Anda di halaman 1dari 49

Referat Dasar

Hubungan antara Stroke pada usia Muda dengan terjadinya Demensia

Oleh :
Arif Eko Wibowo

Pembimbing
Prof. dr. M.I. Widiastuti, PAK(K), Sp.S(K),M.Sc

BAGIAN / SMF NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO/ RSUP DR. KARIADI
SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat Dasar dengan judul ”Hubungan antara
Faktor-faktor Resiko yang Menyebabkan terjadinya Demensia dengan tingkat
Terjadinya Amnesia Pada Lansia” , sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas
PPDS I Program Studi Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dr
Kariadi Semarang.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. M.I. Widiastuti, PAK(K), Sp.S(K),M.Sc sebagai staf pengajar yang telah
menyediakan waktu dan dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan selama
penulis menjalani stase di bagian Neurologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang.
2. Dr. dr. Dodik Tugasworo Pramukarso, Sp. S (K), sebagai staf pengajar yang telah
menyediakan waktu dan dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan selama
penulis menjalani stase di bagian Neurologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang.
3. Seluruh staf pengajar Program Studi Neurologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang.
4. Seluruh residen di Program Studi Neurologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang.
5. Seluruh paramedis dan staf administrasi di Program Studi Neurologi FK Undip/RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karenanya, kritik dan saran yang membangun kami terima dengan senang hati. Harapan
kami semoga referat dasar ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca untuk
menambah ilmu pengetahuan.

Semarang, 2022

Penulis
Arif Eko Wibowo
BAB I
PENDAHULUAN

Demensia adalah penyakit manusia yang kompleks. Insiden demensia di antara


populasi lansia meningkat pesat di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, penyakit Alzheimer
(AD) adalah jenis demensia utama dan merupakan penyebab utama kematian kelima dan
kedelapan pada wanita dan pria berusia 65 tahun, masing-masing, pada tahun 2003. Di
Taiwan dan banyak negara lainnya, demensia adalah penyebab utama kematian. masalah
kesehatan tersembunyi karena meremehkan populasi lansia. Di negara-negara Barat,
prevalensi DA meningkat dari 1-3% di antara orang berusia 60-64 tahun menjadi 35% di
antara mereka yang berusia> 85 tahun. Di Taiwan, prevalensi demensia untuk orang berusia
65 tahun adalah 2-4% pada tahun 2000. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi
faktor protektif dan risiko demensia untuk mencegah penyakit ini pada tahap awal. Beberapa
faktor yang berhubungan dengan demensia antara lain usia, etnis, jenis kelamin, faktor
genetik, aktivitas fisik, merokok, penggunaan narkoba, tingkat pendidikan, konsumsi alkohol,
indeks massa tubuh, penyakit penyerta, dan faktor lingkungan. Dalam ulasan ini, kami fokus
pada penelitian yang telah mengevaluasi hubungan antara faktor-faktor ini dan risiko
demensia, terutama AD dan demensia vaskular.
WHO mengakui demensia sebagai prioritas kesehatan masyarakat. Pada Mei 2017,
Majelis Kesehatan Dunia mengesahkan rencana aksi Global tentang respons kesehatan
masyarakat terhadap demensia 2017-2025. Rencana tersebut memberikan cetak biru tindakan
yang komprehensif – untuk pembuat kebijakan, mitra internasional, regional dan nasional,
dan WHO seperti di bidang berikut: menangani demensia sebagai prioritas kesehatan
masyarakat; meningkatkan kesadaran akan demensia dan menciptakan masyarakat yang
inklusif demensia; mengurangi risiko demensia; diagnosis, pengobatan dan perawatan; sistem
informasi untuk demensia; dukungan untuk pengasuh demensia; dan, penelitian dan inovasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan
otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam
bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan
pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif.
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai
gangguan kesadaran.
Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik /
progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu; daya
ingat, daya fikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, Biasanya disertai hendaya
fungsi kognitif, dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit
Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer
atau sekunder mengenai otak.

B. Faktor Resiko
b.1. Genetik
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah
terjadi kemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama
neuropatologi gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien
demensia mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi
setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetik dianggap berperan dalam
perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan tentang
peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar monozigotik,
dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada angka kejadian
pada kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan baik,
gangguan ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau
transmisi tersebut jarang terjadi.2
b.2. Usia
Efek penuaan dan usia orang tua saat lahir telah dikaitkan dengan risiko
demensia. Di Amerika Serikat dan Eropa, beberapa studi kohort33–39telah
menunjukkan bahwa risiko demensia dan AD meningkat seiring bertambahnya usia.
Hubungan ini telah diamati pada semua subtipe demensia dalam sebuah penelitian di
Spanyol. Sebuah meta-analisis yang mencakup 17 penelitian di Cina juga
menunjukkan bahwa prevalensi AD dan VaD meningkat seiring bertambahnya
usia.40Secara keseluruhan, efek penuaan merupakan faktor risiko yang relatif
konsisten untuk demensia di berbagai kelompok etnis.
Relatif sedikit penelitian yang mengevaluasi hubungan antara usia orang tua
saat lahir dan risiko demensia. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa usia tua
orang tua saat lahir dikaitkan dengan peningkatan risiko AD, mungkin karena
kelainan kromosom. Namun, penelitian lain telah gagal untuk mereplikasi asosiasi ini.
Status kesehatan orang tua mungkin berbeda secara signifikan antara individu
dan populasi; oleh karena itu, ini mungkin bukan prediktor yang dapat diandalkan
untuk demensia.

b.3. Jenis Kelamin


Jenis kelamin merupakan faktor risiko penting untuk DA di antara orang tua.
Sebuah studi lanjutan di Belanda menemukan bahwa insiden DA pada wanita lebih
tinggi daripada pria setelah usia 85 tahun. Namun, tidak ada perbedaan jenis kelamin
dalam tingkat atau risiko VaD. Tim yang sama juga melaporkan bahwa risiko AD
menurun pada pria tetapi tidak pada wanita setelah usia 90 tahun.48Insiden
keseluruhan VaD lebih rendah pada wanita dibandingkan pada pria. Sebuah
metaanalisis yang hanya mencakup populasi Cina telah menunjukkan prevalensi AD
yang lebih tinggi, tetapi tidak VaD, di antara wanita dibandingkan dengan pria
berusia ≥ 60 tahun.40Temuan di atas dapat dijelaskan dengan efek perlindungan
estrogen untuk Wanita pramenopause, dan kematian dini untuk pria akibat penyakit
kardiovaskular. Sebaliknya, hubungan antara jenis kelamin dan risiko demensia telah
terbukti tidak signifikan pada populasi Italia dan Spanyol. Beberapa faktor mungkin
memperumit hubungan ini, misalnya hormon steroid seks, gaya hidup, etnis, dan
polimorfisme genetik gen terkait seks. Oleh karena itu, penting untuk
mempertimbangkan berbagai factor risiko sementara hubungan antara jenis kelamin
dan risiko demensia dieksplorasi.
b.4. Aktivitas fisik

Hubungan antara aktivitas fisik dan risiko demensia telah dieksplorasi secara
ekstensif. Beberapa studi kohort telah mengamati bahwa aktivitas fisik dikaitkan
secara positif dengan fungsi kognitif di antara orang tua. Studi lain telah menemukan
bahwa aktivitas fisik dikaitkan dengan pengurangan 30-50% penurunan kognitif.
Sebuah meta-analisis yang mencakup 30 percobaan acak telah menemukan
bahwa latihan olahraga memiliki efek positif pada fungsi kognitif.55Sebuah uji coba
secara acak pada orang tua yang dilakukan setelah meta-analisis telah menemukan
bahwa 24 minggu intervensi aktivitas fisik dapat meningkatkan fungsi kognitif.
Selanjutnya, sebuah studi cross-sectional pada penduduk yang tinggal di komunitas
berusia 70-79 tahun telah menunjukkan bahwa tingkat aktivitas rekreasi dikaitkan
secara signifikan dengan tingkat penanda inflamasi interleukin-6 dan protein C-reaktif
yang lebih rendah.
Manfaat potensial dari peningkatan aktivitas fisik pada penanda inflamasi
perlu dikonfirmasi dalam uji klinis. Efek perlindungan dari aktivitas fisik mungkin
merupakan hasil dari pengurangan risiko vascular dan obesitas, tingkat penanda
inflamasi yang lebih rendah, peningkatan kebugaran, kesehatan saraf, dan fungsi
fisik, serta perilaku positif. Dalam studi lanjutan di Amerika Serikat, individu yang
berpartisipasi dalam setidaknya empat aktivitas fisik dalam waktu 2 minggu sebelum
perekrutan studi memiliki risiko demensia yang lebih rendah secara signifikan
dibandingkan dengan mereka yang hanya melakukan satu aktivitas atau tidak sama
sekali.
Asosiasi ini signifikan di antaraAPOEe4 alel non pembawa, tetapi tidak ada
dari APOEe4 pembawa alel. Secara keseluruhan, sebagian besar penelitian
sebelumnya telah mendukung gagasan bahwa aktivitas fisik dapat mengurangi risiko
demensia, mungkin melalui peningkatan fungsi kognitif dan status kesehatan secara
keseluruhan. Pengukuran yang berbeda dari kognisi, berbagai lama masa studi, dan
karakteristik subjek yang berbeda telah digunakan untuk mengevaluasi efek aktivitas
fisik pada risiko demensia, dan ini mungkin menjelaskan inkonsistensi temuan
sebelumnya.

