Anda di halaman 1dari 7

SUMMARY MANAJEMEN KEUANGAN UNTUK

BISNIS NONLABA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Manajemen Keuangan

Disusun oleh:

Feniati Sudanto 19030070

KELAS IV C

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


PERGURUAN TINGGI BANGKA
PANGKALPINANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

Bisnis non laba adalah bisnis yang menjual jasa atau barang ke public dengan tujuan
utama tidak memperoleh laba. Contoh bisnis nonlaba adalah sekolah, perguruan tinggi,
asosiasi profesi, yayasan social, rumas sakit, dan panti asuhan. Manajemen keuangan sangat
penting bagi bisnis nonlaba, hanya saja karena tidak memiliki pemegang saham, maka tujuan
bisnis nonlaba tidak lagi memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, tetapi jauh lebih
kuas yaitu memuaskan stake holder, yaitu pihak-pihak yang berkaitan dengan bisnis nonlaba
tersebut (pemerintah, masyarakat, pengurus dan lain-lain yang berkaitan).
Keputusan keuangan seperti keputusan investasi dan keputusan pendanaan yang ada pada
bisnis laba, juga diperlukan dalam bisnis nonlaba. Keputusan investasi yang dilaksanakan
harus memerhatikan social value bagi masyarakat. Keputusan pendanaan dalam
meningkatkan modal sendiri pada bisnis nonlaba hanya mengharapkan sumbangan atau
donasi dari individu atau lembaga, baik pemerintah maupun swasta.Tentu kondisi ini sangat
berbeda dibandingkan bisnis laba yang bisa dilakukan melalui pengeluaran saham baru di
modal saham.
Kebijakan dividen yang merupakan distribusi laba bagi bisnis laba, lebih diutamakan pada
distribusi pada masyarakat luas pada bisnis non laba. Seperti rumah sakit, sisa lebih yang
diperoleh dari operasinya diprioritaskan pada keringanan pembayaran untuk masyarakat
miskin. Berkaitan dengan manajemen keuangan bisnis non laba, bab ini diuraikan tentang
perbedaan bisnis laba dengan bisnis nonlaba, penganggaran modal bisnis non laba, keputusan
pendanaan bisnis non laba dan estimasi biaya modal bisnis non laba.

BAB II
ISI

2.1 Perbedaan Bisnis Laba dengan Bisnis Nonlaba

Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang
berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin
dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya ( uang ,  material ,  mesin ,  metode , 
lingkungan ), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Sebuah organisasi dapat terbentuk karena
dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan  visi  dan  misi  serta tujuan yang sama
dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap  masyarakat .
Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh
masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya
manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka
pengangguran. Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi
lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi
nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh
untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal  donatur , organisasi nirlaba
membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah
memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal
penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan
Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi
nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’
organisasi. Alasan utama perusahaan yang mencari laba adalah: untuk mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan itu dengan cara: Memaksimumkan nilai perusahaan, artinya
manajemen harus mengahasilkan laba lebih besar dari biaya modal yang digunakannya.
Sedangkan alasan utama bisnis non laba adalah: bukan hanya untuk mencapai keuntungan
semata namun juga dalam rangka penyediaan pelayanan public seperti layanan pendidikan,
layanan kesehatan masyarakat, penegakan hukum, transportasi missal dan lain sebagainnya.
Persamaan antara perusahaan mencari laba dengan bisnis non laba adalah: Keduanya
menghadapi masalah yang sama , yaitu masalah kelangkaan sumber daya (scarcity of
resources), sehingga baik sector public maupun sector swasta dituntut untuk menggunakan
sumber daya organisasi secara ekonomis , efisien dan efektif.  Dan dari segimanajemen
keuangan, pada dasarnya sama di kedua sector. Kedua sector tersebut membutuhkan
informasi yang handal, relevan untuk melaksanakan fungsi manajemen (perencanaan,
pengorganisasian dan pengendalian).
Perbedaan antara perusahaan mencari laba dengan bisnis non laba adalah: Setiap
organisasi memiliki tujuan yang unik serta spesifik yang hendak dicapai yang bisa bersifat
kualitatif maupun kuantitatif. Tujuan tersebut kemudian bisa dipilah dan dipilih menjadi
tujuan yang bersifat financial mapun non financial. Tujuan yang hendak dicapai oleh
organisasi sector public berbeda dengan sector swasta. Perbedaan yang menonjol adalah
tujuan untuk memperoleh laba. Pada sector swasta, usaha mencapai laba atau profit
maksimum dimaksimumkan sedangkan pada sector public, bukan hanya untuk mencapai
keuntungan semata namun juga dalam rangka penyediaan pelayanan public seperti layanan
pendidikan, layanan kesehatan masyarakat, penegakan hukum, transportasi missal dan lain
sebagainya.

