Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Dewasa ini, Pengobatan tradisional (Batantra) merupakan pilihan pengobatan yang


telah diterima secara luas di negara berkembang dan negara maju. Kecenderungan
penggunaan pengobatan tradisional adalah karena perubahan lingkungan hidup dan
perkembangan pola penyakit.
Di Indonesia, pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan juga telah berlangsung
ribuan tahun yang lalu. Pada pertengahan abad ke XVII seorang botanikus bernama Jacobus
Rontius (1592 – 1631) mengumumkan khasiat tumbuh-tumbuhan dalam bukunya De Indiae
Untriusquere Naturali et Medica. Meskipun hanya 60 jenis tumbuh-tumbuhan yang diteliti,
tetapi buku ini merupakan dasar dari penelitian tumbuh-tumbuhan obat oleh N.A. van Rheede
tot Draakestein (1637 – 1691) dalam bukunya Hortus Indicus Malabaricus. Pada tahun
1888 didirikan Chemis Pharmacologisch Laboratorium sebagai bagian dari Kebun Raya
Bogor dengan tujuan menyelidiki bahan-bahan atau zat-zat yang terdapat dalam tumbuh-
tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat-obatan. Selanjutnya penelitian dan publikasi
mengenai khasiat tanaman obat-obatan semakin berkembang.
Departemen Kesehatan melalui Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
mengakui keberadaan pengobatan tradisional dan obat tradisional sebagai bagian yang tidak
dapat diabaikan dalam pelayanan kesehatan. Surat keputusan Menkes No. 1076 tahun 2003
tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional, membagi pengobat tradisional (Battra)
dalam 4 (empat) kelompok yaitu : Battra ramuan, Battra ketrampilan, Battra supranatural dan
Battra dengan pendekatan agama.
Praktek Pengobatan tradisional di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan survei
yang dilakukan Depkes, disebutkan bahwa terjadi peningkatan jumlah pengobat tradisional
yang tersebar di 27 Propinsi di Indonesia dari 112.975 orang pada tahun 1990 meningkat
menjadi 213.866 orang pada tahun 1996. Dari data tersebut, persentase jumlah Battra
ketrampilan sebanyak 73 %, Battra ramuan 18%. Battra pendekatan agama 5 % dan Battra
supranatural 4%. Di sini terlihat bahwa Battra ramuan merupakan urutan kedua, di mana
dalam pengobatan digunakan tanaman obat dalam bentuk simplisia tunggal maupun ramuan.
Bahkan belakangan bentuk ekstrak maupun bentuk sediaan jadi yang sudah terdaftar di
Badan POM juga menjadi andalan pengobatan.
Indonesia dikenal kaya akan spesies tanaman obat, dan menduduki urutan kedua di
dunia setelah Brazilia. Di dunia diperkirakan tumbuh 40.000 spesies tanaman, dan 30.000
spesies tumbuh di kepulauan Indonesia. Sekitar 950 spesies diantaranya telah diidentifikasi
memiliki khasiat obat. Hal inilah yang menjadi latar belakang mengapa pengobatan
tradisional menggunakan ramuan makin berkembang.
Untuk mengetahui keberadaan dan kemampuan Battra ramuan, serta inventarisasi
tanaman obat yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, Badan Litbangkes telah
melakukan survey pada Battra di 3 Propinsi di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur,
yang masing-masing diwakili oleh 2 Kabupaten. Propinsi Jawa Barat diwakili oleh
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Indramayu; Propinsi Jawa Tengah diwakili oleh
Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Sragen ; Jawa Timur diwakili oleh Kabupaten Malang
dan Kabupaten Pamekasan. Penyakit yang berkaitan dengan sistem sirkulasi darah dan
pembuluh darah seperti kencing manis, tekanan darah tinggi dan wasir merupakan penyakit
yang banyak diderita masyarakat. Hasil survey ini akan menambah data ramuan yang
digunakan dan dari data ini, dapat dikembangkan arah penelitian selanjutnya dalam rangka
pemanfaatan pengobatan tradisional yang memenuhi persyaratan safety, efficacy, quality dan
rational use menuju ke dalam pelayanan kesehatan formal.
Dari zaman nenek moyang sebenarnya tanaman obat ini telah dimanfaatkan secara
bijaksana dan turun temurun. Dimana, mereka mendalami ilmu pengobatan dengan bahan
alam sehingga lahirlah para ahli pengobatan yang disebut dengan tabib. Pengetahuan yang
mereka miliki ini diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Selanjutnya para
tabib ini meramu berbagai tanaman obat/herbal yang biasa kita sebut dengan jamu. Ilmu
pengetahuan yang mereka turunkanpun hanya secara lisan.
Pada saat masuknya agama Hindu dan Budha menyebabkan dampak yang sangat
besar dalam dunia tulis menulis. Pada saat inilah resep-resep mulai ditulis, pencatatan nama
dan khasiatnyapun mulai dilakukan. Pada awalnya pencatatanpun dilakukan pada batu,
lempeng tanah liat maupun lempeng logam. Cara penulisannya dilakukan dengan cara
ditorehkan dengan benda-benda tajam yang saat ini kita kenal dengan Prasasti.
Budaya tulis menulis ini kemudian berkembang sehingga pencatatan mulai
menggunakan helaian daun lontar (Borrassus Flabilifer) yang ditulis dengan tinta yang
terbuat dari tumbuh-tumbuhan. Bahasa yang digunakan pada saat itu adalah Bahasa
Sansekerta, Bahasa Jawa kuno, Bahasa Bali dan Bahasa Bugis kuno.
Beberapa naskah peninggalan yang berisikan tuntunan pengobatan :