b.5. Merokok
Perokok melipat gandakan risiko penyakit arteri koroner, gagal jantung
kongestif, dan penyakit pembuluh darah perifer, dan meningkatkan 1,5 kali risiko
stroke dan demensia. Sebuah studi berbasis populasi kolaboratif di Eropa menegaskan
bahwa merokok dikaitkan dengan tingkat penurunan kognitif yang lebih tinggi pada
subjek lanjut usia yang tidak menderita demensia; konsumsi rokok-tahun yang lebih
tinggi berkorelasi dengan tingkat penurunan yang lebih tinggi secara signifikan. Asap,
selain nikotin dan karbon monoksida, mengandung campuran kompleks radikal bebas
termasuk kuinon/hidrokuinon, NO-, dan nitrogen dioksida (NO 2) yang menyebabkan
ketidakteraturan morfologi endotel, pembentukan blebs, kebocoran makromolekul
dan peningkatan kematian sel endotel. Asap mengurangi pelepasan prostasiklin,
meningkatkan vasodilatasi yang diturunkan dari endotel, dan menurunkan konsentrasi
oksida nitrat dan produksi cGMP, meningkatkan agregasi trombosit dan leukosit.
Merokok memperburuk pembentukan plak ateromatosa di arteri karotis,
meningkatkan hipertensi, koagulabilitas darah, viskositas serum, dan fibrinogen.
Efek merokok pada risiko demensia masih kontroversial. Sebuah meta-analisis
baru-baru ini menunjukkan bahwa merokok saat ini dikaitkan secara signifikan
dengan peningkatan risiko AD tetapi tidak dengan VaD dan penurunan kognitif. Dua
studi lanjutan di Amerika Serikat dan satu di Cina telah melaporkan hubungan yang
signifikan antara perokok saat ini dan risiko demensia. Asosiasi ini tidak signifikan di
antara mantan perokok.
Temuan tidak konsisten sebelumnya mungkin dihasilkan dari bias
kelangsungan hidup, beberapa masalah potensial untuk studi kasuskontrol (misalnya
bias ingatan, perkiraan merokok yang terlalu rendah dan berlebihan), dan kegagalan
untuk membuat stratifikasi subjek berdasarkan status merokok (saat ini dan mantan
perokok) dalam analisis. Merokok bisa menjadi perancu potensial untuk hubungan
penyakit serebrovaskular dengan demensia. Namun, penyakit serebrovaskular belum
dieksplorasi secara konsisten dalam penelitian sebelumnya. Studi masa depan
menggunakan desain tindak lanjut akan dapat memberikan data yang lebih akurat
tentang merokok. Stratifikasi menurut status merokok (saat inivs. Mantan perokok)
dijamin untuk menjelaskan asosiasi ini.

b.6. Tingkat Pendidikan


Dalam studi lanjutan, subjek dengan pendidikan rendah memiliki risiko
demensia non-AD yang lebih tinggi [rasio odds (OR), 1,75; 95% CI, 1,03-2,98]
dibandingkan dengan mereka yang memiliki ijazah sekolah menengah. Namun,
asosiasi ini tidak diamati untuk AD. Selain pendidikan masa kanak-kanak, lebih
sedikit pendidikan pasca sekolah menengah (yaitu pendidikan di luar sekolah
menengah atas atau 12 tahun secara signifikan terkait dengan peningkatan risiko
demensia setelah usia 60 tahun. Demikian pula sebuah penelitian di Amerika Serikat
menemukan bahwa bule dengan tingkat pendidikan rendah (≤ 10 tahun) memiliki
risiko demensia dua kali lipat dibandingkan mereka yang berpendidikan tinggi (>10
tahun).95Sebuah studi kohort telah melaporkan hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan dan fungsi kognitif, tetapi hubungan itu tidak signifikan antara
pendidikan dan tingkat penurunan kognitif. Ada kemungkinan individu dengan
tingkat pendidikan yang lebih rendah cenderung memiliki fungsi kognitif yang lebih
rendah dibandingkan dengan mereka yang pada usia yang sama tetapi dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, timbulnya demensia di antara yang
pertama cenderung lebih awal daripada yang terakhir.
Secara keseluruhan, tingkat pendidikan berhubungan dengan status sosial
ekonomi dan seks, keduanya dapat memperumit hubungan antara tingkat pendidikan
dan risiko demensia. Titik potong yang berbeda dari tingkat pendidikan antara studi,
dan kegagalan untuk mengeksplorasi asosiasi dengan subtipe demensia dalam
beberapa studi, dapat menjelaskan temuan kontroversial sebelumnya.

b.7. Komorbid
Risiko demensia berhubungan dengan berbagai penyakit. Hipertensi
merupakan faktor risiko penting untuk VaD tapi tidak AD. Diabetes tipe 2 sangat
terkait dengan resistensi insulin, yang terkait dengan pembentukan Aβ dan agen
inflamasi di otak dan peningkatan risiko DA selanjutnya. Rata-rata, sekitar setengah
dari individu dengan gangguan kognitif vaskular dapat mengembangkan demensia
dalam waktu 5 tahun setelah stroke. Selain itu, terdapapt peningkatan risiko demensia
di antara individu yang berusia > 84 tahun dan yang pernah mengalami dua kali
infeksi atau lebih dalam 4 tahun sebelum diagnosis demensia dibandingkan dengan
mereka yang tidak memiliki satu atau dua infeksi.
Human immunodeficiency virus dan virus hepatitis C telah dilaporkan
berhubungan dengan demensia. Selain itu, cedera otak traumatis dapat menyebabkan
perkembangan awal DA. Sebuah meta-analisis yang mencakup 15 studi kasus-kontrol
telah menemukan bahwa cedera kepala dikaitkan dengan peningkatan risiko DA di
antara pria tetapi tidak pada wanita. Pria cenderung terlibat dengan pekerjaan yang
lebih berbahaya daripada wanita, dan karena itu memiliki risiko cedera kepala yang
lebih tinggi dan risiko demensia yang lebih tinggi daripada wanita. Selanjutnya, dua
meta-analisis telah menunjukkan secara konsisten bahwa Riwayat depresi merupakan
faktor risiko DA di kemudian hari.Secara keseluruhan, infeksi, factor vaskular dan
penyakit terkait, cedera kepala, dan kondisi psikologis dapat berbagi jalur inflamasi
umum yang berkontribusi pada etiologi demensia.

b.8. BMI (Indeks Masa Tubuh)


Kegemukan dan obesitas merupakan faktor risiko AD, hiperinsulinemia dan
diabetes. Sebuah meta analisis baru-baru ini, termasuk 10 studi lanjutan dengan
subyek berusia 40-80 tahun pada awal, telah menunjukkan hubungan bentuk-U antara
BMI dan demensia. Namun, studi tindak lanjut baru-baru ini105telah menunjukkan
peningkatan risiko demensia di antara orang gemuk (BMI> 30), dibandingkan dengan
mereka dengan berat badan normal (BMI 20-25) pada usia 50 tahun. Padahal, ada
hubungan terbalik antara BMI dan risiko demensia pada ≥ 65 tahun.105Sebaliknya,
penambahan berat badan dan peningkatan lingkar pinggang dan ketebalan lipatan
kulit berhubungan dengan peningkatan risiko demensia. Studi lain menemukan bahwa
penurunan berat badan tahunan yang stabil sebesar 1 kg/m2 di antara orang tua terkait
dengan peningkatan 35% risiko AD, dibandingkan dengan individu tanpa perubahan
BMI.
Penurunan berat badan dapat mencerminkan penyakit yang mendasari dan
obesitas dapat dikaitkan dengan penyakit pembuluh darah berikutnya. Orang tua
mengalami kehilangan otot, oleh karena itu, lingkar pinggang daripada BMI mungkin
merupakan pengganti yang lebih baik untuk kelebihan berat badan atau obesitas. Ini
bisa menjelaskan sebagian temuan kontroversial dari penelitian sebelumnya.