Bisnis laba atau lebih popular disebut dengan perusahaan oleh investor.

Menurut Brigham and Daves, karakteristik dari bisnis perusahaan meliputi:


1. Pemegang sahamnya jelas dan mereka mengendalikan perusahaan melalui board of
directors.
2. Kelebihan bersih pendapatan atau laba merupakan hak pemegang saham.
3. Perusahaan harus membayar pajak penghasilan yang bersifat progresif sesuai dengan
undang-undang perpajakan yang berlaku

Brigham and Daves lebih lanjut mengungkapkan bisnis non laba memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Pengendalian berada di board of trustees.
2. Tidak memiliki pemegang saham atau shareholder
3. Tidak ada grup atau inidividu yang memiliki ha katas laba.
4. Tidak ada pihak luar yang mengendalikan bisnis.
5. Tidak mempunyai akses ke pasar.

Perbedaan yang paling mendasar antara bisnis laba dengan bisnis nonlaba yaitu bisnis laba
mempunyai akses ke pasar modal, sehingga dapat mengatur struktur modalnya untuk
meningkatkan keuntungan, sedangkan bisnis non laba tidak mempunyai akses untuk itu,
kondisi ini mwngakibatkan bisnis non laba sering menghadapi kendala modal dalam
penganggaran modalnya.
Tujuan perusahaan yang mencari laba adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang
saham atau shareholder wealth maximization, yang di terjemahkan dalam maksimisasi harga
saham. Bisnis nonlaba bertujuan melayani beberapa kelompok stakeholder (board of trustees,
manajer, pegawai, kreditur, supplier, konsumen, dan masyarakat sekitar) yang anggotanya
lebih luas dari pada stockholder. Tujuan bisnis nonlaba biasanya tercantum dalam pernyataan
misi (mision statement), kemudian di terjemahkan kedalam berbagai sasaran.

Bisnis nonlaba secara finansial harus tetap kuat dan profitable. Karena meskipun tujuan
utamanya bukan mencari laba, tetapi organisasi apapun yang secara finansial lemah tidak
akan mampu mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

Menurut Sartono (2000) sasaran yang ingin dicapai sebuah rumah sakit, yang merupakan
bisnis non laba meliputi :
a) Rumah sakit harus mempertahankan financial viabilty (kelangsungan hidup).
b) Rumah sakit harus mampu memperoleh laba yang cukup untuk membiayai ekspansi
atau mengganti aset yang sudah usang.
c) Rumah sakit harus mampu memperoleh laba untuk investasi alat-alat kesetahan yang
lebih canggih dan sangat diperlukan.
d) Rumah sakit haus mempertahankan pelayanan kepada masyarakat dengan biaya
serendah mungkin.

2.2 Penganggaran Modal Bisnis Nonlaba

Prinsip penganggaran modal untuk perusahaan berorientasi laba dapat diterapkan dalam
bisnis, walaupun bisnis nonlaba memiliki tujuan utama menyediakan jasa kepada masyarakat
sekitarnya, dan bukan memaksimumkan pemegang saham.

Menurut Sartono (2000) dua hal penting yang harus diperhatikan adalah dalam analisi
penganggaran modal bisnis non laba meliputi:
1. Analisis proyek bisnis nonlaba harus mempertimbangkan social value selain
economic value.
2. Bagaimana menentukan discount rate yang layak untuk diterapkan dalam perhitungan
net present social value suatu proyek.

