Oleh :
Arif Eko Wibowo
Pembimbing
Prof. dr. M.I. Widiastuti, PAK(K), Sp.S(K),M.Sc
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat Dasar dengan judul ”Hubungan antara
Faktor-faktor Resiko yang Menyebabkan terjadinya Demensia dengan tingkat
Terjadinya Amnesia Pada Lansia” , sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas
PPDS I Program Studi Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dr
Kariadi Semarang.
1. Prof. dr. M.I. Widiastuti, PAK(K), Sp.S(K),M.Sc sebagai staf pengajar yang telah
menyediakan waktu dan dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan selama
penulis menjalani stase di bagian Neurologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang.
2. Dr. dr. Dodik Tugasworo Pramukarso, Sp. S (K), sebagai staf pengajar yang telah
menyediakan waktu dan dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan selama
penulis menjalani stase di bagian Neurologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang.
3. Seluruh staf pengajar Program Studi Neurologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang.
4. Seluruh residen di Program Studi Neurologi FK Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang.
5. Seluruh paramedis dan staf administrasi di Program Studi Neurologi FK Undip/RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karenanya, kritik dan saran yang membangun kami terima dengan senang hati. Harapan
kami semoga referat dasar ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca untuk
menambah ilmu pengetahuan.
Semarang, 2022
Penulis
Arif Eko Wibowo
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan
otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam
bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan
pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif.
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai
gangguan kesadaran.
Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik /
progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu; daya
ingat, daya fikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, Biasanya disertai hendaya
fungsi kognitif, dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit
Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer
atau sekunder mengenai otak.
B. Faktor Resiko
b.1. Genetik
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah
terjadi kemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama
neuropatologi gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien
demensia mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi
setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetik dianggap berperan dalam
perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan tentang
peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar monozigotik,
dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada angka kejadian
pada kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan baik,
gangguan ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau
transmisi tersebut jarang terjadi.2
b.2. Usia
Efek penuaan dan usia orang tua saat lahir telah dikaitkan dengan risiko
demensia. Di Amerika Serikat dan Eropa, beberapa studi kohort33–39telah
menunjukkan bahwa risiko demensia dan AD meningkat seiring bertambahnya usia.
Hubungan ini telah diamati pada semua subtipe demensia dalam sebuah penelitian di
Spanyol. Sebuah meta-analisis yang mencakup 17 penelitian di Cina juga
menunjukkan bahwa prevalensi AD dan VaD meningkat seiring bertambahnya
usia.40Secara keseluruhan, efek penuaan merupakan faktor risiko yang relatif
konsisten untuk demensia di berbagai kelompok etnis.
Relatif sedikit penelitian yang mengevaluasi hubungan antara usia orang tua
saat lahir dan risiko demensia. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa usia tua
orang tua saat lahir dikaitkan dengan peningkatan risiko AD, mungkin karena
kelainan kromosom. Namun, penelitian lain telah gagal untuk mereplikasi asosiasi ini.
Status kesehatan orang tua mungkin berbeda secara signifikan antara individu
dan populasi; oleh karena itu, ini mungkin bukan prediktor yang dapat diandalkan
untuk demensia.
Hubungan antara aktivitas fisik dan risiko demensia telah dieksplorasi secara
ekstensif. Beberapa studi kohort telah mengamati bahwa aktivitas fisik dikaitkan
secara positif dengan fungsi kognitif di antara orang tua. Studi lain telah menemukan
bahwa aktivitas fisik dikaitkan dengan pengurangan 30-50% penurunan kognitif.
Sebuah meta-analisis yang mencakup 30 percobaan acak telah menemukan
bahwa latihan olahraga memiliki efek positif pada fungsi kognitif.55Sebuah uji coba
secara acak pada orang tua yang dilakukan setelah meta-analisis telah menemukan
bahwa 24 minggu intervensi aktivitas fisik dapat meningkatkan fungsi kognitif.
Selanjutnya, sebuah studi cross-sectional pada penduduk yang tinggal di komunitas
berusia 70-79 tahun telah menunjukkan bahwa tingkat aktivitas rekreasi dikaitkan
secara signifikan dengan tingkat penanda inflamasi interleukin-6 dan protein C-reaktif
yang lebih rendah.
