Anda di halaman 1dari 4

Love Is An Investment

*Cringg… Cringgg… Bep* Suara alarm yang baru saja menyala langsung dimatikan
setelah membangunkan seorang pemuda berparas tampan serta tinggi dari tidurnya bernama
Dwitangga. Setelah bangun, anak tersebut langsung bergegas untuk membersihkan dirinya lalu
bersiap untuk berangkat menuju sekolahnya. Merasa dirinya telah rapih, dia pun menuju lantai
bawah untuk mengambil bekalnya yang telah disiapkan oleh sang ibu.
“Ibu, aku berangkat ya,” katanya.
“Iya, hati-hati dijalan ya, Wit. Jangan terlalu cepat berkendara,” pesan ibu.
“Baik bu,” balas Dwit dan ia pun langsung berangkat menuju sekolah.
Sesampainya di sekolah, ia tidak sengaja menabrak lengan seseorang saat menuju kelas 12-B.
“Aduh!” seru seorang perempuan, “Kalau jalan liat-liat dong! Dasar mata Dwit-an!”
“Duh, kamu yang liat-liat dong! Dasar anak saham!” seru Dwit kembali.
“H-Hey! Sudah ku bilang berapa kali namaku Shouko! Jangan seenaknya memanggilku
saham hanya karena kedua orangtuaku investor saham! Hmph!”
Dwit pun hanya tertawa setiap kali melihat ekspresi Shouko yang malu dan kesal ketika
dipanggil anak saham. Shoukenko, atau Shouko ini, adalah teman masa kecilnya Dwit dan ia
adalah seorang primadona sekolah ini dengan darah campuran Jepang dan Indonesia. Ia juga
memiliki banyak penggemar di sekolah, bahkan sampai ada yang membuat klub Pengabdi
Shouko. Tetapi, rata-rata mereka yang berada di klub itu adalah kumpulan lelaki yang sudah
ditolak oleh Shouko.
Dwit sendiri sempat bertanya mengapa ia menolak mereka, tetapi Shouko hanya bilang
belum saatnya dan ia hanya ingin fokus belajar saja. Selain itu, ia juga menjabat sebagai ketua
OSIS tahun ini, jadi sudah pasti tidak memiliki waktu untuk mengurusi hal seperti itu.
“Hahaha! Pagi-pagi begini kalian sudah mau gelud aja nih?” sahut seorang perempuan
berambut pirang, “Pagi, Shouko, Dwit.”
“Oh, pagi, Ria.” sapanya kembali kepada Ria ketika ia baru memasuki kelas, “Lah, kok
tumben banget pagi-pagi sudah di sekolah?”
“E-eh? Erm… Itu, Wit, anu…” kata Ria terputus-putus
“Anu apa?” tanya Dwit lagi.
“Ah! Anu, a-aku menggantikan piket aku yang kemarin! Iya betul itu, hehe…”
“Oh, begitu toh. Okay, deh,” balas Dwit sambil menaruh tasnya di tempat duduk yang
diikuti oleh Shouko, sedangkan Ria menuju kebangkunya lalu bersiap untuk melakukan piket.
Perempuan ini bernama Etheria atau biasa dipanggil Ria. Ia adalah murid pindahan dari
Negara Swiss yang datang waktu semester dua saat kelas 10. Awalnya, dia tidak terlalu fasih
dalam berbicara Bahasa Indonesia dan sempat kebingungan dalam berkomunikasi dengan teman-
teman kelas. Untung saja Dwit lumayan jago berbahasa Inggris, jadi dialah yang menjadi
penerjemahnya dan karena momen itu juga Dwit mulai berteman baik dengan Ria.
Dari segi penampilan, Ria bisa dikatakan sebagai gadis modis dengan penampilannya
yang selalu bergaya. Namun, dari segi sifat, dia cenderung punya mood swing yang cukup parah.
Bisa saja hari ini Ria menjadi seseorang yang periang, tetapi keesokan harinya menjadi pemarah.
