Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

DIETETIKA PENYAKIT TIDAK MENULAR


"Proses Asuhan Gizi pada Pra dan Pasca Bedah"

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

Alifah Zahrani Putri (1913211004)


Dita Yuliarta (1913211018)
Febby Wardatul Jannah (1913211022)
Feronika (1913211023)
Hendriawan (1913211024)
Marisa Aulia Tunnisa (1913211030)
Nurul Hafizah (1913211038)
Rahmawati (1913211041)
Ritahul Jana (1913211043)

Dosen Pengampu:
Nurhamidah, SKM, M. Biomed

PROGRAM STUDI S1 GIZI


UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Proses Asuhan Gizi pada Pra dan Pasca Bedah” guna memenuhi tugas
kelompok Dietetika Penyakit Tidak Menular.

Kami menyadari bahwa didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah-makalah kami di lain waktu.

Harapan yang paling besar dari kami ialah semoga makalah ini dapat
bermanfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang yang membaca
makalah ini sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Padang, 12 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2
A. Pengertian dan Klasifikasi....................................................................................................2
B. Manifestasi Klinis Stress......................................................................................................3
C. Metabolisme.........................................................................................................................4
D. Patofisiologi..........................................................................................................................4
E. Penatalaksanaan Diet Pada Pasien Bedah.............................................................................4
F. Proses Asuhan Gizi Terstandar pada Pasien Pra dan Pasca Bedah....................................12
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Operasi atau pembedahan adalah suatu penanganan medis secara invasif yang
dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit, injuri, atau deformitas tubuh
yang akan mencederai jaringan yang dapat menimbulkan perubahan fisiologis tubuh dan
mempengaruhi organ tubuh lainnya.
Pasien pasca bedah memerlukan asuhan gizi khusus untuk percepatan
penyembuhan luka,pemulihan, dan mencukupkan asupan gizi. Terlebih pada kasus pasien
pasca bedah dengan hemikolektomi dan reseksi ileum yang memepengaruhi fungsi
saluran cerna. Asuhan gizi terstandar dilakukan dengan pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein (TKTP) untuk menurunkan kadar sel darah putih, meningkatkan kadar
albumin, serta menormalkan berat badan.
Penatalaksanaan nutrisi pada pasien paska bedah sering dilupakan, padahal pasien
memerlukan penambahan kalori akibat terjadinya stres metabolisme. Penatalaksanaan
nutrisi merupakan prioritas untuk mengurangi kehilangan gizi selama periode
hipermetabolisme dan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pengaruh pembedahan terhadap metabolisme paska bedah bergantung pada berat
ringannya pembedahan, keadaan gizi pasien paska bedah, dan pengaruh pembedahan
terhadap kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorpsi zat-zat gizi. Setelah
pembedahan, sering terjadi peningkatan ekskresi nitrogen dan natrium yang dapat
berlangsung selama 5-7 hari atau lebih. Peningkatan ekskresi kalsium dapat terjadi
setelah bedah besar, trauma kerangka tubuh, atau setelah lama tidak bergerak
(imobilisasi). Demam dapat meningkatkan kebutuhan energi, sedangkan luka dan
perdarahan meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C, serta cairan.
Data WHO menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad, perawatan bedah
telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia. Setiap tahun
diperkirakan ada 234,2 juta tindakan bedah dilakukan di seluruh dunia. Hasil berbagai
penelitian yang dilakukan di negara maju maupun berkembang, ditemukan angka
prevalensi malnutrisi di rumah sakit mencapai 40%, Swedia 17-47%, Denmark 28%, dan
di negara lain seperti Amerika dan Inggris angkanya antara 40-50%. Studi di Asia
Tenggara seperti di Malaysia mengungkapkan bahwa 71,4% pasien mengalami
hipoalbuminemia selama periode rawat inap.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pembedahan dan apa saja klasifikasinya?
2. Apa saja manifestasi klinis stress?
3. Bagaimanakah metabolisme pra dan pasca bedah?
4. Bagaimanakah patofisiologi pra dan pasca bedah?
5. Bagaimanakah penatalaksanaan diet pada pasien bedah?
1
6. Bagaimana proses PAGT pada pasien pra dan pasca bedah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pembedahan dan apa saja klasifikasinya
2. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis stress
3. Untuk mengetahui bagaimanakah metabolisme pra dan pasca bedah
4. Untuk mengetahui bagaimanakah patofisiologi pra dan pasca bedah
5. Untuk mengetahui bagaimanakah penatalaksanaan diet pada pasien bedah
6. Untuk mengetahui bagaimana proses PAGT pada pasien pra dan pasca bedah

