Anda di halaman 1dari 41

Ophthalmic drug formulation

and delivery
 Sejarah perkembangan sediaan ophthalmic
Treatment terhadap penyakit mata sudah dilakukan sejak
zaman kuno.
Zaman yunani dan romawi sudah dikenal suatu istilah
collyria.
Collyria adalah suatu istilah yang menunjukkan
campuran dari material yang larut dalam air, susu atau putih
telur yang digunakan untuk tetes mata.
 Pada abad pertengahan collyria termasuk midriatik (untuk
mendilatasi pupil) digunakan untuk kosmetik

 Sampai sebelum berakhir perang dunia kedua, konsep sterilitas


menjadi keharusan dalam sediaan ophthalmic
 Selama perang dunia ke dua sampai tahun 1940an, sangat sedikit
sediaan ophthalmic yg dipasarkan
 Dalam USP XIV (1950) hanya 3 jenis sediaan ophthalmic yang
ada dan semuanya dalam bentuk ointment
 Pada saat itu sediaan ophthalmic hanya digunakan dalam
komunitas/farmasi rumah sakit dengan tingkat sterilitas yang
terbatas untuk beberapa hari

 Pada tahun 1955 (dalam USP XV) dicantumkan suatu


persyaratan steril untuk ophthalmic solution, sampai sebelum
tahun 1955 belum ada persyaratan resmi tentang persyaratan
sterilitas ophthalmic solution

 Persyaratan sterilitas untuk salep mata (ophthalmic ointment)


pertama kali muncul dalam USP XVIII
 Saat ini sediaan ophthalmic sudah diformulasikan dari
bentuk simple solution sampai complex delivery systems yang
membutuhkan special formulations

 DEFINISI
Sediaan ophthalmic (USP) adalah: suatu sediaan
steril terutama bebas partikel asing, yang diformulasi
dalam suatu formula cocok dan dikemas untuk digunakan
pada mata. Termasuk didalamnya larutan, suspensi, salep
dan juga bentuk sediaan padat
 Untuk larutan dan suspensi sebagai vehicle digunakan
aqueous
 Salep biasanya mengandung basis white petrolatum-mineral
oil base
 Karakter dasar dari semua sediaan ophthalmic adalah
spesifikasi sterilitasnya (persyaratannya menyerupai produk
parenteral).
ANATOMI MATA

 Kelopak mata (eyelids)


 Bola mata (Eyeball)
 Konjunctiva (conjuctiva)
 Sistem lakrimal (lacrimal system)
Kelopak mata (eyelids)
 Kelopak mata mempunyai 2 fungsi : melindungi bola mata
dan mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air
mata di depan kornea.
 Kelopak mata merupakan alat penutup yang berguna utk
melindungi bola mata terhadap trauma, sinar dan
pengeringan bola mata
 Kantong (pockets) di kelopak disebut superior and inferior
fornices, dan keseluruhan ruang/spasi disebut cul-de-sac
Bola mata (Eyeball)
Bola mata manusia (eyeball/bulbus/globe)
tersusun atas tiga lapis jaringan:
1. Sklera (outer fibrous layer); merupakan jaringan ikat
yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yg melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat
transparan
2. Jaringan uvea (middle vascular layer): merupakan
jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi
oleh ruang yg potensial mudah dimasuki darah bila
terjadi perdarahan pada ruda paksa (perdarahan
suprakoroid)
 Jaringan uvea terdiri dari iris, badan siliar dan koroid

3. Retina (nervous layer): lapisan paling dalam, mempunyai


lapisan sebanyak 10 lapis
Konjunctiva (conjuctiva)

 Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan


kelopak belakang. Bermacam –macam obat mata dapat
diserap melalui konjungtiva ini.
 Konjungtiva mengandung kelenjar mucin yg dihasilkan oleh
sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea.
 Dikonjungtiva dapat diberikan : Subconjunctival injections
Konjungtiva terdiri dari 3 bagian
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus
2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera
3. Konjungtiva fornises/forniks; merupakan tempat peralihan
K. tarsal dg K. bulbi
Sistem lakrimal (lacrimal system)

