Anda di halaman 1dari 12

'UMAR BIN 'ABDUL 'AZIZ

 (bahasa Arab: ‫ ;عمر بن عبد العزيز‬2 November 682 – 5 Februari 720), atau juga disebut
'Umar II, adalah khalifah yang berkuasa dari tahun 717 (umur 34–35 tahun)
sampai 720 (selama 2–3 tahun). 'Umar berasal dari Bani Umayyah cabang Marwani. Dia
merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman.
Meski masa kekuasaannya yang terbilang singkat, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz merupakan
salah satu khalifah yang paling dikenal dalam sejarah Islam. Dia dipandang sebagai sosok
yang saleh dan kerap disebut sebagai khulafaur rasyidin kelima.

AWAL KEHIDUPAN
'Umar lahir di Madinah pada tahun 682. Sebagian sumber menyatakan bahwa dia lahir
di Mesir. Ayahnya adalah 'Abdul-'Aziz, putra Khalifah Marwan bin al-Hakam yang
merupakan sepupu Khalifah 'Utsman bin 'Affan. Ibunya adalah Laila, cucu Khalifah 'Umar
bin Khattab.
Menurut tradisi Sunni, keterkaitan silsilah antara 'Umar bin Abdul 'Aziz dengan
'Umar bin Khattab bermula pada suatu malam pada masa 'Umar bin Khattab. Saat sedang
beronda malam, 'Umar bin Khattab mendengar percakapan antara seorang gadis dan ibunya
dari keluarga pedagang susu. Sang gadis menolak mencampur susu dengan air sebagaimana
yang diperintahkan ibunya lantaran terdapat larangan dari khalifah mengenai hal tersebut dan
mengatakan bahwa Allah melihat perbuatan mereka meski 'Umar bin Khattab sendiri tidak
mengetahui. Kagum akan kejujurannya, 'Umar memerintahkan salah seorang
putranya, 'Ashim, untuk menikahi gadis tersebut. Dari pernikahan ini, lahirlah Laila, ibunda
'Umar bin 'Abdul 'Aziz.
'Umar lahir pada saat kekhalifahan dalam kepemimpinan Bani Sufyani, cabang Bani
Umayyah yang merupakan keturunan Abu Sufyan bin Harb. Pada masa Khalifah Yazid,
perasaan tidak suka dari penduduk Madinah terhadap Yazid meluas menjadi sentimen anti-
Umayyah, sehingga semua anggota Bani Umayyah diusir dari Madinah.
Setelah masa kekhalifahan Mu'awiyah bin Yazid berakhir pada 684, kendali Umayyah
atas kekhalifahan sempat runtuh dan banyak pihak berbalik mendukung 'Abdullah bin Zubair,
khalifah pesaing Umayyah yang berpusat di Makkah. Umayyah kembali menguatkan
pengaruhnya saat Marwan diangkat menjadi khalifah di Syria. Putra Marwan, 'Abdul-Malik,
ditetapkan sebagai Gubernur Palestina dan putra mahkota, sedangkan putra Marwan yang
lain, 'Abdul 'Aziz, ditetapkan sebagai Gubernur Mesir dan wakil putra mahkota. Setelah
Marwan mangkat, 'Abdul Malik menjadi khalifah, sedangkan kedudukan 'Abdul 'Aziz naik
menjadi putra mahkota sekaligus masih tetap mempertahankan kepemimpinannya atas Mesir
sebagai gubernur.
'Umar bin 'Abdul 'Aziz menghabiskan sebagian masa kecilnya di wilayah kekuasaan
ayahnya di Mesir, utamanya di kota Helwan. Meski begitu, dia menerima pendidikan di
Madinah yang saat itu kepemimpinan kota tersebut sudah diambil alih kembali oleh pihak
Umayyah pada 692. Menghabiskan masa mudanya di sana, 'Umar menjalin hubungan erat
dengan orang-orang saleh dan perawi hadits.
Di penghujung usia, 'Abdul Malik ingin agar takhta kelak diwariskan kepada
putranya, Al-Walid, dan bukan kepada 'Abdul 'Aziz. 'Abdul 'Aziz menolak menyerahkan
kedudukannya sebagai putra mahkota, tetapi perselisihan dapat dihindari lantaran 'Abdul
'Aziz wafat lebih dulu dari 'Abdul Malik. 'Abdul Malik kemudian menobatkan Al-Walid
sebagai putra mahkota. Selain itu, 'Abdul Malik memanggil 'Umar ke Damaskus dan
menikahkannya dengan putrinya sendiri, Fatimah.