Nilai social adalah sejumlah manfaat yang dihasilkan dari penanaman modal sebagai
tambahan terhadap pengembalian arus kas suatu proyek, seperti derma dan pelayanan social
lainnya kepada masyarakat. Ketika nilai social suatu proyek dipertimbangkan, total net
present value NPV (TNVP) proyek sama dengan NPV standar proyek ditambah dengan net
present social value (NPSV) proyek, atau dengan formula:

TNPV + NPV + NPSV

NPSV merupakan faktor yang membedakan antara analisis penganggaran modal bisnis
laba dengan bisnis non laba. NPSV adalah nilai sekarang dari social value setiap tahun
proyek dengan discount rate sebesar cost of capital. Suatu proyek yang memiliki TNPV
diatas atau sama dengan nol, proyek feasible dilaksanakan, sebaliknya TNPV lebih kecil dari
nol atau negative tidak feasible dilanjutkan. Namun demikian untuk jangka panjang proyek
bisnis non laba harus memiliki NPV ≥ 0 hal ini untuk menghindari TNVP > 0 sebagai
akibat NPVS > 0, sementara NPV < 0. Kondisi ini disebabkan karena bisnis non laba
untuk jangka panjang harus memiliki finansial yang cukup untuk membiayai dirinya, jika
diperoleh NPV yang negative sebagai akibat NPVS yang negative, maka proyek tersebut
akan kesulitan pendanaan kecuali ada sumber pembiayaan social misalkan dari pemerintah
kabupaten/pemerintah kota setempat. Sebagai contoh: misalnya rumah sakit dimana
memberikan jasa kepada individu yang bersedia dan mampu untuk membayar jasa tersebut,
maka nilai atas barang dan jasa tersebut tercermin dalam besarnya pembayaran
sesungguhnya, sementara itu ada individu lain yang tidak mampu dan tidak bersedia untuk
membayar jasa yang sama dan rumah sakit tetap memberi pelayanan yang sama. Selisih
pembayaran tersebut disebut dengan social value jasa yang diberikan dapat didasarkan atas
kesediaan orang lain untuk membayar jasa yang sama. Penentuan discount rate yang layak
dari proyek bisnis non laba harus diperhitungkan, walaupun kenyataannya para donator tidak
mensyaratkan tingkat keuntungan atas dana yang diberikan kepada bisnis non laba. Discount
rate yang layak diperhitungkan sesuai dengan adanya opportunity cost keuntungan yang
dikorbankannya, jika menginvestasikan dananya dalam surat berharga. Dengan demikian
keuntungan yang disyaratkan diatas social value adalah sebesar return of equity investment
yang bersedia bagi perusahaan yang sejenis.

2.3 Keputusan Pendanaan Bisnis Nonlaba

Perusahaan yang mencari laba memiliki dua sumber modal sendiri yaitu laba ditahan dan
penjualan saham baru. Bisnis non laba dapat memperbesar laba ditahan, tetapi tidak dapat
menjual saham baru untuk meningkatkan modal sendirinya. Alternative lain untuk
meningkatkan modal sendiri adalah dari bisnis non laba adalah melalui sumbangan atau
donasi dari individu atau lembaga, baik pemerintah maupun swasta. Salah satu alternative
sumber pendaan bagi bisnis non laba adalah municipal bons, satu jenis utang jangka panjang
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah atau agen pemerintah untuk pembiayaan bangunan,
jalan tol, rumah sakit, lapangan udara, pengembangan kota dan sebagainya, sedangkan
municipal notes biasanya dikeluarkan untuk pendanaan jangka pendek yang bersifat
temporer.

Ada dua jenis municipal bonds yaitu:


1. general obligation bonds yang dijamin dengan penerimaan pajak pemerintah secara
keseluruhan
2. special tax bonds yang dijamin dengan penerimaan pajak dari proyek yang dibiayai
tersebut (misalnya, proyek jalan tol).

Municipal bonds pada umumnya tidak harus dipasarkan di pasar modal, sebagaimana
halnya corporate bonds, sehingga relative sulit bagi investor untuk mendapatkan informasi
tersebut di pasar modal. Di Amerika Serikat, pasar municipal bonds memegang peranan
sangat penting dalam pendanaan jangka panjang proyek-proyek pemerintah, karena
pendapatan bunga atas municipal bonds tidak dikenakan pajak baik untuk federal taxes
maupun state taxes, dan adanya jaminan dari perusahaan asuransi atas default risk.