b.9. Faktor Lingkungan


Peran faktor lingkungan pada kemajuan demensia rumit. Aluminium terkait
dengan risiko demensia karena dapat bertindak sebagai kofaktor dalam perkembangan
demensia. Telah berspekulasi bahwa logam lain, seperti besi, tembaga dan seng,
terkait dengan demensia.
Beberapa nutrisi juga telah dikaitkan dengan risiko demensia. Misalnya, kadar
vitamin D serum lebih rendah di antara wanita dengan demensia ringan daripada di
antara mereka yang tidak. Selain itu, uji klinis telah menunjukkan bahwa vitamin E
tidak bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kognitif ringan pada tahap antara
penuaan normal dan tahap awal demensia. Beberapa makronutrien, seperti glukosa,
protein (triptofan dan tirosin) dan asam lemak tak jenuh, telah dikaitkan dengan
perubahan fungsi kognitif terkait usia di antara orang-orang dengan AD dan VaD.
Demensia dapat diperburuk melalui stress oksidatif sebagai akibat dari energi
yang lebih tinggi dan asupan antioksidan yang lebih rendah. Orang dengan AD atau
VaD memiliki pola diet yang sama, kecuali yang pertama mengkonsumsi lebih
banyak lemak hewani daripada yang kedua.126Selain itu, asupan berlebihan n-6 asam
lemak tak jenuh ganda (PUFA) atau kekurangann-3 PUFA dapat menyebabkan
peradangan kronis, agregasi trombosit, atau disfungsi endotel
mikrovaskular.126Paparan lingkungan sebelum timbulnya demensia mungkin
berpengaruh dan banyak faktor lingkungan yang belum diidentifikasi.
Peningkatan perawatan kesehatan dan perubahan gaya hidup, rentang hidup
yang lebih lama telah menyebabkan peningkatan jumlah orang dengan demensia. Di
era pasca-genom, kemajuan teknologi genotipe throughput tinggi, misalnya micro
array, dan alat statistik telah memungkinkan kita untuk menilai secara ekstensif
hubungan antara faktor genetik dan risiko demensia. Faktor lingkungan, yang belum
diidentifikasi dengan baik, mungkin juga memainkan peran penting dalam
patogenesis demensia. Penelitian di masa depan harus menekankan pada identifikasi
faktor risiko lingkungan baru, melakukan studi asosiasi seluruh genom pada tingkat
yang berbeda (DNA, RNA dan protein), mengeksplorasi interaksi antara factor
genetik dan lingkungan, dan memasukkan populasi non-Kaukasia, untuk mengungkap
etiologi dari demensia.

b.10. Riwayat penyakit vaskuler


Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang
menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki,
khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang
yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel yang menyebar
luas pada otak (gambar 2.2). Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq
arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung). Pada
pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau
pembesaran jantung (gambar 2.3).2,3

Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus
demensia vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula
interna dan globus palidus.2

Gambar 2.5 Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan


custodial. Pasien biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap
jari,khas pada jenis ini.2
Gambar 2.6 Gambaran Demensia Vaskular.8

C. Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada
kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5
persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20
hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen
diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia
tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer
meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun
prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90
tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer
membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia
vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi
merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia
vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia
vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun
dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien
menderita kedua jenis demensia tersebut.
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1
hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan
alkohol, dan berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan
pergerakan, misalnya penyakit Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia
adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus
melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien dengan demensia
untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu.

D. Patofisiologi
Proses penyakit yang mendasari demensia belum sepenuhnya dipahami.
Dengan (kemungkinan) pengecualian VaD, semua melibatkan akumulasi patologis
dari protein asli: dalam kasus DA itu adalah plak ekstraseluler amiloid dan kusut
intraseluler dari tau hiperfosforilasi; di DLB itu adalah alpha-synuclein dalam bentuk
Lewy bodes; di FTLD beberapa penyebab telah diidentifikasi termasuk TDP-43 dan
protein ciri dari AD dan DLB dalam distribusi frontotemporal. Contoh lesi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 1-4. Penting untuk diingat bahwa bukti dari proses ini juga
ditemukan post-mortem pada orang-orang yang tidak menunjukkan gangguan
kognitif sebelum kematian, dan bahwa pola-pola ini tidak eksklusif, muncul
bersamaan seperti yang sering mereka lakukan.

d.1. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Demensia


d.1.1. Demensia Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya


Demensia. Dimana Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan
memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak
berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Pasien dengan
demensia Alzheimer harus mempunyai gangguan memori selain dengan
kemampuan mental lain seperti berfikir abstrak, penilaian, kepribadian,
bahasa, praksis dan visuospatial. Defisit yang terjadi harus cukup berat
sehingga mempengaruhi aktifitas kerja dan social secara bermakna.
Meski kausa demensia tipe Alzheimer tetap tidak diketahui, telah
dicapai kemajuan dalam memahami basis molekular adanya deposit
amiloid yang merupakan penanda utama neuropatologi gangguan ini.
Sejumlah studi mengindikasi- kan bahwa sebanyak 40 persen pasien
memiliki riwayat keluarga dengan demensia tipe Alzheimer: oleh karena
itu, faktor genetik dianggap memainkan peran dalam munculnya
gangguan ini. setidaknya pada beberapa kasus. Dukungan lain adanya
pengaruh genetik adalah angka kejadian bersama pada kembar
monozigotik. yang lebih tinggi daripada angka untuk kembar dizigotik
(masing- masing 43 persen versus 8 persen). Meskipun jarang pada
bebe- rapa kasus yang terdokumentasi dengan baik. gangguan ini di-
turunkan dalam keluarga melalui gen autosom dominan. Demensia tipe
Alzheimer telah terbukti berhubungan dengan kromosom 1. 14, dan 21.
Adapun kriteria diagnosa DSM-IV-TR untuk demensia tipe
Alzheimer adalah sebagai berikut:
1. Munculnya defisit kognitif multiple yang dimanifestasikan baik oleh:
(1) Hendaya memori (terganggunya kemampuan mempelajari
informasi baru atau mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya). (2) terdapatnya satu atau lebih gangguan kognitif
Afasia, Apraksia, Agnosia dan gangguan dalam melakukan fungsi
eksekutif.
2. Defisit kognitif pada kriteria 1 dan masing-masing menyebabkan
hendaya yang signifikan dalam fungsi social dan okupasional serta
menggambarkan penurunan tingkat kemampuan berfunsi sebelumnya
yang signifikan.
3. Perjalanan penyakit ditandai oleh awitan yang bertahap dan
penurunan kognitif yang kontinu.
4. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium.
5. Gangguan ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan lain
pada aksis.

d.1.2. Demensia Vaskuler

Kausa primer demensia vaskular, dahulu disebut demensia


multi infark, diperkirakan adalah penyakit vaskular serebral multipel.
menyebabkan pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering
ditemukan pada pria. terutama mereka dengan hipertensi yang sudah ada
sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lain. Gangguan ini
terutama memengaruhi pembuluh serebral berukuran kecil dan sedang,
yang mengalami infark dan menyebabkan lesi parenkim multipel yang
tersebar secara luas di otak. Kausa infark mungkin mencakup oklusi
pembuluh oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari asal yang
jauh (seperti katup jantung). Pemeriksaan pasien mungkin akan
mengungkapkan adanya bruit karotis, abnormalitas funduskopi. atau
bilik jantung yang membesar.
Adapun Kriteria Diagnosa DSM-IV-TR untuk Demensia
Vaskular adalah sebagai berikut:
1. Munculnya defisit kognitif multiple yang dimanifestasikan oleh: (1)
Hendaya memori, (2) satu atau lebih gangguan kognitif Afasia,
Apraksia, Agnosia dan gangguan dalam melakukan fungsi eksekutif.
2. Defisit kognitif pada kriteria 1 dan masing-masing menyebabkan
hendaya yang signifikan dalam fungsi social dan okupasional serta
menggambarkan penurunan tingkat kemampuan berfunsi sebelumnya
yang signifikan.
3. Tanda dan gejala neurologis fokal (seperti refleks tendon dalam yang
berlebihan, respon plantar ekstensor, pseudobulbar palsy,
abnormalitas cara berjalan dan kelemahan pada salah satu
ekstremitas) atau bukti laboratorium yang mengindikasikan adanya
penyakit serebrovaskular yang secara etiologi dianggap berhubungan
dengan gangguan tersebut.
4. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium.