GUBERNUR MADINAH
Al-Walid naik takhta pada 705 setelah ayahnya mangkat. Secara silsilah, Al-Walid
dan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz adalah sepupu. Melalui pernikahan, mereka berdua adalah
saudara ipar. 'Umar menikah dengan Fatimah, saudari Al-Walid, dan Al-Walid merupakan
suami Ummul Banin, saudari 'Umar.
Salah satu kebijakan Al-Walid adalah mengangkat 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sebagai
gubernur Madinah. Di masa sebelumnya, Madinah yang menolak kepemimpinan Umayyah
ditundukkan secara paksa oleh pihak Umayyah pada Pertempuran al-Harrah pada masa
Khalifah Yazid. Gubernur Madinah sebelumnya, Hisyam bin Ismail al-Makhzumi, dikenal
sangat keras dalam memerintah. Penunjukan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz dimaksudkan untuk
meredam ketegangan antara penduduk Madinah dengan pihak Umayyah dan menjembatani
kedua belah pihak. Umar mulai menjabat pada bulan Februari atau Maret tahun 706 dan
wilayah kewenangannya kemudian diperluas ke Makkah dan Tha'if.
'Umar juga kerap memimpin rombongan haji dan menunjukkan dukungan pada para
ulama Madinah, khususnya Said bin al-Musayyib yang merupakan salah satu Tujuh Fuqaha
Madinah. 'Umar tidak membuat keputusan tanpa berdiskusi dengan Said terlebih
dahulu, salah satunya adalah masalah perluasan Masjid Nabawi. Khalifah Al-Walid
memerintahkan perluasan masjid yang menjadikan rumah Nabi Muhammad harus turut
direnovasi. 'Umar membacakan keputusan ini di depan penduduk Madinah sehingga banyak
dari mereka yang menangis. Berkata Said bin al-Musayyib, "Sungguh aku berharap agar
rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa adanya sehingga generasi Islam yang akan
datang dapat mengetahui yang sesungguhnya tata cara hidupnya yang sederhana".
Dalam menjalankan tugasnya, 'Umar membentuk sebuah dewan syura (musyawarah)
yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi. Mereka yang
ditunjuk sebagai anggota dewan syura Madinah adalah:
ENAM NAMA PERTAMA YANG DISEBUTKAN TERMASUK TUJUH FUQAHA
MADINAH.
Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan pemerintahan
sebelumnya, dan keluhan-keluhan resmi ke Damaskus (ibukota kekhalifahan saat itu)
berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah. 'Umar juga cenderung longgar dalam
menghadapi para ulama yang kerap melayangkan kritik terhadap pemerintahan Umayyah.
Dalam masalah pribadi, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz memiliki gaya hidup yang mewah saat
menjadi gubernur. Segala kebijakan yang diambil menjadikan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sebagai
pejabat yang terkenal akan kesalehan dan kebijaksanaannya.
Kemasyhuran 'Umar bin 'Abdul 'Aziz menjadikan kelompok syiah dari kawasan Iraq
yang dipandang sebagai penentang Umayyah mencari suaka di Madinah lantaran mendapat
penindasan dari gubernur tempat mereka berasal, Al-Hajjaj bin Yusuf. 'Umar melayangkan
surat kepada Al-Walid mengenai perbuatan Al-Hajjaj, tapi surat itu bocor dan diketahui Al-
Hajjaj. Al-Hajjaj menanggapinya dengan mengatakan pada Al-Walid melalui surat bahwa
semua kebijakan yang dia ambil dibuat untuk mengamankan keadaan negara, juga kemudian
berbalik menyalahkan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz lantaran dipandang terlalu lemah dalam
menghadapi para penentang yang dikhawatirkan akan melemahkan pengaruh Umayyah.
Sebagai catatan, Al-Hajjaj adalah tangan kanan khalifah sejak masa 'Abdul Malik bin
Marwan yang berkuasa selama lebih dari dua dekade. Pengaruh Al-Hajjaj semakin menguat
pada masa Al-Walid lantaran Al-Walid merasa berutang budi pada Al-Hajjaj atas
dukungannya. Sesuai saran Al-Hajjaj, Al-Walid memberhentikan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz,
kemudian mengangkat 'Utsman bin Hayyan sebagai Gubernur Makkah dan Khalid bin
'Abdullah sebagai Gubernur Madinah.
Setelah dicopot jabatannya, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz berada di istana Al-Walid di
Damaskus. Menurut sejarawan 'Abbasiyah Ahmad Al-Ya'qubi, 'Umar melakukan shalat
jenazah pada Al-Walid saat dia mangkat pada 715.

