Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PRIA BERAMBUT PANJANG DALAM PERSPEKTIF HADITS


(PENDEKATAN SOSIO-HISTORIS)

MAKALAH INI DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS


MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN HADITS

Disusun oleh :
Nama : Izzatullatifah
NIM : 1930303044
Prodi : Ilmu Hadits 2

Dosen Pengampu : Beko Hendro, Lc., M.Hum

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2020-2021
Bab 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Perubahan kehidupan masyarakat saat ini mengandaikan perlunya
pengkajian kembali terhadap proses pembukuan (serta pembakuan) hadis, tanpa
harus menyangkal muatan spiritualitas Islam yang bersumber dari al-Quran dan
al-Sunnah. Itu sebabnya, hadis itu “sesuai untuk setiap waktu dan tempat” (ṣāliḥ li
kulli zamān wa makān), sebenarnya lebih menunjukkan fleksibilitas dan elastisitas
Islam, bukan ortodoksi yang ketat dan kaku. Suatu pandangan yang lebih
menekankan pandangan ke depan (progresif), bukan ke belakang (regresif). Untuk
itu, proses pembakuan (tekstualisasi-normatif) dan dinamisasi (kontekstualisasi-
historis) ajaran Islam memang harus berjalan bersama-sama, seiring dengan
gegap-gempita perubahan masyarakat dengan pelbagai tantangannya menekankan
pandangan ke depan (progresif), bukan ke belakang (regresif). Untuk itu, proses
pembakuan (tekstualisasi-normatif) dan dinamisasi (kontekstualisasi-historis)
ajaran Islam memang harus berjalan bersama-sama, seiring dengan gegap-gempita
perubahan masyarakat dengan pelbagai tantangannya.1
Salah satu upaya untuk menemukan makna tersebut adalah dengan
menelusuri kembali konteks sosio-historis yang melingkupi kemunculan teks
karena munculnya teks tidak lah hampa ruang dan waktu sehingga kita harus
berusaha menemukan kesamaan pesan moral dari ruang dan waktu yang berbeda
itu.
Adapun hal yang melatarbelakangi Penulis dalam meneliti hadits ini ialah
ada seorang laki laki yang ia memiliki rambut panjang seperti seorang wanita
ketika penulis bertanya kepada laki-laki tersebut, kenapa ia berambut panjang
bukankah itu ciri khas wanita. Kemudian laki-laki tersebut menjawab
bahwasannya Rasulullah saw juga berambut panjang, maka dari itu penulis
merasa tertantang untuk meneliti masalah ini dengan menggunakan metode
pendekatan sosio-historis.

B. Rumusan Masalah
1
M. Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historisitas?, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999), hlm. 310.

1
1. Apa Pengertian Pendekatan Sosio-Historis ?
2. Bagaimana Redakasi Hadits Pria Berambut Panjang dalam Pendekatan Sosio-
Historis ?
3. Bagaimana Analisis Sanad dan Matan Hadits Pria Berambut Panjang ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian pendekatan sosio-historis
2. Untuk mengetahui Redakasi Hadits Pria Berambut Panjang dalam Pendekatan
Sosio-Historis
3. Untuk mengetahui Analisis Sanad dan Matan dari Hadits Pria Berambut
Panjang

2
Bab 2
Pembahasan

A. Pengertian Pendekatan Sosio-historis dalam Hadits


Sejarah sosial/sosiologi adalah ilmu yang menggambarkan keadaan
masyarakat, termasuk struktur, hierarki, dan berbagai fenomena sosial lainnya
yang saling berhubungan. Dengan ilmu ini, fenomena sosial dapat dianalisis
dengan faktor-faktor yang mendorong hubungan, dan perpindahan sosial dan
kepercayaan menjadi dasar dari proses tersebut.2
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur social dan proses-proses
sosial termasuk perubahan sosial.3
Situasi sosial dan tempat waktu serta terjadinya dapat digambarkan makna
hadis yang disampaikan, jika dipadukan secara serasi dalam pembahasan, lalu di
mana dan untuk tujuan apa hadis itu diucapkan. Benar-benar menjadi jelas dan
menghindari berbagai perkiraan yang menyimpang.4
Ada ulama yang menyarankan dan juga menggunakan pendekatan
sosiologis agar orang yang akan memaknai dan memahami hadis itu
memperhatikan keadaan masyarakat setempat secara umum. kondisi masyarakat
pada saat munculnya hadis boleh jadi sangat mempengaruhi munculnya suatu
hadis. Jadi keterkaitan antara hadis dengan situasi dan kondisi masyarakat pada
saat itu tidak dapat dipisahkan. karena itu dalam memahami hadis kondisi
masyarakat harus dipertimbangkan agar pemaknaan tersebut tidak salah.5

B. Pria Berambut Panjang dalam Perspektif Hadits (Pendekatan Sosio-


Historis)
Hadits Nabi yang bersumber dari Syaiban bin Farrukh menyatakan :
‫َك ْي َف اَك َن َش َع ُر‬ ٍ ‫َحدَّ ثَنَا َشيْ َب ُان ْب ُن فَ ُّروخَ َح َّدثَنَا َج ِر ُير ْب ُن َح ِاز ٍم َحدَّ ثَنَا قَتَا َد ُة قَا َل قُلْ ُت َأِلن َ ِس ْب ِن َماكِل‬
‫ُأ ُذن َ ْي ِه َوعَا ِت ِق ِه‬ َ ‫الس ْبطِ بَنْي‬َّ ‫َر ُسولِ اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ قَا َل اَك َن َش َع ًرا َرجِ اًل لَي َْس اِب لْ َج ْع ِد َواَل‬
2
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002 hlm. 3.
3
Ibid., hlm. 39.
4
H.M Erfan Soebahar, Menguak Keabsahan Al-Sunnah Kritik Mushtafa al-Siba’I
Terhadap Pemikiran Ahmad Amin Mengenai Hadits dalam Fajr al- Islam, (Cet. I; Bogor: Fajar
InterpratamaOffset, 2003), h. . Lihat juga Bustamin M. Isa H. A. Samam, Op. cit., hlm. 97.
5
http://muhibbin-noor.walisongo.ac.id, pada tanggal 23-09-2021,

3
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh; Telah
menceritakan kepada kami Jarir bin Hazim; Telah menceritakan kepada kami
Qatadah dia berkata; Aku bertanya kepada Anas bin Malik bagaimana keadaan
rambut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? Dia menjawab; Beliau berambut
ikal, tidak lurus dan tidak pula terlalu keriting, panjang rambutnya sampai antara
kedua telinganya dan bahunya. 6
Secara tekstual, hadits ini dapat dipahami bahwa panjang rambut Nabi
adalah antara dua telinga dan dua bahunya. Namun, hal tersebut masih abstrak
bila digunakan sebagai hujjah yang universal untuk melaksanakan sunnah rasul.
hal tersebut masih abstrak bila digunakan sebagai hujjah yang universal untuk
melaksankan sunnah rasul.
Untuk mengetahui sabab al- wurud hadis di atas adalah melalui perkataan
para sahabat yang memang notabene nya mereka adalah saksi hidup dan
berinteraksi langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Salah satu nya adalah
sahabat Anas bin Malik yang menjelaskan dalam riwayatnya. Dalam hal ini,
terdapat variasi riwayat Anas bin malik mengenai sifat rambut Nabi SAW. Anas
bin Malik mengatakan bahwa panjang rambut Nabi Muhammad SAW adalah
antara dua telinga dan dua bahunya. Dalam riwayat lain, Anas bin Malik
mengatakan bahwa panjang rambut Nabi melewati dua telinganya. Dan pada
riwayat yang lain, Anas bin Malik mengatakan bahwa panjang rambut Nabi
sampai dua bahunya.
Berdasarkan variasi riwayat Anas bin Malik, para ulama berpendapat
bahwa adanya perbedaan riwayat tersebut disebabkan perbedaan waktu Anas bin
Malik melihat rambut Nabi Muhammad SAW. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
Nabi pernah memiliki panjang rambut dengan tiga variasi. Yakni, hingga telinga,
melebihi telinga (antara dua telinga dan dua bahu), dan sampai pada dua bahu.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Nabi pernah
memendekkan rambutnya dan pernah memanjangkan rambutnya, namun tidak
sampai melebihi dua bahunya. Dan bahkan Nabi pernah mencukur rambutnya.
Hal tersebut dilakukan oleh Nabi untuk merawat dan menjaga kebesihan dirinya.
Hal ini memberikan pengertian bahwa Nabi merapikan atau memotong rambutnya

6
Hadits Shahih Muslim No. 4311 - Kitab Keutamaan

4
sehingga tidak pernah melebihi dua bahunya. Bahkan Nabi juga pernah mencukur
rambutnya setelah menunaikan ibadah umrah dan haji.7 Sebagaimana yang kita
ketahui bahwa segala sesuatu yang datang dari Nabi merupakan sunnah. Namun,
tidak semua sunnah Nabi wajib untuk diikuti. Terdapat sunnah Nabi yang tidak
wajib untuk diikuti oleh seluruh umatnya. Yaitu sunnah jibiliyah, yakni perbuatan
yang dilakukan Nabi SAW dalam kapasitas sebagaimana manusia biasa pada
umumnya.
Sebagian besar ulama menyatakan bahwa tidak ada kewajiban untuk
mengikuti perilaku manusia dari nabi. Ini seperti gaya rambut. Sebagian besar
ulama yakin bahwa gaya rambut Nabi Muhammad SAW disesuaikan dengan
kebiasaan orang Arab, karena berada di lokasi geografis yang sangat panas,
sehingga mereka memilih rambut panjang untuk melindungi kepala mereka dari
panas Matahari.
Dan apabila laki-laki memiliki rambut yang panjangnya melebihi batas wajar
rambut laki-laki dan menyerupai dengan panjang rambut perempuan maka hal tersebut
dilarang oleh Nabi. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadis
ِ َ ‫ني ِم ْن ّ ِالر َجالِ اِب ل ِن ّ َسا ِء َوالْ ُمت َ َشهِّب‬Sَ ِ ‫ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ الْ ُمت َ َشهِّب‬
ِ‫ات ِم ْن ال ِن ّ َسا ِء اِب ّ ِلر َجال‬ ُ ‫لَ َع َن َر ُس‬
Terjemahannya : Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
wanita yang meyerupai laki-laki.8

C. Analisis Sanad dan Matan


1. Analisis Sanad
Nama Perawi Urutan sebagai Urutan sebagai
Perawi sanad
Anas bin Malik Perawi Pertama Sanad Keempat
Qatadah Perawi Kedua Sanad Ketiga
Jarir bin Hazim Perawi Ketiga Sanad Kedua
Syaiban bin Farrukh Perawi Keempat Sanad Pertama
Muslim Perawi Kelima Mukharrij Hadits

Hadits ini mempunyai beberapa perawi diantaranya adalah : dimulai dari


Imam Muslim sebagai mukharrij hadits lalu diikuti perawi berikutnya, Imam
Muslim Nama lengkapnya yaitu Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-
7
Imam Al Munawi, Faid al-Qadir Syarh al-Jami’ al-Shaghir, (Juz 5: 74)
8
https://www.hadits.id/hadits/bukhari/5435 diakses pada 25-09-2021.

5
Naisaburi, memiliki kunyah Abu al-Husain. Beliau merupakan murid dari Imam
al-Bukhari. Ulama pada masa beliau hidup pun menyanjungnya, seperti yang
dikatakan oleh Ahmad bin Salamah, dia berkata, “Aku melihat Abu Zur’ah dan
Abu Hatim mendahulukan Muslim dalam hal mengetahui yang sahih atas syekh-
syekh semasa mereka.”. Ad-Daraqutni juga mengatakan, “Jika tidak ada al-
Bukhari, maka Muslim tidak akan dan pergi.”. Beliau wafat di tahun 261 H di
Naisabur.9
Perawi pertama, Anas bin Malik Beliau termasuk salah satu sahabat Nabi
yang paling banyak meriwayatkan hadits, jumlah hadits yang beliau riwayatkan
adalah sejumlah 2.286 hadits, dimana beliau mendengar riwayat tersebut baik
secara langsung maupun dari sahabat senior lainnya seperti Abu Bakar, Umar,
Utsman, Mu'adz bin Jabal dan lainnya. Jiwanya penuh dengan hidayah, hatinya
penuh dengan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW sehingga ia menjadi orang
yang lebih tahu tentang keadaan Rasulullah, rahasia, sifat-sifat Rasulullah yang
tidak diketahui orang lain kecuali dirinya.
Perawi kedua adalah Qatadah seorang tabiin yang merupakan murid dari
Anas bin Malik, beliau lahir pada tahun 60 H sedangkan Anas bin Malik wafat
pada tahun 118 H, sehingga dapat diketahui bahwa Qatadah benar murid dari
Anas bin Malik.
Perawi ketiga adalah Jarir bin Hazim beliau juga seorang Tabi’in,
bertempat tinggal dan wafat di Basrah, tahun kelahirannya tidak tercatat dalam
sejarah, sedangkan wafatnya tahun 170 H. Beliau pernah berguru salah satunya
Ayyub bin Abi Tamimah al-Sakhtiyani. Yang mana Ayyub bin Abi Tamimah al-
Sakhtiyani ini berjumpa dengan Anas bin Malik dan juga guru dari Qatadah.10
Dari penuturan diatas dapat disimpulkan bahwa adanya ketersambungan
sanad antara Qatadah dan Jarir bin Hazim yaitu mempunyai guru yang sama yakni
Ayyub bin Abi Tamimah al-Sakhtiyan.
Perawi selanjutnya Syaiban bin Farrukh memiliki kunyah Abu
Muhammad al-Ubulli. Guru-gurunya adalah Jarir bin Hazim, ‘Abdul Waris bin

9
Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman adz-Dzahabi, 2014, Ringkasan
Siyar A’lam an- Nubala’, Jakarta Selatan, Pustaka Azzam, hlm.114-116 , jilid 3
10
Ahmad Lubabul Chadziq "Kualitas Hadis-Hadis Kawin Paksa." Miyah: Jurnal Studi
Islam 16.2 (2020l): hlm. 430-457

6
Sa’id, Zur’ah. Beliau tinggal di Ablah dan wafat tahun 236 H11. Sehingga bisa kita
ketahui bahwasannya beliau merupakan murid dari Jariri bin Hazim.

a. Muslim
Nama lengkapnya yaitu Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-
Naisaburi, memiliki kunyah Abu al-Husain. Dia adalah penulis kitab As-
Sahih, terkenal dengan nama kitab Sahih Muslim.Imam Muslim dilahirkan di
Naisabur pada 206 H. Dia belajar hadits sejak masih dalam usia dini, sejak
usia 12 tahun. Ia mengembara ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan negara negara
lainnya. Imam Muslim wafat pada Ahad sore di usia 55 tahun. Dia
dikebumikan di kampung Nasr Abad—salah satu daerah di luar Naisabur—
pada hari Senin 25 Rajab 261 H.12
Imam Muslim tidak meriwayatkan hadis kecuali dari perawi yang adil,
kuat hafalannya, jujur, amanah, tidak pelupa. Dia juga meriwayatkan dari
perawi yang memiliki sifat-sifat lebih rendah dari sifat tersebut di atas. Imam
Muslim sama sekali tidak meriwayatkan kecuali hadis musnad (sanadnya
lengkap), muttashil (sanadnya bersambung) dan marfu‘ (disandarkan) kepada
Nabi SAW.13
b. Anas bin Malik
Nama lengkap Anas bin Malik adalah Anas bin Malik bin Nadri bin
Damdam bin Zaid bin Hiram bin Jundab bin Amir bin Ganam bin Adiyyi bin
al-Najjar al-Anshari al-Najjari. Kunniyah-nya Abu Umayyah,
sedangkan laqab-nya adalah al-Ka’bi al-Qusyairi.
Anas bin Malik lahir di Madinah pada tahun 10 H atau 612 M,
setelah Muhammad saw tiba di Madinah, ibunya menyerahkannya kepadanya
untuk menjadi khadam Rasulullah. Setelah Rasul wafat, Anas bin Malik
menjadi khadam khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman ra.,

11
Al-Imam al-Hafizh Syihabuddin Abi al-Fadhl Ahmad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn Hajar
al-‘Asqalani, 2004, Tahdzib at-Tahdzib fii Rijal al-Hadits, Beirut, Dar al-Kotob hlm. 195-196, juz
3
12
https://inibaru.id/islampedia/mengenal-imam-muslim-sosok-penghimpun-hadits-yang-
teliti diakses pada 2 Oktober 2021
13
Muhammad Abdul Aziz al-Khauli, Miftah al-Sunnah aw Tarikh Funun al-Hadis, (Bayrut
Lubnan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.), hlm. 66