d.1.3. Demensia Akibat Kondisi Medis Umum Lain


Demensia yang terjadi pada penyakit medis seperti:
a. Penyakit Pick
Penyakit Pick ditandai oleh atrofi dalam jumlah yang lebih
besar di regio frontotemporal. Regio ini juga mengalami kehilangan
neuron, gliosis, dan munculnya jisim Pick neuronal, yaitu massa
elemen sitoskeletal. Jisim Pick terlihat pada beberapa spesimen
posmortem namun tidak penting untuk diagnosis. Kausa penyakit
Pick belum diketahui namun penyakit ini mencakup kurang lebih 5
persen dari semua demensia yang reversibel. Penyakit ini paling
sering terjadi pada pria, terutama mereka yang memiliki kerabat
keturunan pertama dengan kondisi ini. Penyakit Pick sulit dibedakan
dengan demensia tipe Alzheimer. meski stadium awal penyakit Pick
lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku,
dengan preservasi relatif fungsi kognitif lain. Gambaran sindrom
Klüver-Bucy (seperti hiperseksualitas, plasiditas, hiperolitas) lebih
sering dijumpai pada penyakit pick dibanding pada penyakit
alzheimer.

b. Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik menyebabkan demensia.
Demensia yang tampak pada penyakit ini adalah demensia tipe
subkortikal, yang ditandai oleh lebih banyak abnormalitas motorik
dan lebih sedikit abnormalitas bahasa dibanding pada demensia tipe
kortikal. Demensia pada penyakit Huntington menunjukkan
perlambatan psikomotorik dan kesulitan dengan tugas yang rumit,
namun memori, bahasa, dan tilikan relatif tetap intak pada stadium
awal dan pertengahan penyakit. Namun, saat penyakit ini berlanjut,
demensianya menjadi komplet; gambaran yang membedakannya
dengan demensia tipe Alzheimer selain gangguan pergerakan
khoreoathetoid yang klasik adalah tingginya insidens depresi dan
psikosis.

c. Penyakit Parkinson
Seperti halnya penyakit Huntington, parkinsonisme adalah
penyakit pada ganglia basalis yang umumnya dikaitkan dengan
demensia dan depresi. Diperkirakan sekitar 20 sampai 30 persen
pasien dengan penyakit Parkinson mengalami demensia dan
tambahan 30 sampai 40 persen lainnya mengalami hendaya
kemampuan kognitif yang terukur. Lambatnya pergerakan pada
pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan kelambatan berpikir
pada beberapa pasien, suatu gambaran yang disebut oleh para klinisi
sebagai bradifrenia.

d. Demensia terkait HIV


Infeksi HIV biasanya akan mengarah ke demensia dan gejala
psikiatri lain. Pasien yang terinfeksi HIV mengalami demensia
dengan angka tahunan sekitar 14 persen. Diperkirakan sekitar 75
persen pasien AIDS memiliki keterlibatan sistem saraf pusat pada
saat otopsi. Timbulnya demensia pada orang yang terinfeksi HIV
sering sejajar dengan gambaran abnormalitas parenkim pada
pemindaian MRI, Demensia infeksius lain disebabkan oleh
Kriptokokus.

e. Demensia Terkait Trauma Kepala


Demensia dapat merupakan sekuele trauma kepala,
sebagaimana halnya serangkaian luas sindrom neuropsikiatri lain,
termasuk neurosifilis.
Adapun kriteria diagnosa DSM-IV-TR untuk demensia akibat
kondisi medis umum lainnya adalah sebagai berikut:
1. Munculnya defisit kognitif multiple yang dimanifestasikan oleh:
(1) Hendaya memori, (2) satu atau lebih gangguan kognitif Afasia,
Apraksia, Agnosia dan gangguan dalam melakukan fungsi
eksekutif.
2. Defisit kognitif pada kriteria 1 dan masing-masing menyebabkan
hendaya yang signifikan dalam fungsi social dan okupasional serta
menggambarkan penurunan tingkat kemampuan berfunsi
sebelumnya yang signifikan.
3. Terdapat bukti anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan tersebut merupakan konsekuensi
fisiologi langsung dari suatu kondisi medis umum selain penyakit
Alzheimer atau penyakit serebrovaskular.
4. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium.

d.1.4. Demensia Persisten Terinduksi Zat

Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk demensia persisten


terinduksi zat adalah sebagai berikut:
1. Munculnya defisit kognitif multiple yang dimanifestasikan oleh: (1)
Hendaya memori, (2) satu atau lebih gangguan kognitif Afasia,
Apraksia, Agnosia dan gangguan dalam melakukan fungsi eksekutif.
2. Defisit kognitif pada kriteria 1 dan masing-masing menyebabkan
hendaya yang signifikan dalam fungsi social dan okupasional serta
menggambarkan penurunan tingkat kemampuan berfunsi sebelumnya
yang signifikan.
3. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium dan bertahan melampaui
durasi yang umum pada intoksikasi atau keadaan putus zat.
4. Terdapat bukti anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa defisit tersebut secara etiologi berkaitan dengan
efek persisten penggunaan zat.

d.1.5. Demensia YTT

Pada demensia ini memiliki kriteria diagnosis DSM-IV-TR adalah


kategori ini sebaiknya digunakan untuk mendiagnosis demensia yag tidak
memenuhi kriteria spesifik yang dideskripsikan oleh demensia lainnya.
Pada demensia ini kurangnya daya nilai dan pengendalian impuls yang
buruk biasanya tampak.

E. Manifestasi Klinis
Perubahan Psikiatrik dan Neurologis
Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya
akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat
menonjol selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi
tertutup serta menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan
demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi
anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada lobus
fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan kepribadian dan mungkin
lebih iritabel dan eksplosif.

Halusinasi dan Waham


Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama pasien
dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 persen
memiliki waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun
waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-
bentuk kekerasan lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga
memiliki gejala-gejala psikotik.

Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan
kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien
dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10
hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan
emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan menangis
yang patologis).

Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia
dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-
tanda neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu
ditemukan kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20
persen pada pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks
menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks tonus kaki serta
refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5 hingga
10 persen pasien.
Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini
Mental State Exam (MMSE).
Gambar.2.10. Test menggambar jam pada salah penilaian MMSE.

Pasien dengan demensia vaskuler mungkin mempunyai gejala-gejala


neurologis tambahan seperti sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, kelemahan,
tanda defisit neurologis fokal terutama yang terkait dengan penyakit serebro-vaskuler,
pseudobulber palsy, disartria, dan disfagia yang lebih menonjol dibandingkan dengan
gejala-gejala diatas pada jenis-jenis demensia lainnya.2

Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh
Kurt Goldstein disebut “perilaku abstrak”. Pasien mengal ami kesulitan untuk
memahami suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih
jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan
kemampuan menilai suara juga terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi
katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif dari defisit intelektual dalam
kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya mengkompensasi defek yang dialami
dengan cara menghindari kegagalan dalam kemampuan intelektualnya, misalnya
dengan cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa.
Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya
ditemukan pada demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis.
Contoh dari kelainan ini adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan
tidak wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta sikap
acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya.

Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia
dan terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur
lebih tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang
bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang
kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus
eksternal seperti cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan.2

Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit,
kerusakan struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).