MASA SULAIMAN
Sepeninggal Al-Walid, Sulaiman bin 'Abdul Malik yang merupakan adik kandungnya
dinobatkan sebagai khalifah dan memimpin kekhalifahan dari Yerusalem (Al-Quds). Pada
masanya, para pejabat yang berkuasa pada masa Al-Walid dilucuti satu-persatu dari jabatan
mereka. Al-Hajjaj sudah meninggal tatkala Sulaiman naik takhta, tapi kerabat dan sekutunya
diberhentikan dan mendapat hukuman. Di sisi lain, lawan politik mereka menempati berbagai
kedudukan penting pada masa Sulaiman. Salah satu di antaranya adalah 'Umar bin 'Abdul
'Aziz.
Sulaiman yang juga merupakan sepupu 'Umar sangat memberikan penghormatan
padanya. Bersama seorang ulama tabi'in Raja' bin Haiwah, 'Umar menjadi penasihat utama
Sulaiman. Dia mendampingi Sulaiman dalam memimpin rombongan haji pada 716 dan
sampai kembalinya di Yerusalem. Tampaknya dia juga mendampingi Sulaiman di Dabiq saat
kekhalifahan berperang melawan Kekaisaran Romawi.
Pada awalnya, Sulaiman menunjuk salah seorang putranya, Ayyub, menjadi putra
mahkota, tetapi Ayyub meninggal lebih dulu pada awal 717. Sulaiman yang saat itu sakit
keras kemudian berencana menunjuk putranya yang lain, Dawud, sebagai putra mahkota,
tetapi Raja' bin Haiwah tidak sepakat dengan alasan bahwa Dawud sedang berperang
di Konstantinopel dan tidak ada kejelasan mengenai kembalinya. Raja' mengusulkan agar
mengangkat 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sebagai pewaris sebab 'Umar dikenal sebagai salah satu
tokoh yang bijaksana, cakap, dan saleh pada masa itu. Sulaiman menyepakati usulan tersebut.
Namun demi menghindari perselisihan di dalam tubuh Umayyah antara pihak 'Umar bin
'Abdul 'Aziz dengan saudara-saudara Sulaiman, Sulaiman menetapkan saudaranya, Yazid,
sebagai wakil putra mahkota. Hal ini bermakna bahwa setelah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz, Yazid
yang akan menjadi khalifah. Raja' yang dipasrahi urusan ini segera mengumpulkan anggota
Bani Umayyah di masjid dan meminta mereka bersumpah setia untuk menerima wasiat
Sulaiman yang masih dirahasiakan. Setelah mereka menyatakan kepatuhan, barulah Raja'
mengumumkan bahwa 'Umar bin 'Abdul 'Aziz yang akan menjadi khalifah sepeninggal
Sulaiman. Saudara Sulaiman yang lain, Hisyam, menentang keputusan tersebut, tetapi
kemudian diancam akan dijatuhi hukuman, sehingga Hisyam patuh. Saat berada di atas
mimbar, 'Umar meminta agar Hisyam yang pertama kali memberikan sumpah setia (bai'at).
Hisyam kemudian maju membai'atnya, diikuti hadirin yang lain.
Namun menurut sejarawan Reinhard Eisener, peran Raja' dalam masalah ini
dipandang "dilebih-lebihkan". Hal ini lantaran penunjukkan 'Umar dipandang sudah sesuai
tradisi. Ayah 'Umar sendiri, 'Abdul 'Aziz, sebenarnya adalah putra mahkota dari ayah
Sulaiman, Khalifah 'Abdul Malik. Meski begitu, 'Abdul 'Aziz tidak mewarisi takhta lantaran
meninggal lebih dulu dari 'Abdul Malik, sehingga setelah 'Abdul Malik mangkat, tampuk
kekhalifahan dialihkan ke putra-putra 'Abdul Malik.
Sulaiman mangkat pada September 717 dan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz didaulat sebagai
khalifah tanpa penentangan berarti.
KHALIFAH
'Umar dibai'at sebagai khalifah pada hari Jum'at setelah shalat Jum'at. Berbeda saat
masih menjadi gubernur, gaya hidup 'Umar menjadi sangat sederhana pada saat menjadi
khalifah. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham perbulan.
Segera setelah mendengar berita kematian Khalifah Sulaiman, 'Abdul 'Aziz yang
merupakan putra Khalifah Al-Walid langsung bergegas menuju Damaskus beserta
pasukannya, tanpa mengetahui pihak yang menggantikan Sulaiman. Sebagai catatan, Al-
Walid pernah berusaha melepas posisi Sulaiman sebagai putra mahkota untuk diserahkan