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Pengertian dan Klasifikasi
Pembedahan atau operasi adalah semua tindak pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.
Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah
bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka (R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1996).
Klasifikasi dan tindakan pembedahan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

B. Manifestasi Klinis Stress Pada Pra dan Pasca Bedah


Istilah respons terhadap cedera menggambarkan dampak biokimiawi dan
hormonalakibat cedera mayor, trauma, pembedahan dengan atau tanpa infeksi, serta
perubahan giziyang berdampak klinis begitu besar.

3
Respons terhadap trauma mencakup perubahan endokrin, metabolik dan
imunologis. Derajat keparahan dari perubahan ini berhubungan dengan jumlah paparan
stress yang terjadi. Manifestasi klinis respons tubuh terhadap stres melalui tiga fase.
a. Fase ebb atau penurunan laju metabolik
Fase ebb terjadi segera setelah terjadi stress baik itu trauma, infeksi atau
sepsis yang berlangsung 2-48 jam yang ditandai dengan perode syok berupa
hipovolemia dan penurunan oksigen jaringan, penurunan volume darah yang
menyebabkan penurunan curah jantung dan produksi urin, bila pasien dapat
melewati fase ini maka akan memasuki awal fase flow.
b. Fase flow/fase katabolik atau respon akut
Fase flow ditandai dengan respons metabolik berupa hipermetabolisme,
katabolisme dan perubahan respons imun serta hormonal.Efek katabolik biasanya
terjadi pada jaringan tepi seperti otot, lemak, kulit yang digunakan untuk respons
penyembuhan luka. Asam amino memegang peranan penting bukan hanya dalam
sintesis protein fase akut akan tetapi juga untuk penyembuhan luka dan
penyembuhan dari penyakit.
Transisi dari fase katabolik ke tahap anabolik tergantung dari derajat
keparahan luka. Transisi ini dapat terjadi sekitar 3-8 hari pasca pembedahan
elektif yang tidak ada komplikasi. Akan tetapi, dapat terjadi beberapa minggu
pasca trauma berat dan sepsis. Fase transisi ini diketahui sebagai fase withdrawal
dan ditandai dengan adanya penurunan ekskresi nitrogen dan keseimbangan
potassium-nitrogen. Bila pasien dapat melalui fase ini, selanjutnya memasuki fase
flow berupa fase anabolik.

c. Fase anabolik atau respons aditif


Fase anabolik terjadi setelah akhir dari fase flow. Secara klinis, fase ini
akan ditandai dengan adanya diuresis (kencing) dan adanya permintaan untuk
intake oral. Fase anabolik dapat terjadi beberapa minggu hingga beberapa bulan
yang tergantung dari suplai nutrisi dan kapasitas penyimpanan protein.
Keseimbangan nitrogen positif ditandai dengan peningkatan sintesis protein dan
peningkatan cepat berat badan dan kekuatan otot. Akhir dari fase flow ditandai
dengan pemulihan respons terhadap stres dan timbul proses anabolik serta laju
metabolisme kembali normal.