 Sistem lacrimal terdiri dari 2 bagian:


1. Sistem produksi atau glandula lakrimal, terletak di
tempora antero superior rongga orbita
2. Sistem ekskresi, yg terdiri dari pungtum lakrimal,
kanakuli lakrimal, sakus lakrimal, dan duktus
nasokrimal.
Sakus sakrimal terletak di bagian nasal depan rongga
orbita. Ari mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke
dalam rongga hidung di dalam meatus inferior
 Film air mata sangat berguna utk kesehatan mata. Air mata
akan masuk ke dalam sakus sakrimal melalui pungtum
lakrimal.
 Permukaan conjungtiva dan cornea ditutupi dan lubrikasi
oleh film air mata yang disekresi di conjungtiva dan kelenjar
lakrimal
Pengembangan formulasi ophthalmic
 Produk ophthalmic difomulasikan dg menggunakan prinsip
sain dan teknologi seperti pengembangan btk. Sed. utk.
organ target yg lain
 Strategi pengembangan membutuhkan pertimbangan safety,
efficacy, stability dan pharmaceutical elegance
 Selain itu juga harus memperhatikan regulatory requirements
dinegara mana produk akan dipasarkan
 Produk ophthalmic dpt diklasifikasikan (berdasarkan rute
pemberiannya) dalam produk topikal, intraocular dan
sistemik (oral & intravena).
 Topical disini = topical ophthalmic, bukan topikal kulit
 Bentuk larutan/cair, lebih banyak digunakan krn lebih
menyenangkan dlm penggunaan
 Produk intraocular biasanya dipasarkan dlm wadah single-dose
tanpa penambahan preservatif antimikroba utk
meminimalkan toksisitas pada jaringan ocular
 Pembuatan dan kontrol sterilitas produk ophthalmic sama
seperti pada produk parenteral (small/large volume), fasilitas
pembuatan dan peralatan yang dibutuhkan juga serupa.
 Tdk seperti produk topikal kulit, topikal ophthalmic harus
diproduksi secara steril & sterilitasnya harus terjaga
sampai/selama produk digunakan, terlebih kalau produk
ditujukan untuk multiple application.
Pertimbangan khusus untuk
topikal ophthalmic:
1. Sed. Topikal ophthalmic tdk boleh menyebabkan rasa
perih/pedih dan iritasi pada mata.
2. Sed. Topikal ophthalmic harus didesain utk dpt.
Memberikan bioavailabilitas yg adequate setelah
pemberian satu - 2 tetes larutan atau ½ - ¼ inci salep
sebab cul-de-sac dari mata mempunyai kapasitas terbatas
(7 l)
Katagori farmakologi/terapeutik
produk ophthalmic
 Katagori farmakologi/terapeutik obat yg digunakan dalam
ilmu penyakit mata sangat dibutuhkan untuk memahami
pengembangan bentuk sediaan ophthalmic
 Obat ophthalmic dapat digolongkan menjadi 5 kelas utama:
1. Agents for the treatment of glaucoma
2. Midriatics and cycloplegics
3. Antimicrobial and anti-inflamatory agents
4. Medications for dry eye syndromes
5. intraocular products
Agents for the treatment of glaucoma
 Gloukoma adalah karakeristik dari hipertensi ocular (naiknya
tekanan intraokular) yg ditandai dengan meningkatnya
tekanan bola mata, atropi papil saraf optik dan menciutnya
lapang pandang
 Penyakit ini disebabkan oleh:
 Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
 Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik
mata/di celah pupil
 Topical ophthalmic untuk treatment glaucoma:
 Parasimpatomimetik (kholinergik dan antikholinesterase)
Obat-obat ini dklasifikasikan sbg miotik karena dapat meng
induce miosis (reduce pupil site)
 Simpatomimetik (-adrenergik blocking)
Digunakan untuk mengontrol tekanan intraocular pada
hipertensi ocular
 Adrenergik antagonis
Menurunkan tekanan intraocular dg menurunkan sekresi
aqueous humor
Midriatics and cycloplegics
 Midriatik adalah obat-obat yg dpt memperbesar (dilate) pupil
 secara umum midriatika dapat digunakan utk
 melebarkan pupil utk memudahkan pemerikasaan fundus okuli
 pada peradangan intraokular sbg: penekan peradangan dan
melepaskan sinekia
 Melemahkan akomodasi pd pemeriksaan kelainan refraksi anak
 melebarkan pupil selama pembedahan lensa yg memerlukan pupil
tetap lebar
 contoh: epinefrin, fenilefrin HCl,
 cycloplegia adalah obat-obat yg ditujukan utk paralisis
akomodasi (terjadi dilatasi pupil) ketika digunakan pada mata
 contoh: atropin, homatropin, tropikamida, siklopentolat dan
skopolamin.
 midriasis diinduce oleh obat-obat Simpatomimetik dan
Parasimpatomimetik
Antimicrobial & anti-inflamatory agents
 Digunakan utk treatment infeksi ocular pada tempat
infeksi, topikal atau intraocular
 Infeksi mata kebanyakan disebabkan oleh bakteri dan
virus. Infeksi oleh fungi spt. fungi keratitis relatif jarang
 Banyak anti infeksi yang dipasarkan, diformulasikan dg
kombinasi dua/lebih senyawa
 Ocular inflamasi biasanya dipadukan dg ocular infeksi
 Banyak produk-produk yg dibuat dg kombinasi anti
infeksi dan anti inflamasi
Medications for dry eye syndromes
 Dry eye syndrom adalah kondisi dimana pasien mengeluh
sakit/nyeri ocular akibat sensasi dari dryness pada mata
 dry eye syndrom disebabkan karena defisiensi/kekurangan
aqueous atau komponen mucin pada precorneal tear film
 Demulcent dan emollient adalah 2 katagori produk yg
digunakan utk mengobati Dry eye syndrom
 Demulcent adalah larutan air mata buatan yg berisi polimer
cellulosic, merupakan produk OTC dan telah direview oleh
FDA
 Emollient adalah preparat non aqueous utk membentuk film
occlusive pada permukaan ocular utk mengurangi friksi
(gesekan) dg mengurangi pengurangan dari tear film
 Biasanya tersedia dalam kemasan multidose ointment tubes.
Salep ini biasanya digunakan pada saat mau tidus karena
blurring of vision
Intraocular Products
 Produk intraocular dapat diklasifikasikan sbb:
 Irrigating solution
 Viscoelastic agents
 Midriatics
 Miotics
 Enzymatic product
 Safety pemerian formula intraocular sangat penting sebab sel
endothelial sangat sensitif terhadap benda asing
 Preservatif antimikroba tdk diperbolehkan dlm produk
introcular sebab menyebabkan ketoksikan pada jaringan
ocular
 Produk bisanya dikemas dalam kemasan unit dose pemerian
 Komponen-komponen yg digunakan dalam produk
intraocular tidak boleh toksik pada jar. ocular(endothelium
corneal sgt sensitif)
 Komponen-komponen yg digunakan harus biodegradabel
karena kecepatan eliminasi komponen-komponen dari
intraocular chamber merupakan proses yg sangat lambat. Tidak
spt pada penggunaan topikal obat dpt dieliminasi dg cepat
ABSORPSI OBAT DARI MATA
 Absorpsi obat yg diberikan oral/parenteral dpt dievaluasi dg
mengukur konsentrasi obat dalam plasma/urin sbg ukuran
bioavailabilitasnya.