Walau begitu, ia termasuk salah satu murid yang aktif di kelas dan lumayan jago di beberapa
mata pelajaran, terutama mata pelajaran kesenian. Ria bahkan sempat memenangkan beberapa
lomba tingkat internasional dengan bakat seninya.
Hari sekolah pun berlanjut dan tanpa disadari sudah waktunya pulang sekolah.
“Eh, Wit aku pulang duluan ya, ibu memintaku berbelanja mingguan setelah ini,” kata
Ria berpamitan dengan Dwit ketika jam pulang sekolah tiba.
“Oh, begitu… ya sudah,” balasnya, “Hati-hati di jalan. Sampai ketemu besok, ya.”
“Siap! Kalau begitu aku duluan ya. Sampai ketemu besok juga!” balasnya lagi yang lalu
pergi meninggalkan kelas.
“Eh, Wit. Aku juga mau pulang duluan ya. Aku lupa memberitahumu bahwa jam lesku
dipercepat hari ini. Jadi, aku harus berangkat sekarang.” Kata Shouko.
“Yah, baru juga mau ajak pulang bareng,” balas Dwit.
“Erm… Mungkin, besok ya. Kalau gitu, aku duluan okay?” balas Shoko
“Baiklah, hati-hati di jalan ya. Sampai besok, ya.”
“Sampai besok juga!” balasnya.
Biasanya ketika pulang sekolah Dwit, Shouko, dan Ria suka pulang bareng dan mereka
selalu mampir di tempat permainan bernama Zona Waktu dekat sekolah. Tetapi, karena Shouko
dan Ria sudah duluan pulang, Dwit akhirnya memutuskan untuk segera pulang saja. Akan tetapi
ketika ia ingin mengambil sepatunya di dalam rak sepatu, ia melihat ada dua buat amplop di
dalamnya. Yang satu berwarna putih dan satu lagi berwarna merah muda seperti warna bunga
sakura.
Ia Pun mengambil kedua amplop tersebut dan melihat bahwa keduanya tidak memiliki
nama pengirim. Jadi ia memutuskan untuk membukanya terlebih dahulu.
“Yth. kepada Dwitangga. Dengan ini saya ingin mengajak anda untuk bertemu dengan
saya di halaman belakang sekolah besok pada pukul 16.00. Saya mohon kehadirannya. Hormat
saya… S.?” kata Dwit ketika membaca isi surat berwarna putih tersebut.
Dengan kebingungan, Dwit pun lanjut membaca isi surat dari amplop berwarna merah
muda. “Hmm… Wit, besok ada hal sangat penting yang pengen aku omongin. Jadi ketemuan ya
sama aku pas pulang sekolah di halaman belakang, okay? Dari… E.?”
“Siapa ya orang yang berinisial… S… dan E–?!” Dwit pun langsung menyadari sesuatu.
“Ini… I-Ini…! Ini tidak mungkin!! Ini pasti, S-Shouko dan Etheria??”
“Waduh! M-Masa aku harus memilih sih?? Mati aku… gak ada jalan keluar lain kah?!”
Setelah membaca isi kedua amplop tersebut sebenarnya ia sudah ada tebakan mengenai pengirim
surat tersebut, akan tetapi ia tidak terlalu yakin. Karena banyak sekali murid yang memiliki
inisial nama yang sama. Tetapi, ia tidak bisa berbohong bahwa bisa dikatakan ia berharap bawa
pengirim surat tersebut adalah mereka.
“Hmm… apa aku pakai cara itu saja ya? Ya… semoga saja mereka mau terima
jawabanku,” kata Dwit yang berusaha menyemangati dirinya sendiri ketika berpikir keras sambil
menuju rumahnya tersebut, “Lagipula, tidak ada salahnya untuk mencoba.”
Keesokan paginya di kelas.
“Pagi, Shouko.” sapa Dwit saat melihat Shouko yang baru saja menaruh sepatunya di rak
“E-Eh, Wit! Pagi juga.” balasnya dengan wajah sedikit memerah lalu ia pergi begitu saja.