Manfaat potensial dari peningkatan aktivitas fisik pada penanda inflamasi
perlu dikonfirmasi dalam uji klinis. Efek perlindungan dari aktivitas fisik mungkin
merupakan hasil dari pengurangan risiko vascular dan obesitas, tingkat penanda
inflamasi yang lebih rendah, peningkatan kebugaran, kesehatan saraf, dan fungsi
fisik, serta perilaku positif. Dalam studi lanjutan di Amerika Serikat, individu yang
berpartisipasi dalam setidaknya empat aktivitas fisik dalam waktu 2 minggu sebelum
perekrutan studi memiliki risiko demensia yang lebih rendah secara signifikan
dibandingkan dengan mereka yang hanya melakukan satu aktivitas atau tidak sama
sekali.
Asosiasi ini signifikan di antaraAPOEe4 alel non pembawa, tetapi tidak ada
dari APOEe4 pembawa alel. Secara keseluruhan, sebagian besar penelitian
sebelumnya telah mendukung gagasan bahwa aktivitas fisik dapat mengurangi risiko
demensia, mungkin melalui peningkatan fungsi kognitif dan status kesehatan secara
keseluruhan. Pengukuran yang berbeda dari kognisi, berbagai lama masa studi, dan
karakteristik subjek yang berbeda telah digunakan untuk mengevaluasi efek aktivitas
fisik pada risiko demensia, dan ini mungkin menjelaskan inkonsistensi temuan
sebelumnya.
b.5. Merokok
Perokok melipat gandakan risiko penyakit arteri koroner, gagal jantung
kongestif, dan penyakit pembuluh darah perifer, dan meningkatkan 1,5 kali risiko
stroke dan demensia. Sebuah studi berbasis populasi kolaboratif di Eropa menegaskan
bahwa merokok dikaitkan dengan tingkat penurunan kognitif yang lebih tinggi pada
subjek lanjut usia yang tidak menderita demensia; konsumsi rokok-tahun yang lebih
tinggi berkorelasi dengan tingkat penurunan yang lebih tinggi secara signifikan. Asap,
selain nikotin dan karbon monoksida, mengandung campuran kompleks radikal bebas
termasuk kuinon/hidrokuinon, NO-, dan nitrogen dioksida (NO 2) yang menyebabkan
ketidakteraturan morfologi endotel, pembentukan blebs, kebocoran makromolekul
dan peningkatan kematian sel endotel. Asap mengurangi pelepasan prostasiklin,
meningkatkan vasodilatasi yang diturunkan dari endotel, dan menurunkan konsentrasi
oksida nitrat dan produksi cGMP, meningkatkan agregasi trombosit dan leukosit.
Merokok memperburuk pembentukan plak ateromatosa di arteri karotis,
meningkatkan hipertensi, koagulabilitas darah, viskositas serum, dan fibrinogen.
Efek merokok pada risiko demensia masih kontroversial. Sebuah meta-analisis
baru-baru ini menunjukkan bahwa merokok saat ini dikaitkan secara signifikan
dengan peningkatan risiko AD tetapi tidak dengan VaD dan penurunan kognitif. Dua
studi lanjutan di Amerika Serikat dan satu di Cina telah melaporkan hubungan yang
signifikan antara perokok saat ini dan risiko demensia. Asosiasi ini tidak signifikan di
antara mantan perokok.
Temuan tidak konsisten sebelumnya mungkin dihasilkan dari bias
kelangsungan hidup, beberapa masalah potensial untuk studi kasuskontrol (misalnya
bias ingatan, perkiraan merokok yang terlalu rendah dan berlebihan), dan kegagalan
untuk membuat stratifikasi subjek berdasarkan status merokok (saat ini dan mantan
perokok) dalam analisis. Merokok bisa menjadi perancu potensial untuk hubungan
penyakit serebrovaskular dengan demensia. Namun, penyakit serebrovaskular belum
dieksplorasi secara konsisten dalam penelitian sebelumnya. Studi masa depan
menggunakan desain tindak lanjut akan dapat memberikan data yang lebih akurat
tentang merokok. Stratifikasi menurut status merokok (saat inivs. Mantan perokok)
dijamin untuk menjelaskan asosiasi ini.
b.7. Komorbid
Risiko demensia berhubungan dengan berbagai penyakit. Hipertensi
merupakan faktor risiko penting untuk VaD tapi tidak AD. Diabetes tipe 2 sangat
terkait dengan resistensi insulin, yang terkait dengan pembentukan Aβ dan agen
inflamasi di otak dan peningkatan risiko DA selanjutnya. Rata-rata, sekitar setengah
dari individu dengan gangguan kognitif vaskular dapat mengembangkan demensia
dalam waktu 5 tahun setelah stroke. Selain itu, terdapapt peningkatan risiko demensia
di antara individu yang berusia > 84 tahun dan yang pernah mengalami dua kali
infeksi atau lebih dalam 4 tahun sebelum diagnosis demensia dibandingkan dengan
mereka yang tidak memiliki satu atau dua infeksi.
Human immunodeficiency virus dan virus hepatitis C telah dilaporkan
berhubungan dengan demensia. Selain itu, cedera otak traumatis dapat menyebabkan
perkembangan awal DA. Sebuah meta-analisis yang mencakup 15 studi kasus-kontrol
telah menemukan bahwa cedera kepala dikaitkan dengan peningkatan risiko DA di
antara pria tetapi tidak pada wanita. Pria cenderung terlibat dengan pekerjaan yang
lebih berbahaya daripada wanita, dan karena itu memiliki risiko cedera kepala yang
lebih tinggi dan risiko demensia yang lebih tinggi daripada wanita. Selanjutnya, dua
meta-analisis telah menunjukkan secara konsisten bahwa Riwayat depresi merupakan
faktor risiko DA di kemudian hari.Secara keseluruhan, infeksi, factor vaskular dan
penyakit terkait, cedera kepala, dan kondisi psikologis dapat berbagi jalur inflamasi
umum yang berkontribusi pada etiologi demensia.
Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus
demensia vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula
interna dan globus palidus.2
C. Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada
kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5
persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20
hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen
diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia
tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer
meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun
prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90
tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer
membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia
vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi
merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia
vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia
vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun
dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien
menderita kedua jenis demensia tersebut.
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1
hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan
alkohol, dan berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan
pergerakan, misalnya penyakit Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia
adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus
melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien dengan demensia
untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu.
D. Patofisiologi
Proses penyakit yang mendasari demensia belum sepenuhnya dipahami.
Dengan (kemungkinan) pengecualian VaD, semua melibatkan akumulasi patologis
dari protein asli: dalam kasus DA itu adalah plak ekstraseluler amiloid dan kusut
intraseluler dari tau hiperfosforilasi; di DLB itu adalah alpha-synuclein dalam bentuk
Lewy bodes; di FTLD beberapa penyebab telah diidentifikasi termasuk TDP-43 dan
protein ciri dari AD dan DLB dalam distribusi frontotemporal. Contoh lesi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 1-4. Penting untuk diingat bahwa bukti dari proses ini juga
ditemukan post-mortem pada orang-orang yang tidak menunjukkan gangguan
kognitif sebelum kematian, dan bahwa pola-pola ini tidak eksklusif, muncul
bersamaan seperti yang sering mereka lakukan.
b. Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik menyebabkan demensia.
Demensia yang tampak pada penyakit ini adalah demensia tipe
subkortikal, yang ditandai oleh lebih banyak abnormalitas motorik
dan lebih sedikit abnormalitas bahasa dibanding pada demensia tipe
kortikal. Demensia pada penyakit Huntington menunjukkan
perlambatan psikomotorik dan kesulitan dengan tugas yang rumit,
namun memori, bahasa, dan tilikan relatif tetap intak pada stadium
awal dan pertengahan penyakit. Namun, saat penyakit ini berlanjut,
demensianya menjadi komplet; gambaran yang membedakannya
dengan demensia tipe Alzheimer selain gangguan pergerakan
khoreoathetoid yang klasik adalah tingginya insidens depresi dan
psikosis.
c. Penyakit Parkinson
Seperti halnya penyakit Huntington, parkinsonisme adalah
penyakit pada ganglia basalis yang umumnya dikaitkan dengan
demensia dan depresi. Diperkirakan sekitar 20 sampai 30 persen
pasien dengan penyakit Parkinson mengalami demensia dan
tambahan 30 sampai 40 persen lainnya mengalami hendaya
kemampuan kognitif yang terukur. Lambatnya pergerakan pada
pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan kelambatan berpikir
pada beberapa pasien, suatu gambaran yang disebut oleh para klinisi
sebagai bradifrenia.
E. Manifestasi Klinis
Perubahan Psikiatrik dan Neurologis
Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya
akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat
menonjol selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi
tertutup serta menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan
demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi
anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada lobus
fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan kepribadian dan mungkin
lebih iritabel dan eksplosif.
Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan
kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien
dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10
hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan
emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan menangis
yang patologis).
Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia
dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-
tanda neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu
ditemukan kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20
persen pada pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks
menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks tonus kaki serta
refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5 hingga
10 persen pasien.
Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini
Mental State Exam (MMSE).
Gambar.2.10. Test menggambar jam pada salah penilaian MMSE.
Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh
Kurt Goldstein disebut “perilaku abstrak”. Pasien mengal ami kesulitan untuk
memahami suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih
jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan
kemampuan menilai suara juga terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi
katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif dari defisit intelektual dalam
kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya mengkompensasi defek yang dialami
dengan cara menghindari kegagalan dalam kemampuan intelektualnya, misalnya
dengan cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa.
Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya
ditemukan pada demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis.
Contoh dari kelainan ini adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan
tidak wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta sikap
acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya.
Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia
dan terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur
lebih tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang
bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang
kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus
eksternal seperti cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan.2
Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit,
kerusakan struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).
3. .X2 Halusinasi
4. .X3 Depresi
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
NILAI
NO TES
MAKSIMAL
ORIENTASI
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), setiap benda 1 3
detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1
untuk setiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebut dengan benar dan catat jumlah pengulangan.
BAHASA
Total 30
Skor
Nilai 24-30 : Normal
Niali 17-23 : Gangguan kognitif Probable
Nilai 0-16 : Gangguan kognitif definitif
b. Angka (nilai1): semua angka yang terlihat dalam jam harus lengkap tanpa
tambahan angka; angka harus diletakkan dalam urutan yang tepat dan dalam
kuadran yang sesuai dengan bentuk jam; angka-angka Romawi dapat diterima;
angka dapat diletakkan di luar lingkaran
c. Jarum jam (nilai 1) : harus terdapat dua jarum jam yang secara bersamaan
menunjukkan waktu yang dimaksud. Jarum yang menunjukkan jam harus
secara jelas lebih pendek dari jarum jam yang menunjukkan menit; jarum jam
harus berpusat di dalam lingkaran dengan pertemuan kedua jarum berada
dekat dengan pusat lingkaran Nilai tidak diberikan untuk masingmasing
elemen jika kriteria diatas tidak dipenuhi
d. Penanaman Instruksi :
“Katakan kepada saya nama dari binatang ini (dimulai dari kiri)” Penilaian :
Masing-masing 1 nilai diberikan untuk jawaban berikut (1) gajah, (2) badak,
(3) unta.
e. Daya Ingat Instruksi : “Ini adalah pemeriksaan daya ingat. Saya akan
membacakan sederet kata yangharus anda ingat sekarang dan nanti.
Dengarkan baik-baik, setelah saya selesai katakan kepada saya sebanyak
mungkin kata yang anda dapat ingat, tidak masalah disebutkan tidak
berurutan” (kemudian permeriksa membacakan 5 kata dengan kecepatan satu
kata setiap detik).
Tandai dengan tanda centang (√) di tempat yang disediakan, untuk
tiap kata yang dapat diingat secara benar oleh subyek pada pemeriksaan
pertama. Ketika subyek menunjukkan bahwa ia telah selesai (telah
mengingat semua kata) atau sudah tidak dapat lagi mengingat kata lainnya,
bacakan sederet kata untuk kedua kalinya disertai instruksi berikut :
“Saya akan membacakan sederet kata yang sama untuk kedua
kalinnya. Cobalah untuk mengingat dan katakana kepada saya sebanyak
mungkin kata yang dapat anda ingat, termasuk kata-kata yang sudah anda
sebutkan di kesempatan pertama”.
Di akhir permeriksaan kedua, jelaskan kepada subyek bahwa dia akan
diminta lagi untuk mengingat kembali kata-kata tersebut dengan mengatakan
“Saya akan meminta ada untuk mengingat kembali kata-kata tersebut pada
akhir pemeriksaan”.
