Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TUGAS KELOPOK KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN


KOMUNIKASI DAN PEMAHAMAN KESEHATAN PADA
SUKU ACEH
DOSEN PENGAMPU : Ibu Mery Tania, S. Kep., Ners.

DISUSUN OLEH
Mahasiswa kelas 2E Fakultas Ilmu Keperawatan Ars Uiversity
Kelompok 8

1. Annisa Febi Fajri 88213059 10. Rida Diani Dahlia 88214047


4. Fegga Mawarni 88214064 11. Salsa Jahrotunnufus 88214064
5. Nur Ajijah 88212032 12. Silvia Listianingsih 88212022

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
BANDUNG

2021/2022
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-nya Sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya Mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Saya sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Sholawat serta salam semoga Allah SWT. Selalu mencurahkan kepada baginda Nabi
besar kita, pemimpin yang arif, penuntun jalan kebenaran yaitu Nabi Muhammad SAW. Dan
kita selaku umatnya selalu mengharapkan syafa‟atnya di yaumul qiyamat nanti.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Komunikasi Dalam Keperawatan. Rasa terima kasih saya tidak terkirakan kepada yang
terhormat Ibu Mery Tania selaku Dosen mata kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan.

Diakhir kata kami sangat berharap kepada seluruh yang membaca makalah yang kami sajikan
ini untuk selalu memberikan motivasi kepada kami dan kami sangat mengharapkan kritik
serta saran dari kalian. Terutama untuk dosen pengampu kami dan para kerabat dekat kami.
Penulis menyadari akan keterbatasan makalah ini dan dalam keterbatasan ini penulis mohon
maaf. Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua,

Bandung, 15 Juni 2022

Penulis

2|Page
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................5
PENDAHULUAN.................................................................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG ..............................................................................................................5
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................5
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
A. Asal Usul Budaya ................................................................................................................6
B. Letak Geografis....................................................................................................................7
C. Keagaman.............................................................................................................................8
D. Makanan...............................................................................................................................8
E. Pakaian Adat........................................................................................................................9
F. Pemahaman Kesehatan....................................................................................................11
G. Komunikasi........................................................................................................................13
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................23
A. Kesimpulan.................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................24

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Aceh adalah salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia. Aceh sebelumnya
pernah disebut
dengan sebutan Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1959-2001, dan Nanggroe
Aceh Darussalam pada
tahun 2001-2009. Aceh adalah provinsi paling barat di Indonesia dengan Ibu
Kota Banda Aceh. Aceh
memiliki otonomi yang teratur tersendiri, disebabkan Aceh berbeda dengan
kebanyakan provinsi di
Indonesia. Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara,
Samudera Hindia di sebelah
barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara
dan selatan. Suku
bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang Melayu dan
Timur Tengah yang
menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia pada
umumnya. Sebagian
besar masyarakat Aceh bermata pencarian sebagai petani namun tidak sedikit
juga yang pedagang.
Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam yang dipengaruhi oleh
budaya-budaya Melayu
dan Timur Tengah. Hal tersebut dikarenakan letak
Aceh berada di ujung barat yang merupakan jalur perdagangan sehingga
menyebabkan
masuklah kebudayaan lain. Kebudayaan kesenian Aceh bercorak dengan
ajaran Islam yang diiringi