Ketika ia melihat Ria, Dwit pun juga menyapanya, “Eh, Ria. Selamat Pagi!”
“Eh, Dwit! P-p-pagi juga!” Sapa Ria dengan terbata-bata lalu ia juga pergi begitu saja.
Ketika keduanya pergi, Dwit menepuk jidatnya “Hadeh, tuh kan benar… Walaupun aku
sudah menebaknya, tetapi tetap saja ini mengagetkan… Haaaaah, semoga saja mereka
menerima jawaban dariku…”
Cringg… Cringg... Bel pulang sekolah pun berbunyi dan tepat setelah kelas berakhir, Ria
dan Shouko pun bergegas keluar menuju halaman belakang. Dwit bersiap untuk ke halaman
belakang, namun ia mampir ke kamar kecil terlebih dahulu untuk mempersiapkan batinnya.
Di taman belakang, Ria langsung bergegas ke halam belakang namun terkejut saat
melihat Shouko disana.
“Loh, loh?! K-Kamu ngapain disini, Shou??”
“Hah? Aku yang duluan disini, kok. Kamu sendiri mau ngapain–?” Shouko pun sadar
akan sesuatu, “Sebentar… Jangan bilang… kamu juga mengirimnya surat cinta ya?!”
“Kamu juga?!” tanya balik Ria dan Shouko hanya membalas dengan sebuah anggukan.
Namun, sebelum Shouko membalas, Dwit pun datang ke hadapan mereka berdua.
“Akhirnya sampai juga kamu,” sambung Ria.
“Aku percaya tanpa perlu kita jelasin kamu mengerti maksud kita, Wit…” kata Shoko.
“Ya, bener itu. Jadi , saat ini yang kita minta adalah keputusanmu!” Timpal Ria
Waktu bagai melambat dan Dwit pun menarik nafasnya, “Baiklah, sebelumnya aku ingin
kalian menghargai keputusanku, karena jujur membuat keputusan ini sangatlah susah. Aku
sayang sekali dengan kalian berdua dan jujur aku tidak bisa memilih. Aku juga tidak ingin
pertemanan kita rusak hanya karena aku memilih salah satu dari kalian. Oleh karena itu… aku
menerima kalian berdua! Maukah kalian berdua berpacaran dengan ku?!”
*Bugh!* mendengar jawaban Dwit tersebut segera membuat Shouko dan Ria
menggampar kedua pipi Dwit dengan penuh amarah sampai ia jatuh pingsan.
“Haaah, bagaimana ini…? Apa kamu menerimanya?” tanya Ria kepada Shouko.
“Jujur saja… aku tidak mau menerimanya. Akan tetapi apa yang ia katakan ada benarnya.
Jadi aku mau-mau saja, selama kamu oke juga.”
“Hahaha, entah mengapa ini sangat lucu! Ia bahkan berani ingin menduakan kita.
Walaupun agak mengecewakan, tapi apa boleh buat aku hanya bisa menerimanya. Toh juga kita
tidak ada yang tau kedepannya seperti apa kan?” kata Ria
“Ya, bener banget. Lagian, cinta itu bagaikan investasi. Mendingan lakukan saja dulu
untuk urusan kedepannya bisa bicarakan nanti.” balas Shouko. Merekapun akhirnya menjabat
tangan masing-masing menandakan bahwa mereka saling setuju.
Beberapa minggu setelah itu, mereka pun akhirnya lulus dari bangku sekolah menengah
atas dan mereka bertiga juga mengambil foto bersama dimana Ria dan Shouko menggandeng
dan menarik kedua lengan Dwit yang terlihat tersenyum walau sepertinya pusing dan lelah.
Dan begitulah kira-kira cerita khayalan dari dilema seorang anak muda yang awalnya
bingung ingin menginvestasikan duitnya dimana. Akan tetapi, ia melihat keduanya memiliki
keuntungan dan kerugiannya masing-masing dan itu bisa saling melengkapi. Ia memutuskan
untuk menginvestasikan uangnya ke saham dan juga cryptocurrency bernama Etherium.

Anda mungkin juga menyukai