kepada 'Abdul 'Aziz, tetapi Al-Walid lebih dulu meninggal sebelum keinginannya
diresmikan, sehingga Sulaiman yang pada akhirnya menjadi khalifah. 'Umar menyambut
'Abdul 'Aziz dengan tangan terbuka dan menyatakan siap untuk menyerahkan kekuasaan
padanya jika itu kehendaknya. Mendengar jawabannya, 'Abdul 'Aziz membalas, "Tidak ada
orang selainmu yang aku harapkan mengisi kekuasaan ini."
ADMINISTRASI PROVINSI
Segera setelah menjadi khalifah, 'Umar merombak ulang administrasi provinsi-
provinsi di kekhalifahan. Dia melakukan pemekaran atas provinsi di kawasan timur
kekhalifahan yang dibentuk pada masa Khalifah 'Abdul Malik bin Marwan dan Al-Hajjaj bin
Yusuf. Gubernur yang ditunjuk Sulaiman untuk provinsi besar ini, Yazid bin Muhallab,
diberhentikan dan ditahan lantaran tidak menyetorkan harta rampasan perang dari penaklukan
sebelumnya atas kawasan Thabaristan ke kas perbendaharaan negara. Umar kemudian
menunjuk beberapa gubernur baru untuk beberapa provinsi. Perinciannya:
Meski pejabat baru yang ditunjuk di kawasan timur ini dulunya pengikut Al-Hajjaj
atau dari kelompok Qais, 'Umar menunjuk mereka atas dasar kecakapan, bukan lantaran
mereka adalah lawan politik Khalifah Sulaiman.[22] Pilihannya untuk gubernur Al-Andalus
dan Ifriqiyah berangkat dari pandangan 'Umar tentang netralitas mereka atas persaingan
antara kelompok Qais dan Yamani, juga keadilan mereka terhadap pihak-pihak yang
tertindas. 'Umar tampak memilih orang cakap yang dapat dia kendalikan, menunjukkan
niatnya untuk benar-benar melakukan pengawasan cermat atas tiap-tiap provinsi. Sejarawan
Wellhausen mencatat bahwa 'Umar tidak membiarkan para gubernur mengatur wilayah
mereka sendiri hanya karena sudah menyetorkan pendapatan daerah ke pusat, tetapi secara
aktif mengawasi administrasi para gubernurnya.
MILITER
Dalam urusan militer, 'Umar cenderung pasif bila dibandingkan pendahulunya,
meskipun sejarawan Cobb mengaitkan sikap 'Umar dengan kekhawatiran akan menipisnya
perbendaharaan negara.[3] Wellhausen menegaskan bahwa 'Umar tidak menyukai perang
penaklukan, mengetahui bahwa mereka digaji bukan untuk kepentingan Allah, tetapi karena
rampasan perang.[11] Segera setelah menjadi khalifah, dia memerintahkan agar pasukan
Muslim yang dikomando oleh Maslamah bin 'Abdul-Malik segera ditarik dari pengepungan
Konstantinopel dan mundur ke Malatya di kawasan Anatolia Timur/Armenia Barat. Terlepas
dari penarikan tersebut, 'Umar terus melakukan serangan musim panas tahunan pada
perbatasan Romawi, sebagai bagian dari kewajiban jihad. 'Umar tetap berada di Syria utara,
sering kali tinggal di tanah miliknya di Khanasir, tempat dia membangun benteng.
Pada suatu waktu pada tahun 717, 'Umar mengirim pasukan ke Azerbaijan selatan di
bawah kepemimpinan Ibnu Hatim bin Nu'man al-Bahili untuk menumpas sekelompok bangsa
Turki yang melakukan perusakan di kawasan tersebut. Pada 718, dia mengerahkan berturut-
turut pasukan Iraq dan Syria untuk menekan pemberontakan Khawarij di Iraq, meski
sebagian sumber menyatakan bahwa gerakan perlawanan ini diredam dengan diplomasi. Di
sepanjang perbatasan timur laut kekhalifahan, di Transoxiana, Islam sudah memiliki
kedudukan mapan di beberapa kota, mencegah 'Umar untuk menarik pasukan Arab dari sana.
Meski demikian, dia mencegah untuk melakukan perluasan wilayah lebih jauh ke timur. Pada
masa kekuasaannya, pasukan Muslim yang berpusat di Al-Andalus menaklukkan
kota Narbonne di kawasan Franka selatan.
PEMBAHARUAN
'Umar bin 'Abdul 'Aziz merupakan seorang ulama dan dia sendiri dikelilingi ulama-
ulama besar seperti Muhammad bin Ka'ab dan Maiumun bin Mihran. Dia menawarkan
tunjangan kepada para guru dan mendorong pendidikan. Melalui teladan pribadinya, dia
menanamkan kesalehan, ketabahan, etika bisnis, dan kejujuran moral di masyarakat.
Pembaharuan yang dia lakukan termasuk memperketat larangan minum-minuman keras,
melarang ketelanjangan publik, menghapus pemandian umum campur laki-laki dan
perempuan, dan pemberian dispensasi zakat yang adil. Dia memerintahkan pengerjaan
berbagai bangunan umum di Persia, Khorasan, dan Afrika Utara, seperti pembangunan kanal,
jalan, karavanserai, dan klinik kesehatan. 'Umar juga melanjutkan program kesejahteraan dari
beberapa khalifah Umayyah terakhir dan memperluasnya, termasuk program-program untuk
anak yatim dan orang miskin.
'Umar juga dipuji lantaran memerintahkan pengumpulan resmi hadits yang pertama kali
lantaran adanya kekhawatiran akan hilangnya sebagian hadits. Mereka yang diperintahkan
'Umar melaksanakan perintah tersebut antara lain Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm
dan Ibnu Syihab az-Zuhri.
Pada masa sebelumnya, Bani Umayyah terkenal akan permusuhannya terhadap ahlul
bait (keluarga Nabi Muhammad) dan mengharuskan para khatib untuk melakukan celaan
pada Khalifah 'Ali bin Abi Thalib pada khutbah shalat Jum'at. 'Umar bin 'Abdul 'Aziz
kemudian memerintahkan agar kebiasaan itu dihapus.[31] Tanah Fadak yang dikuasai Bani
Umayyah sejak masa Khalifah Marwan bin al-Hakam juga dikembalikan kepada Bani
Hasyim. Sebagai catatan, tanah Fadak adalah tanah milik Nabi Muhammad di
kawasan Khaibar yang berdasar perintah Nabi, hasil dari pengelolaannya diberikan kepada
kalangan Bani Hasyim yang membutuhkan.
PAJAK
Di masa khalifah Umayyah sebelumnya, Muslim Arab memiliki hak istimewa terkait
keuangan daripada Muslim non-Arab. Mualaf dari kalangan non-Arab tetap diwajibkan
membayar pajak jizyah seperti saat mereka belum masuk Islam. 'Umar kemudian
menghapuskan kebijakan ini dan membebaskan semua Muslim dari pembayaran jizyah, tanpa
memandang asal-usul mereka. Meski begitu, 'Umar juga membuat penjagaan agar keuangan
negara tidak runtuh saat terjadi gelombang mualaf yang berakibat menyusutnya penerimaan
jizyah.[32] Mualaf non-Arab tidak lagi membayar jizyah, tetapi tanah mereka menjadi tanah
desa dan dikenakan kharaj atau cukai tanah.[33]
DAKWAH
Mengikuti teladan Nabi Muhammad, 'Umar mengirim utusan
ke Tiongkok dan Tibet dan mengajak pemimpin mereka memeluk Islam. Di masa 'Umar bin
'Abdul 'Aziz inilah Islam berakar kuat dan diterima sebagian besar masyarakat Persia dan
Mesir. Saat para pejabat mengeluhkan merosotnya pendapatan dari jizyah lantaran terjadinya
gelombang mualaf, 'Umar membalas bahwa dia menerima tampuk kekhalifahan untuk
mengajak orang-orang masuk Islam, bukan menjadi penagih pajak. Jumlah Muslim non-Arab
yang semakin besar menjadikan pusat negara bergeser yang semula dari Madinah dan
Damaskus menjadi Persia dan Mesir.
'Umar juga mengajak raja-raja di India untuk memeluk Islam dan menjadi bawahan
khalifah. Sebagai balasan, mereka tetap mempertahankan kedudukan mereka sebagai raja.
Beberapa raja menerima tawaran tersebut dan mulai mengadopsi nama Arab.
SURAT DARI RAJA SRIWIJAYA
Tercatat Raja Sriwijaya pernah dua kali mengirimkan surat kepada khalifah Bani
Umayyah. Surat pertama dikirim kepada Mu'awiyah bin Abu Sufyan, dan yang kedua kepada
'Umar bin 'Abdul 'Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (860-940) dalam
karyanya Al-Iqdul Farid. Potongan surat tersebut berbunyi:
Dari Rajadiraja...; yang adalah keturunan seribu raja ... kepada Raja Arab yang tidak
menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda
hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda
persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat
mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.

MANGKAT
Kebijakan pembaharuan yang dilakukan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz mengusik para
bangsawan Umayyah karena hak istimewa mereka dihilangkan sebagai bagian dari
pembaharuan yang dilakukan 'Umar. Hal ini mendorong mereka menyuap seorang budak
milik 'Umar bernama Alas dengan uang sejumlah 1.000 dinar emas dan kebebasan
dirinya agar mau meracuni makanan 'Umar. 'Umar yang mengetahui tindakan budaknya
kemudian mengambil uang 1.000 dinar tersebut dan dimasukkan ke baitul mal, sedangkan
Alas diperintahkan pergi sebagai orang merdeka. Dalam perjalanannya pulang dari Damaskus
ke Aleppo, atau saat berada di Khanasir, dia jatuh sakit. 'Umar mangkat antara tanggal 5
sampai 10 Februari 720 pada usia 37 tahun di Dayr Sim'an di Aleppo barat laut. 'Umar
membeli sebidang tanah di desa dan menjadi tempat jenazahnya dikebumikan. Sisa-sisa
makamnya masih terlihat, makamnya tidak diketahui secara pasti waktu pembuatannya.
Sumber-sumber sejarah Muslim utamanya sepakat akan kesalehan 'Umar bin 'Abdul
'Aziz dan dia dipandang sebagai seorang pemimpin Muslim teladan, menjadikannya kerap
disejajarkan dengan empat khalifah rasyidah. Hal ini berseberangan dengan beberapa
khalifah lain dari Bani Umayyah yang kerap dianggap sebagai perampas tak bertuhan dan
zalim, sehingga mereka lebih dipandang sebagai seorang raja dan bukan khalifah sejati
selayaknya 'Umar bin 'Abdul 'Aziz. Dalam pandangan sejarawan Hawting, penggambaran ini
sebagian memang berangkat dari fakta-fakta sejarah serta sifat dan tindakan 'Umar, tetapi
selain itu juga didasarkan atas "kebutuhan dan pandangan tradisi." Kennedy menyebut 'Umar
sebagai "sosok paling membingungkan di antara penguasa Marwani". Menurut Hawting,
sejarawan Jerman Julius Wellhausen menandai perubahan dalam studi Barat mengenai 'Umar
yang awalnya dipandang sebagai "idealis yang tak praktis" beralih ke pandangan yang lebih
modern sebagai "seorang saleh yang berusaha menyelesaikan masalah pada zamannya
dengan jalan yang akan menyesuaikan kebutuhan dinastinya dan negara dengan tuntutan
Islam."
Seorang ulama sunni Mughal Syah Waliullah Dehlawi pada abad ke-18
menyatakan, "Seorang mujaddid muncul di tiap akhir abad. Mujaddid pada abad pertama
(hijriah) adalah imam ahlus-sunnah, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz. Mujaddid abad kedua adalah
imam ahlus-sunnah, Muhammad Idris Syafi'i (Imam Asy-Syafi'i). Mujaddid abad ketiga
adalah imam ahlus-sunnah, Abu Hasan Asy'ari (Imam Asy'ari). Mujaddin abad keempat
adalah Abu 'Abdullah Hakim Naisaburi.
Sepeninggal 'Umar bin 'Abdul 'Aziz, tampuk kekhalifahan diserahkan kepada
sepupunya yang juga saudara seayah Khalifah Al-Walid dan Khalifah Sulaiman, Yazid bin
'Abdul-Malik.
KELUARGA ORANGTUA
Ayah — 'Abdul 'Aziz. Gubernur Mesir pada 686 sampai wafatnya pada 705. Wakil putra
mahkota pada masa Khalifah Marwan. Putra mahkota pada masa Khalifah 'Abdul
Malik.

 Kakek — Marwan bin al-Hakam. Khalifah yang berkuasa pada 684 – 685.


 Nenek — Laila binti Zabban. Berasal dari Bani Kalb.

Ibu — Laila. Juga kerap disebut Ummu 'Ashim.

 Kakek — 'Ashim. Ahli fiqih, perawi hadits, dan tabi'in.


o Kakek buyut — 'Umar bin Khattab. Khalifah yang berkuasa pada
634 – 644.
o Nenek buyut — Jamilah binti Tsabit. Berasal dari Bani Aus.

 Nenek — Ummu Ammarah

Pasangan

 Fatimah. Putri 'Abdul Malik bin Marwan, khalifah yang berkuasa pada 685 –
705.
 Lamis binti 'Ali
 Ummu 'Utsman binti Syu'aib

Putra

 'Abdul Malik
 'Abdul 'Aziz
 'Abdullah
 Ibrahim
 Ishaq
 Ya'qub
 Bakar
 Al-Walid
 Musa
 'Ashim
 Yazid
 Zaban
 'Abdullah

Putri

 Aminah
 Ummu Ammar
 Ummu 'Abdullah

SILSILAH

al-Hakam bin Abi al-Ash

Marwan bin al-Hakam, Khalifah Ummayah


(Marwan I)

Aminah binti 'Alqamah al-Kinaniyya

Abdul Aziz bin Marwan

Zabban bin al-Asbagh al-Kalbiyya

Laila binti Zabban


Umar bin Abdul
Aziz
(Umar II)

Umar bin Khattab, Khulafaur Rasyidin


(Umar I)

Ashim bin Umar

Jamilah binti Thabit

Laila binti Ashim


(Ummu 'Ashim)