(a) Menurut Umur:1


 Demensia senilis (>65th)
 Demensia prasenilis (<65th)

(b) Menurut perjalanan penyakit:


 Reversibel
 Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi
vitamin B, Hipotiroidism, intoksikasi Pb)

(c) Menurut kerusakan struktur otak


 Tipe Alzheimer
 Tipe non-Alzheimer
 Demensia vaskular
 Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
 Demensia Lobus frontal-temporal
 Demensia terkait dengan HIV-AIDS
 Morbus Parkinson
 Morbus Huntington
 Morbus Pick
 Morbus Jakob-Creutzfeldt
 Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
 Prion disease
 Palsi Supranuklear progresif
 Multiple sklerosis
 Neurosifilis
 Tipe campuran

(d) Menurut sifat klinis:


 Demensia proprius
 Pseudo-demensia
Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan
gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di -Tentukan-Yang Di-
Klasifikasikan ditempat lain)
F03 Demensia YTT

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03


sebagai berikut :

1. .X0 Tanpa gejala tambahan

2. .X1 Gejala lain, terutama waham

3. .X2 Halusinasi

4. .X3 Depresi

5. .X4 Campuran lain


F. Diagnosis
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia tipe
Alzheimer’s (Tabel 2.2) , Demensia vaskuler (Tabel 2.3), Demensia karena kondisi
medis lainnya (Tabel 2.4), Demensia menetap akibat zat (Tabel 2.5), Demensia
karena penyebab multipel (Tabel 2.6), Dan demensia yang tidak ditentukan (NOS; not
otherwise specified) (Tabel 2.7).
Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan
status mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja.
Keluhan terhadap peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun
membuat kita harus mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia.
Untuk membantu diagnosis, dapat digunakan tes neuropsikologis standar,
yaitu mini mental state examination (MMSE), Montreal Cognitive
Assessment (MoCA), Alzheimer’s Disease Assessment Scale-Cognitive
Section (ADAS-Cog), dan Mattis Dementia Rating Scale (MDRS).
Anamnesis mencakup awitan, pola perubahan dominan kognisi dan non
kognisi serta perjalanan penyakit. Riwayat medis umum, neurologi, psikiatri, obat-
obatan dan riwayat keluarga perlu untuk ditanyakan. Anamnesis dilakukan pada
pasien,keluarga untuk mencari defisit kognitif, perubahan perilaku dan gejala
demensia lainnya.

Anamnesis

o keluhan utama pasien


o sejak kapan gejala dirasakan (biasanya gejala terjadi secara tiba-tiba.)
o bagaimana perjalanan penyakitnya (biasanya progresif dan perlahan).
o adakah defisit kognitif (disfungsi eksekutif, apraksia, agnosia, gangguan
visuospasial)
o perubahan perilaku dan mood ( depresi, ansietas, agitasi, perubahan pola makan)
o mengalami gangguan tidur, halusinasi.
o riwayat berobat dan minum obat.
o adakah faktor resiko ( hipertensi, DM, penyakit jantung, firbrilasi atrium, riwayat
stroke)
o apakah penderita peminum alkohol yang kronik atau pengkonsumsi obat-obatan
yang dapat menurunkan fungsi kognitif seperti obat tidur dan antidepresan.
o Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat penyakit serebrovaskulr.
o riwayat pribadi sosial seperti : pekerjaan, status perkawinan, tempat tinggal,
kebiasaan sehari-hari.

Pemeriksaan Fisik

o pemeriksaan fisik umum : keadaan umum, tanda vital


o pemeriksaan neurologi
o pemeriksaan kognisi / fungsional
o pemeriksan kognisi sederhana
o pemeriksaan kognisi lengkap
o pemeriksaan aktivitas fungsional

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik dan penunjang dilakukan untuk mengetahui penyebab


demensia dan membedakan demensia dengan diagnosis banding yang lain. Diagnosis
banding dementia yang tersering adalah delirium, mild cognitive impairment (MCI),
dan depresi.
o Untuk pemantauan progresitas dan derajat keparahan demensia
- CDR
- Global deterioration scale

o Untuk mendetiksa adanya gejala non kognisi


- GDS
- NPI

o Pemeriksaan kognisi sederhana :


- AD8-INA
- MMSE
- CDT
- MoCA-INA
o Pemeriksaan kognisi lengkap :
- CERAD
o Pemeriksaan aktivitas fungsional
- ADL/IADL Katz atau Lawton

 Mini Mental State Examination (MMSE)


MMSE adalah pemeriksaan kognitif yang menjadi bagian rutin pemeriksaan
untuk menegakkan diagnosis demensia. Pemeriksaan ini diindikasikan terutama pada
pasien lanjut usia yang mengalami penurunan fungsi kognitif, kemampuan berpikir,
dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Proses deteriorasi ini
umumnya disertai dengan perubahan status mental (mood dan emosi) dan perilaku.
MMSE adalah alat deteksi dan penunjang diagnostik, namun tidak bisa
digunakan sebagai kriteria tunggal untuk penegakan diagnosis dementia. MMSE
merupakan pemeriksaan yang terdiri dari 11 item penilaian yang digunakan untuk
menilai atensi dan orientasi, memori, registrasi, recall, kalkulasi, kemampuan bahasa,
dan kemampuan untuk menggambar poligon kompleks. Rentang skor MMSE adalah
1-30, dengan cut off 24. Skor yang lebih rendah dari 24 menunjukkan adanya
gangguan kognitif.

NILAI
NO TES
MAKSIMAL

ORIENTASI

1 Sekarang (tahun), (musim), (Bulan), (tanggal), Hari apa ? 5

2 Kita berada dimana? (Negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5


(lantai/kamar)

REGISTRASI

3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), setiap benda 1 3
detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1
untuk setiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebut dengan benar dan catat jumlah pengulangan.

ATENSI DAN KALKULUS

4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. 5


Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
“WAHYU” (Nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan ;
misalnya uyahw = 2 nilai.

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)

5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3

BAHASA

6 Pasien disuruh menyebut nama benda yang ditunjukkan (pensil, 2


buku)

7 Pasien disuruh mengulangi kata-kata: “namun”, “tanpa”, “bila”. 1

8 Pasien disuruh melakukan perintah : “Ambil kertas ini dengan 3


tangan anda!, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai!”.

9 Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah “Pejamkanlah 1


mata anda”

10 Pasien disuruh menulis dengan spontan 1

11 Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini 1

Total 30

Skor
 Nilai 24-30 : Normal
 Niali 17-23 : Gangguan kognitif Probable
 Nilai 0-16 : Gangguan kognitif definitif

 Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina)


Untuk memeriksa gangguan kognitif salah satunya adalah dengan
menggunakan Montreal Cognitif Assesment (MoCA) yang digunakan untuk
mengetahui adanya mild cognitive Impairment.MoCa terdiri dari 30 poin yang akan
di ujikan dengan menilai beberapa domain kognitif, yaitu :
a. Fungsi eksekutif : dinilai dengan trail-making B (1 poin), phonemic fluency tast
(1 poin), dan two item verbal abtraction (1 poin).
b. Visuospasial : dinilai dengan clock drawing tast (3 poin) dan menggambarkan
kubus 3 dimensi (1 poin)
c. Bahasa: menyebutkan 3 nama binatang (singa, unta, badak ; 3 poin), mengulang 2
kalimat (2 poin), kelancaran berbahasa (1 poin)
d. Delayed recall: menyebutkan 5 kata (5 poin), menyebutkan kembali setelah 5
menit (5 poin)
e. Atensi: menilai kewaspadaan (1 poin), mengurangi berurutan (3 poin), digit
fordward and backward (masing-masing 1 poin)
f. Abstaksi: menilai kesamaan suatu benda (2 poin)
g. Orientasi: menilai menyebutkan tanggal, bulan, tahun, hari, tempat dan kota
(masing-masing 1 poin)

Instrument Montreal Cognitif Assesment versi Indonesia


a. Menelusuri Jejak Secara Bergantian (Alternating Trail Making) Instruksi :
“Buatlah garis yang menghubungkan sebuah angka dan sebuah huruf
dengan urutan meningkat. Mulailah di sini (tunjuk angka[1]dan tariklah
sebuah garis dari angka 1 ke huruf A, kemudian menuju angka 2 dan
selanjutnya. Akhiri di sini (tunjuk huruf [E])
Penilaian : Berikan nilai 1 bila subyek menggambar dengan sempurna
mengikuti pola berikut ini : 1- A-2-B-3-C-4-D-5-E, tanpa ada garis yang
salah. Setiap kesalahan yang tidak segera diperbaiki sendiri oleh subyek
diberi nilai 0.
b. Kemampuan visuokonstruksional (kubus) Instruksi : “Contohlah gambar
berikut setepat mungkin pada tempat yang disediakan dibawah ini” Penilaian :
Berikan nilai 1 untuk gambar yang benar :

a) Gambar harus tiga dimensi


b) Semua garis tergambar
c) Tidak terdapat garis tambahan
d) Garis-garis tersebut relative sejajar dan panjangnya sesuai (bentuk prisma
segi empat dapat diterima) Nilai tidak diberikan untuk masing-masieng
elemen jika kriteria di atas tidak dipenuhi

c. Kemampuan visuokonstruksional (jam dinding) Instruksi :

“Gambarlah sebuah jam dinding, lengkapi dengan angka-angkanya dan buat


waktunya menjadi pukul 11 lewat 10 menit” .