4|Page
dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Bentuk kesenian yang
terkenal di Aceh
antara lain Seudati, Seudati Inong, dan Seudati Tunang., Kaligrafi Arab,
Hikayat Perang Sabil. Aceh
terbagi atas 23 kabupaten, salah satu diantaranya adalah Kabupaten Aceh
Tengah. 1 2 Aceh Tengah
berdiri tanggal 14 April 1948 berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 1948
dan dikukuhkan
kembali sebagai sebuah kabupaten pada tanggal 14 November 1956 melalui
Undang-undang No. 7
(Drt) tahun 1956. Kemudian, pada 7 Januari 2004, Kabupaten Aceh Tengah
kembali dimekarkan
menjadi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah dengan Undang -undang
No. 41 tahun 2003.
Kabupaten Aceh Tengah beribukota di Takengon, sementara Kabupaten Bener
Meriah beribukota
Simpang Tiga Redelong. Oleh sebab itu kebudayaaan yang dimiliki
masyarakat Bener Meriah sama
dengan yang dimiliki kabupaten Aceh Tengah.
Aceh Tengah sebagai kawasan naggroe antara, karena dianggap sebagai
kawasan yang
terletak diantara langit dan bumi. Penduduk asli kota Takengon adalah suku
Gayo. Sebagian besar
masyarakat Kabupaten Aceh Tengah berprofesi sebagai petani. Kabupaten
Aceh Tengah
menghasilkan salah satu jenis kopi arabika terbaik, Komoditas penting selain
kopi adalah tebu, serta
kakao, kemudian terdapat pula tanaman sayur mayur dan palawija. Suku Gayo
atau "urang gayo"
adalah sebuah suku bangsa yang mendiami dataran tinggi Gayo di Provinsi
Aceh bagian. Orang Gayo
secara mayoritas terdapat di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah
(sekitar 30-45%) dan Gayo
Lues (sekitar 50-70%) dan sebagian wilayah Aceh Tenggara dan 3 Kecamatan
di Aceh Timur yaitu
Serbejadi, Peunaron, dan Simpang Jernih.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Beberapa latar belakang di atas, muncul beberapa pertanyaan seputar Provinsi
Aceh dan pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi masalah baru yang menarik
untuk jadi pokok bahasan dalam
penelitian ini. Adapun 5 masalah yang timbul dari latar belakang di atas adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana asal usul budaya Aceh?
2. Dimana letak Geografis?
3.Bagaiana keagamaan di kota Aceh?
4. Apa saja makanan khas kota Aceh

5|Page
5. Adat istiadat apa yang ada dikota aceh?
6. Bagaiana pemahaman tentang kesehatan di kota Aceh?
7. Bagaimana cara berkomunikasi dan ada berapa jenis bahasa yang ada di Aceh ?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN


Ada pun tujuan kita membahas provinsi aceh yaitu :
1. Kita tahu asal usul Budaya Aceh .
2. kita jadi mengetahui geografis kota Aceh.
3. Kita jadi mengetahui beragam agama yang ada di Aceh.
4. Kita jadi tahu makanan khas kota aceh.
5. Kita jadi tahu adat istiadat di kota Aceh.
6. Kita jadi mengetahui perkembangan kesehatan di kota Aceh.
7. Kita tahu bagaimana komunikasi dengan orang-orang yang berada di kota Aceh.

BAB II PEMBAHASAN
A. Asal Usul Suku dan Budaya Aceh di Indonesia
Provinsi Aceh memiliki 13 suku asli yakni, Suku Aceh, Suku Tamiang, Suku Gayo,
Suku Alas, Suku Kluet, Suku Julu, Suku Pakpak, Suku Aneuk Jamee, Suku Sigulai,
Suku Lekon, Suku Devayan, Suku Haloban, Suku Nias. Meski dari masing-masing suku
di atas terdapat adat dan bahasa yang berbeda-beda, namun tetap berdampingan dengan
baik. Hal itu membuktikan kekayaan dan keanekaragaman Indonesia merupakan
kekuatan persatuan.
Suku Aceh adalah nama sebuah suku yang mendiami wilayah pesisir dan beberapa
pedalaman Aceh. Orang Aceh mayoritas beragama Islam. Bahasa yang dituturkan adalah
bahasa Aceh yang adalah anggota dari bahasa Melayu-Polinesia Barat, cabang dari
keluarga bahasa Austronesia dan berkerabat dengan bahasa Cham di Vietnam dan
Kamboja. Selain di wilayah provinsi Aceh sendiri, populasi suku Aceh juga terdapat di
Kedah, Malaysia
Dalam sumber antropologi disebutkan bahwa asal-usul Aceh berasal dari suku Mantir
(atau dalam bahasa Aceh: Mantee) yang mempunyai keterkaitan dengan Mantera di
Malaka yang merupakan bagian dari bangsa Mon Khmer (Monk Khmer). Menurut
sumber sejarah narasi lainnya disebutkan bahwa terutama penduduk Aceh Besar tempat
kediamannya di kampung Seumileuk yang juga disebut kampung Rumoh Dua Blaih
(desa Rumoh 12), letaknya di atas Seulimeum antara kampung Jantho dengan Tangse.
Seumileuk artinya dataran yang luas dan Mantir kemudian menyebar ke seluruh lembah
Aceh tiga segi dan kemudian berpindah-pindah ke tempat-tempat lain.
Provinsi Aceh memiliki budaya yang relatif tinggi. Kebudayaan ini pada dasarnya
diwarnai ajaran Agama Islam, namun demikian pengaruh Agama Hindu yang telah