1. Kitab Lontar
Kitab ini banyak ditemukan di Pulau Bali yang berisikan tata cara pengobatan dasar
para leluhur. Setiap helaian daun lontar memiliki panjang 30 cm yang disatukan dengan
tali yang membentuk sebuah rangkaian. Penulisan daun lontar menggunakan aksara Bali
(meskipun ada yang ditulis dengan aksara Lontara bahasa Bugis kuno). Kitab lontar ini
bersifat sangat sakral dan membutuhkan penanganan khusus dalam penyimpanannya.
Kitab lontar tersebut disimpan pada kotak/peti kayu yang dihiasi dengan ukiran Bali.
Kitab lontar ditulis khusus oleh para Balian atau ahli pengobatan tradisional Bali.
Para Balian ini selayaknya tabib memliki ilmu khusus yang disebut Taksu atau kesaktian
yang dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Mereka sangat dihormati karena
selain memiliki kemampuan khusus, mereka juga harus memahami Kitab Tutur Buda
Kecapi yang berisi tentang etika seorang Balian. Mereka juga diwajibkan
menjalani Brataatau puasa dan juga melakukan upacara pembersihan diri.
Para Balian juga harus mendapatkan ijin atau restu dari dewi ilmu pengetahuan ” Hyang
Aji Saraswati” dengan cara bersembahyang di pura suci.
Beberapa Peninggalan Kitab Lontar naskah Bali, diantaranya :

 Kitab Lontar Usada Ila ( tentang pengobatan penyakit lepra)


 Kitab Lontar Usada Carekan Tingkeb (tentang kumpulan jenis-jenis tanaman obat dan
kegunaanya)
 Kitab Lontar Usada Tua (tentang petunjuk dan resep pengobatan yang menyerang
generasi tua)
 Kitab Lontar Usada Dalem (tentang ramuan dan tata cara pengobatan penyakit dalam)
 Kitab Lontar Taru Pramana (tentang khasiat dari tanaman obat)

2. Naskah Kitab

Selain dari Kitab Lontar, bukti sejarah tentang pengobatan asli Indonesia juga
tersimpan rapi dalam kitab yang ditulis oleh para Mpu dan naskah publikasi yang
ditulis oleh para ilmuan. Kitab yang ditulis para Mpu lebih banyak menceritakan
kehidupan pada masanya. Akan tetapi, terselip juga beberapa cerita tentang prosesi
pengobatan yang dilakukan oleh para ahli botani yang melakukan penelitian dan
eksplorasi terhadap manfaat tanaman obat asli Indonesia.
 