Penilaian : Berikan nilai 1 untuk masing-masing dari kriteria berikut :


a. Bentuk (nilai 1): bentuk jam harus berupa lingkaran dengan hanya sedikit
distorsi (mis: ketidak sempurnaan dalam menutup lingkaran)

b. Angka (nilai1): semua angka yang terlihat dalam jam harus lengkap tanpa
tambahan angka; angka harus diletakkan dalam urutan yang tepat dan dalam
kuadran yang sesuai dengan bentuk jam; angka-angka Romawi dapat diterima;
angka dapat diletakkan di luar lingkaran

c. Jarum jam (nilai 1) : harus terdapat dua jarum jam yang secara bersamaan
menunjukkan waktu yang dimaksud. Jarum yang menunjukkan jam harus
secara jelas lebih pendek dari jarum jam yang menunjukkan menit; jarum jam
harus berpusat di dalam lingkaran dengan pertemuan kedua jarum berada
dekat dengan pusat lingkaran Nilai tidak diberikan untuk masingmasing
elemen jika kriteria diatas tidak dipenuhi

d. Penanaman Instruksi :
“Katakan kepada saya nama dari binatang ini (dimulai dari kiri)” Penilaian :
Masing-masing 1 nilai diberikan untuk jawaban berikut (1) gajah, (2) badak,
(3) unta.

e. Daya Ingat Instruksi : “Ini adalah pemeriksaan daya ingat. Saya akan
membacakan sederet kata yangharus anda ingat sekarang dan nanti.
Dengarkan baik-baik, setelah saya selesai katakan kepada saya sebanyak
mungkin kata yang anda dapat ingat, tidak masalah disebutkan tidak
berurutan” (kemudian permeriksa membacakan 5 kata dengan kecepatan satu
kata setiap detik).
Tandai dengan tanda centang (√) di tempat yang disediakan, untuk
tiap kata yang dapat diingat secara benar oleh subyek pada pemeriksaan
pertama. Ketika subyek menunjukkan bahwa ia telah selesai (telah
mengingat semua kata) atau sudah tidak dapat lagi mengingat kata lainnya,
bacakan sederet kata untuk kedua kalinya disertai instruksi berikut :
“Saya akan membacakan sederet kata yang sama untuk kedua
kalinnya. Cobalah untuk mengingat dan katakana kepada saya sebanyak
mungkin kata yang dapat anda ingat, termasuk kata-kata yang sudah anda
sebutkan di kesempatan pertama”.
Di akhir permeriksaan kedua, jelaskan kepada subyek bahwa dia akan
diminta lagi untuk mengingat kembali kata-kata tersebut dengan mengatakan
“Saya akan meminta ada untuk mengingat kembali kata-kata tersebut pada
akhir pemeriksaan”.
Penilaian : Tidak ada nilai yang diberikan untuk pemeriksaan pertama
dan kedua

f. Perhatian Rentang Angka Maju (Forward Digit Span) Instruksi : “Saya akan
mengucapkan beberapa angka, dan setelah saya selesai ulangi apa yang saya
ucapkan tepat sebagaimana saya mengucapkannya” (Bacakan kelima urutan
angka yang diulangi secara benar)
Penilaian : Berikan nilai 1 untuk tiap urutan yang diulangi secara
benar. Rentang Angka Mundur (Backward Digit Span) Instruksi :
“Sekarang saya akan mengucapkan beberapa angka lagi, akan tetapi
jika saya sudah selesai, anda harus mengulangi apa yang saya ucapkan dalam
urutan terbalik” (Bacakan ketiga urutan angka dengan kecepatan satu angka
setiap detik)
Penilaian :
Berikan nilai 1 untuk tiap urutan yang diulangi secara benar. (N.B.: jawaban
yang benar untuk pemeriksaan angka mundur adalah 2-4-7)
Kewaspadaan
Instruksi : “Saya akan membacakan sebuah urutan huruf, setiap kali saya
mengucapkan huruf “A”, tepuk tangan anda sekali, jika saya mengucapkan
huruf lainnya jangan tepuk tangan anda”
Penilaian :
Berikan nilai 1 jika terdapat nol sampai satu kesalahan (tepuk tangan pada
huruf yang salah atau tidak bertepuk pada huruf “A” dihitung sebagai satu
kesalahan)
Rangkaian 7 (Serial 7s)
Instruksi :
“Sekarang saya ingin anda berhitung dengan cara mengurangi, mulai angka
100 dikurang tujuh kemudian terus dikurangi dengan angka tujuh sampai
saya memberitahukan anda untuk berhenti” Ulangi instruksi ini untuk kedua
kali jika diperlukan
Penilaian :
Nilai maksimal adalah 3. Berikan :

a). Nilai 0: Jika tidak ada jawaban yang benar


b). Nilai 1: Untuk satu jawaban yang benar
c). Nilai 2: Untuk dua sampai tiga jawaban yang benar.
d). Nilai 3: Jika subyek dapat memberikan empat atau lima jawaban yang
benar.
Hitung setiap jawaban pengurngan 7 yang benar dimulai dari 100. Setiap
pengurangan dinilai secara independen, maksudnya jika subyek menjawab
dengan jawaban yang salah akan tetapi melanjutkan pengurangan 7 yang
benar dari angka tersebut, berikan nilai untuk tiap hasil pengurangan yang
benar.
Sebagai contoh, seorang subyek menjawab “92-85-78-71-64” yang mana
angka “92” adalah jawaban yang salah, akan tetapi angka berikutnya
dikurangi tujuh jawabannya benar. Dalam hal ini hanya ada satu kesalahan
dan nilai yang dapat diberikan pada bagian ini adalah 3.

g. Pengulangan Kalimat
Instruksi: “Saya akan membacakan kepada anda sebuah kalimat, setelah itu
ulangi kepada saya tepat seperti apa yang saya bacakan [jeda]: “Wati
membantu saya menyapu lantai hari ini”
Setelah mendapat jawaban, katakan: “Sekarang saya akan membacakan
kepada anda kalimat berikutnya, setelah itu ulangi kepada saya tepat seperti
apa yang saya bacakan [jeda]: “Tikus bersembunyi di bawah dipan ketika
kucing datang”
Penilaian: Berikan nilai 1 untuk setiap kalimat yang diulangi dengan benar.
Pengulangan kalimat harus urutan yang tepat. Perhatikan kemungkinan
kesalahan kecil seperti kata yang dihilangkan (misalnya, tidak menyertakan
“saya”, “ketika”) atau adanya penambahan (misalnya, “Tikus tikus
bersembunyi di bawah dipan ketika kucing datang)

h. Kelancaran Berbahasa
Instruksi : “Katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang anda tahu
yang dimulai dengan huruf tertentu yang akan saya katakan sesaat lagi. Anda
boleh menyebut kata apa saja yang anda pikirkan kecuali nama orang/nama
kota (misalnya Budi, Bandung), dan kata yang sama ditambah akhiran kata
(misalnya, bayar, bayaran). Saya akan meminta anda untuk berhenti setelah
satu menit. Apakah anda siap? [jeda],
“Sekarang katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang anda ketahui
dimulai dengan huruf S [beri waktu 60 detik]. Berhenti”
Penilaian :
Berikan nilai 1 jika subyek berhasil memberikan 11 kata atau kurang dari 60
detik. Tulis jawaban subyek pada bagian bawah atau samping formulir
periksaan.