6|Page
berurat berakar sebelum masuknya Islam masih tetap berpengaruh. Hal ini terlihat baik
dalam adat istiadat, kesenian maupun kehidupan sehari-hari. Kesenian tradisional Aceh
mempunyai identitas yang religius, komunal, demokratik dan heroik. Kesusastraan Aceh
ada dalam bahasa Aceh dan Melayu (jawi) sementara bahasa Arab baik kata maupun
ibaratnya banyak sekali mempengaruhi Kesusastraaan Aceh.
Pengelompokan budaya dalam empat pembagian budaya berdasarkan kaum (kawom)
atau disebut pula sebagai suku (sukee) besar mengikuti penelusuran antara lain melalui
bahasa purba yakni :
Budaya Lhee Reutoh (kaum/suku tiga ratus) yang berasal dari budaya Mantee sebagai
penduduk asli.
Budaya Imeum Peuet (kaum/suku imam empat) yang berasal dari India selatan yang
beragama Hindu.
Budaya Tok Batee (kaum/suku yang mencukupi batu) yang datang kemudian berasal
dari berbagai etnis Eurasian, Asia Timur dan Arab.
Budaya Ja Sandang (kaum/suku penyandang) yaitu para imigran India yang umumnya
telah memeluk agama Islam.
Dalam keseluruhan budaya tersebut diatas berlaku penyebutan bagi dirinya sebagai
Ureueng Aceh yang berarti orang Aceh.
Aceh merupakan salah satu bangsa di pulau Sumatra yang memiliki tradisi militer, dan
pernah menjadi bangsa terkuat di Selat Malaka, yang meliputi wilayah Sumatra dan
Semenanjung Melayu, ketika dibawah kekuasaan Iskandar Muda.
Dalam tradisi sama seperti suku lainnya yang ada di Indonesia, suku Aceh juga
mempunyai beberapa tradisi upacara adat yang masih dilakukan hingga sekarang.
Berikut beberapa di antaranya:
1. Peusijuek 
Upacara adat ini dilakukan oleh suku Aceh ketika mereka melakukan acara perkawinan,
kematian, berangkat haji, kelahiran, dan segala jenis selamatan lainnya.
Arti kata peusijuek adalah pendingin, yang berarti bertujuan untuk mendoakan yang
baik-baik agar tujuannya tercapai. 

2. Sumang 
Upacara adat ini sering diadakan oleh suku Aceh yang bertujuan agar manusia jadi
makhluk berpendidikan, dengan akhlak yang mulia dalam masyarakat. 

3. Meugang 
Upacara adat ini biasanya dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan, Idulfitri, dan
Iduladha. Mereka akan berkumpul bersama-sama untuk memasak daging dan dimakan
bersama-sama. 

4. Uroe Tulak Bala 


Upacara adat ini dilakukan untuk menolak mara bahaya atau musibah dan meminta
Tuhan agar melindungi mereka.
Biasanya, upacara ini diadakan pada bulan Safar.

Dan dalam kesenian suku Aceh masih memiliki kesienian yang masih sering
dipertunjukkan, diantaranya :

7|Page
1. Tari Saman 
Tari ini dibawakan berkelompok, minimal terdiri dari 9 orang. Gerakan tari ini cepat dan
dibawakan sambil duduk, dengan menepuk-nepukkan telapak tangan pada dada serta
lantai. 

2. Ratoh Jaroe 
Tari ini hampir mirip dengan tari Saman, namun makna tarian ini jauh berbeda. Jika
Saman maknanya tentang kepahlawanan, pendidikan, dan keagamaan.
Tari Ratoh Jaroe bermakna kalau perempuan Aceh adalah ornag yang kuat, tangguh, dan
berani. 

3. Didong 
Kesenian ini dibawakan secara berkelompok oleh laki-laki dengan duduk melingkar.
Lalu, mereka akan menyanyikan lagu-lagu daerah Aceh sambil bertepuk tangan.