 Bioavailabilitas topikal sed. Ophthalmic tdk dapat dievaluasi


dg sampling cairan jaringan ocular tanpa menyebabkan
kerusakan parah pada ocular
 Sementara itu pada kasus obat obat midriatik dan miotik,
eficacy dapat dievaluasi dengan mengukur perubahan diameter
pupil.
 Eficacy dari obat glaucoma dapat dideterminasi dengan
memonitor tekanan intraocular. Ini termasuk noninvasive
method
 Pada kasus infeksi dan inflamasi eksternal mata, seperti
konjungtivitis atau blepharitis, absoprsi obat melewati cornea
bukan merupakan pertimbangan yang penting.
 Sementara itu penetrasi transcorneal dan/atau
transcojunctival menjadi faktor terapetik yang penting untuk
deep-seat inflammation seperti iritis atau uveitis

 Absorpsi pada pemberian topikal produk ophthalmic


dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Kapasitas volume yg terbatas yg bisa ditampung oleh mata pada
pemberian sediaan
2. Sekresi dan aliran dari air mata
3. Absorpsi oleh jaringan conjunctival vascular
4. Penetrasi obat melewati cornea dan sclera
5. Blinking rate
6. Reflex tearing akibat pemberian produk

 Rendahnya cul-de-sac dg kapasitas hanya 7 l (mata manusia


bisa menampung 30 l dalam keadaan tidak berkedip).
 Kebanyakan sed. Tetes mata yg dikemas dalam botol PE atau PP
dg plugs dapat memberikan 20-60 l/tetes (pustaka lain 50-70
l)
 Sehingga sangat penting mengontrol banyaknya/besarnya
tetesan yg harus diberikan
 Patton telah membuktikan dg memberi tetes mata pilocarpin
nitrat dalam 2 konsentrasi :
 5 ul dg kadar 1,61 x 10 –2 M
 25 ul dg kadar 1,0 x 10 –2 M

Pemberian tetes mata dalam jumlah besar akan percuma karena


akan tumpah dan mengalir dari lakrimal
Corneal permeation
 Penetrasi transcorneal diyakini sebagai rute utama untuk
absorpsi obat kedalam mata. Keberatannya epithelium cornea
relative impermeable untuk kebanyakan obat-obat ocular
 Cornea terdiri dari 3 lapisan utama:
1. the lipid-rich epithelium (lipophilic)
2. the lipid-poor stroma (hydrophilic)
3. the lipid-rich endothelium (lipophilic)
 Struktur dan komposisi dari cornea merupakan barier bagi
transport obat terutama untuk obat-obat dg bobot molekul
besar, polaritas besar dan bentuk garam
 untuk meningkatkan bioavailabilitas ocular, dg meningkatkan
permeabilitas cornea
 absorbsi obat melewati cornea dapat dipelajari dg invitro dan
invivo
 pengujian absorpsi invitro lebih simple untuk menganalisanya
dibandingkan studi invivo
 untuk melihat korelasi ivivc dibuat permodelan
farmakokinetik
 Koefisien permeabilitas cornea merupakan salah satu
parameter kunci dalam absorpsi ocular dan telah dipelajari
secara mendalam secara invitro
 Permeabilitas ditunjukkan dg peningkatan koefisien partisi
oktanol-air sampai plateau dan dapat dicapai oleh seri
molekul yang sama besarnya
 Epithelium adalah model dari barier lipid, kemungkinan dg
pore aqueous dan stroma sebagai aqueous barrier
 endothelium sangat tipis dan lebih porous dibandingkan dg
epithelium
 Grass dan rekan telah mempelajari kinetika penetrasi
obat melewati cornea
 Model dikembangkan dari hub. Koefisien permeabilitas
dg koefisien partisi serta molekuler weight dari penetrating
spesies
 Model ini menganggap cornea sbg lapisan membran dg
lipid layer (epithelium) dan aqueous layer (stroma)
1
 K per =
(Ls/Ds) + Le/(Dp + PDe)
 Kper = koef. Permeabilitas
 P = koef. Partisi
 Ls = ketebalan stroma
 Le = ketebalan epithelium
 Ds = koef. Difusi stroma
 De = koef. Difusi epithelium
 Dp = Koef. Difusi pori epithelium

 Bila Dp = 0
P
 Kper =
PLs/Ds + Le/De
 Terlihat koefisien permeabilitas linear dg koefisien partisi utk
koefisien partisi yg kecil dan konstan untuk koefisien partisi
besar
 Jadi:
 Epithelium adalah barier untuk nilai koefisien partisi rendah
 Stroma untuk nilai koefisien partisi tinggi

Anda mungkin juga menyukai