Respon fase terhadap stress

4
C. Metabolisme
Respons metabolik yang timbul pada pra dan pasca bedah yaitu reaksi simultan
terhadap respons imunologik dan neuroendokrin. Manifestasi dari respons metabolik
adalah hiperglikemia, katabolisme protein dengan pemecahan otot tubuh sehingga terjadi
keseimbangan protein menjadi negatif dan pemecahan lemak yang meningkat.
Pengaruh pembedahan terhadap metabolisme pasca bedah tergantung berat
ringannya pembedahan,keadaan gizi pasien prabedah,dan pengaruh pembedahan
terhadap kemampuan pasien untuk merencana dan mengabsorpsi zat-zat gizi.
Setelah pembedahan sering terjadi peningkatan eksresi nitrogen dan natrium yang
dapat berlangsung selama 5-7 hari atau lebih pasca bedah. Peningkatan eksresi kalsium
teeerjadi setelah operasi besar,trauma kerangka tubuh atau setelah lama tidak bergerak
(imobilisasi).
a. Metabolisme Energi
Ada perbedaan antara body energy expenditure (BEE) pada orang sehat dengan
yang mengalami trauma. Pada keadaan sehat, pria dewasa 70 kg total energi yang
dibutuhkan adalah 1800 kkal/hari. Laju metabolisme basal 85% untuk kebutuhan
enzim dan pompa ion sedangkan 15% untuk kerja jantung dan paru. Sebaliknya 24
jam setelah trauma atau pembedahan sedang kebutuhan energi meningkat 10–30%,
aktivitas fisik menurun, produksipanas meningkat dan laju metabolisme basal juga
meningkat baik enzimatik maupun kerja kardiorespirasi. Skema kebutuhan energi
pada orang normal dan pasca trauma seperti pada gambar berikut :

5
b. Metabolisme Karbohidrat
Pada keadaan normal sumber energi utama adalah glukosa yang masuk ke dalam
sirkulasi, bisa dari dalam (glikogenolisis dan glukoneogenesis) atau dari luar (saluran
cerna atau intravena). Glukosa akan dimetabolisme menjadi CO, air dan energi (ATP)
atau dikonversi dan disimpan dalam bentuk glikogen atau menjadi lemak. Insulin
memudahkan serapan glukosa pada sel, merangsang sintesis glikogen dan menekan
glukoneogenesis sebaliknya katekolamin, glukagon dan kortisol merangsang
glikogenolisis dan glukoneogenesis hepatik sehingga ketiganya disebut hormon
kontra insulin.
Hiperglikemia merupakan respons metabolik yang paling menonjol setelah terjadi
stres atau trauma. Awalnya hiperglikemia terjadi karena mobilisasi cadangan
glikogen hati. Hiperglikemia ini menetap karena terjadi peningkatan produksi glukosa
tanpa diimbangi pembersihan glukosa. Produksi meningkat selain dari pemecahan
glikogen juga terjadi pembentukan glukosa dari asam amino, laktat, gliserol dan
piruvat. Asam amino berasal dari pemecahan protein otot, laktat dan piruvat berasal
dari glikogenolisis dan glikolisis di otot sedangkan gliserol berasal dari metabolisme
trigliserida. Insulin sebenarnya juga meningkat akan tetapi terjadi resistensi di perifer
sehingga kadar glukosa tetap tinggi, selain itu diduga terjadi sekresi hormone kontra
insulin yang lebih tinggi daripada sekresi insulin. Jadi sebenarnya mekanisme
hiperglikemia yang terjadi pada saat stres adalah produksi yang meningkat disertai
timbulnya resistensi insulin.

c. Metabolisme Lemak
Lemak dapat dipakai sebagai sumber energi atau disimpan. Trigliserida rantai
panjang (long chain trygliserde/LCT) yang dimakan akan dicerna menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas bisa dipakai sebagai energi atau

6
diesterifikasi menjadi trigliserida kembali. Pada kondisi makan (insulin tinggi)
esterifikasi lebih dominan daripada lipolisis sebaliknya pada kondisi kelaparan (rasio
insulin : glukagon rendah) lemak dipecah menjadi asam lemak bebas (lipolisis) dan
dioksidasi menjadi energi yang diikuti dengan pembentukan benda keton oleh
mitokondria hati yang selanjutnya dipakai sebagai sumber energi oleh organ.
Oksidasi lemak dari makanan menghambat lipolisis lemak endogen. Mobilisasi
lemak yang meningkatkan asam lemak bebas akan menghambat ambilan dan oksidasi
glukosa oleh sel otot. Glukagon dan epinefrin akan meningkatkan kecepatan dan
beratnya lipolisis yang diperkuat dengan adanya kortisol karena aktivasi hormone
sensitif lipase yang mengendalikan lipolisis adipose. Setelah trauma lipolisis
meningkat dan lemak dipakai sebagai sumber energi. Lipoprotein lipase yang melekat
di endotel kapiler akan merubah trigliserda menjadi gliserol dan asam lemak bebas.