B. Letak dan Kondisi Geografis

Secara geografis Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terletak pada 20 –


60 LU dan 950 – 980 BT. Berbatasan (laut) dengan India, Myanmar, Thailand, dan
Malaysia. Batas-batas wilayah Provinsi Aceh, sebelah Utara dan Timur berbatasan
dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah
Barat dengan Samudera Indonesia. Satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan
Provinsi Sumatera Utara, sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi
dengan Provinsi Sumatera Utara.
Aceh atau secara resmi, Nangroe Aceh Darussalam adalah sebuah Daerah
Istimewa yang terletak di Pulau Sumatra. Secara geografis Aceh terdiri atas 9
kabupaten, 2 kodya, 3 kotip, 142 kecamatan dan 5463 desa. Luas wilayahnya adalah
57,365.57 km per segi atau merangkumi 12.26% pulau Sumatra persegi, yang
meliputi 119 pulau, 35 gunung, dan 73 sungai dengan status daerah istimewa. Aceh
terletak di barat laut Sumatra. Aceh dikelilingi Selat Melaka di sebelah Utara,
Provinsi Sumatera Utara di Timur dan Lautan Hindi di Selatan dan Barat. Ibukota
Aceh adalah Banda Aceh yang dulunya dikenali sebagai Kutaradja. Ibukota dan
bandar terbesar di Aceh ialah Banda Aceh. Bandar besar lain ialah seperti Sabang,
Lhokseumawe, dan Langsa.
Aceh mempunyai lahan hutan terluas yaitu mencapai 39.615.76 km persegi,
diikuti lahan perkebunan kecil seluas 3.135.22 km persegi, sedangkan lahan
pertambangan mempunyai luas terkecil yaitu 4,42 km persegi. Aceh mempunyai luas

8|Page
perairan 56.563 km persegi yang terdiri dari laut teritorial 23.563 km persegi dan
perairan laut dalam 33.000 km persegi. Di samping zona ekslusif ekonomi (ZEE) 200
mil dari pantai.
Provinsi NAD memiliki banyak aspek potensial, salah satu di antaranya adalah
pariwisata. Sejarah membuktikan bahwa Kesultanan Aceh merupakan salah satu dari
lima besar dalam mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Situs-situs sejarah banyak
ditemukan di seluruh wilayah Provinsi NAD. Potensi lainnya yang terdapat pada
Provinsi NAD adalah hasil taninya yang meliputi padi dan palawija. Selain itu
Provinsi NAD juga memiliki potensi hasil laut dan hasil perkebunan yang cukup
singnifikan.
Aceh yang berada di ujung pulau Sumatera secara historis mempunyai peranan
penting dalam pelayaran dan perniagaan dunia yang melalui selat Malaka, bandar-
bandar Aceh menjadi sangat penting sebagai bandar penghubung yang melayani
kebutuhan perbekalan seperti bahan makanan, air dan keperluan seharihari. Ini yang
menghantarkan Aceh menjadi mahkota alam yang merupakan bandar penghubung
dalam hal ini jalur pelayaran dagang antara Timur Tengah, Eropa, Kerajaan Demak,
Brunei, dan Turki Usmani.
Aceh merupakan salah satu provinsi kaya di Indonesia. Tanahnya subur, banyak
komoditas padi dihasilkan Aceh, tembakau, kelapa sawit, dan kopi. Kekayaan mineral
juga banyak. Sejak lama, berbagai industri sudah dibangun di Aceh. Hasil ladang
minyak dan pabrik pupuk Aceh merupakan salah satu sumber pendapatan negara.
Pantai-pantainya indah dan berbagai kawasan perairan laut kaya akan ikan. Di
sejumlah pulau kecil di lepas pantai, banyak terdapat hutan bakau yang dikelilingi
terumbu karang yang indah sehingga cocok menjadi kawasan wisata. Pulau-pulau
kecil lainnya dipenuhi pohon kelapa yang buahnya banyak diperdagangkan ke
berbagai wilayah lain.

C. Keagamaan
a.Sistem Religi
Menurut sejarahnya, Aceh adalah daerah di Indonesia yang pertama
kali masuk agama Islam yang dapat berkembang subur, sehingga berhasil
mementuk masyarakat Islam yang kuat danpatuh menjalankan ajaran-ajaran
Islam hingga sekarang. Karena itu, segala tingkah laku masyarakat harus
disesuaikan dengan unsur-unsur agama/syariah Islam.