Penilaian : Tidak ada nilai yang diberikan untuk pemeriksaan pertama
dan kedua
f. Perhatian Rentang Angka Maju (Forward Digit Span) Instruksi : “Saya akan
mengucapkan beberapa angka, dan setelah saya selesai ulangi apa yang saya
ucapkan tepat sebagaimana saya mengucapkannya” (Bacakan kelima urutan
angka yang diulangi secara benar)
Penilaian : Berikan nilai 1 untuk tiap urutan yang diulangi secara
benar. Rentang Angka Mundur (Backward Digit Span) Instruksi :
“Sekarang saya akan mengucapkan beberapa angka lagi, akan tetapi
jika saya sudah selesai, anda harus mengulangi apa yang saya ucapkan dalam
urutan terbalik” (Bacakan ketiga urutan angka dengan kecepatan satu angka
setiap detik)
Penilaian :
Berikan nilai 1 untuk tiap urutan yang diulangi secara benar. (N.B.: jawaban
yang benar untuk pemeriksaan angka mundur adalah 2-4-7)
Kewaspadaan
Instruksi : “Saya akan membacakan sebuah urutan huruf, setiap kali saya
mengucapkan huruf “A”, tepuk tangan anda sekali, jika saya mengucapkan
huruf lainnya jangan tepuk tangan anda”
Penilaian :
Berikan nilai 1 jika terdapat nol sampai satu kesalahan (tepuk tangan pada
huruf yang salah atau tidak bertepuk pada huruf “A” dihitung sebagai satu
kesalahan)
Rangkaian 7 (Serial 7s)
Instruksi :
“Sekarang saya ingin anda berhitung dengan cara mengurangi, mulai angka
100 dikurang tujuh kemudian terus dikurangi dengan angka tujuh sampai
saya memberitahukan anda untuk berhenti” Ulangi instruksi ini untuk kedua
kali jika diperlukan
Penilaian :
Nilai maksimal adalah 3. Berikan :
g. Pengulangan Kalimat
Instruksi: “Saya akan membacakan kepada anda sebuah kalimat, setelah itu
ulangi kepada saya tepat seperti apa yang saya bacakan [jeda]: “Wati
membantu saya menyapu lantai hari ini”
Setelah mendapat jawaban, katakan: “Sekarang saya akan membacakan
kepada anda kalimat berikutnya, setelah itu ulangi kepada saya tepat seperti
apa yang saya bacakan [jeda]: “Tikus bersembunyi di bawah dipan ketika
kucing datang”
Penilaian: Berikan nilai 1 untuk setiap kalimat yang diulangi dengan benar.
Pengulangan kalimat harus urutan yang tepat. Perhatikan kemungkinan
kesalahan kecil seperti kata yang dihilangkan (misalnya, tidak menyertakan
“saya”, “ketika”) atau adanya penambahan (misalnya, “Tikus tikus
bersembunyi di bawah dipan ketika kucing datang)
h. Kelancaran Berbahasa
Instruksi : “Katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang anda tahu
yang dimulai dengan huruf tertentu yang akan saya katakan sesaat lagi. Anda
boleh menyebut kata apa saja yang anda pikirkan kecuali nama orang/nama
kota (misalnya Budi, Bandung), dan kata yang sama ditambah akhiran kata
(misalnya, bayar, bayaran). Saya akan meminta anda untuk berhenti setelah
satu menit. Apakah anda siap? [jeda],
“Sekarang katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang anda ketahui
dimulai dengan huruf S [beri waktu 60 detik]. Berhenti”
Penilaian :
Berikan nilai 1 jika subyek berhasil memberikan 11 kata atau kurang dari 60
detik. Tulis jawaban subyek pada bagian bawah atau samping formulir
periksaan.
i. Kemampuan Abstrak
Instruksi : “Katakan kepada saya apa kesamaan antara jeruk dengan pisang”
jika subyek menjawab dengan jawaban yang konkrit/tidak abstrak, maka
tambahan pertanyaan hanya sekali lagi: Katakan kepada saya kesamaan
lainya dari kedua benda tersebut” jika subyek tidak memberikan jawaban
yang sesuai (buah), katakan, “Ya, keduanya adalah buah”. Jangan
memberikan perintah atau penjelasan tambahan.
Setelah latihan, katakan : “Sekarang (beritahu) katakan kepada saya apa
kesamaan kereta api dengan sepeda.” Setelah mendapat jawaban, lakukan
pemeriksaan yang kedua, dengan mengatakan “Sekarang (beritahu) katakan
kepada saya apa kesamaan sebuah penggaris dan jam tangan”. Jangan
memberikan perintah atau penjelasan tambahan.