i. Kemampuan Abstrak
Instruksi : “Katakan kepada saya apa kesamaan antara jeruk dengan pisang”
jika subyek menjawab dengan jawaban yang konkrit/tidak abstrak, maka
tambahan pertanyaan hanya sekali lagi: Katakan kepada saya kesamaan
lainya dari kedua benda tersebut” jika subyek tidak memberikan jawaban
yang sesuai (buah), katakan, “Ya, keduanya adalah buah”. Jangan
memberikan perintah atau penjelasan tambahan.
Setelah latihan, katakan : “Sekarang (beritahu) katakan kepada saya apa
kesamaan kereta api dengan sepeda.” Setelah mendapat jawaban, lakukan
pemeriksaan yang kedua, dengan mengatakan “Sekarang (beritahu) katakan
kepada saya apa kesamaan sebuah penggaris dan jam tangan”. Jangan
memberikan perintah atau penjelasan tambahan.
Penilaian : Hanya dua pasang kata terakhir yang dinilai. Berikan nilai 1
untuk tiap pasangan kata yang dijawab secara benar. Jawaban-jawaban
berikut ini dinanggap benar : Kereta Api – Sepeda = alat transportasi, sarana
berpergian, kita dapat melakukan perjalanan dengan keduanya. Penggaris –
Jam Tangan = alat ukur, digunakan untuk mengukur.
Jawaban-jawaban berikut ini dianggap tidak tepat : Kereta Api – Sepeda =
keduanya mempunyai roda. Penggaris – Jam Tangan = keduannya
mempunyai angka

j. Memori Tertunda
Instruksi :
“Saya telah membacakan beberapa kata kepada anda sebelmunya, dan saya
telah meminta anda untuk mengingatnya. Beritahukan kepada saya sebanyak
mungkin katakata tersebut yang bisa anda ingat. Beri tanda centang (√) di
tempat yang telah disediakan untuk setiap kata yang dapat diingat secara
spontan tanpa petunjuk.
Penilaian :
Berikan nilai 1 untuk setiap kata yang dapat diingat secara spontan tanpa
petunjuk apapun. Pilihan : Sebagai lanjutan dari tes memori tertunda beri
petunjuk subyek dengan petunjuk kategori semantik yang diberikan di bawah
ini untuk tiap kata yang belum dapat diingat. Beri tanda centang (√) pada
tempat yang disediakan jika subyek dapat mengingat kata tersebut dengan
bantuan petunjuk kategori atau pilihan ganda. Informasikan kata-kata yang
belum diingat dengan cara berikut ini. Jika subyek masih belum dapat
mengingat kata tersebut setelah diberikan petunjuk kategori, berikan
kepadanya pertanyaan pilihan ganda, seperti contoh instruksi berikut,
“Apakah kata tersebut dari pilihan kata berikut ini. HIDUNG, WAJAH, atau
TANGAN?”. Gunakan petunjuk kategori dan atau petunjuk pilihan ganda
berikut jika diperlukan : WAJAH : petunjuk kategori : bagian dari tubuh,
pilihan ganda: hidung, wajah, tangan, SUTERA : petunujk kategori : jenis
kain, pilihan ganda: katun,beludru,sutera, MASJID : petunjuk kategori : Jenis
bangunan pilihan ganda: masjid, sekolah, rumah sakit ANGGREK : petunjuk
kategori : jenis bunga, pilihan ganda: mawar, anggrek, melati,
MERAH :petunjuk kategori : warna pillihan ganda : merah, biru, hijau
Penilaian : Tidak ada nilai yang diberikan untuk kata-kata yang tepat dan
diingat dengan bantuan petunjuk. Petunjuk digunakan hanya untuk
memperoleh informasi klinis dan dapat memberikan informasi tambahan
yang diperlukan mengenai jenis kelainan daya ingat. Untuk penurunan daya
ingat yang disebabkan oleh kegagalan proses mengingat kembali (retrieval
failures), kinerja dapat ditingkatkan dengan pemberian petunjuk. Untuk
penurunan daya ingat yang disebabkan oleh kegagalan menerjemahkan sandi
ingtaan (enconding failures), kinerja tidak dapat ditingkatkan dengan
pemberian petunjuk.

k. Kemampuan Orientasi
Instruksi : “Katakan kepada saya tanggal hari ini”Jika subyek tidak dapat
memberikan jawaban yang lengkap, berikan tanggapan dengan mengatakan
“Katakan kepada saya tahun, bulan, tanggal dan hari pada saat ini” kemudian
katakana: “Sekarang, katakan kepada saya nama tempat ini dan berada di
kota apa?”
Penilaian : Berikan nilai satu untuk tiap jawaban yang benar. Subyek harus
menjawab secara tepat untuk tanggal dan nama tempat (nama rumah sakit,
kllinik, kantor). Tidak ada nilai yang diberikan jika subyek membuat
kesalahan walau satu hari dalam penyebutan tanggal.
NILAI TOTAL :

Nilai maksimal sebesar 30

Nilai total terakhir 26 atau lebih dianggap normal. Berikan tambahan 1 nilai untuk individu
yang mempunyai pendidikan formal selama 12 tahun atau kurang (tamat Sekolah Dasar-
tamat Sekolah Menengah Atas), jika total nilai kurang dari 30.
 Clock Drawing Test (CDT)

Tes tersebut memerlukan kemampuan pemahaman, kemampuan visual spasial,


kemampuan merekonstruksi, konsentrasi, pengetahuan angka, ingatan visual dan
fungsi eksekutif.Inti dari tugas tes tersebut adalah aktivitas menggambar permukaan
jam kemudian menggambar jarum jam yang menunjuk pada arah tertentu sebagai
simbol dari waktu.

CDT menunjukkan korelasi yang baik dengan tes fungsi kognitif yang lain
yaitu MMSE dan The Blessed Dementia Rating Scale.CDT mempunyai kemungkinan
kelemahan terbesar karena tidak sesuai untuk orang-orang yang mengalami gangguan
penglihatan atau gangguan neurologis lengan bagian atas seperti kelumpuhan atau
tremor

CDT mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan metode skrining


gangguan kognitif yang lain yaitu tidak terpengaruh dengan suasana hati, bahasa atau
budaya, selain itu tidak membutuhkan pengetahuan yang tidak semestinya. Selain itu,
CDT biasanya menarik perhatian para penderita karena tidak terlalu lama dan mudah
diterima.Untuk mengambil data digunakan Clock Drawing Test dari Shulman, Gold,
Cohen, dan Zucchero (1993). Pengadministrasiannya sebagai berikut:

a) Instruksi Langkah 1: Memberikan responden sehelai kertas dengan lingkaran


yang seperti jam, besarnya relatif sesuai dengan angka yang akan digambar.
Ditunjukkan bagian atas dan bawah. Langkah 2: Responden diminta untuk
menggambar angka-angka di lingkaran tersebut sehingga berbentuk seperti jam
dan menggambar jarum jam yang menunjuk jam ’11 lewat 10 menit’
b) Skoring dapat diperhatikan pada tabel 1 berikut ini.
Skor Kesalahan Contoh
1 Sempurna Tidak ada kesalahan sama sekali
2 Kesalahan visual spasial a) kesalahan membuat spasi angka yang
kecil b) kecil menggambar angka jam di luar
c) lingkaran
membalik kertas saat menuliskan jam
d) sehingga angka terbalik
Menggambar jari-jari untuk menyesuaikan
angka jam
3 Tidak mampu menunjuk a) Jarum yang menunjuk menit ada di
seting jam ’11 lebih 10 b) angka 10 Menulis jam 11 lebih 10
c) menit
menit’ padahal saat
Tidak mampu menggambar penunjuk waktu
organsasi visual spasial
terlihat sempurna atau
hanya menunjukkan
penyimpangan yang kecil
4 Disorganisasi visual spasial a) Pembuatan spasi
b
yang ringan sehingga tidak ) yang tidak akurat
mungkin akan menunjuk c) Menghilangkan
angka
jam ’11 lebih 10 menit’
Perseverasi: mengulang lingkaran atau
d) melanjutkan lebih 12 dengan 13, 14, 15,
e) dst
Bagian kiri kanan terbalik: angka
digambarkan berkebalikan arah jarum jam
Disgrapia: tidak mampu menulis angka
dengan akurat
5 Tingkat yag parah pada Lihat contoh dari skoring 4
disorganisasi tersebut seperti
pada skoring 4
6 Tidak mampu a) Tidak ada usaha sama sekali
merepresntasikan jam b Tidak ada kemiripan dengan jam
) sama sekali Menulis nama atau kata
c)

Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer 2

A Perkembangan defisit kognitif 1) Gangguan daya ingat (gangguan


multipel yang dimanifestasikan kemampuan untuk mempelajari
dengan baik informasi baru dan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif
berikut;
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan kemampuan
untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
c) Agnosia (kegagalan untuk
mengenali atau mengidentifikasi
benda walaupun fungsi sensorik
utuh
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif
(yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan
3) Kondisi sistemik yang diketehui
menyebabkan demensia misalnya,
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12
atau asam folat, defisiensi niasin,
hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi HIV
4) Kondisi yang berhubungan dengan zat
B Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
C Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis lainnya (misalnya,
gangguan depresif berat, Skizofrenia)

