henderson & Jones. (2006). Buku Ajar Konsep Kebidanan (Essential
Midwifery). Alih
LAMPIRAN
FOTO DOKUMENTASI PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
LAMPIRAN DAFTAR HADIR PESERTA
LAMPIRAN PPT
LAMPIRAN SURAT KETERANGAN MELAKSANAKAN PENGABMAS

Anda mungkin juga menyukai