Penilaian : Hanya dua pasang kata terakhir yang dinilai. Berikan nilai 1
untuk tiap pasangan kata yang dijawab secara benar. Jawaban-jawaban
berikut ini dinanggap benar : Kereta Api – Sepeda = alat transportasi, sarana
berpergian, kita dapat melakukan perjalanan dengan keduanya. Penggaris –
Jam Tangan = alat ukur, digunakan untuk mengukur.
Jawaban-jawaban berikut ini dianggap tidak tepat : Kereta Api – Sepeda =
keduanya mempunyai roda. Penggaris – Jam Tangan = keduannya
mempunyai angka
j. Memori Tertunda
Instruksi :
“Saya telah membacakan beberapa kata kepada anda sebelmunya, dan saya
telah meminta anda untuk mengingatnya. Beritahukan kepada saya sebanyak
mungkin katakata tersebut yang bisa anda ingat. Beri tanda centang (√) di
tempat yang telah disediakan untuk setiap kata yang dapat diingat secara
spontan tanpa petunjuk.
Penilaian :
Berikan nilai 1 untuk setiap kata yang dapat diingat secara spontan tanpa
petunjuk apapun. Pilihan : Sebagai lanjutan dari tes memori tertunda beri
petunjuk subyek dengan petunjuk kategori semantik yang diberikan di bawah
ini untuk tiap kata yang belum dapat diingat. Beri tanda centang (√) pada
tempat yang disediakan jika subyek dapat mengingat kata tersebut dengan
bantuan petunjuk kategori atau pilihan ganda. Informasikan kata-kata yang
belum diingat dengan cara berikut ini. Jika subyek masih belum dapat
mengingat kata tersebut setelah diberikan petunjuk kategori, berikan
kepadanya pertanyaan pilihan ganda, seperti contoh instruksi berikut,
“Apakah kata tersebut dari pilihan kata berikut ini. HIDUNG, WAJAH, atau
TANGAN?”. Gunakan petunjuk kategori dan atau petunjuk pilihan ganda
berikut jika diperlukan : WAJAH : petunjuk kategori : bagian dari tubuh,
pilihan ganda: hidung, wajah, tangan, SUTERA : petunujk kategori : jenis
kain, pilihan ganda: katun,beludru,sutera, MASJID : petunjuk kategori : Jenis
bangunan pilihan ganda: masjid, sekolah, rumah sakit ANGGREK : petunjuk
kategori : jenis bunga, pilihan ganda: mawar, anggrek, melati,
MERAH :petunjuk kategori : warna pillihan ganda : merah, biru, hijau
Penilaian : Tidak ada nilai yang diberikan untuk kata-kata yang tepat dan
diingat dengan bantuan petunjuk. Petunjuk digunakan hanya untuk
memperoleh informasi klinis dan dapat memberikan informasi tambahan
yang diperlukan mengenai jenis kelainan daya ingat. Untuk penurunan daya
ingat yang disebabkan oleh kegagalan proses mengingat kembali (retrieval
failures), kinerja dapat ditingkatkan dengan pemberian petunjuk. Untuk
penurunan daya ingat yang disebabkan oleh kegagalan menerjemahkan sandi
ingtaan (enconding failures), kinerja tidak dapat ditingkatkan dengan
pemberian petunjuk.
k. Kemampuan Orientasi
Instruksi : “Katakan kepada saya tanggal hari ini”Jika subyek tidak dapat
memberikan jawaban yang lengkap, berikan tanggapan dengan mengatakan
“Katakan kepada saya tahun, bulan, tanggal dan hari pada saat ini” kemudian
katakana: “Sekarang, katakan kepada saya nama tempat ini dan berada di
kota apa?”
Penilaian : Berikan nilai satu untuk tiap jawaban yang benar. Subyek harus
menjawab secara tepat untuk tanggal dan nama tempat (nama rumah sakit,
kllinik, kantor). Tidak ada nilai yang diberikan jika subyek membuat
kesalahan walau satu hari dalam penyebutan tanggal.
NILAI TOTAL :
Nilai total terakhir 26 atau lebih dianggap normal. Berikan tambahan 1 nilai untuk individu
yang mempunyai pendidikan formal selama 12 tahun atau kurang (tamat Sekolah Dasar-
tamat Sekolah Menengah Atas), jika total nilai kurang dari 30.
Clock Drawing Test (CDT)
CDT menunjukkan korelasi yang baik dengan tes fungsi kognitif yang lain
yaitu MMSE dan The Blessed Dementia Rating Scale.CDT mempunyai kemungkinan
kelemahan terbesar karena tidak sesuai untuk orang-orang yang mengalami gangguan
penglihatan atau gangguan neurologis lengan bagian atas seperti kelumpuhan atau
tremor
Tabel 2.4. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain 2
A Perkembangan defisit
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan
kognitif yang untuk mempelajari informasi baru dan untuk
dimanifestasikan dengan mengingat informasi yang telah dipelajari
baik sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(c) Apraksia (gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
(d) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau
mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
(e) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu
merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu
kondisi medis selain penyakit Alzheimer’s atau penyakit serebrovaskuler
(misalnya; Infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit Huntington,
penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus dengan tekanan yang
normal, hipotiroidism, tumorotak, atau defisiensi vitamin B12)
D Defisit tidak terjadi semata- Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala
mata selama perjalanan klinis yang berhubungan dengan gangguan
delirium perilaku;
Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif
tidak disertai dengan gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis
Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan
kognitif disertai gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis (misalnya keluyuran,
agitasi)
Catatn penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi
medis pada aksis III (misalnya; infeksi HIV,
Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit
Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-
jakob )
G. Tatalaksana
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas
penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat
diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada
demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan
pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat
berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan
darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam
batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada
pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal
menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan
demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting
mengingat antagonis reseptor α-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak
berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan
oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan
bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya
pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara
umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis
suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis
untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan. 2
Terapi Psikososial
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi,
akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin
terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan,
dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat-obatan dengan aktivitas
antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. 2
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang
tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek
gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada
donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi
neuron progresif. 2
Anxiolitika
Clobazam 1 x 10 mg
Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
Buspirone HCI 10 - 30 mg
Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
Amitriptyline 25 - 50 mg
Tofranil 25 - 30 mg
Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 - 3 x 400 mg
Nootropika:
Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg
1x/hari
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 - 10 mg
Behavioural
Gangguan perilaku
Agitasi
Hiperaktif
Keluyuran
Perilaku yang tak adekuat
Abulia kognitif
Agresi
Verbal, teriak Fisik
Psychological
Gangguan afetif
- Anxietas
- Lritabilits
- Gejala depresif
- Depresi berat
Labilitas emosional
Apati
Sindrom waham & salah-identifikasi
Orang menyembunyikan dan mencuri barangnya paranoid, curiga
H. Prognosis
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang
dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10
tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan
bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing
individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah
sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan
bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga
menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat.
Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata
angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus
menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen
pasien dengan demensia potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang
diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi.2
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang
samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang
yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-
gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia
vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan
pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau
ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal
tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga
pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan
demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol,
dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku
psikotik. Pada stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat “cangkang
kosong” dalam diri mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren,
amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. 2
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena
perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat
berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi
gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat
hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan
terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil
(biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan
perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil
(seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala). 2
Faktor Psikosial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh
faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit
maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual.
Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan
diri yang lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap.
Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia
dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan
memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika
depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.2
Diagnosis Banding
Demensia Tipe Alzheimer dan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer
dengan adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit
serebrovaskuler seiring berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas,
kemerosotan yang bertahap tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus.
Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada demensia vaskuler daripada
demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan adanya faktor
risiko penyakit serebrovaskuler.2
Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang
ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan
dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan
kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan
siklus tidur yang bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol. 2
Tabel 2.8. Perbedaan klinis delirium dan Demensia1
Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang terganggu
Atensi &
kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif
yang sukar dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang
menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi
(depression-related cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat
menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara
umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih menyadari akan gejala-
gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta sering memiliki
riwayat episode depresi.
Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual
yang didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan
gejala-gejala psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia. 2
Proses penuaan yang normal
Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi
kognitif yang signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang
ringan dapat terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang
normal ini terkadang dikaitkan dengan gangguan memori terkait usia, yang dibedakan
dengan demensia oleh ringannya derajat gangguan memori dan karena pada proses
penuaan gangguan memori tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku
sosial dan okupasional pasien.
Gangguan lainnya
Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa
kanan-kanan. Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan
tidak ada perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu biasanya akan
memberikan respon terhadap terapi antidepresan. 2