9|Page
Agama Islam lebih menonjol dalam segala bentuk dan manifestasinya di
dalam masyarakat, biarpun pengaruh adat tidak hilang samasekali. Pengaruh
agama Islam terhadap kehidupan masyarakat sangat erat hubungannya dengan
kerohanian dan kepribadian seseorang, sehingga agama itu telah
mempengaruhi sifat kekeluargaan seperti perkawinan, harta waris, kematian,
dan lain-lain.
Dengan berlakunya syariah Islam di Aceh, maka seluruh pelanggaran
orang-perorangan maupun golongan lebih banyak diputuskan berdasarkan
hukum Islam. Lembaga ini mengadili perkara-perkara itu adalah Peradilan
Agama Islam. Maka tidak berlebihan kiranya jika daerah Aceh mendapatkan
sebutan “Serambi Mekah”.
Masalah pendidikan agama Islam sangat diutamakan sejak keil hingga
dewasa tanpa berhenti. Meskipun hampir semua orang Aceh memeluk Islam,
namun disana ada beberapa Gereja yang umumnya peninggalan jaman Belanda
dan sedikit ada yang baru didirikan.
Para penganut agama Kristen ini umumnya berasal dari luar daerah Aceh
yang keetulan berkerja di Aceh, dan umumnya gereja-gereja tersebut terletak
di daerah peratasan dengan daerah Batak Karo, Sumatra Utara, yaitu Kutaane
atau di kota-kota besar saja.
D. Makanan khas kota Aceh
Dalam masyarakat Aceh soal makanan memang sangat bernilai.
Makanan bagi masyarakat yang berada diujung pulau Sumatera tersebut
merupakan sesuatu yang dijadikan sebagai sedekah. Membagikan makanan
kepada setiap orang yang membutuhkan sudah menjadin bagian dari adat yang
hidup dalam masyarakat.
Keindahan rasa yang ditawarkan makanan tradisional Aceh dapat
tercemin dari sajian Keumamah. Makanan ini merupakan salah satu kuliner
primadona di Aceh. Keumamah dibuat dengan proses masak yang tidak
sebentar. Ikan terlebih dahulu direbus lalu lalu diiris kecil dan dijemur hingga
mengering. Masyarakat setempat sering menyebut makanan tersebut dengan
ikan kayu lantaran terksturnya yang menjadi keras usai dijemur.
Dibalik rasa dan ciri khasnya, keumamah ternyata menyimpan sejarah
perjuangan bagi masyarakat Aceh. Dalam masa gerilya melawan penjajah, para
pejuang Aceh acap kali mengandalkan keumamah sebagai kebutuhan pangan.

10 | P a g e
Keumamah dianggap praktis untuk pasukan yang mengharuskan mereka
berpindah-pindah di hutan dalam waktu yang cukup lama.
Adapun adat mengundang makan dalam suku Aceh, yaitu apabila kita
mngundang orang lain makan di rumah kita, maka persiapan dan tata caranya
sangat erat hubungan dengan tujuan mengundang itu sendiri dan hidangan
yang disediakan. Ada undangan makan untuk menjamu keluarga dekat,
menjamu sahabat, dan ada juga undangan untuk makan khanduri (kenduri)
dalam rangka acara perkawinan (khanduri udeep), maupun untuk khanduri
orang mati (khanduri mate).
Dalam acara adat atau khanduri perkawinan maka orang tua atau tamu
terhormat, ditempatkan pada tempat yang dipandang lebih baik dalam rumah
(bergantung pada keadaan rumah). Biasanya para tamu pada acara kenduri itu
adayang duduk di dalam rumah (bersila di atas tikar), dan ada juga yang duduk
dia atas kursi di bawah teratak (tenda) yang sengaja dibuat untuk tamu.
Setelah kenduri selesai dan tamu akan pulang, biasanya tamu rumah
mengucapkan syukur dan terimakasih serta menyalami tamu yang akan pulang.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan kepada tamu karena sudah sudi
meluangkan waktunya untuk memenuhi undangan tuan rumah.
Mengenai khanduri matee (kenduri orang meninggal) biasanya
dilakukan oleh pihak orang yang mendapatkan musibah dengan dibantu
sepenuhnya oleh seluruh keluarga dekat mereka dan warga desa setempat.
Adapun tuan rumah hanya menyediakan tempatnya saja sedangkan segala
kebutuhan kenduri dan pelaksanaannya di lakukan oleh masyarakat secara suka
rela.
Kenduri orang meninggal itu sendiri ada yang dilakukan pada hari ketiga,
ketujuh, dan hari ke 44 setelah hari kematian, dan ada pula yang lebih daripada
itu. Namun mengenai kenduri kematian ini bersifat khilafiyah. Ada yang
mengatakan boleh ada yang mengatakan tidak oleh.
Tetapi pada umumnya masyarakat Aceh selalu melakukan kenduri
kematian jika ada salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Jika pun
tidak kenduri besar, misalnya hanya mengundang 2-3 orang saja untuk makan
dirumahnya.