WAFATNYA UMAR BIN ABDUL AZIZ


Sebelum Umar bin Abdul Aziz meninggal dunia beliau sakit parah lalu rakyatnya
memberikan dan menyiapkan air hangat sebagai alat untuk mandi agar teragar segar dan
hilang penyakitnya. Namun sang khalifah umar bin abdul aziz bertanya asal usul dari air
hangat tersebut akhirnya rakyat pun berkata bahwa air tersebut dari kayu bakar yang
dibelikan menggunakan uang negara. Seketika itu sang khalifah umar bin abdul aziz menolak
untuk mandi menggunakan air hangat tersebut lalu beliau memberikan uang hasil kerja
pribadinya untuk menggantikan uang negara yang di gunakan sebagai pembelian kayu bakar
untuk mendidihkan air hangat tersebut. Akhirnya beliau pun mau mandi dengan air hangat
yang uang pembelian kayu bakarnya telah di ganti oleh beliau.
Beliau adalah khalifah yang sangat anti otoriter sampai keluarganya sendiri tidak
mendapat sepeserpun uang negara karena sifat zuhudnya sang khalifah begitu tinggi.
Sehingga sebagian dari keluarganya khalifah merasa resah dengan sifat khalaifah kepada
keluarga yang tidak memberikan fasilitas negara sedikitpun. Pada akhirnya mereka keluarga
sang khalifah memiliki ide atau rencana untuk membunuh sang khalifah yang tak mau dunia
dan zuhud sampai mereka menyuruh pembantu sang khalifah untuk memberikan racun pada
sang khalifah karena ia seorang imam pemimpin yang adil dan zuhud maka mudah untuk
sang khalifah untuk mendapatkan maqom drajat yang tinggi disisi allah yaitu menjadi
seorang waliyuallah. Pembantu sang khalifah dari dengan membawakan air hangat buat sang
raja yang udah di campur dengan racun sebagai mana yang telah di perintahkan oleh keluarga
dari sang khalifah. Setelah beberapa tegukkan sang khalifah meresakan hal yang aneh di
tenggorokan seakan-akan mau meninggal dunia dan malaikat izroil pun mendekat lalu sang
raja memanggil sang pembentu tadi yang telah menghidangkan minuman hangat kepadanya.
Sontak sang pembantu kaget dan gemetar menemui sang khalifah dengan apa yang telah
diperbuat kepada sang khalifah namun aneh seribuh aneh sang sang raja malah memberikan
beberapa uang dinar kepada pembantunya tadi dan menyuruh segera beranjak jauh dari kota
ini karena sang khalifah tau setelah ajal menjemputnya korban selanjutnya adalah
pembantunya tadi karena keluarganya pasti akan merasa ketakutan dengan kehidupan
pembantu tadi sebagai saksi atas kematianku pasti setelah aku mati kaulah incaran keluargaku
untuk dibunuh agar bisa aman posisinya menjadi seorang khalifah setelah saya nanti.
Basiroh sang khalifah sangatlah kuat dengan apa yang diperbuat oleh keluarganya dan
pembantunya tadi. Akhirnya pembantu tadi mengambil uang dan lari jauh dari kota tersebut
setelah itu sang khalifah umar bin abdul aziz terbujur kaku efek dari rancun tadi telah
bereaksi. Adakah khalifah sang pemimpin seperti umar bin abdul aziz tidak mau uang negara,
tidak otoriter, mengayomi dan menjaga harta nyawa rakyatnya. Semoga cerita beliau
meninspirasi para pemuda dan pemimpin agar lebih berjasa dan banyak memberikan banyak
perubahan di suatu negara yang di embannya bukan malah menjadikan sebuah kesempatan
untuk mendapatkan keenakan yang di sediakan tapi malah fasilitas itu sangat menakutkan
karena akan menjadi tanggung jawabnya kelak di yaumul kiamat sebagai mana sabda hadit s
nabi muhammad SAW.
Setiap kalian adalah pemimpin. Seorang imam, seorang suami, seorang wanita, bahkan
seorang budak. Semua adalah pemimpin!
Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari: 478
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ قَا َل النَّبِ ُّي‬،ِ ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا‬
ِ ‫ َو ْال َمرْ َأةُ َرا ِعيَةٌ َعلَى بَ ْي‬،ٌ‫اع َعلَى َأ ْهلِ ِه َوه َُو َم ْسُئول‬
‫ت زَ وْ ِجهَا‬ ٍ ‫ َوال َّر ُج ُل َر‬،ٌ‫اع َوهُ َو َم ْسُئول‬ ٍ ‫ فَاإل َما ُم َر‬.ٌ‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسُئول‬
ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬
ٍ ‫ َأالَ فَ ُكلُّ ُك ْم َر‬.ٌ‫اع َعلَى َما ِل َسيِّ ِد ِه َوهُ َو َم ْسُئول‬
‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسُئو ٌل‬ ٍ ‫ َو ْال َع ْب ُد َر‬،ٌ‫و ِه َي َم ْسُئولَة‬. َ
Dari Abdullah, Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:
Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai
pertanggungjawabannya.
Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai
pertanggungjawabannya.
Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai
pertanggungjawabannya.
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawabannya.
Semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah kelak di yaumil kiyamah amiin.

Anda mungkin juga menyukai