Anda di halaman 1dari 24

BAB III

KONTRAK

3.1 Pendahuluan
Akhir-akhir ini begitu banyak bermunculan tipe-tipe kontrak pemborongan yang
umumnya disesuaikan dengan system pembiayaannya. Banyaknya corak ragam tersebut
merupakan kreasi para pelaku dalam bisnis konstruksi untuk menjawab tuntutan dari
pekembangan bisnis konstruksi itu sendiri . Produk-produk baru dari bidang kontrak
konstruksi tersebut ada yang merupakan kombinasi dari beberapa pola tradisional . Tetapi
banyak pula yang merupakan benar-benar produk yang sama sekali . Kiranya tipe-tipe
kontrak konstruksi seperti Build Operate Transpor (BOT), Build Operate Own (BOO),
dan lain-lain itu benar-benar merupakan model-model yang dahulu-dahulunya belum
pernah ada.
Maka karena itu , organisasi-organisasi yang menyibukkan dirinya untuk
membuat draft-draft kontrak konstruksi tersebut akhirnya harus terus menerus membuat
model-model kontrak yang baru , atau setidak-tidaknya menyesuaikan model yang yang
sudah ada dengan perkembangan-perkembangan yang baru dalam bisnis konstruksi
tersebut, Sebut saja kontrak –kontrak yang berlaku diindonesia . seperti kontrak kerja
konstruksi maupun kontrak internasional sebut saja FIDIC misalnya , yang merupakan
institusi yang cukup populer dibidang konstruksi itu juga terus menerus memantau
perkembangan bisnis konstruksi ini untuk kemudian di transformasikan kedalam model-
model kontrak konstruksi yang sudah ada ataupun menciptakan model-model kontrak
konstruksi yang baru . FIDIC antara lain menerbitikan condition for works of civil
engineering construction, serta Condition of contract for desaign build and turnkey.
Salah satu sebab mengapa begitu banyaknya variasi dari model-model kontrak
konstruksi karena pesatnya perkembangan suatu jenis pembiayaan “gaya baru” yang
disebut dengan “pembiayaan proyek” untuk proyek-proyek raksasa . yang akhirnya
membawa konsekuensi langsung terhadap perkembangan sektor

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


(sebagian teks hilang)
pertama pihak penyandang dana (bank-bank atau sindikasinya dan juga pihak lainnya
seperti asuransi, ahli manajemen, ahli pajak dan sebagainya. Karena itu ada pertimbangan
tertentu yang langsung mempengaruhi format dan materi suatu kontrak konstruksi itu.
Asalnya kontrak konstruksi dewasa ini haruslah diformulasi dan diberikan materi
sedemikian rupa sehingga menjadi benar-benar dapat dipahami semua elemen yang
dahulu-dahulunya kurang dipertimbangkan.

3.2 klasifikasi kontrak konstruksi


3.2.1 Klasifikasi dalam beberapa golongan
Dilihat dari beberapa segi, kontrak konstruksi dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa golongan sebagai berikut :
1. Dilihat dari cara penunjukannya , kontrak konstruksi dapat dibagi kedalam :
a) Kontrak konstruksi dalam negeri
b) Kontrak konstruksi internasional
Adapun dapat juga dibagi kedalam
a) Kontrak dengan menunjukkan langsung, dan
b) Kontrak dengan penunjukan secara lelang
2. Dilihat dari segi sumber dananya , maka suatu kontrak konstruksi dapat di bagi
kedalam :
a) Kontrak konstruksi dengan dana perusahaan instansi sendiri
b) Kontrak konstruksi dengan dana pinjaman dalam negeri
c) Kontrak konstruksi dengan APBN
d) Kontrak konstruksi dengan APBD
e) Kontrak konstruksi dengan Dana inpres ranpres
f) Kontrak konstruksi dengan biaya pinjaman luar negeri
3. Diliahat dari segi penyediaan dan tiap-tiap tahun anggaran maka suatau kontrak
konstruksi dapat diklasifikasikan kedalam kategori sebagai berikut:
a) Kontrak konstruksi dalam satu tahun anggaran
b) Kontrak konstruksi lebih dari satu tahun anggaran

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


4. Dilihat dari segi pemberi tuasnya maka suatu kontrak konstruksi dapat dibagi
menjadi :
a) Kontrak konstruksi dari perseorangan
b) Kontrak konstruksi dari swasta
c) Kontrak konsuksi dari pemerintah
5. Pembagian kontrak pekerjaan dilihat dari segi Macam pekerjaannya adalah
sebagai berikut:
a) Kontrak pekerjaam konstruksi
b) Kontrak pengadaan barang
c) Kontrak pekerjaan jasa
6. Ditinjau dari segi penunjukan pihak kontraktor , maka suatu kontrak konstruksi
dapat dibagi kedalam kategori sebagai berikut:
a) Kontrak dengan tender , yang biasanya merupakan kontrak dengan fixed
price basis , yaitu terdiri dari:
i. Kontrak denga unit price
ii. Kontrak dengan harga lamp sum
b) Kontrak dengan negosiasi antara boumcher dengan pemborong , baik secara
lump sum, unit price atau cost plus fee
7. Dilihat dari segi pembayaran kepada kontraktor, pada prinsipnya suatu kontrak
konstruksi dapat dibagi kedalam tiga golongan besar , yaitu sebagai berikut:
a. Lump – sum Contract
b. Cost – Reimburseable Contract
c. Unit – price Contract.

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


3.3 Type-type kontrak Konstruksi
Selain dari pengklasifikasian kontrak konstruksi seperti yang telah disebutkan di
atas maka dalam perkembangannya semakin lama semakin banyak ragam dan tipe kontak
konstuksi ini. Seirama dengan perkembangannya bisnis konstruksi itu sendiri, paling
tidak dlam praktek ada 20 macam tipe kontrak konstruksi yang tentunya satu sama lain
terkadang saling overlapping atau bahkan dalam proyek dapat digunakan kombinasi dua
atau lebih tipe kontrak konstruksi tersebut. Untuk itu akan ditinjau satu per satu dari 20
tipe tersebut.