E. PAKAIAN ADAT ACEH

11 | P a g e
1. LINTO BARO
Pakaian Linto Baro yang digunakan oleh pria terdiri dari beberapa elemen, yakni
baju, celana, senjata tradisional, penutup kepala, dan hiasan-hiasan lain. Pakaian ini
digunakan oleh para pria Aceh dalam acara pernikahan, Meugang, Peusijuk, Tung
Dara Baro (Ngunduh Mantu), acara adat, dan peringatan hari-hari besar. Elemen-
elemen Linto Baro terdiri dari:
a. Baju Meukeusah
Baju ini berbentuk seperti beskap atau blazer digunakan sebagai atasan laki-laki
Aceh. Pakaian ini sering digunakan oleh laki-laki Aceh sejak jaman kerajaan Samudra
Pasai dan Perlak.
b. Celana Sileuweu
Celana Sileuweu merupakan setelan bawahan baju Meukeusah pada set Linto
Baro. Sebagaimana atasannya, celana ini juga berwarna hitam namun berbahan katun.
Bentuknya melebar ke bawah dan terdapat sulaman emas di bagian tersebut. Celana
ini juga biasa disebut Celana Cekak Musang.
c. Kain Sarung
Setelah mengenakan celana, para laki-laki Aceh mengenakan sarung dari kain
songket agar semakin tampak kewibawaan pemakainya. Sarung ini dikenakan dengan
cara melilitkan di pinggang dan panjangnya hingga di atas lutut, mungkin sekitar 10
cm di atasnya. Kain sarung ini juga sering disebut dengan nama lain, yakni Ija
Kroeng, Ija Lamugap, dan Ija Sangket.
d. Meukeutop
Kuatnya pengaruh Islam dalam budaya Aceh sampai pada pakaian adat Aceh dan
salah satunya penutup kepala yang bernama Meukeutop. Jika dilihat dengan seksama,
Meukeutop dengan penutup kepala yang digunakan oleh sultan-sultan yang ada di
Turki.
e. Rencong
Tidak beda jauh dengan pakaian adat dari wilayah lainnya, pakaian adat pria
kurang afdol jika tidak dilengkapi dengan senjata tradisional. Pakaian adat Aceh
untuk pria dilengkapi dengan Rencong. Umumnya, Rencong diselipkan pada lipatan
sarung yang melilit pinggang. Bagian gagang diatur sedemikian rupa hingga keluar.
f. Siwah

12 | P a g e
Selain Rencong, senjata tradisional Aceh lainnya adalah Siwah. Bentuknya hampir
sama dengan Rencong, namun lebih panjang, lebih besar, dan lebih mewah bahan
pembuatannya dibanding Rencong. Dalam acara-acara besar, Siwah lebih
direkomendasikan karena menunjukkan kebesaran orang Aceh, karena fungsi
utamanya sebagai perhiasan dan senjata. Sementara Rencong lebih menunjukkan
kepahlawanan.