2.4 Estimasi Biaya Modal Bisnis Nonlaba

Estimasi biaya modal bisnis nonlaba tidak jauh beda dengan estimasi biaya modal
perusahaan yang mencari laba. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah perbedaan dalam
memperoleh modal sendiri. Seperti telah dijelaskan pada keputusan pendanaan sebelumnya
bisnis yang berorientasi laba mendapatkan modal sendiri dengan cara menjual saham dan
menahan sebagian laba yang diperoleh, sementara itu bisnis nonlaba memperoleh modal
sendiri dengan cara memperbesar laba yang diperoleh melalui sumbangan atau donasi dari
individu atau kelompok masyarakat.
Konsep biaya modal bisnis nonlaba rata-rata tertimbang digunakan terutama untuk
keputusan investasi jangka panjang atau pengganggaran modal. Biaya modal rata-rata
tertimbang pada bisnis nonlaba adalah opportunity cost penggunaan modal untuk membeli
asset dibandingkan dengan digunakan untuk alternative lain. Opportunity cost equity berupa
tingkat keuntungan yang diperoleh atas investasi atau pembayaran dividen dalam bentuk kas,
sementara itu, sehingga penentuan opportunity cost of capital sangat sulit.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan biaya modalsendiri
bisnis nonlaba adalah:
1. Biaya modal sendiri sama dengan nol, dengan alasan bahwa penyumbang atau
pemberi dana tidak mengharapkan tingkat keuntungan atas dana yang diberikan
kepada bisnis nonlaba.
2. Biaya modal sendiri sama dengan tingkat bunga bebas resiko, yaitu merupakan
tingkat bunga minimal yang diperhitungkan. Di Indonesia untuk mempermudah
analisis, tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sering dipakai sebagai proxy
tingkat bunga bebas risiko.
3. Biaya modal sendiri adalahsama dengan biaya laba ditahan perusahaan sejenis yang
mencari laba, alasannya adalah dana atau biaya modal tersebut dapat diinvestasikan
kedalam usaha yang mempunyai risiko yang hamper sama.

Bisnis nonlaba dapat menerapkan trade-off-theory dan struktur modal optimal (struktur
modal dengan biaya paling rendah). Asymmetric theory tidak dapat diterapkan dalam bisnis
nonlaba karena bisnis nonlaba tidak mengeluarkan saham biasa. Bisnis nonlaba yang dapat
mempertahankan struktur modal yang optimal akan memiliki competitive advantage karena
mampu memberikan pelayanan yang lebih baik dengan biaya yang sama atau biaya lebih
rendah.

BAB III

PENUTUP

Perbedaan yang paling mendasar bisnis laba dengan nonlaba adalah bisnis laba
mempunyai akses ke pasar modal, sehingga dapat mengatur struktur modalnya untuk
meningkatkan keuntungan, sedangkan bisnis laba tidak punya akses untuk itu, kondisi ini
mengakibatkan bisnis nonlaba sering menghadapi kendala modal dalam penganggaran
modalnya. Analisis penganggaran modal bisnis non laba meliputi: (1) analisis proyek bisnis
non laba harus mempertimbangkan social value selain economic value; dan (2) bagaimana
menentukan discount rate yang layak untuk diterapkan dalam penghitungan net present social
value suatu proyek. Ketika nilai social suatu proyek dipertimbangkan, total net present value
(TNPV) proyek sama dengan NPV standar proyek ditambah dengan net present social value
(NPSV) proyek.
Salah satu alternative sumber pendaan bagi bisnis non laba adalah municipal bons, satu
jenis utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah atau agen pemerintah
untuk pembiayaan bangunan, jalan tol, rumah sakit, lapangan udara, pengembangan kota dan
sebagainya, sedangkan municipal notes biasanya dikeluarkan untuk pendanaan jangka pendek
yang bersifat temporer. Ada dua jenis municipal bonds yaitu (1) general obligation bonds
yang dijamin dengan penerimaan pajak pemerintah secara keseluruhan, dan (2) special tax
bonds yang dijamin dengan penerimaan pajak dari proyek yang dibiayai tersebut (misalnya,
proyek jalan tol).Peningkatan modal sendiri dari bisnis nonlaba adalah melalui sumbangan
atau donasi dari individu atau lembaga, baik pemerintah maupun swasta. Beberapa
pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan biaya modalsendiri bisnis nonlaba
adalah: (1) Biaya modal sendiri sama dengan nol; (2) sama dengan tingkat bunga bebas
resiko; (3) sama dengan biaya laba ditahan perusahaan sejenis yang mencari

DAFTAR PUSTAKA

Wiagustini, Ni Luh Putu, 2010, Manajemen Keuangan: Dasar-Dasar Manajemen


Keuangan, Cetakan Pertama, Udayana University Press, Denpasar
http://andikaffiliate.blogspot.com/2011/12/management-s3pak-mujip- managemen.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_nirlaba
http://16111592.blogspot.com/2012/10/organisasi-non-profit-organisasi-nirlaba.html

Anda mungkin juga menyukai