Tabel.2.3. Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler 2

A Perkembangan defisit kognitif (1) Gangguan daya ingat (gangguan


multipel yang bermanifestasi kemampuan untuk mempelajari
oleh baik informasi baru dan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif
berikut ;
(a) Afasia (gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan
untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk
mengenali atau mengidentifikasi
benda walaupun fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif
(yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan
abstrak)
B Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam,
respon ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan
pada satu ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk
penyakit serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan
subtannsia putih dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi
dengan gangguan
D Defisit tidak terjadi semata-mata Dengan delirium ; Jika delirium menumpang
selama perjalanan delirium pada demensia Dengan waham ; Jika waham
Kode didasarkan pada ciri merupakan ciri yang menonjol
yang menonjol Dengan mood depresi ; jika mood depresi
( termasuk gambaran yang memenuhi kriteria
gejala lengkap untuk episode depresif adalah
ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah
gangguan mood karena kondisi medis umum
tidak diberikan Tanpa penyulit ; jika tidak ada
satupun diatas yang menonjol pada gambaran
klinis sekarang
Sebutkan jika ;
Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi
serebrovaskuler pada aksis III

Tabel 2.4. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain 2

A Perkembangan defisit
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan
kognitif yang untuk mempelajari informasi baru dan untuk
dimanifestasikan dengan mengingat informasi yang telah dipelajari
baik sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(c) Apraksia (gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
(d) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau
mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
(e) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu
merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu
kondisi medis selain penyakit Alzheimer’s atau penyakit serebrovaskuler
(misalnya; Infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit Huntington,
penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus dengan tekanan yang
normal, hipotiroidism, tumorotak, atau defisiensi vitamin B12)
D Defisit tidak terjadi semata- Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala
mata selama perjalanan klinis yang berhubungan dengan gangguan
delirium perilaku;
Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif
tidak disertai dengan gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis
Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan
kognitif disertai gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis (misalnya keluyuran,
agitasi)
Catatn penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi
medis pada aksis III (misalnya; infeksi HIV,
Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit
Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-
jakob )

G. Tatalaksana
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas
penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat
diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada
demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan
pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat
berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan
darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam
batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada
pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal
menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan
demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting
mengingat antagonis reseptor α-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak
berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan
oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan
bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya
pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara
umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis
suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis
untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan. 2

Terapi Psikososial

Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien


dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori.
Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada
kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat
memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya disamping
memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar
seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit
menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga
kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa
pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang. 2

Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan


edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari
penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam
kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta perhatian akan
masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat
dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih
dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan
keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien
untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimp an
kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu
menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya
ingat.2

Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat


membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah,
kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi
oleh keluarganya.2

Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi,
akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin
terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan,
dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat-obatan dengan aktivitas
antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. 2

Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat


kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga
sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari
neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter
kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan
tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan
hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui
penguatan neurotransmisi kolinergik. 2

Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang
tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek
gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada
donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi
neuron progresif. 2

Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa1:

Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg


Antipsikotika atipik:
 Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
 Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
 Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
 Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
 Abilify 1 x 10 - 15 mg

Anxiolitika
 Clobazam 1 x 10 mg
 Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
 Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
 Buspirone HCI 10 - 30 mg
 Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
 Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)

Antidepresiva
 Amitriptyline 25 - 50 mg
 Tofranil 25 - 30 mg
 Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
 SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
 Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
 Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
 Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
 Topamate 1 x 50 mg
 Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
 Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
 Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
 Priadel 2 - 3 x 400 mg

Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah


tak berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD
(Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):

Nootropika:
 Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
 Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
 Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
 Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
 Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
 Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
 Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
 Pantoyl-GABA

Acetylcholinesterase inhibitors
 Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
 Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg
1x/hari
 Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
 Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
 Memantine 2 x 5 - 10 mg

Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain

Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk


penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen
serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat
monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat perkembangan penyakit ini. 2,5

Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi


kognitif pada wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan penelitian
lebih lanjut mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif menggunakan
ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap
fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid
(OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit Alzheimer.
Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit. 2,5

Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)


Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD) penting
untuk diperhatikan karena merupakan satu akibat yang merepotkan bagi pengasuh
dan membuat payah bagi sang pasien karena ulahnya yang amat mengganggu1:

Behavioural
Gangguan perilaku

 Agitasi
 Hiperaktif
 Keluyuran
 Perilaku yang tak adekuat
 Abulia kognitif
 Agresi
 Verbal, teriak Fisik

Gangguan nafsu makan

 Gangguan ritme diurnal


 Tidur/bangun

Perilaku tak sopan (sosial)

 Perilaku seksual tak sopan Deviasi seksual


 Piromania

Psychological

 Gangguan afetif
- Anxietas
- Lritabilits
- Gejala depresif
- Depresi berat

 Labilitas emosional
 Apati
 Sindrom waham & salah-identifikasi
Orang menyembunyikan dan mencuri barangnya paranoid, curiga

 Rumah lama dianggap bukan rumahnya


 Pasangan / pengasuh Palsu
Tak setia
Menelantarkan pasien Cemburu patologik
Keluarga/kenalan yang mati masih hidup
 Halusinasi
Visual, Auditorik, Olfaktoriik, Raba (haptik)

H. Prognosis
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang
dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10
tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan
bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing
individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah
sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan
bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga
menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat.
Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata
angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus
menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen
pasien dengan demensia potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang
diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi.2
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang
samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang
yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-
gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia
vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan
pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau
ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal
tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga
pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan
demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol,
dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku
psikotik. Pada stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat “cangkang
kosong” dalam diri mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren,
amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. 2
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena
perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat
berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi
gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat
hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan
terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil
(biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan
perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil
(seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala). 2

Faktor Psikosial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh
faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit
maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual.
Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan
diri yang lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap.
Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia
dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan
memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika
depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.2

Diagnosis Banding
Demensia Tipe Alzheimer dan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer
dengan adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit
serebrovaskuler seiring berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas,
kemerosotan yang bertahap tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus.
Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada demensia vaskuler daripada
demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan adanya faktor
risiko penyakit serebrovaskuler.2

Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks


Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi
neurologis fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15
menit). Meskipun berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya
disebabkan oleh mikroemboli dari lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan
terjadinya iskemia otak sementara, dan gejala tersebut biasanya menghilang tanpa
perubahan patologis jaringan parenkim. Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang
tidak mendapatkan terapi mengalami infark serebri di kemudian hari, dengan
demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi klinis penting untuk mencegah
infark serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem
vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem
vertebrobasiler mencerminkan adanya gangguan fungsional baik pada batang otak
maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem karotis mencerminkan gejala-
gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan,
dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah reksonstruksi
vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada
pasien dengan TIA. 2

Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang
ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan
dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan
kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan
siklus tidur yang bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol. 2
Tabel 2.8. Perbedaan klinis delirium dan Demensia1

Gambaran Delirium Demensia


Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik

Awal Cepat Lambat laun

Terdapat penyakit lain (infeksi, Biasanya penyakit otak kronik (spt


Sebab dehidrasi, guna/putus obat Alzheimer, demensia vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun

Perjalanan sakit Naik turun Kronik progresif

Taraf kesadaran Naik turun Normal

Orientasi Terganggu, periodik Intak pada awalnya

Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas

Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya

Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat

Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang terganggu

Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali sundowning

Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal

Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya

Atensi &
kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu

Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel

Penanganan Segera Perlu tapi tak segera

Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum

Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif
yang sukar dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang
menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi
(depression-related cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat
menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara
umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih menyadari akan gejala-
gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta sering memiliki
riwayat episode depresi.

Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual
yang didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan
gejala-gejala psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia. 2
Proses penuaan yang normal
Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi
kognitif yang signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang
ringan dapat terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang
normal ini terkadang dikaitkan dengan gangguan memori terkait usia, yang dibedakan
dengan demensia oleh ringannya derajat gangguan memori dan karena pada proses
penuaan gangguan memori tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku
sosial dan okupasional pasien.

Gangguan lainnya
Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa
kanan-kanan. Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan
tidak ada perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu biasanya akan
memberikan respon terhadap terapi antidepresan. 2

Anda mungkin juga menyukai