2. Daro Baro
Daro Baro merupakan satu set pakaian adat Aceh yang digunakan oleh perempuan
Aceh. Daro Baro terdiri dari baju kurung, celana, penutup kepala, berbagai macam
perhiasan, dan bros. Sebagaimana pakaian adat khusus untuk perempuan daerah
lainnya, terdapat banyak hiasan pada Daro Baro agar wanita yang mengenakannya
terlihat semakin cantik dan mempesona. Terdiri dari:
a. Baju Kalung
Atasan yang dikenakan oleh perempuan Aceh saat mengenakan pakaian adat Aceh
berupa baju kurung. Baju ini merupakan perpaduan antara bdaya Melayu, Islam, dan
China. Kerah baju kurung hampir mirip dengan pakaian wanita dari China.
b. Celana Cekak Musang atau Sileuweu
Celana ini merupakan setelan bawahan dari baju kurung dan pada umumnya,
celana yang digunakan oleh pria dan wanita Aceh sama baik bentuk maupun bahan.
Lebar di bagian bawah. Namun warnanya beragam, bukan hitam seperti pria.
c. Sarung
Agar pinggul wanita tertutup dengan sempurna tanpa memperlihatkan bentuk
tubuhnya, para wanita Aceh mengenakan sarung sebagai lapisan luar celana Cekak
Musang. Sarung ini merupakan kain songket yang diikat dengan ikat pinggang
berbahan perak atau emas dari pinggang hingga di bawah lutut. Ikat pinggang ini
disebut Taloe Ki leng Patah Sikureueng.
d. Patam Dhoe
Pakaian adat Aceh menyesuaikan dengan nilai-nilai Islam, dengan demikian,
seluruh desainnya didesain agar dapat menutup aurat wanita. tidak terlepas dari
penutup kepala yang disebut Patam Dhoe. Penutup kepala ini adalah perhiasan berupa
mahkota yang unik yang didesain agar dapat menutup aurat di kepala. Sebelum
menggunakan Patham Doi, pada umumnya wanita Aceh akan mengenakan jilbab
terlebih dahulu.

13 | P a g e
e. Keureusang
Keureusang atau bros ini dipakai dengan cara disematkan pada gaun. Keureusang
ini termasuk barang mewah karena berbahan emas yang secara keseluruhan berbentuk
hati dan dihiasi dengan tahta intan dan berlian (konon, sampai 102 butir intan dan
berlian).
f. Piring Dhoe
Bentuk Piring Dhoe seperti mahkota dan memiliki tiga bagian yang masing-
masing bagian dihubungkan dengan engsel.
g. Untai Peniti
Untai peniti digunakan untuk menyematkan pakaian adat Aceh untuk kaum
wanita. Bahannya dari emas dan
Motif nya seperti motif kain tenun yang berbentuk kuncup bunga dan berpola
pakis. Jika Grameds perhatikan dengan sesama, di tengah Peuniti ini terdapat motif
lain berupa titik-titik kecil seperti telur ikan.
h. Subang Aceh
Subang sebagai anting-anting ini tentunya terbuat dari emas dan hiasan berisikan
permata.
i. Culok Ok
Culok Ok merupakan perhiasan wanita Aceh berupa tusuk konde yang berfungsi
untuk menguatkan sanggul.
j. Simplah
Simplah merupakan perhiasan berbahan emas atau perak sepuh emas yang
dikenakan oleh wanita di bagian dada.

F. PEMAHAMAN KESEHATAN
Di Aceh sendiri masyarakatnya sadar akan pentingnya menjalankan protokol
kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Sanksi diinformasikan kepada masyarakat
melalui surat edaran dan media massa yang ada di Aceh.
Peneliti menganggap eneliti ini penting untuk diteliti dalam hal melihat
pemahaman masyarakat Kota Banda Aceh terhadap penerapan Protokol Kesehatan,
serta bagaimana media massa dapat mengedukasi masyarakat Kota Banda Aceh
tentang penerapan Protokol Kesehatan

14 | P a g e
G. Komunikasi
Komunikasi adalah proses terjadinya pertukaran ide yang terjadi pada dua
orang atau lebih.Namun dalam proses tersebut terdapat berbagai unsur,
konsep, proses, dan tujuan yang dapat memahami pembicaraan atau
obrolan(berkomunikasi).

Dalam bahasa Aceh ada berbagai bahasa yaitu:bahasa chamik,bahasa Melayu


polinesia,bahasa atronesi.

Aceh juga memiliki 13 jenis bahasa.

Berikut beberapa jenis bahasa yang ada di Aceh (Bahasa Aceh, Bahasa
Tamiang, Bahasa Gayo, Bahasa Alas,Bahasa Kluet,Bahasa Julu, Bahasa
Pakpak,Bahasa Aneuk Jamee, Bahasa singulai, Bahasa Lekon, Bahasa
Devayan, Bahasa Haloban, Bahasa Nias).

Adapun contoh dari bahasa Aceh ..

“Hay, ka suboh”,,Oi, sudah subuh,,“Dalè ka’éh! Le teungeut ngon..“ jaga!”


Asik tidur kau! Banyak tidur daripada bangun!”

Dari keseluruhan bahasa tersebut bahasa Aceh adalah bahasa dengan penutur
terbanyak yaitu sekitar 3,5 juta penutur dari lebih kurang 5,19 juta penduduk
Aceh.

masyarakat Aceh sehari-harinya menggunakan bahasa tersendiri d setiap


daerah, kecuali dalam kegiatan formal biasanya menggunakan bahasa
Indonesia.

Orang Aceh juga mempunyai ciri khas dalam berbicara “Hai-Roh”

Dalam penuturan bahasa Aceh ada yang khas dari cara mamulai
pembicaraannya yaitu dengan kata “Hai”. Misalnya, Hai, Ho tanak jak? (Hai,

15 | P a g e
mau pergi kemana? ), Hai, sang ka jeuet tawo (Hai, sepertinya sudah boleh
pulang),

Kata “Hai” tidak bisa diartikan kedalam bahasa lain. Dari satu sisi “Hai”
merupakan kata sapaan kepada setiap orang yang bertemu, namun “Hai” juga
merupakan kata keterpaksaan dalam menerima tawaran atau pilihan yang
kedua, seperti, Hai jeuet nyo? (Boleh yang ini?), jawabnyan, Jeuet (Boleh)

Bukan hanya di awalan kata, bahasa Aceh juga memiliki khas dalam
mengakhiri kalimat pembicaraan yaitu “Roh”. “Roh” merupakan sebuah kata
yang sangat sering digunakan dalam mengakiri sebuah ucapan pembicaraan
atau juga bahkan di tengah kalimat, pada dasarnya “Roh” juga tidak bisa
diartikan dalam bahasa lain namun terkadang “Roh” bisa bermakna “Ya” atau
berguna sebagai kata penekanan.

‘’Seperti, Jeuet nyang nyan Roh? (Boleh yang ini?), Padum Roh? (Berapa
ya?),”

Dalam kesehariannya “hai” dan “roh” juga ada yang digunakan secara bersa-
sama dalam satu kalimat, seperti, Hai pakön meunan Roh?,(Kenapa begitu
ya?), Hai kiban Roh cara jih? (Hai? – Bagaimana ya caranya?)

Beberapa hal tersebut sangat umum kita dapatkan dalam percakapan sehari-
hari masyarakat Aceh baik di pedesanaan atau di perkotaan, yang tua maupun
yang muda. Namun untuk kata “roh” mayoritas penuturnya berasa dari
kabupaten Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Utara, dan Aceh
Timur. Sedangkan untuk daerah lainnya hanya sebagian kecil saja yang
menggunakan kata tersebut. (Ziaul Fahmi/Duta Bahasa Favorit Provinsi Aceh
tahun 2018)

16 | P a g e
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah memahami mengenai provinsi aceh kita dapat memahami bagaimana
pemerintahan, budaya, dan adat istiadat di kota Aceh sehingga kita semua bisa
mengetahui apa saja yang ada di provinsi Aceh darussallam.
Dengan adaanya makalah ini saya harap semua bisa mengerti dan mempunyai ke
inginan untuk mengunjungi provinsi Aceh.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
1. ^ Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
2. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201105144456-32-566355/tito-ingatkan-gubernur-
baruaceh-kreatif-hadapi-covid-19
3. ^ "Taqwallah Sekda Aceh Sore Ini Dilantik".
4. ^ "Dahlan Jamaluddin Ketua DPRA".
5. ^ "Kepadatan Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk Aceh Tahun 1961 -
2020". www.aceh.bps.go.id. Diakses tanggal 18 Februari 2021.
6. ^ "Metode Baru Indeks Pembangunan Manusia 2019-2020". www.bps.go.id. Diakses tanggal 11
Februari 2021DAFTAR PUSTAKA
1. ^ Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
2. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201105144456-32-566355/tito-ingatkan-gubernur-
baruaceh-kreatif-hadapi-covid-19
3. ^ "Taqwallah Sekda Aceh Sore Ini Dilantik".
4. ^ "Dahlan Jamaluddin Ketua DPRA".
5. ^ "Kepadatan Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk Aceh Tahun 1961 -
2020". www.aceh.bps.go.id. Diakses tanggal 18 Februari 2021.
6. ^ "Metode Baru Indeks Pembangunan Manusia 2019-2020". www.bps.go.id. Diakses tanggal 11
Februari 2021

17 | P a g e
18 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai