Anda di halaman 1dari 31

Kepada Yth :

Diajukan tanggal : Desember 2010

TINJAUAN PUSTAKA

IMAGING KONVENSIONAL TULANG DENGAN KELAINAN


HEMOPOETIK

disusun oleh :
Irene Damanik

Pembimbing :
Dr. HERMINA Sp.Rad

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI


BAGIAN / SMF RADIOLOGI FK UNDIP / RS DR. KARIADI
SEMARANG

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................3

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4


A. DARAH ……………………………………………………………......4
1. Komponen darah normal ……………………………………......4
2. Hemopoesis……………………………………………………...5
B. KELAINAN PEMBENTUKAN SEL DARAH MERAH ....................6
1. SICLE CELL ANEMIA.............................................................7
2. THALASEMIA.........................................................................11
a.Thalasemia Alfa......................................................................12
b.Thalasemia Beta....................................................................13
C. KELAINAN SEL DARAH PUTIH .......................................................18
LEUKEMIA.....................................................................................18
a. Akut .....................................................................................19
b. Kronik...................................................................................19
D. KELAINAN PEMBEKUAN DARAH ...................................................23
HEMOFILIA....................................................................................23
E. KEGAGALAN FUNGSI SUMSUM TULANG.....................................26
ANEMIA FANCONI.......................................................................26
F. PENYAKIT HEMOLITIK PADA BAYI ................................................27
ERITHROBLASTOSIS FETALIS...................................................27

BAB III PENUTUP ...................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................31

2
BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan Hemopoetik merupakan kelainan darah yang berhubungan dengan


pembentukan dan pematangan sel darah . Dimana kita ketahui bahwa darah di dalam
tubuh menusia sekitar 6-8% dari berat badan total, sel- sel yang terutama adalah
eritrosit sekitar 46-60 % dari darah. (1,2 )
Pembentukan dan pematangan sel darah ( hemopoetik) terjadi dalam sumsum
tulang tengkorak, vertebra, pelvis, sternum, iga-iga, dan epifisis proksimal tulang-
tulang panjang. Yang bila terjadi peningkatan misalnya pada perdarahan maupun
hemolisis maka dapat terjadi pembentukan kembali dalam seluruh tulang panjang.
Oleh karena itu bila terjadi kelainan hemopoetik,dapat mempengaruhi perubahan
struktur tulang.(1,2)
Kelainan hemopoetik ini meliputi kelainan sel darah merah, kelainan sel darah
putih bahkan kelainan dalam mekanisme pembekuan darah. Dimana kita ketahui,
sampai beberapa bulan pertama kehidupan, sel darah merah dihasilkan oleh limfe dan
hati dan fungsinya di jelaskan melalui sistem ekstramedullary erithropoesis. Bila
sistem hemopoetik ini terganggu, maka akan terjadi pula kelainan pada tulang yang
sangat perlu diketahui misalnya perubahan pada trabekula , korteks maupun medulla.
Melalui tinjauan pustaka ini, dengan judul ’ IMAGING KONVENSIONAL
TULANG DENGAN KELAINAN HEMOPOETIK’ , akan dibahas lebih lanjut
tentang perubahan- perubahan khususnya tulang yang terlibat dalam kelainan
hemopetik ini dan peranan Imaging konvensional untuk membantu dalam
menegakkan diagnosa, mengevaluasi bahkan untuk mendeteksi komplikasi jangka
panjang yang timbul.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DARAH
1 . KOMPONEN DARAH NORMAL
Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup. Dalam keadaan fisiologis ,
darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya
sebagai :
 Pembawa oksigen ( oxygen carrier)
 Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi
 Mekanisma hemostasis
Darah terdiri atas 2 komponen utama :
 Plasma darah , terdiri dari air, elektrolit dan protein darah
 Butir – butir darah ( Blood corpuscle ) , terdiri atas : eritrosit , leukosit dan
trombosit .
Sel- sel ini mempunyai umur yang terbatas , sehingga diperlukan pembentukan
optimal yang konstan untuk mempertahankan jumlah yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan jaringan.(2)
2. HEMOPOESIS ( HEMATOPOESIS)
Hemopoesis atau hematopoesis ialah proses pembentukan darah . Tempat
hemopoesis pada manusia berpindah – pindah sesuai dengan umur :
a. Yolc sac , umur 0 – 3 bulan intrauterin
b. Hati dan Lien , umur 3 – 6 bulan intrauterin
c. Sumsum tulang , umur 4 bulan intrauterin sampai dewasa
Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan :
 Sel induk hemopoetik ( Hematopoetic stem cell ) , yang berkembang menjadi
sel darah merah , sel darah putih dan trombosit dan juga beberapa sel dalam
sumsum tulang seperti fibroblast. Atas dasar pemeriksaan kariotipe yang

4
canggih (kromosom) ,semua sel darah normal dianggap berasal dari dari satu
sel induk pluripotensial dengan kemampuan bermitosis. Sel induk
pluripotensial mempunyai sifat :
a.sefl renewal , dapat memperbaharui diri sendiri sehingga tak akan
pernah habis meskipun tetap membelah.
b.proliperatif , kemampuan membelah atau memperbanyak diri
c. diferensiatif , kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan
fungsi tertentu.
Menurut sifat kemampuan diferensiasinya , maka sel induk hemopoetik dapat
dibagi menjadi :
A. Pluripotent stem cell , sel induk mampu menurunkan seluruh jenis sel- sel
darah.
B. Committed stem cell , sel induk mampu berkomitmen untuk
berdiferensiasi melalui salah satu garis keturunan sel , termasuk mieloid
dan limfoid.
C. Oligopotent stem cell , sel induk dapat berdiferensiasi menjadi hanya
beberapa jenis sel.
D. Unipotent stem cell , sel induk hanya mampu menjadi satu jenis sel saja.

Zat – zat yang habis, dapat berdiferensiasi menjadi sel induk mieloid yang
menjadi sel-sel progenitor.Diferensiasi terjadi pada keadaan adanya faktor
perangsang koloni , seperti eritropoetin untuk pembentukan eritrosit dan
untuk pembentukan leukosit. Sel progenitor mengadakan diferensiasi melalui
satu jalan. Melalui serangkaian pembelahan dan pematangan, sel – sel ini
menjadi sel dewasa tertentu yang beredar dalam darah (Gambar 1). Sel induk
sumsum dalam keadaan normal terus mengganti sel – sel yang yang mati dan
memberi respon terhadap perubahan akut seperti perdarahan atau infeksi
dengan berdiferensiasi menjadi sel tertentu yang dibutuhkan.(2)

 Microenvirontment , adalah substansi yang memungkinkan sel induk


tumbuh secara kondusif, yang sangat penting dalam hemopoesis karena
berfungsi untuk menyediakan nutrisi , komunikasi antar sel dan dapat
menghasilkan zat yang mengatur haemopoetic growth factor, cytokine , dan
lain- lain. Komponen microenvirontment ini meliputi ,
5
a. mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
b. sel- sel stroma ( sel endotel , sel lemak, fibroblast, makrofag dan sel
retikulum )
c. matriks ekstraseluler ( fibronektin, hemonektin, laminin, kolagen
dan proteoglikan )
Lingkungan mikro sangat penting dalam hemopoesis karena berfungsi
untuk menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh
peredaran darah mikro dalam sumsum tulang.
 Bahan – bahan pembentuk darah, diperlukan untuk pembentukan darah
adalah , asam folat dan vitamin B 12 yang merupakan bahan pokok untuk
pembentukan inti sel , besi sangat diperlukan dalam pembentukan
hemoglobin , cobalt , magnesium ,Cu , Zn , asam amino dan Vitamin C, B
kompleks , dan lain- lain.
Sumsum tulang yang normal merupakan bagian esensial dari
hemopoesis.Apabila struktur atau fungsi sumsung tulang terganggu maka
dapat menimbulkan kelainan. Gangguan sumsum tulang dapat terjadi karena :
1. kegagalan produksi sel, dijumpai pada anemia aplastik
2. kegagalan maturasi sel , dijumpai pada sindroma mielodisplastik
3. produksi sel – sel yang tidak normal , dijumpai pada thalassemia ,
Hemoglobinopati
4. hilangnya mekanisma regulasi yang normal , dijumpai pada leukemia

 Mekanisme Regulasi , sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas


pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke
darah tepi sehingga sumsum tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan
tepat . (3,4)

Kelainan sistem hemopoetik dapat dibagi sesuai dengan kelainan


pembentukan komponen – komponen darah yakni kelainan sel darah merah, sel
darah putih ,mekanisme pembekuan darah dan kelainan sumsum tulang , yang
lebih lanjut akan di bahas pada Tinjauan Pustaka ini.

B. KELAINAN PEMBENTUKAN DARAH

6
Proses pembentukan darah atau yang disebut hemopoesis terbanyak dibentuk
pada sumsum tulang. Bila terdapat kelainan pada proses pembentukan darah , maka
hemopoesis akan terbentuk diluar dari sumsum tulang, yang terbanyak di lien yang
disebut sebagai hemopoesis ekstramedular. Keadaan ini juga akan melibatkan
kelainan pada pembentukan hemoglobin yang bersifat patologis , yang disebut
sebagai Hemoglobinopati.
Hemoglobinopati adalah sekelompok kelainan herediter yang ditandai oleh
gangguan pembentukan molekul hemoglobin.Kelainan ini bibagi menjadi 2 golongan
besar :
1. Hemoglobinopati Struktural : terjadi karena substitusi satu asam amino
atau lebih pada salah satu rantai peptida hemoglobin. Dapat dijumpai pada
penyakit HbC, HbE dan HbS , dan lain- lain
2. Thalassemia : Suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan kecepatan
sintesis atau absennya pembentukan satu atau lebih rantai globin sehingga
mengurangi sintesis hemoglobin normal.

PENYAKIT YANG DITIMBULKAN :


1 .SICKLE CELL ANEMIA ( PENYAKIT SEL SABIT )
DEFINISI
Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal yaitu individu
memperoleh hemoglobulin sabit ( HbS) dari kedua orangtua.(2,3)
Etiologi Penyakit ini adalah kelainan hemoglobin yang disebabkan oleh kelainan
struktur hemoglobin karena susbtitusi satu asam amino atau lebih pada satu rantai
peptida hemoglobin.
Anemia sel sabit merupakan bentuk homosigot penyakit HbS (α2β2), dapat
juga disebabkan heterosigot ganda dengan hemoglobinopati lain. Penyakit ini sering
dijumpai di daerah Afrika Barat dan orang kulit hitam di Amerika Serikat. (4,5)

PATOFISIOLOGI
Secara molekuler HbS timbul karena mutasi satu kodon pada gen beta, yaitu
adenin (A) diganti Thymin(T) sehingga setelah translasi menghasilkan asam amino
glutamic acid yang seharusnya valine pada rantai beta. Substitusi asam amino pada
penyakit ini mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin
jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2 ) . Sel-sel darah merah akan
7
mengalami presipitasi (sickling ) dan elongasi yang menyebabkan perubahan bentuk
eritrosit seperti bulan sabit.

Berulangnya pembentukan sel- sel sabit ini di dalam darah menyebabkan


membran sel menjadi rapuh dan terpecah- pecah.Sel- sel kemudian mengalami
hemolisis dan dibuang melalui sistem monosit – makrofag. Kerusakan jaringan bagian
distal juga mengalami hipoksia terutama sumsum tulang dan tulang mengalami
nekrosis. (2,3,5).
Perubahan skeletal juga terjadi yakni adanya destruksi fokal dan
sklerosis pada bagian medula, korteks dan periosteal pada formasi tulang baru ( 3).

GAMBARAN RADIOLOGIS
Penyakit anemia sickle sel ini menyebabkan perubahan pada tulang yang terbagi
dalam beberapa varian:
1. MARROW HYPERPLASIA
 Hair on end pada tulang cranium
Perubahan tulang cranium disebabkan oleh karena hiperaktifitas dari
sumsum tulang yang mengakibatkan pertumbuhan berlebihan pada
tulang frontal dan parietal.

Dikutip dari Textbook Alisson graiger hal 1903

Gambaran Radiologis : tampak pelebaran diploic space pada tulang


cranium disertai penebalan tabula eksterna yang memberi gambaran hair
on end yang frekwensinya lebih sedikit dibandingkan dengan thalasemia.
 Biconcave H – shape pada vertebra
Dapat terjadi akibat dari berkurangnya suplai darah ke bagian sentral
vertebra dan end plate yang menyebabkan venous tromboembolism
sehingga lama kelamaan terjadi infarction pada corpus vertebra yang
ditandai dengan depresi dan sklerotik pada central portion di end plate

8
vertebra .Bentuk end plate vertebra akan berubah bentuk menjadi
concave dan rounding , pada keadaan ini biasanya sudah terjadi
impressi dan porotik pada nucleus pulposus, yang akan memberi
gambaran H – shape vertebra.(4,5.)

Dikutip dari Textbook Alisson Graiger Vol 2 hal 1905

Gambaran Radiologis : Tampak End plates vertebra yang flat


menandakan metaphyseal infarct dengan the vertebral step sign atau
H shape vertebra

2. BONE INFARCTION

 Hand foot syndrome, destruksi metacarpal, metatarsal dan phalang


disertai pembengkakan soft tissue. (3.4,5)

Dikutip dari Text Book Pediatric Diagnostic Imaging Caffeys hal 2423

Bone infarction sering terjadi pada tangan dan kaki yang pada gambaran
radiology adanya lesi destruksi pada metacarpal, metatarsal dan palang
disertai soft tissue swelling.Infark pada tulang biasanya lebih banyak pada

9
metafisis dan epifisis dan bila infark tulang sudah mencapai anggota gerak
maka akan terjadi reaksi laminar periosteal dan lama kelamaan terjadi
destruksi pada medulla. Bone infarct disebut juga osteonekrosis
merupakan kematian sel pada tulang dan sumsum tulang. Secara umum
infark tulang terjadi berawal dari suplai darah yang berkurang ke tulang
yang kemudian menyebabkan iskemik sel dan menjadi nekrosis. Kematian
tulang akan menyebabkan osteoporosis pada tulang , yang menunjukkan
gambaran tulang yang opque.(5.6)

Dikutip dari Text Book Pediatric Diagnostic Imaging Caffeys hal 2423

Gambaran Radiologis : tampak soft swelling yang diffuse pada jari


tangan anak umur 12 thn dan lesi multipel pada ” hand foot syndrome ”
dengan bentuk tulang yang tubular. Menggambarkan destruksi dan osteitis
pada phalang dan metacarpal.

 Osteonekrosis pada tulang panjang dan focal infarction pada


subartikular dengan adanya garis lusen pada medula dan korteks
subkondral

Dikutip dari Text Book Alisson Graiger Vol 2 hal 1906

10
Gambaran Radiologis :Tampak caput humerus yang infarction dan
pemisahan tulang subartikular dengan osteochondral fragment.Tampak
pula sklerotik dan perubahan medulla diantara diafisis pada caput
humerus. (4.5)
Infarction pada tulang terjadi sebagai akibat dari nekrosis avaskuler yang
menyebabkan nekrotik pada diafisis dan metafisis tulang panjang yang
merupakan predileksi infarction. Bila terjadi infarction pada tulang
subartikuler ditandai dengan garis lusensi pada medula sampai korteks
subkondral.

Dikutip dari Textbook Alisson Grainger Vol 2 hal 1906

Gambaran Radiologis : Tampak perubahan tulang panjang


dengan sebagian caput femur yang kolaps, disebabkan karena
osteonekrosis. Medulla tampak sklerosis dengan penebalan
korteks menunjukkan adanya medullary infarction. (5)

2. THALASEMIA
DEFINISI
Thalasemia adalah suatu kelainan genetik yang beraneka ragam yang ditandai oleh
penurunan sintesis rantai alfa dan beta atau kurangnya sintesis rantai polipetida yang
menyusun molekul globin dalam hemoglobin.Penyakit Thalasemia pertama kali
ditemukan oleh Cooley pada tahun 1927 yang dijumpai di Mediterania sampai ke
Asia dan Afrika Barat.(5.6)

11
Klasifikasi Thalasemia terdapat 2 tipe utama , yaitu:
1. Thalasemia Alfa , yaitu penurunan sintesis rantai alfa
2. Thalasemia Beta, yaitu penurunan sintesis rantai beta

PATOFISIOLOGI
Hemoglobin tersusun atas heme ( cincin porfirin yang mengikat Fe) dan globin
(protein). Thalasemia terjadi karena hilangnya atau delesi 1 gen atau sebagian gen
atau mutasi noktah pada gen. Kelainan ini menyebabkan menurunnya sintesis rantai
polipeptida yang menyusun globin. Kelainan pada gen alfa atau gen beta karena
kedua rantai itu adalah kompenen penyusun Hb A yang merupakan porsi > 95 % Hb
total orang normal. Jika terjadi kekurangan pembentukan Hb misalnya anemia , maka
terjadi pula penurunan sintesis rantai beta, sehingga rantai alfa yang berlebihan tidak
mendapat pasangan dan rantai alfa yang berlebihan itu akan mengalami agregasi
agregat dan mengendap pada membran eritrosit sehingga eritrosit mudah hancur di
dalam sumsum tulang maupun didalam sirkulasinya yang menyebabkan umur
eritrosit menjadi pendek. (6.7)

2.1 THALASEMIA ALFA

DEFINISI
Thalasemia Alfa adalah bentuk thalasemia yang sangat sering dijumpai di Asia
Tenggara., dimana terjadi penurunan sintesis rantai alfa.Dasar genetika dan
molekulnya ialah deletion dari gen alfa. Thalasemia alfa bersifat heretogenous yang
merupakan gangguan produksi rantai globin alfa yang mengarah pada relatif globin
rantai gamma pada janin dan bayi baru lahir dan rantai beta globin pada anak2 dan
orang dewasa.Dimana pada thalasemia alfa , rantai beta berlebihan dan mampu
membentuk tetramers larut , namun tidak stabil dan beberapa sel menjadi endapan sel
yang lama kelamaan menyebabkan berbagai manifestasi klinis.(7) Gejala klinis yang
sering dijumpai , anemia sedang ( 8- 10 g/dl ) ataupun cardiomegali . Sebagian
penderita tidak memerlukan transfusi kecuali timbul anemia berat. Bila rantai alfa
sama seakli tidak terbentuk, maka akan timbul sebagai kompensasi Hb Barts ,dimana
bayi lahir mati gejala menyerupai hydrop fetalis yang akan dijumpai edema anasarka,
hepatoslenomegali, ikterus berat dan janin yang sangat anemis. Janin mati pada
minggu 36-40.( 5,6,7 )

12
2 .2 THALASEMIA BETA

DEFINISI
Thalasemia Beta adalah gangguan produksi globin beta yang mengarah ke variabel
kelebihan rantai globin alfa, dimana globin alfa tidak dapat membentuk tetramers
larut ( Tetramers Prisipitate). (7)
Menurut gambaran klinik,thalasemia beta teridiri dari 3, yaitu :
1. Thalasemia Beta Minor atau Trait merupakan bentuk heterosigot yang sering
asimptomatik. Dapat ditandai dengan Microcytic Hypochromic anemia ,
jaundice dan splenomegali.
2. Thalassemia Intermedia. Gambaran kliniknya bervariasi antara thalasemia
mayor dan thalasemia minor .
3. Thalassemia Beta Mayor = Coleys Anemia , merupakan bentuk homosigot
yang tergantung pada transfusi darah ( Transfusion Dependent ). Gejala
biasanya pada saat bayi berumur 3- 6 bulan, anemis, kurus,
hepatosplenomegali dan ikterus ringan, gangguan pertumbuhan ( kerdil ) ,
Diabetes Militus , sirosis hati dan gonadal failure. (5,6 )

sGAMBARAN RADIOLOGIS :
1. SKULL
 Mongoloid Facies ( Rodent Facies ), yaitu Progressive
Obliteration pada sinus paranasal. Terjadi pada kelainan yang sudah
lanjut pada anak – anak. Sinus paranasal tidak terbentuk dengan
sempurna , facial abnormalitis khususnya maksilaris dan mastoid ,
maloklusi gigi yang terjadi karena hiperplasi sumsum tulang ,dengan
gambaran Rodent Fasies.

 Pelebaran Diploe dengan Hair- on-end appareance , yang dapat juga


terjadi pada Fibular Diaphysis. Dapat terjadi akibat dari hiperplasi
susmsum tulang yang memberi efek melemahnya jaringan tulang ,
pelebaran rongga medulla yang menyebabkan trabekula menjadi kasar
disertai penipisan dari korteks. Akibat lain dari hiperplasi sumsum

13
tulang yaitu deossifikasi yang merupakan penurunan kepadatan tulang
dan ketebalan tabula eksterna dan terjadi pelebaran diploe pada
calvaria yang memberi gambaran radiologi berupa stirtion –hairbrust

Dikutip dari buku Textbook of Radiology and Imaging Vol. 2 D. Sutton hal 1323

Gambaran Radiologis : Tampak penebalan pada tabula eksterna di


regio frontal pada skull disertai perpendicular striation – hairbrush
sign. (1,3,4,5)

Dikutip dari Dokumen Foto Skull AP-Lat RSDK Tanggal 09-08 2010

Gambaran Radiologis : Seorang wanita 32 tahun dengan Thalasemia.


Tampak pelebaran diploe pada foto skull.

14
Dikutip dari buku Textbook Alisson Grainger hal 1906

Gambaran Radiologis : Tampak hair - on -end appareance pada


diafisis os fibula. Walaupun lebih sering pada skull, namun
gambaran hair –on-end dapat dijumpai pada tulang yang lain .
Dapat dilihat osteopenia , cortical striation dan kelainan bentuk
pada os fibula (4,5)

2. CHEST
 Generalized osteopenia dengan penipisan korteks disertai pelebaran
tulang kosta.

Dikutip dari buku Textbool Alisson Grainger Vol 2 hal 1903

Gambaran Radiologis : Tampak ekspansi yang menyolok pada


ujung kosta anterior yang membentuk ” clubbed ”. Dan tampak
15
gambaran kardiomegali. ( pada alpha thalasemia )(4,5)

3. PERIPHERAL SKLETON
 Generalized Osteopenia disertai bentuk korpus vertebra yang
bikonveks.Gambaran Skoliosis kadang dapat dijumpai. (4)
 Pada tulang panjang dengan gambaran Erlenmeyer Flask Appareance
( bulging of normally concave outline of metaphysis) ( 8 )

Dikutip dari buku Textbook Pediatric Diagnostic Imaging Caffeys hal 2418

Gambaran Radiologis : Anak laki- laki usia 3 tahun dengan pelebaran pada
medulla, bentuk shaft persegi panjang , destruksi pada spongiosa dan erosi
endosteal irreguler pada korteks . Pada tibia , tampak multiple garis
transversal. Deformitas pada femur kiri dan fraktur patologik lama.(8)

A. B.
Dikutip dari buku Textbook of Radiology and Imaging Vol. 2 D. Sutton hal 1323

Gambaran Radiologis : A. Tampak penipisan korteks dan pola

16
trabekular yang ”simplification ” pada anak laki – laki usia 15 tahun.
B. Tampak ’ flask shape ’ pada femur distal , trabekular yang kasar
dan penipisan koteks.(7.8)
 Osteopenia disertai dengan trabekula yang kasar , penipisan korteks ,
pelebaran medulla dan bentuknya menjadi lebih silindris maupun
bikonveks yang paling sering terjadi pada metacarpal dan phalang.

Dikutip dari buku Teksbook Alisson Grainger Vol 2 hal 1902

Gambaran Radiologis : Tampak gambaran osteopenia dengan penipisan


korteks ,” loss of tubulation ”(undertubulation ) , pelebaran medulla dan
trabekula yang kasar pada metakarpal dan phalang.(5)

Undertubulation pada tulang dapat terjadi akibat remodeling tulang yang


terganggu selama pembentukan tulang dan resorpsi pada tulang.Pada
keadaan ini, terjadi hiperplasi bone marrow yang mengakibatkan
pembentukan tulang yang dalam hal ini berhubungan dengan osteoclast
yakni proses mineralisasi tulang terganggu ( demineralisasi ),yang
mengakibatkan remodeling dan resorpsi tulang yang abnormal.

17
Dikutip dari buku Textbook Pediatric Radiology – Mosby hal 177

B.KELAINAN SEL DARAH PUTIH


LEUKEMIA
DEFINISI
Leukemia adalah kaganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai
gangguan diferensiasi ( maturation arrest ) pada berbagai tingkatan sel induk
hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas
tesebut dalam sumsum tulang , kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.
Keganasan hematologik adalah proses neoplastik yang mengenai darah dan jaringan
pembentuk darah beserta seluruh komponen-komponennya.( 5,6)
Leukemia merupakan penyakit keganasan hematologik , dimana terdapat
proliferasi sel induk hemopoetik dalam sumsum tulang. Sel ganas menggantikan sel
normal dimana sel ini beredar secara sistemik kemudian dapat disertai infiltrasi ke
organ lain. Sel leukemia juga tumbuh pada jaringan hemopoetik primitif
( ekstrameduler) sehingga menimbulkan pembesaran lien, hati dan kelenjar limfe.
Leukemia lebih sering dijumpai pada laki- laki (2:1) dibandingkan dengan
perempuan. Usia yang paling sering pada leukemia antara usia 2-5 tahun, tapi dapat
juga di jumpai pada orang dewasa. Biasanya gelaja klinisnya adalah fatique, bone
pain, arthralgia, demam, hepatoslenomegali , anemia , dll. ( 5, 7,9 )
Etiologi dari leukemia belum jelas, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi ,
antara lain:
 Radiasi dapat meningkatkan frekwensi leukemia , misalnya : petugas
Radiologi lebih sering menderita leukemia, penderita yang mendapat

18
radioterapi sering menderita leukemia dan korban bom Nagasaki dan
Hirosima.
 Faktor Leukemogenik , yang berhubungan dengan zat kimia yang dapat
mempengaruhi frekwensi leukemia antara lain : benzena, insektisida dan obat
kemoterapi
 Herediter . Biasanya pada pada penderita Sindrom Down, 20 kali lebih besar
terkena leukemia dibandingkan dengan orang normal.
Leukemia dapat dibagi menjadi :
1. Akut
a. Acute lymphoblastic leukemia ( ALL ) , paling sering ditemui dan
terbanyak pada anak – anak dan dewasa muda
b. Acute myeloid leukemia ( Acute nonlymphoblastic leukemia / AML),
dapat terjadi pada semua umur tetapi lebih sering pada orang dewasa.
2. Kronik
a. Chronic myeloid leukemia (CML), dapat terjadi pada semua umur,
terbanyak pada usia = 40 – 60 tahun
b. Chronic lymphocytic leukemia (CLL ) , terbanyak pada orang tua.

PATOFISIOLOGI
Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologik
atau turunannya . Proliferasi ganas sel induk ini menghasikan sel leukemia akan
mengakibatkan penekanan hemopoesis yang normal sehingga terjadi bone marrow
failure , akibatnya katabolisme sel akan meningkat yang juga akan menginfiltrasi sel
leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan organomegali. Sel leukemik yang
overproduction akan menyebabkan destruksi pada trabekula dan korteks
endosteal.Sehingga terjadi perubahan pada tulang berupa, metaphyseal lucencies,
diffuse destruction of bone, lesi osteolitik, lesi osteoblastik, lesi campuran dan reaksi
periosteal. ( 1,3,4,5 )
Pada pembahasan ini, yang akan di bahas adalah leukemia yang paling sering beserta
imaging konvensional yang ditemui.

GAMBARAN RADIOLOGIS

19
Sel leukemik yang produksinya berlebihan menyebabkan destruksi trabekula pada
medula dan korteks endosteal.
1. ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA ( ALL ) DAN ACUTE MYELOID
LEUKEMIA
Predileksi lokasi : femur distal, radius distal , humerus proksimal dan tibia
proksimal ( biasanya pada metadiafisis )
Klinis : nyeri pada tulang atau sendi , soft tissue swelling
X – ray : Metaphyseal bone lucency , diffuse osteopenia, lesi litik –
permeatif (moth eaten), diffuse destruction. Lesi sklerotik – pada
metaphyses , granulocytic sarcoma ( chloroma).
Sering dijumpai pada skull, spine , kosta ataupun sternum.Lesi
intraarticular- swelling , osteoporosis juxta articular. Biasanya ditemui pada
acute myeloid leukemia.

2. CHRONIC MYELOID LEUKEMIA DAN CHRONIC LYMPHOCYTIC


LEUKEMIA
Gambaran Radiologis hampir sama dengan tipe yang acute, tetapi pada leukemia
kronik jarang ditemui metafiseal band lusensi.

GAMBARAN RADIOLOGIS YANG SERING DIJUMPAI PADA LEUKEMIA:


 Metaphyseal translucencies. Merupakan tanda yang paling sering dijumpai
( 90 % ) dari semus kasus. Berupa adanya pita ( band) yang translusensi pada
metafisis. Pada fase awal , bands belum semua terlihat , namun dalam
beberapa minggu dapat terlihat pada seluruh metafisis dengan ukuran lebar +
5 mm. Lokasi yang paling sering adalah : knees, wrist , angkles, shoulder ,
hips dan corpus vertebra.

20
A. B.
Dikutip dari buku Textbook of Radiology and Imaging Vol. 2 D. Sutton hal 1328

Gambaran Radiologis : A.Tampak metaphyseal radiolucencies pada


Knee, sklerosis endosteal yang berdekatan dengan lesi dan
corticomedullary jaunction menjadi tidak jelas.Tampak minor
periosteal tulang baru pada upper tibia dan fibula. B. Tampak
metaphyseal radiolucencies yang luas yang berdekatan dengan
periosteal tulang baru.

 Metaphyseal Cortical Erosion . Lokasinya pada proksimal humerus sisi medial


dan tibia. Biasanya bilateral dan dapat dijumpai pada cronic lymphatic
leukemia

A. B.

21
Dikutip dari buku Textbook of Radiology and Imaging Vol. 2 D. Sutton hal 1329

Gambaran Radiologis : Pada Lymphatic Leukemia. A. Pada anak 8


tahun ,tampak erosi korteks bagian medial metafisis proksimal pada
kedua humerus.B.Anak yang sama,mengeluh nyeri punggung.Tampak
multipel kolaps vertebra.

 Osteolitic Lesion dan Diffuse destruction of bone. Terjadi destruksi trabekular


pada medulla dan penyebarannya besifat permeatif. Erosi korteks pada
permukaan endosteal ,dan demineralisasi atau lesi fokal yang menyerupai
gambaran metastase. Biasanya pada diafisis dari tulang panjang yang juga
dapat terjadi pada orang dewasa. Pada myeloid leukemia dapat terjadi
Granulocytic Sarcoma atau Chloroma, yang sering dijumpai pada skull, spine ,
ribs pada anak – anak, yang disebabkan kumpulan dari leukaemic cell.

Dikutip dari buku Textbook Alisson Grainger Vol 2 hal 1909

Gambaran Radiologis : Tampak adanya destruksi yang luas yang


paling banyak terjadi pada distal os radius.

22
 Periosteal Reaction , sering terjadi namun tidak selalu karena proliferasi
deposit leukaemic sampai ke periosteum . Perdarahan pada subperiosteal
dapat terjadi.
 Osteosclerosis of the metaphysis. Jarang di jumpai . Namun dapat terjadi
secara spontan pada anak sebagai hasil dari pengobatan.

D. KELAINAN PEMBEKUAN DARAH


HEMOFILIA
DEFINISI
Hemofilia adalah gangguan koagulasi yang bersifat kongenital yang disebabkan oleh
defisiensi faktor VIII( Hemofilia A ) dan faktor IX ( Hemofilia B atau Christmas
Disease) dan Penyakit Von Willebrand ( defisiensi Von Willebrand factor).
Paling sering adalah Hemofilia A ( 1 : 10.000) dan Hemofilia B ( 1 : 40. 000 ) pada
anak laki- laki. Lokasi yang sering pada hip ,genu dan ankle.
HEMOFILIA A
Merupakan gangguan pembekuan darah yang disebabkan oleh defisiensi faktor VIII
yang diturunkan secara X- linked resesif. Paling sering dijumpai pada bayi dan anak –
anak. Gejala klinis berupa perdarahan spontan, epistaksis, perdarahan mukosa oral ,
gangguan pada muskuloskeletal adanya kekakuan sendi, nyeri bahkan perdarahan
sendi ( hemarthrosis), pada CNS adanya sakit kepala , leher kaku, muntah dll. Pada
gastroinestinal hematemesis , melena dan perdarahan yang lain berupa perdarahan
post sirkumsisi.

HEMOFILIA B
Merupakan gangguan pembekuan darah yang disebabkan oleh defisiensi faktor IX
yang juga diturunkan secara X – linked resesif.Paling banyak terjadi pada laki- laki.
Gejala klinis berupa perdarahan pada sendi , otot, SSP , Gastrointestinal , sistem paru
– paru dan sistem kardiovaskuler.Pada bayi , perdarahan dapat terjadi setelah injeksi
immunisasi , pada anak –anak , perdarahn dapat terjadi setelah pencabutan gigi dan
pasca sirkumsisi.
PENYAKIT VON WILLEBRAND

23
Merupakan gangguan pembekuan darah yang disebabkan oleh defisiensi faktor von
Willebrand yang termasuk dalam sirkulasi faktor VIII yang diturunkan melalui
autosomal resesif. Faktor von willebrand berfungsi sebagai pembawa faktor VIII dan
pelindung dari degradasi proteolisis. Gejala klinis terdapat purpura karena perdarahan
dibawah kulit, epistaksis , menoragia juga sering terjadi dan perdarahan memanjang.

PATOFISIOLOGI:
Faktor VIII danfaktor IX merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang
diperlukan untuk pembekuan darah.Faktor ini diperlukan untuk pembentukan bekuan
fibrin bila ada cedera pada vaskuler. Pada Hemofilia terjadi defisiensi faktor VIII
( clotting activity) dan faktor IX karena sintesis menurun atau pembentukannya
dengan struktur yang abnormal, sehingga mengganggu jalur intrinsik yang
menyebabkan berkurangnya pembentukan fibrin. Akibatnya terjadi gangguan
koagulasi .

GAMBARAN RADIOLOGIS
Lokasi yang paling sering : hip, knee, ankle, elbow dan shoulder dan biasanya
bilateral.
 Terjadi hemartrosis yang digambarkan dengan adanya joint effusion
yang menyebabkan distensi pada kapsula sinovial, pembengkakan sendi
, penipisan kartilago ,pelebaran tonjolan interkondiler ( intercondyler
notch) , pembesaran pusat ossifikasi berupa epifisis yang cepat
tumbuh ,squaring patella polus inferior, pendataran kondilus femur
distal , kista subkondral dan erosi marginal.
Perdarahan sendi yang terjadi adalah akibat cidera yang mengakibatkan
robekan pembuluh darah sinovium dan darah akan terakumulasi dalam
sendi, sehingga terjadi iskemik pada sinovium dan tulang
subkondral.Dengan perdarahan berulang terjadi hiperplasia dan fibrosis
pada jaringan sinovial.Proliferasi sinovial akan menyebabkan terbentuknya
pannus Pannus ini akan mengikis tulang rawan sendi daerah perifer dan
menutupi serta menekan permukaan tulang rawan di daerah tengah.
Sendi tulang rawan juga akan rusak akibat enzim proteolitik yang
dihasilkan jaringan sinovial yang mengalami inflamasi yang akan
merusakkan sendi tulang rawan yang menyebabkan pembatasan ruang
24
lingkup sendi dan kontaktur sendi akibat fibrosis kapsul dan sinovial sendi.
Iskhemi lokal juga akan menyebabkan terbentuknya kista sub khondral
tulang.

Dikutip dari buku Textbook Alisson Grainger Vol 2 hal 1921 dan Textbook Pediatric Diagnostic

Imaging Caffeys hal 2427 (4,5)

Gambaran Radiologis : Tampak periarticuler osteoporosis dan


trabekular yang kasar pada epifisis, pelebaran intercondylar
notch dan penyempitan sela sendi pada femur kiri. Pada foto
A dan B , tampak penipisan yang menyeluruh pada epifisis dan
shaft. Pusat epifiseal dan patela tampak membesar pada sisi kiri.
Tampak soft tissue swelling bagian anterior yang prominent akibat
akumulasi dari hemosiderin pada jaringan perikapsular.

 Pada beberapa kasus dapat terjadi pseudotumor hemofilia


(1-2%) yaitu dengan terjadinya hemartrosis , maka periosteum
akan menggeser sehingga seolah- olah terangkat disertai
gambaran yang menyerupai massa pada jaringan lunak. Pseudotumor
hemofilia merupakan kista yang terbentuk secara cepat pada system
muskuloskelet akibat perdarahan yang tak terkontrol; biasanya terjadi

25
pada hemofilia yang berat (9,10)
Valderamma & Mathews (1965) membagi kista ini atas 3 jenis. Jenis yang
1. kista yang sederhana yang terbentuk pada pembungkus fasia otot,
2. kista yang terdapat didalam otot dan melekat ke periosteum tulang dan
mengakibatkan menipisnya tulang.
3. pseudotumor terbentuk akibat perdarahan subperiosteal dan
menimbulkan kerusakkan pada tulang sehingga timbul fraktur patologis
dalam waktu yang singkat
Lokasi yang paling sering terkena adalah pelvis, femur , tibia dan
fibula.

Dikutip dari buku Textbook of Radiology and Imaging Vol. 2 D. Sutton hal 1349

Gambaran Radiologis : Tampak destruksi luas pada tibia , batas


relatif tegas disertai reaksi periosteal. Merupakan awal dari bentuk suatu
tumor malignansi (1)

E. KEGAGALAN FUNGSI SUMSUM TULANG

Pada kelompok ini, anemia yang terjadi karena kegagalan dari sumsum
tulang ( bone marrow failure) , yang bukan hanya karena mengganggu
sistem eritoid , namun juga sistem mieloid dan megakariosit sehingga

26
menimbulkan pansitopenia, yang ditandai dengan adanya anemia,
leukopenia dan trombositopenia dengan segala manifestasinya.

ANEMIA FANCONI = FANCONI’S ANEMIA (FA)

DEFINISI
Anemia Fanconi adalah kelainan yang diturunkan secara autosomal
resesif yang ditandai dengan Pansitopenia dengan berbagai bentuk anomali
kongenital
Gejala klinik yang sering muncul adalah pada usia 5-10 tahun, yang
biasanya hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan defek kongenital
seperti pada tulang berupa mikrosefali , absennya tulang radius atau ibu
jari, kelainan ginjal ( horse shoe kidney) serta kelainan kulit berupa
hipopigmentasi dan hiperpigmentasi.Bahkan pada 10 % kasus dapat
mengalami transformasi maligna menjadi leukemia mieloid akut (4,5,12)

GAMBARAN RADIOLOGIS
Formasi tulang yang tidak sempurna pada ibu jari , first metacarpal dan
radius termasuk juga dislokasi pada hip dan club foot.

Dikutip dari buku Textbook Pediatric Diagnostic Imaging Caffeys hal 2193

Gambaran Radiologis : anak dengan Fanconi’s anemia, tak tampak os


radius dan sebagian os carapalia. Os ulna tampak pendek dan bowing. (4)

F. PENYAKIT HEMOLITIK PADA BAYI


ERYTHROBLASTOSIS FETALIS
DEFINISI

27
Suatu keadaan dimana eritroblas yang abnormal dalam sirkulasi janin atau
bayi baru lahir yang terjadi karena ketidakcocokan ( incompatibility )
sistem imun antara darah ibu dan janin yang paling sering oleh karena
faktor Rh. Namun dapat juga terjadi oleh karena incompatibility grup darah
yang menyebabkan hemolisis eritrosit , anemia hemolitik , hydrops fetalis
dan icterus neonatorum.
Rh dominan biasa disebut Rh posititif (+) artinya seseorang yang memiliki
copy Rh factor dan sebaliknya seseorang yang tidak mempunyai copy Rh
factor disebut Rh negatif (-). Pada erythroblastosis fetalis yang terjadi ,
ayah Rh (+) dan ibu Rh (-), maka kemungkinan anaknya memiliki Rh (+)
sedangkan ibu tidak mempunyai copy Rh factor, sementara dalam darah
janinnya terkandung Rh (+) , maka terjadi Incompatibility Rh.(13,14)

PATOFISIOLOGI
Penyakit inkompatibilitas Rh terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan
antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada
saat ibu hamil, eritrosit janin masuk ke dalam sirkulasi darah ibu yang
dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen
seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan di stimulasi untuk
membentuk imun antibodi. Imun antibodi tipe IgG tersebut dapat melewati
plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-
sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan
akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan
menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan
dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan
sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan
eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan dapat
menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang selanjutnya dapat
menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini
melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor
penting lainnya untuk pembekuan darah sehingga dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan. ( 13,14)

GAMBARAN RADIOLOGIS
28
Pertumbuhan tulang yang abnormal berupa metaphyseal translucencies
pada tulang panjang. Diffuse sklerotik juga dapat terlihat namun sulit
dibedakan dengan osteosclerosis yang fisiologis pada bayi.

Dikutip dari buku Textbook Pediatric Diagnostic Imaging Caffeys hal 2417

Gambaran Radiologis : Pada bayi baru lahir 4 jam. Tampak peningkatan


densitas pada distal radius dan ulna.(4)
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit – penyakit dengan kelainan hemopoetik saat ini semakin


banyak dijumpai. Salah satu cara ataupun penunjang untuk mendiagnosa
penyakit akibat dari kelainan hemopoetik yang menyertainya khususnya
tulang yaitu dengan pemeriksaan radiografi secara konvensional maupun
canggih.
Selain untuk penunjang diagnosis penyakit , pemeriksaan radiografi
konvensional tulang ini juga sangat berguna untuk evaluasi, sehingga dapat
melihat ataupun mendeteksi komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi
khususnya pada muskuloskeletal. Diperlukan evaluasi yang teratur setiap 6
bulan ataupun 12 bulan.

29
Bagi seorang Radiologist juga sangat penting diketahui mekanisme
pembentuk sel darah ( sistem hemopoetik) beserta imaging konvensional
yang sederhana maupun canggih.

DAFTAR PUSTAKA

1. David Sutton.. Texbook of Radiology and Imaging.7th ed .Vol 2 Disorders


of the lymphoreticular system and other haemopoetic disorders. Churchill
Livingstone 2003 ; 1321-1338

2. Prof . dr. I Made Bakta . Hematologi Klinik Ringkas . Penerbit Buku


Kedokteran EGC, 2003 : 2-248

3. Sylvia A. Price , Lorraine M. Wilson. Patofisiologi - Konsep Klinis Proses


Proses Penyakit . Penerbit Buku Kedokteran ECG. 2003 ; 247-303

4. Kuhn Jerald P, Slovis Thomas L, Haller Jack o.Caffey’s Pediatric


Diaganostic Imaging .10th ed . Vol. 2 .Bone changes of the blood
and blood forming organs. Mosby. Philadelphia. ; 2417-2429

5. Grainger and Allisson’s 5th ed .Vol 2. Textbook of Medical


Imaging. Diagnstic Radiology .Myeloproliferative and similar disorder.

6. Weissleder , Wittenberg, Harisinghani , Chen .Primary of Diagnostic

30
Imaging . 4th ed. Mosby. Philadelphia ; 470-472

7. Thalasemia Alpha emedicine hematolohy.Available from URL http://


emidicine.medscape.com. Alpha and Beta Thalasemia Available from
URL ,http;// medicinenet . com // alpha thalasemia

8. Wolfgang Dahnert , MD. Radiology Riview Manual . 5th ed .


Lippincott Williams and Wilkins.; 164-166

9. Hemophilia Overview Hematology . Available from http:// emedicine .


medscape.com

10. Pseudotumor Hemofilia . Available from URL http:// emedicine .


medscape.com

11. Hemofilia .Available from : hhtp:// docs. Goggle .com/ viewer .journal

12. Johan. G .Blickman – Bruce.R Pediatric Radiology ( 3RD Edition ) . -


Mosby . Philadelphia;

13. Fanconi Anemia.Emedicine.Available from http :


//emedicine.medscape.com

14. Erithroblastosis fetalis. Medlineplus. Avaibable from http


://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency

15. Hemolitic Disease of New Born. Wikipedia .Available from http; //


en.wikipedia.org

31

Anda mungkin juga menyukai