7
Guru-guru Anas bin Malik antara lain yaitu, ia berguru langsung kepada
Nabi saw, Fatimah binti Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar bin Khattab
Usman bin Affan, Ibnu Abbas dan lain-lain. Sedangkan muridnya adalah
Ja’far bin Abdullah, Muhamad bin Sirrin, Ibnu Syihab, Amru bin Abi 'Amru
Maisarah dan lain-lain.
c. Qatadah
Qatadah bin Da’amah as-Sadūsī, Abū ʾl-Khattāb, ، ( 735–736), adalah
seorang perawi hadis dari kota Basrah, Irak. Peringkat Qatadah menurut
para ulama adalah:
 Yahya bin Ma’in: Tsiqah
 Muhammad bin Sa’d: Tsiqah ma`mun
 Ibnu Hajar al ‘Asqalani : tsiqah tsabat
 Adz Dzahabi : Hafizh
d. Jarir bin Hazim
Nama lengkapnya adalah Jarir bin Hazim bin Zayd bin ‘Abd Allah bin
Shuja’ al-Azdi, julukannya adalah Abu Nadhar alBashi, dia termasuk Tabi’in,
bertempat tinggal dan wafat di Basrah, tahun kelahirannya tidak tercatat dalam
sejarah, sedangkan wafatnya tahun 170 H Beliau pernah berguru kepada Ishaq
bin Suwaid, Thabit bin Aslam, Jarir bin Zayd, Ayyub bin Abi Tamimah al-
Sakhtiyani. Sedangkan diantara muridnya adalah al-Aswad bin ‘Amir, Ayyub
al-Sakhiyani (termasuk gurunya juga), Hibban bin Hilal, Hajjaj bin Minhal
Husain bin Muhammad al-Marrudhi.14
Banyak ulama yang memberikan penilaian positif terhadap
kepribadiannya. Yahya bin Ma’in, al-Saji, al-‘Ijli Ahmad bin ‘Adl menilai
thiqah, Shu’bah menyatakan ‘alayka bi Jarir bin Hazim fasma’ minh (selalu
bermasalah dengan Jarir bin Hazim, dengarkanlah dia), al-Nasa’i menilai laysa
bih ba’s (tidak apa-apa), Ahmad bin Sanan dari Ibn Mahdi menyatakan bahwa
anak-anak Jarir bin Hazim termasuk ahli Hadis, ketika mereka tahu bahwa
orang tuanya bingung (kacau), mereka menghalang-halanginya
(mengisolasinya), sehingga tak seorang pun mendengar Hadis darinya.15
e. Syaiban bin Farrukh
14
Al-Mizi, Tahdhib al-Kamal, vol. 3 hlm. 347-346
15
Ibid, 347-348. Lihat juga al-‘Asqallani, Tahdhib, vol. 2, 61-62

8
Nama lengkapnya adalah Syaiban bin Farrukh, memiliki kunyah Abu
Muhammad al-Ubulli. Guru-gurunya adalah Jarir bin Hazim, ‘Abdul Waris
bin Sa’id, Sulaiman bin al-Mughirah, dan lainnya sedangkan orang yang
pernah mengambil hadis darinya yaitu Muslim, Abu Dawud, Ja’far bin
Muhammad al-Firyabi. Berkata Ahmad bin Sa’di bin Ibrahim dari Ahmad bin
Hanbal, “Dia siqah.” dan berkata Abu Zur’ah, “Dia saduq.”. Beliau tinggal di
Ablah dan wafat tahun 236 H.

2. Analisis Matan
Selain sanad Hadis, aspek yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan
keabsahan suatu Hadis adalah matan. Dengan kata lain, Hadis yang telah
ditetapkan shahih secara sanad, tidak dengan serta merta melegitimasi keshohihan
Hadis seutuhnya. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan hadits tersebut tidak
shohih secara matan.
Maka dari itu penulis merasa perlu untuk mengetengahkan beberapa
pendekatan guna mengkritisi validitas Hadis dilihat dari aspek matan yang
memiliki beberapa macam aspek yaitu tidak bertentangan dengan akal sehat, tidak
bertentangan dengan al-Qur’an, tidak bertentangan dengan amalan yang telah
disepakati ulama, tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti.
Adapun pendekatan yang penulis gunakan antara lain :
1. Perbandingan dengan riwayat lain
Setelah penulis melakukan penelitian terhadap kemungkinan ada riwayat
lain yang berbicara tentang topik yang sama dengan Hadis yang sedang
penulis teliti, penulis menemukan Hadis yang terhimpun dalam beberapa kitab
induk Hadis yaitu sunan an-Nasa’i.
‫َأ ْخرَب َ اَن َحاجِ ُب ْب ُن ُسلَ ْي َم َان َع ْن َو ِكيع ٍ َع ْن ُس ْف َي َان َع ْن َأيِب حْس ََق َع ْن الْرَب َ ا ِء قَا َل َما َرَأيْ ُت ِم ْن ِذي ِل َّم ٍة‬
‫ِإ‬
‫َأ ْح َس َن يِف ُحةَّل ٍ ِم ْن َر ُسولِ اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ َوهَل ُ َش ْع ٌر يَرْض ِ ُب َمنْ ِك َب ْي ِه‬16
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Hajib bin Sulaiman dari Waki'
dari Sufyan dari Abu Ishaq dari Al Bara ia berkata, "Aku tidak pernah melihat
orang yang berambut panjang dan memakai pakaian yang indah melebihi

16
Hadits Sunan An-Nasa'i No. 5138 - Kitab Perhiasan

9
keindahan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan beliau memiliki
rambut yang panjang menjuntai hingga kedua bahunya."

Dari Hadis yang telah penulis cantumkan di atas dengan varian redaksi dan
periwayat yang berbeda baik dari jalur sahabat maupun periwayat setelahnya,
penulis berkesimpulan bahwa tidak ada satu pun riwayat Hadis yang
berseberangan dengan Hadis yang sedang penulis teliti. Lebih jauh dari itu
keberadaan Hadis -Hadis diatas semakin menguatkan otentisitas Hadis.

2. Komentar Ulama Terhadap Hadits Laki-laki Rambut Panjang

Apakah boleh seorang pria memanjangkan rambutnya dalam ajaran Islam?


Dalam buku “M. Quraish Shihab Menjawab?” dijelaskan bahwa Nabi
Muhammad Saw sendiri memelihara rambut beliau serta membiarkannya
tumbuh sampai ke ujung telinga beliau. Akan tetapi, menurut M Quraish, ini
tidak berarti bahwa agama menganjurkan yang demikian. Karena, apa yang
dilakukan Nabi itu berpulang pada budaya masyarakat kala itu. Menurut M
Quraish, Alqur’an hanya memerintahkan umat Islam untuk ber-amar ma’ruf
nahi mungkar. Makruf adalah sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat
selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Dia menjelaskan, kalau
ketentuan agama menyangkut rambut seperti itu, maka banyak ulama yang
kemudian mengaitkannya dengan selera, adat, dan budaya masing-masing
masyarakat.17
Para ulama sepakat hukum dasar memanjangkan rambut boleh
dilakukan.Akan tetapi, para ulama bermazhab Hanbali memberikan catatan
khusus. Meskipun boleh, berambut gondrong bagi pria hendaknya tidak
disertai dengan perasaan bergaya, sombong, dan angkuh dan menganggap
mereka yang tidak menggondrongkan rambutnya tak sejalan dengannya.
Pernyataan ini disampaikan Ibn al-Muflih dalam kitab al-Adab as-
Syar’iyyah. Ibnu Muflih juga mengingatkan bagi para pria yang
menggondrongkan rambutnya agar tetap menjaga kebersihan.

17
https://ihram.co.id/berita/qok6fl430/penjelasan-ulama-soal-bolehkan-rambut-panjang-
bagi-pria diakses 3 Oktober 2021

10
Dalam pengunjung fatwanya, Dar al-Ifta’ menggarisbawahi hukum
memanjangkan rambut bagi pria itu pada dasarnya boleh namun dikembalikan
pada adat yang berlaku di masyarakat. Jika misalnya, adat di masyarakat
sebuah wilayah itu pria berambut gondrong identik dengan ahli maksiat,
hendaknya tidak memanjangkan rambut. Memanjangkan rambut juga tak
boleh disertai dengan kesombongan dan perasaan pamer18.

18
https://www.republika.co.id/catatan-buat-anda-pria-berambut-gondrong-dari-ulama-
hanbali diakses 3 Oktober 2021

11
Bab 3
Penutup

A. Kesimpulan
Kajian hadits perlu dilakukan dengan metode sosial/sosiologis. Langkah
ini merupakan kombinasi yang menarik dengan ilmu hadits yang ada, sehingga
hadits tersebut dapat dipahami dalam konteksnya berdasarkan situasi aktual
ketika hadits tersebut muncul. Kondisi sosial saat itu dikaji melalui berbagai
metode sosiologis, baik politik, teori konflik, bahasa, dan lain-lain, untuk
memperoleh ajaran Islam yang sesuai dengan misi universalnya, yaitu rahmatan
li al-'alamin dan hadits sebagai bagian dari kehidupan. dalam masyarakat.
Adapun pembahasan yang saya bahas diatas bahwasannya
Rambut panjang bagi laki-laki, khususnya di Indonesia sering kali mengundang
pro dan kontra. Hal ini terjadi karena rambut panjang bagi laki-laki di Indonesia
dipandang kurang sopan oleh sebagian masyarakat tertentu, khususnya di desa.
Bagi yang pro dengan hal tersebut berargumen bahwa rambut panjang merupakan
sunnah rasul. Sebagai umat Islam, sudah seyogianya bila meniru tindak-tanduk
Nabi Muhammad SAW yang sebagai panutan dalam beragama, termasuk dalam
hal menata rambut. Sedangkan bagi yang kontra, mereka berargumen bahwa Nabi
Muhammad SAW memiliki rambut panjang karena memang kebiasaan atau salah
satu adat orang laki-laki Arab adalah berambut panjang. Dan itu bukan merupakan
sunnah rasul yang dianjurkan bagi seluruh umatnya yang laki-laki.

B. Saran
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh untuk
dikatakan sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kepada pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang kiranya membantu dalam kesempurnaan
karya tulis ini agar lebih bermanfaat bagi penulis khususnya serta kepada orang
lain umumnya. Penulis menyarankan pula agar kajian ini untuk dikaji dalam sudut
pandang yang berbeda misalkan, Hadis laki-laki berambut panjang dilihat
berdasarkan tekstual dan konstektualitas Hadis, dan beberapa sudut pandang

12
lainnya yang dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki perhatian khusus
terhadap kajian Hadis-Hadis.

A.

13
Daftar Pustaka

Abdullah, M Amin. Studi Agama; Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 1999
Adz-Dzahabi, Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman,
Ringkasan Siyar A’lam an- Nubala’, Jakarta Selatan:Pustaka Azzam, 2014
Al-Imam al-Hafizh Syihabuddin Abi al-Fadhl Ahmad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn
Hajar al-‘Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib fii Rijal al-Hadits, Beirut, Dar al-
Kotob. 2004
Al-Khauli, Muhammad Abdul Aziz, Miftah al-Sunnah aw Tarikh Funun al-Hadis,
(Bayrut Lubnan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.)
Al Munawi, Imam. Faid al-Qadir Syarh al-Jami’ al-Shaghir Islam, Cet. I; Bogor:
Fajar Interpratama Offset, 2003
Chadziq, Ahmad Lubabul. "Kualitas Hadis-Hadis Kawin Paksa." Miyah: Jurnal
Studi Islam 16.2 (2020): 430-457
Soebahar, H.M Erfan. Menguak Keabsahan Al-Sunnah Kritik Mushtafa al-Siba’i
Terhadap Pemikiran Ahmad Amin Mengenai Hadits dalam Fajr al-Islam,
Cet. I; Bogor: Fajar Interpratama Offset, 2003
Syamsudin, Kinkin. Potret stratifikasi periwayat hadis: Studi kasus relasi Abu Al-
Siddiq (w. 108 H) dengan Qatadah (w. 118 H) dalam periwayatan hadis
Al-Mahdi. Diss. UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020
Al-Khauli, Muhammad Abdul Aziz, Miftah al-Sunnah aw Tarikh Funun al-Hadis,
(Bayrut Lubnan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.)
http://muhibbin-noor.walisongo.ac.id
https://www.hadits.id/hadits/muslim
https://www.hadits.id/hadits/bukhari

14

Anda mungkin juga menyukai