3.3.1 Tipe Tradisional


Ini merupakan tipe konversional dari suatu kontrak konstruksi. Pembanyaran untuk
system ini biasanya dilakukan sebagai berikut:
a. Pembayaran secara lump sum.
b. Pergantian biaya dan fee (pengupahan).
c. Pembayaran harga per unit

Untuk pembangunan-pembangunan gedung/ proyek secara tradisional dan


sederhana sering menggunakan system ini. Dimana tidak banyk terlibat para pihak.
Umumnya yang ada hanyalah pihak Bouwheer dan pihak kontraktor (pus supplier).
Sementara fungsi-fungsi lainnya, seperti fungsi designer dilakukan sendiri oleh pihak
kontrktor atau oleh pihak bouwheer atau fungsi engineer, controller, contract
administrator, quantity surveyor yang dilakukan sendiri oleh pihak bouwheer.

3.3.2 Tipe Turnkey


Tipe kontrak “ Turnkey” (“Putar Kunci”) juga sudah sangat popular dalam
praktek pemborongan kerja. Untuk jenis kontrak turkey ini dengan variasi di sana sini
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Design and Build
b. Package deal
c. Build and Transfer
d. Sistem Building.

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


Tipe Design and Build sebenarnya masih satu kategori dengan tipe Package Deal
dalam suatu kontruksi. Bahkan dengan tipe Package Deal ini kepada pemborong dapat
juga diberi tugas satu paket misalnya untuk mencukupi kebebasan tanah konstruksi,
menyediakan finance dan menyewakan bangunan tersebut kepada pihak ketiga nantinya.
Type Turnkey ini dahulunya kurang popular di Eropa tetapi sangat popular di
Asia. Akan tetapi sudah mulai merata dipakai dimana-mana. Kontrak konstruksi tipe
Turnkey ini menempatkan pihak kontraktor untuk melakukan segala-galanya dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut, mulai dari permulaan mendesign proyek sampai
dengan menyerahkan proyek yang bersangkutan setelah proyeknya jadi (ready for use),
bahkan jua untuk masalah-masalah furnishing. Untuk beberapa proyek, tugas kontraktor
bahkan masuk juga pencarian lahan (seperti pembebasan tanah) sebelum masuk ke
permukaan desaignnya. Bahkan ada juga Turnkey kontraktor yang juga di beri tugas
untuk melakukan ………term maintenance work. Sehingga dilihat dari sisi ini,
sebenarnya tipr Turnkey contact pihak lain dari pengembangan dari system desaign &
build yang konvensional.
Dengan demikian, seluruh pekerjaan dilakukan atau dibebankan tanggung
jawabnya pada single contractor. Karena itu pula, sering disebut-sebut bahwa titik lemah
dari tipe Turnkey ini adalah keterbatasan dari pihak bouwheer untuk ikut terlibat dalam
mengawasi dimensi penggunaan dana dan waktu, kualitas, acstatika dan detil-detil
lainnya dari konstruksi yang bersangkutan. Untuk kontrak Turnkey ini model FIDIC
menyebutnya sebagai Design Build and Turnkey.

3.3.3 Tipe Kontrak Desaign and Build


Berbeda dengan system tradisional procurement di mana pada prinsipnya pihak
kontraktor hanya bertugas melakukan pekerjaan yang diberikan kepadanya sesuai kontrak
konstruksi yang bersangkutan, maka dalam system turnkey maupun tipe design and build
pihak kontraktor bertanggung jawab juga untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
(sebagian atau seluruh) yang berhubungan dengan design. Sehingga dalam hal ini tidak
dikenal pihak……….disebut Design Team.
JTC telah mengeluarkan Stabdart From of Contract With Contractor’s Design
(CI) untuk menjadi model kontrak seperti ini.

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


Ciri-ciri Kontrak design and build
Adapun yang merupakan cirri-ciri dasar dari tipe kontrak design and build adalah
sebagai berikut:
Harga kontrak merupakan model JCT yang cocok untuk tipe kontrak konstruksi
design ans build, maka dalam deal tersebut tidak terdapat dokumen yang disebut
Bills…………. Tetapi diganti dengan dokumen yang disebut Contract Sum Analysis.
Contract Sum Analysis ini lebih fleksibel dan dapat dibuat dalam bentuk apapun sesuai
dengan situasi dan kondisi proyek yang bersangkutan.
Disamping itu dalam deal yang bersifat design and build ini terkadang terdapat
dokumen yang disebut Guaranteed Maximum Price, sehingga kedua belah pihak lebih
terarah dalam menetapkan/ menegosiasi harga.
Syarat-syarat yang Ditetapkan oleh Pihak Bouwheer
Dalam type kontrek desaign and build ini, pihak bouwheer menyediakan beberapa
persyaratan tertentu untuk bangunan tersebut. Selanjutnya berdasarkan persyaratan
tersebut maka pihak kontraktor akan menyusun suatu Contractor’s Proposal yang
didalamnya sudah termasuk fabrikasi dan design. Sering kali terjadi negosiasi dengan
pihak bouwheer sesai dengan proposalnya pihak kontraktor, barulah kontrak
ditandatangani.
Kecilnya Peranan para Profesional
Dalam tipe kontrak design and build ini, tidak hanya pihak professional independen yang
terlibat. Di sana tidak ada pihak contract administrator atau arsitek untuk menengahi
perbedaan-perbedaan antara para pihak . Juga tidak ada pihak quantity surveyor. Dan
kalaupun mereka ada, peranannya tidak sebesar pada tipe-tipe ontrak konstruksi yang
konvensional.

Kelebihan dan kelemahan tipe design and build


Bagaimanapun juga, tipe kontrak design and build ini ada kelebihan dan
kekurangannya. Di antara kelebihan dari kontrak tipe design and build ini dapat
disebutkan sebagai berikut:
Single Poin Responsibility

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


Yang dimaksudkan adalah tanggung jawab hukum, dalam hal ini tanggung jawab dari
pihak kontraktor mencakup keseluruhan kegiatan dalam pembangunan proyek yang
bersangkutan. Tentu saja bagi pihak bouwheer, tanggung jawab seperti ni sangat
memuaskan. Dan juga dengan system tanggung jawab tunggal seperti ini berrti pihak
bouwheer tidak lagi menyandarkan diri pada pendapat pihak luar dan tidak lagi
memperbedakan antara design fault dengan apa yang disebut workmanslup. Hubungan
dan komunikasi dengan pihak kontraktor menjadi bersifat langsung, sehingga dalam hal
ini komunikasi menjadi semakin lancar, yang akhirnya dapat menghemat biaya dan
waktu yang cukup signifikan.

More Economic Building dan More Effektive Fabrication Process


Karena komunikasi antara pihak bouwher dengan kontraktor dalam system design
and build ini lebih direct dan intens, maka biasanya pelaksanaan proyek akan berjalan
lebih cepat dan lebih ekonomis.
Sementara itu, tipe kontrak Design and Build ini mempunyai juga kelemahan, antara
lain sebagai berikut:
(i) Dominasi Unsur Fabrikasi
Apabila antara unsure acstetik bertentangan dengan unsure fabrikasi maka
unsure fabrikasi cenderung dimenangkan dalam system design n build ini.
Dalam hal ini, unsure actetika biasanya tidak menjadi prioritas yang menjadi
penting bagi seorang pemborong.
(ii) Minimum Design Effort
Karena pihak kontraktor harus mendesign atau untuk bertanggung jawab
untuk mendesaign suatu proyek menyebabkan usaha untuk mendesign
biasanya dilakukan secara maksimal. Karena bias jadi di samping kekurangan
pengalaman untuk mendesign, tetapi juga unsure design ini belum tentu
ditempatkan oleh pihak kontraktor sebagai hal yang diproritaskan benar.

(c) Proyek yang Sesuai dengan tipe design and build


Tidak semua proyek cocok untuk diterapkan kontrak konstruksi tipe design and build
ini. Beberapa karekteristik dari proyek yang mesti diperhatikan sesuai dengan tipe
kontrak seperti ini adalah sebagai berikut:

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


- Apakah bouwher cukup familiar dengan konstruksi yang bersangkutan.
- Apa yang menjadi prioritas dalam proyek tersebut (biasa waktu, kualitas, fungsi,
dan lain-lain).
- Keperluan untuk membuat variasi terhadap persyaratan dalam pelaksanaan
pekerjaan.
- Kerumitan teknis dari proyek.
- Keperluan untuk start pelaksanaan proyek yang lebih awal.
- Model tanggung jab dan komunikasi

Resiko dalam tipe design dan build


Beberapa resiko yang mungkin timbul jika digunakan system konstruksi secara design
and build antara lain adalah sebagai berikut:
a. Waktu
Hal ini merupakan resiko bagi kontraktor. Sebab, setiap keterlambatan
penyelesaian proyek maka sebagai penggung jawabannya adalah kontraktor itu
sendiri. Sebaliknya hal tersebut dapat merupakan dorongan bagi kontraktor untuk
bekerja secara lebih bertanggung jawab, misalnya bertanggung jawab terhadap
tepat waktu tersebut.
b. Kualitas
Ada kemungkinan pelaksanaan pekerjaan dengan model design and bulding ini
akan menghasilkan produk pekerjaan yang kualitasnya kurang. Sebab
sungguhpun dalam model ini pihak kontraktor dapat juga menyewa pihak-pihak
professional seperti arsitek misalnya, tetapi karena tanggung jawab terletak pada
pihak kontraktor, ada kecenderungan bahwa pihak kontraktor akan melaksanakan
sendiri sebagian besar pekerjaan sungguhpun pihak kontraktor tersebut belum
tentu mempunyai kemampuan yang memadai untuk itu.
c. Penyelesaian pekerjaan
Memang pada prinsipnya baik pihak kontraktor maupun pihak bouwher
menginginkan agar pekerjaan dapat dilaksanakan secara tuntas. Akan tetapi
khususnya dalam system kontrak design and build biasanya ada banyak alas an

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


yang memang diberikan kewenangan oleh kontrak kepada pihak kontraktor untuk
memutuskan kontrak secara premature.
d. Wanprestasi oleh Kontraktor
Seperti telah dijelaskan bahwa kelebihan utama dari tipe kontrak design and build
ini adalah tanggung jawab dari pihak kontraktor secara single liability. Sehingga
apabila kontrak tidak terlaksana dengan semestinya (diluar keadaan force majeure
dan juga di luar kesalahan pihan bouwher) , maka pihak kontraktor sendiri yang
mesti bertanggung jawab. Sehingga bagi bouwher, tidk perlu harus memilah-
milah apakah default tersebut merupakan design fault………………………
e. Harga Kontrak dan Biaya
Resiko mengenai harga dan biaya dalam system design and build menjadi
tanggung jawab kontraktor. Karena itu, jika misalnya ada bahan ekstra yang harus
dibeli atau ada kenaikan harga atau defaluasi/inflasi semuanya itu menjadi
tanggung jawab pihak kontraktor.

3.3.4 Tipe Build Operate Transfer (BOT)


Tipe kontrak konstruksi Build Operate Transfer (BOT) sangat banyak
dipraktekkan orang dewasa ini. Yang dimaksudkan dengan kontrak BOT adalah kontrak
dimana pihak kontraktor menyerahkan bangunan yang sudah dibangunnya itu setelah
masa transfer. Sementara sebelum proyek itu diserahkan, ada masa tenggang waktu bagi
pihak kontraktor (misalnya 20 tahun) yang disebut dengan “masa konsesi” untuk
mengoperasikan proyek dan memungut hasil/ revenue sebagai imbalan dari jasa
membangun proyek yang bersangkutan. Dengan demikian proyek yang cocok untuk
diberikan system BOT adalah proyek-proyek yang menghasilkan revenue yang cepat.
Dan semakin cepat penerimaan revenue, semakin cepat pula masa operasi oleh pihak
kontraktor dalam system BOT tersebut sebelum diserahkan proyek yang bersangkutan
tersebut kepada pihak bounwher.
Beberapa cirri dari tipe BOT untuk suatu kontrak konstruksi khususnya yang
menyangkut dengan BOT untuk pembangunan jalan tol disebutkan sebagai berikut:

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


1. Investor harus mendirikan sebuah Perseroan Terbatas Patungan dan pihak
investor akan memegang saham bersama-sama dengan pihak pemerintah (PT Jasa
Marga). Jadi terdapat juga unsure-unsur joint operation.
2. PT. Patungan inilah yang berhak mengelola proyek (jalan tol) tersebut serta
memungut hasilnya selama jangka waktu konsesi.
3. Manajemen dilaksanakan oleh pihak investor sendiri .
4. Pihak investor akan mengusahakan pendanaan, baik secara equity ataupun dengan
cara loan, tetapi dalam hubungan dengan tidak boleh melibatkan pemerintah.
5. Deal BOT di bidang pembangunan jalan tol ini melibatkan beberapa perjanjian
sebagai berikut:
6. Perjanjian pokok, yakni yang mengatur pokok-pokok antara pihak pemborong
utama dengan pihak BUMN pemerintah (dari depertemen Pekerjaan Umum).
7. Perjanjian Usaha di antara para investor BUMN.
8. Perjanjian konsesi, dari BUMN pemerintah kepada PT PMA.
9. Project manajement Service Agreement yang merupakan perjanjian untuk
mengawasi pelaksanaan konstruksi jalan tol.
10. Material and Equipment Supply agreement untuk pembangunan jalan tol.
11. Joint Operation Agreement.
12. Subcontractor Agreement/ Subdupplier Agreement.
13. Manajement/ Technical Assistence Agreement.
14. Maintenance Agreement.

Sementara itu, untuk pembangunan proyek-proyek Pertamina yang meakai system BOT,
sering terlibat dokumen-dokumen sebagai berikut:
i. Engineering, Procurement and Construction Agreement, yakni yang mengatur
masalah pembangunan dan pembiayaannya
ii. Tetle Assignment, yang mengatur mengenai pengalihan proyek dari pelaksana
kepada pihak pemilik proyek.
iii. Assignment Revenue Agreement, yang mengatur pengalihan revenue proyek
sebagai cara membayar hutang, hutang tersebut dipakai untuk membangun
proyek yang bersangkutan.

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


Operation Agreement, yang mengatur pelaksanaan operasi proyek tersebut dan lai-
lain.
Tipe kontrak BOT dewasa ini memang sudah banyak dipraktekkan, misalnya untuk
pembangunan infrastruktur, seperti pembuatan jalan tol, pelabuhan laut, udara,
pembangunan pasar, gedung dan lain-lain.

3.3.5 Tipe Build Operate Own (BOO)


Berbeda dengan system BOT, dalam system Build Operate Own (BOO), setelah
selesai pembangunan proyek tersebut, maka kepemilikan proyek yang bersangkutan
justru beralih kepada pihak kontraktor, sementara dalam operasi. Pihak kontraktorwajib
membayar semacam sewa kepada pihak bouwheer. Dengan demikian, pihak bouwheer
hanya menerima imbalan sewa tersebut dalam masa operasi sebagai satu-satunya imbalan
atas peyerahan proyek yang bersangkutan untuk kemudian bahkan kepemilikannya
diserahkan kepada pihak kontraktor. Dibandingkan dengan system BOT, system BOO
tergolong jarang dilaksanakan.

3.3.6 Tipe Build Own Operate Transfer (BOOT)


Kadang kala dalam praktek konstruksi diketemukan pula tipe konstruksi yang
disebut tipe Build Own Operate Transfer (BOOT). Tipe ini merupakan perpaduan antara
tipe BOT dengan tipe BOO. Dengan system BOOT ini. Pihak kontraktor juga
mempunyai masa tertentu setelah selesainya pembangunan proyek untuk mengoperasi
sambil memungut hasil revenue sebagai imbalan dari jasanya dalam membangun proyek
yang bersangkutan. Bedanya dengan system BOT, dalam system BOOT kedudukan pihak
kontraktor dalam masa operasi tidak hanya sebagai operator saja, melainkan sudah
merupakan pemilik dari proyek yang bersangkutan, walaupun nantinya kepemilikan dan
penguasaan atas proyek tersebut setelah masa operasi diserahkan kembali kepada pihak
bouwheer.
Dengan demikian dalam masa operasi kedudukan pihak kontraktor lebih kuat dari
kedudukannya dalam system BOT. karena pada saat itu, kontraktor sudah merupakan
pemilik dari proyek yang bersangkutan. Ini penting artinya bagi kontraktor, misalnya

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


dalam hal pencarian dana dari pihak ke tiga, proyek tersebut sudah langsung dapat
menjadi jaminan hutangnya dan kedudukan krediturnya karenanya menjadi semakin kuat.

3.3.7 Tipe Build Own Transfer


Tipe ini mirip dengan system BOOT, hanya pada tipe ini lebih ditekankan pada
unsur kepemilikan dari pihak kontraktor sebelum proyek yang bersangkutan diserahkan
kepada pihak bouwheer. Karena pihak kontraktor memiliki proyek yang bersangkutan
selama belum diserahkan kepada pihak bouwheer, maka kontraktor yang bersangkutan
bebas untuk menggunakan proyek tersebut, termasuk menjadikannya sebagai jaminan
bhutang atau menyerahkan proyek yang bersangkutan untuk dioperasi oleh pihak ketiga
atau bahkan mengalihkan sama sekali proyek tersebut kepada pihak ketiga selama masa
proyek tersebut belum ditransfer kembali kepada pihak bouwheer.
Sementara yang mengoperasi proyek bisa pihak kontraktor (seperti pada tipe
BOOT) tetapi dapat juga pihak bouwheer (seperti dalam system BLT).

3.3.8 Tipe Build and Transfer (BT)


Dalam tipe build and transfer (BT) ini, kedudukan kontraktor hanya membangun
proyek tersebut. Setelah selesai dibangunnya proyek tersebut maka proyek yang
bersangkutan diserahkan kembali kepada pihak bouwheer tanpa hak kontraktor untuk
mengelolah/memungut hasil atau revenue dari proyek tersebut. Sebaliknya sebagai
imbalan untuk membangun proyek tersebut, pihak bouwheer memberikan imbalan
tertentu sesuai dengan kesepakatan. Bisa dihitung dengan “Cost plus fee” atau secara
Lump Sum. Dengan demikian, system build and transfer ini mirip dengan sistem “design
and build” yang memang sudahdiparktekkan secara meluas. Tipe BT ini mirip dengan
kontrak konstruksi tipe konvensional.

3.3.9 Tipe Build Transfer Operate (BTO)


Tipe Build Transfer Operate (BTO) ini sebenrnya merupakan variant dari system
BOT (Build Operate Transfer). Dalam system BOT, begitu selesai pembangunan proyek
tersebut, langsung saja proyek yang bersangkutan diserah terimakan kepada pihak
bouwheer. Dengan demikian segala resiko yang timbul setelah penyerahan menjadi

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


tanggung jawab sepenuhnya dari pihak bouwheer. Kemudian pihak Bouwheer
mempersilahkan pihak kontraktor untuk mengoperasikan proyek tersebut termasuk
memungut hasil/revenue dari proyek tersebut untuk jangka waktu tertentu. Jadi hal ini
berbeda dengan tipe BOT yang serah terima proyek baru dilakukan setelah berakhirnya
hak operasi dari pihak kontraktor selama masa operasi.

3.3.10 Tipe Build Lease Transfer (BLT)


Tipe Build Lease Transfer (BLT) ini adalah juga merupakan perkembangan dari
tipe BOT (Build Operate Transfer). Dalam tipe BLT ini, sama dengan system BOT. pihak
kontraktor juga menyerahterimakan proyek tersebut kepada pihak bouwheer setelah
berakhirnya masa hak operasi dari pihak kontraktor (misalnya setelah lewat masa 20
tahun). Akan tetapi selama masa operasi, pihak kontraktor tidak mengoperasi sendiri
proyek tersebut, tetapi justru diserahkan (secara sewa) hak operasi tersebut kepada pihak
bouwheer sendiri. Dengan demikian, selama masa operasi, pihak kontraktor akan
menerima bayaran sewa proyek, yang akan menjadi imbalan bagi jasanya dalam
membangun proyek tersebut.
Tipe BLT ini dipilih dengan berbagi pertimbangan, antara lain sebagai berikut ;
(a) Ada negara-negara yang hukumnya melareang pengoperasian dan pemilikan
proyek tertentu (misalnya proyek yang menyangkut: hajat hidup orang banyak)
kepada swasta. Dengan system BLT, pihak kontraktor swasta tidak memiliki
ataupun mengoperasikan proyek tersebut.
(b) Jika pihak bouwheer adalah pemerintah dan proyek yang bersangkutan tidak
menampakkan hasilnya/revenue yang sebanding dengan ongkos dalam
membangunnya. Karena itu, pihak kontraktor swasta hanya mendapatkan hak
sewa misalnya selama 20 tahun, di mana dengan harga sewa selama jangka waktu
tersebut diperkirakan dapat memnuhi ongkos-ongkos pembangunan tersebut. Dan
jika ternyata harga sewa tersebut lebih besar dari revenue yang didapat dari
proyek tersebut. Hal itu merupakan konsekuensi yang harus dipikul oleh pihak
bouwheer (misalnya pemerintah). Jadi ada semacam subsidi dari pihak bouwheer
pemerintah untuk proyek tersebut.

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


3.3.11 Tipe Joint Operation (JO)
Tipe kontrak konstruksi dalam bentuk Joint Operation (JO) atau dalam bahasa
Indonesia disebut “Kerja Sama Operasi” (KSO) juga sudah sangat popular dalam praktek.
Di Indonesia tipe kontrak seperti ini banyak dilakukan jika terlihat pemerintah sebagai
bouwheer. Sehingga dilakukan kontrak joint operation dengan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) binaan departemen di mana proyek tersebut terdapat.
Pada prinsipnya, tipe joint operation ini melakukan operasi proyek secara bersama
antara bouwheer dengan kontraktor dengan hasik dibagi diantara kedua belah pihak.
Apabila pihak bouwheer harus pula menaruh equitinya, maka dibentuk suatu joint
venture company, sehingga yang terbentuk adalah usaha patungan, sementara hasil akan
dibagi sesuai dengan sharenya masing-masing dalam perusahaan patungan tersebut
misalnya dalam bentuk dividend.
Maka dalam hal ini pihak kontraktor harus berhitung bahwa dia tidak akan berhak
pebuh untuk mengoperasi proyek, sehingga return yang diterimanya juga semakin kecil.
Hal ini mestinya dikover dengan pemberian hak untuk mengelolah oleh perusahaan
patungan atau oleh Badan Kerja sama Operasi (jika tidak berbentuk perusahaan
patungan)yang kadang-kadang juga disebut dengan “unit KSO”, dengan waktu yang
lebih panjang kecuali jika memang pihak bouwheer menaruh equtinya dalam bentuk riil
yakni tidak hanya dalam bentuk site lokasi dari proyek tersebut.
Biasanya setelah terbentuk badan kerjasama operasi atau perusahaan patungan,
maka badan atau perusahaan patungan ini akan mencari dana berupa pinjaman yang akan
dipakai sebagai dana untuk membangun proyek yang bersangkutan. Pinjaman tersebut
akan dibayar oleh badan kerja sama operasi atau perusahaan patung tersebut yang diambil
dari hasil operasi proyek yang bersangkutan. Dengan demikian, pihak kontraktor
berkewajiban menaruh equti dan bersama-sama dengan pihak bouwheer dengan pihak
bouwheer bila perlu mencari kontraktor lain atau menjadi subkontraktor untuk
menuntaskan pelaksanaan proyek yang bersangkutan. Jadi, dalam system joint operation
ini, pihak kontraktor dapat hanya berfungsi sebagai pemodal, atau berfungsi pemodal dan
kontraktor sekaligus atau hanya bertindak sebagai kontraktor semata-mata. Tentu
alternative apapun yang dipergunakan, kontraktor tetap berhak bersama-sama dengan

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


pihak bouwheer untuk mengoperasi bersama-sama proyek yang bersangkutan sekaligus
membagi hasil dari proyek tersebut.

3.3.12 Tipe Production Sharing


Tipe production sharing sering diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai
“kontrak Bagi Hasil”. Pada hal yang benar adalah “kontrak bagi produksi”. Tipe
production sharing ini merupakan tipe khusus dari kontrak konstruksi dalam pelaksanaan
proyek tertentu. Tipe ini lebih sering digunakan untuk satu proses pembangunan suatu
industry yang dapat menghasilkan sesuatu. Hasil yang didapati tersebut akan didapati
tersebut akan dibagi antara pihak owner dengan pihak pemborong. Di Indonesia, ada
keharusan menggunakan tipe production sharing terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
proyek-proyek pertamina dalam rangka pelaksanaan tugas swasta yang berkenaan dengan
minyak dan gas bumi. Dalam hal ini yang melakukan eksploitasi minyak dan gas bumi
misalnya, maka pihak swasta diharuskan untuk terlebih dahulu menyetor kepada Negara
(ke kas Negara) sejumlah presentase tertentu dari hasil bersih yang diperoleh. Sisanya
baru dibagikan antara kontraktor dengan pihak pertama dengan system production
sharing.
Berbeda dengan kontrak karya ( untuk bidang pertambangan selain minyak dan
gas bumi), maka untuk kontrak production sharing tidak diperlukan persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat terlebih dahulu. Yang diperlukan hanyalah persetujuan dari
Presiden RI. Walaupun masih tetap ada kewajiban dari pemerintah untuk melaporkan
seluruh kontrak production sharing yang telah disetujui kepada DPR.
Sepeerti telah dijelaskan bahwa untuk pertambangan minyak dan gas bumi wajib
memakai system kontrak production sharing.

3.3.13 Tipe Construction managemengt


Yang perlu diperhatikan di sini bahwa tipe management contract (management
contracting) adalah berbeda dengan apa yang disebut dengan tipe Construction
Management. Perbedaannya yang utama adalah bahwa dalam tipe Construction
Management, pihak bouwheer berhubungan kontraktual langsung dengan semua
specialist dan trade contractors. Agar dapat mengkoordinasi kontrak, maka pihak

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


bouwheer mempekerjakan pihak manager konstruksi yang akan bertindak dan berperan
sebagai konsultan. Jadi dalam tipe construction management ini, pihak bouwheer
menunjuk construction management contarctor dan construction management contarctor
ini kemudian menunjuk design team.
Akan tetapi dapat dikatakan bahwa antara tipe management contract dengan
contracting management tersebut secara keseluruhan tidaklah jauh berbeda. Pada
prinsipnya, perbedaan tidak banyak terletak pada pasal-pasal dalam kontraknya, akan
tetapi banyak perbedaan terletak pada penerapan prinsip-prinsip manajemen.
Tipe constraction management tersebut pada prinsipnya cocok diterapkan
terhadap proyek yang mempunyai beberapa atau semua ciri-ciri yang juga mirip ciri-ciri
untuk tipe management contract, yaitu sebagai berikut (Murdch, Jhon. 1992 : 320).
(1) Pengalaman Dan Pengetahuan Pihak Bouwheer
Karena pihak bouwheer akan mengambil peranan yang aktif selama proses
konstruksi, maka pihak bouwheer mesti paham akan konstruksi, tidak hanya
terdapat hasil dari konstruksi tetapi juga terhadap proses pembangunan itu sendiri.
Di samping itu bouwheer mestinya juga mengenal beberapa atau seluruh tim
professional. Lebih baik jika pihak bouwheer misalnya pernah bekerja pada
sebagai kontraktor atau sebagai konsultan.
(2) Penghematan Waktu Dan Biaya
Resiko yang terbit dari proyek umunya berupa penggunaan waktu dan biaya
efisien, misalnya jika pihak bouwheer adalah sector swasta yang memerlukan
bangunan komersial. Dalam hal ini, pihak bouwheer haruslah membuat bebrapa
keputusan yang jelas dan tegas tentang resiko yang menyertai proyek yang
bersangkutan. Dan semua pihak yang terlibat haruslah menyadari bahwa dengan
pemilihan tipe konstruksi secara constraction management ini, penyelesaian
secepat-cepatnya menjadi faktor yang penting dibandingkan jika dipilih-pilih tipe-
tipe lainnya. Di samping itu, efisiensi biaya juga mesti diperhatikan.
(3) Techbical Complexity
Tipe constraction management cocok dipakai jika secara teknis, proyek tersebut
terbilang complicated, dan melibatkan teknologi yang beragam dengan subsistem-
subsistemnya. Karena, proyek yang complicated perlu diawasi dengan

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


management yang organic, buakn yang hierarkhis. Sehingga diperlukan system
procurement yang memberikan peluang agar para pihak dapat lebih dinamis dan
fleksibel.
(4) Variasi Minor
Jika pihak bouwheer membutuhkan hak untuk membuat variasi (minor) terhadap
persyaratan-persyaratan yang sudah ada ketika berlangsungnya pembangunan
proyek tersebut, maka cocoklah memilih system construction management
tersebut. Dari segi ini, tipe ini menyerupai model procurement tradisional. Jika
tidak terlalu dibutuhkan perubahan-perubahan seperti ini, maka tipe-tipe yang lain
akan lebih cocok, seperti misalnya tipe design and build.
(5) Pemisahan antara Design dengan Management
Sifat dari proyek adalah sedemikian rupa sehingga layak untuk memisahkan
tanggung jawab professional antara faktor design dengan faktor management.
Memang tidak semua proyek layak untuk dipisahkan antara design dengan
manajemennya berhubung design tersebut kadangkala merupakan bagian yang
intiristik dari manajemen. Jika demikian adanya maka tipe construction
management bukan pilihan yang tepat. Tetapi jika design pantas untuk dipisahkan
dengan manajemennya, maka fungsi koordinasi menjadi penting artinya.
Sehingga dalam hal yang demikian, lebih tepat untuk dipilih tipe constraction
management ini.
(6) Strat di lapangan yang lebih dini
Pihak bouwheer memerlukan early start di lapangan untuk proyek tersebut.
Karena itu setiap masalah fundamental yang berkenaan dengan design sudah
terlebih dahulu tuntas dipecahkan sedini mungkin, seperti yang terjadi dengan tioe
constraction management ini.
(7) Pentingnya Nilai Uang
Bagi bouwheer, faktor pertimbangan biaya menempati kedudukan penting. Tetapi
pengawasan terhadap biaya tersebut lebih penting untuk mengamankan “value
and money” ketimbang untuk menekan seirit mungkin biaya yang dikeluarkan.
Karena itu, selain dengan cara negoisasi management dalam konstruksi tersebut

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


harus pula diberi wewenang, bila diperlukan untuk melakukan tender-tender
pekerjaan.

Sejarah dan Perkembangan Tipe Construction Management


Tipe construction management ini berasal dari Amerika Serikat. Berkembangnya
tipe ini didorong oleh adanya kebutuhan untuk membangun proyek yang complicated
secara cepat tetapi reliable. Hal tersebut mengundang adalah merupakan kepentingan
pihak bouwheer untuk sedapat mungkin menghemat biaya yang keluar. Pada sistem
direet contrak antara bouwher dengan trade contrak, tidak terdapat intervensi oleh
mekanisme administrsi seperti yang terdapat dalam tipe generasi contracting.
3.3.14 Tipe Project Management
Dalam tipe Project Management ini, pihak bouwheer menunjuk seorang
professional advisor ini kemudian manunjuk pihak design colsultant yang cocok, dan
mengankat pihak kontraktor untuk mengerjakan pekrjaan tersebut.
Tipe Project management ini sesuai sekali untuk proyek-proyek building
danengineering yang benar-benar. Fungsi manager dalam hal ini adalah untuk
mengkoordinasi program design dari program kontruksi.
Untuk jelasnya, mengenai hubungan antara pihak dalam tipe Project Management ini
dapat dilihat dalam bahan berikut:
KEDUDUKAN ANTARA PIHAK DALAM TYPE PROJECT MANAGEMENT

CLIENT

PROJECT MANAGER

CONSULTANTS
CONTRACTOR ARCHITEC

QUANTITY SURVERYOR

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


3.3.15 Tipe Fast Tracking
Dengan memiliki tipe kontrak konstruksi Fast tracking maka, dalam satu proyek
akan dibuat kontrak secara multiple. Karene itu biasamya tipe ini akan digunakan untuk
proyek-proyek berskala besar. Misalnya kontrak dibgi-bagi masing-masing menurut
phase dari pembangunan. Adakontrak pembagian untuk pondasi saja. Kemudian
dilanjutkan dengan kontrak lain untuk melaksanakan pembangunan selanjutnya untuk
proyek pembangunan bersangkutan. Jadi, misanya yang satu tahap sedang di desing
tetapi tahap yang lain bahkan telah selesai atau sedang dibangun. Factor positif dari tipe
kontrak fast tracking ini adalah dapat menghemat waktu pelaksanaan pembangunan dari
fase awal sampai fase penyerahan secara menyeluruh. Tetapi dengan tipe ini akan
dipertatuhkan efisiensi dari segi biaya dan kualitas.

3.3.16 Tipe Meansured Term


Tipe Measured Term ini dapat diterapkan untuk pembangun sejumlah
pembangunan yang berbeda-beda, biasanya digunakan dalam hal pembangunan
Mamtenance Work. Setelah pekerjaan dirampungkan, maka dilakukan pembayaran
dengan menggunakan rate dari schedule yang telah disetujui.

3.3.17 Tipe Serial Tender


Sebagaimana kita ketahui pemenang tender berhak untuk membangun proyek
yang dimenangkan tersebut . akan tetapi dalam tipe serial tender, maka ditentukan bahwa
jika ada proyek: yang serupa dikemudian hari, si pemenang tender tersebut juga
berhak,tanpa melalui tender baru. Tentu dengan penyesuaian-penyesuian, seperti
penyesuaian harga kena inflasi. Dapat saja ditentukan bahwa kontrak bahwa
pembangunan proyek selanjutnya tidak diberikan seandainya performamce dari
pemborong dalam pekerjaan tidak memuaskan pihak bouwheer.
Tipe serial tender ini cocok untuk pekerjaan yang dilakukan secara repetitive atau
unit per unit baik untuk pembangunan gedung atau industry.

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


3.3.18 Tipe Management Free Contract
Tipe management free contrak merupakan tipe kontruksi dalam pihak kontrakror
setuju untuk mengejakan proyek dan sebagai imbalannya pihak bouwheer akan
membayar free plus biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak kontraktor tersebut.
Kadang-kadang dibarengi pula dengan apa yang disebut Targat Cost yakni yang
merupakan insentif di mana apabila pihak kotraktor dapat melakukannya apabila
mencapai target tertentu, misalnya dalam waktu sekian bulan. Maka kepada pihak
kontraktor akan diberikan fee tambahan. Keuntungan dan kerugian dari tipe management
fee contract ini sama dengan yang terdapat dalam tipe cost plus contract.

3.3.19 Tipe Bulk Purchase Agreement


Tipe bulk purchase agreement ini merupankan kontrak diman ditentukan bahwa
pembelian bahan-bahan bangunan yang sudah standar dilakukan dengan pihak supplier
tertentu dengan harga yang sudah ditentukan (biasanya dengan harga discount). Pihak
bouwheer melakukan negosisi dengan pihak supplier untuk memesan barang-barang
tertentu yang sudah standar yang kapan-kapan diperlukan nantinya dalam proses
pembangunan proyek yang bersangkutan. Biasnya model kontrak ini digunakan untuk
proyek industry yang banyak menggunakan komponen yang sudah standar.

3.3.20 Tipe Meansurement Contract


Dalam tipe kontrak seperti ini, maka pihak kontrak di bayar untuk pekerjaan yang
dilakukannya dengan cara mengukur pekerjaan yang telah dilakukkan. Misalnya
dilakukan dengan cara mengukur dilapangan terhadap jumlah pekerjaan yang telah
dilakukan dikalikan rate seperti yang telah dijanjikan. Pelaksanaan pengukuran dapat
dilakukan baik oleh Quality Surveyor dari pihak bouwheer, oleh surveyor dari pihak
kontraktor, ataupun oleh estimator.

3.3.21 Tipe Cost Reimbursement


Dengan kontrak yang memakai tipe cost reimbursement ini, pihak kontraktor akan
mandapat bayaran berdasarkan pergantian biaya yang dikeluarkan plus profit/fee buat
kontraktor karena itu , kontrak model ini tidak dapat dilakukan dengan satu tender karena

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


tidak diketahui sebelumnya berapa pengeluaran selurhnya ini merupakan titk kelemahan
dari tipe ini disamping kemungkinan akan borosnya biaya , karena pihak kontraktor tidak
begitu berkepentingan dengan masalah penghematan baiya karena itu pula, tipe kontrak
cost reiburtsement ini hanyan pergunakan dalam keadan-keadaan khusus saja, misalnya
dalam hal :
1. Ketika teknologi baru sedang digunakan
2. Ketika karakter atau ruang lingkup dari pekerjaan belum dapat dipastikan benar,
sehingga tidak mungkin atau tidak praktis untuk dibuat drawing atau spesifikasi yang
lengkap sebelum mulai opersi pembangunan proyek.
3. Ketika ada hubungan special antara pihak bouwheer dengan pihak kontraktor
4. Dalam proyek-proyek yang bersifat emergency

Selai itu, perlu pula diperhatikan bahwa ada beberapa factor penting yang perlu
diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a) Penetapan fee
Harus ada kesepakatan yang jelas tentang metode penetapan fee yang akan dipakai.
Dan juga beberapa jumlah fee yang akan dibayar tersebut. Disamping itu,
bagaimana pula jumlah fee jika ada perubahan yang besar dari rencana semula.
b) Metode accounting
Demikian juga mesti terlebih dahulu ditetapkan metode accounting yang mana akan
diterapkan dalam manghitung fee nantinya. Demikian juga dengan pembayaran
pajak,asuransi,depresiasi,dan lai-lain.
c) Prosedur sub kontrak
Harus pula ditetapkan bersama bagaimana prosedur penetapan subkontrak dan apa
syarat-syaratnya. Biasanya disyaratkan dengan metode CompetitiveLump Sum atau
Unit price atau subkontrak .
d) List dari cost item yang akan dibayar(reimburse)
List dari cost/ item yang akan dihitung untuk reimbursement juga menjadi sangat
penting untuk didiskusikam terlebih dahulu sehingga nantinya dapat memuaskan di
kedua belah pihak

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


Ternyata dalam prakek terdapat beberapa macam metode untuk menghitung cost
reimbutsement ini untuk kemudian diberikan kepada pihak kontraktor. Paling tidak ada
tiga cara seperti dbawah ini :
1) Cost plus fixed fee
Dalam model ini pihak kontraktor juga akan dibayar kembali seluruh biaya yang
telah dikeluarkanditambah dengan fee pihak kontraktor, yang telah ditetapkan
angka yang pasti sebelum proyek berlangsung
2) Cost plus percentage
Dalam model ini, kepada pihak kontraktor dibayar selueuh cost yang telah
dikeluarkan plus profit bagi kontraktor yang telah dihitung dari persentase tertentu
dari jumlah cost tersebut. Yang dimaksud dengan cost disni adalah yang termasuk
tetapi tidak terbatas pada upah buruh,overhead,materialist,plant, dan biaya untuk
subkontraktor. Jika model ini yang digunakan, maka perhitungan uang yang
harus dibayar kepada pemborong relative murah. Akan tetapi, sistem ini
mempunyai kelemahan utama berupa kecenderungan bagi pemborong untuk
melakukan mark-up terhadap cost yany telah dikeluarkan oleh pihak kontraktor.
Denga demikian dia akan mandapat pergantian biaya yang lebih besar disbanding
angka rill dari presentase juga semakin besar
3) Cost plus variable fee
Dalam sistem ini, disamping akan dibayar seluruh biaya yang telah dikeluarkan
oleh pihak pemborong dibayar juag fee kontraktor yang ter bagi balan dua bagian,
yaitu fixed amount dan variable amount yang sangat tergantung pada huhungan
antara target cost dengan actual cost
4) Incentf contrsk
Sistem incentive contrak ini menyediakan incentive tertentu misalnya(apa yang
disebut “ target fee atau “bonus”). Bagi kontraktor yang dapat menyeleasikan
proyeknya dengan cosct Yang lebih dari targaet cosct. Misajnya saving yang
timbul akibat dari perbertaan antara tafget cost dengan actual cost tersebut akan
dibagi-bagu secara fifty-fifity. Demikian juga sebaliknya, jika ternyata actual cost
lebih mahal dari target cost,maka kenakan sanksi tertentu bagi pihak kontraktor.
Sistem incetif ini juga dapat dilekatkan dengan waktu pelaksanaan proyek,

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


terutama factor waktu tersebut memegang peranan penting bagi bouwheer.
Artinya apabila klausula dalam variasi dari kontrak tersebut,sehingga karena cost
juga menjadi berubah.
Yang penting adalah disediakan mekanisme adjustment bagi kontrak jika terjadi
hal-hal sebagai berikut :
a. Jika ada variasi terhadap kons truksi yang bersangkutan
b. Jika ternyata data yang disediakan tidak ada yang akurat
c. Jika kontrak berhadapan dengan rintangan alamiah yang tidak di prediksi
sebelumnya
d. Jika terjadi perubahan policy, kondisi atau regulasi yang bersekuensi terhadap
perubahan kontruksi yang bersangkutan.

Revision of cost berbeda dengan adjustment of cost. Dengan revision


dimaksudkan adalah bahwa perubahan pada cost tersebut bukan disebabkab oleh adanya
perubahan –perubahan yang mempengaruhi terhadap cost dari satu kontrak sedangkan
konstruksinya sendiri tidak berubah. Misalnya perubahan cost karena adanya devaluasi
mata uang, inflasi , perubahan dibidang policy, pajak, tarif, sehingga jelas diperlukan
suatu revisi tertentu terhadap kontrak bersangkutan.

3.4 Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak

Senarnya banyak pihak yang terlibat dalam suatu pelaksanaan kontrak kontruksi,
sungguh pun biasanya yang menjadi pihak utama yakni pihak yang menandatangani
kontruksi adalah :
 Pihak pemberi kerja, yang biasa disebut bouwheer, aanbesteder, owner, employer,
client, buyer, pemberi tugas yang memborongkan, prisipal pemimpin proyek dll.
 Pihak pemborong yang juga disebut denga istilah annamar, kontraktor, rekanan,
developer, dll.

Selain dari pihak utama (bouwher dan kontraktor) tersebut maka dalam suatu
kontrak konstruksi sering terlibat juga pihak-pihak lainnya yang biasanya yang tidak
menandatangani kontrak konstruksi dengan pihak boouwher sebagiannya yang tergolong

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi


pihak yang profesional. Diantara pihak lain selain pihak utama tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Himpunan profesi
2. Penasehat khusus
3. Penasehat ahli (profesional advisor)
4. Ahli pemakai (user)
5. Konsultan utama
6. Arsitek/perencana
7. Ahli interior
8. Ahli sipil & Struktur
9. Ahli Geoteknik
10. Ahli mekanik
11. Quantity Surverior
12. Value Engineer
13. Proof – engineer
14. Insurance Company
15. Kontraktor/suplier
16. Ahli managemen konstruksi
17. Lembaga Quality Kontrol
18. Ahli hukum
Dll.

Aspek Hukum Dalam Industri Konstruksi

Anda mungkin juga menyukai