Beberapa Naskah Peninggalanya antara lain :

 Naskah Kakawin Bhomaukaya (oleh Mpu Dharmaja, tahun 1115-1130 M)


 Naskah Gatotkaca Sraya (oleh Mpu Panuluh, tahun 1130-1157 M)
 Naskah Sumanasantaka (oleh Mpu Monaguna, tahun 1104-an M)
 Kitab Lubdhaka (oleh Mpu Tanakung, tahun 1466-1478 M)
 Kidung Harsawijaya (kumpulan syair lagu pada era kerajaan Singosari, tahun 1222-
1292 M)
 Kidung Sunda (kumpulan syair lagu yang menceritakan tentang Hayam Wuruk, tahun
1540 M)

3. Naskah Peninggalan Keraton


Naskah ini berasal dari daerah Jawa dan Yogyakarta. Naskahnya antara lain :

 Serat Primbon Jampi Jawi (oleh Sri Sultan Hamengku Buwono II, tahun 1792-1828 M
berisi 3000 resep jamu)
 Serat Centhini (tentang cara pengobatan alami di Jawa, tahun 1418 M)
 Serat Primbon Jmapi (rangkain doa, mantra juga obat-obatan dari alam)
 Serat Primbon Sarat (“isyarat warna-warni” ditulis oleh Raden Atmasupana, tentang
persyaratan agar hidup sehat)
 Serat Kwaruh (dibuat tahun 1858, berisi 1734 jenis ramuan jamu Jawa)

Selain peninggalan di atas tersebut, masuknya bangsa Eropa ke Nusantara juga membawa
pengaruh besar dalam perkembangan pengobatan asli Indonesia, publikasi mengenai tanaman
obat, khasiat dan penggunaanya mulai bermunculan dengan menggunakan kertas dan bahasa
latin.
Berikut adalah bukti buku-buku peninggalan yang ditulis pertamakali mengenai obat asli
Indonesia :

 Historia Naturalist Medica Indiae (oleh Yacobus Bontius di Maluku, tahun 1627 M
berisi 60 jenis tumbuhan beserta pemanfaatannya)
 Herbarium Amboinense (oleh Gregorius Rumphius di Maluku, tahun 1741-1755 M,
tentang pemanfaatan tumbuhan dalam pemeliharaan kesehatan dan fungsinya dalam
mengobati penyakit)
 Monograf Tumbuhan Obat di Jawa (oleh M. Horsfield, tahun 1816 M terbit di
Jakarta)
 Indische Palnten en haar Geneeskracht (oleh Kloppenburg Versteegh di Semarang,
tahun 1907 M tentang informasi penggunaan tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam pengobatan penyakit)
 Het Javaanese Reseptenboek (oleh Van Hein, tahun 1871 M tentang resep pengobatan
Jawa Kuno menggunakan tanaman obat)
 De Nuttige Palnten Van N.I (oleh M. Heyne, tahun 1927 M tentang informasi
berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia)
4. Peninggalan Relief-Prasasti 

 Relief Candi Borobudur (tahun 772 M di Magelang-Jawa Tengah). Pada salah satu
reliefnya terpahat berbagai jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan masayarakat
diantaranya adalah kecubung(Datura metel), Mojo (Aegle marmelos), Lontar
(Borassus flabillifer) dan relief lainnya adalah lukisan proses percikan jamu dan
aktivitas minum jamu. Selain itu juga terdapat relief yang menggambarkan pemakain
lulur dalam proses pemijatan.
 Prasasti Madhawapura. Yang merupakan peninggalan kerajaan Hindu Majapahit.
Dalam prasasti ini teradapat tulisan yang mengisahkan tentang tukang meracik jamu
yang disebut “acaraki”.

Sejarah tanaman obat atau herbal di Indonesia berdasarkan fakta sejarah adalah obat asli
Indonesia. Catatan sejarah menunjukkan bahwa di wilayah nusantara dari abad ke 5 sampai
dengan abab ke 19, tanaman obat merupakan sarana paling utama bagi masyarakat tradisional
kita untuk pengobatan penyakit dan pemeliharan kesehatan. Kerajaan di wilayah nusantara
seperti Sriwijaya, Majapahit dan Mataram mencapai beberapa puncak kejayaan dan
menyisakan banyak peninggalan yang dikagumi dunia, adalah produk masyarakat tradisional
yang mengandalkan pemeliharaan kesehatannya dari tanaman obat.

Banyak jenis tanaman yang digunakan secara tunggal maupun ramuan terbukti
sebagai bahan pemelihara kesehatan. Pengetahuan tanaman obat yang ada di wilayah
Nusantara bersumber dari pewarisan pengetahuan secara turun-temurun, dan terus-menerus
diperkaya dengan pengetahuan dari luar Nusantara, khususnya dari China dan India. Tetapi
dengan masuknya pengobatan modern di Indonesia, dengan didirikannya sekolah dokter jawa
di Jakarta pada tahun 1904, maka secara bertahap dan sistematis penggunaan tanaman obat
sebagai obat telah ditinggalkan. Dan telah menggantungkan diri pada obat kimia modern,
penggunaan tanaman obat dianggap kuno, berbahaya dan terbelakang.

Sebagai akibatnya masyarakat pada umumnya tidak mengenal tanaman obat dan
penggunaannya sebagai obat. Namun masih ada sebenarnya upaya yang melestarikan dan
memanfaatkan tanaman obat dalam dokumentasinya seperti K. Heyne, menulis buku ”
Tanaman Berguna Indonesia “,. Dr. Seno Sastroamidjojo, dengan bukunya ” Obat Asli
Indonesia “. Dan beberapa upaya mengembangankan pengetahuan tanaman obat Indonesia
dan aplikasinya dalam pengobatan. Saat ini obat herbal digunakan di klinik pengobatan
Tradisional RS.Dr.,Sutomo Surabaya dan beberapa rumah sakit besar di Jakarta juga sudah
menyediakan obat herbal.

Ramuan Untuk Keluhan Gula Darah di JawaBarat

Ranuan /Tanaman yang digunakan Bagian tanaman


No Cara pengolahan Cara pakai
Nama daerah Nama latim Nama latim yang digunakan
1. Kunyit Curcuma Rhizom direbus diminum
domestica Val
Temu putih Curcuma hizom
zedoaria Rose
Sirih Piper betle L daun
HAS1L DAN PEMBAHASAN
Responden Battra ramuan terdiri dari Pengobat tradisional ramuan Indonesia, gurah,
tabib, sinshe dan pengobat tradisional lainnya yang metoda pengobatannya sejenis. Dari
survei yang dilakukan, diperoleh profit Battra dalam hal pendidikan, pekerjaan pokok, sebab
ketertarikan pada pengobatan tradisional dan dari mana kemampuan Battra diperoleh.
Dari hasil survei diketahui tingkat pendidikan Battra ramuan pada umumnya rendah,
40 - 47,5% tidak sekolah atau hanya tamat SD. Responden yang menjadi Battra ramuan juga
menjadi Pegawai negeri sekitar 2,5 % sampai 17,5%. Hal ini berkaitan dengan tingkat
pendidikan Battra ra-muan, Battra ramuan yang mempunyai pendidikan S1 sekitar 2,5 sampai
15 %. Kemampuan sebagai Battra ramuan terbanyak adalah secara turun

Tabel II. Ramuan Untuk Keluhan Wasir/Ambei di Jawa Barat

Ranuan /Tanaman yang digunakan Bagian tanaman


No Cara pengolahan Cara pakai
Nama daerah Nama latim Nama latim yang digunakan
1. Kunir putih Curcuma akar direbus Diminum
zedoaria Rose
Kunir Curcuma rhizom
domestica Val
Temu lawak Curcuma rhizom
xanthorrhiza
Roxb
Pala Myristica Buah
fragans Hout

Tabel 3. Ramuan Untuk Keluhan Gula Darah di Jawa Tengah

Ranuan /Tanaman yang digunakan Bagian tanaman


No Cara pengolahan Cara pakai
Nama daerah Nama latim Nama latim yang digunakan
1. Duwet Eugenia cumini Biji
M
Mengkudu Morinda Buah
citrifolia L
Kumis Kucing Orthisiphon Daun Direbus Diminum
grandiflora Bold
Temu lawak Curcuma Rhizom
xanthorrhiza
Roxb

KESIMPULAN
Sumber daya manusia Battra ramuan rendah, 47,5-67,5% tidak sekolah atau hanya
tamat SD. Pada umumnya Battra ramuan tidak hanya menggunakan ramuan tanaman
obat sebagai obat, tetapi dipadukan dengan cara lain yaitu ketrampilan, tenaga dalam dan
kaidah agama. Battra ramuan yang hanya menggunakan ramuan sebagai obat hanya 20 -40%.
Tiap tiap daerah mempunyai ramuan obat tradisional yang berbeda, meskipun untuk obat
keluhan yang sama. Battra ramuan yang mempunyai izin dari Dinas Kesehatan setempat
sekitar 2,5%.
Berdasarkan kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini terjadi perkembangan pola
penyakit ganda dimana sebagian besar masyarakat masih menghadapi masalah penyakit
infeksi sementara sebagian lagi menghadapi masalah penyakit degeneratif kejadian masalah
ksisis ekonomi 1997 mengebabkan berkurangnya kemampuan masyarakat untuk mengakses
pengobatan. Kondisi ini menyadarkan masyarakat untuk mendapatkan cara pengobatan
alternatif.
Survey yangdilakukan oleh dinas kesehatan provinsi Jabar tahun1997 menunjukan
bahwa masyarakat jabar terbiasa menggunakan pengobatan alternatif disamping
memanfaatkan pengobatan modern sebelum krisis ekonomi pengobatan tradisional
menghadapi hambatan dari masyarakat karena terkanjur ada kennyakinan bahwa obat yang
mahal selalu menyembuhkan, sementara pengobatan tradisinal yang umumnya menggunakan
bahan simplisia obat setempat yang sering kali amat murah sehingga tidak menyakinkan

Berdasarkan penelitian JUJUN SUPARNA. 2003. Analisisi Kepuasan Konsumen Jasa


Pengobatan Tradisional, Studi Kasus Pada Sentral Pengembangan Dan Penerapan
Pengobatan Tradisional (SP3T) Jawa Barat. Di bawah bimbingan UJANG SUMARWAN dan
AGUS MAULANA. Melakukan evalusai terhadap kepuasan konsumen Jasa Pelayanan
Pengobatan Tradisional SP3T dan menentukan prioritas SP3T dalam memenuhi kepuasan
konsumen Jasa Pengobatan Tradisional SP3T jabar.

Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian menggunakan metode deskriptif


dalam bentuk survei terhadap konsumen jasa pengobatan tradisional SP3T jabar dan data dari
pihak-pihak terkait dalam pembuatan kebjakan pelayanan pengobatan di Jawa Barat.

Data kepuasan konsumen merupakan hasil wawancara yang dikumpulkan secara


sensus dan periode pengamatan dari pengetahuan dari pertengahan bulan maret dan
pertengahan juni 2002 mencakup 39 orang responden, sedangkan informasi mendukung
diperoleh dengan wawancara terbuka kepada pengolahan, pengelolaan SP3T jabar, pejabat
dinas kesehatan, pejabat RS Hasan Sadikin, praktisi pengobatan tradisional, dan akademisi.

Data primer berupa sikap konsumen terhadap produk jasa pelayanan pengobatan
tradisional SP3T diolah dnegan menggunakan metode suksestif interval. Selanjutnya terhadap
data interval tersebut dilakukan uji statistik berpasangan analisa kesenjangan harapan dan
kenyataan pelanyanan serta diagram kartesius harapan dan kenyataan pelanyanan yang
dilandasi dengan teori serviqual.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa atribut-atribut lima dimensi kualitas


pelayanan harapan konsumen yang cukup besar adalah pada atribut memandang status sosial,
perhatian terhadap keluhan dan jaminan keamaman pelayanan. Sedangkan kenyataan
pelanyanan yang diterima konsumen umumnya puas, sedangkan atrinut yang kurang
memuaskan adalah penataan ruangan sedangkan atribut yang paling memuaskan adalah
pelanyanana yang sopan dan memuaskan.

Berdasarkan hasil analisis hal yang perludilakan oleh pihak SP3T Jabar adalah
perbaikan penataan ruangan terhadap keluhan pasien dan kelurga serta, kebersihan dan
kerapihan sebagai prioritas utama, sedangkan pelayanan pendukung yang dilakukan oleh
petugas pembantu di poliklinik merupakan prioritas berikutnya. Upanya perbaikan yang
dilakukan untuk kepuasan konsumen tetap perlu mempertimbangakan kondisi internal dan
eksternal organisasi terutama memperhatikan kemampuan keuangan.
KESIMPULAN

Beberapa dekade terakhir ini terdapat kecenderungan secara global untuk kembali ke alam.
Kecenderungan untuk kembali ke alam atau ” back to nature “, dalam bidang pengobatan
pada herbal ini sangat kuat di Negara-negara maju dan berpengaruh besar di Negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan pelatihan herbalpun kini telah
banyak diminati masyarakat. Pentingnya Kepedulian kita akan tanaman obat atau  herbal
yang telah sejak jaman dulu kala perlu di lestarikan dan di terapkan seperti negara-negara lain
yang  telah menggunakan herbal sebagai obat leluhur.

Anda mungkin juga menyukai