d. Metabolisme Protein
Pada stres baik karena pembedahan, trauma atau luka bakar dan sepsis akan
terjadi peningkatan pemecahan protein otot yang ditandai dengan peningkatan
kehilangan nitrogen lewat urin, pelepasan asam amino dan hambatan serapan asam
amino oleh otot. Asam amino berasal dari otot yang sehat atau yang cedera akan
dibawa ke hati untuk pembentukan glukosa dan sintesis protein.
Keseimbangan protein negatif mencerminkan ada kesetidakseimbangan antara
pembentukan dan pemecahan otot dimana pemecahan lebih dominan. Asam amino
yang ditransfer ke hati akan digunakan untuk sintesis glukosa dan protein fase akut
seperti fibrinogen, komplemen, C reaktif protein, haptoglobin feritin dan lain–lain.
Banyaknya sintesis protein fase akut seimbang dengan beratnya kerusakan jaringan.

D. Patofisiologi Kecemasan Pada Pra dan Pasca bedah


Musfir (2005) mengemukakan kecemasan sebagai kondisi kejiwaan yang penuh dengan
kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dihadapi atau hal-hal yang lain, umumnya hal ini dirasakan
sebagai perasaan tertekan dan tidak tenang serta berpikiran kacau dengan disertai banyak
penyesalan, hal ini sangat berpengaruh pada kondisi fisiologis karena menimbulkan beberapa
gejala yang umumnya ditemukan seperti tubuh terasa menggigil, banyak berkeringat, jantung
berdegup cepat, lambung terasa mual, tubuh terasa lemas, dan kemampuan berproduktivitas
berkurang. Menurut Kaplan dan Sadock (1997) kecemasan adalah respon terhadap situasi
tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan,
perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah di lakukan, serta dalam menemukan
identitas diri dan arti hidup.
Operasi merupakan tindakan dokter untuk mengobati kondisi yang sulit atau tidak
mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter dan Perry, 1996).
Menurut R. Syamsuhidajat dan Win de Jong (2005), pembedahan atau operasi adalah semua
tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif yaitu membuka atau menampilkan
7
bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya menggunakan
sayatan. Setelah bagian yang ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang
diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka atau bekas sayatan. Ada beberapa tahap
dalam operasi, yaitu:
1. Tahap pra bedah (pra operasi)
2. Tahap pembedahan (intra operasi)
3. Tahap pasca bedah (post operasi)

Pra operasi adalah masa yang dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi dibuat
dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi, pada 10 fase ini ada beberapa
persiapan yang harus disiapkan oleh pasien sebelum dilakukan tindakan operasi. Dalam masa
pra operasi partisipan mengalami kecemasan yang disebut dengan kecemasan pra operasi
yang terjadi pada masa ketika partisipan diputuskan akan menjalani operasi sampai ketika
partisipan berada di ruang operasi untuk intervensi bedah, kecemasan ini digambarkan
sebagai keadaan yang tidak menyenangkan dan ketidak nyamanan atau ketegangan pada
partisipan yang menghadapi suatu penyakit, rawat inap, anestesi dan operasi.
Kecemasan pra operasi biasanya terjadi pada partisipan yang menunggu prosedur
pembedahan. Menurut penjelasan Long (1996), terjadinya kecemasan pra operasi ketika
partisipan melewati sebuah proses di mana penyakitnya susah sembuh dan diinformasikan
oleh tenaga medis bahwa harus menjalani tindakan pembedahan sebagai tindakan medis
dalam usaha proses penyembuhan.
Dengan melihat beberapa pengertian yang telah dijelaskan di atas maka dapat
didefinisikan bahwa kecemasan pra operasi adalah perasaan yang dialami seseorang sebagai
sebuah reaksi ketika seseorang berada pada sebuah kondisi tertentu yaitu ketika menjalani
proses operasi dengan keyakinan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya dan
disertai perasaan menakutkan dan tidak menyenangkan yang memiliki ciri-ciri fisiologis dan
psikologis tertentu.

E. Penatalaksanaan Diet Pada Pasien Bedah


Dampak umum yang terjadi pada pembedahan adalah:
a. Nafsu makan hilang sehingga menurunkan asupan makanan
b. Terjadi gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat
c. Pemecahan jaringan yang tidak berlemak akan menghasilkan asam amino yang
diperlukan dalam respons pembedahan
d. Protein hilang, dapat sedemikian berat dan berdampak klinis.

Berdasarkan Instalasi Gizi Perjan RSCM dan AsDI (2006) macam pembedahan
dibedakan menjadi dua yaitu bedah minor dan bedah mayor. Bedah minor atau bedah
kecil seperti tindakan insisi, sirkumsisi sedangkan bedah mayor atau bedah besar
yang dibedakan dalam bedah pada saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar)

8
bedah di luar saluran cerna (jantung, ginjal, paru, saluran kemih, tulang dan
sebagainya).
Pengaturan diet yang diperlukan pada tindakan pembedahan yaitu pengaturan diet
pra bedah dan diet pasca bedah.
a. Pengaturan Diet Pra Bedah
Diet Pra Bedah adalah pengaturan makan yang diberikan kepada pasien
yang akan menjalani pembedahan.
1) Pemberian Diet Pra Bedah tergantung pada :
Keadaan umum pasien, apakah normal atau tidak dalam hal status gizi,
gula darah,tekanan darah, ritme jantung, denyut nadi, fungsi ginjal dan suhu
tubuh.
a) Macam pembedahan : bedah minor atau bedah kecil seperti tindakaninsisi,
ekstirpasi, sirkumsisi atau khitan. Bedah mayor atau bedah besar,
yangdibedakan dalam bedah pada saluran cerna (lambung, usus halus dan
usus besar)dan bedah di luar saluran cerna (jantung, ginjal, paru, saluran
kemih, tulang dansebagainya).
b) Sifat operasi: segera dalam keadaan darurat atau cito, sehingga pasien
tidaksempat diberi diet pra bedah. Berencana atau elektif, pasien disiapkan
denganpemberian diet pra bedah sesuai status gizi da macam pembedahan.
c) Macam penyakit: penyakit utama yang membutuhkan pembedahan
adalahpenyakit saluran cerna, jantung, ginjal, saluran pernafasan dan
tulang. Penyakitpenyerta yang dialami misalnya penyakit diabetes melitus,
jantung dan hipertensi.
2) Tujuan Diet
Tujuan diet pra-bedah adalah untuk mengusahakan agar status gizi pasien
dalamkeadaan optimal pada saat pembedahan, sehingga tersedia cadangan
untuk mengatasistress dan penyembuhan luka.
3) Syarat Diet
Syarat-syarat Diet Pra-Bedah adalah:
a) Energi
- Bagi pasien dengan status gizi kurang diberikan sebanyak 40-45 kkal/kb
BB.
- Bagi pasien dengan status gizi lebih diberikan kebutuhan energi normal.
- Bagi pasien dengan status gizi baik diberikan sesuai dengan
kebutuhanenergi normal ditambah faktor stress sebesar 15% dari AMB
(Angka Metabolisme Basal).
- Bagi pasien dengan penyakit tertentu energi diberikan sesuai
denganpenyakitnya.
b) Protein
- Bagi pasien dengan status gizi kurang, anemia, albumin rendah (< 2,5
mg/dl)diberikan protein tinggi 1,5-2,0 g/kg BB.
9
- Bagi pasien dengan status gizi baik atau kegemukan diberikan
proteinnormal 0,8-1 g/kg BB.
- Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan sesuai dengan
penyakitnya.
c) Lemak cukup, yaitu 15-25% dari kebutuhan energi total. Bagi pasien
denganpenyakit tertentu diberikan sesuai dengan penyakitnya.
d) Karbohidrat cukup, sebagai sisa dari kebutuhan energi total untuk
menghindarihipermetabolisme. Bagi pasien dengan penyakit tertentu,
karbohidrat diberikansesuai dengan penyakitnya.
e) Vitamin cukup, terutama vitamin B, C, dan K. Bila perlu ditambahkan
dalam bentuk suplemen.
f) Mineral cukup. Bila perlu ditambahkan dalam bentuk suplemen.
g) Rendah sisa agar mudah dilakukan pembersihan saluran cerna atau
klisma,sehingga tidak mengganggu proses pembedahan (tidak buang air
besar atau kecildi meja operasi).
4) Jenis, Indikasi, dan Lama Pemberian Diet
Sesuai dengan jenis dan sifat pembedahan, Diet Pra-Bedah diberikan
dengan indikasisebagai berikut:
a) Prabedah Darurat atau cito.
b) Prabedah berencana tidak diberikan diet tertentu.
c) Prabedah minor atau kecil efektif, seperti tonsilektomi tidak membutuhkan
dietkhusus. Pasien dipuasakan 4-5 jam sebelum pembedahan. Sedangkan
pada pasienyang akan menjalani apendiktomi, herniatomi,
hemoroidektomi, dan sebagainyadiberikan diet sisa rendah sehari
sebelumnya.
d) Prabedah mayor atau besar efektif seperti:
1. Prabedah besar saluran cerna diberikan Diet Sisa Rendah selama 4-5
hari,dengan tahapan:
- Hari ke-4 sebelum pembedahan diberi makanan lunak
- Hari ke-3 sebelum pembedahan diberi makanan saring
- Hari ke-2 dan 1 hari sebelum pembedahan diberi Formula Enteral
SisaRendah
2. Prabedah Besar di luar saluran cerna diberi Formula Enteral Sisa
Rendahselama 2-3 hari. Pemberian makanan terakhir pada prabedah
besardilakukan 12-18 jam sebelum pembedahan, sedangkan minum
terakhir 8jam sebelumnya.

Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan sama dengan syarat pada
makanan lunak atau makanan saring/makanan cair. Berikut ini contoh bahan makanan
yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk makanan saring.

10
b. Pengaturan Diet Pasca Bedah
11
Diet Pasca-bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah
menjalani pembedahan. Prinsip pengaturan makanan sesudah pembedahan
tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.
1) Tujuan
Tujuan Diet Pasca-Bedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi
pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan dan
meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut:
- Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
- Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
- Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
2) Syarat Diet
Syarat diet pasca bedah, adalah memberikan makanan secara bertahap
mulai dari bentuk cair, saring, lunak, dan biasa. Pemberian makanan dari
tahap ke tahap tergantung pada macam pembedahan dan keadaan pasien
seperti:
- Pasca bedah kecil
- Makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa atau
normal
- Pasca bedah besar
- Makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan
kemampuan pasien untuk menerimanya
3) Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
a) Diet Pasca-Bedah I (DPB I)
Diet ini diberikan kepada semua pasien pascabedah:
- Pasca bedah kecil: setelah sadar atau rasa mual hilang.
- Pasca bedah besar: setelah sadar dan rasa mual hilang serta ada
tanda-tanda usus sudah mulai bekerja.

Cara memberikan makanan :


- Selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang diberikan
berupa air putih, teh manis, atau cairan lain seperti pada
makanan cair jernih. Makanan ini diberikan dalam waktu
sesingkat mungkin, karena kurang dalam semua zat gizi. Selain
itu diberikan makanan parenteral sesuai kebutuhan.
- Bahan makanan diberikan secara bertahap sesuai kemampuan
dan kondisi pasien, mulai dari 30 ml/jam dalam bentuk
makanan cair jernih.
- Bahan makanan yang boleh diberikan antara lain teh, sari buah,
sirup, air gula, kaldu jernih, serta cairan mudah cerna seperti
cairan yang mengandung maltodekstrin.

12
- Makanan dapat ditambah dengan suplemen energi tinggi dan
rendah sisa.
b) Diet Pasca-Bedah II (DPB II)
Diet Pasca-Bedah II diberikan kepada pasien pascabedah besar
saluran cerna atau sebagai perpindahan dari Diet Pasca-Bedah I.
Cara memberikan makanan :
- Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu
jernih, sirup, sari buah, sup, susu, dan pudding rata-rata 8-
10 kali sehari selama pasien tidak tidur.
- Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan dan
kondisi pasien.
- Selain itu dapat diberikan makanan Parenteral bila
diperlukan.
- DPB II diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena
zat gizinya kurang.
- Bahan makanan pada Diet Pasca-Beda II berupa makanan
cair kental dengan pemberian secara berangsur dimulai 50
ml/jam.
- Makanan yang tidak di perbolehkan pada Diet Pasca-Bedah
II adalah air jeruk dan minuman yang mengandung
karbondioksida.

c) Diet Pasca-Bedah III (DPB III)


Diet Pasca-Bedah III diberikan kepada pasien pasca-bedah besar
saluran cerna atau sebagai perpindahan dari Diet Pasca-Bedah II.
Cara Memberikan Makanan :
- Makanan yang diberikan berupa makanan Saring ditambah
susu dan biskuit.
- Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari.
- Selain itu dapat diberikan makanan parenteral bila
diperlukan.

13
- Makanan yang tidak dianjurkan untuk Diet Pasca-Bedah III
adalah makanan dengan bumbu tajam dan minuman yang
mengandung karbondioksida.

d) Diet Pasca-Bedah Lewat Pipa Jejenum


Diet Pasca-Bedah lewat Pipa Jejenun adalah pemberian makanan
bagi pasien yang tidak dapat menerima makanan melalui oral atau pipa
lambung. Makanan diberikan langsung ke jejenum atau jejunum
feeding fistula (JFF).
Cara Memberikan Makanan :
- Makanan diberikan sebagai makanan cair yang tidak
memerlukan pencernaan lambung dan tidak merangsang
jejenum secara mekanis maupun osmotis.

14
- Cairan diberikan tetes demi tetes secara perlahan, agar
tidak terjadi diare atau kejang.
- Diet ini diberikan dalam waktu singkat karena kurang
energi, protein, vitamin, dan zat besinya.

F. Proses Asuhan Gizi Terstandar pada Pasien Pra dan Pasca Bedah
a. Asesmen atau Pengkajian Gizi
Pengumpulan data riwayat gizi dan makanan pada pasien pembedahan
meliputi data riwayat kebiasaan makan, makanan pantangan, makanan kesukaan,
ada tidaknya alergi serta rata-rata asupan makan pasien sehari. Faktor kebiasaan
makan pasien dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan kejadian
penyakit, terutama kejadian penyakit yang berhubungan dengan penyakit-
penyakit gastrointestinal dan kejadian-kejadian penyakit kanker yang
menyebabkan mereka perlu menjalani pembedahan.
Setelah itu dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mendapatkan data antropometri. Bila pasien tidak dapat diukur tinggi badannya
maka dapat diukur rentang lengan, tinggi lutut, lingkar lengan atas dan lingkar
pinggang. Selanjutnya dicatat data hasil pemeriksaan biokimia seperti
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, eritrosit, kadar albumin darah, dan protein
total. Dilakukan juga pengamatan tentang pemeriksaan fisik dan klinis pasien
meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi. Sedangkan untuk
data riwayat personal pasien yang harus dikumpulkan terdiri dari riwayat obat-
obatan atau suplemen yang sering dikonsumsi, sosial ekonomi budaya, riwayat
penyakit keluarga, riwayat penyakit sekarang dan data umum pasien.
b. Diagnosis Gizi
Diagnosis Gizi merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk
bisa membuat suatu dukungan nutrisi yang memadai pada pasien pra dan pasca
bedah. Dari pengukuran masing-masing penilaian dapat digunakan untuk:
1) Mengidentifikasi jenis malnutrisi
2) Mendukung intensitas malnutrisi
3) Memutuskan apakah ada stress metabolik atau tidak

Pertanda dari stress metabolic adalah:


1) Suhu tertinggi dalam 24 jam > 38°C
2) Nadi >100/menit dalam 24 jam terakhir
3) Laju pernafasan > 30 per menit dalam 24 jam terakhir
4) Hitung sel darah putih > 1200 atau < 3000 dalam 24 jam terakhir
5) Biakan darah positif
6) Penyakit radang usus aktif
7) Focus infeksi

15
Beberapa contoh diagnosis gizi yang biasa ditemukan pada penderita
pasca bedah:
- NI.2.1 : makanan dan minuman oral tidak adekuat (P) berkaitan
dengan nafsu makan kurang (E) ditandai dengan recall Energi 67%,
protein 55%, lemak 40% dan karbohidrat 62% (rata-rata tingkat
konsumsi makan 56%, termasuk kategori kurang)
- NC 1.4 : gangguan fungsi gastrointestinal (P) berkaitan dengan
penyakit Ileus Obstruktif (E) ditandai dengan rasa nyeri di perut, mual,
muntah
- NB 3.1 : berat badan kurang (P) berkaitan dengan riwayat penyakit
pasien (kanker kolon) dan malnutrisi (E) ditandai dengan IMT 16,7
kg/m2
- NB 1.3 : tidak siap untuk berdiet (P) berkaitan dengan motivasi pasien
yang kurang (E) ditandai dengan pasien tidak mau menerima diet yang
diberikan oleh rumah sakit, asupan rata-rata hanya 56%.
c. Intervensi Gizi
Contoh intervensi gizi pada pasien pembedahan :
- Diagnosis gizi sudah ditentukan : gangguan fungsi gastrointestinal (P)
berkaitan dengan penyakit Ileus Obstruktif (E) ditandai dengan rasa nyeri
di perut, mual, muntah.
- Tujuan intervensi : mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan
daya tahan tubuh pasien. Rencana intervensi: memberikan edukasi gizi
tentang diet pasca bedah.
- Rencana Intervensi : Rencana intervensi: memberikan edukasi gizi tentang
diet pasca bedah.
- Kegiatan edukasi gizi dilakukan dengan memberikan materi tentang
pengaturan makanan bagi pasien pasca pembedahan, bagaimana memilih
makanan yang boleh dikonsumsi dan makanan mana yang harus dibatasi.
Kegiatan edukasi dan konseling gizi sebaiknya melibatkan keluarga
terutama dalam mempersiapkan makanan. Menjelaskan cara memilih
makanan apabila membawa makanan dari rumah.
- Domain koordinasi asuhan gizi (RC): kolaborasi antara tim kesehatan dan
memberhentikan atau merujuk pasien ke pelayanan kesehatan lain.
d. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan cara memonitor
perkembangan, mengukur hasil dan mengevaluasi hasil. Pada monitoring dan
evaluasi gizi, data digunakan untuk mengevaluasi dampak dari intervensi gizi
sesuai dengan outcome dan indikator asuhan gizi. Indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur keberhasilan intervensi gizi tersebut adalah asupan makan dan
minum (konsumsi selama dirawat), asupan ini dimonitor setiap hari, nilai
laboratorium terkait gizi, perubahan berat badan.
16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembedahan atau operasi adalah semua tindak pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.
Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah
bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka. Jenis prosedur pembedahan diklasifikasikan
berdasarkan pada tingkat keseriusan, kegawatan dan tujuan pembedahan.
Dampak umum yang terjadi pada pembedahan adalah : nafsu makan hilang
sehingga menurunkan asupan makanan, terjadi gangguan metabolisme lemak dan
karbohidrat, pemecahan jaringan yang tidak berlemak akan menghasilkan asam amino
yang diperlukan dalam respon pembedahan, Protein hilang, dapat sedemikian berat dan
berdampak klinis.
Diet Pra Bedah adalah pengaturan makan yang diberikan kepada pasien yang
akan menjalani pembedahan. Diet Pasca-bedah adalah makanan yang diberikan kepada
pasien setelah menjalani pembedahan. Prinsip pengaturan makanan sesudah pembedahan
tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta

B. Saran
Kami tentunya menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
Adapun saran yang dapat penulis ajukan adalah agar kiranya pembaca sekali memahami
lebih lanjut tentang materi ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Isti Suryani., dkk. 2018. Dietetika Penyakit Tidak Menular. Kemenkes: Pusat Pendidikan
Sumber Daya Kesehatan

Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah Edisi revisi. Jakarta : EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai