Anda di halaman 1dari 7

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

“ Hal-hal yang Mungkin Terjadi Dalam Persidangan Pertama”

Nama Anggota Kelompok 5 :

1. Oktria Winda Maryadi : 1610111141 (Ketua Kelompok)


2. Muhammad Irsyad : 1610111152 (Anggota Kelompok)
3. Kemal Aulia : 1610112003 (Anggota Kelompok)
4. Widya Fitri Rahmadani : 1610112029 (Anggota Kelompok)

Dosen Mata Kuliah : Drs. Ali Amran, S.H., M.H.


Hukum Acara Peradilan Agama kelas 2.6 (16:00 -17:40 F2.6)

Fakultas Hukum Universitas Andalas


Padang
2017/2018
Hal-hal Yang Dapat Terjadi Dalam Persidangan Pertama dalam Hukum Acara
Peradilan Agama

PEMBAHASAN

A. Pengugat dan Tergugat

1. Pengugat dan Tergugat Tidak Hadir

Apabila pengugat dan tergugat sama-sama tidak hadir dalam sidang pertama, maka sidang
harus ditunda dan para pihak dipanggil lagi sampai dapat dijatuhkan putusan gugur atau
verstek atau perkara dapat diperiksa atau sampai perkara dicoret dari register karena panjar
biaya perkara telah habis.

2. Pengugat Hadir Sedangkan Tergugat Tidak Hadir

apabila pengugat hadir pada sidang pertama, sedangkan tergugat tidak hadir dan tidak
mengutus orang lain sebagai wakil atau kuasanya yang sah dan tidak pula mengajukan eksepsi
permil, maka hakim ketua majelis dapat menjatuhkan salah satu dari dua alternatif,yaitu
menjatuhkan putusan verstek yaitu pengugugat dianggap menang dan tergugat dianggap kalah
sebagaimana diatur dalam pasal 149 R.Bg/pasal 125 HIR atau memanggil tergugat sekali lagi
sebagaimana diatur dalam pasal 150 R.bg/Pasal 126 HIR. Sebelum pengadilan memutus dengan
verstek,pengadilan dapat memanggil sekali lagi tergugat. Kalau ia dan kuasanya tidak juga
datang menghadap maka ia akan diputus verstek.

3. Pengugat Tidak Hadir dan Tergugat Hadir

Apabila tergugat hadir pada persidangan pertama sedangkan pengugat tidak hadir setelah
dipanggil secara resmi dan patut dan tidak mengutus orang lain sebagai kuasanya yang sah dan
tidak ternyata kehadirannya disebabkan alasan yang dibenarkan undang-undang, maka majelis
hakim memilih salah satu dari dua alternatif yaitu menjatuhkan putusan gugur berdasarkan
pasal 148 R.Bg/Pasal 124 HIR atau memanggil pengugat/pemohon sekali lagi sebagai mana
diatur dalam pasal 150 R.Bg/pasal 126 Hir.[1]

Pengugat tidak hadir ini disebut dalam kitab fiqh dengan istilah al-mudda’y al-gaib sedangkan
putusan digugurkan disebut al-qada’u al-masqut.

4. Pihak Meninggal Dunia

Jika proses perkara perdata sedang berlangsung, kemudian salah satu pihak meninggal dunia,
baik pihak itu sendirian maupun gabungan, baik memakai kuasa atau tidak, jalannya perkara
tetap tidak terhambat, yaitu dilanjutkan oleh ahli warisnya masing-masing. Akan tetapi dalam
perkara yang tidak bisa dipindahkan ke lain orang seperi perkara gugatan cerai (oleh istri)
terhadap suami (tergugat), bila salah seorang dari suami istri tersebut meninggal dunia, maka
perkara tersebut dianggap selesai(gugur).

B. Perubahan dan Pecabutan Gugatan

HIR dan R.Bg tidak mengatur tentang perubahan gugutan yang telah diajukan oleh pengugat.
Oleh karena itu hakim leluasa untuk menentukan samapai sejauh mana perubahan itu dapat
dilakukan oleh pihak pengugat. Sebagaimana patokan ditentukan bahwa perubahan surat gugat
itu diperkenankan asalkan kepentingan kedua belah pihak harus tetap dijaga dan tidak
menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak apabila surat gugat itu dirubah oleh pihak
penggugat. Perubahan gugatan adalah merubah atau menambah gugatan dengan ketentuan
sebagai berikut (kussunaryatun : 1995: 53)

a. Perubahan gugatan tidak boleh merugikan pihak lawan

b. Perubahan gugatan tidak boleh menyimpang dari asas-asas hukum acara perdata

c. Perubahan gugatan tidak boleh menyimpang dari petitum atau tuntutan semula

d. Perubahan sebelum jawaban tergugat diperbolehkan tanpa izin terguga

e. Perubahan gugatan setelah jawaban tergugat harus dengan izin tergugat

f. Perubahan gugatan harus memberikan kesempatan kepada pihak lawan untuk membela
diri

g. Perubahan gugatan dengam mengurangi petitum tidak boleh.[2]

Pencabutan gugatan yang telah didaftarkan dan diperiksa di pengadilan dapat dilakukan oleh
pengugat dengan alasan sebagai berikut :

1. Tuntutan pengugat telah dipenuhi oleh tergugat

2. Adanya kekeliruan atau kesalahan dalam penyusunan gugatan

Syarat perubahan gugatan

Mahkamah agung dalam buku pedomannya menyebutkan persyaratan formil yaitu :

1. Pengajuan perubahan pada sidang pertama dihadiri tergugat


2. Memberi hak kepada tergugat menanggapi

3. Tidak menghambat acara pemeriksaan[3]

Dalam hal perubahan gugatan, dalam praktik peradilan sering terjadi dalam bentuk :

1. Diubah sama sekali, berarti gugatan itu diubah sama sekali baik posita maupun
petitumnya. Dalam hal ini, putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1043 K/Sip/1971 tanggal 3
Desember 1974 hanya mengizinkan perubahan gugatan terhadap hal-hal yang tidak prinsip
saja, tidak dibenarkan mengubah gugatan yang mengakibatkan terjadi perubahan pada posita
sehingga mengakibatkan tergugat merasa dirugikan haknya untuk membela diri.

2. Diperbaiki, maksudnya suatu perbaikan terhadap gugatan berarti hal-hal tertentu dari
gugatan itu bisa diperbaiki. Misalnya ada kekurangan kata,kalimat,kesalahan ketik atau
kelebihan kata-kata yang mesti harus dibetulkan.

3. Dikurangi,suatu gugatan dikurangi berarti ada bagian-bagian tertentu dari posita atau
petitum gugatan yang dikurangi. Dalam praktik peradilan, pengurangan dalam gugatan sering
dikabulkan oleh hakim karena peraturan perundang-undangan memperbolehkannya,misalnya
semula dalam gugatan empat bidang tanah,kemudian dikurangi menjadi dua bidang saja.

4. Ditambah, suatu gugatan ditambah berarti bagian posita atau petitum dari gugatan itu
ditambah. Hal ini bisa terjadi karena dalam posita sudah disebutkan tetapi dalam petitumnya
tidak dicantumkan, dengan demikian perku ditambah dalam bagian posita atau petitum atau
pada kedua-keduanya.[4]

Dengan demikian jelas, bahwa perubahan atau penambahan gugatan masih diperbolehkan
selama dalam tahap pemeriksaan dan belum memasuki tahap pemeriksaan dan belum
memasuki tahap kesimpulan dengan ketentuan sebagai berikut.

- Jika gugatan belum dibacakan maka perubahan gugatan tidak perlu mendapat
persetujuan tergugat.

- Jika gugatan sudah dibacakan dan tergugat telah memberikan jawaban, maka perubahan
gugatan hanya dapat dilakukan apabila telah mendapat izin dari tergugat.

- Perubahan tersebut masih dalam koridor posita gugatan.


Pencabutan gugatan yang telah didaftarkan dan diperiksa dipengadilan dapat dicabut sewaktu-
waktu dengan syarat sbg berikut :

1. Sebelum tergugat mengajukan jawaban, gugatan dapat dicabut tanpa izin tergugat

2. Apabila tergugat sudah mengajukan gugatan jawaban, gugatan dapat dicabut atas izin
tergugat.[5]

Gugurnya gugatan :

Jika pada hari sidang yang telah ditentukan salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dan
tidak mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap pada sidang tersebut, maka akan
diberlakukan persidangan dengan acara istimewa, sebagaimana yang diatur dalam pasal 124
dan 125 HIR.”bila pengugat telah dipanggil secara patut, namun tidak mengahadap pengadilan
negeri pada hari yang telah ditentukan,dan tidak pula menyuruh orang lain selaku wakilnya
untuk menghadap,maka gugatannya dinyatakan gugur dan pengugat tersebut dihukum
membayar biaya perkara. Namun demikian pengugat tersebut masih berhak memasukkan
kembali gugutannya sekali lagi,setelah membayar biaya perkara tersebut.”

Untuk perkara yang pengugat atau tergugatnya lebih dari satu orang, maka pemeriksaan
dengan acara istimewa tidak dapat diterapkan bila salah satu dari pihak tersebut ada yang hadir
dipersidangan tersebut.[6]Seseorang yang mengajukan gugutan bermaksud menuntut
haknya.kalau tergugat telah memenuhi tuntutan pengugat sebelum perkara diputuskan, maka
tidak ada alasan lagi untuk melanjutkan tuntutannya bagi pengugat. Oleh karena itu pengugat
sepenuhnya berhak mencabut tuntutannya.kemungkinan lain sebagai alasan pencabutan
gugatan ialah karena pengugat menyadari kekeliruannya dalam mengajukan gugatannya.[7]

Perubahan dan pecabutan gugatan diperkenankan,asal diajukan pada hari sidang pertama
dimana para pihak hadir,tetapi hal tersebut ditanyakan pada pihak lawan guna pembelaan
kepentingannya.Perubahan bersifat menyempurnakan,menegaskan atau menjelaskan surat
gugatan/permohonan dapat diijinkan,demikian dalam hal mengurangi gugatan.Perubahan
dan/atau penambahan surat gugat tidak boleh menjadi lain dari materi yang menjadi sebab
perkara antara kedua belah pihak tersebut.Demikian pula dalam hal penambahan tuntutan,
juga tidak dapat diijinkan.dalam hal yang demikian ini,maka surat gugatan harus dicabut kecuali
jika diijinkan oleh tergugat.Apabila terjadi perubahan pihak dan perubahan petitum,harus
dicatat dalam BAP dan dalam register induk perkara yang bersangkutan.,gugatan dapat dicabut
secara sepihak jika perkara belum diperiksa.tetapi jika perkara telah diperiksa dan tergugat
telah memberi jawabannya,maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dri
tergugat (pasal 272,271 R,V)
Apabila perkara belum ditetapkan hari sidangnya maka gugatan dapat dicabut dengan surat.
Pencabutan dapat pula dilakukan dengan lisan di muka sidang yang dicatat dalam berita acara
persidangan. Apabila perkara dicabut maka hakim membuat “penerapan” bahwa perkara telah
dicabut.pencabutan tersebut dicatat dalam register induk perkara yang bersangkutan pada
kolom keterangan,yaitu bahwa perkara dicabut pada tanggal berapa. Apabila pencabutan
dilakukan dalam sidang maka amarnya dicatat pada kolom amar putusan dalam register. Dan
untuk ini berlaku sebagai putusan hakim pada umumnya.[8]

Dalam hal terjadi perubahan gugatan, hakim harus memberikan kesempatan kepada tergugat
untuk membela kepentingannya. Oleh karena itu, pencabutan perkara di Peradilan Agama
berpedoman kepada ketentuan yang terdapat dalam pasal 271 RV dengan tata cara sebagai
berikut :

- Yang mengajukan permohonan pencabutan perkara adalah penggugat/pemohon atau


kuasanya.

- Jika gugatan/permohonan belum dibacakan maka pencabutan gugatan/permohonan


tidak perlu mendapat persetujuan tergugat/termohon.

- Jika gugatan/permohonan sudah dibacakan dan tergugat/termohon telah memberikan


jawaban,maka pencabutan gugatan/permohonan hanya dapat dilakukan apabila telah dapat
izin dari tergugat.[9]

KESIMPULAN

Dalam perkara perdata, kedudukan hakim adalah sebagai penengah diantara pihak yang
berperkara, ia perlu memeriksa (mendengar) dengan teliti terhadap pihak-pihak yang berselisih
itu. Itu sebabnya pihak-pihak pada prinsipnya harus semua hadir di muka sidang. Berdasarkan
prinsip ini maka di dalam HIR misalnya, diperkenankan memanggil yang kedua kali (dalam
sidang pertama), sebelum ia memutus verstek atau digugurkan. Jika salah satu pihak
berperkara meninggal dunia, maka akan digantikan oleh ahli warisnya terkecuali dalam kasus
perceraian.

Perubahan dan pecabutan gugatan diperkenankan,asal diajukan pada hari sidang pertama
dimana para pihak hadir,perubahan bersifat menyempurnakan,menegaskan atau menjelaskan
surat gugatan/permohonan dapat diijinkan,demikian dalam hal mengurangi gugatan. Dalam hal
terjadi perubahan gugatan, hakim harus memberikan kesempatan kepada tergugat untuk
membela kepentingannya.
Jika pada hari sidang yang telah ditentukan salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dan
tidak mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap pada sidang tersebut, maka gugatannya
dinyatakan gugur dan pengugat tersebut dihukum membayar biaya perkara. Namun demikian
pengugat tersebut masih berhak memasukkan kembali gugutannya sekali lagi,setelah
membayar biaya perkara tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arto,Mukti,praktek perkara perdata pada pengadilan agama.,yogyakarta pustaka pelajar 1996

Manan,Abdul.,Penerapan Hukum Acara Perdata.,Jakarta : Kencana 2005 Cet III.

Mertokusumo,Sudikno,Hukum Acara Perdata Indonesia ,Sh.Liberty yogyakarta 2006

Nasir,Muhammad Hukum Acara Perdata jakarta 2003 Djambatan

Rasyid ,Chatib dan Syaifuddin.,Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan
Agama.,Yogyakarta : UII Press 2009

Wahyudi ,Abdullah Tri.,Peradilan agama di indonesia, yogyakarta : pustaka pelajar 2004

Syahputra,Akmaluddin,Hukum Acara Perdata.Wal asri publishing,Medan 2008

Anda mungkin juga menyukai